Brainstem Lesions Perbaikan.docx

  • Uploaded by: tutut
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Brainstem Lesions Perbaikan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,242
  • Pages: 27
BRAINSTEM LESIONS Andi Fitri Tenriawaru, Happy Handaruwati

I. PENDAHULUAN Batang otak terdiri dari medulla oblongata, pons, dan mesencephalon, serta menempati fossa cranii posterior tengkorak. Bentuk batang otak seperti batang dan menghubungkan medulla spinalis yang sempit dengan otak depan yang lebar. Batang otak mempunyai tiga fungsi utama ; 1) sebagai tempat lewatnya traktus asendens ke berbagai pusat yang lebih tinggi di otak depan. 2) mengandung pusat-pusat refleks penting yang mengatur sistem respirasi dan sistem kardiovaskular. 3) mengandung nuclei saraf cranial III sampai XII yang penting. 1 Lesi batang otak biasanya disebabkan karena trauma, infeksi, kanker, tumor, gangguan vascular, genetik, kondisi imun, kematian sel otak, dan radiasi. Gejala dari lesi otak tergantung pada tipe lesi. Pengobatan dan terapi lesi batang otak juga tergantung tipe dari lesinya.2 Lesi batang otak dapat mengakibatkan kelainan pada fungsi saraf kranial yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan, kelainan pupil, perubahan sensasi, kelemahan otot, masalah pendengaran, vertigo, menelan dan kesulitan bicara, perubahan suara, dan masalah koordinasi.3 II. Brain Stem Lesions (Lesi Batang Otak) Batang otak (brainstem) adalah struktur padat dengan nuklei saraf kranial, fasikula saraf dan traktus asenden dan desenden yang sama-sama saling berdampingan. Bahkan suatu lesi tunggal relatif kecilpun hampir selalu merusak beberapa nukleus, pusat refleks, traktus atau jaras.4 Batang otak berada di bagian paling kaudal otak dan terletak pada tulang tengkorak yang memanjang sampai ke tulang punggung atau sum-sum tulang belakang. Bagian ini mengatur fungsi dasar manusia seperti mengatur pernapasan, denyut jantung, pencernaan, insting terhadap bahaya dan sebagainya. 4

1

Gambar 1. Anatomi Batang Otak Batang otak terbagi menjadi beberapa bagian yakni: a) Mesensefalon

: fungsi untuk mengontrol otak besar dan otak

kecil, berfungsi mengatur penglihatan seperti lensa mata, pupil mata dan kornea. b) Pons

: fungsi untuk mengontrol apakah kita sedang

terjaga atau tertidur. c) Medulla oblongata

: fungsi untuk mengatur sirkulasi darah, denyut

jantung, pernapasan dan pencernaan. Batang otak mengandung banyak jaras serabut, termasuk semua jaras asendens dan desendens yang menghubungkan otak dengan perifer. Beberapa jaras ini menyilang garis tengah ketika melewati batang otak dan beberapa di antaranya membentuk sinaps sebelum melanjutkan perjalanan di sepanjang jarasnya. Terdapat banyak nuklei di batang otak yaitu: 

Nuklei nervus III – nervus XII



Nukleus ruber dan substansia nigra mesensefalon; nuklei pontis dan nuklei olivarius medulla yang berperan pada sirkuit regulasi motorik.



Nuklei lamina quadrigemina mesensefali yang merupakan stasiun jaras visual dan auditorik

2

Hampir seluruh batang otak diliputi jaringan difus neuron yang tersusun padat (formasio retikularis) yang mengandung pusat regulasi otonomik yang penting untuk berbagai fungsi tubuh vital, termasuk aktivitas jantung, sirkulasi dan respirasi. Formasio retikularis juga mengirimkan impuls pengaktivasi ke korteks serebri yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesadaran. Jaras desendens dari formasio retikularis mempengaruhi aktivitas neuron motorik spinal. Karena batang otak mengandung berbagai macam nuklei dan jaras saraf pada ruang yang sangat padat, bahkan lesi yang kecil pada batang otak dapat menimbulkan berbagai tipe defisit neurologis secara simultan (seperti pada berbagai sindroma vaskular batang-otak).4 Anatomi suplai darah pada batang otak

Gambar 2. Anatomi suplai darah pada mesensefalon

3

Gambar 3. Anatomi suplai darah pada pons.

Gambar 4. Anatomi suplai darah pada medulla oblongata. Arteri vertebralis timbul dari arteri subklavia dan ketika mereka melewati foramina costotransverse dari C6 ke C2. Mereka memasuki tengkorak melalui foramen magnum dan bergabung di persimpangan pontomedullary untuk membentuk arteri basilar. Setiap arteri vertebralis biasanya bercabang menjadi arteri serebelar posterior inferior (PICA). Di bagian atas pons, arteri basilari terbagi menjadi 2 arteri serebral posterior.4 Arteri basilaris bercabang menjadi arteri sereblar superior yang memasok bagian lateral pons dan otak tengah, serta permukaan superior dari otak kecil. Otak kecil dipasok oleh arteri sirkumfleksan, arteri serebelar anterior inferior dan arteri superior sereblar dari arteri basilar. Medulla diperdarahi oleh PICA dan cabang kecil dari arteri vertebralis. Pons diperdarahi oleh cabang-cabang dari arteri basilaris. PCA memperdarahi otak tengah, thalamus dan korteks oksipital.4 Perfusi inadekuat untuk region batang otak tertentu dapat terjadi secara transien (misalnya, iskemia transien pada subclavian steal syndrome) atau permanen yang menyebabkan nekrosis jaringan, misalnya infark batang otak.5

4

Kelumpuhan piramidalis akibat lesi di batang otak merupakan gejala bagian dari sindroma batang otak yang dapat diperinci diantaranya: SINDROMA

SINDROMA PONS

MESENSEFALON

SINDROMA MEDULLA OBLONGATA

 Sindrom Weber  Sindrom Benedict

 Sindrom

Foville-

Millard Gubler  Tegmentum pontis

 Sindrom Lateralis/ Wallenberg  SIndrom

kaudale  Tegmentum pontis

Dejerine

orale  Basis

pontis

kaudalis  Basis

pontis

bagian tengah

Terdapat juga sindrom dari saraf kranilis, yaitu: Sindrom Horner dan Sindrom Kavernosa. Sindrom-sindrom tersebut terdiri dari manifestasi gangguan motorik dan sensibilitas, bahkan manifestasi gangguan sistem otonom juga bisa menjadi gejala tambahan. Kelumpuhan piramidalis akibat kelumpuhan batang otak, tidak peduli lokalisasinya mempunyai satu ciri khas, yaitu: kelumpuhan UMN kontralateral yang disertai oleh kelumpuhan saraf motorik atau defisit sensorik akibat kerusakan pada saraf otak sensorik pada sisi dan tingkat lesi. Kelumpuhan tersebut berupa hemiparesis. Hemiparesis yang diiringi oleh gangguan saraf tersebut dinamakan hemiparesis alternans.5

5

Sindrom Weber ( Sindrom Pedunkulus Serebri ) A.

Definisi Sindrom Weber merupakan suatu kumpulan gejala klinis dan tanda yang

meliputi kelumpuhan nervus okulomotorius (N.III) ipsilateral, hemiparesis spastik kontralateral, rigiditas parkinsonism kontralateral (substansia nigra), distaksia kontralateral (traktus kortikopontis) serta adanya defisit saraf kranialis yang kemungkinan disebabkan adanya gangguan pada persarafan supranuklear pada nervus VII, IX, X dan XII.6 B.

Etiologi 

Penyumbatan pada pembuluh darah cabang samping yang berinduk pada ramus perforantes medialis arteria basilaris. Oklusi ramus interpendikularis arteri serebri posterior dan arteri khoroidalis posterior.



Insufisiensi perdarahan yang mengakibatkan lesi pada batang otak.



Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik sebagai akibat invasi dari thalamus atau serebelum. Lesi neoplasmatik sukar sekali memperlihatkan keseragaman oleh karena prosesnya berupa pinealoma, glioblastoma dan spongioblastoma dari serebelum. Penyebab yang jarang adalah tumor (glioma).

C.



Lesi yang merusak bagian medial pedunkulus serebri.



Stroke (hemoragik atau infark) di pedunkulus serebri.



Hematoma epiduralis.

Gambaran Klinis Lesi ini biasanya bersifat unilateral dan mempengaruhi beberapa struktur

dalam otak tengah.6,7

6

Tabel 1. Kerusakan struktur batang otak dan efeknya. KERUSAKAN STRUKTUR

EFEK

Substansia nigra

Kontralteral parkinsonism

Serabut kortikospinalis

Kontralateral hemiparesis

Traktus kortikobulbaris

Kerusakah pada otot-otot wajah bagian bawah yang kontralateral dan fungsi nervus hipoglosus (N.XII)

Serabut

nervus

okulomotorius Kelumpuhan

nervus

okulomotorius

ipsilateral yang menyebabkan kelopak

(N.III)

mata terkulai dan pupil yang melebar. Hal ini menyebabkan diplopia.

Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik dapat merusak bangunan-bangunan mesensefalon sebagai akibat invasi dari thalamus atau serebelum, maka tiap corakan kerusakan dapat terjadi, sehingga lesi neoplasmatik sukar sekalai memperlihatkan suatu keseragaman. Lesi unilateral di mesensefalon mengakibatkan timbulnya hemiparesis atau hemiparesis kontralateral. Lesi yang merusak bagian medial pedunkulus serebri akan menimbulkan hemiparesis yang disertai paresis nervus okulomotorius ipsilateral dengan pupil yang berdilatasi dan terfiksasi. Kombinasi kedua jenis kelumpuhan ini dikenal dengan nama hemiparesis alternans nervus okulomotorius atau sindroma dari Weber. Lesi pada daerah fasikulus longitudinalis medialis akan mengakibatkan timbulnya hemiparesis alternans nervus okulomotorius (N.III) yang diiringi juga dengan gejala yang dinamakan oftalmoplegia internuklearis.6 D.

Diagnosis Diagnosa Sindrom Weber dapat ditegakkan dengan melakukan anmnesis

tentang riwayat penyakit, termasuk juga riwayat keluhan berapa lama keluhan sudah dirasakan dan apakah keluhan tersebut terjadi pada satu sisi atau dua sisi. Pemeriksaan saraf biasanya dapat dilakukan dan sangat membantu untuk

7

menentukan adanya Sindrom Weber. Pemeriksaan nervus okulomotorius (nervus III) biasanya dilakukan bersama-sama dengan pemeriksaan nervus troklearis (nervus IV) dan nervus abdusen (nervus VI).6 Pemeriksaan tersebut terdiri atas: a) Pemeriksaan celah kelopak mata Pasien diminta untuk memandang lurus ke depan, kemudian dinilai kedudukan kelopak mata terhadap pupil dan iris.

b) Pemeriksaan pupil, yang perlu diperiksa adalah:  Ukuran: apakah normal diameternya, miosis, midriasis, pin-point pupil  Bentuk: apakah normal, isokor, anisokor  Posisi: apakah sentral atau eksentrik  Refleks pupil Refleks

cahaya

langsung cahaya diarahkan pada satu pupil; reaksi yang



tampa adalah kontraksi pupil homolateral

Refleks cahaya tidak langsung cahaya diarahkan pada satu pupil; reaksi yang →

dilihat adalah

Refleks

akomodasi- Pasien diminta melihat jauh kemudian melihat

konvergensi →

ke tangan pemeriksan yang diletakkan 30cm di depan hidung pasien. Pada saat melihat tangan pemeriksa, kedua bola mata pasien bergerak secara konvergensi (kearah nasal) dan tampak pupil mengecil. Refleks ini negatif pada kerusakan saraf simpatikus leher.

Refles nyeri) →

siliospinal

(refleks Refleksi reaksi nyeri dilakukan dalam ruangan dengan penerangan yang samar-samar. Dengan cara merangsang nyeri pada daerah leher dan sebagai reaksi pupil akan melebar pada sisi

8

ipsilateral. Refleks ini terjadi bila ada benda asing pada kornea atau intraokuler atau pada cedera mata/ pelipis. Refleks

okulosensorik Refleks nyeri ini adalah terjadinya konstriksi



atau dilatasi disusul konstriksi, sebagai respons rangsang nyeri di daerah mata atau sekitarnya.

c) Gerakan bola mata Dinilai dengan gerakan bola mata keenam arah yaitu lateral, medial, lateral atas, medial atas dan medial bawah untuk mengetahui fungsi otot-otot ekstrinsik bola mata, dengan cara: pasien menghadap ke depan dan bola mata digerakkan menurut perintah atau mengikuti arah objek di depan pasien.6 Sindrom Benedickt A.

Definisi Sindrom Benedickt merupakan sindrom neurologi paralisis nervus

okulomotorius (N.III) karena trauma pada N.III dan nukleus ruber. Hal ini terjadi disebabkan tersumbatnya cabang-cabang interpedunkularis dari arteri basilaris atau serebralis posterior atau keduanya pada otak tengah. Ini digambarkan sebagai suatu kelumpuhan n. okulomorius ipsilateral yang disertai oleh tremor berirama atau ritmik pada tangan kanan atau kaki bagian kontralateral yang ditingkatkan oleh adanya gerakan mendadak atau tanpa disengaja, dan menghilang ketika istirahat. Yang merupakan akibat dari kerusakan pada nukleus ruber yang menuju keluar dari sisi yang berlawanan ada hemisfer serebelum. Bisa juga terdapat hiperestesia kontralateral. Selain itu, adanya gangguan sensasi raba, posisi, getar kontralateral serta diskriminasi dua titik (keterlibatan lemniskus medialis); hiperkinesia kontralateral (tremor, korea, atetosis) akibat keterlibatan pada nukleus ruber; rigiditas kontralateral (substansia nigra). 4,5

9

B.

Patofisiologi Sindrom Benedickt terjadi bila salah satu cabang dari rami perforantes

para medial arteri basilaris yang tersumbat maka infark akan ditemukan di daerah yang mencakup 2/3 bagian lateral pedunkulus serebri dan daerah nucleus ruber. Maka hemiparesis alternans yang ringan sekali saja disertai oleh hemiparesis ringan nervus III akan tetapi dilengkapi juga dengan adanya gerakan involunter pada lengan dan tungkai yang paretik ringan (di sisi kontralateral) itu. Sindrom Benedict terjadi jika lesi menduduki kawasan nukleus ruber sesisi yang ikut rusak bersama-sama radiks nervus okulomotorius ialah neuron-neuron dan serabut-serabut yang tergolong dalam susunan ekstrapiramidal. Pada sindrom ini, lesi pada area nucleus ruber memotong saraf fasikuler dari nervus III pada saat mereka melewati otak tengah bagian ventral, beberapa lesi menyebabkan kelumpuhan okulomotorius, dengan hiperkinesia kontralateral (tremor, khorea, atetosis). Sindrom Benedict merupakan hasil dari penggabungan dan pelunakan fasikuler dari satu nervus okulomotorius pada region nukleus ruber ipsilateral. Maka pasien akan mengalami kelumpuhan nervus III tipe perifer dengan diskinesia (hiperkinesia dan ataksia) kontralateral dan tremor yang menetap pada lengan. Sindrom Benedickt adalah bila pada otak tengah tingkat kerusakan sampai di nukleus ruber atau di fasikulus nervus III akan menyebabkan kelumpuhan pada nervus III yang komplit atau parsial. Kerusakan sampai pada nukleur ruber (diluar dari sisi lain hemisfer serebelum) juga akan menyebabkan tremor kontralateral.4,5 C.

Etiologi Adanya lesi pada nukleus ruber dan nervus okulomotorius karena oklusi

pada ramus interpedunkularis arteri basilaris atau arteri serebri posterior atau keduanya pada otak tengah, trauma atau tumor. 4,5 D. Manifestasi Klinis 

Kelumpuhan nervus III ipsilateral dengan midrasis dan terfiksasi (gangguan serabut radiks nervus III)



Gangguan sensasi raba, posisi dan getar kontralateral

10



Gangguan diskriminasi dua titik (keterlibatan lemnikus medialis dan traktus spino talamikus)4



Hiperkinesia kontralateral (tremor, khorea, atetosis), akinesia kontralateral



Rigiditas kontralateral (substansia nigra)

Tabel 4. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi6 : Struktur yang terlibat

Efek klinis

Lemnikus medialis

Gangguan

sensasi

raba,

posisi

dan

getar

kontralateral. Nukleus ruber

Hiperkinesia kontralateral (korea atetosis)

Substansia nigra

Akinesia (parkinsomnisme) kontralateral

Radiks n. okulomotorius

Kelumpuhan n. okulomotorius ipsilateral dengan pupil yang berdilatasi dan terfiksasi

Gambar 5. Letak lesi pada sindrom Weber dan Benedict.

11

C. Sindrom Foville-Millard Gubler (sindrom basis pontis kaudalis ) A.

Definisi Hemiplegia alternans akibat lesi di pons adalah selamanya kelumpuhan

UMN yang melibatkan belahan tubuh sisi kontralateral, yang berada dibawah tingkat lesi yang berkombinasi dengan kelumpuhan LMN pada otot-otot yang disarafi oleh nervus VI atau nervus VII.4,5 B. Etiologi Sindrom ini terjadi disebabkan oklusi ramus interpedunkularis arteri basilaris dan arteri serebri posterior. Sindrom Millard Gubler dan sindrom Foville termasuk juga ke dalam bagian dari sindrom hemiplegia alternans pons. Sindrom ini disebabkan akibat terbentuknya suatu lesi vaskuler yang bersifat unilateral. Selaras dengan pola percabangan arteri-arteri, maka lesi vaskular di pons dapat dibagi ke dalam: 

Lesi paramedian akibat penyumbatan salah satu cabang dari rami perforantes medialis a. basilaris



Lesi

lateral,

yang sesuai

dengan kawasan perdarahan

cabang

sirkumferens yang pendek 

Lesi di tegmentum bagian rostral pons akibat penyumbatan a. serebeli superior



Lesi di tegmentum bagian kaudal pons, yang seesuai dengan kawasan perdarahan sirkumferens yang panjang. Penyumbatan parsial terhadap salah satu cabang dari rami perforantes

medialis arteri basilaris sering disusul oleh terjadinya lesi-lesi paramedian. Jika lesi paramedian itu bersifat unilateral dan luas adanya, maka jaras kortikobulbar atau kortikospinal berikut dengan inti-inti pes pontis serta serabut-serabut pontoserebelar akan terusak. Tegmentum pontis tidak terlibat dalam lesi tersebut.4,5,7

12

C.

Manifestasi Klinik

Tabel 5. Pada sindrom Foville, lesi mengenai bagian dorsal pons sehingga menyebabkan: Struktur yang terlibat

Efek klinis

Lemnikus medialis

Gangguan

sensasi

raba,

posisi

dan

getar

kontralateral. Lemnikus lateralis

Tuli

Nucleus n. fasialis

Kelumpuhan n. fasialis perifer ipsilateral

Traktus

spinitalamikus Analgesia dan termanestesia setengah tubuh

lateralis

kontralateral

Traktus piramidalis

Hemiplegia spastic kontralateral

N. abdusens

Kelumpuhan n. abdusens perifer ipsilateral

Tabel 6. Pada sindrom Millard- Gubler, lesi mengenai bagian ventral pons dan menyebabkan: Struktur yang terlibat

Efek klinis

Traktus kortikospinalis

Hemiplegia kontralateral

N. fasialis

Kelumpuhan wajah ipsilateral

N. abdusens

Kelumpuhan melirik ke lateral ipsilateral

13

Gambar 6. Sindrom Foville- Millard Gubler Manifestasi berupa penyumbatan parsial terhadap cabang dari rami perforantes medialis arteri basilaris seperti itu akan menimbulkan gejala berupa hemiplegia yang bersifat kontralateral, yang pada lengan bersifat lebih berat 14

ketimbang pada tungkai. Jika lesi paramedian itu terjadi secara bilateral, maka kelumpuhan seperti yang telah diuraikan tadi akan terjadi pada kedua sisi bagian tubuh. Namun jika lesi paramedian terletak pada bagian kaudal pons, maka akar nervus abdusens juga akan ikut terlibat. Maka dari itu pada sisi lesi terdapat kelumpuhan LMN musculus rektus lateralis, yang membangkitkan strabismus konvergens ipsilateral dan kelumpuhan UMN yang melanda belahan tubuh kontralateral, yang mencakup lengan tungkai sisi kontralteral berikut dengan otot-otot yang disarafi oleh nervus VII, nervus IX, nervus X, nervus XI dan nervus XII sisi kontralateral. Gambaran penyakit inilah yang dikenal sebagai sindrom hemiplegi alternans nervus abdusens. Selain itu dapat juga terjadi suatu lesi unilateral di pes pontis yang meluas ke samping, sehingga melibatkan juga daerah yang dilalui n.fasialis. Sindrom hemiplegia alternans padamana pada sisi ipsilateral terdapat kelupuhan LMN, yang melanda otot-otot yang disarafi n.abdusens dan n.fasialis yang disebut sebagai Sindrom Millard Gubler. Jika serabut-serabut kortikobulbar untuk nukleus n.VI ikut terlibat dalam lesi, maka ‘deviation conjugee’ mengiringi sindrom Millard Gubler. Kelumpuhan bola mata yang konjugat itu dikenal juga sebagai Sindrom Foville, sehingga hemiplegia alternans nervus abdusens et fasialis yang disertai sindrom Foville itu disebut sebagai Sindrom Foville – Millard Gubler.4,5,7

Sindrom Tegmentum pontis A.

Sindrom tegmentum pontis kaudale Etiologi dan Gambaran Klinis Sindrom ini terjadi disebabkan oleh oklusi cabang arteri basilaris (ramus

sirkumferensialis longus dan brevis).7 Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah kelumpuhan nuclear abdusen dan fasialis ipsilateral, nistagmus (fasikulus longitudinalis medialis), paresis tatapan kearah sisi lesi; hemiataksia dan asinergia ipsilateral (pedunkulus serebralis medialis); analgesia dan termanestesia kontralateral (traktus spinotalamikus lateralis); hipestesia dan gangguan sensasi posisi dan getar sisi

15

kontralateral (lemniskus medialis); mioritmia palatum dan faring ipsilateral (traktus tegmentalis sentralis). Manifestasi klinis

Gambar 7. Sindrom tegmentum pontis kaudale Tabel 7. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi: Kerusakan struktur

Efek

Lemnikus medialis

Gangguan sensasi raba, posisi, dan getar kontralateral

Lemnikus lateralis

Tuli

Nukleus n. fasialis

Kelumpuhan n. VII perifer ipsilateral

Traktus

spinotalamikus Analgesia dan termanestesia setengah tubuh

lateralis

kontralateral

Traktus piramidalis

Hemiplagia spastic kontralateral

N. abdusen

Kelumpuhan n. VI perifer ipsilateral

16

B.

Sindrom Tegmentum Pontis orale Etiologi dan Gambaran Klinis Sindrom ini terjadi disebabkan oklusi ramus sirkumferensialis longus

arteri basilaris dan arteri serebelaris superior.7 Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah hilangnya sensasi wajah ipsilateral (gangguan semua serabut nervus trigeminus) dan paralisis otot-otot pengunyah (nucleus motorius nervus trigeminus), hemiataksia, intention tremor, adiadokokinesia (pedunkulus serebelaris superior); gangguan semua modalitas sensorik kontralateral.

Manifestasi klinis

Gambar 8. Sindrom tegmentum pontis orale Tabel 8. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi: Kerusakan struktur

Efek

Pedunkulus

 Hemiataksia

superior

serebelaris

 Intention tremor  Adiadokokinesi  Disarteria serebelar

17

Nukleus prinsipalis sensorik Gangguan sensasi epikritik wajah ipsilateral n. Trigeminus Nukleus traktus spinalis n. Analgesia dan termanestesia wajah ipsilateral Trigeminus Nucleus

motorik

n

trigeminus Traktus

. Paralisis flaksid (nuklear) otot-otot pengunyah ipsislateral

tegmentalis Mioritmia palatum dan faring

sentralis Traktus tektospinalis Traktus

Hilangnya reflex kedip

spinotalamikus Analgesia dan termanestesia separuh tubuh

lateral

kontralateral

Lemnikus lateralis

Tuli

Lemnikus medialis

 Gangguan sensasi raba,

getar, dan posisi

separuh tubuh kontralateral  Ataksia Traktus kortikonuklearis (serabut yang keluar)

C.

Kelumpuhan n. fasialis, n. glosofaringeus, n. vagus, n. hipoglosus

Sindrom basis pontis bagian tengah Etiologi dan Gambaran Klinis Sindrom ini muncul akibat dari oklusi ramus sirkumferensialis longus

arteri basilaris dan arteri serebelaris superior. 4,5 Gambaran klinis adalah hemianestesi semua modalitas sensorik ipsilateral, paralisis flasid otot pengunyah ipsilateral, hemiataksia, intention termor, adiadokokinesi, disatria sereblar dan hemiparesis spastik kontralateral.4

18

Gambar 9. Sindrom basis pontis bagian tengah

Tabel 9. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi: Struktur yang terlibat

Efek klinis

Radiks n. trigeminus

 Hemianestesia semua modalitas sensorik ipsilateral  Paralisis flaksid otot pengunyah ipsilateral

Pedunkulus

serebelaris Hemiataksia dan asinergia ipsilateral

medial Traktus kortikospinalis

Hemiparesis spastik kontralateral

Nuclei pontis

Diktaksia ipsilateral

Sindrom Wallenberg ( Sindrom Medularis Dorsolateralis ) A.

Definisi Sindroma Wallenberg atau memiliki nama lain Sindroma medula lateral

atau Sindroma arteri cerebelar posterior inferior (PICA syndrome) merupakan suatu penyakit dimana pasien memiliki gejala neurologis dengan onset yang

19

mendadak disebabkan oklusi atau embolisme di teritori arteria inferior posterior atau arteria vertebralis. Adanya oklusi ini menyebabkan terjadinya infark pada bagian lateral dari medula oblongata. Oklusi sering berasal dari arteri vertebralis yang merupakan ibu cabang dari arteri serebeli posterior inferior. Hal ini sering disebabkan oleh trauma pada leher, contoh kegiatan ciropractic, yoga dan trauma kepala leher. Arteri vertebralis melintas di sepanjang leher sebelum masuk ke dalam kepala dan bercabang menjadi arteri cerebeli posterior inferior. 9,10

Gambar 10. Bagian medula oblongata yang terkena

B.

Patofisiologi Penyebab

utama

kelainan

vaskular

yang

menyerang

ke

sistem

vertebrobasilar adalah aterosklerosis, dimana terbentuk plak di dinding pembuluh darah yang menyebabkan lumennya menyempit dan dapat terjadi oklusi. Aterosklerosis ini terjadi pada pembuluh darah yang besar. Kejadian tersebut berbeda dimana menyerang pembuluh darah kecil yaitu pada diameter 50 – 200 µm. Pada pembuluh darah kecil prosesnya bernama lipohyalinosis yang sering terjadi berhubungan dengan hipertensi. Oklusi dari pembuluh darah kecil ini akan membentuk infark kecil dan melingkar bernama lakuna dimana dapat muncul soliter ataupun multiple di daerah subkorteks dan batang otak. 4,5,7 Lipohyalinosis melemahkan dinding pembuluh darah dan pada penderita hipertensi rupturnya arteri dapat terjadi dan menyebabkan hemoragik fokal. Hampir seluruh perdarahan intraserebral berasal dari rupturnya arteri kecil yang merupakan penghubung.

20

Karena didapatkannya kedekatan secara anatomi antara arteri vertebral dan servikal, maka bentuk-bentuk manipulasi pada leher dapat mencederai arteri vertebral di leher dan akhirnya membentuk oklusi dari trauma yang ditimbulkan tersebut. Oklusi emboli dari sistem vertebrobasilar tidaklah umum terjadi. 9,10 Plak aterotrombotik yang terjadi pada pembuluh darah ekstrakranial dapat lisis akibat mekanisme fibrinotik pada dinding arteri dan darah, yang menyebabkan terbentuknya emboli, yang akan menyumblat arteri yang lebih kecil, distal dari pembuluh darah tersebut. Trombus dalam pembuluh darah juga dapat terjadi akibat kerusakan atau ulserasi endotel, sehingga plak menjadi tidak stabil dan mudah lepas membentuk emboli. Emboli dapat menyebabkan penyumbatan pada satu atau lebih pembuluh darah. Emboli tersebut akan mengandung endapan kolesterol, agregasi trombosit dan fibrin. Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah sebelah distal, tergantung pada ukuran, komposisi, konsistensi dan umur plak tersebut, dan juga tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah. 7 Sumbatan pada pembuluh darah tersebut (terutama pembuluh darah di otak) akan menyebabkan matinya jaringan otak, dimana kelainan ini tergantung pada adanya pembuluh darah yang adekuat. Otak yang hanya merupakan 2% dari berat badan total, menerima perdarahan 15% dari cardiac output dan memerlukan 20% oksigen yang diperlukan tubuh manusia, sebagai energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal. Energi yang diperlukan berasal dari metabolisme glukosa, yang disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit, dan memerlukan oksigen untuk metabolisme tersebut, lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, dalam 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, dalam 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan lebih dari 9 menit, manusia akan meninggal. Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na-K ATP ase, sehingga membran potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang CES sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran

21

depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml/100 gr.menit. 7 Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik.7 Peranan ion Ca pada sejumlah proses intra dan ekstra seluler pada keadaan ini sudah makin jelas, dan hal ini menjadi dasar teori untuk mengurangi perluasan daerah iskemi dengan mengatur masuknya ion Ca. Komplikasi lebih lanjut dari iskemia serebral adalah edema serbral. Kejadian ini terjadi akibat peningkatan jumlah cairan dalam jaringan otak sebagai akibat pengaruh dari kerusakan lokal atau sistemis. Segera setelah terjadi iskemia timbul edema serbral sitotoksik. Akibat dari osmosis sel cairan berpinda dari ruang ekstraseluler bersama dengan kandungan makromolekulnya. Mekanisme ini diikuti dengan pompa Na/K dalam membran sel dimana transpor Na dan air kembali keluar ke dalam ruang ekstra seluler. Pada keadaan iskemia, mekanisme ini terganggu dan neuron menjadi bengkak. Edema sitotoksik adalah suatu intraseluler edema. Apabila iskemia menetap untuk waktu yang lama, edema vasogenic dapat memperbesar edema sitotoksik. Hal ini terjadi akibat kerusakan dari sawar darah otak, dimana cairan plasma akan mengalir ke jaringan otak dan ke dalam ruang ekstraseluler sepanjang serabut saraf dalam substansia alba sehingga terjadi pengumpalan cairann sehingga vasogenik edema serbral merupakan suatu edema ekstraseluler. 7 Pada stadium lanjut vasigenic edema serebral tampak sebagai gambaran fingerlike pada substansia alba. Pada stadium awal edema sitotoksik serbral ditemukan pembengkakan pada daerah disekitar arteri yang terkena. Halini

22

menarik bahwa gangguan sawar darah otak berhungan dengan meningkatnya resiko perdarahan sekunder setelah rekanalisasi (disebut juga trauma reperfusy). Edema serbral yang luas setelah terjadinya iskemia dapat berupa space occupying lesion. Peningkatan tekanan tinggi intrakranial yang menyebabkan hilngnya kemampuan untuk menjaga keseimbangan cairan didalam otak akan menyebabkan penekanan sistem ventrikel, sehingga cairan serebrospinalis akan berkurang. Bila hal ini berlanjut,maka akan terjadi herniasi kesegala arah, dan menyebabkan hidrosephalus obstruktif. Akhirnya dapat menyebabkan iskemia global dan kematian otak.

C.

Manifestasi Klinik Gejala dan tanda klinis yang muncul pada sindrom ini tergantung pada

tempat lesi yang terkena. Gejala klinis pada sindroma Wallenberg terbentuk karena adanya trombosis yang membentuk plak ateromatosa di bagian a. Vertebralis. Hanya sekitar 25 % sindroma ini yang berasal benar-benar oklusi dari arteri cerebeli posterior inferior. 7

Gambar 11. Sindrom Wallenberg

23

Tabel 10. Struktur batang otak yang terlibat dan efek klinis pada Sindroma Wallenberg6 : Struktur yang terlibat

Nucleus vestibularis inferior

Nucleus dorsalis n. Vagus

Efek klinis Nistagmus dan kecenderungan jatuh ke sisi ipsilateral. Takikardia dan dispnea

Pedunkulus serebelaris inferior Ataksia dan asinergia ipsilateral Nucleus traktus solitaries

Nucleus ambigus

Nucleus n. Kokhlearis

Ageusia (kehilangan rasa) Paresis palatum, laring dan faring ipsilateral; suara serak Tuli

Nucleus traktus spinalis n. Analgesi dan termanestesia wajah ipsilateral; Trigeminus

reflex kornea menghilang

Jaras simpatis sentral

Traktus

spinoserebelaris

anterior Traktus

Sindrom Horner; hipohidrosis; vasodilator wajah ipsilateral

Ataksia; hipotonia ipsilateral

spinotalamikus Analgesi dan teranestesi setengah tubuh

lateralis

kontralateral

Traktus tegmentalis sentralis

Mioritma palatum dan faring

Formasio retikularis

Cegukan (singultus)

24

D.

Pengobatan Tidak ada pengobatan yang khas dalam menangani kasus ini melainkan

terapi secara simptomatis seperti menghilangkan gejala dan melakukan rehabilitasi aktif untuk memulihkan kegitan sehari-hari pada mereka yang diserang stroke.

ada pasien yang sulit menelan, sangat dianjurkan untuk

memasang selang makanan yang dimasukkan melalui mulut atau gastrostomy mengingat risiko aspirasi pneumonia bisa terjadi. Dalam beberapa kasus, pengobatan mungkin digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit. Beberapa

dokter

obat gabapentin tampaknya

melaporkan menjadi

obat

bahwa yang

anti-epilepsi efektif

untuk

yaitu individu

dengan nyeri kronis. Baclofen mungkin efektif dalam mengobati cegukan persisten. 7

Sindrom Dejerin ( Sindrom Medularis Medialis ) A. Definisi Sindrom Dejerin ini terjadi akibat oklusi ramus paramedianus arteria vertebralis atau arteria basilaris, umumnya bilateral. 4,5,7 B. Manifestasi Klinis

Gambar 12. Sindrom Dejerin Tabel 11. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi: 4 Struktur yang terlibat

Efek klinis

Fasikulus longitudinalis

Nistagmus

25

Lemnikus medialis

Oliva Nervus

Gangguan sensasi raba, getar, dan posisi kontralateral Mioritmia palatum dan posisi kontralateral

hipoglosus

XII)

Traktus piramidalis

(nervus Kelumpuhan

flasid

nervus

XII

dengan

(bukan

spastik)

hemiatrofi lidah Hemiplagia

kontralateral

tetapi terdapat refleks Babinski

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell S, Richard. Neuroanatomi . Penerbit Buku Kedokteran EGC . 2002. 2. Brain Lesions (Lesions on the brain) Topic , diunduh dari http://emedicinehealth.com/brain_lesions_lesions_on_the_brain.2011 3. Brain

stem

lesions

,

diunduh

dari

http://www.rightdiagnosis.com/b/brain_stem_lesions/intro.htm.2015 4. Duus P, Baehr M, Frotscher M. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology: Anatomy, Physiology, Signs, Symptoms. Ed 4th. EGC, Jakarta. 2005 5. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit PT. Dian Rakyat. Jakarta; 2008. 6. Sindroma

Weber,

diunduh

dari

http://dokmud.wordpress.com/2009/10/23/syndrome-weber/, 2009 7. Joyce L, Anisa B, Katia C. Crash Course: Neurology. United Kingdom. 8. Sindroma

Horner

diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/279394-overview, 2009. 9. Etiologi

Sindroma

Horner,

diunduh

dari:

hhtp://emedicine.medscape.com/article/1220091-overview, 2009. 10. Lesi

Batang

Otak

.

diunduh

dari

http://www.doctortawazun.com/2014/08/lesi-batang-otak-2.html

27

Related Documents

Brainstem
April 2020 6
Lesions
November 2019 33
Lesions Esportives
June 2020 8
Cerebellum And Brainstem
December 2019 6

More Documents from "Examville.com"