Bimbingan Para Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman - Selengkapnya

  • Uploaded by: abdul haq
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bimbingan Para Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman - Selengkapnya as PDF for free.

More details

  • Words: 31,723
  • Pages: 115
BAB I Prinsip Dan Faidah Penting Dari Nasehat ‘Ulama Pada risalah “Nasehat-Nasehat Para ‘Ulama Umat Dalam Menghadapi Terpaan Fitnah” (lihat di Bab II, Silsilah Nasehat Syaikh Al-Wushabi hafizhahullah) terkandung banyak sekali pelajaran penting yang sangat berharga. Maka berikut kami berupaya membantu para pembaca sekalian untuk menggali mutiara faidah nan mahal dari risalah mulia tersebut.

Prinsip-Prinsip, Kaidah-Kaidah, dan Faedah-Faedah Penting yang dipetik dari Risalah “Nasehat-Nasehat Para ‘Ulama Umat” karya Syaikhuna Al-’Allamah Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi hafizhahullah-: ( Juz Pertama ) :

Pembersihan ‘Ulama Umat Atas Tuduhan Terhadap Asy-Syaikh ‘Abdurrahman Al-’Adani

Disusun oleh: ‘Ubaidullah As-Salafi *** MUQADDIMAH Alhamdulillah. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah. Amma ba’du, Allah telah memberikan taufik kepada Syaikhuna (syaikh kami) Al-’Allamah Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi - semoga Allah menjaga, memelihara, dan meluruskan langkahnya - untuk mengeluarkan risalah yang penuh berakah ini, yang diberi judul dengan: Nasehat-Nasehat Para ‘Ulama Umat Dalam Menghadapi Terpaan Fitnah (Temukan rekaman tulisan aslinya di http://www.olamayemen.com/book/visit.php?id=52) Dalam risalah ini, beliau mengumpulkan nasehat-nasehat beliau sendiri dan nasehatnasehat saudara-saudara beliau dari kalangan para ‘ulama, yang terdepan adalah para Aimmatul ‘Ashr (para imam masa sekarang ) : Al-Imam Al-’Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, Al-Faqih Al-’Allamah Asy-Syaikh Muhammad bin Shali Al-’Utsaimin, dan ‘Allamatul Yaman Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i - semoga Allah

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

1

merahmati mereka - serta Al-’Alamah Al-Mujahid Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi AlMadkhali - hafizhahullah -. Nasehat dan arahan para ‘ulama tersebut yang berkaitan dengan fitnah yang sedang terjadi -secara khusus- dan fitnah secara umum. Ketika saya membaca tulisan ini, saya mendapatkan beberapa hal (penting) berikut ini: 1. Kesepakatan para ‘ulama umat atas bersihnya Asy-Syaikh ‘Abdurrahman Al’Adani dari berbagai tuduhan yang dilemparkan oleh para seterunya. Sebenarnya permasalahan ini telah diketahui oleh saya sendiri dan oleh orang selainku. Hanya saja Asy-Syaikh Al-Wushabi - hafizhahullah - telah mengumpulkan dalam tulisan ini ucapan para ulama yang terpisah-pisah yang menunjukkan secara jelas atas pembersihan para masyaikh untuk Asy-Syaikh ‘Abdurrahman hafizhahullah -. Semoga dengan tulisan ini akan menjadi yakin setiap orang yang masih ragu akan bersihnya Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin Mar’i dari apa yang dituduhkan kepada beliau oleh para seterunya, dan bahwasanya para masyaikh yang memahami masalah ini membersihkan beliau (dari berbagai tuduhan/tahdzir tersebut). Inilah keyakinan kami terhadap saudara-saudara kami yang baik, yang kebaikan mereka hendak dikaburkan oleh para muta'ashshibin. Adapun para muta’ashshibin tersebut, maka tidak ada jalan/cara bagi kami (untuk memberi nasehat) kepada mereka, karena mereka berjalan di atas kaidah : ( ْ‫ ) ﻋَﻨْﺰٌ وَﻟَﻮْ ﻃَﺎرَت‬artinya : “Pokoknya Kambing, walaupun (ternyata bisa) terbang.” !!! Demikianlah, dan saya menjadikan tulisan ini menjadi beberapa bagian agar mudah membacanya. 2. Saya mendapati dalam risalah ini banyak sekali prinsip-prinsip, kaidahkaidah, dan faidah-faidah penting yang dakwah mubarakah ini beserta para pengampunya berjalan di atasnya. Karena kebutuhan yang sangat mendesak dan umat harus mengetahuinya, terkhusus salafiyyun, maka saya memandang perlu untuk saya menyarikan secara ringkas berbagai kaidah, prinsip, dan faidah yang terpencarpencar dalam risalah ini. Mungkin ada sebagian orang yang tidak sempat membaca risalah ini karena kesibukannya, atau terasa berat untuk membacanya bagi orang yang malas, atau mungkin ada yang tidak bisa memahaminya dengan baik bagi orang yang kurang pemahamannya. Demikianlah, kemudian untuk memudahkan dalam membacanya, saya membagi risalah ini dalam beberapa bagian “ Pertama : Pembersihan para ‘ulama umat atas tuduhan yang dilemparkan kepada Asy-Syaikh ‘Abdurrahman Al-’Adani (temukan di Bab II, Upaya Para Ulama Terkait Fitnah Yaman) Kedua : Penjelasan-penjelasan tentang Fitnah

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

2

Ketiga : Fiqh Muamalah ketika Terjadi Fitnah Keempat : Sebagian Prinsip-Prinsip Ahlus Sunnah Kelima : Prinsip-Prinsip dan Aturan-aturan dalam Al-Jarh wa Ta’dil Keenam : Adab-Adab dan Hukum-Hukum dalam Ukhuwwah Ketujuh : Kaidah-Kaidah dan Faidah-Faidah seputar thalabul ‘ilmi dan berinteraksi dengan para ‘ulama Pada setiap bagian, saya meletakkan bab-bab khusus untuk setiap ucapan para ‘ulama, (dengan pemberian judul bab) yang sesuai dan disimpulkan dari makna ucapan mereka. Dalam menukilkan ucapan para ulama, saya berkomitmen (di atas metode) berikut : 1. Menukilkan ucapan dengan tidak melakukan pemotongan, tidak pula memberikan catatan kaki yang membosankan. 2. Dalam menukilkan ucapan para ‘ulama saya mencukupkan dengan (yang terdapat dalam) risalah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab AlWushabi - hafizhahullah Saya memohon kepada Allah agar Allah memberikan manfaat kepada kaum muslimin dengan ilmuku, dan semoga Dia menjadikannya sebagai amalan yang ikhlash mengharap Wajah-Nya yang Mulia. *** PERTAMA :

I. 1. Pembersihan Para ‘Ulama Umat Atas Tuduhan Yang Dilemparkan Kepada Asy-Syaikh ‘Abdurrahman Al-’Adani Pernyataan Para Masyaikh dalam Kesepakatan Ma’bar

‫ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ‬ ‫اﻟﺤﻤﺪ ﷲ رب اﻟﻌﺎﻟﻤﯿﻦ وﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻰ ﻣﺤﻤﺪ وﻋﻠﻰ آﻟﮫ وﺳﻠﻢ‬ Amma ba’d: Sesungguhnya kami telah bertemu dengan Asy-Syaikh ‘Abdurrahman Al-’Adani di kota Ma’bar. Kami berbicara bersama beliau dalam perkara yang dituduhkan kepadanya oleh Asy-Syaikh Yahya bin ‘Ali Al-Hajuri, yaitu melakukan pengkotakkotakan di antara para thalabatul ‘ilmi (penuntut ilmu) di sekitarnya. Lalu kami dapati dari beliau jawaban yang membuat dada menjadi lapang, dan memberi kesimpulan bahwa beliau tetap berjalan bersama saudara-saudaranya dari kalangan para masyaikh Ahlus Sunnah, dakwahnya adalah dakwah mereka, apa saja yang

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

3

dipandang oleh Ahlus Sunnah maka ucapan beliau adalah bagian dari ucapan mereka. Tidaklah apa yang terjadi berupa tuduhan dari Asy-Syaikh Yahya (bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman adalah hizbi) adalah sebagai sebab untuk melakukan perpecahan di tengah-tengah dakwah. [1])

Pernyataan Para Masyaikh dalam Kesepakatan Al-Hudaidah Para ulama - hafizhahumullah - berkata : “… melihat kepada munculnya peristiwaperistiwa baru dalam fitnah ini, setelah keluarnya kesepakatan yang baru saja disebutkan, maka para masyaikh berupaya menghentikan hal-hal yang baru muncul dari kedua belah pihak. Allah telah memudahkan kepada para masyaikh Ahlus Sunah untuk berjumpa dengan Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali, yaitu pada musim haji tahun 1428 H (atau sekitar 11 Desember 2007, red). Ziarah tersebut ke kediaman beliau. Dalam kesempatan tersebut terjadi pembahasan masalah-masalah ilmiyyah dan dakwah. Hingga kemudian diajukan permasalahan Asy-Syaikh Yahya dan AsySyaikh ‘Abdurrahman. Pertemuan ini dihadiri oleh sejumlah masyaikh yang baru saja disebutkan, yaitu : Muhammad bin Shalih As-Shaumali, Yahya bin ‘Ali AlHajuri, ‘Abdullah bin ‘Utsman Adz-Dzamari, Muhammad bin ‘Abdillah AlImam, dan Abdul ‘Aziz Al-Bura’i. Dari pertemuan itu dihasilkan kebaikan yang membuat hati para Ahlus Sunnah menjadi lapang dan mata mereka menjadi sejuk karenanya. Kesimpulan dari hasil pertemuan setelah adanya munaqasyah adalah : Bahwasanya Asy-Syaikh Yahya bin ‘Ali Al-Hajuri berhenti dari mencela Asy-Syaikh ‘Abdurrahman, dan AsySyaikh Yahya Al-Hajuri menyetujuinya. [2])

Ucapan Asy-Syaikh Al-Mujahid Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah - dalam Nasehat Emas beliau (17 - 4 - 1429 H) Beliau (Asy-Syaikh Rabi’ - hafizhahullah) berkata : ” … dan Asy-Syaikh ‘Abdurrahman juga termasuk orang-orang yang utama dan berada atas front (dakwah) yang sangat agung. Dakwah salafiyyah butuh kepada jumlah yang sangat banyak dari kalangan orang yang seperti ini. Butuh kepada ma’had-ma’had, sarana-sarana dakwah, para da’i, dan seterusnya. Yaman penduduknya lebih dari dua puluh juta jiwa, sehingga - demi Allah, mereka sangat butuh kepada da’i yang jumlahnya ratusan, bahkan ribuan. Barakallahu fikum. [3]) Beliau juga berkata : ” … aku menasihati kalian agar bertaqwa kepada Allah dan bersungguh-sungguh untuk memadamkan fitnah ini : Pertama : dengan tidak turut campur berbicara tentangnya. Kedua : Pihak yang memiliki akal yang jernih dan pandangan-pandangan yang bagus, hendaklah ia menunjukkan dengan pandangannya untuk memadamkan fitnah dengan cara diam, barakallahfikum, dan mewujudkan poin-poin yang kita minta dari saudarasaudara kami di Yaman.

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

4

Pertama: diam, tidak boleh ada seorang pun membicarakan saudaranya, karena mereka bukan ahlul bid’ah. Demi Allah, seandainya salah satu dari kedua pihak adalah adalah mubtadi’ maka pasti kami akan meninggikan suara kami untuk men-tahdzir-nya, dan kami akan menjelaskan kebid’ahannya. Akan tetapi tidak ada di antara mereka yang mubtadi’, tidak ada di antara mereka yang mengajak kepada bid’ah, tidak ada pada mereka sedikit pun (dari bid’ah). Pada mereka ada kepentingan-kepentingan pribadi, demi Allah, yang dikobarkan -sebagaimana telah aku katakan- oleh para penyusup dari pihak sini dan sana meskipun jumlah mereka sedikit. Barakallahufikum, mereka semua adalah salafiyyun, mereka semua adalah orang-orang yang utama, mereka semua adalah - insya Allah para mujahid, barakallahufikum.” [4]) Beliau juga berkata juga : ” … sekarang pusatkan target, kesibukan, dan tujuan kalian adalah memadamkan fitnah ini, itu saja. Ucapan tercampur aduk, oleh karena itu janganlah kalian berbicara - barakallahu fikum- jangan ta’ashshub (fanatik) terhadap pihak ini dan jangan pula terhadap pihak yang itu. Mereka semua adalah bersaudara, berada di atas aqidah yang satu, di atas manhaj yang satu, segala puji bagi Allah. Mereka juga memiliki peran yang besar, segala puji bagi Allah, dalam membela dan menyebarkan dakwah ini. Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada semua pihak.” [5])

Nasehat Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah Beliau - hafizhahullah- berkata : “Sungguh aku adalah pemberi nasehat, sungguh aku adalah pemberi nasehat, sungguh aku adalah pemberi nasehat untuk saudara-saudaraku yang tergesa-gesa dalam masalah ini dan tidak mendapatkan karunia ketepatan bersikap dan mau menerima arahan para ulama. Sungguh aku pemberi nasehat bagi mereka : hendaklah mereka meninjau kembali cara pandang mereka dalam masalah ini. Aku tidaklah memandang mereka sebagai pihak yang benar dalam masalah hajr (pengucilan), tahzib (vonis hizbi), celaan sebagian terhadap yang lain, serta saling memutus hubungan dan membelakangi. Aku tidaklah memandang ini kecuali sebagai hukuman akibat sikap tidak mau menerima perkataan para ulama. [6])

Nasehat Asy-Syaikh ‘Abdul Aziz Al-Bura’i hafizhullah Ketika beliau ditanya : Apakah yang sekarang terjadi antara Asy-Syaikh Yahya AlHajuri dengan Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin Mar’i dan Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Mar’i, demikian pula dengan Asy-Syaikh Salim Ba Muhriz, merupakan bentuk fitnah yang Anda menasehatkan untuk menghindarinya secara keseluruhannya, ataukah merupakan penjelasan terhadap kebenaran, dan pembelaan terhadap manhaj salafi yang benar? Beliau - hafizhahullah- menjawab : “Tidak mungkin akan ada di sana sebuah kenyataan yang terjadi pada seseorang yang menunjukkan penyimpangannya dari Sunnah, kemudian ternyata Ahlus Sunnah masih

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

5

tetap mengatakan “orang ini adalah saudara kita”!!! Amat disayangkan, amat disayangkan cara pandang (penilaian) seperti terhadap Ahlus Sunnah ini, yaitu berprasangka terhadap Ahlus Sunnah dengan prasangka demikian. Yang benar, barakallahu fikum, harus ada ketaqwaan kepada Allah, muraqabah (merasa senantiasa diawasi oleh Allah) dalam memberikan penilaian terhadap para masyaikh Ahlus Sunnah. [7]) Beliau juga berkata :

“Di sisi lain, tidak ada seorang pun yang bisa dipercaya (dalam masalah ini). Kami mendengar tuduhan hizbiyyah terhadap Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân dan yang bersama beliau. Namun mana buktinya??” [8])

Nasehat Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Ash-Shaumali hafizhahullah Yaitu ketika beliau menjawab pertanyaan para pemuda dari Hadhramaut Ad-Dakhil, yaitu pada 16 / 5 / 1429 H (atau sekitar 22 Mei 2008, red). Pertanyaan : Wahai Syaikh, para pemuda di Hadhramaut Al-Dakhil mengikuti pendapat Asy-Syaikh Yahya Al-Hajuri dalam permasalahan Asy-Syaikh ‘Abdurrahman Al-’Adani? Asy-Syaikh Ash-Shaumali menjawab : “Hendaklah mereka dinasehati, hendaklah mereka dinasehati.” [9]) Dalam majelis yang lain, yaitu pada tanggal 12 Sya’ban 1429 H (atau sekitar 15 Agustus 2008, red) lalu beliau ditanya, bahwa ada seorang thalibul ilmi yang memihak kepada Asy-Syaikh Yahya dalam vonisnya terhadap Asy-Syaikh ‘Abdurrahman, dan dia berupaya menyebarkan hal tersebut dan sebaliknya menghalangi disebarkannya nasehat dan penjelasan para ‘ulama, dia juga mencegah penempelan selebaran-selebaran, tulisan-tulisan, dan pengumuman-pengumuman dari para syaikh. Bagaimanakah perlakukan kami terhadapnya? Beliau menjawab : “Duduklah kalian dengannya dan nasehatilah dia.” [10])

Nasehat Asy-Syaikh ‘Abdul Mushawwir Al-Ba’dani -hafizhahullah Ketika beliau ditanya di kota Jeddah pada bulan Ramadhan yang penuh berkah tahun 1429 H (atau sekitar bulan September 2008, red) lalu tentang fitnah yang terjadi di Yaman. Kemudian beliau menjawab sebagai berikut:

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

6

“Alhamdulillah, kami telah melakukan ijtima’ (pertemuan) dengan para masyâikh, dan sikap kami satu, yaitu bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman Al-’Adani bukan hizbi.” Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para shahabatnya. [11]) *** Saya (’Ubaidullah As-Salafi) katakan : Dari penukilan perkataan para ‘ulama yang penuh berkah di atas, tampak bagi kita dua perkara: Pertama : Para masyaikh benar-benar mengetahui permasalahan ini (fitnah yang terjadi antara Asy-Syaikh ‘Abdurrahman dan Asy-Syaikh Yahya Al-Hajuri) dan mengikutinya. Kesimpulan ini sangat tampak dari perkataan dan sikap mereka dalam menyikapi permasalahan. Berdasar hal ini hendaklah tidak ada seorang pun yang masih mengatakan “kami lebih mengetahui permasalahan daripada para masyaikh” atau “jarh (celaan) kami terperinci” atau pernyataan yang lain !!! Kedua : Secara tegas para masyaikh membersihkan Asy-Syaikh ‘Abdurrahman dari segala yang dituduhkan kepadanya oleh lawannya. Berdasar hal ini hendaknya tidak ada seorang pun yang masih mengatakan “ucapan para masyaikh itu hanya secara zhahir, adapun secara batinnya maka mereka memiliki perkataan yang berbeda!!!” Karena pernyataan seperti ini adalah celaan terhadap masyaikh bahwasanya mereka adalah orang-orang yang bermuka dua. Yang demikian ini adalah perkara yang tidak boleh untuk kita meyakininya tentang mereka!!!!! Selesai bagian pertama dan akan bersambung pada bagian kedua dengan kehendak Allah [1] Nasha-ih ‘ulama’il ummah fi al-fitan al-mudlahimmah, hal. 4. [2] Ibid hal. 7 [3] Ibid hal. 63 [4] Ibid hal. 69 [5] Ibid hal. 71 [6] Ibid hal. 79 [7] Ibid hal. 83 [8] Ibid hal. 119 [9] Ibid hal. 92

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

7

[10] Ibid hal. 93 [11] Ibid hal. 94 (Dikutip dari http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/16/prinsip-danfaidah-penting-dari-nasehat-ulama-1/. Diterjemahkan dari tulisan al Ustadz ‘Ubaidullah as Salafi, tulisan pada Juz Pertama yang dimuat di http://wahyain.com/forums/showthread.php?t=408) ***

I. 2. Hikmah Di Balik Munculnya Fitnah Berikut penjelasan-penjelasan para ‘ulama tentang fitnah ini. Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi - hafizhahullah – (dalam nasihatnya juz kedua) berkata : ‘Amma ba’d : Sesungguhnya Allah ‘Azza Wa Jalla menguji hamba-hamba-Nya dengan perkara yang Dia kehendaki berupa berbagai bentuk ujian, sebagai cobaan dan seleksi bagi mereka. Allah Ta’ala berfirman :

]35/

] (35)

“Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kami-lah kalian dikembalikan. (QS. Al-Anbiya’: 35) Juga sebagaimana yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala firmankan:

( 2) ]3-1/

(1) ] (3 )

“Alif Laam Miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan begitu (saja) mengatakan : ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar / jujur dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-’Ankabut : 1-3) Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menerangkan bahwa ketentuan-Nya atas para hamba-Nya adalah Dia menguji mereka dengan kebaikan (kesenangan) dan keburukan (kesulitan), kekayaan dan kemiskinan, kesusahan dan kemudahan, kemuliaan (kejayaan) dan kehinaan, kehidupan dan kematian. Sehingga akan teranglah siapa yang terseret (terbawa) ketika munculnya (gelombang) fitnah dan siapa yang selamat.

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

8

Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menyebutkan dalam kitab-Nya yang mulia bahwa berbagai ujian/fitnah tersebut pada hakekatnya merupakan kebaikan bagi kaum mukminin. Karena fitnah (ujian) itu akan menampakkan seorang mukmin yang kokoh di atas imannya dan yang goncang imannya, mukmin yang menyikapi fitnah (ujian) dengan sikap yang syar’i, dari orang yang lebih mendahulukan pandangan dan hawa nafsunya. Allah Ta’ala berfirman:

]37/

) [37)

“Supaya Allah memisahkan (kelompok) yang buruk dari yang baik, dan menjadikan (kelompok) yang buruk itu sebagiannya di atas sebagian yang lain, lalu kesemuanya ditumpukkan-Nya, dan dimasukkan-Nya ke dalam neraka Jahannam. Mereka itulah orang-orang yang merugi. (QS. Al-Anfal : 37) Allah Ta’ala juga berfirman :

]179/

] (179)

“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam kondisi kalian sekarang ini, sampai Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin), dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kalian hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasulrasul-Nya. Karena itu berimanlah kalian kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika kalian beriman dan bertakwa, maka bagi kalian pahala yang besar.” (QS. Ali ‘Imran : 179) Sebagaimana pula yang Allah Ta’ala firmankan:

]11/

] (11)

“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kalian juga. Janganlah kalian kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kalian, bahkan itu adalah baik bagi kalian. Tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya, dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya adzab yang besar.” (QS. An-Nur : 11)

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

9

]20/

] (20)

Kami jadikan sebagian kalian cobaan/ujian bagi sebagian yang lain, akankah kalian bersabar? Dan adalah Rabb kalian Maha Melihat. (QS. Al-Furqan : 20). [1]) Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi - hafizhahullah berkata: “… dan demikianlah, setiap kali fitnah (ujian) datang, maka ia adalah cobaan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Allah hendak menguji hamba-hamba-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya :

(2 ) ]3-1/

(1 ) ] (3 )

“Alif Laam Miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan begitu (saja) mengatakan : ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar / jujur dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-’Ankabut : 1-3) Yaitu orang-orang benar (jujur) dalam keimanan mereka, dan berpegang teguh dengan agamanya, baik dalam berucap maupun dalam beramal, secara zhahir maupun batin, tersembunyi dan tampak (oleh manusia). (Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta), yaitu (orang yang sekedar) mengaku beriman namun ternyata mereka menyelisihi keimanan tersebut dalam amalannya.” [2])

I.2.2. Fitnah (ujian) Tidak Akan Berakhir Asy-Syaikh Al-’Allamah Muhammad bin ‘Abdul Wahhab al-Wushabi hafizhahullah - berkata : “Waspadalah wahai para hamba Allah. Allah ingin menguji kita, meskipun fitnah ini selesai, pasti akan datang fitnah berikutnya, karena memang Allah telah menjanjikan hal ini. Allah telah berjanji akan mendatangkan cobaan dan ujian, sebagaimana Allah tegaskan :

]2/

]

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan begitu (saja)” Yakni tanpa ada bencana, tanpa ada ujian, tanpa ada cobaan, tanpa ada seleksi, tanpa ada fitnah.

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

10

]2/

]

mengatakan: “Kami telah beriman”, yaitu mengatakan dengan mulut-mulut mereka dan cukup dengan ucapan “aku beriman”,

]2/

] (2 )

sedang mereka tidak diuji lagi? Tidak diseleksi, tidak diuji? Yang demikian tidak cukup, akan tetapi ucapan itu harus dihadapkan kepada fitnah, setelah satu fitnah dihadapkan pada fitnah berikutnya, setelah fitnah itu dihadapkan lagi pada fitnah yang lain, sampai fitnah yang terakhir yaitu fitnah (ujian) kematian. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda (berdo’a) :

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab Jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah (ujian) hidup dan mati, dan dari kejahatan fitnah al-Masih al-Dajjal.” Fitnah yang paling akhir adalah fitnah ketika sampainya ruh di kerongkongan, yaitu fitnah kematian. Bila kematian telah tiba, hendaklah kamu bersabar dan matilah karena Allah. Dalam keadaan engkau ridha kepada Allah, mewasiatkan hartamu apa saja yang masih menjadi tanggunganmu, dan engkau ucapkan LAA ILAAHA ILLALLAH disertai kecintaan kepada kalimat ini. Dan kamu juga bertakwa kepada Allah. Jangan kamu mati dalam keadaan melaknati dan mencela, mengingkari hakhak orang yang menjadi tanggunganmu, serta menutupi hak-hak orang tersebut. Dan demikianlah seterusnya, dari satu fitnah (ujian) ke fitnah yang lain hingga mati. Beliau (Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi) juga berkata : “Tidaklah mengherankan bila muncul sebuah fitnah. Fitnah datang setelah adanya fitnah yang lain, dan fitnah demi fitnah. Karena memang sekarang ini kita hidup di negeri yang penuh dengan fitnah, dan di negeri penuh cobaan, ujian, dan seleksi. Kita tidak tinggal di Darul Jaza’ (negeri tempat pembalasan). Darul Jaza’ adalah aljannah. Adapun dunia maka dia adalah tempat cobaan, ujian, dan seleksi, baik bagi laki-laki maupun perempuan, baik bagi manusia maupun jin.” [3])

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

11

I.2.3. Seorang ‘Alim Sekalipun Tidak Aman dari Tertimpa Fitnah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi -hafizhahullah - : “Wahai saudaraku, seorang ‘alim (berilmu), padahal dia seorang yang berilmu, mengkhawatirkan dirinya dari fitnah. Tidak semua ‘alim mendapat taufiq untuk bisa menghindari fitnah. Berapa banyak fitnah telah merenggut para ‘ulama! Perhatikan kelompok Asy’ariyyah. Di tengah-tengah mereka ada “ulama”, mereka juga memiliki banyak karya tulis, akan tetapi ternyata mereka terfitnah oleh fitnah tersebut, yaitu fitnah Asy’ariyyah. Perhatikan pula kelompok Mu’tazilah, kelompok Rafidhah, Khawarij, dan Murji’ah, tengah-tengah mereka juga ada “ulama”, namun ternyata mereka menjadi rusak dan hanyut bersama fitnah, sehingga jadilah mereka sebagai pihak yang membela kebatilan. Apabila seorang ‘alim (berilmu) saja bisa selamat dan bisa tidak (dari fitnah), lantas bagaimana halnya dengan orang jahil lagi awam? Dan bagaimana pula dengan penuntut ilmu? Bila seorang ‘alim yang memiliki banyak karya tulis, meskipun demikian ia bisa hanyut terbawa fitnah Mu’tazilah, atau hanyut dalam fitnah Khawarij, atau hanyut dalam fitnah ‘Asyariyyah, atau hanyut dalam fitnah Tasawwuf, atau fitnah Rafidhah dan Tasyayyu’. Bahkan sebagian yang lain hanyut dalam fitnah Yahudi dan Nashrani, sebagian ‘ulama menjadi pembela Yahudi, Nashara, dan Atheis, bahkan di antara mereka ada yang menjadi Nashara seperti ‘Abdullah Al-Qashimi dan yang semisalnya, di antara mereka ada yang menjadi Nashrani setelah sebelumnya dia termasuk ‘ulama, termasuk penulis dan pen-tahqiq, ternyata akhirnya menjadi seorang Nashrani. Wal’iyyadzu Billah. [4]) Beliau (Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi) juga berkata : “Wahai saudaraku, tidak semua ucapan bisa disampaikan. Apabila seorang ‘alim mengucapkan suatu perkataan, dalam keadaan dia mengharapkan dari Allah kekokohan, kelurusan, dan dia khawatir terhadap dirinya. Berapa banyak dari kalangan ‘ulama yang sesat dan menyesatkan, menyimpang, dan menyeleweng. Allah Ta’ala berfirman :

َ ِ‫وَاﺗْﻞُ ﻋَﻠَﯿْﮭِﻢْ ﻧَﺒَﺄَ اﻟﱠﺬِي آَﺗَﯿْﻨَﺎهُ آَﯾَﺎﺗِﻨَﺎ ﻓَﺎﻧْﺴَﻠَﺦَ ﻣِﻨْﮭَﺎ ﻓَﺄَﺗْﺒَﻌَﮫُ اﻟﺸﱠﯿْﻄَﺎنُ ﻓَﻜَﺎنَ ﻣ‬ ‫ﻦ‬ ُ‫( وَﻟَﻮْ ﺷِﺌْﻨَﺎ ﻟَﺮَﻓَﻌْﻨَﺎهُ ﺑِﮭَﺎ وَﻟَﻜِﻨﱠﮫُ أَﺧْﻠَﺪَ إِﻟَﻰ اﻷَرْضِ وَاﺗﱠﺒَﻊَ ھَﻮَاه‬175) َ‫اﻟْﻐَﺎوِﯾﻦ‬ َ‫ﻓَﻤَﺜَﻠُﮫُ ﻛَﻤَﺜَﻞِ اﻟْﻜَﻠْﺐِ إِنْ ﺗَﺤْﻤِﻞْ ﻋَﻠَﯿْﮫِ ﯾَﻠْﮭَﺚْ أَوْ ﺗَﺘْ ُﺮﻛْﮫُ ﯾَﻠْﮭَﺚْ ذَﻟِﻚَ ﻣَﺜَﻞُ اﻟْﻘَﻮْمِ اﻟﱠﺬِﯾﻦ‬ ،175/‫( ]اﻷﻋﺮاف‬176) َ‫ﻛَﺬﱠﺑُﻮا ﺑِﺂَﯾَﺎﺗِﻨَﺎ ﻓَﺎﻗْﺼُﺺِ اﻟْﻘَﺼَﺺَ ﻟَﻌَﻠﱠﮭُﻢْ ﯾَﺘَﻔَﻜﱠﺮُون‬ ]176 “Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (ilmu tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

12

ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah. Maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (QS. Al-A’raf : 175-176) Ini adalah kisah seorang ‘alim yang Allah ‘Azza wa jalla kisahkan kepada kita, dia (sang ‘alim tersebut) telah menyimpang. Betapa banyaknya orang ‘alim (yang telah menyimpang) seperti dia, baik pada masa terdahulu maupun masa sekarang?! Siapakah yang membela aqidah Qadariyyah kalau bukan ‘ulama kelompok Qadariyyah? Juga siapa yang membela Murjiah, Khawarij, Mu’tazilah, Jahmiyyah, Shufiyyah, Syi’ah, Rafidhah. Siapa gerangan yang telah menyusun berbagai kitab untuk membela kebatilan-kebatilan tersebut? Kalau bukan orang-orang dari kalangan yang berilmu yang telah Allah sesatkan mereka di atas ilmunya. Allah Ta’ala berfirman :

ِ‫أَﻓَﺮَأَﯾْﺖَ ﻣَﻦِ اﺗﱠﺨَﺬَ إِﻟَﮭَﮫُ ھَﻮَاهُ وَأَﺿَﻠﱠﮫُ اﷲُ ﻋَﻠَﻰ ﻋِﻠْﻢٍ وَﺧَﺘَﻢَ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻤْﻌِﮫِ وَﻗَﻠْﺒِﮫ‬ (23) َ‫وَﺟَﻌَﻞَ ﻋَﻠَﻰ ﺑَﺼَﺮِهِ ﻏِﺸَﺎوَةً ﻓَﻤَﻦْ ﯾَﮭْﺪِﯾﮫِ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِ اﷲِ أَﻓَﻼَ ﺗَﺬَﻛﱠﺮُون‬ ]23/‫]اﻟﺠﺎﺛﯿﺔ‬ “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah sesatkan ia di atas ilmunya serta Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya, dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kalian tidak mengambil pelajaran?” (QS. Al-Jatsiyyah : 23) [5])

I.2.4. Fitnah Apabila Terjadi Antara Dua Orang ‘Alim dari Kalangan Ahlus Sunnah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab Al-Wushabi -hafizhahullah berkata: Adapun fitnah apabila terjadi antara dua orang ‘ulama dari kalangan para ‘ulama Ahlus Sunnah, maka tidak boleh ada yang turut campur di dalamnya kecuali ulama Ahlus Sunah. Merekalah yang lebih berilmu dan mengetahui tentang apa yang mereka ucapkan. Mereka lebih mengetahui mana yang mashlahat (baik) dan yang mafaasid (rusak). Dan mereka juga lebih mengetahui siapa yang berhak/pantas memberikan ta’dil (penilaian baik terhadap seseorang) dan jarh (penilaian buruk terhadap seseorang). Adapun orang awam dan thalibul ‘ilmi (penuntut ilmu), maka tidak boleh bagi mereka untuk turut campur dalam fitnah seperti ini. Apalagi ikut-ikutan memberikan jarh dan ta’dil.

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

13

Para ‘ulama, merekalah yang akan memberikan hukum sesuai dengan Al-Kitab (Al-Qur’an) dan As-Sunnah terhadap kedua orang ‘ulama yang sedang berselisih tersebut. Hal ini sebagaimana yang Allah ta’ala firmankan:

‫وَإِنْ ﻃَﺎﺋِﻔَﺘَﺎنِ ﻣِﻦَ اﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﯿﻦَ اﻗْﺘَﺘَﻠُﻮا ﻓَﺄَﺻْﻠِﺤُﻮا ﺑَﯿْﻨَﮭُﻤَﺎ ﻓَﺈِنْ ﺑَﻐَﺖْ إِﺣْﺪَاھُﻤَﺎ ﻋَﻠَﻰ‬ ‫اﻟْﺄُﺧْﺮَى ﻓَﻘَﺎﺗِﻠُﻮا اﻟﱠﺘِﻲ ﺗَﺒْﻐِﻲ ﺣَﺘﱠﻰ ﺗَﻔِﻲءَ إِﻟَﻰ أَﻣْﺮِ اﻟﻠﱠﮫِ ﻓَﺈِنْ ﻓَﺎءَتْ ﻓَﺄَﺻْﻠِﺤُﻮا‬ ٌ‫( إِﻧﱠﻤَﺎ اﻟْﻤُﺆْﻣِﻨُﻮنَ إِﺧْﻮَة‬9) َ‫ﺑَﯿْﻨَﮭُﻤَﺎ ﺑِﺎﻟْﻌَﺪْلِ وَأَﻗْﺴِﻄُﻮا إِنﱠ اﻟﻠﱠﮫَ ﯾُﺤِﺐﱡ اﻟْﻤُﻘْﺴِﻄِﯿﻦ‬ ]10 ،9/‫( ]اﻟﺤﺠﺮات‬10) َ‫ﻓَﺄَﺻْﻠِﺤُﻮا ﺑَﯿْﻦَ أَﺧَﻮَﯾْﻜُﻢْ وَاﺗﱠﻘُﻮا اﻟﻠﱠﮫَ ﻟَﻌَﻠﱠﻜُﻢْ ﺗُﺮْﺣَﻤُﻮن‬ Kalau ada dua golongan dari kaum mukminin saling berperang, maka damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kalian perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Apabila telah surut, maka damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan berlaku adilah kalianl; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah kalian terhadap Allah, agar kalian dirahmati.” (QS. Al-Hujurat : 9 - 10). [6]) Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam - hafzhahullah - berkata : “Sungguh aku nasehatkan kepada setiap saudaraku yang mereka memiliki sedikit kecenderungan kepada pihak yang ini atau syaikh yang itu, aku nasehatkan kepada mereka agar tidak menyempitkan yang luas dan jangan mendahului ‘ulama. Apabila mereka sekarang tergesa-gesa (dalam menyikapi) permasalahan ini dan apa yang sedang terjadi, maka sesungguhnya pada waktu yang akan datang akan terjadi perkara-perkara yang kita tidak akan selamat. Apakah kita akan menempuh cara yang sama?!! Dan kita menjadi berkelompok-kelompok, hidup kita menjadi berkelompokkelompok melawan para masyaikh Ahlus Sunnah?!! Pada kemudian hari ada kemungkinan sang ‘alim fulan berselisih dengan sang ‘alim fulan. Apakah kita tetap masih dalam kondisi yang sama, yaitu berkelompok-kelompok? Atau kita akan mengatakan ini adalah permasalahan antara para ‘ulama. Mereka (para ‘ulama tersebut) semua telah mengerti tentang As-Sunnah. Maka janganlah kita condong kepada satu pihak dan jangan pula menyikapi hukum dengan hajr (pemboikotan), tahazzub (penilaian sebagai hizbi), atau pembid’ahan, kecuali apabila hukum tersebut datang (bersumber) dari jalur para ‘ulama yang dijadikan sebagai rujukan dan sandaran (dalam menyelesaikan dan menjawab problematika umat). Sesungguhnya ketika terjadi perselisihan antara fulan dengan fulan harus ada seorang hakim, harus ada pihak ketiga, yaitu (pihak) yang menerangkan jumlah kesalahan, menerangkan siapa yang benar dan siapa yang salah. Demikian pula dengan kesalahan yang ada, sejauh mana kesalahan itu menyeret pelakunya. Apakah kesalahan itu menunjukkan hizbiyyahnya, atau tidak menunjukkan kepada hal tersebut, (yaitu kesalahan itu) masuk pada jenis kesalahan yang tidak seorang pun bisa terluput darinya. Sehingga permasalahan ini jangan kalian sangka masalah terkait pribadi kemudian selesai. Namun itu permasalahan yang bisa akan terus berkepanjangan. Barakallahu fikum. [7])

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

14

I.2.5. Menerima Kebenaran dan Berpegang Dengannya, Terlebih ketika Terjadi Fitnah Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam - hafizhahullah - berkata : “Mengagungkan kebenaran dan kembali kepadanya ini merupakan keistimewaan setiap orang yang jujur, ikhlas, memiliki ghirah yang sangat besar terhadap kebenaran, mencintainya, serta lebih mendahulukan kebenaran di atas diri, harta, kerabat, orang-orang yang dicintai, dan di atas tokoh-tokoh besar sekalipun baik pada masanya maupun sebelumnya. Terimalah kebenaran secara total, baik kebenaran itu berpihak kepadamu atau pun membantahmu. (Terimalah kebenaran) sebagai hakim atas dirimu, hartamu, kedudukanmu, dan semua yang ditempuh dalam kehidupan ini. Sangat disayangkan, sikap demikian teramat banyak orang terhalangi darinya. Aku tidak memaksudkan dengan perkataanku ini kalangan ahli bid’ah dan kesesatan. Karena urusan mereka telah jelas, yaitu mereka telah meninggalkan sikap seperti itu dengan sengaja. Akan tetapi sebagian Ahlus Sunnah pada masa kita ini, mereka tidak bisa berada pada tingkatan yang para ‘ulama salaf berada di atasnya. Meskipun demikian, mereka masih tetap sebagai Ahlus Sunnah. Hanya saja yang dituntut adalah mujahadah diri dan mendahulukan kebenaran semaksimal kemampuan kita.” [8]) Beliau (Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam) juga berkata: “Sifat paling agung yang para penuntut ilmu, ‘ulama, dan para da’i hendaknya bersifat dengannya adalah kembali kepada kebenaran dan mengagungkannya, baik dalam mendengar, diam, tunduk, dan patuh. Sifat ini adalah sifat yang Allah melebihkan dengannya siapa saja yang Ia kehendaki dari para hamba-Nya. Ada ucapan dari AlImam Asy-Syafi’i - rahimahullah -, beliau berkata: Tidaklah aku menyampaikan kebenaran kepada seorang pun, kemudian orang itu menerimanya, kecuali orang itu akan menjadi mulia dalam pandanganku dan aku meyakini wajibnya untuk mencintai orang itu. Dan tidaklah aku menyampaikan kebenaran kepada seseorang, kemudian ia menolaknya, kecuali ia menjadi orang yang jatuh (martabatnya) dalam pandanganku dan aku akan menolaknya.” Seseorang yang martabatnya jatuh di mata manusia terkadang sebagai bentuk hukuman dari Allah kepadanya, apabila yang menjatuhkannya adalah orang yang membawa kebenaran dan ia menjatuhkan orang itu dalam rangka membela kebenaran. Oleh karena itu kita takut Allah akan merendahkan dan menghinakan kita tatkala kita tidak mau menerima kebenaran. Ibnul Qoyyim - rahimahullah - berkata : “Derajat seseorang tidak akan terangkat sampai ia mau menerima kebenaran dari orang yang ia benci sekalipun sebagaimana ia menerimanya dari orang yang ia cintai.” Yang demikian karena jiwa manusia akan mudah menerima kebenaran dari orang yang ia cintai dan akan sulit menerimanya dari orang yang ia benci. Apabila engkau ingin mengalahkan jiwa dan hawa nafsunya, dan bisa mengalahkan syaithan dan makarnya terhadapmu, maka terimalah kebenaran. Kita tidak akan memiliki alasan di hadapan Allah apabila kita menolak kebenaran karena tinjauan

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

15

orang yang membawa ini adalah orang yang dicintai, sedangkan yang itu adalah orang yang tidak dicintai, orang yang ini bisa diterima (ucapannya), orang yang itu tidak bisa diterima (ucapannya). Kebenaran adalah tetap kebenaran, tidak bisa diubah oleh si fulan atau si fulan yang lain.” [9]) Selesai dengan pertolongan dari Allah, dan berikutnya adalah juz ketiga dengan kehendak Allah

[1] Nasha-ih ‘ulama’il ummah fi al-fitan al-mudlahimmah, hal. 11. [2] Ibid, hal. 11. [3] Ibid, 214. [4] Ibid, 47. [5] Ibid, 49-51. [6] Ibid, 17-18. [7] Ibid, 77-78. [8] Ibid, 97-98. [9] Ibid, 99-100. (Dikutip dari http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/20/prinsip-danfaidah-penting-dari-nasehat-ulama-2/. Diterjemahkan dari tulisan al Ustadz ‘Ubaidullah as Salafi, tulisan pada Juz Kedua yang dimuat di http://wahyain.com/forums/showthread.php?t=410)

I.3 FIQH BERMU’AMALAH (BERSIKAP) TERHADAP FITNAH ‘ Al-’Allamah Muhammad bin ‘Abdul Wahhab Al-Wushabi - hafizhahullah – berkata (dalam nasihatnya juz ketiga) : “Sungguh sangat mendesak bagi kita bahwasanya saudara-saudara kita dari kalangan para thalabatul ‘ilmi (penuntut ilmu) dan selainnya, mereka sangat butuh untuk memahami dan mengerti fiqhul fitan (fiqh tentang fitnah) berlandaskan Al-Kitab (Al-Qur’an) dan As-Sunnah.” [1]) ‘ Al-’Allamah Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali - hafzhahullah - berkata : “Wahai saudara-saudaraku, ini adalah metode ahli bid’ah!!! Mereka orang-orang yang tidak memiliki akal, tidak memiliki tamyiz (pembeda), tidak memiliki paradigma, dan tidak pula memiliki ushul (prinsip-prinsip). Adapun kalian (Ahlus Sunnah), maka kalian memiliki paradigma dan kalian memiliki ushul (prinsip-prinsip) yang kalian bersandar kepadanya terkhusus dalam menghadapi berbagai fitnah. Barakallahufikum.” [2])

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

16

I.3.1. Berhati-hati dan Tidak Terburu-buru, terutama Ketika Terjadi Fitnah Al-’Allamah Muhammad bin ‘Abdul Wahhab Al-Wushabi - hafizhahullah berkata : “Wahai para penuntut ilmu, wajib atas kalian berhati-hati dan tidak tergesa-gesa, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda: ))

‫((اﻟﺘﺄﻧﻲ ﻣﻦ اﷲ واﻟﻌﺠﻠﺔ ﻣﻦ اﻟﺸﯿﻄﺎن‬

“Kehati-hatian adalah dari Allah, sedangkan ketergesa-gesaan adalah dari syaithan.” [HR. Al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman, dan Abu Ya'la dari shahabat Anas radhiallahu 'anhu. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-'Allamah Al-Albani rahimahullah - dalam Shahih Al-Jami, lihat dalam Ash-Shahihah no. 1795] Aku mendengar Syaikhuna (syaikh kami) Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i - rahimahullah - berkata : “Jauhilah oleh kalian wahai Ahlus Sunnah sikap tergesa-gesa, karena tergesa-gesaan itu akan menyebabkan kehancuran.” [3]) Demikianlah, fitnah apa saja yang muncul, harus dikembalikan kepada ‘ulama disertai dengan kehati-hatian sebagaimana yang ada dalam hadits: ((

‫))اﻟﺘﺄﻧﻲ ﻣﻦ اﷲ واﻟﻌﺠﻠﺔ ﻣﻦ اﻟﺸﯿﻄﺎن‬

“Kehati-hatian adalah dari Allah, sedangkan ketergesa-gesaan adalah dari syaithan.” Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam - hafizhahullah - berkata : “Dahulu saya mencintai dan masih terus mencintai bahwasanya saudara-saudara kita di Hadhramaut ad-Dakhil, demikian pula dengan yang selain mereka, berhati-berhati dalam banyak urusan. Allah tidak menuntut mereka, dan tidak pula selain mereka, untuk berkata begini atau begitu. Karena sesungguhnya - segala puji bagi Allah dakwah di Yaman telah Allah jadikan baginya sejumlah ulama yang menegakkan prinsip nasehat-menasehati dan meneliti berbagai perkara.” [4])

I.3.2. Menghindar dan Menjauhi Fitnah, serta Tidak Masuk ke Dalamnya dengan Kebatilan, Baik Secara Lisan Maupun Isyarat Tangan Al-’Allamah Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi - hafizhahullah berkata : “Demikian juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam membimbing umat tentang tata cara bersikap menghadapi fitnah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

17

َ‫إِنﱠ اﻟﺴﱠﻌِﯿﺪَ ﻟَﻤَﻦْ ﺟُﻨﱢﺐَ اﻟْﻔِﺘَﻦَ إِنﱠ اﻟﺴﱠﻌِﯿﺪَ ﻟَﻤَﻦْ ﺟُﻨﱢﺐَ اﻟْﻔِﺘَﻦِ إِنﱠ اﻟﺴﱠﻌِﯿﺪَ ﻟَﻤَﻦْ ﺟُﻨﱢﺐ‬ ‫اﻟْﻔِﺘَﻦُ وَﻟَﻤَﻦْ اﺑْﺘُﻠِﻲَ ﻓَﺼَﺒَﺮَ ﻓَﻮَاھًﺎ‬ Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah orang yang dijauhkan dari fitnah. Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah orang yang dijauhkan dari fitnah. Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah orang yang dijauhkan dari fitnah. Dan juga orang yang diuji kemudian ia bersabar, maka yang demikian adalah sesuatu yang menakjubkan. HR. Abu Daud dari shahabat Miqdad bin Al-Aswad - radhiyallahu ‘anhu -, dan dishahihkan oleh Al-’Allamah Muhadditsul ‘Ashr Al-Albani - rahimahullah - dalam Shahih Sunan Abu Daud no. 973, Al-Misykat no. 5405, dan Ash-Shahihah no. 973. Dan beliau - ‘alaihish shalatu was salam - juga memberikan petunjuk kepada umatnya kepada perkara yang lebih baik dan lebih bermanfaat bagi mereka dari pada terjun ke dalam fitnah. Beliau ‘alaihish shalatu was sallam bersabda:

‫اﻟْﻌِﺒَﺎدَةُ ﻓِﻲ اﻟْﮭَﺮْجِ ﻛَﮭِﺠْﺮَةٍ إِﻟَﻲﱠ‬ Beribadah ketika terjadi fitnah banyaknya pembunuhan (nilainya) seperti hijrah kepadaku. HR. Muslim dari Ma’qil bin Yasar - radhiyallahu ‘ahu Inilah petunjuk dan jalan para ‘ulama salaf yang dinukilkan dari mereka, yaitu: menjauh dari fitnah dan tidak terjun ke dalamnya. Al-’Allamah Ibnul Qoyyim -rahimahullah- telah menyebutkan dalam kitabnya yang bernilai : Haadi al-Arwah, beliau menyebutkan pada akhir bab ke-70 ketika menukilkan keyakinan para ‘ulama salaf, bahwasanya mereka berkata: Menahan diri ketika fitnah adalah sunnah yang telah ada dari dahulu dan wajib dihormati. Apabila kamu diuji maka korbankanlah dirimu dan jangan korbankan agamamu. Jangan pula kamu melawan fitnah dengan tangan dan mulutmu. Akan tetapi tahanlah tangan, lisan, dan hawa nafsumu. Dan Allah Sang Maha Penolong. ( Haadi al-Arwah, hal. 434, cet. Daarul Fajr wa Al-Turats).” [5]) Dan beliau (Al-’Allamah Al-Wushabi -hafizhahullah-) berkata: “Oleh karena itu aku memberikan nasehat kepada saudara-saudaraku Ahlus Sunnah wal Jama’ah, baik di Yaman maupun di luar Yaman, agar tidak terjun ke dalam fitnah, baik fitnah yang sekarang atau yang akan datang. [6]) Dan beliau (Al-’Allamah Al-Wushabi -hafizhahullah-) berkata: “Hendaklah setiap orang menjauh dari fitnah, dan mengatakan : “Wahai Rabbku, selamatkanlah diriku.” Dan hendaklah ia mengatakan : “Semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepada para ‘ulama, kalau bukan karena Allah kemudian para ‘ulama sungguh kami akan menjadi satu kaum yang tersesat.” Kemudian ia

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

18

mendoakan mereka : “Ya Allah tolonglah para ‘ulama al-Qur’an dan as-Sunnah. Satukanlah kalimat mereka di atas kebenaran, bantulah mereka, berilah mereka taufik dan kelurusan. Luruskanlah pena dan lisan mereka, wahai Rabbul ‘alamin.” [7]) Beliau (Al-’Allamah Al-Wushabi -hafizhahullah-) berkata: “Adapun apabila kalangan awam dan penuntut ilmu turut campur dalam putaran fitnah, tanpa mempedulikan lagi para ‘ulama, maka yang demikian adalah corong kejelekan bagi umat ini. Yang demikian ini termasuk perkara yang akan membuat api fitnah makin menyala, kejelekan makin menyebar, dan perselisihan makin meluas.” [8]) Al-’Allamah Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali - hafizhahullah - berkata : “Maka aku nasehatkan kepada kalian agar menjaga lisan-lisan kalian dari turut campur dalam fitnah ini … .” [9]) Beliau (Asy-Syaikh Rabi’) - hafizhahullah - juga berkata: “Wahai saudara-saudaraku yang cinta kepada dakwah ini dan menghormatinya, dan ingin dakwah ini menang, ingin dakwah ini berhasil, hendaklah ia mengambil langkah diam (tidak turut berbicara tentang fitnah), dan memberikan nasehat kepada orang yang berbicara (tentang fitnah), serta tidak ikut menjalankan fitnah ini.” [10]) Beliau (Asy-Syaikh Rabi‘) - hafizhahullah - juga berkata: “Aku nasehatkan kepada saudara-saudaraku dan anak-anak (didik)ku, yaitu kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah di Yaman, hendaklah mereka menahan lisan mereka dari (menjelekkan dan mencela) orang lain, dan hendaklah mereka meninggalkan pembicaraan (celaan) atas para masyaikh, maka permasalahan yang terjadi di antara mereka akan sirna dengan izin dari Allah.” [11])

I.3.3 Kembali Kepada Para ‘Ulama, Terutama yang Kokoh Ilmunya diantara mereka, serta Mendoakan Mereka Semua: Al-’Allamah Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi - hafizhahullah berkata : “Allah ta’ala telah menerangkan dalam kitab-Nya yang mulia tatacara bersikap terhadap fitnah, sehingga kita tidak terjatuh dalam kesalahan dan ketergelinciran. Allah memberikan petunjuk kepada para hamba tatkala terjadi fitnah, hendaklah mereka kembali kepada para ‘ulama, terutama yang kokoh ilmunya dari mereka. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

ِ ْ‫أَوِ اﻟْﺨَﻮْفِ أَذَاﻋُﻮا ﺑِﮫِ وَﻟَﻮْ رَدﱡوهُ إِﻟَﻰ اﻟﺮﱠﺳُﻮلِ وَإِذَا ﺟَﺎءَھُﻢْ أَﻣْﺮٌ ﻣِﻦَ اﻟْﺄَﻣ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻣِﻨْﮭُﻢْ وَﻟَﻮْﻟَﺎ ﻓَﻀْﻞُ اﻟﻠﱠﮫِ ﻋَﻠَﯿْﻜُﻢْ أُوﻟِﻲ اﻟْﺄَﻣْﺮِ ﻣِﻨْﮭُﻢْ ﻟَﻌَﻠِﻤَﮫُ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ ﯾَﺴْﺘَﻨْﺒِﻄُﻮﻧَﮫُ وَإِﻟَﻰ‬ ُ‫ وَرَﺣْﻤَﺘُﮫ‬83/‫( ]اﻟﻨﺴﺎء‬83) ‫]ﻟَﺎﺗﱠﺒَﻌْﺘُﻢُ اﻟﺸﱠﯿْﻄَﺎنَ إِﻟﱠﺎ ﻗَﻠِﯿﻠًﺎ‬

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

19

Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka mau menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri (para ‘ulama) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikut syaithan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kalian). (QS. AnNisa’: 83) ” [12]) Beliau (Al-’Allamah Al-Wushabi -hafizhahullah-) berkata: “Apapun perselisihan yang terjadi, hendaklah dikembalikan kepada para ‘ulama. Para ulama yang menghukuminya berdasarkan Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasulullah ‘alaihisshalatu wassalam. Hendaklah setiap orang menjauh dari fitnah dan mengatakan : “Wahai Rabbku, selamatkanlah diriku.” Dan hendaklah ia mengatakan : “Semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepada para ‘ulama, kalau bukan karena Allah kemudian para ‘ulama tersebut sungguh kami akan menjadi satu kaum yang tersesat.” Dan hendaknya ia mendoakan mereka (para ‘ulama tersebut) : “Ya Allah tolonglah para ‘ulama al-Qur’an dan as-Sunnah. Satukanlah kalimat mereka di atas kebenaran, bantulah mereka, berilah mereka taufik dan kelurusan. Luruskanlah pena dan lisan mereka wahai Rabbul ‘alamin.” [13]) Beliau (Al-’Allamah Al-Wushabi -hafizhahullah-) berkata : “Oleh karena itu sadarlah, semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepada kamu, pada setiap fitnah, apabila sikapmu dalam fitnah tersebut bukan sikap mau merujuk (kembali) kepada para ‘ulama. Kalau tidak, maka kamu termasuk orang yang terjerumus (dalam fitnah/kejelekan) dan tidak mendapatkan taufik.” [14]) Beliau (Al-’Allamah Al-Wushabi -hafizhahullah-) juga berkata : “Oleh karena itu hendaklah kalian bersama para ‘ulama rabbani yang mereka berpegang kepada Al-Kitab dan As-Sunnah, baik dalam fitnah ini atau fitnah selainnya. Inilah yang harus kami tetapkan pada pendengaran kalian.” [15]) Beliau (Al-’Allamah Al-Wushabi -hafizhahullah-) juga berkata : “Apabila fitnah datang, wajib atas kalian untuk kembali kepada para ‘ulama, Allah Ta’ala berfirman:

[83/

] (83)

Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka mau menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri (para ‘ulama) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, tentulah

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

20

kalian mengikut syaithan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kalian). (QS. AnNisa’: 83) Inilah adalah (perintah) untuk kembali kepada para ulama. Adapun apabila dirimu mengambil fikrah dan fitnah begitu saja, lalu kamu berjalan di belakangnya, maka makna dari sikap seperti ini adalah dirimu adalah seorang yang berbuat kebatilan, kamu bukan di atas kebenaran. Kamu tidak mengetahui jalan yang benar. Jalan yang benar bagi kalangan awam dan penuntut ilmu apabila muncul fitnah adalah mengembalikannya kepada para ‘ulama, bertanya, dan meminta penjelasan. … .” [16]) Beliau (Al-’Allamah Al-Wushabi -hafizhahullah-) juga berkata : “Fitnah adalah penyakit, dan obatnya adalah kembali kepada para ‘ulama dan meminta penjelasan tentangnya.” [17]) Beliau (Al-’Allamah Al-Wushabi -hafizhahullah-) juga berkata : “Yang aku nasehatkan kepada saudara-saudaraku dan para penuntut ilmu secara khusus dan kalangan manusia yang lain secara umum adalah menjaga lisan dan tidak ikut campur (dalam fitnah). Dan katakanlah : “Segala puji bagi Allah yang telah memuliakan kita dengan keberadaan para ‘ulama yang berjalan di atas Al-Kitab dan As-Sunnah.” Wajib atas kita untuk mendoakan mereka agar mendapatkan taufik dan kelurusan. Kita memohon kepada Allah, agar Dia membantu mereka (para ‘ulama) untuk bisa mencocoki kebenaran. Kita tidak mendahului para ‘ulama kita. Inilah adab. Inilah akhlak yang mulia. Inilah - demi Allah - yang akan memberikan manfaat kepada kalian hingga mati, Insya Allah. Setiap kali datang fitnah maka dirimu telah tertarbiyyah (terdidik) dan telah mempelajarinya. Apabila mereka mengatakan : “Telah terjadi demikian, telah terjadi demikian, dan perkaranya adalah demikian”, Maka katakan : “Demi Allah, aku bukan seorang ‘ulama. Perkara-perkara ini semua, tempat kembalinya adalah kepada para ‘ulama. Aku akan bertanya dan mencari faedah (dari mereka) sebagaimana yang diperintahkan oleh Rabbku dengan firman-Nya:

]43/‫( ]اﻟﻨﺤﻞ‬43) َ‫ﻓَﺎﺳْﺄَﻟُﻮا أَھْﻞَ اﻟﺬﱢﻛْﺮِ إِنْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﻟَﺎ ﺗَﻌْﻠَﻤُﻮن‬ Maka bertanyalah kalian kepada para ‘ulama, jika kalian tidak mengetahui. (QS. AlAnbiya : 7 dan An-Nahl : 43) ” [18]) Asy-Syaikh ‘Abdullah bin ‘Utsman Adz-Dzamari - hafizhahullah - berkata : “Perkara-perkara yang merupakan wewenang khusus para ‘ulama hendaklah kita sandarkan/serahkan kepada para ‘ulama. Sementara kita tidak ikut sibuk di dalamnya, tidak ikut campur di dalamnya, dan kita tidak menceburkan diri-diri kita dalam penanganan perkara-perkara tersebut. Akan tetapi kita menjadikannya sebagai

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

21

tanggung jawab para ahlul ilmi/’ulama. Dan para ‘ulama itu, merekalah yang akan menghukuminya (berbagai perkara tersebut) sesuai dengan ilmu yang Allah berikan kepada mereka.” [19]) Asy-Syaikh ‘Utsman bin ‘Abdillah As-Salimi - hafizhahullah - berkata : “Aku memberikan wasiat kepada diriku dan kepada saudara-saudaraku para penuntut ilmu dan kepada segenap umat, apabila terjadi pada mereka peristiwa (fitnah) baru, maka hendaklah kita mengembalikannya kepada orang yang Allah perintahkan untuk kita mengembalikan urusan itu kepada mereka. Mereka adalah para ‘ulama, orang-orang yang memiliki pengetahuan, dan para penegak dakwah ini. Kita tidak boleh mendahului mereka, dan tidak memulai membuat keputusan hukum, sehingga kita telah tampil sebelum mereka. Sesungguhnya Allah ta’ala berfirman:

‫وَإِذَا ﺟَﺎءَھُﻢْ أَﻣْﺮٌ ﻣِﻦَ اﻟْﺄَﻣْﻦِ أَوِ اﻟْﺨَﻮْفِ أَذَاﻋُﻮا ﺑِﮫِ وَﻟَﻮْ رَدﱡوهُ إِﻟَﻰ اﻟﺮﱠﺳُﻮ ِل‬ ْ‫وَإِﻟَﻰ أُوﻟِﻲ اﻟْﺄَﻣْﺮِ ﻣِﻨْﮭُﻢْ ﻟَﻌَﻠِﻤَﮫُ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ ﯾَﺴْﺘَﻨْﺒِﻄُﻮﻧَﮫُ ﻣِﻨْﮭُﻢْ وَﻟَﻮْﻟَﺎ ﻓَﻀْﻞُ اﻟﻠﱠﮫِ ﻋَﻠَﯿْﻜُﻢ‬ ]83/‫( ]اﻟﻨﺴﺎء‬83) ‫وَرَﺣْﻤَﺘُﮫُ ﻟَﺎﺗﱠﺒَﻌْﺘُﻢُ اﻟﺸﱠﯿْﻄَﺎنَ إِﻟﱠﺎ ﻗَﻠِﯿﻠًﺎ‬ Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka mau menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri (para ‘ulama) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikut syaithan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kalian). (QS. AnNisa’: 83) . [20]) Beliau (Asy-Syaikh ‘Utsman bin ‘Abdillah As-Salimi) juga berkata: “Oleh karena itu yang wajib atas para penuntut ilmu adalah tidak mendahului para ‘ulama mereka. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda:

ْ‫َاﻟْﺒَﺮَﻛَﺔُ ﻣَﻊَ أَﻛَﺎﺑِﺮِﻛُﻢ‬ Barakah itu ada bersama orang-orang besar kalian. Yaitu besar dalam usia dan besar ilmunya. Lalu bagaimana apabila Allah telah menggabungkan pada seseorang tersebut usia tua dan ilmu yang banyak, sehingga ia pun menjadi orang yang senior secara usia dan senior dalam ilmunya, sungguh dia telah banyak berpengalaman menjalani kehidupan, banyak berpengalaman menangani kerumitan-kerumitan umat dan kondisi mereka. Sedangkan (orang yang masih muda usia) menyangka permasalahan dengan cara yang demikian, sehingga ia pun salah. Ya, dia salah. Karena ia tidak mengukur tingkat mashlahat (kebaikan) dan mafsadah (kerusakan)nya.

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

22

Oleh karena itu kita sangat butuh untuk (kita berjalan) berada di belakang para ‘ulama karena fitnah akan bertambah menyala ketika diserahkan kepada yunior-yunior suatu kaum. [21]) Beliau (Asy-Syaikh ‘Utsman bin ‘Abdillah As-Salimi) juga berkata : “Kita memiliki kaidah-kaidah syar’iyyah. Apabila kalangan hizbiyyun, padahal mereka benar-benar hizbiyyun, mereka tidak mendahului tokoh-tokoh mereka, demikian pula dengan Shufiyyah, mereka tidak mendahului pembesar-pembesar mereka, bahkan mereka memiliki sikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam mengagungkan pembesar mereka, demikian pula halnya dengan Rafidhah. Maka kita (Ahlus Sunnah) lebih berhak untuk membela kebenaran, menghormati, dan mengagungkannya. Hendaklah kita berada di belakang ‘ulama-’ulama kita. Yang demikian (berada di belakang ‘ulama) adalah termasuk dalam barakah ilmu dan termasuk perkara yang dibutuhkan dalam dakwah.” [22])

I.3.4. Tidak Menonjolkan Diri dan Tidak Fanatik Kepada Kebatilan, Terutama Ketika Terjadi Fitnah Al-’Allamah Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi - hafizhahullah berkata : “Yang terpenting adalah bagaimana sikapmu ketika ada cobaan dan ketika terjadi fitnah? Banyak dari umat manusia, sikap mereka ketika terjadi fitnah adalah sikap yang kacau, menonjolkan diri, fanatik, serta membela kesalahan dan kebatilan.” [23]) Al-’Allamah Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali - hafizhahullah - berkata: “Sekarang pusatkan tujuan dan kesibukan kalian untuk memadamkan fitnah ini, itu saja. Sementara perkataan (tentang fitnah) campur aduk. Oleh karena itu janganlah kalian ikut berbicara - semoga Allah memberikan berkah kepada kalian - jangan fanatik (ta’ashshub) terhadap kelompok ini dan jangan pula yang itu.” [24]) Asy-Syaikh ‘Abdullah bin ‘Utsman Adz-Dzamari - hafizhahullah - berkata : “Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang mereka benar-benar Ahlus Sunnah wal Jama’ah sejati, mereka tidak fanatik (ta’ashshub) kepada pendapat seseorang, dan tidak pula fanatik (ta’ashshub) bersama seseorang, akan tetapi mereka berjalan bersama kebenaran di manapun kebenaran itu berada.” [25]) Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin - rahimahullah - berkata : “Yang wajib atas seorang mukmin adalah hendaklah ia sebagaimana yang Allah maukan darinya:

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

23

‫وَﻣَﺎ ﻛَﺎنَ ﻟِﻤُﺆْﻣِﻦٍ وَﻟَﺎ ﻣُﺆْﻣِﻨَﺔٍ إِذَا ﻗَﻀَﻰ اﻟﻠﱠﮫُ وَرَﺳُﻮﻟُﮫُ أَﻣْﺮًا أَنْ ﯾَﻜُﻮنَ ﻟَﮭُ ُﻢ‬ (36) ‫اﻟْﺨِﯿَﺮَةُ ﻣِﻦْ أَﻣْﺮِھِﻢْ وَﻣَﻦْ ﯾَﻌْﺺِ اﻟﻠﱠﮫَ وَرَﺳُﻮﻟَ ُﮫ ﻓَﻘَﺪْ ﺿَﻞﱠ ﺿَﻠَﺎﻟًﺎ ﻣُﺒِﯿﻨًﺎ‬ ]36/‫]اﻷﺣﺰاب‬ Dan tidaklah patut bagi mukmin dan tidak (pula) bagi mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada lagi bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata. (QS. Al-Ahzab : 36) Adapun kondisi seseorang membela pendapatnya dan terus menerus di atas perkara yang ia di atasnya padahal telah jelas baginya bahwa perkara tersebut batil, maka sikap yang demikian adalah kesalahan. Sikap yang demikian adalah kebiasaan kaum musyrikin yang mereka enggan mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Allah Ta’ala berfirman :

‫وَﻛَﺬَﻟِﻚَ ﻣَﺎ أَرْﺳَﻠْﻨَﺎ ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﻠِﻚَ ﻓِﻲ ﻗَﺮْﯾَﺔٍ ﻣِﻦْ ﻧَﺬِﯾﺮٍ إِﻟﱠﺎ ﻗَﺎلَ ﻣُﺘْﺮَﻓُﻮھَﺎ إِﻧﱠﺎ وَﺟَﺪْﻧَﺎ‬ ]23/‫[ )اﻟﺰﺧﺮف‬23) َ‫آَﺑَﺎءَﻧَﺎ ﻋَﻠَﻰ أُﻣﱠﺔٍ وَإِﻧﱠﺎ ﻋَﻠَﻰ آَﺛَﺎرِھِﻢْ ﻣُﻘْﺘَﺪُون‬ Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak- bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka”. (QS. Az-Zukhruf : 23) [26])

I.3.5. Kembali kepada Allah, Terlebih ketika Terjadi Fitnah Al-’Allamah Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi - hafizhahullah berkata : “Setiap kali muncul fitnah, berdoalah :

‫ اﻟﻠﮭﻢ إﻧﻲ أﻋﻮذ ﺑﻚ‬،‫اﻟﻠﮭﻢ ﺛﺒﺘﻨﻲ ﺑﺎﻟﻘﻮل اﻟﺜﺎﺑﺖ ﻓﻲ اﻟﺤﯿﺎة اﻟﺪﻧﯿﺎ وﻓﻲ اﻵﺧﺮة‬ ،‫ اﻟﻠﮭﻢ اﺻﺮف ﻋﻨﻲ اﻟﻔﺘﻦ ﻣﺎ ﻇﮭﺮ ﻣﻨﮭﺎ وﻣﺎ ﺑﻄﻦ‬،‫ﻣﻦ اﻟﺤﻮر ﺑﻌﺪ اﻟﻜﻮر‬ ،‫ اﻟﻠﮭﻢ ارزﻗﻨﻲ ﺟﻠﺴﺎء ﺻﺎﻟﺤﯿﻦ وﻋﻠﻤﺎء رﺑﺎﻧﯿﯿﻦ‬،‫اﻟﻠﮭﻢ ﺑﺼﺮﻧﻲ ﻓﻲ دﯾﻨﻲ‬ ‫اﻟﻠﮭﻢ ﺧﺬ ﺑﯿﺪي إﻟﻰ ﻣﺎ ﺗﺤﺒﮫ وﺗﺮﺿﺎه‬ “Ya Allah, teguhkanlah diriku dengan perkataan yang kokoh dalam kehidupan dunia dan akhirat. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ‘al-hur’ setelah ‘al-kur’. [27] Ya Allah, palingkanlah (hindarkanlah) dariku berbagai fitnah, baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Ya Allah, berikanlah ilmu pada diriku dalam agamaku. Ya Allah, berikanlah aku karunia berupa teman-teman yang shalih dan para ‘ulama rabbani. Ya Allah, bawalah tanganku kepada apa yang Engkau cintai dan Engkau ridhai.”

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

24

Berlindunglah kepada Allah. Sebagian orang tidak mau kembali kepada Allah, tidak dengan berdoa, tidak pula dengan ibadah, bahkan tidak dengan suatu apapun. Akan tetapi ia terus menceburkan diri, dan menceburkan diri (dalam fitnah) … .” [28]) Al-’Allamah Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali - hafizhahullah - berkata : “Aku memohon kepada Allah agar menyudahi fitnah ini. Menghadaplah kalian kepada Allah dengan penuh ketundukan agar Dia menyudahi fitnah. Wahai saudarasaudaraku, turut andillah dalam memadamkan fitnah ini dengan cara yang telah aku sebutkan kepada kalian.” [29]) Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam - hafizhahullah - berkata : “Keadaan kita berdoa kepada Allah agar membukakan kepada kita dari-Nya sikap menerima kebenaran, adalah perkara penting. Dalam Shahih Muslim dari hadits yang diriwayatkan dari shahabat ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah ‘alaihishshalatu wassalam pernah beriftitah (membaca doa iftitah) shalat malam dengan do’a :

‫ ﻋﺎﻟﻢ‬،‫ ﻓﺎﻃﺮ اﻟﺴﻤﺎوات واﻷرض‬،‫اﻟﻠﮭﻢ رب ﺟﺒﺮاﺋﯿﻞ وﻣﯿﻜﺎﺋﯿﻞ وإﺳﺮاﻓﯿﻞ‬ ‫ اھﺪﻧﻲ ﻟﻤﺎ‬،‫ أﻧﺖ ﺗﺤﻜﻢ ﺑﯿﻦ ﻋﺒﺎدك ﻓﯿﻤﺎ ﻛﺎﻧﻮا ﻓﯿﮫ ﯾﺨﺘﻠﻔﻮن‬، ‫اﻟﻐﯿﺐ واﻟﺸﮭﺎدة‬ ‫ إﻧﻚ ﺗﮭﺪي ﻣﻦ ﺗﺸﺎء إﻟﻰ ﺻﺮاط ﻣﺴﺘﻘﯿﻢ‬،‫اﺧﺘﻠﻒ ﻓﯿﮫ ﻣﻦ اﻟﺤﻖ ﺑﺈذﻧﻚ‬ “Ya Allah, Rabbnya malaikat Jibril, Mikail, dan Israfil, Pencipta langit dan bumi, Dzat Yang Maha mengetahui perkara ghaib dan perkara yang tampak. Engkau menghukumi di antara hamba-hamba-Mu dalam perkara yang mereka perselisihkan. Berilah aku petunjuk dalam perkara yang mereka berselisih di dalamnya dari kebenaran dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberi petunjuk kepada orang yang Engkau kehendaki menuju jalan yang lurus.” Yaitu beliau meminta hidayah dari Allah. Maka kita jauh lebih pantas untuk meminta hal itu. Kita menundukkan diri kita kepada Allah ‘azza wa jalla untuk (memohon) hal itu. Setiap perkara yang menjadi masalah bagimu, hendaklah kamu meminta pertolongan kepada Pelindungmu (yakni Allah) Subhanahu Wa Ta’ala. Ini adalah termasuk perkara penting yang hendaklah kita senantiasa meletakkan dalam benak kita. Yaitu seseorang kembali kepada Allah ‘azza wa jalla, dan jujur (sungguh-sungguh) kepada Allah dalam ia kembali (kepada-Nya), yaitu agar Dia (Allah) menampakkan kepadanya kebenaran sebagai kebenaran, lalu memberi rizki berupa kemampuan untuk mengikutinya, dan menampakkan kebatilan sebagai kebatilan dan memberikan rizki kepadanya agar bisa menghindarinya.” [30])

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

25

I.3.6. Menyibukkan Diri dengan Ilmu dan Amal Shalih Para masyaikh dalam bayan (hasil pertemuan) Al-Hudaidah berkata : “Wajib atas para masyaikh Ahlus Sunnah secara keseluruhan, termasuk di dalamnya Asy-Syaikh Yahya dan Asy-Syaikh ‘Abdurrahman, untuk mewujudkan saling memaafkan dan lapang dada, serta memperkuat persaudaraan di antara para penuntut ilmu. Bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, dakwah kepada Allah, dan amal shalih.” [31]) Al-’Allamah Muhammad bin ‘Abdul Wahhab Al-Wushabi - hafizhahullah berkata : “Bersungguh-sungguhlah kalian -semoga Allah memberi taufik- dalam usaha mencari ilmu. Carilah faedah, bersungguh-sungguhlah, dan berusaha dengan keras. Jangan kalian masuk dalam permasalahan fitnah, tidak dari dekat dan tidak pula dari jauh.” [32]) Asy-Syaikh ‘Abdullah bin ‘Utsman Adz-Dzamari - hafizhahullah - berkata : “Kami menasehati para generasi muda agar mereka mementingkan ilmu, mementingkan tafaqquh fiddin (memahami ilmu agama) Allah Rabbul ‘Alamin, hendaklah mereka beramal sesuai dengan ilmu yang telah mereka ketahui. Hendaknya memiliki sikap wara’, zuhd, taqwa, dan takut terhadap Allah Rabbul ‘Alamin. Janganlah masuk dalam perkara yang bukan urusannya, jangan ikut bicara dalam permasalahan yang ia tidak mengetahuinya, jangan mencela seorang pun, dan jangan berbicara kecuali berdasarkan ilmu, pengetahuan, kepastian, dan keyakinan. Hendaknya mereka sibuk dengan perkara yang bermanfaat bagi mereka. Janganlah mereka menyibukkan diri dengan hal-hal yang akan membuat waktu mereka terbuang sia-sia, bahkan bisa jadi membahayakan mereka di hadapan Allah Rabbul ‘Alamin.” [33]) (selesai juz ke-3 ) dan berikutnya Insya Allah juz ke-4

[1] Nasha-ih ‘ulama’il ummah fi al-fitan al-mudlahimmah, hal. 215. [2] Ibid, hal. 215. [3] Ibid, hal. 18. [4] Ibid, hal. 82. [5] Ibid, hal. 14-15. [6] Ibid, hal. 15. [7] Ibid, hal. 48.

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

26

[8] Ibid, hal. 16. [9] Ibid, hal. 63. [10] Ibid, hal. 66. [11] Ibid, hal. 74. [12] Ibid, hal. 13. [13] Ibid, hal. 48. [14] Ibid, hal. 52. [15] Ibid, hal. 55. [16] Ibid, hal. 56. [17] Ibid, hal. 217. [18] Ibid, hal. 220-221. [19] Ibid, hal. 91. [20] Ibid, hal. 129. [21] Ibid, hal. 131-132. [22] Ibid, hal. 150-151. [23] Ibid, hal. 46. [24] Ibid, hal. 71. [25] Ibid, hal. 89. [26] Ibid, hal. 155-156. [27] Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi diterangkan sebagai berikut :

‫ وأﺻﻞ‬، ‫أي ﻣﻦ اﻟﻨﻘﺼﺎن ﺑﻌﺪ اﻟﺰﯾﺎدة وﻗﯿﻞ ﻣﻦ ﻓﺴﺎد اﻷﻣﻮر ﺑﻌﺪ ﺻﻼﺣﮭﺎ‬ ‫اﻟﺤﻮر ﻧﻘﺾ اﻟﻌﻤﺎﻣﺔ ﺑﻌﺪ ﻟﻔﮭﺎ وأﺻﻞ اﻟﻜﻮر ﻣﻦ ﺗﻜﻮﯾﺮ اﻟﻌﻤﺎﻣﺔ وھﻮ ﻟﻔﮭﺎ‬ ‫وﺟﻤﻌﮭﺎ‬ Yakni : “dari berkurang setelah sebelumnya bertambah.” Dikatakan juga maknanya : “dari kerusakan berbagai perkara setelah sebelumnya baik.” Asal makna kata “AlHur” adalah melepas imamah (sorban) setelah dilipat. Adapan asal makna kata “AlKur” adalah melingkarkan imamah (sorban), yaitu melipat dan menyatukannya.

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

27

[28] Ibid, hal. 52. [29] Ibid, hal. 71. [30] Ibid, hal. 112. [31] Ibid, hal. 5. [32] Ibid, hal. 202. [33] Ibid, hal. 86. (Dikutip dari http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/24/prinsip-danfaidah-penting-dari-nasehat-ulama-3/. Diterjemahkan dari tulisan al Ustadz ‘Ubaidullah as Salafi , tulisan pada Juz Ketiga yang dimuat di http://wahyain.com/forums/showthread.php?t=426)

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

28

BAB II Upaya Serius Para Ulama Memadamkan Fitnah Yaman II.1. Ijtima Kibar Masyayikh Memadamkan Fitnah di Yaman

Dakwah

Salafiyah

untuk

Nama harum ‘Allâmatul Yaman Asy-Syaikh Muqbil bin Hâdi Al-Wâdi’i rahimahullah dan ma’had beliau, Ma’had Dârul Hadîts di desa Dammâj - Sha’dah Yaman, sudah sangat dikenal secara international, terkhusus di kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah as-salafiyyîn. Termasuk di Nusantara ini. Para thullâbul ‘ilmi dari berbagai negeri berduyun-duyun datang ke ma’had beliau rahimahullah. Kalau dulu dikatakan bahwa tidak ada seorang ‘ulama yang paling banyak didatangi oleh para muhadditsîn dari berbagai penjuru negeri seperti Al-Imâm ‘Abdurrazzâq AshShan’âni rahimahullah. Maka pada masa ini, tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa tidak ada seorang ‘ulama yang paling banyak didatangi oleh para thullâbul ‘ilmi dari berbagai penjuru negeri seperti Asy-Syaikh Muqbil Al-Wâdi’i rahimahullah. Sungguh Ma’had Dammâj pada masa beliau dipenuhi dengan suasana ilmiah, persatuan, mahabbah, mawaddah, dan ta’âwun yang sangat kental dan sangat erat antara ahlus sunnah. Pembelaan terhadap sunnah dan ahlus sunnah serta kebencian terhadap bid’ah dan para pengusungnya. Kecintaan, penghormatan, dan penghargaan terhadap para ‘ulama ahlus sunnah. Demikianlah, dan kondisi ini pun diakui dan dipuji oleh para ‘ulama Ahlus Sunnah lainnya, baik di Yaman maupun di luar Yaman. Namun sangat disesalkan, kini suasana dan kondisi tersebut perlahan mulai memudar. Dengan naiknya Asy-Syaikh Yahyâ bin ‘Ali Al-Hajûri ke kursi Asy-Syaikh Muqbil v menggantikan posisi beliau, kondisi Dammâj mulai berubah. Kini di Ma’had Dammâj benar-benar telah terjadi tragedi yang sangat memprihatinkan. Di sana para ‘ulama kibâr ahlus sunnah dilecehkan, dicela, dan dicaci maki dengan kata-kata kasar dan tidak senonoh. Sungguh harga diri dan kehormatan para ‘ulama Ahlus Sunnah menjadi suatu yang rendah dan tidak ada nilainya di hadapan Al-Hajûri dan para pengikutnya. Maka para ‘ulama masyâikh kibâr di Yaman berupaya untuk segera memadamkan api fitnah yang dinyalakan dan terus dikobarkan oleh Asy-Syaikh Al-Hâjuri beserta murid-murid fanatiknya ini. Para masyâikh kibâr tersebut antara lain :       

Al-Wâlid Ash-Shabûr Al-Waqûr Az-Zâhid Al-’Allâmah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb, Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdillâh Al-Imâm, Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Azîz Al-Bura’i, Asy-Syaikh ‘Abdullâh bin ‘Utsmân Adz-Dzamâri, Asy-Syaikh Muhammad bin Shâlih Ash-Shaumali, Asy-Syaikh ‘Abdul Mushawwir, Asy-Syaikh ‘Utsmân bin ‘Abdillâh As-Sâlimi,

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

29

dan yang lainnya. Turut andil juga Imâmul Jarh wat Ta’dîl fî hâdzal ‘Ashr Al-’Allâmah Al-Muhaddits Al-Wâlid Asy-Syaikh Rabî’ bin Hâdi Al-Madkhali dan Asy-Syaikh Al-’Allâmah Al-Muhaddits Al-Wâlid ‘Ubaid Al-Jâbiri –hafizhahumullâh wa ra’âhum–. Berbagai upaya nasehat dan ijtimâ’ dilakukan. Diantaranya ijtimâ’ di Ma’bar pada tanggal 12 Rabî’uts Tsani 1428 H (atau sekitar tanggal 30 April 2007, pen). Dalam ijtimâ’ tersebut ditegaskan bahwa tuduhan-tuduhan terhadap Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân Al-’Adani selama ini -bahwa beliau memecah belah, hizbi, dsb- adalah tuduhan yang tidak benar. Bahkan Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân senantiasa berjalan bersama para ‘ulama Ahlus Sunnah. Sebagaimana bisa dilihat dalam gambar 1 berikut 1 :

Gambar 1. Scan yang disepakati pada tanggal 12 – 4 – 1428 H atau sekitar 30 April 2007

1

http://dammajhabibah.files.wordpress.com/2009/02/scan0002.jpg

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

30

Kemudian, hasil ijtimâ’ tersebut disambut dengan sangat positif oleh Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân Al-’Adani, sebagaimana dalam gambar 2 berikut :

Gambar 2. Scan yang disepakati pada tanggal 21 – 4 – 1428 H atau sekitar 9 Mei 2007 Namun, sangat disayangkan, tanggapan Asy-Syaikh Al-Hajûri sungguh sangat negatif dan tidak senonoh. Dia mengatakan tentang hasil ijtimâ’ Ma’bar :

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

31

‫ ﺑُﻞ ﻋﻠﯿﮫ‬،‫وأﻣﺎ أن ﯾﻌﻨﻲ أوراق وﺗﺠﻤﻌﺎت وﻓﻼن وھﻜﺬا ﻣﻦ ھﻨﺎ وﻧﺤﻦ ﺿﺪك‬ !!‫ ﺑُﻞ ﻋﻠﯿﮫ‬،‫ھﺬا اﻟﻜﻼم‬ “Adapun berbagai kertas (hasil kesepakatan) dan berbagai pertemuan, dan fulan dari sini, dan kami bertentangan dengan anda, maka KENCINGI saja pembicaraan seperti ini! KENCINGI saja!” (dinukil dari kaset Al-Hajuri yang berjudul Laftul Amjad) Subhânallâh. Sungguh sangat heran campur tidak percaya telinga yang mendengarnya. Seperti inikah ucapan seorang syaikh, seorang ‘alim, muhaddits, yang selama ini dielu-elukan oleh para muridnya dengan gelar An-Nâshihul Amîn (Pemberi Nasehat yang Terpercaya)?!! Hampir setiap kaset ceramahnya tak luput dari gelar tersebut. Lâhaula walâ Quwwata illâ billâh! Maka akhirnya Al-Hajûri ditegur keras oleh gurunya Asy-Syaikh Al-Wâlid Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Al-Wushâbi atas ucapannya tersebut :

) : ‫وﻋﻠﻰ اﻟﻮﻟﺪ ﯾﺤﯿﻰ أن ﯾﺴﺘﻐﻔﺮ اﷲ وﯾﺘﻮب إﻟﯿﮫ ﻣﻦ ﻗﻮﻟﮫ ﻋﻦ ﺑﯿﺎن ﻣﻌﺒﺮ‬ ‫ ھﺬه زﻟﺔ ﻋﻠﯿﮫ أن ﯾﺴﺘﻐﻔﺮ اﷲ وأن ﯾﺘﻮب إﻟﯿﮫ أﯾﻀﺎ وﻋﻠﯿﮫ‬،( ‫ﺑُﻮﻟﻮا ﻋﻠﯿﮫ‬ ‫ ﯾﺎ آﺑﺎﺋﻲ وﯾﺎ ﻣﺸﺎﯾﺨﻲ زل ﻟﺴﺎﻧﻲ‬: ‫أﯾﻀﺎ أن ﯾﻌﺘﺬر إﻟﻰ اﻟﻤﺸﺎﯾﺦ وأن ﯾﻘﻮل‬ ‫أﺧﻄﺄت أﺳﺘﻐﻔﺮ اﷲ وأﺗﻮب إﻟﯿﮫ ﻛﻤﺎ أﻧﮫ ﻧﺸﺮ اﻟﺨﻄﺄ ﻓﻌﻠﯿﮫ أﯾﻀﺎ أن ﯾﻨﺸﺮ‬ …‫اﻟﺼﻮاب ﻓﺈن اﷲ اﺷﺘﺮط ھﺬا‬ Wajib atas Al-Walad (si anak) Yahyâ untuk beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dari ucapannya tentang hasil ijtimâ’ Ma’bar, yaitu ucapan : (kencingi atasnya), ini merupakan kesalahan. Wajib atasnya untuk beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya. Sekaligus wajib atas dia (Asy-Syaikh Yahyâ) untuk meminta ma’af kepada masyâikh, dengan mengatakan, “Wahai para ayahku, wahai para masyâikh-ku telah salah lisanku, aku telah keliru, aku beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya. Sebagaimana ia telah menyebarkan kesalahan tersebut, maka ia pun wajib untuk menyebarkan kebenaran, karena Allah mempersyaratkan hal tersebut.” (Ats-Tsana`ul Badi’) Kemudian pada musim haji tahun 1428 H (tahun lalu) (atau sekitar 20 Desember 2007, pen), beberapa kibâr masyâikh Yaman berkesempatan untuk menunaikan ibadah haji. Maka kesempatan itu, dimanfaatkan oleh para masyâikh tersebut untuk berziarah ke kediaman Al-Wâlid Asy-Syaikh Rabî di Makkah Al-Mukarramah. Turut hadir juga dalam majlis tersebut Asy-Syaikh Yahyâ Al-Hajûri! Dalam kesempatan mulia tersebut, diangkat pula kepada Asy-Syaikh Rabî’ tentang fitnah yang terjadi di Yaman. Maka beliau pun, layaknya seorang ayah yang bijak menasehati anakanaknya, memberikan arahan dan bimbingan dengan didasari taqwa, ilmu, dan kasih sayang. Pada saat itulah Imamul Jarhi wat Ta’dil Asy-Syaikh Rabi’ menuntut kepada Al-Hajuri bukti atas vonisnya bahwa Syaikh Abdurrahman adalah hizby. Ternyata AlHajuri tidak bisa mendatangkan satu buktipun, tidak pula setengahnya. Kemudian

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

32

Asy-Syaikh Rabi’ bertanya kepada segenap masyayikh yang hadir apakah ada diantara mereka yang bersama Syaikh Yahya dalam vonisnya tersebut, maka dengan tegas para masyayikh tersebut menyatakan tidak. Pada kesempatan itu pun terjadi kesepakatan-kesepakatan dalam rangka menghentikan fitnah yang terjadi. Di antaranya bahwa Asy-Syaikh Yahyâ harus diam/tidak lagi mentahdzîr dan mencela Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân Al-’Adani, dan Asy-Syaikh Yahyâ sendiri sepakat dengan hal tersebut. Sepulang dari haji, para kibâr masyâikh berkumpul di Al-Hudaidah, tepatnya pada tanggal 5 Muharram 1429 H (atau sekitar tanggal 14 Januari 2008), dalam rangka menyimpulkan dan menuliskan hasil pertemuan mereka bersama Asy-Syaikh Rabî’ hafizhahullah di kediaman beliau. Maka ditulislah dengan rapi hasil pertemuan tersebut dalam bayân Al-Hudaidah, kemudian ditandatangani oleh para masyâikh yang hadir pada pertemuan tersebut.

Gambar 3. Scan yang disepakati pada tanggal 5 Muharram 1429 H atau sekitar tanggal 14 Januari 2008 2

2

http://dammajhabibah.files.wordpress.com/2009/02/a-hasil-ijtima-hal-1.jpg

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

33

Gambar 4 Scan yang disepakati pada tanggal 5 Muharram 1429 H atau sekitar tanggal 4 Januari 20083 Tampak para kibâr masyâikh yang bertanda tangan adalah, Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb, Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdillâh Al-Imâm, Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Yahyâ Al-Bura’i, Asy-Syaikh ‘Abdullâh bin ‘Utsmân Adz-Dzamâri, 3

http://dammajhabibah.files.wordpress.com/2009/02/b-hasil-ijtima-hal-2.jpg

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

34

Asy-Syaikh Muhammad bin Shâlih Ash-Shûmali, Asy-Syaikh ‘Abdul Mushawwir Al’Arûmi, Asy-Syaikh ‘Utsmân bin ‘Abdillâh As-Sâlimi, Hafizhahumullâh jamî’an wa Ra’âhum Kemudian, hasil ijtimâ’ tersebut disambut dengan sangat positif oleh Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân Al-’Adani, sebagaimana dalam gambar 5 berikut :4

Gambar 5. Sambutan Syaikh Abdurrahman Al-Adeni, ditulis pada tanggal yang sama, 5 Muharam 1429 H atau sekitar tanggal 4 Januari 2008 Hasil ijtimâ’ dan sambutan Syaikh Abdurrahman tersebut ditampilkan dalam situs para masyâikh Yaman, yaitu

http://www.olamayemen.com/html/uploads/img478c6477a77d7.jpg 4

http://dammajhabibah.files.wordpress.com/2009/02/c-sambutan-sy-abdurrahman.jpg

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

35

http://www.olamayemen.com/html/uploads/img478cfab8bee68.jpg http://www.olamayemen.com/html/uploads/img478cfb778f459.jpg Perlu diketahui, ijtimâ’ Al-Hudaidah tersebut merupakan kesimpulan pertemuan para masyâikh Yaman dengan Asy-Syaikh Rabî’ hafizhahullâh di kediaman beliau di Makkah pada musim haji tahun 1428 H (atau sekitar Desember 2007, red). Termasuk di antara yang hadir adalah Asy-Syaikh Yahyâ sendiri ! Namun sangat disayangkan, sikap Asy-Syaikh Yahyâ Al-Hajûri ternyata sebagaimana sikap-sikap sebelumnya, yaitu ia membantah hasil ijtimâ’ kibâr masyâikh tersebut serta mengingkarinya. Pada 7 Muharram 1429 H (atau sekitar tanggal 16 Januari 2008, pen), Al-Hajûri mengeluarkan kaset berjudul “Nashîhatul Ahbâb … ” Dalam kaset tersebut, AlHajûri : 1. Mengingkari (!!) bahwa dirinya telah sepakat di hadapan Asy-Syaikh Rabî’ untuk diam/tidak lagi mentahdzîr Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân Al-’Adani. 2. Menyatakan bahwa ijtimâ’ Al-Hudaidah tersebut adalah muhdats (!!). 3. Mencela dan mencaci maki Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb AlWushâbi dengan kata-kata yang pedas, kasar, dan tidak senonoh (!!!). Disusul kemudian pada 22 Muharram 1429 H (atau sekitar tanggal 31 Januari 2008, pen). Atas sikap Al-Hajûri yang tidak senonoh tersebut, Asy-Syaikh Al-Wâlid Muhammad bin Abdil Wahhab Al-Wushabi menegurnya dengan keras :

‫وھﻜﺬا أﯾﻀﺎ ﻗﻮﻟﮫ ﻓﻲ ﺑﯿﺎن اﻟﺤﺪﯾﺪة ﺑﺄﻧﮫ ﻣﺤﺪث ﺑﺄﻧﮫ ﺑﺪﻋﺔ أﯾﻀﺎ ﻋﻠﯿﮫ أن‬ … ،‫ﯾﺴﺘﻐﻔﺮ اﷲ وأن ﯾﺘﻮب إﻟﯿﮫ وأن ﯾﻨﺪم‬ “Demikian juga ucapan Yahyâ tentang ijtimâ’ Al-Hudaidah, bahwa itu muhdats, dan bahwasanya itu bid’ah, juga wajib atasnya untuk beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya serta menyesal” (Ats-Tsana`ul Badi’) Bahkan Asy-Syaikh Yahyâ menantang siapa saja yang menyatakan bahwa ketika di hadapan Asy-Syaikh Rabî’ beliau setuju untuk diam (tidak lagi berbicara tentang AsySyaikh

‘Abdurrahmân),

sebagaimana

bisa

dilihat

pada

website

http://wahyain.com/forums/showthread.php?t=147

:

File di atas menjelaskan bagaimana sikap Asy-Syaikh Yahyâ terhadap ijtimâ’-ijtimâ’ para masyâikh Yaman. Termasuk bisa didapati pula padanya, ucapan Asy-Syaikh Yahyâ terhadap hasil Ijtimâ’ di Ma’bar : ‫( !ﺑُﻞْ ﻋﻠﯿﮫ‬Kencingi saja!). Demikianlah, sekian upaya nasehat dari kibâr masyâikh sama sekali tidak memberikan manfaat bagi Asy-Syaikh Yahyâ dan para pengikutnya. Mereka tetap pada kondisi semula, yaitu tetap bersikukuh di atas keyakinan dan vonis bahwa Asy-

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

36

Syaikh ‘Abdurrahmân Mar’i sebagai hizbi, dan siap berhadapan dengan siapapun yang menentang keputusan dan vonis tersebut, meskipun yang ‘menentang’ itu adalah para ‘ulama kibâr!! Bahkan nasehat Imâmul Jarh wat Ta’dîl Asy-Syaikh Rabî’ pun tidak diindahkan oleh mereka. Tidak cukup sampai di situ, nasehat mulia itupun diingkari dan dibantah dihadapan para pengikutnya. Wallâhul Musta’ân. Kondisi Ma’had Dammâj saat ini, adalah mirip kata pepatah ‘Arab :

ْ‫ﻋَﻨْﺰٌ وَﻟَﻮْ ﻃَﺎرَت‬ Artinya : “Pokoknya Kambing, walaupun (ternyata bisa) terbang.” Maksudnya : yang berlaku adalah doktrin kepada semua muridnya, bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân adalah hizbi, pokoknya ini yang berlaku apapun dan bagaimanapun yang terjadi. Padahal tidak ada bukti sama sekali, bahkan kenyataan yang ada menunjukkan sebaliknya. Dalam upayanya untuk tetap memaksakan vonis sebagai hizbi, Al-Hajûri dan muridmuridnya -tak luput pula anak-anak Indonesia yang sangat ta’ashshub terhadap AlHajûri- berupaya untuk mengesankan bahwa para masyâikh tidak mengetahui hakekat permasalahan yang sebenarnya, dan mengatakan bahwa “ahlu Makkah adrâ bisyi’âbihâ” (Penduduk suatu negeri lebih mengetahui tentang seluk beluk negeri tersebut) atau dengan kata lain “ahlul bait adrâ bimâ fîhi” (penghuni rumah lebih mengetahui tentang apa yang ada di dalamnya). Untuk menjawab syubhat di atas, cukup kami nukilkan pernyataan Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Azîz Al-Bura’i yang beliau sampaikan pada tanggal 3 Syawwâl 1429 H (atau sekitar tanggal 4 Oktober 2008, pen):

.‫ﻛﻠﻤﺘﻬﻢ‬ . :

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

37

…. “Maka ini adalah hari ke-3 dari bulan Syawwâl tahun 1429 H, dan kita sedang berada di Ma’had kami yang barakah di daerah Mafraqhubaisy. Para Ikhwan fillâh dari kota Ta’iz telah berziarah kepada kami, dan mereka memiliki beberapa pertanyaan seputar permasalahan yang terjadi di medan dakwah terkait dengan kasus fitnah yang sedang berlangsung. Aku memohon kepada Allah untuk menyatukan hati ahlus sunnah dan menyatukan sikap mereka. Kesimpulan berbagai pertanyaan tersebut terkait dengan perkara Asy-Syaikh Yahyâ Al-Hajûri dan Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân Al-’Adani beserta beberapa masalah lain yang mengiringinya. Maka aku berkata bârakallâh fîkum : Kesimpulan permasalahan adalah, bahwa para masyâikh Ahlus Sunnah telah benar-benar hidup bersama dengan peristiwa tersebut sejak awal kemunculannya dan mengikuti seluruh kejadian-kejadiannya, walaupun tidak berarti mereka membaca semua tulisan yang tersebar, namun mereka (para masyâikh tersebut) mengetahui semua yang berlangsung dan semua yang terjadi. Terlebih lagi dan yang perlu diperhatikan bahwa apabila terjadi sebuah pertemuan (ijtimâ’) dengan salah satu pihak dari dua belah pihak yang berselisih, maka majelis tersebut memakan waktu berjam-jam, dan waktu yang berjam-jam yang dihabiskan tersebut bukan membahas masalah-masalah cabang atau sampingan, namun membahas inti permasalahan. Ditambah lagi dengan dengan adanya berbagai upaya pertemuan (ijtimâ’-ijtimâ’) tanpa dihadiri oleh kedua belah pihak. begitu pula dengan adanya berbagai adanya utusan, surat-surat dan berbagai peneloponan antar mereka (para masyâikh) dan berbagai penelponan serta pertanyaan di berabagai majelis yang disampaikan oleh kedua belah pihak atau sebagian mereka atau lebih tepatnya yang disampaikan oleh para pengikut kedua belah pihak dan yang lainnya. Tentunya ini semua menunjukkan bahwa para masyâikh tersebut benar-benar bersikap di atas pengetahuan tentang problem yang terjadi, dan bahwasanya mereka (para masyâikh) telah meneliti permasalahan tersebut dari berbagai sisinya, … .” Kemudian beliau menegaskan :

“Di sisi lain, tidak ada seorang pun yang bisa dipercaya (dalam masalah ini). Kami mendengar tuduhan hizbiyyah terhadap Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân dan yang bersama

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

38

beliau. Namun mana buktinya?? Kita tidak merasa diri kita aman dari fitnah. Kita memohon kepada Allah agar menjaga kita dalam sisa umur kita.” Pernyataan Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Azîz Al-Bura’i di atas menunjukkan bahwa para masyâikh kibâr Ahlus Sunnah di Yaman sudah benar-benar telah mengkaji dan mempelajari permasalahan yang terjadi dengan seksama, dilandasi dengan ketaqwaan, kehati-hatian, dan ilmu. Termasuk segala argumentasi/hujjah dan alasan Al-Hajûri dalam memvonis Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân. Namun demikian para masyâikh tersebut masih mempertanyakan mana buktinya? Menunjukkan bahwa segala yang dianggap argumen dan hujjah oleh Al-Hajûri -lengkap dengan caci makinya- sebagai dasar vonis hizbi bagi Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân, tidak diterima oleh para masyâikh. Segala hujjah Al-Hajûri tidak dianggap oleh para masyâikh tersebut sebagai hujjah yang bisa diterima sebagai landasan memvonis Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân sebagai hizbi. Kemudian Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Azîz akhirnya menegaskan :

. “Kami (para masyâikh) tidak pernah rujuk sedikitpun dari hasil kesepakatan (ijtimâ’) Al-Hudaidah. Kami tetap berada di atas kesepakatan yang telah kami sepakati bersama.”

II.2. Nasihat asy Syaikh Rabi' kepada Salafiyyin di Yaman dan selainnya

Nasihat yang sangat berharga dari Al 'Allamah al Muhaddits Rabi' bin Hadi al Madkhali kepada anak-anaknya Salafiyyin di Yaman dan selainnya, tentang perselisihan yang terjadi antara dua syaikh : Yahya al Hajuri dan Abdurrahman al 'Adani Tanggal nasehat : 17-4-1429 H (atau sekitar tanggal 21 April 2008, pen) Ditranskrip oleh : Abdul Wahid bin Hadi Al-Madkhali Diterjemahkan oleh : Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi Muqaddimah

)1). {

}

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

39

{ ).2){ { ) .3){ Amma ba’du: Ini adalah nasehat penting yang sangat berharga dari Syaikh kami Al-Allamah Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali -semoga Allah memberi taufiq kepada beliau dan mengangkat kedudukannya di dua tempat (dunia dan akhirat) - beliau tujukan kepada anak-anak beliau dari salafiyyin terkhusus permasalahan yang terjadi di Yaman. Beliau menyampaikannya di hadapan beberapa salafiyyin dari Yaman di rumah beliau di Makkah, setelah Maghrib hari Rabu tanggal 17-4 1429 H. (atau sekitar tanggal 24 April 2008, pen) (4) Syekh hafidzahullah tidak memiliki semangat untuk memberi nasehat ini, melainkan setelah beliau melihat menyebarnya fitnah ini, pengaruhnya yang buruk dan tanpa ada keterangan yang jelas pada sebagian para pemuda.(5) Dan Syekh Rabi’ sejak sebelumnya dan masih terus dalam memberi nasehat di berbagai majelis dan pelajaran beliau dan berijtima’ dengan para ulama dari Yaman serta juga percakapan lewat telepon dan yang lainnya.(6) Kita memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar memberi manfaat nasehat ini kepada salafiyyin, di setiap tempat yang sampai kepada mereka nasehat-nasehat yang mulia dan berharga ini. Agar telinga yang menyimaknya dan akal cemerlang yang berfikir. Walhamdulillahi rabbil alamin. Abdul Wahid bin Hadi Al-Madkhali Madinah Nabawiyyah, 26-4-1429 H (atau sekitar 3 Mei 2008, red) Berkata Syekh Rabi’ –semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa menjaganya: Alhamdulillah, shalawat dan salam buat Rasulullah, keluarganya dan yang mengikuti bimbingannya. Amma ba’du: Wahai orang-orang yang aku cintai, para penuntut ilmu,murid-murid syaikh Muqbil di Yaman dan di setiap tempat, bersyukurlah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas apa yang telah diberikan kepada kalian dari berbagai kenikmatan. Yaitu dengan mengenal madzhab Salafus Shalih yang merupakan pancaran dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam. Bersyukurlah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas hal ini, dan atas dakwah kalian yang agung yang telah menerangi negeri Yaman, yang menghancurkan gelapnya kejahilan, syirik, khurafat dan Rafidhah. Kalian demi Allah dalam kenikmatan yang besar, musuh-musuh kalian merasa dengki terhadap kalian - dengan kedengkian yang sangat - dan menunggu adanya petaka yang akan menimpa kalian, mereka senang dengan adanya perselisihan dan fitnah ini. Maka barangsiapa yang menghormati dakwah ini, dan ikhlas kepada Allah

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

40

Subhanahu Wa Ta’ala , maka hendaklah memelihara dakwah ini, yaitu dengan menyatukan kalimat dan meninggalkan perpecahan, karena sesungguhnya perselisihan itu merupakan kejahatan.

“Dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu “ (QS.Al-Anfaal:46) Yang dimaksud “riihukum” adalah kekuatan kalian. Dakwah kalian kuat, namun dengan perselisihan ini menyebabkan kelemahan dan kegagalan!! Fitnah itu - sebagaimana yang dikatakan - berkata Sufyan bin Uyainah dari Khalaf bin Hausyab bahwasanya mereka disaat fitnah, mereka mempermisalkannya dengan baitbait sya’ir ini: Peperangan itu disaat usianya masih muda Dengan hiasannya dia berlari kepada setiap yang jahil Sehingga tatkala berkobar dan apinya menyala-nyala Maka dia menjadi nenek tua yang tidak seorangpun mau menikah dengannya Rambut hitam telah bercampur uban, warna kulit indah berubah keriput Yang dibenci untuk dicium dan dikecup (7) Peperangan (fitnah) itu pada saat pertama kali –masya Allah- setan bersama dengan setan-setan manusia menghiasinya untuk orang-orang bodoh, sehingga mereka terjatuh ke dalamnya. Maka jika telah menyala dan berkobar apinya, maka jelaslah bagi mereka dampak yang buruk terhadap fitnah ini. Orang yang berakal dapat mengetahui fitnah ketika ia datang, sedangkan orang tidak berakal tidak mengetahui fitnah melainkan setelah berlalu. Saya berharap kalian di sini dan di Yaman seluruhnya menjadi orang-orang yang berakal, dan menjadi orang berakal yang paling mulia. Saya berharap kalian berada di tingkatan yang agung ini. Jangan kalian bersegera menuju fitnah, lalu kalian menyalakannya dan kalian tumpahkan bensin di atasnya –sebagaimana kata orang-, api membutuhkan air untuk memadamkannya. Adapun dengan bensin, maka semakin mengobarkannya –demi Allah-, membicarakannya, –demi Allah- merupakan bensin dan bahan bakar fitnah ini. Maka aku menasehati kalian dengan menjaga lisan-lisan kalian dari turut campur kedalam fitnah ini. Dan hendaklah kalian bersaudara diantara kalian. Dan siapa yang muncul diantara mereka sikap saling menjauhi, maka hendaklah mereka kembali kepada kebenaran. Syaikh Yahya termasuk orang yang paling afdhal dan

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

41

memiliki kekuatan besar dan Syaikh Abdurrahman termasuk orang yang paling afdhal dan memiliki kekuatan besar. Dakwah Salafiyyah membutuhkan lebih dan lebih banyak lagi dari jumlah ini, membutuhkan pusat-pusat dakwah (markaz), butuh dakwah dan para da’i , dan seterusnya. Yaman yang berjumlah lebih dari 20 juta manusia membutuhkan –demi Allah- ratusan ribu para da’i -semoga Allah memberkati kalian-. Sekarang dua orang saling membenci!, tidak sepantasnya! Yang menjadi penyebabnya adalah ikut campurnya para ahli fitnah untuk menyalakan api fitnah ini. Fahamilah akan hal ini –barakallahu fiikum (semoga Allah memberkati kalian). Suatu ketika Syaikh Muqbil menelepon aku, beliau berkata: "Telah sampai berita kepadaku bahwa engkau berkata di halaqah-halaqah kami ada hizbiyyun!," Maka saya menjawab: "Saya tidak mengingat kalau saya mengatakan itu, namun saya ingin mengatakan kepadamu sekarang, iya!" Saya menekankan hal ini kepada engkau, bahwa sesungguhnya ahli fitnah mereka menempatkan teman dekat bagi setiap orang penting. Mereka menempatkan teman dekat untuk syaikh Al-Albani, teman dekat untuk syaikh Bin Baaz, teman dekat untuk para tokoh dan penguasa. Setiap 'alim mereka menempatkan teman dekat, dengan tujuan agar mereka dapat mencapai tujuannya - melalui teman-teman dekat ini -. Kita tidak aman dari adanya penyusupan –wahai para ikhwah- walaupun berjumlah dua atau tiga di setiap front, dua atau tiga orang dari ahli fitnah yang disusupkan. Penghuni (markaz) Dammaj adalah orang-orang mulia, punya keutamaan, mereka Ahlus Sunnah. Ikhwan kalian di Yaman selatan juga mulia dan mereka Ahlus Sunnah. Namun kita tidak merasa aman bahwa disana ada yang disusupkan dari kalangan musuh, walaupun mereka berjumlah sedikit. Kita tidak menganggap itu mustahil, tidak ada yang menganggap hal ini mustahil kecuali orang yang tidak mengetahui sejarah Islam. Telah menyusup beberapa orang munafik di masa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, dan mereka berjumlah sedikit! Pada perang Uhud, Abdullah bin Ubay memisahkan diri bersama dengan 300 orang dari seribu (pasukan).(8) Dammaj yang didalamnya berjumlah lima ribu. Enam ribu, semuanya selamat tanpa ada penyusupan??! Tentu ada penyusupan ! Demi Allah, mereka menyalakan dan mengobarkan api fitnah, di Yaman selatan (maksud beliau, yang bersama Syekh Abdurrahman) juga terdapat orang-orang yang disusupkan, dua atau tiga, kita tidak menghukumi atas seluruh ikhwan kita. Barakallahu fiikum. Boleh jadi terdapat orang-orang yang disusupkan dari jama’ah Al-Ikhwan almuslimun, atau dari jama’ah Abul Hasan, atau dari selain mereka dari jama’ah AlHikmah (cabang organisasi Ihya’ Turats di Yaman,pent), atau dari selain mereka – barakallahu fiikum- maka berhati-hatilah dari perkara-perkara ini. Didalam pasukan Ali bin Abi Thalib pernah terdapat beberapa orang yang disusupkan –barakallahu fiikum- , mereka yang mengobarkan api fitnah dan menimbulkan pergolakan diantara para ikhwah dengan Ali radhiyallahu 'anhu ,dan bersama mereka sekelompok dari para sahabat dari satu arah, dan antara Zubair dan Thalhah radhiyallahu 'anhuma dari arah yang lain –barakallahu fiikum-.(9)

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

42

Kalian tahu? Itu di masa kejayaan (Islam)! Pada permulaan dakwah Salafiyyah. Lalu bagaimana dengan sekarang, mungkinkah kita merasa aman dari menyusupnya musuh-musuh, dari kalangan orang yang hendak memecah-belah kita ke dalam barisan-barisan kita?!! Barakallahu fiikum. Wahai saudara-saudaraku, yang mencintai dan menghormati dakwah ini, yang menginginkan dakwah ini nampak dan berjaya, maka hendaklah dia senantiasa diam serta menasehati orang yang berbicara dan jangan dia mengikuti fitnah ini. Saudarasaudara kalian dan syaikh Yahya termasuk diantara Ulama yang mulia, mereka memiliki keistimewaan yang - demi Allah - tidak ditemukan di dunia. Mereka belajar bukan karena mendapatkan ijazah, mereka mengajar bukan karena harta. Dimana sekarang di Emirat, di kerajaan (Arab Saudi), mungkin ada seorang ustadz yang lemah (ilmunya), bisa mendapatkan 20 ribu, atau 30 ribu. Sedangkan mereka ini, tidak memperoleh apapun, tidak dari penguasa, tidak pula dari yang lainnya. Mereka mengajar karena Allah, mereka mendidik semata-mata karena wajah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hal ini - demi Allah - merupakan keistimewaan bagi kalian dan bagi dakwah kalian, maka muliakanlah kenikmatan ini, dan berupayalah agar tetap kokoh, barakallahu fiikum. Dan kami meminta dari para masyayikh di Yaman agar mereka berupaya dan bersungguh-sungguh untuk memadamkan fitnah ini. Dan saya mengarahkan harapanku kepada masing-masing pihak (yang bertikai), syaikh Yahya dan syaikh Abdurrahman - serta yang bersama keduanya dari yang terjadi perselisihan diantara mereka - aku mengarahkan harapanku bersama dengan harapan kalian: 1) Agar mereka diam dari saling membicarakan antara satu dengan yang lain 2) Agar hendaknya mereka menghapus makalah-makalah mereka di berbagai situssitus (internet), menghapus semua makalah terkait dan menahan lisan-lisan mereka 3) Agar mereka membakar selebaran-selebaran terkait yang silih berganti (saling berbantahan) Agar perkara-perkara ini kembali berjalan seperti semula, minimal sebagai langkah pertama yang utama sekarang ini adalah diam, dari masing-masing pihak. Serta menjauhkan makalah-makalah yang ada ini, yang turut mengobarkan api fitnah di berbagai situs (internet), baik di situs Syihr dan situs Syekh Yahya dan situs lainnya. Saya berharap harapan dan permintaan ini bisa tercapai. Barakallahu fiikum. Walhamdulillah, disana terdapat para ulama yang berakal yang telah berusaha untuk memadamkan fitnah ini. Maka tidak sepantasnya bagi orang-orang kecil (kalangan bawah) saling melakukan pergolakan dan saling berselisih. Yang ini condong kepada fulan, yang satu condong kepada yang lain, ini merupakan cara-cara ahli bid’ah, wahai para ikhwah!!!, Mereka orang-orang yang tidak punya akal, yang tidak bisa membedakan, tidak memiliki kaidah dan prinsip. Sementara kalian punya prinsip dan kaidah - yang kalian bersandar kepadanya - terkhusus dalam menghadapi fitnah ini. Barakallahu fiikum. Aku wasiatkan kalian agar bertaqwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan ikhlas karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan bersungguh-sungguh untuk memadamkan fitnah ini: Pertama: Tidak ikut campur dalam fitnah tersebut

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

43

Kedua: Siapa yang punya akal dan pandangan, maka hendaklah dia mengutarakan pandangannya dalam meredam fitnah ini dengan diam, -barakallahu fiik- serta mewujudkan permintaan yang kami sebutkan dari ikhwan kita di Yaman. Pertama kali adalah dia, jangan seorangpun yang berbicara tentangnya. Sebab mereka bukan ahli bid’ah, demi Allah kalaulah sekiranya salah satu dari mereka ahli bid’ah , maka pasti kami sudah mengangkat suara kami untuknya dan kami jelaskan bid’ahnya. Akan tetapi tidak seorangpun dari mereka yang ahli bid’ah. Tidak seorang dari mereka yang menyeru kepada bid’ah, sama sekali tidak ada. Diantara mereka ada tujuan-tujuan pribadi –wallahu a’lam- yang dinyalakan oleh para penyusup dari sana-sini, walaupun jumlah mereka sedikit. Barakallahu fiikum, mereka semua salafiyyun, mereka semua orang-orang mulia, mereka semua insya Allah para mujahid, barakallahu fiikum. Tidak ada yang paling disenangi syetan daripada perselisihan, tidak ada yang paling dia senangi daripada perselisihan. (firman-Nya):

“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS.Al-Isra’:53) Aku berharap kepada kalian - wahai para ikhwah - jika diantara kalian terjadi berbagai perselisihan, maka saling berjabatan tanganlah sekarang, dari sekarang. Kalian berjanji kepada Allah bahwa kalian tidak turut andil dalam fitnah ini, kecuali yang akan memadamkannya dan yang menyelesaikannya. Ini adalah kewajiban mereka, wahai ikhwah. Apakah kalian menyangka bahwa disana ada bid’ah, yang menyebabkan mereka berseteru padanya ?!, Ini ahli bid’ah dan ini..?! Sama sekali tidak ! Ada sebagian orang yang telah menulis beberapa hal - yang kami memandang - bahwa itu merupakan kekeliruan, barakallahu fiikum. Jangan sampai kita terseret dan terbawa di belakang isu ini dan itu, dan yang semisalnya, sehingga kita menjadi rugi atas dakwah yang agung ini - yang dengannya Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memberikan keistimewaan kepada kalian -. Berikanlah pujian hanya untuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas nikmat ini dan bersyukurlah kepadanya, dan peliharalah nikmat ini, tugas kalian dalam perkara ini adalah berupaya untuk memadamkan fitnah ini. Pertama, kalian disini di kerajaan (Arab Saudi) jangan ada seseorang yang berselisih dengan yang lain. Dan ikhwan kalian di Yaman, kami mengharapkan dari para masyayikh yang senior untuk berupaya memadamkan fitnah ini. Kami berharap dari masing-masing pihak agar mereka diam, dan mengakhiri pembicaraan yang silih berganti di berbagai situs-situs (internet) yang menyebabkan musuh-musuh kalian bersorak atas kalian, dakwah kalian, dan dakwah kita semuanya. Walhamdulillah, ini adalah dakwah milik semua dan itu menggembirakan mereka. Demi Allah tidak ada yang paling menggembirakan mereka, melainkan seperti

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

44

pergolakan yang terjadi dari dalam (Ahlus Sunnah). Mereka tidaklah mampu untuk memecah-belah barisan, mereka tidak mampu kecuali dengan penyusupan saja, dengan menyusupkan sebagian orang-orang durhaka, barakallahu fiikum-. Adapun jika mereka datang dan hendak memecah-belah begitu saja dan menghantam dakwah salafiyyah, mereka tidak akan mampu. Namun manakala hantaman tersebut berasal dari dalam, demi Allah ini adalah yang paling berbahaya. Maka aku - wahai para ikhwah- , aku ulangi dan terus mengulangi harapanku kepada seluruhnya, untuk bersungguh-sungguh dalam memadamkan fitnah ini, saling bersaudara dan saling melekat diantara kalian, baik di sini maupun di Yaman. Barangsiapa yang telah berbuat buruk kepada saudaranya, maka hendaklah dia meminta untuk dihalalkan, jangan sampai ada rasa malu dan yang lainnya untuk meminta dihalalkan. Karena sesungguhnya hal itu –demi Allah- merupakan kemuliaan yang sangat agung dan sikap rendah diri, serta merupakan bukti dan petunjuk yang menjelaskan bahwa yang terjatuh dalam kesalahan ini senantiasa cinta kebenaran, dan bahwa dia seorang salafy secara benar dan di atas hakekatnya. Aku memohon kepada Allah agar meredakan fitnah ini, dan hendaklah kalian berserah diri dengan memohon kepada Allah agar meredakan fitnah ini. Dan turutsertalah kalian - wahai para ikhwah - dan beri masukan dalam rangka meredakannya seperti yang telah aku sebutkan kepada kalian. Semoga Allah membenarkan langkah kalian, dan memberikan berkah kepada kalian dan menyatukan hati para ikhwah semuanya. Sesungguhnya Rabb kami Maha Mendengarkan Do’a. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada nabi kita Muhammad, keluarganya dan para shahabatnya. Semoga Allah memberkati kalian dan menjaga kami dan kalian. Salah seorang hadirin berkata: "Apakah ada yang punya problem (untuk ditanyakan) ?" Berkata Syaikh Rabi’: "Tidak ada problem, pembicaraan dan tidak pula pertanyaan. Redakanlah, tidak ada tanya jawab. Sekarang jadikan tujuan, arah dan kesibukan kalian adalah memadamkan fitnah ini. Itu saja, pembicaraan akan menyulut. Jangan kalian berbicara –barakallahu fiikum- jangan kalian fanatik terhadap pihak ini, dan tidak pula pihak itu, mereka semua adalah saudara kalian. Mereka semua berada diatas aqidah dan manhaj yang satu, walhamdulillah. Mereka memberi pengaruh yang besar –segala puji milik Allah- dalam memberi pertolongan dan menyebarkan dakwah ini. Semoga Allah memberi taufik kepada semuanya. Aku pernah mengatakan kepada Syaikh Muqbil dalam satu kesempatan, tatkala pernah ada ancaman dari negara-negara Teluk bahwa mereka akan berupaya memecah-belah antara syaikh Rabi’ dan syaikh Muqbil, telah sampai kepadaku ucapan ini. Maka akupun menelepon syaikh Muqbil, lalu aku berkata: "Telah sampai kepadaku berita bahwa disana ada orang yang hendak memecah-belah antara kami dan kalian." Maka beliau mengatakan kepadaku: "Kalaulah sekiranya gunung-gunung itu saling menanduk, tidak akan memudlaratkan kita sedikitpun, dan hal ini tidak akan terjadi sedikitpun." Maka akupun menghendaki dari kalian seperti ini, seperti tokoh besar yang mengucapkan perkataan ini. Yang menjulurkan telinganya mendengar pembicaraan,

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

45

demi Allah dia akan masuk ke dalam fitnah. -barakallahu fiikum-. Orang yang mengirimkan kepada kalian suatu pembicaraan dari Yaman bahwa begini dan begitu, maka kalian katakan kepadanya: "Ya akhi, kami berharap engkau menahan lisanmu baik di Yaman maupun di sini, barakallahu fiikum, semoga Allah memberi taufiq kepada semua." Jika kalian menghendaki kebenaran dan jalan yang benar untuk menyelesaikan permasalahan ini, maka ini adalah pandanganku dan cara yang benar untuk menyelesaikan berbagai perselisihan dan meredam fitnah ini, dan para masyaikh, insya Allah mereka akan sekuat tenaga untuk meredamnya, insya Allah.

Jika kalian punya pertanyaan selain permasalahan ini, maka biarkanlah terlebih dahulu, agar tidak keburukan diantara kalian dengan hal-hal ini. Tebarkanlah salam diantara kalian dimanapun kalian bertemu, saling merahmati dan mengasihi – barakallahu fiikum-. Selesai dari ucapan syaikh Rabi’ –semoga Allah memelihara dan menjaga beliau-. Footnote : 1. Ali Imran:102 2. An-Nisaa:1 3. Al-Ahzab:76 4. Aku telah mengirimkan naskah ini kepada syaikh Rabi’ berupa transkrip dari kaset, lalu beliau membenarkan sedikit dari apa yang menurut beliau layak, lalu beliau mengizinkan kepadaku untuk menyebarkannya. 5.Saya ingin menyebutkan kepadamu sesuatu yang mungkin dapat kalian gambarkan tentang apa yang terjadi di medan dakwah berupa hasil dari fitnah ini dari beberapa sikap yang aku dapati. Saya mengingat di musim haji tahun lalu, saya berada di dekat syaikh Rabi’di rumah beliau, di maktabah. Datang salah seorang penuntut ilmu di negeri Yaman –seseorang yang juga ikut andil dalam berdakwah dan memiliki muridmurid- beliau bertanya kepada syaikh dengan adab beberapa pertanyaan. Kemudian ia bertanya kepada syaikh tentang sikap beliau, jika datang kepada beliau beberapa anak muda dan mereka mengatakan kepadanya: engkau harus menentukan sikapmu, apakah engkau bersama Al-Hajuri atau bersama Al-Adani?! Maka syaikh Rabi’ menjawab: "Katakan kepada mereka : “mereka semua adalah para ikhwah, kami bersama semuanya,kalian jangan memecah belah”. Maka senanglah penanya ini dan beliau mendoakan kebaikan untuk syaikh. Kemudian salah seorang ikhwah dari Emirat berkata: "Kami juga di Emirat terjadi ucapan seperti ini, dan mereka mengatakan: kalian harus menentukan sikap! Apakah bersama Al-Hajuri atau bersama Al-‘Adani?." Demikian pula salah seorang ikhwan dari Yaman yang bekerja di salah satu perusahaan dan tinggal dekat dari tempatku dan shalat di masjidku di Madinah. Ia bertanya kepadaku tentang bagaimana menyikapi permasalahan yang terjadi, maka aku jelaskan kepadanya apa yang aku ketahui dari perkataan syaikh Rabi’ dan apa yang dituliskan oleh para masyayikh di Yaman dalam penjelasan mereka. Setelah ijtima’ bersama syaikh Rabi’ pada musim haji tahun 1428 H. Kebanyakan dari sikap yang terjadi di berbagai tempat yang menunjukkan dampak perpecahan yang terjadi disebabkan fitnah ini. Semoga Allah memelihara Ahlus Sunnah dari kejahatan berbagai fitnah.

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

46

6. Dan aku sertakan salah satu penjelasan yang ada yang menjelaskan usaha syaikh Rabi’ dan para ulama Yaman dalam memadamkan fitnah ini, sebagaimana yang anda lihat pada tambahan bagian akhir dari nasehat ini. 7. Dikeluarkan Imam Bukhari dalam shahihnya, kitabul Fitan, bab: Al-Fitnah allati tamuju kamaujil bahr dan berkata Ibnu Uyainah...kemudian menyebutkan yang semisalnya. Berkata Al-Imam Al-Albani: (pengarang kitab (Bukhari) menyambung sanadnya dalam “Tarikh Shagir” dengan sanad yang shahih darinya. Mukhtashar Shahih Bukhari, karya Al-Albani: 4-276. 8. Asal kisah ini muttafaq 'alaihi, telah dikeluarkan Bukhari dalam kitab Al-Maghazi dalam shahihnya, bab: Perang Uhud: hadits no: 4050. Dan Muslim dalam shahihnya, kitab: Sifaat al-Munafiqin dan hukum-hukum tentang mereka, no:2776. Dengan lafadz riwayat Bukhari : dari Zaid bin Tsabit Radhiallahu 'anhu berkata : “Tatkala Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam keluar menuju Uhud, beberapa orang kembali dari orang-orang yang tadinya keluar bersama beliau, sehingga para sahabat Nabi terpecah menjadi dua. Satu kelompok mengatakan: "Kita perangi mereka", sedangkan kelompok lain berkata: "Kita jangan perangi mereka." Maka turunlah firman-Nya:

“Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orangorang munafik, padahal Allah Telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri ? “ (QS.An-Nisaa:88) Beliau bersabda: "Sesungguhnya kota Madinah itu thaybah, ia memisahkan dosa sebagaimana api yang memisahkan dari kotoran perak.” Berkata Ibnu Hajar : perkataannya : “Beberapa orang kembali dari orang-orang yang keluar bersamanya”, yaitu Abdullah bin Ubay dan para sahabatnya, telah disebutkan hal itu dengan jelas dalam riwayat Musa bin ‘Uqbah dalam “Al-maghazi”. Sebelumnya Abdullah bin Ubay, pendapat beliau sepakat dengan pendapat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam untuk tetap tinggal di Madinah. Maka tatkala yang lain memberi isyarat untuk keluar, lalu disetujui oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam lalu beliau keluar. Maka Abdullah bin Ubay berkata kepada para sahabatnya: "Dia telah taat kepada mereka dan menyelisihi aku, dengan dasar apa kita membunuh diridiri kita?", maka kembali sepertiga pasukan. Ibnu Ishaq berkata dalam riwayatnya: Abdullah bin Amr bin Haram, ayah Jabir adalah seorang yang berasal dari Bani Khazraj seperti Abdullah bin Ubay, beliau mengingatkan mereka yang agar kembali, namun mereka enggan, maka beliau berkata: "semoga Allah menjauhkan kalian." Perkataannya: “Para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terbagi menjadi dua”, maknanya adalah dalam menghukumi mereka yang kembali bersama Abdullah bin Ubay. Selesai (Fathul Bari:7/356) 9.Dan disana ada beberapa dalil yang menunjukkan adanya para penyusup diantara mereka pada saat itu, sebagai contoh apa yang disebutkan Al-Hafidz Ibnu Hajar tentang kisah terbunuhnya Zubair bin Awwam Radhiallahu 'anhu, dimana beliau mengatakan: “Terbunuhnya Zubair pada bulan Rajab, tahun 36 H. Dia kembali dari kejadian perang Jamal dengan tujuan untuk meninggalkan peperangan, lalu beliau dibunuh oleh Amr bin Jurmuz secara senyap. Lalu dia datang kepada Ali dengan tujuan pendekatan diri kepadanya dengan kejadian itu, maka Ali radhiyallahu 'anhu memberikan kabar berita kepadanya akan ancaman masuk Neraka. " Dikeluarkan oleh Ahmad, Tirmidzi dan selain keduanya,dan dishahihkan oleh Al-Hakim dari berbagai jalan yang sebagiannya marfu’. (Al-Fath:7/82)

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

47

Demikian pula telah tsabit bahwa Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu 'anhu terbunuh dengan anak panah dari dalam pasukan beliau sendiri. Namun disana ada beberapa yang butuh pengecekan padanya, silahkan melihat –jika engkau ingin- dalam kitab yang berharga “Khilafah Ali bin Abi Thalib Radhiallahu 'anhu, Dirasah naqdiyyah lir-riwaayaat, min khilaali kutub as-sunnah wat-taarikh”, karya Doktor Abdul Hamid bin Asy-syekh Ali bin Nashir Faqihi, Maktabah Rusyd. Dan sudah menjadi hal yang diketahui bahwa para pembunuh Utsman radhiyallahu 'anhu mereka menyusup ke dalam pasukan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu . Mungkin cukup bagi kita menyebutkan apa yang dinukil oleh Muhibbuddin AlKhathib dalam tahqiq beliau terhadap kitab “Al-‘Awashim minal Qawashim fii tahqiiq mawaqif ash-shahaabah ba’da wafaat an-nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam", karya Al-Qadhi Abu Bakar Al-Arabi, dimana beliau mengatakan: “Seorang sahabat yang mulia Al-Qa’qa’ bin Amr At-Tamimi telah berdiri diantara dua kelompok sebagai perantara yang bijak dan berakal, maka pasukan Jamalpun menurutinya. Ali radhiyallahu 'anhu juga menyetujuinya. Lalu Ali mengutus kepada Thalhah dan Zubair dan mengatakan: “Jika kalian setuju dengan apa yang menjadi ketetapan Qa’qa’ bin Amr, maka tahanlah diri kalian hingga melihat dan memandang perkara ini”. Maka keduanya-pun mengirim utusan kepada Ali dan mengatakan : “Sesungguhnya kami setuju di atas apa yang menjadi keputusan Qa’qa’ bin Amr berupa perdamaian diantara manusia.” Berkata Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam kitabnya “Al-Bidayah wan-Nihayah” (7/239),:” maka tenanglah jiwa-jiwa dan merasa tentram,dan setiap kelompok berkumpul bersama sahabatnya dari dua pasukan. Dikala sore hari, Ali mengutus Abdullah bin Abbas kepada mereka, sedangkan mereka mengutus Muhammad bin Thalhah AsSajjad kepada Ali, dan mereka semua bersandar kepada perdamaian. Mereka tidur dimalam hari dengan tidur yang mereka belum pernah merasakan ketenangan yang semisalnya. Sedangkan orang-orang yang terlibat dalam perkara Utsman bermalam dalam keburukan, mereka telah mendekati kebinasan. Sehingga mereka menjadi semalam suntuk mereka untuk bermusyawarah, sampai mereka sepakat untuk mengobarkan peperangan secara rahasia. Mereka menyembunyikan hal tersebut karena khawatir akan tercium apa yang akan mereka upayakan dari kejahatan. Mereka pun keluar di kegelapan Subuh dan orang-orang dekatnya tidak merasakan apa yang mereka lakukan. Dan merekapun menyelinap untuk melakukannya. (lihat tempat tersebut di tarikh Ibnu Katsir dan tarikh Ath-Thabari:5/202-203, Minhajus Sunnah :2/185 dan 3/225 dan 341 dan Al Muntaqa karya Adz-Dzahabi: 223 dan 404). Demikianlah mereka menyulut api peperangan antara Ali dan dua saudaranya Thalhah dan Zubair. Maka pasukan Jamal menyangka bahwa Ali telah mengkhianati perjanjian dengan mereka . Sementara Ali juga menyangka bahwa saudarasaudaranya telah mengkhianatinya, dan semua mereka lebih takut kepada Allah dari melakukan hal tersebut di zaman jahiliyyah, maka bagaimana mungkin mereka melakukannya setelah mereka mencapai kedudukan yang tinggi dari berakhlaq dengan Al-Qur’an. Selesai dari kitab: Al-Awashim minal Qawashim karya Al-Qadhi Abu Bakar Al-Arabi: 156-157.

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

48

Lampiran: Penjelasan hasil ijtima’ para Ulama di Yaman di Hudaidah, pada tanggal 5-1-1429 H (atau sekitar tanggal 14 Januari 2008, red)

:

,

Sesungguhnya telah terdahului keluarnya penjelasan para masyayikh Ahlus Sunnah di Ma’bar pada tanggal 12-4-1428 H. (atau sekitar tanggal 9 April 2008, pen) Terkhusus perkara yang menyangkut dua syekh: Yahya bin Ali Al-Hajuri dan Abdurrahman Al-Adani, dan pada penjelasan tersebut terdapat kebaikan yang banyak, dan nasehat para masyayikh untuk masing-masing pihak. Dan memandang kepada munculnya hal-hal yang baru dalam perkara ini setelah keluarnya penjelasan yang disebutkan tadi, maka para masyayikh pun kembali mengupayakan penyelesaian dari munculnya hal-hal yang baru dari kedua belah pihak. Dan sungguh Allah telah memberi kemudahan kepada para masyayikh Ahlus Sunnah bertemu dengan syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali, pada musim haji tahun 1428 H. Dan ziarah tersebut dilakukan di rumah beliau, dan telah dilakukan mudzakarah bersama beliau tentang banyak permasalahan ilmiah dan yang menyangkut dakwah. Dan disinggung pula perkara Syekh Yahya dan Syekh Abdurrahman, dengan kehadiran para masyayikh yang disebutkan tadi, mereka adalah: Muhammad bin Shalih Ash-Shaumali, Yahya bin Ali Al-Hajuri, Abdullah bin Utsman Adz-Dzamari, Muhammad bin Abdillah Al-Imam, dan Abdul Aziz Al-Bur’i. Dan pada majelis tersebut terdapat kebaikan yang melapangkan dada-dada Ahlus Sunnah dan menggembirakan mereka, dan kesimpulan dari majelis tersebut setelah terjadinya dialog: - Bahwa syaikh Yahya bin Ali Al-Hajuri menahan diri dari membicarakan syaikh Abdurrahman, dan syaikh Yahya menyetujui hal tersebut - Bahwa syaikh Abdurrahman berlepas diri dari orang-orang yang menjelek-jelekkan syaikh Yahya dan markaz Dammaj. Barangsiapa yang menjelekkannya, maka sesungguhnya dia mengatasnamakan dirinya sendiri, dan tidak mengatasnamakan syaikh Abdurrahman Dan telah terbit pula penjelasan yang bersamaan dengan penjelasan ini pada tanggal yang sama, dari syaikh Abdurrahman, sebagai penerapan dari apa yang diminta dari beliau. Maka dibangun diatas apa yang telah disebutkan, siapa yang membuat keonaran sebagai bentuk perseteruan terhadap Dammaj dan syaikh Yahya, dengan alasan membela syaikh Abdurrahman. Hendaklah dia mengetahui bahwa dia telah berbuat jahat terhadap syaikh Abdurrahman, sebab beliau berlepas diri dari perbuatannya, dan tidak ridha dengan hal tersebut dan pembelaan tersebut memudaratkan dirinya sendiri. Sebagaimana wajib untuk menghentikan keluarnya selebaran-selebaran dan kasetkaset, dari para pembela markaz Dammaj, apakah yang berseteru dengan syaikh

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

49

Abdurrahman, atau berseteru dengan para pembela syaikh Abdurrahman, karena hal tersebut dapat menutup pintu fitnah, insya Allah. Dan kepada seluruh masyayikh Ahlus Sunnah, termasuk syaikh Yahya dan syaikh Abdurrahman, agar berupaya untuk saling memaafkan dan berdamai, dan menguatkan ukhuwwah diantara para penuntut ilmu, giat dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, berdakwah di jalan Allah, dan beramal shalih. Semoga Allah memberi taufiq kepada semuanya kepada apa yang dicintai dan diridhai-Nya, shalawat dan salam kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wassallam dan para pengikutnya. Yang bertanda tangan: - Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Al-Wushabi - Syaikh Muhammad bin Shaleh Ash-Shaumali - Syaikh Bin Abdillah Al-Imam - Syaikh Abdul Mushawwir Al-‘Arumi - Syaikh Abdul Aziz bin Yahya Al-Bur’i - Syaikh Utsman bin Abdillah As-Salimi - Syaikh Abdullah bin Utsman Adz-Dzamari5 (Dikutip dari http://darussalaf.org/stories.php?id=1224. Diterjemahkan oleh al Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi yang ditranskrip oleh Abdul Wahid bin Hadi Al-Madkhali dari ceramah Syaikh Rabi' ibn Haadi al Madkhali http://www.salafiduroos.net/rabeeyamen.mp3. Sumber transkrip http://www.sahab.net/forums/showthread.php?p=643450)

II. 3. Pembersihan Nama Asy-Syaikh ‘Abdurrahman Al-’Adani II.3.1 Pernyataan Para Masyaikh dalam Kesepakatan Ma’bar

Amma ba’d: Sesungguhnya kami telah bertemu dengan Asy-Syaikh ‘Abdurrahman Al-’Adani di kota Ma’bar. Kami berbicara bersama beliau dalam perkara yang dituduhkan kepadanya oleh Asy-Syaikh Yahya bin ‘Ali Al-Hajuri, yaitu melakukan pengkotakkotakan di antara para thalabatul ‘ilmi (penuntut ilmu) di sekitarnya. Lalu kami dapati dari beliau jawaban yang membuat dada menjadi lapang, dan memberi kesimpulan bahwa beliau tetap berjalan bersama saudara-saudaranya dari kalangan para masyaikh Ahlus Sunnah, dakwahnya adalah dakwah mereka, apa saja yang 5

Tambahan redaksi : Lihat scan asli kesepakatan ulama Yaman tersebut di : http://www.salafy.or.id/upload/olamayemen1.JPG & http://www.salafy.or.id/upload/olamayemen2.JPG

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

50

dipandang oleh Ahlus Sunnah maka ucapan beliau adalah bagian dari ucapan mereka. Tidaklah apa yang terjadi berupa tuduhan dari Asy-Syaikh Yahya (bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman adalah hizbi) adalah sebagai sebab untuk melakukan perpecahan di tengah-tengah dakwah. [1])

II.3.2 Pernyataan Para Masyaikh dalam Kesepakatan Al-Hudaidah Para ulama - hafizhahumullah - berkata : “… melihat kepada munculnya peristiwaperistiwa baru dalam fitnah ini, setelah keluarnya kesepakatan yang baru saja disebutkan, maka para masyaikh berupaya menghentikan hal-hal yang baru muncul dari kedua belah pihak. Allah telah memudahkan kepada para masyaikh Ahlus Sunah untuk berjumpa dengan Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali, yaitu pada musim haji tahun 1428 H. Ziarah tersebut ke kediaman beliau. Dalam kesempatan tersebut terjadi pembahasan masalah-masalah ilmiyyah dan dakwah. Hingga kemudian diajukan permasalahan Asy-Syaikh Yahya dan Asy-Syaikh ‘Abdurrahman. Pertemuan ini dihadiri oleh sejumlah masyaikh yang baru saja disebutkan, yaitu : Muhammad bin Shalih As-Shaumali, Yahya bin ‘Ali Al-Hajuri, ‘Abdullah bin ‘Utsman Adz-Dzamari, Muhammad bin ‘Abdillah Al-Imam, dan Abdul ‘Aziz Al-Bura’i. Dari pertemuan itu dihasilkan kebaikan yang membuat hati para Ahlus Sunnah menjadi lapang dan mata mereka menjadi sejuk karenanya. Kesimpulan dari hasil pertemuan setelah adanya munaqasyah adalah : Bahwasanya Asy-Syaikh Yahya bin ‘Ali Al-Hajuri berhenti dari mencela Asy-Syaikh ‘Abdurrahman, dan AsySyaikh Yahya Al-Hajuri menyetujuinya. [2])

II.3.3 Ucapan Asy-Syaikh Al-Mujahid Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah - dalam Nasehat Emas beliau (17 - 4 - 1429 H atau sekitar tanggal 24 April 2008, pen) Beliau (Asy-Syaikh Rabi’ - hafizhahullah) berkata : ” … dan Asy-Syaikh ‘Abdurrahman juga termasuk orang-orang yang utama dan berada atas front (dakwah) yang sangat agung. Dakwah salafiyyah butuh kepada jumlah yang sangat banyak dari kalangan orang yang seperti ini. Butuh kepada ma’had-ma’had, sarana-sarana dakwah, para da’i, dan seterusnya. Yaman penduduknya lebih dari dua puluh juta jiwa, sehingga - demi Allah, mereka sangat butuh kepada da’i yang jumlahnya ratusan, bahkan ribuan. Barakallahu fikum. [3]) Beliau juga berkata : ” … aku menasihati kalian agar bertaqwa kepada Allah dan bersungguh-sungguh untuk memadamkan fitnah ini : Pertama : dengan tidak turut campur berbicara tentangnya. Kedua : Pihak yang memiliki akal yang jernih dan pandangan-pandangan yang bagus, hendaklah ia menunjukkan dengan pandangannya untuk memadamkan fitnah dengan cara diam, barakallahfikum, dan mewujudkan poin-poin yang kita minta dari saudarasaudara kami di Yaman.

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

51

Pertama: diam, tidak boleh ada seorang pun membicarakan saudaranya, karena mereka bukan ahlul bid’ah. Demi Allah, seandainya salah satu dari kedua pihak adalah adalah mubtadi’ maka pasti kami akan meninggikan suara kami untuk men-tahdzir-nya, dan kami akan menjelaskan kebid’ahannya. Akan tetapi tidak ada di antara mereka yang mubtadi’, tidak ada di antara mereka yang mengajak kepada bid’ah, tidak ada pada mereka sedikit pun (dari bid’ah). Pada mereka ada kepentingan-kepentingan pribadi, demi Allah, yang dikobarkan -sebagaimana telah aku katakan- oleh para penyusup dari pihak sini dan sana meskipun jumlah mereka sedikit. Barakallahufikum, mereka semua adalah salafiyyun, mereka semua adalah orang-orang yang utama, mereka semua adalah - insya Allah para mujahid, barakallahufikum.” [4]) Beliau juga berkata juga : ” … sekarang pusatkan target, kesibukan, dan tujuan kalian adalah memadamkan fitnah ini, itu saja. Ucapan tercampur aduk, oleh karena itu janganlah kalian berbicara - barakallahu fikum- jangan ta’ashshub (fanatik) terhadap pihak ini dan jangan pula terhadap pihak yang itu. Mereka semua adalah bersaudara, berada di atas aqidah yang satu, di atas manhaj yang satu, segala puji bagi Allah. Mereka juga memiliki peran yang besar, segala puji bagi Allah, dalam membela dan menyebarkan dakwah ini. Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada semua pihak.” [5])

II.3.4 Nasehat Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah Beliau - hafizhahullah- berkata : “Sungguh aku adalah pemberi nasehat, sungguh aku adalah pemberi nasehat, sungguh aku adalah pemberi nasehat untuk saudara-saudaraku yang tergesa-gesa dalam masalah ini dan tidak mendapatkan karunia ketepatan bersikap dan mau menerima arahan para ulama. Sungguh aku pemberi nasehat bagi mereka : hendaklah mereka meninjau kembali cara pandang mereka dalam masalah ini. Aku tidaklah memandang mereka sebagai pihak yang benar dalam masalah hajr (pengucilan), tahzib (vonis hizbi), celaan sebagian terhadap yang lain, serta saling memutus hubungan dan membelakangi. Aku tidaklah memandang ini kecuali sebagai hukuman akibat sikap tidak mau menerima perkataan para ulama. [6])

II.3.5 Nasehat Asy-Syaikh ‘Abdul Aziz Al-Bura’i hafizhullah Ketika beliau ditanya : Apakah yang sekarang terjadi antara Asy-Syaikh Yahya AlHajuri dengan Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin Mar’i dan Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Mar’i, demikian pula dengan Asy-Syaikh Salim Ba Muhriz, merupakan bentuk fitnah yang Anda menasehatkan untuk menghindarinya secara keseluruhannya, ataukah merupakan penjelasan terhadap kebenaran, dan pembelaan terhadap manhaj salafi yang benar? Beliau - hafizhahullah- menjawab : “Tidak mungkin akan ada di sana sebuah kenyataan yang terjadi pada seseorang yang menunjukkan penyimpangannya dari Sunnah, kemudian ternyata Ahlus Sunnah masih

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

52

tetap mengatakan “orang ini adalah saudara kita”!!! Amat disayangkan, amat disayangkan cara pandang (penilaian) seperti terhadap Ahlus Sunnah ini, yaitu berprasangka terhadap Ahlus Sunnah dengan prasangka demikian. Yang benar, barakallahu fikum, harus ada ketaqwaan kepada Allah, muraqabah (merasa senantiasa diawasi oleh Allah) dalam memberikan penilaian terhadap para masyaikh Ahlus Sunnah. [7]) Beliau juga berkata :

“Di sisi lain, tidak ada seorang pun yang bisa dipercaya (dalam masalah ini). Kami mendengar tuduhan hizbiyyah terhadap Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân dan yang bersama beliau. Namun mana buktinya??” [8])

II.3.6 Nasehat Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Ash-Shaumali hafizhahullah Yaitu ketika beliau menjawab pertanyaan para pemuda dari Hadhramaut Ad-Dakhil, yaitu pada 16 / 5 / 1429 H (atau sekitar tanggal 22 Mei 2008, pen) Pertanyaan : Wahai Syaikh, para pemuda di Hadhramaut Al-Dakhil mengikuti pendapat Asy-Syaikh Yahya Al-Hajuri dalam permasalahan Asy-Syaikh ‘Abdurrahman Al-’Adani? Asy-Syaikh Ash-Shaumali menjawab : “Hendaklah mereka dinasehati, hendaklah mereka dinasehati.” [9]) Dalam majelis yang lain, yaitu pada tanggal 12 Sya’ban 1429 H (atau sekitar tanggal 15 Agustus 2008, pen) lalu beliau ditanya, bahwa ada seorang thalibul ilmi yang memihak kepada Asy-Syaikh Yahya dalam vonisnya terhadap Asy-Syaikh ‘Abdurrahman, dan dia berupaya menyebarkan hal tersebut dan sebaliknya menghalangi disebarkannya nasehat dan penjelasan para ‘ulama, dia juga mencegah penempelan selebaran-selebaran, tulisan-tulisan, dan pengumuman-pengumuman dari para syaikh. Bagaimanakah perlakukan kami terhadapnya? Beliau menjawab : “Duduklah kalian dengannya dan nasehatilah dia.” [10])

II.3.7 Nasehat Asy-Syaikh ‘Abdul Mushawwir Al-Ba’dani hafizhahullah Ketika beliau ditanya di kota Jeddah pada bulan Ramadhan yang penuh berkah tahun 1429 H lalu (atau sekitar bulan September 2008, pen) tentang fitnah yang terjadi di Yaman. Kemudian beliau menjawab sebagai berikut:

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

53

“Alhamdulillah, kami telah melakukan ijtima’ (pertemuan) dengan para masyâikh, dan sikap kami satu, yaitu bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman Al-’Adani bukan hizbi.” Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para shahabatnya. [11]) *** Saya (’Ubaidullah As-Salafi) katakan : Dari penukilan perkataan para ‘ulama yang penuh berkah di atas, tampak bagi kita dua perkara: Pertama : Para masyaikh benar-benar mengetahui permasalahan ini (fitnah yang terjadi antara Asy-Syaikh ‘Abdurrahman dan Asy-Syaikh Yahya Al-Hajuri) dan mengikutinya. Kesimpulan ini sangat tampak dari perkataan dan sikap mereka dalam menyikapi permasalahan. Berdasar hal ini hendaklah tidak ada seorang pun yang masih mengatakan “kami lebih mengetahui permasalahan daripada para masyaikh” atau “jarh (celaan) kami terperinci” atau pernyataan yang lain !!! Kedua : Secara tegas para masyaikh membersihkan Asy-Syaikh ‘Abdurrahman dari segala yang dituduhkan kepadanya oleh lawannya. Berdasar hal ini hendaknya tidak ada seorang pun yang masih mengatakan “ucapan para masyaikh itu hanya secara zhahir, adapun secara batinnya maka mereka memiliki perkataan yang berbeda!!!” Karena pernyataan seperti ini adalah celaan terhadap masyaikh bahwasanya mereka adalah orang-orang yang bermuka dua. Yang demikian ini adalah perkara yang tidak boleh untuk kita meyakininya tentang mereka!!!!! Selesai bagian pertama dan akan bersambung pada bagian kedua dengan kehendak Allah

[1] Nasha-ih ‘ulama’il ummah fi al-fitan al-mudlahimmah, hal. 4. [2] Ibid hal. 7 [3] Ibid hal. 63 [4] Ibid hal. 69 [5] Ibid hal. 71 [6] Ibid hal. 79 [7] Ibid hal. 83 [8] Ibid hal. 119 [9] Ibid hal. 92 [10] Ibid hal. 93 [11] Ibid hal. 94 (Dikutip dari http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/16/prinsip-danfaidah-penting-dari-nasehat-ulama-1/)

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

54

BAB III Silsilah Nasehat Syaikh Al-Wushabi hafizhahullah III.1. Mengenal Syaikh Muhammad Bin 'Abdul Wahhab Al-Wushabi Beliau adalah murid Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah yang paling senior, sekaligus teman sejawat dalam merintis dakwah di Yaman. Semenjak Asy-Syaikh Muqbil masih hidup, Asy-Syaikh Al-Wushâbi sudah mengasuh ma’had di Al-Hudaidah, dan beliau sudah menjadi salah tokoh besar dakwah salafiyyah di Yaman yang sangat disegani dan diperhitungkan. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah memuji beliau dengan mengatakan :

“Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Al-’Abdali Al-Wushâbi Abû Ibrâhîm, seorang da’i ilallâh, seorang yang zuhd, sangat penyabar, sangat mutqin (kokoh dan tepat) dalam berbagai penelitian dan karya tulisnya. Uraiannya dalam bidang ilmu hadits berada pada puncak itqân (kekokohan/ketepatan).” Demikian pujian sekaligus pengakuan Asy-Syaikh Muqbil atas kedudukan dan kapasitas keilmuan dan ketokohan Asy-Syaikh Muhammad, serta peran beliau dalam dakwah. Dalam kitab Al-Qaulul Mardhî fî ‘Umratil Makki karya Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Al-Wushâbi, dalam muqaddimahnya Asy-Syaikh Muqbil Al-Wâdi’i v menegaskan pujian dan tazkiyyahnya bahwa :

/

. “Adapun penulis risalah ini, yaitu Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb adalah seorang syaikh (guru besar) dalam bidang tauhid, hadits, fiqh, akhlaq yang mulia, zuhd, wara’. Sekaligus dia adalah seorang murabbi (pendidik) yang penuh kasih sayang, seorang da’i menuju persatuan umat, seorang pentahdzîr dari hizbiyyah perusak. Dia adalah seorang yang sangat penyabar dalam menghadapi kefaqiran dan kegentingan. Dia seorang yang bijak dalam berdakwah, sangat mencintai Salaful

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

55

Ummah, sangat membenci para ahli bid’ah masing-masing sesuai dengan tingkat bid’ahnya.” Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Al-Wushâbi adalah murid AsySyaikh Muqbil rahimahullah yang paling senior, sekaligus teman sejawat dalam merintis dakwah di Yaman. Semenjak Asy-Syaikh Muqbil masih hidup, Asy-Syaikh Al-Wushâbi sudah mengasuh ma’had di Al-Hudaidah, dan beliau sudah menjadi salah tokoh besar Dakwah Salafiyyah di Yaman yang sangat disegani dan diperhitungkan. Ketika Al-Hajûri masih sebagai murid, beliau hafizhahullâh sudah sebagai seorang ‘ulama besar sekaligus tokoh dakwah salafiyyah yang disegani dan diperhitungkan di Yaman. Senioritas, kapasitas, kedudukan, dan ketokohan Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb sudah diketahui sejak masa hidup Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah, sekaligus diakui dan disaksikan oleh beliau dan salafiyyin di negeri Yaman. Dakwah Salafiyyah di negeri Yaman dengan segala hasil yang terwujud sekarang berupa tersebar dan meratanya dakwah ini menerangi Yaman dengan cahaya tauhid dan sunnah sehingga sirna dan musnalah berbagai kegelapan kejahilan, kesyirikan, khurafât, dan aqidah (syi’ah) râfidhah, demikian juga dakwah salafiyyah menjadi dikenal di segenap kota, di segenap desa, di gunung, lembah, wadi dan lainnya, itu semua tidak lain adalah dengan karunia dan keutamaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian berkat dakwah ‘Allâmatul Yaman Asy-Syaikh Muqbil bin Hâdi Al-Wâdi’i rahimahullah. Sejak puluhan tahun yang lalu beliau rahimahullah merintis dakwah salafiyyah di negeri Yaman, yang kala itu beliau berjalan dengan ditemani teman sejawat beliau sekaligus shahabat, murid, dan pembela beliau yaitu AsySyaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Al-Wushâbi Al-Abdali hafizhahullâh. Pada awal-awal dakwah, beliau berdua berjalan bersama keliling di bumi Yaman sebagai da’i yang menyeru kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Hingga Allah mudahkan dakwah ini menjadi besar dan kuat seperti sekarang. Robohlah kekuatan kaum Syi’ah Rafidhah di Yaman bagian utara serta hancurlah upaya kaum sufi membodohi kaum muslimin dengan khurafat dan kejahilan di Yaman bagian selatan. Berbagai ma’had ahlus sunnah bertebaran di negeri Yaman, dipenuhi dengan ilmu, kasih sayang, dan persatuan yang kokoh. Berbagai halaqah ilmu di masjid-masjid di berbagai kota penuh dihadiri oleh para pelajar Ahlus Sunnah. Ahlul Bid’ah dan hizbiyyah pun menjadi kecil dan gentar menghadapi dakwah Ahlus Sunnah. Semua itu sekali lagi berkat pertolongan dan taufiq dari Allah, kemudian kegigihan dan perjuangan Asy-Syaikh Al-’Allâmah Muqbil Al-Wâdi’i serta para masyâikh kibâr Ahlus Sunnah lainnya sebagai murid-murid beliau

(Dikutip dari http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/02/12/asysyaikh-muhammad-bin-abdil-wahhab-al-wushabi-hafizhahullah/) III. 2. PENTINGNYA BERKUMPUL DI SEKITAR ‘ULAMA Asy-Syaikh Al-Wâlid Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Al-Wushâbi hafizhahullâh ta’âlâ. Beliau salah seorang kibâr masyâikh di Yaman yang memegang peran penting dalam dakwah salafiyyah di Yaman sejak semasa Asy-Syaikh Al-’Allâmah Muqbil rahimahullah masih hidup.

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

56

Beliau juga telah mencurahkan perhatian, waktu, dan tenaga beliau untuk memberikan nasehat dan bimbingan dalam rangka memadamkan api fitnah yang berkobar di Yaman. Secara berproses dan bertahap, beliau memberikan nasehat-nasehatnya kepada segenap ikhwah di Yaman terkait dengan fitnah yang terjadi. Diantara nasehat yang beliau sampaikan adalah nasehat pada 13 Dzulhijjah 1428 H, (atau sekitar tanggal 12 Desember 2008, pen), bertepatan dengan hari Tasyriq, berjudul :

‫أھﻤﯿﺔ اﻻﻟﺘﻔﺎف ﺣﻮل اﻟﻌﻠﻤﺎء‬ Temukan file teks Arab (PDF) di alamat : http://dammajhabibah.files.wordpress.com/2009/02/alatfaf4.pdf Dan rekaman suaranya asli di : http://www.salafishare.com/id/253AY6VUFTQR/a.%20alatfaf42.mp3

Beliau mengingatkan bahwa fitnah yang terjadi di Yaman merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap kehormatan dan harga diri sesama muslim. Ini menyalahi wasiat Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pada hajjatul wada’. Dengan penuh arif dan bijaksana beliau menasehati untuk bertaqwa kepada Allah dalam kehormatan dan harga diri sesama muslim. Beliau mengingatkan pentingnya untuk mengikuti nasehat dan bimbingan para ‘ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Fitnah yang terjadi, hendaknya dikembalikan kepada para ahlul ‘ilmi. Hendaknya menghormati dan memuliakan para ‘ulama seperti Asy-Syaikh Ash-Shûmali, AsySyaikh Al-Imâm, Asy-Syaikh Al-Wushâbi, Asy-Syaikh Al-Bura’i, Asy-Syaikh Adz-Dzamâri, Asy-Syaikh As-Sâlimi, Asy-Syaikh ‘Abdul Mushawwir. Hendaknya segala fitnah dan problem yang ada dikembalikan kepada mereka untuk diselesaikan. Beliau mengatakan :

‫وﻗﺼﺪي ﻣﻦ ھﺬا أن اﻹﻧﺴﺎن إذا أراد اﻟﺤﻜﻢ اﻟﺸﺮﻋﻲ ﺑﺄن ﻓﻼن ادﻋﻰ ﻋﻠﯿﮫ‬ ‫ ھﺬا اﻟﻘﺎذف ﻷﺧﯿﮫ ﺑﺎﻟﺤﺰﺑﯿﺔ أو ﺑﺄﻧﮫ ﻣﺠﺮم أو ﺑﺄﻧﮫ‬،‫ﺑﺪﻋﻮة ﻛﺎذﺑﺔ ﻓﻠﯿﺘﻨﺒﮫ‬ ‫ وإﻻ ﻓﻘﺪ‬،‫ أو ﺑﺄﻧﮫ ﺧﺎﺋﻦ أو ﺑﺄﻧﮫ ﻣﺎﻛﺮ إذا ﻟﻢ ﯾﻘﻢ اﻟﺒﯿﻨﺔ‬،‫ﻓﺎﺳﻖ أو ﺑﺄﻧﮫ ﻓﺎﺟﺮ‬ ‫ ﻓﮭﺬه اﻟﻤﺤﺎﺿﺮة‬،‫ﯾﻘﺎم اﻟﺤﺪ اﻟﺸﺮﻋﻲ ﻋﻠﻰ ﻇﮭﺮه ﻣﻊ اﻟﺤﺒﺲ وﻣﻊ اﻟﺘﮭﺬﯾﺐ‬ ‫ ﻻ‬،‫ﺗﺠﻌﻠﻜﻢ ﯾﺎ ﻋﺒﺎد اﷲ ﺗﺤﺘﺮﻣﻮن أﻋﺮاض اﻟﻤﺴﻠﻤﯿﻦ وﺗﺤﻔﻈﻮن أﻟﺴﻨﺘﻜﻢ‬ ‫ ﺗﺤﻔﻈﻮن أﻟﺴﻨﺘﻜﻢ ﻓﻲ أﻋﺮاض إﺧﻮاﻧﻜﻢ ﻣﻦ اﻟﻘﯿﻞ‬،‫ﺗﻜﻮن أﻟﺴﻨﺔ ﻣﻔﻠﻮﺗﮫ‬ ‫ وإذا ﻟﻢ ﯾﻘﻢ اﻟﺤﺪ اﻟﺸﺮﻋﻲ اﻟﯿﻮم ﻓﻼ ﺗﺄﻣﻦ أن ﯾﻘﺎم‬،‫واﻟﻘﺎل واﻟﻐﯿﺒﺔ واﻟﻨﻤﯿﻤﺔ‬ .‫ واﷲ اﻟﻤﺴﺘﻌﺎن‬،‫ﻋﻠﯿﻚ ﻏﺪا ﺳﻮاء ﻓﻲ اﻟﺪﻧﯿﺎ أو ﻓﻲ اﻵﺧﺮة‬

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

57

“Maksudku dari ini, bahwa seseorang bila menghendaki hukum syari’i bahwa si fulan telah menuduhnya dengan tuduhan dusta, maka hendaknya ia (si fulan tersebut) berhati-hati, sang penuduh terhadap saudaranya dengan tuduhan hizbiyyah, atau sebagai seorang yang jahat, atau fasiq, atau fajir, atau pengkhianat, atau pembuat makar, sementara tidak ada bukti atas tuduhannya tersebut (hendaknya ia berhatihati). Karena bisa jadi akan ditegakkan hukum hadd syari’i atas dirinya (si penuduh tanpa bukti tersebut), diiringi dengan dipenjara dan diiringi dengan siksaan. Maka muhadharah ini bertujuan menjadikan kalian wahai hamba-hamba Allah, menghormati kehormatan kaum muslimin dan menjaga lisan kalian, jangan menjadi lisan yang terumbar. Jaga lisan kalian terhadap kehormatan saudara-saudara kalian dari “katanya dan katanya”, dari ghibah dan namimah. Apabila tidak ditegakkan hukum hadd syar’i pada hari ini, maka engkau tidak akan aman pada esok hari dari tuntutan tersebut, baik di dunia maupun di akhirat. Wallahul musta’an.“ Beliau juga mengingatkan agar jangan sampai menyia-nyiakan dakwah yang mubarakah ini dengan sibuk ghibah dan namimah terhadap saudaranya muslim :

‫ ھﺬه اﻟﺪﻋﻮة دﻋﻮة اﻟﺴﻨﺔ دﻋﻮة ﻣﺒﺎرﻛﺔ دﻋﻮة‬،‫ﻓﻌﻠﯿﻨﺎ ﺑﺘﻘﻮى اﷲ ﯾﺎ ﻋﺒﺎد اﷲ‬ ‫ ﻓﻼ ﯾﺠﻮز أن ﺗﻀﯿﻊ‬،‫ﻛﺮﯾﻤﺔ دﻋﻮة إﻟﻰ اﻟﺨﯿﺮ ﻛﻢ ﻣﻦ أﻧﺎس اﺳﺘﻔﺎدوا ﻣﻨﮭﺎ‬ ‫ ﻋﻠﯿﻨﺎ أن ﻧﮭﺘﻢ ﺑﺎﻟﻌﻠﻢ‬،‫ھﺬه اﻟﺠﮭﻮد ﻓﻲ اﻟﻘﯿﻞ واﻟﻘﺎل وﻓﻲ اﻟﻐﯿﺒﺔ واﻟﻨﻤﯿﻤﺔ‬ ‫ وﻛﻤﺎ ﻗﺪ ﻗﻠﻨﺎ أﻛﺜﺮ ﻣﻦ‬،‫اﻟﻨﺎﻓﻊ وﺑﺎﻟﺘﺄﻟﯿﻒ واﻟﺘﺤﻘﯿﻖ واﻟﺘﻌﻠﯿﻢ واﻟﺪﻋﻮة إﻟﻰ اﷲ‬ ‫ اﻟﺤﻤﺪ ﷲ ھﺬه اﻟﺪﻋﻮة ﻣﺘﻤﯿﺰة ﺑﻌﯿﺪة ﻋﻦ اﻟﺤﺰﺑﯿﯿﻦ وﻋﻦ أﺻﺤﺎب‬،‫ﻣﺮة‬ … ،‫اﻟﺒﺪع ﺑﻌﯿﺪ واﻟﺤﻤﺪ ﷲ ﻛﻞ اﻟﺒﻌﺪ‬ “Wajib atas kita untuk bertaqwa kepada Allah wahai hamba-hamba Allah. Dakwah ini, dakwah kepada sunnah, merupakan dakwah yang mubarakah, dakwah yang mulia, dakwah kepada kebaikan. berapa banyak umat manusia mendapat faidah darinya. Maka tidak boleh engkau menyia-nyiakan keseriusan dakwah tersebut dengan sibuk dalam “kata dan katanya”, ghibah, dan namimah. Wajib atas kita untuk mementingkan ilmu yang bermanfaat, menulis, penelitian ilmiah, pengajaran, dan dakwah di jalan Allah, sebagaimana telah kita nyatakan lebih dari sekali. Alhamdulillah, dakwah ini terbedakan dan jauh dari hizbiyyin, dan dari para pengusung bid’ah, sungguh sangat jauh, walhamdulillah.” Beliau juga menasehatkan untuk mengembalikan penyelesaian problematika yang ada kepada para ‘ulama kibâr. Dengar dan terima nasehat para ‘ulama tersebut dengan penuh lapang dada. Jangan seperti Abul Hasan dan para pengikutnya, yang sombong dan tidak mau mendengar nasehat para ‘ulama. Lalu beliau kembali menekankan tentang kehormatan dan harga diri seorang muslim. Beliau juga menghimbau agar menghentikan berbagai malzamah maupun kasetkaset dan yang semisalnya. Sungguh ini sangat berbeda dengan Al-Hajûri yang tidak mau menggubris nasehat para ‘ulama. Al-Hajuri tidak mau menghentikan berbagai malzamah, kaset, atau sejenisnya. Bahkan Al-Hâjuri mengancam :

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

58

‫ ﻷھﯿﻦ‬،‫واﷲ ﻟﻮ أﻋﻠﻢ أن واﺣﺪاً وﻗﱠﻒ ﺷﺮﯾﻄﺎً ﻟﻲ ﻷھﯿﻦ ﻛﺮاﻣﺘﮫ ﻛﺎﺋﻨﺎً ﻣﻦ ﻛﺎن‬ ‫ ﻓﺈﻧﮫ ﻣﺎ ﻓﻲ أﺣﺪ وزﯾﺮ‬،‫ ھﺬا ﺣﺎﺻﻠﮫ‬،‫ أو وﻗﱠﻒ ﻣﻠﺰﻣﺔً ﻟﻲ‬،‫ﻛﺮاﻣﺘﮫ وأﻓﻀﺤﮫ‬ [‫أﻋﻼم ﻋﻠﻲ أﺻﻼً!!! ] ﺷﺮﯾﻂ ﻧﺼﯿﺤﺔ اﻷﺣﺒﺎب‬ “Demi Allah, kalau saya tahu ada seorang yang berani menghentikan (peredaran) satu saja dari kasetku niscaya akan aku hinakan kehormatannya siapa pun dia, akan aku hinakan kehormatannya dan akan aku bongkar (aibnya), atau ia berani menghentikan satu saja dari malzamah (artikel)ku, ini kesimpulannya. Karena sesungguhnya tak ada seorang pun yang menjadi menteri penerangan atasku sama sekali. … !!! [Dari kasetnya yang berjudul Nashihatul Ahbab ... ] (Dikutip dari http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/02/12/pentingnyaberkumpul-di-sekitar-ulama/)

III.3. NASEHAT MALAM TASU’A Muhâdharah berjudul : ‫ ﻧﺼﯿﺤﺔ ﻟﯿﻠﺔ ﺗﺎﺳﻮﻋﺎء‬: Temukan file teks Arab (PDF) di alamat : http://dammajhabibah.files.wordpress.com/2009/02/b-nasht-malam-tasuamalam-kamis-8-01-1429.pdf Dan rekaman suaranya asli di : http://download242.mediafire.com/sf9gzyjjiocg/113dlmjbnnl/b.+Nasht+Malam+ Tasu%27a+malam+Kamis+8+01+14292.mp3

Beliau sampaikan bertepatan pada Malam Tâsû’â bulan Muharram 1429 H (atau sekitar tanggal 17 Januari 2008, pen). Dengan penuh kearifan, beliau menasehati Ahlus Sunnah dengan firman Allah dalam surat Al-Ahzâb 57-58, tentang haramnya mengganggu kaum muslimin.

(57) [58 ،57/

] ( 58 )

“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan. Dan orang-orang yang menyakiti kaum mukminin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” [Al-Ahzab : 57-58] Beliau menerangkan ayat tersebut dengan membacakan Tafsir Ibni Katsir. Perbuatan tersebut (mengganggu kaum muslimin, red) termasuk dosa besar. Kemudian beliau mengingatkan ahlus sunnah dan para thalabatul ‘ilmi untuk menjauhi ghîbah, namîmah, mencela dan mencaci, serta melecehkan. Juga pentingnya sikap ar-rifq, menjaga lisan, … serta berbagai nasehat berharga lainnya.

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

59

Beliau mengingatkan bagaimana kondisi Dammâj dulu semasa hidupnya Asy-Syaikh Al-Ab Al-Hanûn Muqbil bin Hâdi Al-Wâdi’i rahimahullah. Sungguh Dammâj waktu itu sangat dipenuhi dengan kasih sayang, kedekatan, keakraban, ta’âwun, semangat belajar. Tidak ada kebencian, permusuhan, dengki, dan sejenisnya.

-

-

- ‫ﺷﻔﻴﻖ ﻋﻠﻴﻬﻢ‬

.… “Bagaimana kondisi Dammâj dulu -Allahu Akbar- pada masa hidup Asy-Syaikh Muqbil - rahmatullah ‘alaihi– dulu Dammaj diantara mereka (para murid) terdapat kedekatan, kecintaan, dan kasih sayang. Para penuntut ilmu dulu di atas hati orang satu, di sisi seorang ayah sangat penyayang, seorang ayah yang penyayang dan lembut terhadap murid-muridnya, kasih sayang dan sangat menginginkan kebaikan untuk mereka. Rahmatullah ‘alaihi. Maka antar mereka terdapat kedekatan, kasih sayang, kerja sama di atas kebaikan, di samping pada mereka ada kesabaran dan semangat dalam menuntut ilmu. Yang penting, sebagaimana dulu kami katakan, sampai dalam rumah-rumah mereka, dulu seperti rumah para shahabat radhiyallahu ‘anhum, kondisi rumah-rumah, akhlaq, masya’allah dan menuntut ilmu, mereka di atas thariqah salaf. Tidak ada antara mereka permusuhan, kedengkian, dan Asy-Syaikh (Muqbil) dulu tidak pernah sama sekali menanamkkan kedengkian, namun beliau menanamkan kedekatan, kecintaan, dan kasih sayang - jazahullah khairan wa rahmatullah ‘alaihidan jadilah Dammaj dicintai oleh hati para shalihin dan mukminin, di banyak tempat mereka mencintainya, dan para murid yang datang darinya, maka mereka sangat mencintainya. … .” Namun sungguh sangat menyedihkan, suasana indah di Ma’had Dammâj pada masa Asy-Syaikh Muqbil tersebut kini sudah sirna. Ghibah, namimah, “katanya dan katanya” terus bermunculan. Vonis bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman sebagai hizbi terus dipaksakan. Bahkan siapapun yang tidak sepakat -atau diam sajajuga ikut ditahdzir. Bahkan murid-murid di sana dimata-matai, untuk diawasi siapa yang masih memihak kepada Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân. Suasana tidak baik ini diekspor juga ke Indonesia. Para murid Indonesia yang ada di Dammaj turut aktif mengirimkan malzamah-malzamah yang berisi “kata dan katanya”, tuduhan, vonis, … dst. Yang tidak jarang korbannya adalah para ‘ulama yang mulia, atau para asatidzah di Indonesia. Di akhir nasehatnya, beliau mengingatkan salafiyyin dengan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

60

“Wahai segenap orang-orang yang berislam dengan ucapan lisannya namun keimanannya tidak menyentuh qalbunya, janganlah kalian mengganggu kaum muslimin, janganlah kalian mencela mereka, dan janganlah kalian mencari-cari aib mereka. Karena barangsiapa yang mencari-cari aib saudaranya muslim, maka pasti Allah akan terus mengikuti aibnya. Barangsiapa yang diikuti oleh Allah segala aibnya, maka pasti Allah akan membongkarnya walaupun dia (bersembunyi) di tengah rumahnya.” [HR. At-Tirmidzi. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani]. Namun sayang, nasehat berharga dan mulia dari seorang yang sangat arif dan bijak sekaligus ‘ulama kibâr ini, justru tidak digubris. Bahkan dengan lancang nasehat tersebut dibantah, diantaranya oleh seorang yang bernama Kamal Al-’Adani berani menulis bantahan atas nasehat mulia tersebut. Berbagai ayat dan hadits yang disampaikan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb sama sekali tidak menyentuh qalbu mereka. Lebih celaka lagi, bantahan tersebut diekspor ke Indonesia dengan diterjemahkan oleh Abu Abdirrahman Irham Al-Maidani. Lahaula wala Quwwata illa billah. (Dikutip http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/02/12/nasehat-malam-tasua/)

III.4. NASEHAT MALAM ‘ASYURA Esok harinya (tanggal 9 Muharam 1429 H atau sekitar tanggal 18 Januari 2008, pen), kembali beliau menyampaikan nasehatnya kepada segenap salafiyyîn di Yaman. Muhâdharah berjudul :

‫ﻧﺼﯿﺤﺔ ﻟﯿﻠﺔ ﻋﺎﺷﻮراء‬ Temukan file teks Arab (PDF) di alamat : http://dammajhabibah.files.wordpress.com/2009/02/c-nasht-malam-asyuramalam-jumat-9-01-1429.pdf Dan rekaman suaranya asli di : http://download108.mediafire.com/domwx99pkmzg/zy2iwqiwhmz/c.+Nasht+Mal am+Asyura+malam+Jumat+9+01+14292.mp3

Dalam kesempatan kali ini, beliau membacakan dan menjelaskan hasil ijtimâ’ kibâr masyâikh di Al-Hudaidah 5 Muharram 1429 H. Tidak ketinggalan pula, beliau juga membacakan sambutan positif Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân Al-’Adani terhadap hasil ijtimâ’ Al-Hudaidah tersebut.

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

61

Asy-Syaikh Al-Wushâbi menjelaskan, bahwa tujuan dari ijtimâ’ tersebut tidak lain adalah menyatukan barisan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Pada kesempatan kali ini juga, kembali beliau mengingatkan salafiyyin dengan hadits Nabi r :

‫ﯾﺎ ﻣﻌﺸﺮ ﻣﻦ ﻗﺪ أﺳﻠﻢ ﺑﻠﺴﺎﻧﮫ وﻟﻢ ﯾﻔﺾ اﻹﯾﻤﺎن إﻟﻰ ﻗﻠﺒﮫ ﻻ ﺗﺆذوا‬ ‫ ﻓﺈﻧﮫ ﻣﻦ ﺗﺘﺒﻊ ﻋﻮرة أﺧﯿﮫ‬،‫ وﻻ ﺗﺘﺒﻌﻮا ﻋﻮراﺗﮭﻢ‬،‫ وﻻ ﺗﻌﯿﺮواھﻢ‬،‫اﻟﻤﺴﻠﻤﯿﻦ‬ ‫ وﻣﻦ ﺗﺘﺒﻊ اﷲ ﻋﻮرﺗﮫ ﯾﻔﻀﺤﮫ وﻟﻮ ﻓﻲ ﺟﻮف‬،‫اﻟﻤﺴﻠﻢ ﺗﺘﺒﻊ اﷲ ﻋﻮرﺗﮫ‬ ‫رﺣﻠﮫ‬ “Wahai segenap orang-orang yang berislam dengan ucapan lisannya namun keimanannya tidak menyentuh qalbunya, janganlah kalian mengganggu kaum muslimin, janganlah kalian mencela mereka, dan janganlah kalian mencari-cari aib mereka. Karena barangsiapa yang mencari-cari aib saudaranya muslim, maka pasti Allah akan terus mengikuti aibnya. Barangsiapa yang diikuti oleh Allah segala aibnya, maka pasti Allah akan membongkarnya walaupun dia (bersembunyi) di tengah rumahnya.” [HR. At-Tirmidzi. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani]. Kemudian beliau men-syarh (menjelaskan) panjang lebar hadits tersebut. Beliau juga menekankan kewajiban menjaga lisan dan menjaga kehormatan sesama muslim. Berbagai upaya nasehat dan ijtimâ’ telah dilakukan oleh para kibâr masyâikh Yaman dalam rangka memadamkan fitnah di Yaman, namun itu semua tidak digubris oleh Asy-Syaikh Yahya dan para pengikutnya. (Dikutip dari http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/02/12/silsilah-nasehatal-wushabi-3-nasehat-malam-asyura/)

III.5. SAMBUTAN ISTIMEWA Nasehat ini merupakan muhâdharah yang disampaikan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi hafizhahullah pada 15 Rabî’ul Awwâl 1429 H (atau sekitar tanggal 23 Maret 2008, pen) dengan tajuk :

‫اﻟﺜﻨﺎء اﻟﺒﺪﯾﻊ ﻋﻠﻰ ﻛﻠﻤﺘﻲ اﻟﺸﯿﺦ ﻋﺒﯿﺪ واﻟﺸﯿﺦ رﺑﯿﻊ‬ Ats-Tsanâ’ul Badî’ ‘ala Kalimatai Asy-Syaikh ‘Ubaid wa Asy-Syaikh Rabî’. Temukan file teks Arab (PDF) di alamat : http://www.salafishare.com/id/26FGFEH4WM0E/tsana%20badi_teks.pdf Dan rekaman suaranya asli di : http://www.salafishare.com/id/26Y7PLX9AKV3/tsana%20badi.mp3

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

62

Nasehat ini sekaligus merupakan teguran dari beliau -selaku orang tua dakwah salafiyyah di Yaman sekaligus guru dari Al-Hajûri- atas kesalahan-kesalahan AsySyaikh Yahyâ Al-Hajûri dan kedustaan-kedustaannya. Tidak tanggung-tanggung, kedustaan yang mengatasnamakan para ‘ulama! Nasehat ini merupakan nasehat untuk yang kesekiankalinya, setelah sebelumnya beliau - dan para masyâikh lainnya- telah memberikan nasehat-nasehat yang bersifat umum. Alhamdulillah, nasehat mulia dan berharga tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Al-Akh Abu ‘Umar bin ‘Abdil Hamid. Bisa didapatkan di : http://sites.google.com/site/indoyaman/donloat/nasihattegurankeras.pdf (Lihat dalam bundel Kumpulan Tulisan Tentang Masalah Yaman seri I, judul Nasehat dan Teguran Guru yang Arif dan Bijak) Dalam nasehat dan tegurannya di atas, Asy-Syaikh Al-Wâlid Ash-Shabûr Al-Waqûr Al-’Allâmah Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb menyampaikan dan menegaskan : 1. Beliau menyambut baik nasehat Asy-Syaikh Rabi’ Al-Madkhali dan Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jâbiri. Beliau meminta kepada beliau berdua, serta kepada para ‘ulama ahlus sunnah wal jama’ah lainnya, untuk terus memberikan dan menambah nasehatnasehatnya kepada anak-anak didiknya para ahlus sunnah di Yaman. 2. Beliau menasehatkan dan mengingatkan Asy-Syaikh Yahyâ Al-Hajûri untuk senantiasa mendengar dan menerima nasehat dan bimbingan para ‘ulama. Hendaknya ia membuka dadanya dan menerima segala nasehat dan bimbingan tersebut, tanpa ada kemarahan sedikitpun, tidak pula emosi. 3. Beliau mengingatkan segenap Ahlus Sunnah, untuk waspada dari para penyusup dan pemecah belah barisan persatuan dan kesatuan Ahlus Sunnah. Di antaranya adalah para nammâh (tukang namîmah). 4. Beliau mengingatkan para penuntut ilmu hendaknya mereka menyibukkan diri dengan ilmu. Menjauh dari ‘katanya dan katanya’, dari ghibah dan namimah. 5. Beliau juga mengingatkan Asy-Syaikh Yahyâ agar benar-benar menjaga keutuhan persatuan Ahlus Sunnah dan kasih sayang antar mereka. 6. Beliau juga mengingatkan Asy-Syaikh Yahyâ dan murid-muridnya untuk mengembalikan penyelesaian problem kepada para ‘ulama kibâr. 7. Teguran dan peringatan kepada Asy-Syaikh Yahyâ agar menghentikan vonis dan tuduhannya bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân hizbi. 8. Dalam muhâdharah-nya tersebut, Asy-Syaikh Al-Wâlid Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Al-Wushâbi memanggil Asy-Syaikh Yahyâ Al-Hajûri tidak lagi dengan sebutan syaikh, tapi dengan sebutan Al-Walad (anak). Al-Walad Yahyâ, bukan lagi Asy-Syaikh Yahyâ. Asy-Syaikh Al-Wushâbi menegur keras Al-Walad Yahyâ agar mau mendengar dan mengindahkan nasehat-nasehat para ‘ulama kibâr.

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

63

Asy-Syaikh Al-Wushâbi juga menegur keras Al-Walad Yahyâ agar beristighfar dan bertaubat dari ucapan tidak senonohnya terhadap hasil ijtimâ’ kibâr masyâikh di Ma’bar dan di Al-Hudaidah, di mana ia telah berucap terhadap hasil ijtimâ’ Ma’bar : ‫ﺑُﻞْ ﻋﻠﯿﮫ‬, dan terhadap hasil ijtimâ’ Al-Hudaidah ia berucap bahwa itu adalah muhdats dan bid’ah. Beliau mengatakan :

،(

): : …

“Wajib atas Al-Walad (si anak) Yahyâ untuk beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dari ucapannya tentang hasil ijtimâ’ Ma’bar, yaitu ucapan : (kencingi atasnya), ini merupakan kesalahan. Wajib atasnya untuk beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya. Sekaligus wajib atas dia (Asy-Syaikh Yahyâ) untuk meminta ma’af kepada masyâikh, dengan mengatakan, “Wahai para ayahku, wahai para masyâikh-ku telah salah lisanku, aku telah keliru, aku beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.” Sebagaimana ia telah menyebarkan kesalahan tersebut, maka ia pun wajib untuk menyebarkan kebenaran, karena Allah mempersyaratkan hal tersebut …. Demikian juga ucapan Yahyâ tentang ijtimâ’ Al-Hudaidah, bahwa itu muhdats, dan bahwasanya itu bid’ah, juga wajib atasnya untuk beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya serta menyesal.” 9. Tidak lupa beliau juga menyampaikan nasehat khusus kepada ahlu Dammâj, agar juga berupaya menjaga kondisi Ma’had Dammâj sebagaimana kondisinya pada masa Asy-Syaikh Muqbil. Pada masa itu Dammâj benar-benar penuh dengan ilmu, dakwah, nasehat, persatuan, kasih sayang, dan kecintaan. Hendaknya ahlu Dammâj berani menegur Asy-Syaikh Yahyâ sekalipun, jangan membantu dan membelanya dalam kesalahannya. 10. Kemudian Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb -sang ‘alim yang arif dan bijak ini, serta sangat menaruh kasih sayang terhadap umat ini- membongkar kedustaan-kedustaan Yahyâ Al-Hajûri. Di antaranya, tiga kedustaan yang paling jelas buktinya, yaitu : Pertama : Menyatakan bahwa Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb siap menjamu Ad-Duwaisy. Ini dusta atas nama Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb.

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

64

Kedua : Mengatakan, bahwa Asy-Syaikh Râbi telah mengatakan : orang-orang yang keluar dari Dammâj adalah orang-orang fajir atau orang-orang fasiq. Padahal Asy-Syaikh Rabi’ tidak pernah sama sekali mengucapkan kalimat tersebut, ini kedustaan atas nama beliau. -

Ketiga : Mengingkari ucapannya sendiri terhadap Al-Jâmi’ah Al-Islâmiyyah.

Masih banyak lagi kedustaan-kedustaan lainnya, namun Asy-Syaikh Muhammad sengaja hanya memilih tiga kedustaan saja. Oleh karena itu beliau menegaskan, bahwa :



… .

Kedustaan Al-Hajûri telah mencapai bebagai penjuru. … Dia memiliki banyak kedustaan. … Maka Allah enggan kecuali membongar orang ini dan menampakkan hakekat dia sebenarnya, BAHWA DIA ADALAH KADZDZÂB (PENDUSTA), BAHWA DIA TELAH BERDUSTA. KEDUSTAAN SETELAH KEDUSTAAN SETELAH KEDUSTAAN DAN BERBAGAI KEDUSTAAN LAINNYA YANG SANGAT BANYAK. Maka tidak heran pula jika Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân Al-’Adani hafizhahullâh sampai mengangkat persaksian tentang hakekat Al-Hajûri. Padahal Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân dikenal sebagai seorang ‘alim yang bertaqwa, berakhlaq mulia, tawadhu’, lembut, penyabar, dan sangat bijak. Namun kali ini beliau hafizhahullâh memberikan persaksiannya sebagai berikut :

. (

:

)

): (

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

65

“Sungguh betapa banyak kedustaan dan berbagai makar serta tipu daya yang terbukti secara pasti dari Al-Hajûri, padahal dia selalu berupaya menampakkan dirinya dengan kebaikan, taqwa, dan seolah-olah memperhatikan kejujuran serta amanah. Maka dari sini saya menulis persaksian, dalam rangka bertaqarrub (kepada Allah), dan saya tahu bahwa Allah I pasti akan meminta pertanggungjawaban dariku atas persaksian ini pada Hari Kiamat kelak. (Allah berfirman : ) “Pasti persakian mereka akan ditulis, dan pasti mereka akan ditanya.” Maka saya tegaskan : Saya bersumpah atas nama Allah yang Maha Agung, sungguh saya tidak pernah tahu semenjak saya mulai menuntut ilmu hingga sekarang, seorang yang menisbahkan dirinya kepada ilmu dan kebaikan, namun ternyata dia paling besar kefajiran dan paling besar kedengkiannya dalam berselisih serta paling besar kedustaan, penentangan, dan makarnya dibanding Yahyâ bin ‘Ali AlHajûri. Dia dengan sifat-sifat (jelek) tersebut, menampakkan bahwa seolahseolah dirinya sangat menghindar dari sifat-sifat tersebut. Namun Allah enggan kecuali terbongkarnya para pembawa kebatilan. Maha Benar Allah ketika Dia berfirman : “Allah pasti menampakkan apa yang selama ini kalian sembunyikan … .” “ Di antara bukti benarnya kesimpulan Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb AlWushâbi bahwa Yahyâ Al-Hajûri sebagai kadzdzâb yang telah banyak berdusta, adalah jawaban sekaligus penegasan Asy-Syaikh Al-’Allâmah Al-Wâlid Ahmad bin Yahyâ An-Najmi rahimahullah, ketika beliau ditanya tentang ucapan Al-Hajûri berikut ini :

: .(

)

Dia berkata tentang Asy-Syaikh Shâlih Alu Asy-Syaikh bahwa cara berpikirnya adalah cara berpikir ikhwani, dan dia lebih mengutamakan hizbiyyîn dibanding salafiyyîn, dan dia juga memotong lihyah (jenggot)nya. Maka Asy-Syaikh An-Najmi rahimahullah menjawab :

(! .

!

!

!

):

“Dia telah berdusta! dia telah berdusta! dia telah berdusta! dia telah berdusta!!” Demikianlah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb sebagai seorang ‘ulama yang arif dan bijak memberikan nasehat dan tegurannya terhadap salah satu muridnya yang tidak beradab dalam berucap dan bertindak. Sungguh suatu nasehat yang sangat mahal dan berharga. Nasehat dari seorang yang penuh rahmat, kasih sayang, dan lembut terhadap umat. Karena beliau menasehatkan untuk menghormati, menghargai, dan merujuk kepada para ‘ulama serta membela kehormatan dan harga diri mereka. Menasehatkan agar mau mendengar segala bimbingan dan arahan para ‘ulama.

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

66

Menasehatkan untuk menghentikan fitnah, waspada dari para penyusup dan pemecah belah, serta senantiasa menjaga persatuan, ukhuwwah, kasih sayang, kecintaan, dan keutuhan barisan Ahlus Sunnah. Demikian juga karena beliau membimbing dan mengingatkan para thullâbul ‘ilmi untuk ingat dengan tujuan dan tugas utama mereka, yaitu belajar dan sibuk dengan ilmu. Jangan sibuk dengan ghibah, namimah, “katanya dan katanya”, jangan pula sibuk dengan celaan, caci maki, mencari aib saudaranya, apalagi sampai ikut-ikutan mencela ‘ulama. Sekali lagi, sungguh ini merupakan nasehat yang penuh kasih sayang, penuh rahmat, sekaligus nasehat yang sangat indah dan berharga. Sekaligus, dari peringatan beliau hafizhahullâh, kita tahu kondisi orang yang selama ini terus mengobarkan api fitnah di Yaman. - Nasehat para kibâr masyâikh melalui ijtimâ’ Ma’bar dia tolak dan ia lecehkan dengan cara ia perintahkan untuk dikencingi. - Nasehat para kibâr masyâikh Dakwah Salafiyyah melalui ijtimâ’ Al-Hudaidah ia bantah dan ia nyatakan sebagai bid’ah. - Nasehat gurunya sendiri Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Al-Wushâbi juga ia bantah, berikut harga diri dan kehormatan gurunya juga ia rendahkan dan ia caci maki. - Nasehat Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jâbiri hafizhahullâh ia tolak, sang syaikh pun ia caci maki dan ia hinakan sedemikian rendahnya. - Bahkan tak ketinggalan juga, nasehat sang Imâmul Jarhi wat Ta’dîl pun ia tolak dan ia bantah. Maka kira-kira siapa lagi yang bakal mempan nasehatnya buat Al-Hajûri? Nasehat siapa lagi yang akan ia dengar kalau nasehat para ‘ulama kibâr Ahlus Sunnah sudah ia lecehkan dan ia caci maki. Yang sangat disesalkan segala penolakan, pelecehan, pengrendahan, dan caci maki dengan kata-kata yang kotor dan keji itu semua dilakukan oleh Al-Hajûri dihadapan ribuan muridnya. Maka kira-kira bagaimana kedudukan dan kehormatan para ‘ulama kibâr tersebut di hadapan para muridnya tersebut? Di atas cara dan pola yang demikianlah, Al-Hajûri mentarbiyyah ribuan muridnya di Ma’had Dammâj!!! Semoga Allah mengembalikan Ma’had Dammâj tercinta sebagaimana sedia kala pada masa Asy-Syaikh Al-’Allâmah Al-Muhaddits Al-Wâlid Al-Murabbi Muqbil bin Hâdi Al-Wâdi’i v, yang penuh suasana ilmiah, persatuan, mahabbah, mawaddah, dan ta’âwun yang sangat kental dan sangat erat antara ahlus sunnah

. . Namun sayang dan sangat disesalkan, nasehat mulia dari seorang ‘alim yang bijak dan mulia ini, tidak bermanfaat bagi Al-Hajûri. Nasehat dari gurunya sendiri ini sama

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

67

sekali tidak menyentuh hatinya, sama sekali tidak membuatnya takut kepada Allah U yang kemudian mengantarkannya untuk beristighfar dan bertaubat kepada-Nya. Malah justru dia hendak mungkir dan menututupi kesalahan tersebut dengan kedustaan! Tak lama berselang, tepatnya 4 hari setelah nasehat ini (yaitu tanggal 19 Rabî’ul Awwâl 1429 H atau sekitar tanggal 27 Maret 2008), dengan sangat berani Al-Hajûri mengeluarkan kaset bantahan atas nasehat ini dengan judul : Daf’ul Irtiyâb AlManshûb ilainâ min Taquwwulât Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb. Tanpa malu dan segan, nasehat Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb ini dibacakan di hadapannya kemudian ia bantah satu persatu. Diiringi dengan muntahan caci maki, cercaan, dan sumpah serapah dari lisannya terhadap kehormatan dan harga diri Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi, bahkan terhadap masyaikh yang lainnya. Tidak tanggung-tanggung, dalam kaset tersebut AlHajuri balik memvonis bahwa Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb adalah kadzdzâb (pendusta). Innâ lillâhi wa Innâ ilaihi Râji’un. Langkah Al-Hajuri tersebut kemudian diikuti oleh para pengikut fanatiknya, di antaranya oleh Abu Samh Iyadh Al-Hasyidi. Dengan lancang ia berani menorehkan penanya untuk membantah nasehat mulia dari seorang ‘alim yang sangat arif bijak nan mulia tersebut. Lebih parah lagi, tulisan bantahan tersebut diekspor ke Indonesia oleh para murid Indonesia anak didik Al-Hajuri, Yaitu dengan diterjemahkan dan disebarluaskan via email. Tentunya tulisan tersebut dihiasi dengan persaksian dan cerita yang hanya Allah sajalah yang tahu kebenarannya, dibawakan oleh orang-orang majhul (maaf meminjam istilah mereka). (Dikutip dari http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/03/silsilah-nasehatal-wushabi-4-sambutan-istimewa/)

III.6. SAMBUTAN ATAS NASIHAT ASY-SYAIKH RABI' Sebagaimana telah kita tahu, pada 17 Rabi’uts Tsani 1429 (atau sekitar tanggal 24 April 2008, pen) H Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah telah menyampaikan nasehatnya kepada segenap ahlus sunnah di Yaman terkait dengan fitnah yang terjadi. Dalam nasehat tersebut beliau menegaskan bahwa perselisihan yang terjadi bukanlah perselisihan manhaj ataupun aqidah, namun hanyalah kepentingan-kepentingan pribadi. seraya beliau meminta kepada semua pihak untuk mengakhiri dan menyelesaikan fitnah yang terjadi. Selengkapnya bisa dibaca pada : Nasehat tersebut benar-benar mendapat sambutan hangat dari ahlus sunnah di Yaman, termasuk para masyaikh kibar di sana. Termasuk di antaranya Al-’Allamah AlMuhaddits Al-Walid Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab, dalam ceramahnya yang beliau sampaikan pada, malam Sabtu tanggal 20 Rabî’uts Tsâni 1429 H (atau sekitar tanggal 27 April 2008, pen). Sambutan beliau itu berjudul : Al-îdhâhul Badî’ li Nashîhati Asy-Syaikh Rabî’

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

68

Temukan rekaman suaranya asli di : http://www.salafishare.com/id/26LSHNGQZDI6/aleda7_albadee3.rm (Penjelasan yang sangat Indah terhadap Nasehat Asy-Syaikh Rabî’ ) Beliau mengatakan bahwa nasehat ini telah beliau sampaikan di kediaman beliau di Makkah Al-Mukarramah -semoga Allah terus menambah kemuliaan dan keagungan bagi negeri tersebut- ba’dal Maghrib hari Rabu tanggal 17 bulan ini (Rabî’uts Tsâni) dan tahun ini (1429 H). Secara kebetulan, bahwa secara bersamaan beliau-pun telah menyampaikan muhâdharah pada hari dan tanggal yang sama di salah satu desa di kabupaten Yarîm. Ketika itu beliau tidak tahu akan adanya nasehat Asy-Syaikh Rabî’ ini demikian juga Asy-Syaikh Rabî’ pun juga tidak tahu akan adanya muhâdharah yang beliau sampaikan pada hari tersebut. Muhâdharah tersebut berjudul Al-îdhâh wal Bayân fî Mauqifil Muslim min Fitanil Azmân, yang membahas tema yang sama. Nasehat Asy-Syaikh Rabî tersebut -jazâhullâh khairan- bermanfaat, (muhâdharah) beliau pun juga bermanfaat. Semoga Allah menerima amal tersebut. Semoga Allah menenjadikan amal-amal kita, amal-amal Asy-Syaikh Muqbil, amal-amal Asy-Syaikh Rabî’, dan segenap ‘ulama ahlus sunnah termasuk dalam timbangan kebaikan kita semua. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Do’a. Pada Muqaddimah ceramahnya Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab mengatakan : “Namun sebelum itu perlu diketahui bahwa nasehat-nasehat para ‘ulama yang berpegang kepada Al-Kitab dan As-Sunnah adalah nasehat yang penuh dengan kebaikan, barakah, ilmu, dan faedah, serta arahan-arahan. Allah ”Azza wa Jalla telah menjadikan para ‘ulama -yang berilmu tentang Al-Kitab dan As-Sunnah- sebagai rahmat untuk hamba-hamba-Nya. Para ‘ulama itu sangat sayang dan mengasihi mereka, memperingatkan mereka dari berbagai kejelekan dan mendorong mereka kepada berbagai kebaikan. Para ‘ulama itu adalah bintang-bintang di bumi. Jika bintang-bintang tersebut adalah bintang-bintang langit, maka para ‘ulama adalah bintang-bintang bumi. Jika bintang-bintang tersebut sebagai penerang/cahaya di langit, maka para ‘ulama adalah penerang/cahaya di bumi. Jika bintang-bintang tersebut sebagai perhiasan langit, maka para ‘ulama adalah perhiasan bumi. Umat akan terus berada dalam kebaikan selama di tengah-tengah mereka ada para ‘ulama yang senantiasa mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang memperhatikan kondisi umat. Umat akan terus berada dalam kebaikan selama mereka senantiasa menghargai dan menghormati para ‘ulama serta senantiasa mengikuti nasehat-nasehat para ‘ulama. Karena nasehat merupakan sesuatu yang sangat berharga dan mahal nilainya. Oleh karena itu, sudah seharusnya bagi para ‘ulama untuk senantiasa mencurahkan berbagai nasehat kepada umat pada setiap saat. Karena tidak ada kehidupan bagi umat ini kecuali dengan ilmu, agama, dan dengan keberadaan para ‘ulama mereka. Dengan nasehat para ‘ulama tampaklah al-haq dan terbantahlah segala kebatilan. Maka, semoga Allah membalas Asy-Syaikh Rabî’ dengan kebaikan dan juga Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jâbiri, semoga Allah membalasa para ‘ulama ahlus sunnah dengan kebaikan pada setiap tempat dan zaman. Mereka telah memperhatikan dengan serius mashlâhah umat dan mengarahkannya kepada kebaikan. Kita memohon taufiq kepada Allah untuk mereka (para ‘ulama) dan segenap kaum muslimin.”

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

69

Kemudian Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Al-Wushâbi membacakan transkrip nasehat Asy-Syaikh Rabî’, dengan penuh penghormatan dan penghargaan serta kesiapan untuk menerima nasehat tersebut] [1]) Selesai membaca mengatakan :

nasehat

tersebut,

Asy-Syaikh

Al-Wushabi

hafizhahullah

“Semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan manfaat dengan nasehat ini. Semoga fitnah ini, yang sebelumnya telah didahului oleh fitnah Abul Hasan, bisa menjadi ‘ibrah (pelajaran) insyâ’allâh bagi semua pihak. Masing-masing bisa mengambil pelajaran. Namun pelajaran ini, banyak pihak yang tidak bisa memahaminya, sehingga setiap datang fitnah mereka pun larut di dalamnya. Padahal sikap para thullâb tidaklah seperti sikapnya orang awam -sebagaimana telah aku terangkan dalam muhâdharah- . Sikap para thullâb semestinya tenang dan santun serta menyerahkan penyelesaian fitnah tersebut kepada para ‘ulama. Adapun para ‘ulama wajib atas mereka untuk senantiasa bertaqwa dan takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala pada diri mereka, ucapan mereka, dalam mendidik muridmurid mereka, dan dalam membimbing umat, demikian juga para ‘ulama hendaknya bertaqwa kepada Allah dalam menjaga dakwah yang penuh barakah ini, yaitu dakwah yang mengajak kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Kalian telah tahu dari penjelasan-penjelasan Asy-Syaikh Muqbil v, demikian juga penjelasan-penjelasan Asy-Syaikh Rabî’ dan para ‘ulama ahlus sunnah lainnya, bahwa dakwah ini memiliki banyak musuh. Banyak orang-orang yang dengki dan berupaya membuat makar terhadapnya, mereka adalah orang-orang yang tidak menginginkan Al-Haq (kebenaran) ………. . Namun Allah senantiasa mengawasi segala gerak-gerik mereka. Insyâ’allâh kapan pun datangnya fitnah, maka sikap kalian -wahai para penuntut ilmu- adalah satu, yaitu tenang, santun, dan tidak turut campur di dalamnya, serta senantiasa menunggu penjelasan para ‘ulama. Alhamdulillâh dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah senantiasa dipimpin oleh para ‘ulama rabbaniyyûn yang senantiasa ikhlash -menurut yang kita ketahui, dan Allah yang memperhitungkan amal mereka…… Dakwah ini memiliki para ‘ulama, yang senantiasa mengajak umat manusia untuk berpegang kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam . Sebelumnya aku mengira bahwa manusia bisa mengambil pelajaran dari fitnah Abul Hasan ….. . Sebelumnya aku mengira bahwa kalau terjadi lagi fitnah setelah itu maka mereka tidaklah menghadapinya kecuali dengan tenang, santun, dan tidak ta’ashshub. Namun ternyata allâhul musta’ân. Mungkin sebagian mereka telah lupa …. , mungkin mereka telah lupa ………. Kini fitnah itu datang kembali dengan warna baru dan wajah baru pula. Maka lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu berjalan bersama para ‘ulama dalam menyikapi fitnah Abul Hasan. Betapa indahnya sikap mereka. Alhamdulillâh, sikap para ‘ulama dalam fitnah Abul Hasan sangat membuat dada lapang, sangat baik, bermanfaat, dan memberikan bimbingan. Terbukti, Allah menjadikan al-haq, kebenaran, serta kejernihan akal ada pada lisan para ‘ulama. Maka tersingkirlah Abul Hasan dan tersingkaplah kondisi orang-orang yang jelek. Kebenaran berpihak pada mereka yang berjalan bersama para

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

70

‘ulama dalam menyikapi fitnah tersebut, walhamdulillâh. Tidak ada bagi mereka kecuali kebaikan. Terjaga lisan mereka, terjaga waktu, hari-hari, dan bulan-bulan mereka, hingga sirnalah fitnah tersebut dengan kebenaran para ‘ulama.” Beliau juga mengatakan sebagaimana dikatakan oleh Asy-Syaikh Rabi’ dan para ‘ulama lainnya, bahwa sikap para ‘ulama sepakat bahwa semuanya adalah Ahlus Sunnah, baik Al-Hajûri maupun Al-’Adani, demikian juga Asy-Syaikh Sâlim Bâ Muhriz dan Asy-Syaikh ‘Abdullâh Al-’Adani, semuanya adalah Ahlus Sunnah. Maka apa yang terjadi berupa berbagai berita yang bersumber dari “katanya dan katanya”, dan celaan-celaan yang terjadi itu semua tidak lain adalah kepentingan-kepentingan pribadi, bukan celaan terhadap aqidah, manhaj, atau lainnya. Sehingga tidak ada di antara para ‘ulama kibar di Yaman atau pun di luar Yaman yang mengatakan bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman adalah hizbi. Tidak ada satu pun dari para ‘ulama kibar tersebut yang sepakat dengan tahdzir dan vonis serta celaan AlHajuri terhadap Asy-Syaikh ‘Abdurrahman. Demikian juga para ‘ulama tidak sepakat dengan berbagai celaan dan tahdzir Al-Hajuri terhadap Asy-Syaikh Salim Ba Muhriz dan Asy-Syaikh ‘Abdullah Mar’i Al-’Adani.

[1] Demikianlah, para masyâikh dan segenap ahlus sunnah mendengar nasehat AsySyaikh Rabî’ penuh kesiapan untuk menerima dan merealisasikan nasehat tersebut, layaknya seorang anak yang mendengar nasehat ayahnya. Berbeda halnya dengan AlHajûri dan murid-muridnya di Dammâj. Nasehat mulia dari seorang ‘ulama kibâr ini dibantah. (Dikutip dari http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/03/silsilah-nasehatal-wushabi-5-sambutan-atas-nasehat-asy-syaikh-rabi/)

III.7. PERAN ‘ULAMA DALAM MEMADAMKAN FITNAH Dalam nasehatnya kali ini, Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab menekankan tentang kedudukan dan peran penting para ‘ulama Ahlus Sunnah dalam memadamkan fitnah. Di samping beliau juga menekankan pentingnya merujuk kepada para ‘ulama, pentingnya ukhuwwah. Bisa didengar langsung di sini (http://www.salafishare.com/id/26M455AKUN90/g.%20nasehat%20alwushabi%20baru.rm) Dalam kesempatan itu pula, beliau membantah pihak-pihak yang tidak mau mendengar atau tidak mau menggubris nasehat para ‘ulama. Beliau menegur pihakpihak yang merasa dirinya lebih tahu dan lebih paham tentang fitnah di banding para ‘ulama. Beliau mengatakan :

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

71

. ‫ ﻣﺎ ﺑﺎﻟﻚ ﺑﻨﺼﻴﺤﺔ‬: ‫ﺗﻄﺎﻟﺐ‬ : . .

‫ﻣﻌﺎﻳﺶ‬ . “Jika kita tidak mau mendengar nasehat ulama maka nasehat siapa yang akan kita dengar? Jika Asy-Syaikh Rabi’ sudah menasehati, Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri sudah menasehati, fulan sudah menasehati, Abu Ibrahim (Yakni beliau sendiri) sudah menasehati, lalu nasehat yang ini kita bantah dan nasehat yang itu kita bantah. Jika demikian berarti kita menyerupai mubtadi’ah, kita menyerupai pentolan fitnah AlMishri [1]). Tidak boleh, wajib kita untuk menjadi lebih tinggi dari sifat (jelek) tersebut. Apabila engkau memahami nasehat, bagaimana menurutmu dengan nasehat seorang ‘alim? Lalu bagaimana pula dengan nasehat-nasehat para ‘ulama dari tempat yang berbeda-beda? (Mereka menasehatkan), “Diamlah dan tenanglah kalian, diam dan tenanglah kalian”, namun engkau berani mengatakan, “Tidak, kami lebih tahu.” Yakni berarti para ‘ulama tidak memahami permasalahan? Tatkala engkau mengatakan bahwa kami lebih tahu masalah ini (daripada ulama) artinya engkau menyerupai mubtadi’ah. Jika mereka dinasehati, mereka mengatakan bahwa fulan tidak mengerti masalah atau tidak tahu masalah, atau mereka membantah nasehat para ulama dengan cara apa saja (yang mampu mereka lakukan).

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

72

Wahai saudaraku! Pada masa sekarang ini barang siapa berada di Dammaj atau di ‘Aden atau di Makkah atau di Madinah atau di Baidha’ atau di Ba’dan, seluruh masyarakat sekarang ini seakan hidup bersama dalam satu daerah. Informasi tersebar dengan cepat ke Timur dan ke Barat dan lewat telpon, bahkan di kalangan para penjual bawang merah sekalipun. Permasalahan fitnah yang terjadi bukan sesuatu yang sulit untuk diikuti. Pihak yang ini punya teman dan pihak lainnya punya teman. Pihak yang ini membawa informasi dan pihak yang lain membawa informasi. Syubhat ini, yaitu bahwa kami lebih mengetahui permasalahan (daripada ulama) tidak akan mengelabui ulama. Bagaimana mungkin para ulama tidak mengerti permasalahan? Maksudnya bahwa informasi sampai kepada para ulama dari berbagai jalan sampai pada tingkat mutawatir. Informasi datang bukan hanya dari satu orang, dua orang, tiga orang, empat orang, lima orang atau hanya enam orang saja. Namun informasi tersebut datang dari banyak orang sampai pada tingkat mutawatir [2]). Sehingga ‘alim tersebut seakan-akan berada di tempat terjadinya fitnah dan hidup bersama fitnah itu. Jadi fitnah bukan merupakan seuatu yang asing baginya, tidak dari jauh tidak pula dari dekat. Maka bagaimana nasehat-nasehat ulama bisa dibantah dengan mengatakan, “Kami lebih tahu permasalahan.” Ini bukan hujjah.”

[1] Yaitu Abul Hasan Musthafa bin Sulaiman Al-Mishri. pentolan fitnah hizbiyyah ikhwanul mislimin di Yaman yang telah disehati sekian lamanya oleh para ulama untuk ruju’ dari kesalahan-kesalahannya, namun tidak mau mendengar nasehat dan tidak mau bertaubat. Sehingga akhirnya ditahdzir oleh para ulama, Asy-Syaikh Rabi’ bersama ulama lainnya. [2] Jumlah yang sangat banyak sehingga mustahil terjadi kedustaan atau kekeliruan. (Dikutip dari http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/03/silsilah-nasehatal-wushabi-6-peran-ulama-dalam-memadamkan-fitnah/)

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

73

III.7. BIMBINGAN ‘ULAMA UMAT DALAM MENGHADAPI FITNAH ‫ﻧﺼﺎﺋﺢ ﻋﻠﻤﺎء اﻷﻣﺔ ﻋﻨﺪ اﻟﻔﺘﻦ اﻟﻤﺪﻟﮭﻤﺔ‬ Nasehat-Nasehat Para ‘Ulama Umat Dalam Menghadapi Terpaan Fitnah

Dikumpulkan, disusun, dan disunting oleh : Abu Ibrahim Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi Al-’Abdali Al-’Allamah Al-Walid Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi hafizhahullah, sebagai salah seorang kibar ‘ulama Dakwah Salafiyyah yang cukup dihormati dan disegani di Yaman, beliau memiliki andil besar dan peran yang sangat penting dalam perkembangan dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah di Yaman. Beliau telah banyak memberikan bimbingan dan nasehat kepada umat untuk kebaikan aqidah, manhaj, ibadah, dan akhlaq mereka. Beliau terkenal sebagai seorang ‘ulama yang sangat hakim (bijak), shabur (penyabar), zuhd, tenang, dan berwibawa, disamping ilmu yang luas dan sangat mumpuni. Beliau selalu tampil di garda terdepan dalam memberikan nasehat kepada umat, dan memberikan peringatan dari bahaya bid’ah dan hizbiyyah beserta para pengusungnya. Kapasitas dan senioritas Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab ini disaksikan dan diakui oleh Asy-Syaikh Muqbil Al-Wadi’i rahimahullah. (lihat kembali : Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab AlWushabi hafizhahullah) Beliau terkenal mantap dan kokoh dalam menghadapi berbagai fitnah yang muncul. Sebagai seorang ‘alim rabbani, beliau membimbing dan mengarahkan umat dengan arahan Al-Qur’an dan As-Sunnah di atas manhaj salaf.

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

74

Termasuk telah banyak upaya dan peran nyata dalam rangka beliau dalam memadamkan fitnah yang terjadi di Yaman baru-baru ini, baik melalui muhadharah (ceramah) maupun yang lainnya. Diantaranya telah kita sampaikan, lihat kembali : a. BAB II.1. Pentingnya berkumpul di sekitar ‘ulama (URL http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/02/12/pentingnya-berkumpuldi-sekitar-ulama/) b. BAB II.2. Nasehat malam tasu’a (URL http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/02/12/nasehat-malam-tasua/) c. BAB II.3. Nasehat malam ‘asyura (URL http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/02/12/silsilah-nasehat-alwushabi-3-nasehat-malam-asyura/) d. BAB II.4. Sambutan istimewa (URL http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/03/silsilah-nasehat-alwushabi-4-sambutan-istimewa/) e. BAB II.5. Sambutan atas nasehat asy-syaikh Rabi’ (URL http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/03/silsilah-nasehat-alwushabi-5-sambutan-atas-nasehat-asy-syaikh-rabi/) f. BAB II.6. Peran ‘ulama dalam memadamkan fitnah (URL http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/03/silsilah-nasehat-alwushabi-6-peran-ulama-dalam-memadamkan-fitnah/) Berkat karunia dan kemudahan dari Allah Jalla wa ‘Ala, beliau berkesempatan untuk mengumpulkan berbagai nasehat, ceramah, dan himbauan para masyaikh Dakwah Salafiyyah, baik di Yaman maupun di luar Yaman, terkait dengan fitnah vonis hizbiyyah terhadap Asy-Syaikh ‘Abdurrahman yang dilontarkan oleh Al-Hajuri. Risalah setebal 239 halaman ini merupakan salah satu wujud peran dan tindakan nyata beliau dalam upaya memadamkan fitnah yang terjadi. Di samping menyebutkan nasehat para ‘ulama kibar Yaman, tidak terlewatkan pula beliau menyebutkan nasehat para ‘ulama kibar International, yaitu Samahatul Walid Al-’Allamah Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Faqihul ‘Ashr Muhammad Al-’Utsaimin, dan ‘Allamatul Yaman Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahumullah. Risalah mulia ini, dipublikasikan pertama kali di www.olamayemen.com . Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membalas upaya beliau tersebut dengan kebaikan dan menjadikannya termasuk dalam cacatan amal shalih beliau, serta menjadikan niat dan maksud penulis dapat tercapai. *** Dalam muqaddimahnya, Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab rahimahullah berkata :

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

75

.

. : Maka inilah nasehat-nasehat para ‘ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam menghadapi setiap fitnah besar. Telah saya mengumpulkannya, kemudian saya susun, saya perbaiki, dan saya sunting. Semoga Allah menjadikan para thullabul ‘ilmi mendapat manfaat dari risalah ini, demikian juga segenap segenap saudara-saudaraku kaum muslimin baik di penjuru bumi bagian timur maupun barat, ketika terjadinya fitnah yang membuat gelap gulita.

. Abu Ibrahim Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi Al-’Abdali 1 / 1/ 1430 H (atau sekitar tanggal 29 Desember 2008, red) Al-Hudaidah _ Masjid As-Sunnah *** Nasehat-nasehat yang terkumpul dalam risalah ini adalah : 

Hasil Pertemuan ‘Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah Yaman, di Ma’bar 12/4/1428 H (atau sekitar tanggal 19 April 2008, pen)



Hasil Pertemuan ‘Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah Yaman, di Al-Hudaidah 5/1/1429 H (atau sekitar tanggal 14 Januari 2008, pen)



“Nasehat untuk Ahlus Sunnah” oleh Al-Walid Al-’Allamah : Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi Al-’Abdali (15 Ramadhan 1429 H atau sekitar tanggal 16 September 2008, pen) Muhadharah Asy-Syaikh ‘Allamah Muhammad bin ‘Abdil Wahhab AlWushabi Al-’Abdali di Ad-Dis Asy-Syarqiyyah, malam Sabtu 5 Syawwal 1429 (atau sekitar tanggal 6 Oktober 2008, pen), dalam pertemuan Ahlus Sunnah wal Jama’ah di Sahil Hadhramaut



Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

76



Nasehat Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah ta’ala untuk Ahlus Sunnah wal Jama’ah di Yaman, dari kediaman beliau di Makkah selepas Maghrib hari Rabu 17/4/1429 H (atau sekitar tanggal 24 April 2008, pen)



Nasehat Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah ta’ala untuk Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Kamis 11 Ramadhan 1429 H (atau sekitar tanggal 12 September 2008, pen)



“Nasehatku untuk Ahlus Sunnah Hadhramaut” oleh Fadhilatusy Syaikh Abu Nashr Muhammad Al-Imam hafizhahullah, Senin 18 Rajab 1429 H (atau sekitar tanggal 22 Juli 2008, pen)



Nasehat Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Yahya Al-Bura’i (Jalsah bersama penduduk Qushai’ir dengan Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Al-Bura’i) [dipublikasikan di Forum Al-Wahyain As-Salafiyyah pada 6 Sya'ban 1429 H / 7 Agustus 2008 M]



Nasehat Asy-Syaikh ‘Abdullah bin ‘Utsman Adz-Dzamari hafizhahullah 8 Sya’ban 1429 H (atau sekitar tanggal 11 Agustus April 2008, pen)



Nasehat Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Ash-Shaumali, imam dan khathib Masjid Al-Khair - Shan’a untuk para thullabul ilmi dari penduduk wadi Hadhramaut, 16/5/1429 H (atau sekitar tanggal 22 Mei 2008, pen)



Nasehat Asy-Syaikh ‘Abdul Mushawwir Al-’Arumi, pengasuh Ma’had AsSunnah di Maris, yang beliau sampaikan di Kota Jeddah pada bulan Ramadhan Mubarak tahun 1429 H (atau sekitar bulan September 2008, pen)



Nasehat Asy-Syaikh Al-’Allamah Muhammad bin ‘Abdillah Al-Imam untuk Ahlus Sunnah wal Jama’ah, bertajuk “Qabulul Haq” (disampaikan di Darul Hadits Ma’bar harrasahullah pada hari Rabu 29 Rajab 1429 H) (atau sekitar tanggal 2 Agustus 2008, pen)



Nasehat Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Al-Bura’i untuk para pemuda Ta’iz di Mafraqhubaisy 3/10/1429 (atau sekitar tanggal 4 Oktober 2008, pen)



Kalimat dari Asy-Syaikh Al-Fadhil Abu ‘Abdillah ‘Utsman bin ‘Abdillah AsSalimi di Masjid As-Sunnah Al-Hudaidah, Jum’at 5/4/1429 H (atau sekitar tanggal 12 April 2008, pen)



Penjelasan Al-’Allamah Al-Faqih Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah dalam tafsir Surat “Quraisy”.



Nasehat Asy-Syaikh Al-Muhaddits Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah kepada Ahlus Sunnah wal Jama’ah (dari kitab Hadzihi Da’watuna wa ‘Aqidatuna)



Nasehat Asy-Syaikh Al-Muhaddits Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah kepada Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam kitab Hadzihi Da’watuna wa

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

77

‘Aqidatuna yang beri judul “Obat atas Perselisihan yang Timbul antara Ahlus Sunnah pada masa ini” 

Nasehat untuk menyatukan kalimat Ahlus Sunnah wal Jama’ah, oleh AsySyaikh Muhammad bin Hadi Al-Wadi’i, dipublikasikan pada 7 / 5/ 1429 H (atau sekitar tanggal 13 Mei 2008, pen)



Nasehat Samahatusy Syaikh Al-’Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah dengan judul “Penjelasan tentang Akhlaq dan Sifat-Sifat yang sudah selayaknya bagi para da’i untuk berakhlaq dengannya dan berjalan di atasnya”



Muqaddimah oleh Abu ‘Abdillah ‘Abdurrahman bin ‘Umar bin Mar’i hafizhahullah, pengasuh ma’had Sunnah di Fuyusy



Muhadharah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi di ma’had Sunnah di Fuyusy



Muhadharah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi dalam acara ijtima’ Ahlus Sunnah wal Jama’ah di Masjid Al-Khair - Shan’a, hari Jum’at 2/11/1429 H (atau sekitar tanggal 1 November 2008, pen) ***

Terakhir, beliau menutup risalah berharga ini dengan mengatakan : “Sampai disini saya cukupkan. Saya meminta kepada Allah dengan anugrah dan kemurahan-Nya agar memberikan kepada kita ilmu yang bermanfaat, amal yang shalih, dan niat yang ikhlash, serta memberikan taufiq bagi kita kepada apa yang Dia cintai dan Dia ridhai. Dan semoga Allah memperbaiki kondisi kaum muslimin, serta memberikan kepada mereka pemahaman dalam agama. Sesungguh Dia Maha Mendengar do’a.

. Abu Ibrahim Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi Al-’Abdali 1 / 1/ 1430 H Al-Hudaidah _ Masjid As-Sunnah *** Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa menghargai, serta mau mendengar dan menjalankan nasehat para ‘ulama kita. Semoga kita termasuk orang-orang yang diberi kemudahan oleh Allah untuk mengamalkan firman-Nya :

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

78

[83/

] (83)

“Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka segera menyebarkannya. Kalau mereka mau menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri (para ‘ulama) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil Amri tersebut). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, tentulah kalian akan mengikut syaitan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kalian).” [An-Nisa' : 83] Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata tentang tafsir ayat di atas : “Pada ayat ini terdapat dalil atas kaidah adabiyyah (terkait dengan adab/sopan santun), yaitu bahwa jika terdapat pembahasan dalam salah satu masalah dari sekian banyak permasalahan, selayaknya untuk dikembalikan dan diserahkan kepada orang yang memang mampu/memiliki keahlian dalam permasalahan tersebut, dan tidak mendahului/melangkahinya. Sesungguhnya cara tersebut lebih dekat kepada kebenaran dan lebih utama untuk selamat dari kesalahan.”

(Dikutip dari http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/02/12/asysyaikh-muhammad-bin-abdil-wahhab-al-wushabi-hafizhahullah/).

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

79

BAB IV Sikap Ulama’ atas Syaikh Abdurrahman Al Adeni & Al Wushabi hafidhahumullah IV.1 Pujian Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam terhadap Asy-Syaikh Al-Wushabi dan Asy-Syaikh ‘Abdurrahman Pada tanggal 16 Shafar 1430 H (atau sekitar tanggal 12 Februari 2009, red) AsySyaikh Muhammad bin ‘Abdillah Al-Imam menyampaikan muhadharah (ceramah) di ma’had beliau di kota Ma’bar. Muhadharah beliau ini telah ditranskrip dan dipublikasikan di http://www.sh-emam.com/makal.php?id=44 dan http://www.olamayemen.com/html/makalat/articles.php?id=44 Dalam ceramahnya tersebut, beliau menjelaskan tentang hakekat dakwah dan para masyaikh dakwah di Yaman. Dimulai dari menyebutkan sekelumit tentang biografi Asy-Syaikh Muqbil Al-Wadi’i, yang menggambarkan keutamaan dan tingkat keilmuan beliau, serta upayanya yang sungguh-sungguh dalam menyebarkan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam di negeri Yaman. Dalam kesempatan singkat ini kami cuplikkan sebagian isi ceramah beliau, terkhusus yang terkait dengan dua masyaikh Ahlus Sunnah, yaitu Asy-Syaikh Al-’Allamah Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi dan Asy-Syaikh Al-Fadhil ‘Abdurrahman Al-’Adani -hafizhahumallah-. Sengaja kami nukilkan bagian ini saja, karena kedua syaikh tersebut terzhalimi dan dicela serta dijatuhkan harkat dan martabatnya. Namun, muhadharah indah dan berharga ini telah mendapat kecaman dan bantahan keras dari Al-Hajuri, sebagaimana akan kami sebutkan. Dalam ceramahnya tersebut, Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah mengatakan :

.

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

80

«

» ‫ﺎﻟﺔ‬ «

» .

.

“Adapun waliduna (ayah kita), Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab hafizhahullah, maka saya telah mengenal beliau sebagai seorang syaikh (’ulama) semenjak sebelum aku menuntut ilmu, aku sudah mengenal beliau sebagai seorang syaikh yang berdakwah di jalan Allah, menghadapi berbagai fitnah, memperingatkan (umat) dari berbagai kesesatan, khurafat, kesyirikan, dan lainnya. Jadi beliau dalam dakwah sudah sangat senior dan lama, hafizhahullah, beliau berjalan dalam menyebarkan dakwah menuju agama Allah, dan sejak aku mulai menuntut ilmu hingga sekarang, tidak lebih dari 26 tahun. Sebagaimana anda telah dengar, bahwa Asy-Syaikh Muhammad (Al-Wushabi) lebih dahulu sebelum kami dalam dakwah menuju kepada agama Allah. Maka beliau lebih lebih senior dari kami, baik dari sisi umur maupun dari sisi keilmuan. Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab hafizhahullah memiliki kekokohan dan kesabaran yang besar, serta kesinambungan dalam kebaikan dan kesinambungan dalam perkara dakwah menuju kepada agama Allah, beliau memiliki perjalanan hidup yang baik dan sikap komitmen yang kuat (kepada sunnah) bihamdillah rabbil ‘alamin. Tokoh besar ini dengan keutamaan dari Allah ‘Azza wa Jalla atasnya adalah setiap kali muncul fitnah maka dia tidak larut padanya, namun dia selamat darinya, bahkan bersemangat untuk memberikan peringatan (terhadap umat atas bahaya fitnah tersebut) jika memang waktu dan kondisinya mengharuskan (untuk berbuat demikian). Sungguh telah berlalu dan terjadi berbagai fitnah yang sangat banyak, maka beliau bihamdillah menghadapi berbagai fitnah tersebut dengan ilmu dan sikap bijak. Sungguh beliau telah selamat dan terjauhkan dari seruan Juhaiman dengan berbagai propagandanya kepada fitnah yang sangat besar kejelekannya, yaitu propaganda bahwa Al-Qahthani adalah sebagai Al-Mahdi, tindakan pengkafiran, dan berbagai fitnah yang mereka timbulkan. Demikian juga muncul fitnah hizbiyyah, maka beliau pun mentahdzir (umat) dari bahaya hizbiyyah, baik hizbiyyah Ikhwanul Muslimin, hizbiyyah pemilu dan demokrasi, beliau tidak termasuk orang yang tercebur padanya, atau mendekat darinya, atau pun berjalan sedikitpun pada peredarannya. Kemudian muncul dakwah sururiyyah, dakwah yang dinisbahkan

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

81

kepada Muhammad bin Surur yang berlaqab Zainul ‘Abidin. Walhamdulillah, beliau pun termasuk para ‘ulama yang mentahdzir dari bahaya (fitnah sururiyyah) tersebut. Lalu muncul fitnah Abul Hasan. Demikian juga, sikap beliau adalah sebagaimana yang telah diketahui oleh kebanyakan antum, yaitu sikap yang agung dan bermanfaat untuk dakwah ini, walhamdulillah. Dan berbagai permasalahan lainnya. Bahkan beliau memiliki tulisan 50 Kritikan atas Sururiyyah, 50 Kritikan atas Kelompok Ikhwanul Muslimin, dan 50 Kritikan atas Jama’ah Tabligh. Beliau juga memiliki risalah berjudul “Tahdzirus Salaf min Ahlil Bida’ ” , beliau juga memiliki banyak karya tulis, yang paling utama adalah “Al-Qaulul Mufid” yang juga dipelajari oleh kami di sini, di Darul Hadits Ma’bar, juga dipelajari di berbagai tempat di negerinegeri muslimin. Sungguh Allah telah memberikan manfaat dengannya -sebagaimana antum dengar- dalam bentuk manfaat yang sangat besar. Beliau senantiasa berada di atas kebaikan tersebut, yaitu mengajar, berdakwah, menulis, mentahqiq, walillahil hamd wal minnah. Kita memohon kepada Allah agar menganugrahkan kepada kita, kepada beliau, dan kepada segenap kaum muslimin kekokohan di atas al-haq. Ini secara ringkas penjelasan terkait dengan Waliduna Al-’Allamah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi Al-’Abdali hafizhahullah.” ♦♦♦ Sampai kemudian Asy-Syaikh Al-Imam hafizhahullah mengatakan :

. .

.

-

-

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

82

: .

، “Berikutnya kita menuju pada penyebutan ringkas terkait dengan saudara kami : AsySyaikh Al-Fadhil (yand mulia) ‘Abdurraman Al-’Adani hafizhahullah. ‘Abdurrahman Al-’Adani telah dijadikan oleh Syaikhuna Al-Wadi’i (yakni AsySyaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i) termasuk dalam jajaran para masyaikh yang dijadikan rujukan ketika terjadi perselisihan atau perkara yang sangat berkaitan dengan dakwah. Beliau walhamdulillah senantiasa berjalan di atas kebaikan. Beliau terus berada di Ma’had Darul Hadits di Dammaj, mengajar dalam bidang aqidah dan fiqh. Beliau memiliki banyak syarh yang bagus dalam beberapa pembahasan dalam ilmu fiqh. Beliau memiliki ilmu yang sangat luas sebagaimana diketahui oleh orang-orang yang menghadiri pelarajan-pelajaran beliau baik dalam bidang fiqh maupun yang lainnya. Asy-Syaikh Yahya telah menyebutkan nama beliau dalam kitabnya “Ath-Thabaqat”, [1]) menyebutkan bahwa beliau memiliki ilmu yang luas atau dengan kalimat yang semakna. Asy-Syaikh ‘Abdurrahman dan Asy-Syaikh Yahya, tidaklah mereka berdua datang ke Dammaj (untuk menuntut ilmu) kecuali setelah saya pindah dari ma’had tersebut ke sini (Ma’bar). Oleh karena itu kami tidak saling berteman (dengan mereka berdua) dalam thalabul ilmi pada Waliduna Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah ta’ala. Asy-Syaikh ‘Abdurrahman senantiasa terus dalam barbagai aktivitasnya, baik terkait dengan dakwah, terkait dengan ta’lim, dan terkait dengan (penulisan) berbagai syarh, walhamdulillah. Beliau termasuk ‘ulama ahlus sunnah tanpa ada keraguan dan tanpa ada kebimbangan. Di antara yang ingin aku sebutkan, bahwa belum lama ini beliau berbicara dalam banyak muhadharah (ceramah), mengajak/menyeru (umat) untuk berpegang teguh kepada Al-Kitab dan As-Sunnah dan (agar umat) menjauh dari seruan-seruan/ajakanajakan yang penuh syubhat dan dakwah-dakwah hizbiyyah yang terselubungi oleh berbagai jum’iyyah dan lainya yang dengannya hizbiyyah dapat terselubungi. Penjelasan beliau tersebut sangat bagus. Di antara penjelasan dan tahdzir yang beliau (asy-syaikh ‘Abdurrahman) sampaikan, bahwa beliau mentahdzir dari kelompok Ikhwanul Muslimin, yang dulu diberi nama oleh Syaikhuna sebagai kelompok Ikhwanul Muflisin -dan beliau benar dalam hal ini- , mereka adalah orang-orang yang

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

83

merugi terkhusus dalam masalah politik. Demikian juga beliau (Asy-Syaikh ‘Abdurrahman) mentahdzir dari sururiyyah dan dari para fanatikus Abul Hasan AlMa’ribi. Beliau juga mentahdzir dari ash-habul jum’iyyat, karena beliau telah tahu bahwa sebagian ash-habul jum’iyyat hanyalah menjadikan jum’iyyat sebagai pelindung bagi hizbiyyah, seperti ash-hab jum’iyyatil hikmah dan ash-hab jum’iyyatil Ihsan. Mereka itu termasuk yang sudah diketahui telah menjadikan jum’iyyat sebagai pelindung bagi hizbiyyah. Dulu Syaikhuna Al-Wadi’i berkata tentang mereka : “hizbiyyah mereka terselubungi, kemudian tersingkaplah selubung tersebut dan menampakkan apa yang ada pada mereka, dan jadilah mereka sebagai ekor bagi kelompok Ikhwanul Muslimin.” Maka penjelasan ini dalam situasi seperti ini sangat bagus dan harus diulangulang pada waktu dan kesempatan yang berbeda, dalam rangka mendapatkan faidah yang lebih banyak. Karena setelah terjadi perselisihan, sebagian pihak telah mengira bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman sudah tidak seperti dulu sebelum terjadinya perselisihan, yaitu semangat di atas kejernihan dan kemurniaan dalam dakwah, menjauhkan dakwah dari syubhat dan perkaraperkara hizbiyyah. Dan kami, bihamdillah, tidak mengetahui tentang beliau (Asy-Syaikh ‘Abdurrahman) kecuali kebaikan baik dulu maupun sekarang. Namun penjelasan ini dalam situasi seperti ini terhitung sebagai suatu yang bermanfaat dan membuat lari pihak-pihak yang ingin “memancing di air keruh” sebagaimana dikatakan (dalam pepatah), bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman sudah tidak lagi berjalan di atas apa yang beliau berjalan sebelumnya, dan bahwa beliau demikian, dan demikian. Bahkan sebagian mereka mengira bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman setelah timbulnya perselisihan terhempas di antara kelompok Ikhwanul Muslimin atau di antara Sururiyyin atau yang lain. Namun itu semua tidak terjadi, bahkan dengan memuji Allah(Asy-syaikh ‘Abdurrahman) tetap senantiasa komitmen di atas dakwah, maka ini di antara anugerah dari Allah.” ♦♦♦ Penyebutan dan pujian terhadap dua syaikh tersebut, telah membuat marah Al-Hajuri sehingga ia pun buru-buru membantah ceramah Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam ini seraya mengecam tindakan beliau. Tepat tanggal 21 Shafar 1430 (atau sekitar tanggal 17 Februari 2009, red) keluarlah kaset khusus bantahan dari Al-Hajuri dengan judul : “Nashihah wa ‘Itab min An-Nashihil Amin Asy-Syaikh Yahya Al-Hajuri li Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam” (Nasehat dan Kecaman dari An-Nashihul Amin Asy-Syaikh Yahya Al-Hajuri terhadap Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam). Kenapa Al-Hajuri tidak menyambut ceramah Asy-Syaikh Al-Imam, kenapa justru dia malah membantah ceramah tersebut? Pembaca sekalian, Ceramah Asy-Syaikh Al-Imam ini sebagai bukti untuk kesekian kalinya, -salah satu bukti dari sekian banyak bukti- bahwa sikap para masyaikh Ahlus Sunnah adalah satu, yaitu bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman adalah ‘ulama ahlus sunnah yang

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

84

mulia. Tidak satu pun dari para masyaikh yang sependapat dengan Al-Hajuri atau mau menerima tahdzir Al-Hajuri. Sebaliknya, bantahan Al-Hajuri terhadap Asy-Syaikh Al-Imam semakin membuktikan bahwa Al-Hajuri sama sekali tidak mau menggubris nasehat para masyaikh sedikitpun. Di sisi lain, ceramah Asy-Syaikh Al-Imam ini sebagai bukti bahwa para masyaikh Ahlus Sunnah masih tetap menghargai dan memuliakan Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi. Berbeda dengan sikap Al-Hajuri yang sama sekali tidak menghargai, bahkan berani mencaci maki beliau. Sikap Al-Hajuri ini dijiplak dengan persis oleh para murid fanatiknya, sehingga mereka pun berani lancang menulis bantahan terhadap beliau, yang tidak jarang diiringi pula dengan celaan. Di antara yang diucapkan oleh Al-Hajuri dalam kasetnya berjudul ” Nashihah wa ‘Itab”- : - Bahwa “Ahlus Sunnah” kecewa berat dengan penyebutan biografi ‘Abdurrahman Al-’Adani (demikian bahasa Al-Hajuri) oleh Asy-Syaikh AlImam. ♦ (Entahlah “Ahlus Sunnah” mana yang dimaukan oleh Al-Hajuri. Namun perlu diketahui, bahwa tidak ada yang Ahlus Sunnah di mata Al-Hajuri kecuali orang-orang yang mau setia membelanya. Buktinya, Asy-Syaikh Rabi bin Hadi, Asy-Syaikh AlBukhari, Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi, Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri, demikian juga para ‘ulama Yaman, seperti Asy-Syaikh Al-Wushabi, Asy-Syaikh Al-Imam, Asy-Syaikh Al-Bura’i, Asy-Syaikh As-Salimi, Asy-Syaikh Ash-Shaumali, AsySyaikh Adz-Dzamari, Asy-Syaikh ‘Abdul Mushawwir, dan Ahlus Sunnah di Yaman yang berjumlah banyak termasuk juga asatidzah dan mayoritas ikhwah salafiyyin di Indonesia semuanya di atas satu kesepakatan bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman sebagai ‘ulama Ahlus Sunnah. Salah satu dari dua kemungkinan bagi Al-Hajuri, Kemungkinan pertama, bisa jadi dia tidak menganggap nama-nama besar di atas, sekaligus salafiyyin di Yaman, Indonesia, dan lainnya sebagai Ahlus Sunnah; dengan bahasa lain yang Ahlus Sunnah hanya dirinya sendiri dan orang-orang yang setia membelanya. Jika kemungkinan ini yang terjadi maka sebuah musibah besar telah menimpa dakwah Ahlus Sunnah dengan munculnya afkar hajuriyyah. Atau kemungkinan kedua, dia berdusta atas nama Ahlus Sunnah. ) - Al-Hajuri menyesalkan tindakan menurutnya itu dapat menipu umat.

Asy-Syaikh

Al-Imam,

karena

♦ (kita pun juga bingung, umat mana yang dimaksud oleh Al-Hajuri yang akan tertipu dengan penjelasan seorang syaikh dan ‘ulama kibar di Yaman)

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

85

- ‘Abdurrahman adalah hizbi ♦ (Demikianlah, untuk kesekian kalinya Al-Hajuri terus menegaskan vonis dan tahdzir yang telah ia ucapkan, bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman Al-’Adani adalah hizbi. Dengan ini terbukti untuk kesekian kalinya, siapakah sebenarnya yang tidak mau mendengar nasehat para ‘ulama) - Al-Hajuri berumpah atas nama Allah, bahwa walaupun para ‘ulama dunia bersatu di atas kesepakatan bahwa ‘Abdurrahman bukan hizbi maka saya (Al-Hajuri) tidak akan mau menerimanya. ♦ (sangat luar biasa perkataan ini. Disamping ini menunjukkan sikap tidak mau menghargai para ‘ulama, ini juga salah satu bukti dari banyak bukti bahwa Al-Hajuri sangat angkuh dan sombong).

- Bahwa shalihin dari kalangan jin dan shalihin dari kalangan manusia marah terhadap siapapun yang menentang dakwah dari ma’had ini (yakni ma’had Dammaj). ♦ (yang manjadi tanya besar di sini, dari mana Al-Hajuri tahu bahwa shalihin dari kalangan jin juga ikut marah? Hal ini mengingatkan kita pada salah satu gelar yang telah disematkan kepada Al-Hajuri, bahwa ia sebagai Imamuts Tsaqalain!! Entahlah dakwah mana yang dimaksud oleh Al-Hajuri. Kalau dakwah pada masa Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah, maka tentu hamba-hamba Allah yang shalihin dari kalangan Ahlus Sunnah, baik para masyaikh maupun para thalabul ‘ilmi, mereka akan marah. Namun jika yang dimaksud adalah dakwah hajuriyyah yang telah memecah belah salafiyyin di banyak tempat, penanaman sikap pelecehan terhadap ‘ulama sunnah, dan kesalahan-kesalahan aqidah-manhaj yang muncul darinya, yang itu semua terjadi setelah wafatnya Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah, maka sungguh kita tidak tahu orang-orang shalihin mana yang akan marah.)

- Tidak lupa juga, Al-Hajuri menyebutkan mimpi untuk menjatuhkan kehormatan dan kemuliaan Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi. [1] Dalam Ath-Thabaqah tersebut Al-Hajuri menuliskan :

. Asy-Syaikh yang mulia Abu ‘Abdillah ‘Abdurrahmân bin ‘Umar bin Mar’i bin Braik Al-’Adani, seorang yang memiliki akal (cara berpikir) yang tepat, telah Allah berikan kepadanya ilmu yang baik dan banyak, disertai dengan sikap tawadhu’ dan penuh adab, serta kekokohan di atas As-Sunnah.” (Dikutip dari http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/16/pujian-asysyaikh-al-imam-terhadap-asy-syaikh-al-wushabi-dan-asy-syaikh-abdurrahman/)

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

86

IV.2 Pujian Syaikh Muqbil terhadap Asy-Syaikh Al Wushabi Beliau adalah murid Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah yang paling senior, sekaligus teman sejawat dalam merintis dakwah di Yaman. Semenjak Asy-Syaikh Muqbil masih hidup, Asy-Syaikh Al-Wushâbi sudah mengasuh ma’had di Al-Hudaidah, dan beliau sudah menjadi salah tokoh besar dakwah salafiyyah di Yaman yang sangat disegani dan diperhitungkan. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah memuji beliau dengan mengatakan :

“Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Al-’Abdali Al-Wushâbi Abû Ibrâhîm, seorang da’i ilallâh, seorang yang zuhd, sangat penyabar, sangat mutqin (kokoh dan tepat) dalam berbagai penelitian dan karya tulisnya. Uraiannya dalam bidang ilmu hadits berada pada puncak itqân (kekokohan/ketepatan).” Demikian pujian sekaligus pengakuan Asy-Syaikh Muqbil atas kedudukan dan kapasitas keilmuan dan ketokohan Asy-Syaikh Muhammad, serta peran beliau dalam dakwah. Dalam kitab Al-Qaulul Mardhî fî ‘Umratil Makki karya Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Al-Wushâbi, dalam muqaddimahnya Asy-Syaikh Muqbil Al-Wâdi’i rahimahullah menegaskan pujian dan tazkiyyahnya bahwa :

/

. “Adapun penulis risalah ini, yaitu Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb adalah seorang syaikh (guru besar) dalam bidang tauhid, hadits, fiqh, akhlaq yang mulia, zuhd, wara’. Sekaligus dia adalah seorang murabbi (pendidik) yang penuh kasih sayang, seorang da’i menuju persatuan umat, seorang pentahdzîr dari hizbiyyah perusak. Dia adalah seorang yang sangat penyabar dalam menghadapi kefaqiran dan kegentingan. Dia seorang yang bijak dalam berdakwah, sangat mencintai Salaful Ummah, sangat membenci para ahli bid’ah masing-masing sesuai dengan tingkat bid’ahnya.” (Dikutip dari http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/02/12/asy-syaikhmuhammad-bin-abdil-wahhab-al-wushabi-hafizhahullah/)

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

87

IV.3 Pujian Imam Al-Jarh Wat Ta’dil Asy-Syaikh Rabi’ Bin Hadi Al-MadkhaliTerhadap Ma’had Sunnah Di Kota Al-Fuyusy Sebelumnya, perlu diketahui oleh pembaca sekalian. Ma’had Al-Fuyus yang berada di propinsi ‘Adn - Yaman merupakan salah satu ma’had Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang diasuh oleh Asy-Syaikh Al-Fadhil Al-Faqih ‘Abdurrahman bin ‘Umar Al’Adani hafizhahullah.. Pendirian Ma’had Al-Fuyusy di ‘Adn ini, merupakan sebab terbesar yang menyebabkan Al-Hajuri menjatuhkan vonis terhadap Asy-Syaikh ‘Abdurrahman sebagai hizbi. Kemudian permasalahan terus diperlebar, bahwa semua pihak yang tidak mau menerima vonis Al-Hajuri ini, maka dia harus mendapat getahnya berupa kecaman dan cacian, walaupun dia seorang ‘ulama. Pembaca sekalian, apa benar Ma’had Al-Fuyusy adalah ma’had yang diasuh oleh hizbi dan tidak didukung oleh para ‘ulama besar Ahlus Sunnah? Kita lihat bagaimana sikap para ‘ulama Dakwah Salafiyyah : Beberapa hari lalu, tepatnya hari Jum’at 9 Rabi’ul Awwal 1430 H (atau sekitar tanggal 6 Maret 2009, red), Asy-Syaikh Al-Fadhil ‘Abdurrahman Al-’Adani hafizhahullah menyampaikan muhadharah (ceramah) di masjid Ath-Thahiri di daerah Al-Basatin di propinsi ‘Adn. Dalam kesempatan tersebut, Al-Akh Al-Fadhil Hani bin Braik menuturkan pengalamannya. Berikut penuturannya :

‫ﻛﻨَﺎ ﻣﻊ ﺷﯿﺨﻨﺎ اﻟﻔﺎﺿﻞ اﻟﺸﯿﺦ اﻟﻌﻼﻣﺔ رﺑﯿﻊ ﺑﻦ ھﺎدي اﻟﻤﺪﺧﻠﻲ ﻓﻘﺺ ﻟﻨﺎ‬ ‫ﺧﺒﺮاً ﻋﻦ زوار ﻟﮫ‬ :‫ ﻗﺎل ﻟﮭﻢ‬،‫وﺳﺄﻟﮭﻢ ﺣﻔﻈﮫ اﷲ‬ ((

‫))ھـﻞ أﻧﺘﻢ ﻣﻤﻦ اﺷﺘﺮى ﻓﻲ ﻣﺮﻛﺰ اﻟﻔﯿﻮش‬

.‫ ﻓﻔﮭﻢ اﻟﺸﯿﺦ‬،‫ ﻓﻠﻢ ﯾﺮدوا ﻋﻠﻰ اﻟﺸﯿﺦ‬،‫وﻛﺎن اﻟﺤﻀﻮر ﻣﺠﺎﻧﺒﯿﻦ ﻟﮭﺬا اﻟﻤﺮﻛﺰ‬ ‫ )) ﯾﺎ أﺑﻨﺎﺋﻲ أﺗﻤﻨﻰ ﻟﻮ ﯾﻘﺎم ﻣﺮﻛﺰ ﻓﻲ ﻛﻞ‬: ‫ وأﻧﺎ ﺷﺎھﺪي ﻣﻦ اﻟﻜﻠﻤﺔ‬،‫ﻗﺎل ﻟﮭﻢ‬ (( ‫ ﻣﻦ ﻟﻢ ﯾﺸﺘﺮ ﻣﻨﻜﻢ ﻓﻠﯿﺸﺘﺮ‬،‫ﻗﺮﯾﺔ وﻓﻲ ﻛﻞ ﺑﻠﺪه ﯾﻨﺸﺮ اﻟﺘﻮﺣﯿﺪ‬ “Waktu itu kami bersama Syaikhuna Al-Fadhil Asy-Syaikh Al-’Allamah Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali. Maka beliau mengisahkan tentang beberapa orang yang telah berkunjung kepada beliau. Dalam kesempatan tersebut, beliau bertanya kepada mereka : “Apakah antum termasuk yang juga ikut beli (tanah kavling) di Ma’had AlFuyusy?”

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

88

Orang-orang yang hadir ketika itu adalah dari kalangan yang bertentangan dengan ma’had (Al-Fuyusy) tersebut. Maka mereka pun tidak menjawab pertanyaan AsySyaikh Rabi’. Asy-Syaikh Rabi’ pun paham (siapa mereka ini). Kemudian beliau pun berkata kepada mereka -yang ingin saya petik dari pernyataan (Asy-Syaikh Rabi’) adalah - : “Wahai anak-anakku, saya ingin kalau seandainya ditegakkan ma’had di setiap desa dan di setiap negeri, untuk menyebarkan tauhid. MAKA BARANGSIAPA DI ANTARA KALIAN YANG BELUM MEMBELI (tanah kavling di Ma’had Al-Fuyusy), MAKA SEGERALAH BELI.“ (Sumber http://wahyain.com/forums/showthread.php?t=434 lihat juga http://sahab.net/forums/showthread.php?t=366357) (Dikutip dari http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/09/pujian-imam-aljarh-wat-tadil-asy-syaikh-rabi-bin-hadi-al-madkhali-terhadap-mahad-sunnahdi-kota-al-fuyusy/)

IV.4 Pujian Para ‘Ulama terhadap Asy-Syaikh ‘Abdurrahman Al Adeni Kesepakatan Para Aimmah bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman termasuk ‘Ulama Umat ditulis oleh Abdullah bin Ahmad Al-Khaulani bisa dibaca di sini

Bisa didownload di

http://www.fileden.com/files/2008/8/24/2064259/ejma3.doc (Terjemah menyusul insya Allah. bagi ikhwah yang ingin berpartisipasi tafadhol) (Dikutip dari http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/09/pujian-paraulama-terhadap-asy-syaikh-abdurrahman/)

IV.5 Sikap Para Ulama Yaman bahwa Syaikh Abdurrahman bukan Hizbi Asy-Syaikh ‘Abdul Mushawwir Al-’Arûmi, pada bulan Ramadhan 1429 H (sekitar September 2008, pen) tatkala beliau berada di kota Jeddah, beliau dimintai nasehat tentang fitnah yang terjadi di Yaman. Maka beliau menjawab :

‫ اﺟﺘﻤﻌﻨﺎ ﻣﻊ ﻣﺸﺎﯾﺦ اﻟﯿﻤﻦ وﻛﻠﻤﺘﻨﺎ واﺣﺪة ﻋﻠﻰ أن اﻟﺸﯿﺦ ﻋﺒﺪ‬،‫اﻟﺤﻤﺪ ﷲ‬ ‫اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﻌﺪﻧﻲ ﻟﯿﺲ ﺑﺤﺰﺑﻲ‬ “Alhamdulillâh, kami telah melakukan ijtimâ’ (pertemuan) dengan para masyâikh, dan sikap kami satu, yaitu bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân Al-’Adani bukan hizbi.”

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

89

Ini pula penegasan Imamul Jarhi wat Ta’dil Al-’Allamah Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah. Dalam nasehatnya yang beliau sampaikan pada 17 Rabî’uts Tsâni 1429 H (atau sekitar tanggal 24 April 2008, pen), beliau menegaskan:

‫واﻟﺸﯿﺦ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ ﻣﻦ أﻓﺎﺿﻞ اﻟﻨﺎس وﻋﻠﻰ ﺛﻐﺮ ﻋﻈﯿﻢ‬ “Asy-Syaikh ‘Abdurrahman juga termasuk orang-orang yang utama dan berada atas front (dakwah) yang sangat agung.“ Beliau kemudian mengatakan :

‫ واﷲ ﻟﻮ ﻛﺎن أﺣﺪ اﻟﻄﺮﻓﯿﻦ ﻣﺒﺘﺪﻋﺎً ﻟﺮﻓﻌﻨﺎ ﺻﻮﺗﻨﺎ‬،‫ﻷﻧﮭﻢ ﻟﯿﺴﻮا أھﻞ ﺑﺪع‬ ،‫ ﻟﯿﺲ ﻓﯿﮭﻢ داﻋﯿﺔ إﻟﻰ ﺑﺪﻋﺔ‬،‫ ﻟﻜﻦ ﻟﯿﺲ ﻓﯿﮭﻢ ﻣﺒﺘﺪع‬،‫ﻋﻠﯿﮫ وﺑﯿﻨﺎ ﺑﺪﻋﺘﮫ‬ ‫ﻟﯿﺲ ﻓﯿﮭﻢ ﺷﻲء‬ “Karena mereka bukanlah ahlul bid’ah. Demi Allah, kalau seandainya ada salah satu pihak yang mubtadi’ pasti kami akan meninggikan suara kami dalam mentahdzîr dia dan pasti akan kami jelaskan kebid’ahannya. Namun tak seorang pun dari merek yang mubtadi’ tak seorang pula dari mereka yang menyeru kepada bid’ah. Sama sekali tidak ada perkara-perkara ini pada mereka.” Lalu kalau begitu apa sebenarnya yang melatarbelakangi berbagai tahdzîr Asy-Syaikh Yahyâ Al-Hajûri? Masalah manhaj kah? Atau aqidah? Maka Asy-Syaikh Rabî’ kembali menegaskan dengan mengatakan :

‫ﻓﯿﮭﻢ أﻏﺮاض ﺷﺨﺼﯿﺔ‬ “Pada mereka ada kepentingan-kepentingan pribadi.” Di antara yang cukup menarik untuk disebutkan di sini, sekaligus sebagai salah satu bukti bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân bukanlah seorang hizbi, adalah kunjungan beberapa masyâikh Yaman, antara lain Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb dan Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Azîz Al-Bura’i, ke Ma’had Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân yang baru beliau dirikan bersama salafiyyîn di sana. Kunjungan tersebut terjadi pada hari Sabtu tanggal 10 Dzulqa’dah 1429 H (atau sekitar tanggal 10 November 2008, pen). Tentunya ini sebagai salah satu bukti bahwa ma’had AsySyaikh ‘Abdurrahmân tersebut termasuk salah ma’had Ahlus Sunnah, sebagaimana ditegaskan pula oleh para masyâikh dalam muhâdharahnya, bukan sebagai ma’had hizbi sebagaimana dituduhkan. Perlu para pembaca ketahui, para masyâikh yang tidak mau menyatakan bahwa AsySyaikh ‘Abdurrahmân hizbi antara lain (sekadar contoh) :   

Al-Wâlid Ash-Shabûr Al-Waqûr Az-Zâhid Al-’Allâmah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb, Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdillâh Al-Imâm, Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Azîz Al-Bura’i,

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

90

   

Asy-Syaikh ‘Abdullâh bin ‘Utsmân Adz-Dzamâri, Asy-Syaikh Muhammad bin Shâlih Ash-Shaumali, Asy-Syaikh ‘Abdul Mushawwir, Asy-Syaikh ‘Utsmân bin ‘Abdillâh As-Sâlimi,

Para masyâikh di atas telah digelari oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hâdi Al-Wâdi’i sebagai ahlul halli wal ‘aqdi (orang-orang yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan berbagai problem). Sekaligus mereka adalah para pembesar dakwah salafiyyah di Yaman. Demikian juga para masyâikh di luar Yaman, antara lain :    

Imâmul Jarhi wat Ta’dîl fî Hâdzal ‘Ashr Al-’Allâmah Al-Muhaddits Rabî’ bin Hâdi Al-Madkhali Al-’Allâmah Al-Muhaddits Al-Wâlid Al-Jalîl Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jâbiri Asy-Syaikh ‘Abdullâh Al-Bukhâri Asy-Syaikh Khâlid Azh-Zhufairi

(Dikutip dari http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/02/12/sikap-paramasyaikh-asy-syaikh-abdurrahman-bukan-hizbi/)

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

91

BAB V Sikap Ulama’ atas Yahya bin Ali Al Hajuri “Atas berbagai celaannya terhadap para ‘ulama dan berbagai kesalahannya dalam aqidah dan manhaj…” Ternyata berbagai kesalahan ilmiah Al-Hajuri baik dalam aqidah maupun manhaj sangatlah banyak. Sebagiannya terekam, dan masih lagi yang tidak terekam. Ini merupakan sisi kelam lainnya dari sosok Al-Hajuri yang selama ini selalu tampil bahwa dirinya sebagai seorang berilmu yang terdepan dalam segala diiringi dengan sanjungan setinggi langit dari para murid setianya. Parahnya lagi, berbagai kesalahan dan ketergelinciran tersebut terekam dalam kaset dan buku-buku catatan para muridnya dalam keadaan dianggap sebagai faidah ilmiah. Maka ini merupakan fenomena yang sangat berbahaya. Berbagai ucapan Al-Hajuri tersebut, baik terkait dengan celaan-celaannya terhadap para ‘ulama maupun kesalahan-kesalahan ilmiahnya, beberapa diantaranya telah ditanyakan kepada para ‘ulama kibar.

V.1. Tanggapan Negatif Asy Syaikh Yahya Al Hajuri Ijtimâ’ Ma’bar merupakan salah satu wujud upaya para masyâikh kibâr Dakwah Salafiyah di Yaman untuk menyelesaikan fitnah dan problem yang terjadi, dengan dilandasi sikap taqwa, ilmu, dan kasih sayang. Ijtimâ’ Ma’bar ini dilakukan pada 12 Rabî’uts Tsâni 1428 H (atau sekitar tanggal 30 April 2007, pen). Sangat disayangkan, tanggapan Asy-Syaikh Al-Hajûri sungguh sangat negatif dan tidak senonoh. Beliau mengatakan tentang hasil ijtimâ’ Ma’bar :

!! ‫ﺑﻞ ﻋﻠﻴﻪ‬ “Adapun berbagai kertas (hasil kesepakatan) dan berbagai pertemuan, dan fulan dari sini, dan kami bertentangan dengan anda, maka KENCINGI saja pembicaraan seperti ini! KENCINGI saja!” [dinukil dari kasetnya yang berjudul Laftul Amjâd] Rekaman suara bisa didengar langsung

http://www.salafishare.com/id/2551SOK18H1L/001%20Alqaulul%20Jali%207-19-43.mp3* Lâhaula walâ Quwwata illâ billâh! Maka akhirnya Al-Hajûri ditegur keras oleh gurunya Asy-Syaikh Al-Wâlid Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Al-Wushâbi atas ucapannya tersebut :

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

92

،(

): : …

Wajib atas Al-Walad (si anak) Yahyâ [1]) untuk beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dari ucapannya tentang hasil ijtimâ’ Ma’bar, yaitu ucapan : (kencingi atasnya), ini merupakan kesalahan. Wajib atasnya untuk beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya. Sekaligus wajib atas dia (Asy-Syaikh Yahyâ) untuk meminta ma’af kepada masyâikh, dengan mengatakan, “Wahai para ayahku, wahai para masyâikh-ku telah salah lisanku, aku telah keliru, aku beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.” Sebagaimana ia telah menyebarkan kesalahan tersebut, maka ia pun wajib untuk menyebarkan kebenaran, karena Allah mempersyaratkan hal tersebut.” Rekaman suara bisa didengar langsung disini :

http://www.salafishare.com/id/254O0N7R08A3/002%2035_22%20% E2%80%93%2036_01.mp3 Sedangkan Ijtimâ’ tersebut berlangsung di kota Al-Hudaidah tanggal 5 Muharram 1429 H (atau sekitar tanggal 14 Januari 2008, pen). Ijtimâ’ tersebut bertujuan menghentikan fitnah yang terjadi. Hasil ijtimâ’ ditulis secara rapi dan ditandatangani oleh para kibâr masyâikh Yaman, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdillâh Al-Imâm Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Yahyâ Al-Bura’i Asy-Syaikh ‘Abdullâh bin ‘Utsmân Adz-Dzamâri Asy-Syaikh Muhammad bin Shâlih Ash-Shûmali Asy-Syaikh ‘Abdul Mushawwir Al-’Arûmi Asy-Syaikh ‘Utsmân bin ‘Abdillâh As-Sâlimi

Namun sangat disayangkan, sikap Asy-Syaikh Yahyâ Al-Hajûri ternyata sebagaimana sikap-sikap sebelumnya, yaitu ia membantah hasil ijtimâ’ kibâr masyâikh tersebut serta mengingkarinya. Pada 7 Muharram 1429 H (atau sekitar tanggal 16 Januari 2008, pen), Al-Hajûri mengeluarkan kaset berjudul “Nashîhatul Ahbâb … ” Dalam kaset tersebut, AlHajûri : 1. Mengingkari (!!) bahwa dirinya telah sepakat di hadapan Asy-Syaikh Rabî’ untuk diam/tidak lagi mentahdzîr Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân Al-’Adani. Al-Hajûri mengatakan :

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

93

“Demi Allah tidak seorang pun dari majelis tersebut yang mampu memastikan bahwa aku mengucapkan satu kalimat yang menunjukkan kesepakatan bahwa aku akan diam (dari mentahdzîr). Tidak ada seorang pun yang bisa mengharuskan aku untuk diam terhadap ‘Abdurrahmân. Tidak ada seorang pun yang akan mengharuskan aku dengan sesuatu, padahal aku memandangnya itu adalah haq. Ini yang aku yakini.” Rekaman suara bisa didengar langsung disini :

http://www.salafishare.com/id/25FTJT84DW2O/003%20nashihatul %20ahbab.mp3 2.

Menyatakan bahwa ijtimâ’ Al-Hudaidah tersebut adalah muhdats (!!).

‫ ﻣﺘﻰ ﻛﺎن أﻧﺘﻢ اﻵن ﻋﻤﻠﺘﻢ ﻣﺤﺪﺛﺎً ﻓﻲ‬،‫واﻟﻠﺠﻨﺔ ﺗﻜﻮﱠﻧﻮن أﻧﻔﺴﻜﻢ ﻟﺠﻨﺔ ﻋﻠﯿﻨﺎ‬ ‫ أﺗﺤﺪاﻛﻢ ﺗﺜﺒﻮن ﻋﻦ اﻟﺴﻠﻒ ھﺬه اﻟﻠﺠﻨﺔ اﻟﺘﻲ أﻧﺘﻢ ﺗﻘﻮﻣﻮن ﺑﮭﺎ‬،‫ھﺬا‬ ‫واﺟﺘﻤﺎﻋﺎت ﻓﻲ ﻛﻞ ﻗﻀﯿﺔ ﻧﻌﻤﻞ ﻛﺬا وﻛﺬا‬ “dan lajnah, kalian (yakni para masyâikh) telah menjadikan diri kalian sebagai panitia atas kami, kapan itu? Kalian sekarang membuat suatu yang muhdats dalam hal ini. Saya tantang kalian untuk memastikan dari salaf tentang lajnah tersebut yang kalian adakan dan juga ijtimâ’-ijtimâ’ dalam setiap masalah (bahwa) kita harus melakukan ini dan itu.“ Rekaman suara bisa didengar langsung disini : http://www.salafishare.com/id/259JDT4R7ZC4/004%20lajnah.mp3 3.

Mencela dan mencaci maki gurunya sendiri, Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Al-Wushâbi dengan kata-kata yang pedas, kasar, dan tidak senonoh (!!!).

Ucapan ini sangat banyak, bertebaran di kasetnya tersebut. Di antaranya :

!! “Saya tidak ingin membantah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb, tetapi sungguh telah banyak kekacauannya pada waktu-waktu terakhir ini.!!” Rekaman suara bisa didengar langsung disini :

http://www.salafishare.com/id/25TOMWAO11RK/005%20takhlithot .mp3

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

94

Al-Hajûri berani berkata tentang beliau :

!! “Sesungguhnya dia pada waktu-waktu terakhir ini tidak lagi bersungguh-sungguh, bahkan dalam masalah menuntut ilmu, berbagai ceramahnya hanya berulang-ulang!!

Rekaman suara bisa didengar langsung disini :

http://www.salafishare.com/id/25CC8HR3SB36/006%20muhadharah %20mukarrarah.mp3 *Al-Hajûri juga mengatakan :

!‫ﻣﻨﻬﺎ‬

!

. !! ! “Ini juga sebagai nasehat pertama! Untuk berikutnya lebih keras dari nasehat pertama ini! Sungguh kamu akan melihat wahai syaikh Muhammad, aku menantangmu, jika kamu tidak berhenti, kamu ataupun selainmu!! Omong kosong. Sok memposisikan dirinya sebagai Ibnu Bâz di hadapan kami!“ Rekaman suara bisa didengar langsung disini

http://www.salafishare.com/id/25W9P84YFSBC/007%20nasehat%20 ula.mp3 Al-Hajûri juga berani mengatakan kepada syaikhnya tersebut :

“Kami tahu kelemahan kamu dari sisi keilmuan, baik dalam karya-karya tulismu maupun ceramah-ceramah dan da’wahmu.” Rekaman suara bisa didengar langsung disini :

http://www.salafishare.com/id/251C4N0ZUHPF/008%20hazlaka.mp3 Atas sikap Al-Hajûri yang tidak senonoh tersebut, Asy-Syaikh Al-Wâlid Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb menegurnya dengan keras :

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

95

… Demikian juga ucapan Yahyâ tentang ijtimâ’ Al-Hudaidah, [2]) bahwa itu muhdats, dan bahwasanya itu bid’ah, juga wajib atasnya untuk beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya serta menyesal. [3]) Rekaman suara bisa didengar langsung disini :

http://www.salafishare.com/id/254XJBAO4TUK/009%20bayan%20h udaidah.mp3 *

[1] Pantas bagi Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdill Wahhâb untuk menyebut dan memanggil Asy-Syaikh Yahyâ demikian. Karena memang senioritas dan ketokohan beliau -baik dalam hal ilmu, umur, dan kedudukan- jauh di atas Asy-Syaikh Yahyâ, di samping -tentunya- beliau adalah guru Asy-Syaikh Yahyâ sendiri. [2] Berbagai ijtimâ’ para masyâikh kibâr dalam upaya menyelesaikan fitnah yang terjadi, disamping merupakan suatu yang disyari’atkan, perlu diketahui juga itu merupakan wasiat Asy-Syaikh Muqbil bin Hâdi Al-Wâdi’i rahimahullah. Beliau mengatakan dalam wasiatnya :

‫وأوﺻﻲ إﺧﻮاﻧﻲ ﻓﻲ اﷲ أھﻞ اﻟﺴﻨﺔ ﺑﺎﻹﻗﺒﺎل ﻋﻠﻰ اﻟﻌﻠﻢ اﻟﻨﺎﻓﻊ واﻟﺼﺪق ﻣﻊ‬ …‫ وإذا ﻧﺰﻟﺖ ﺑﮭﻢ ﻧﺎزﻟﺔ اﺟﺘﻤﻊ ﻟﮭﺎ أوﻟﻮ اﻟﺤﻞ واﻟﻌﻘﺪ‬،‫اﷲ واﻹﺧﻼص‬ “Saya wasiatkan kepada saudara-saudaraku di jalan Allah, para Ahlus Sunnah, untuk senantiasa mengutamakan ilmu yang bermanfaat, jujur di hadapan Allah, dan ikhlash karena-Nya. Apabila terjadi suatu problem maka hendaknya berijtimâ’ para ulûl halli wal ‘aqdi, … ” Kemudian beliau menyebut nama-nama para masyâikh kibâr Ahlus Sunnah di Yaman, antara lain : Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb, AsySyaikh Muhammad Al-Imâm, Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Azîz Al-Bura’i, dll. Yang penting untuk diketahui pula, Asy-Syaikh Muqbil menyebut para masyâikh tersebut sebagai ulûl halli wal ‘aqdi, yaitu yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan berbagai problem. Namun Al-Hajûri tidak mengindahkan wasiat tersebut, bahkan berani melecehkan para masyâikh tersebut dan hasil ijtimâ’ mereka. [3] Kali ini pun Al-Hajûri tidak mau mengindahkan nasehat gurunya sama sekali. Bukannya ia bertaubat atau menyesal, bahkan dalam kaset Daf’ul Irtiyâb kembali ia mengingkari bahwa dirinya telah mengatakan ucapan tersebut. Padahal ada bukti atas ucapannya tersebut berupa kaset rekaman. Hal seperti ini sering terjadi pada Al-Hajûri, yaitu dia mengucapkan suatu perkataan, ketika ditegur atau dikritik atas ucapannya tersebut dia mengingkarinya. Padahal terdapat bukti berupa suara / kaset rekaman ucapannya tersebut.

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

96

Berbagai celaan dan caci maki Al-Hajuri terhadap para masyaikh dan ‘ulama Dakwah Salafiyyah, baik di Yaman maupun luar Yaman, sangatlah banyak. Sebagian kecilnya telah ditunjukkan dan diperdengarkan pada tulisan-tulisan sebelum di situs ini. (Dikutip dari http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/02/12/tanggapannegatif-al-hajuri-terhadap-pertemuan-pertemuan-masyaikh-dan-teguran-kerasasy-syaikh-al-wushabi/)

V.2. Asy Syaikh Yahya Al Hajuri Tidak Menggubris Nasihat Ulama Telah kita jelaskan sebelumnya, bahwa para masyaikh, baik di Yaman maupun di luar Yaman, telah sepakat bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bukan hizbi. Namun itu semua tidak digubris oleh Al-Hajuri. Pada 10 Jumâdal Ulâ 1429 H (atau sekitar tanggal 16 Mei 2008, pen) mengeluarkan kaset berjudul :

Sesuai judulnya, Al-Hajûri menegaskan vonisnya bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahman adalah hizbi. Dalam kaset tersebut Al-Hajûri mengatakan :

: “Orang-orang yang mengatakan bahwa ‘Abdurrahmân bukan hizbi hendaknya dia malu pada dirinya sendiri.“ [ dinukil dari kasetnya yang berjudul At-Ta'kîd li Hizbiyyati 'Abdirrahmân ...] Padahal sudah maklum bahwa para masyâikh kibâr di Yaman maupun di luar Yaman mengatakan bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân bukan hizbi. Al-Hajûri juga mengatakan :

-

-

… “Yang membela mereka (yakni Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân dan yang bersama beliau) berarti telah membela para hizbiyyûn, bukan membela salafiyyîn yang beradab, dia telah membela seorang hizbi dan membela orang-orang yang mengkhianati dirinya sendiri … .” [Dinukil dari kasetnya yang berjudul At-Ta'kîd li Hizbiyyati 'Abdirrahmân ... ] Bahkan tak ketinggalan pula, nasehat Imamul Jarhi wat Ta’dil dibantah oleh AlHajuri. Al-Hajûri membantah pujian Asy-Syaikh Rabî hafizhahullâh terhadap Asy-

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

97

Syaikh ‘Abdurrahmân hafizhahullâh, bahwa beliau beliau berada di atas front (da’wah) yang agung dan beliau sebagai mujahid. Maka Al-Hajûri tidak terima dengan pujian tersebut dan membantahnya dengan mengatakan bahwa Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân membuka front dan sebagai mujahid dalam fitnah. Demikian juga, Al-Hajûri membantah pernyataan Asy-Syaikh Rabî’ bahwa perselisihan yang terjadi di atas kepentingan pribadi alias bukan perselisihan yang ditegakkan di atas manhaj. Al-Hajûri membantahnya dengan mengatakan bahwa perselisihan yang terjadi adalah hizbiyyah yang sangat jelas. Bantahan

Hajuri

terhadap

Nasehat

Syaikh

Rabi’,

temukan

suaranya

di

http://www.salafishare.com/id/26Y740K5Q5GJ/h.%20bantahan%20 Hajuri%20thd%20Nasht%20Sy.%20Rabi%27.mp3 Dengan berbagai ucapan tidak senonoh dan lancang yang dilontarkan oleh Al-Hajûri di atas, berarti secara tidak langsung Al-Hajûri: 

Telah mengatakan kepada Asy-Syaikh Rabi’ hendaknya malu kepada dirinya sendiri, kepada Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jâbiri hendaknya malu kepada dirinya sendiri, kepada Asy-Syaikh Al-Wushâbi, Asy-Syaikh Muhammad Al-Imâm hendaknya mereka semua malu pada dirinya sendiri, karena mereka telah membela Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân dan tidak mau mengatakannya sebagai hizbi.

dan berarti para masyâikh tersebut : 

Sebagai pembela para hizbiyyûn dan orang-orang yang mengkhianati dirinya sendiri



serta bukan pembela salafiyyîn

Astaghfirullâhal ‘Azhîm ….

(Dikutip dari http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/02/12/alhajuri-tidak-menggubris-nasehat-masyaikh/)

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

98

BAB VII Fatwa Ulama’ Kibar atas Kesalahan Ilmiah Syaikh Yahya bin Ali Al Hajuri Berbagai celaan dan caci maki Al-Hajuri terhadap para masyaikh dan ‘ulama Dakwah Salafiyyah, baik di Yaman maupun luar Yaman, sangatlah banyak. Sebagian kecilnya telah ditunjukkan dan diperdengarkan pada tulisan-tulisan sebelumnya di situs ini. Demikian juga, ternyata berbagai kesalahan ilmiah Al-Hajuri baik dalam aqidah maupun manhaj sangatlah banyak. Sebagiannya terekam, dan masih lagi yang tidak terekam. Ini merupakan sisi kelam lainnya dari sosok Al-Hajuri yang selama ini selalu tampil bahwa dirinya sebagai seorang berilmu yang terdepan dalam segala diiringi dengan sanjungan setinggi langit dari para murid setianya. Parahnya lagi, berbagai kesalahan dan ketergelinciran tersebut terekam dalam kaset dan buku-buku catatan para muridnya dalam keadaan dianggap sebagai faidah ilmiah. Maka ini merupakan fenomena yang sangat berbahaya. Berbagai ucapan Al-Hajuri tersebut, baik terkait dengan celaan-celaannya terhadap para ‘ulama maupun kesalahan-kesalahan ilmiahnya, beberapa di antaranya telah ditanyakan kepada para ‘ulama kibar.

VI.1. FATWA AL-’ALLAMAH ASY-SYAIKH SHALIH ALFAUZAN hafizhahullah (anggota Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta’ dan Hai’ah Kibaril ‘UlamaKerajaan Saudi ‘Arabia) Beliau ditanya : Seorang pengajar mengatakan kepada para muridnya ucapan-ucapan berikut : Pertama, bahwa Allah beristiwa’ di atas ‘Arsy dengan tanpa menyentuhnya. Kemudian dia rujuk. Kedua, mengatakan bahwa Nabi telah salah dalam kisah (dalam surat) ‘Abasa wa Tawalla, kemudian dia rujuk. Ketiga, menisbahkan kepada Syaikhul Islam al-qaul bit tasalsul, kemudian dia rujuk. Demikianlah dia mengulang-ulang kesalahan dan rujuk darinya. Apakah boleh belajar dari syaikh seperti ini? Maka Asy-Syaikh Al-Fauzan menjawab : Ini adalah orang yang membuat ragu, membuat umat ragu dalam urusan aqidah mereka. Tidak boleh belajar padanya, tidak boleh pula talaqi ilmu darinya, karena dia termasuk ahludh dhalal. Membuat umat ragu. Menampakkan aqidahnya yang batil, namun ketika ia melihat umat mengingkarinya, maka ia menampakkan seolah-olah dirinya telah rujuk untuk mengelabuhi. Maka tidak boleh menerima sosok seperti ini, dan tidak boleh berguru padanya, bahkan wajib waspada darinya!”

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

99

Teks Arab :

:‫ ﻣﻌﻠﻢ ﻗﺎل ﻟﻄﻼﺑﮫ ھﺬه اﻷﻗﻮال‬: ‫اﻟﺴﺆال‬ ‫ وﻗﺎل أﺧﻄﺄ‬.‫ أن اﷲ اﺳﺘﻮى ﻋﻠﻰ اﻟﻌﺮش ﻣﻦ ﻏﯿﺮ ﻣﻤﺎﺳﺔ ﺛﻢ ﺗﺮاﺟﻊ‬: ‫أوﻻ‬ ‫ وﻧﺴﺐ ﻟﺸﯿﺦ اﻻﺳﻼم‬: ‫وﻗﺎل‬. ‫ ﻓﻲ ﻗﺼﺔ ) ﻋﺒﺲ وﺗﻮﻟﻰ ( ﺛﻢ ﺗﺮاﺟﻊ‬r ‫اﻟﻨﺒﻲ‬ ‫ ﻓﮭﻞ ﯾﺪرس ﻋﻨﺪ‬،‫ وھﻜﺬا ﻋﺪت أﺧﻄﺎء وﯾﺘﺮاﺟﻊ‬،‫اﻟﻘﻮل ﺑﺎﻟﺘﺴﻠﺴﻞ ﺛﻢ ﺗﺮاﺟﻊ‬ ‫ﻣﺜﻞ ھﺬا اﻟﺸﯿﺦ؟‬ ‫ وﻻ ﯾﺠﻮز أن‬،‫ ﯾﺸﻜﻚ اﻟﻨﺎس ﻓﻲ أﻣﻮر ﻋﻘﯿﺪﺗﮭﻢ‬،‫ ھﺬا ﻣﺸﻜﻚ‬: ‫اﻟﺠﻮاب‬ ‫ ﯾﺸﻜﻚ‬،‫ وﻻ أن ﯾﺘﻠﻘﻰ اﻟﻌﻠﻢ ﻣﻨﮫ ﻷن ھﺬا ﻣﻦ أھﻞ اﻟﻀﻼل‬،‫ﯾﺪرس ﻋﻨﺪه‬ ‫ ﻓﺎذا رأى اﻟﻨﺎس اﺳﺘﻨﻜﺮوا ﻋﻠﯿﮫ أﻇﮭﺮ‬،‫اﻟﻨﺎس وﯾﻈﮭﺮ ﻋﻘﯿﺪﺗﮫ اﻟﺒﺎﻃﻠﺔ‬ ‫ وﯾﺠﺐ‬،‫ ﻓﻼ ﯾﺠﻮز ﻗﺒﻮل ھﺬا اﻟﺸﺨﺺ وﻻ اﻟﺘﺘﻠﻤﺬ ﻋﻠﯿﮫ‬،‫اﻟﺘﺮاﺟﻊ ﺧﺪﯾﻌﺔ‬ ‫ ھـ‬1423 ‫ﻣﻦ دروس اﻟﺤﺮم رﻣﻀﺎن‬. [ ‫اﻟﺤﺬر ﻣﻨﮫ‬ [Ditranskrip dari Durus Al-Haram Ramadhan 1423 H, sekitar akhir tahun 2002, arsip rekaman ada di http://www.salafishare.com/id/26R0H8OOPS6D/fatwa%20fauzan.mp3] (Sumber http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/08/fatwa-para-ulama-besarterhadap-al-hajuri/)

VI.2. FATWA ASY-SYAIKH ‘ABDUL MUHSIN AL-’UBAIKAN hafizhahullah (Ulama Besar Saudi anggota Majelis Syura, Penasehat Hukum di Departemen Kehakiman Saudi) Penanya : Orang ini yang bernama Yahya Al-Hajuri, memiliki kesalahan-kesalahan yang sangat banyak dalam masalah aqidah. Dia telah dinasehati dalam masalah tersebut, namun dia rujuk. Kemudian ternyata (setelah itu) dia berpaling dan menentang. Bagaimana pendapat antum terhadap orang ini, waffaqakumullah? Asy-Syaikh : Demi Allah, wahai saudaraku, aku katakan bahwa seseorang menghindar dari mengambil (ilmu) darinya, kalau memang kondisinya seperti itu. Asy-Syaikh : Apakah dia dari Yaman? Penanya : Ya. Dari Yaman. Seorang syaikh dari Yaman. Asy-Syaikh : Dia tinggal di Yaman? Penanya : Ya, ya, dia tinggal di Yaman, di Dammaj. Asy-Syaikh : ‘ala kulli hal, tidak patut untuk mengambil (ilmu) dari siapapun yang memiliki pendapat-pendapat seperti itu. Penanya : Padahal dia seorang thalibul ‘ilmi, wahai Syaikh Asy-Syaikh : Meskipun dia seorang thalibul ‘ilmi, kalau dia membawa

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

10 0

‫‪kesalahan-kesalahan dalam aqidah‬‬ ‫‪Penanya : dia melakukan kesalahan sering sekali, wahai Syaikh.‬‬ ‫‪Asy-Syaikh : Ya‬‬ ‫‪Penanya : dia melakukan kesalahan sering sekali‬‬ ‫‪Asy-Syaikh : Selama dia sering melakukan kesalahan, maka harus menjauh dari‬‬ ‫‪mengambil (ilmu) darinya.‬‬ ‫‪Penanya : Ya. Allahu yahfazhaka. Barakallahu fik.‬‬ ‫‪Teks Arab :‬‬

‫اﻟﺴﺎﺋﻞ ‪ :‬وھﺬا اﻟﺮﺟﻞ اﻟﺬي اﺳﻤﮫ ﯾﺤﻲ اﻟﺤﺠﻮري ﻟﮫ أﺧﻄﺎء ﻛﺜﯿﺮة ﻓﻲ‬ ‫اﻟﻌﻘﯿﺪة‪ ،‬وﻧﺼﺢ ﻓﻲ ذﻟﻚ ﻟﻜﻨﮫ ﯾﺮﺟﻊ‪ ،‬ﺛﻢ ﯾﻮاﻟﻲ وﯾﻌﺎدي ﻓﻤﺎ ﻗﻮﻟﻜﻢ ﻓﻲ ھﺬا‬ ‫اﻟﺮﺟﻞ وﻓﻘﻜﻢ اﷲ‪.‬؟‬ ‫اﻟﺸﯿﺦ ‪ :‬واﷲ أﻧﺎ ﯾﺎ أﺧﻲ أﻗﻮل أن اﻟﻮاﺣﺪ ﯾﺤﺬر ﻣﻦ اﻷﺧﺬ ﻋﻨﮫ إذا ﻛﺎن ﺑﮭﺬه‬ ‫اﻟﺼﻔﺔ‪.‬‬ ‫اﻟﺸﯿﺦ ‪ :‬ھﻮ ﻣﻦ اﻟﯿﻤﻦ؟‬ ‫اﻟﺴﺎﺋﻞ ‪ :‬إﯾﮫ‪.‬ﻣﻦ اﻟﯿﻤﻦ ﺷﯿﺦ ﻣﻦ اﻟﯿﻤﻦ‪.‬‬ ‫اﻟﺸﯿﺦ ‪ :‬ﺳﺎﻛﻦ ﻓﻲ اﻟﯿﻤﻦ‪.‬؟‬ ‫اﻟﺴﺎﺋﻞ‪:‬ﻧﻌﻢ‪.‬ﻧﻌﻢ ‪.‬ﺳﺎﻛﻦ ﻓﻲ اﻟﯿﻤﻦ ﻓﻲ دﻣﺎج‪.‬‬ ‫اﻟﺸﯿﺦ‪:‬ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺣﺎل ﻣﺎ ﯾﻨﺒﻐﻲ اﻷﺧﺬ ﻋﻦ أي ﺷﺨﺺ ﻟﮫ ﻣﺜﻞ ھﺬه اﻷراء‬ ‫اﻟﺴﺎﺋﻞ‪:‬ھﻮ ﻃﺎﻟﺐ ﻋﻠﻢ ﺷﯿﺦ‪.‬‬ ‫اﻟﺸﯿﺦ ‪ :‬وﻟﻮ ﻛﺎن ﻃﺎﻟﺐ ﻋﻠﻢ إذا ﻛﺎن ﯾﺄﺗﻲ ﺑﺄﺧﻄﺎء ﻓﻲ اﻟﻌﻘﯿﺪة‬ ‫اﻟﺴﺎﺋﻞ ‪ :‬ﯾﺨﻄﺄ ﻛﺜﯿﺮا ﯾﺎﺷﯿﺦ‪.‬‬ ‫اﻟﺸﯿﺦ ‪ :‬ﻧﻌﻢ‪.‬‬ ‫اﻟﺴﺎﺋﻞ‪:‬ﯾﺨﻄﺄ ﻛﺜﯿﺮا‪.‬‬ ‫اﻟﺸﯿﺦ ‪ :‬ﻣﺎدام ﯾﺨﻄﺄ ﻛﺜﯿﺮا ﯾﺠﺘﻨﺐ اﻷﺧﺬ ﻋﻨﮫ‪.‬‬ ‫اﻟﺴﺎﺋﻞ ‪ :‬ﻧﻌﻢ اﷲ ﯾﺤﻔﻈﻚ ﺑﺎرك اﷲ ﻓﯿﻚ‬

‫‪101‬‬

‫‪Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman‬‬

[Ditranskrip dari audio yang diarsipkan di di http://www.salafishare.com/id/26HDT24RUTJS/fatwa%20ubaikan.wav]

(Sumber http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/08/fatwapara-ulama-besar-terhadap-al-hajuri/) VI.3. FATWA ASY-SYAIKH AHMAD AN-NAJMI rahimahullah (Ulama Besar Saudi, Mufti di provinsi Jizan, Saudi Arabia bagian Selatan, negara Arab Saudi. Wafat pada tanggal 19 Rajab 1429 H / 23 Juli 2008) Penanya : Orang ini mengatakan, bahwa tentu kaidah bahwa setiap mubtadi’ (ahlul bid’ah) pasti da’i (penyeru) kepada bid’ahnya. Asy-Syaikh : Apa? Penanya : Setiap mubtadi’ (ahlul bid’ah) pasti da’i (penyeru) kepada bid’ahnya. Asy-Syaikh : Setiap mubtadi’? Penanya : pasti da’i (penyeru) kepada bid’ahnya. Asy-Syaikh : Pasti dia da’i kepada bid’ahnya? Tidak, itu tidak benar. Yakni sudah ma’ruf pembedaan antara yang da’i kepada bid’ahnya dan yang bukan da’i kepada bid’ahnya. Yakni mubtadi’ yang ikut-ikutan saja, bisa jadi dia bukan da’i (penyeru) kepada bid’ahnya tersebut. Namun mubtadi’ yang fanatik pada bid’ahnya, menyebarkannya, dan berdebat membelanya, ini adalah da’i kepada bid’ahnya. Penanya : Dia juga mengatakan bahwa Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab At-Tamimi tidak menguasai seluruh ilmu hadits. Asy-Syaikh : Siapakah orangnya yang bisa menguasai seluruh ilmu hadits? Penanya : yakni, dia mengatakan bahwa ilmu beliau (Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab At-Tamimi) dalam bidang hadits hanya sedikit dan tidak kuat. Asy-Syaikh : Tidak, tidak, dia tidak benar, dia tidak benar. Bagaimana dengan ribuan kitab-kitab (karya beliau) tersebut, (bagaimana bisa beliau dikatakan) ilmunya dalam bidang hadits hanya sedikit? Penanya : Dia juga mengatakan tentang Asy-Syaikh Shalih Alu Asy-Syaikh, bahwa manhajnya adalah ikhwani, lebih mendahulukan hizbiyyin atas salafiyyin, dan mencukur jenggotnya. Asy-Syaikh : Dia telah berdusta, dia telah berdusta, dia telah berdusta, dia telah berdusta. Manhajnya ikhwani? Penanya : dan mendahulukan hizbiyyin atas salafiyyin dan mencukur jenggotnya. Asy-Syaikh : memotong jenggotnya ini perkara lain. Namun manhajnya ikhwani, maka itu tidak benar. … (suara kurang jelas) Penanya : Kami menuntut bukti, wahai Syaikh. Namun tidak ada buktinya, demi Allah. Penanya : Dia juga berkata tentang Asy-Syaikh Washiyullah, bahwa ia adalah turatsi. Asy-Syaikh : Apa? Penanya : Dia juga berkata tentang Asy-Syaikh Washiyullah, bahwa ia adalah turatsi. Asy-Syaikh : turatsi? Penanya : ya. Asy-Syaikh : Subhanallah! Subhanallahil ‘Azhim! Ini merupakan kelancangan

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

10 2

yang sangat aneh sekali. Tidak mungkin seorang penuntut ilmu seperti ini kondisinya (lancang menuduh). Wajib atasnya untuk takut kepada Allah dan meninggalkan ini (kelancangan tersebut) Penanya : Saya sempurnakan wahai Syaikh Insya Allah. Yakni para ‘ulama di sini menasehati dia terkait ucapannya tersebut. Namun dia malah menjawab, bahwa saya sendiri sendiri, kemudian dia mengatakan, ucapan tersebut kencingi atasnya! Asy-Syaikh : Apa? Penanya : Beberapa ‘ulama di sini menasehati dia, yakni para masyaikhnya atas beberapa ucapannya. Para ‘ulama menegurnya. Namun dia malah mengatakan, bahwa saya berjalan sendiri sendiri dalam dakwah. Seraya ia mengatakan bahwa ucapan tersebut kencingi atasnya! Asy-Syaikh : Subhanallah (beliau tertawa). Kalau begitu dia ini muharib (seorang yang berperang). Hasbunallah wa ni’mal wakil. Penanya : Apakah boleh belajar pada orang ini? Asy-Syaikh : Apa? Penanya : Apakah boleh belajar pada orang ini? Asy-Syaikh : Tidak boleh! Penanya : Selamanya? Asy-Syaikh : Demi Allah, demikian pendapatku. Dia, di mana dia mengajar? Penanya : Boleh saya memberitahukan kepada anda tentang siapa orang ini, wahai Syaikh? Asy-Syaikh : Apa? Penanya : Saya beritahukan kepada anda tentang orang ini? Asy-Syaikh : Katakan Penanya : dia adalah Yahya Al-Hajuri, wahai Syaikh. Asy-Syaikh : Ya Rajjal!! [1]) Yahya Al-Hajuri!! Penanya : Ya. Ini, semuanya terekam, kami mendengarnya dalam pelajaran dan terekam dalam kaset. Asy-Syaikh : hasbunallah wa ni’mal wakil. Teks Arab :

‫ أن ﻃﺒﻌًﺎ )ھﻜﺬا( ﻗﺎﻋﺪة ﻛﻞ ﻣﺒﺘﺪع داﻋﻲ‬: ‫ ھﺬا اﻟﺮﺟﻞ ﯾﻘﻮل‬: ‫اﻟﺴﺎﺋﻞ‬ ‫ﻟﺒﺪﻋﺘﮫ‬ ‫ ھﮫ؟‬: ‫اﻟﺸﯿﺦ ـ رﺣﻤﮫ اﷲ ـ‬ ‫ ﻛﻞ ﻣﺒﺘﺪع داﻋﻲ ﻟﺒﺪﻋﺘﮫ ؟‬: ‫اﻟﺴﺎﺋﻞ‬ ‫ﻛﻞ ﻣﺒﺘﺪع ؟‬:‫اﻟﺸﯿﺦ ـﺮﺣﻤﮫ اﷲ ـ‬ ‫داﻋﻲ ﻟﺒﺪﻋﺘﮫ‬: ‫ اﻟﺴﺎﺋﻞ‬. ‫ﯾﻌﻨﻲ ﻣﻌﺮوف اﻟﺸﯿﺦ ـ رﺣﻤﮫ اﷲ ـ داﻋﻲ إﻟﻰ ﺑﺪﻋﺘﮫ ؟ ﻻ‬. ‫ﻣﺎ ھﻢ ﺳﻮاء‬ ‫ اﻟﺘﻔﺮﻗﺔ ﺑﯿﻦ اﻟﺪاﻋﻲ ﻟﺒﺪﻋﺘﮫ وﻏﯿﺮ اﻟﺪاﻋﻲ ﻟﺒﺪﻋﺘﮫ‬, ‫ﯾﻌﻨﻲ ﻣﺒﺘﺪع ﻣﻘﻠﺪ ﻣﺒﺘﺪع‬

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

10 3

‫ﻣﺒﺘﺪع ﻣﺼﻤﻢ ﻋﻠﯿﮭﺎ ﻣﻘﻠﺪ )ﻛﺬا( ﻗﺪ ﯾﻜﻮن ﻟﯿﺲ ﺑﺪاﻋﻲ إﻟﻰ ﺗﻠﻚ اﻟﺒﺪﻋﺔ ﻟﻜﻦ‬ ‫‪ .) .‬وﯾﻨﺸﺮھﺎ وﯾﻨﺎﻇﺮ ﻋﻠﯿﮭﺎ ھﺬا ھﻮ اﻟﺪاﻋﻲ ﻟﺒﺪﻋﺘﮫ ‪ .‬ﻧﻌﻢ‬ ‫اﻟﺴﺎﺋﻞ ‪ :‬وﯾﻘﻮل أن اﻟﺸﯿﺦ ﻣﺤﻤﺪ ﻋﺒﺪاﻟﻮھﺎب اﻟﺘﻤﯿﻤﻲ ﯾﻌﻨﻲ ﻻ إﺣﺎﻃﺔ ﻟﮫ (‬ ‫‪ .‬ﺑﻌﻠﻢ اﻟﺤﺪﯾﺚ‬ ‫اﻟﺸﯿﺦ ـ رﺣﻤﮫ اﷲ ـ ‪ :‬ﻣﻦ ھﻮ اﻟﺬي أﺣﺎط ﺑﻌﻠﻢ اﻟﺤﺪﯾﺚ ؟‬ ‫‪ .‬اﻟﺴﺎﺋﻞ ‪ :‬ﯾﻌﻨﻲ ﯾﻘﻮل أن ﻋﻠﻤﮫ ﻓﻲ اﻟﺤﺪﯾﺚ ﻗﻠﯿﻞ ﻟﯿﺲ ﺑﺎﻟﻘﻮي‬ ‫ﻛﯿﻒ إﻟِﻲ أﻟﱠﻒ ھﺬه اﻟﻜﺘﺐ ﻻ ﻻ ﻣﺎﺻﺪق ھﺬا ﻟﻢ ﯾﺼﺪق ‪ :‬اﻟﺸﯿﺦ ـ رﺣﻤﮫ اﷲ ـ‬ ‫‪.) .‬ﻋﻠﻤﮫ ﻓﻲ اﻟﺤﺪﯾﺚ ﻗﻠﯿﻞ ؟ ﻧﻌﻢ‬ ‫اﻟﺴﺎﺋﻞ ‪ :‬وﯾﻘﻮل ﻋﻦ اﻟﺸﯿﺦ ﺻﺎﻟﺢ آل اﻟﺸﯿﺦ أن ﻣﺴﻠﻜﮫ إﺧﻮاﻧﻲ وھﻮ ﯾﻘﺪم (‬ ‫‪) .‬اﻟﺤﺰﺑﯿﯿﻦ ﻋﻠﻰ اﻟﺴﻠﻔﯿﯿﻦ وﯾﻘﺼﺺ ﻓﻲ ﻟﺤﯿﺘﮫ )ﻛﺬا‬ ‫‪ ) .‬ﻣﺴﻠﻜﮫ إﺧﻮاﻧﻲ؟ ‪.‬ﻛﺬب‪ ،‬ﻛﺬب‪،‬ﻛﺬب‪،‬ﻛﺬب ‪ :‬اﻟﺸﯿﺦ ـﺮﺣﻤﮫ اﷲ ـ‬ ‫اﻟﺴﺎﺋﻞ ‪ :‬وأﻧﮫ ﯾﻘﺪم اﻟﺤﺰﺑﯿﯿﻦ ﻋﻠﻰ اﻟﺴﻠﻔﯿﯿﻦ‪ ،‬وﯾﻘﺼﺺ ﻟﺤﯿﺘﮫ‬ ‫اﻟﺸﯿﺦ ‪ :‬وﯾﺄﺧﺬ ﻟﺤﯿﺘﮫ ھﺬا ﺷﯿﺊ آﺧﺮ‪ ،‬ﻟﻜﻦ ﻣﺴﻠﻜﮫ أﺧﻮاﻧﻲ ھﺬا ﻣﺎ ھﻮ‬ ‫) … ﺻﺤﯿﺢ‪ ) .‬اﻟﺼﻮت ﻏﯿﺮ واﺿﺢ‬ ‫‪.‬اﻟﺴﺎﺋﻞ ‪ :‬وﻃﻠﺒﻨﺎ ﻣﻦ اﻟﺒﯿﻨﺔ ﯾﺎ ﺷﯿﺦ‪ ،‬ﻓﻤﺎ ﺑﯿﻨﺔ واﷲ‬ ‫اﻟﺴﺎﺋﻞ‪ :‬وأﯾﻀﺎ ﯾﻘﻮل ﻋﻦ اﻟﺸﯿﺦ وﺻﻲ اﷲ أﻧﮫ ﺗﺮاﺛﻲ؟(‬ ‫‪.‬اﻟﺸﯿﺦ‪ :‬ھﮫ‬ ‫اﻟﺴﺎﺋﻞ‪ :‬ﻗﺎل ﻋﻦ اﻟﺸﯿﺦ وﺻﻲ اﷲ أﻧﮫ ﺗﺮاﺛﻲ؟‬ ‫اﻟﺸﯿﺦ‪ :‬ﺗﺮاﺛﻲ؟‬ ‫‪.‬اﻟﺴﺎﺋﻞ‪ :‬أﯾﻮى‬ ‫ﺳﺒﺤﺎن اﷲ‪ ،‬ﺳﺒﺤﺎن اﷲ اﻟﻌﻈﯿﻢ وھﺬه ﺟﺮءة ﻏﺮﯾﺒﺔ ھﺬه‪ .‬ﻣﺎ ﯾﻤﻜﻦ ‪:‬اﻟﺸﯿﺦ‬ ‫‪…) .‬ﻟﻄﺎﻟﺐ اﻟﻌﻠﻢ أن ﯾﻜﻮن ھﺬا ﻋﻠﯿﮫ ان ﯾﺘﻘﻲ اﷲ وﯾﺘﺮك ھﺬا‬

‫‪10‬‬ ‫‪4‬‬

‫‪Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman‬‬

‫‪.‬اﻟﺴﺎﺋﻞ ﻣﻘﺎﻃﻌﺎً‪ :‬أﻛﻤﻠﻚ ﯾﺎﺷﯿﺦ إن ﺷﺎء اﷲ(‬ ‫ﯾﻌﻨﻲ اﻟﻌﻠﻤﺎء ھﻨﺎ ﻧﺼﺤﻮه ﻋﻦ ﻛﻼﻣﮫ ﯾﻘﻮل أﻧﻲ وﺣﺪي وﺣﺪي ﺛﻢ ﻗﺎل ھﺬا‬ ‫‪.‬اﻟﻜﻼم ﺑُﻞ ﻋﻠﯿﮫ‬ ‫اﻟﺸﯿﺦ ‪:‬ھﮫ؟‬ ‫ﻋﻠﻰ ﺑﻌﺾ ﻛﻼﻣﮫ اﻧﺘﻘﺪوه اﻟﺴﺎﺋﻞ‪ :‬ﻧﺼﺤﻮه ﺑﻌﺾ اﻟﻌﻠﻤﺎء ھﻨﺎ ﯾﻌﻨﻲ ﺷﯿﻮﺧﮫ‬ ‫‪.‬ﺑﻮل )ھﻜﺬا( ﻋﻠﯿﮫ ﻋﻠﯿﮫ ﯾﻘﻮل أﻧﻲ وﺣﺪي وﺣﺪي ﻓﻲ اﻟﺪﻋﻮة ﻓﻘﺎل ھﺬا اﻟﻜﻼم‬ ‫ﺣﺴﺒﻨﺎ اﷲ وﻧﻌﻢ ‪.‬إذاً ھﺬا ﻣﺤﺎرب ‪).‬ھِﮫ‪ :‬ھِﮫ )ﺿﺎﺣﻜﺎً ﺳﺒﺤﺎن اﷲ ‪:‬اﻟﺸﯿﺦ‬ ‫‪.) .‬اﻟﻮﻛﯿﻞ‬ ‫اﻟﺴﺎﺋﻞ‪ :‬ھﻞ ﺗﺠﻮز اﻟﺪراﺳﺔ ﻋﻨﺪ ھﺬا؟(‬ ‫اﻟﺸﯿﺦ‪ :‬ھﮫ؟‬ ‫اﻟﺴﺎﺋﻞ‪ :‬ھﻞ ﺗﺠﻮز اﻟﺪراﺳﺔ ﻋﻨﺪ ھﺬا؟‬ ‫‪.‬ﻻ‪:‬اﻟﺸﯿﺦ‬ ‫أﺑﺪاً؟ ‪:‬اﻟﺴﺎﺋﻞ‬ ‫)واﷲ ھﺬا اﻟﺬي أراه وھﻮ ﻓﯿﻦ درس ھﺬا؟ ‪:‬اﻟﺸﯿﺦ‬ ‫اﻟﺴﺎﺋﻞ‪ :‬أﻧﺎ أﺧﺒﺮك ﺑﮫ ﯾﺎ ﺷﯿﺦ؟(‬ ‫اﻟﺸﯿﺦ‪:‬ھﮫ؟‬ ‫اﻟﺴﺎﺋﻞ‪ :‬أﺧﺒﺮك ﻋﻨﮫ؟‬ ‫‪.‬اﻟﺸﯿﺦ‪:‬ﻗﻠﻲ‬ ‫‪.‬اﻟﺴﺎﺋﻞ‪ :‬ھﺬا ﯾﺤﯿﻰ اﻟﺤﺠﻮري ﯾﺎ ﺷﯿﺦ‬ ‫!؟ ﯾﺎ رﺟﺎل!! ﯾﺤﯿﻰ اﻟﺤﺠﻮري ‪:‬اﻟﺸﯿﺦ‬ ‫اﻟﺴﺎﺋﻞ‪ :‬أﯾﻮه ﻧﺤﻦ )ھﻜﺬا( وھﺬا ﻛﻠﮫ ﻣﺴﺠﻞ وﺳﻤﻌﻨﺎه ﻓﻲ اﻟﺪرس وﻣﺴﺠﻞ‬ ‫‪.‬ﻓﻲ اﻷﺷﺮﻃﺔ‬

‫‪10‬‬ ‫‪5‬‬

‫‪Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman‬‬

‫اﻟﺸﯿﺦ‬: ‫ )ﺣﺴﺒﻨﺎ اﷲ وﻧﻌﻢ اﻟﻮﻛﯿﻞ‬. [Ditranskrip dari audio yang diarsipkan di http://www.salafishare.com/26U1NFYE1PPZ/E5XFWR7.mp3] (Sumber http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/08/fatwa-para-ulama-besarterhadap-al-hajuri/)

VI.4. FATWA ASY-SYAIKH DR. SHALIH BIN FAUZAN BIN ABDILLAH AL-FAUZAN TERBARU (anggota Al-Lajnah AdDa’imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta’ dan Hai’ah Kibaril ‘UlamaKerajaan Saudi ‘Arabia) Masih lekat pada ingatan kita, jawaban Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah sekitar 6 tahun lalu ketika beliau ditanya tentang beberapa kesalahan yang diucapkan oleh Al-Hajuri. Maka beliau melarang untuk belajar kepada orang yang demikian kondisinya. Berikut pertanyaan yang diajukan kepada Asy-Syaikh Al-’Allamah Shalih Al-Fauzan hafizhalullah pada tanggal 5 Rabi’ul Awwal 1430 H (atau sekitar tanggal 2 Maret 2009, red), tentang beberapa kesalahan yang diucapkan oleh Al-Hajuri dan sudah terlanjur tersebar di tengah-tengah kaum muslimin, yang kemudian kesalahan tersebut dibela dengan tanpa malu oleh orang-orang jahil. Maka kali ini dengan tegas Asy-Syaikh Al-Fauzan menjawab : “Ini adalah ucapan yang buruk, ucapan yang jelek, tidak boleh mendengarnya dan tidak boleh diam atas (kebatilan)nya.” Segala puji bagi Allah, yang telah memunculkan di tengah umat ini ‘ulama yang tampil kesesatan tersebut, agar umat tidak tertipu dengannya. Berikut transkrip tanya jawab bersama Al-’Allamah Shalih Al-Fauzan hafizhahullah. Semoga Allah memberikan kebaikan kepada engkau wahai Samahatul Walid. Seorang penanya berkata : Bagaimana hukum orang yang mengatakan bahwa sunnah sebagian besarnya adalah wahyu? Dan mengatakan juga bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam telah salah dalam wasilah dakwah, maka beliau dibenarkan dan diberi pelajaran oleh Rabbnya. Dan mengatakan juga bahwa Nabi dan orang yang di bawah beliau tingkatannya tidak bisa diterima ucapannya kecuali dengan dalil yang jelas. Apa hukum perkataan tersebut dan apa hukum belajar pada orang tersebut? Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjawab : “Ini adalah ucapan yang buruk, ucapan yang jelek, tidak boleh mendengarnya dan tidak boleh diam atas (kebatilan)nya. Ucapan tersebut telah menghina Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Allah Jalla wa ‘Ala telah berfirman tentang beliau “Tidaklah dia berbicara dengan hawa nafsunya. Tidak lain itu adalah wahyu yang diwahyukan.” [An-Najm : 3-4]

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

10 6

Sementara orang ini berani menyalahkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dalam urusan agama. Padahal urusan agama merupakan wahyu dari Allah. Adapun urusan dunia, urusan dunia maka Rasulullah bermusyawarah dengan para shahabatnya dalam urusan-urusan dunia, bukankah demikian? Dalam urusan dunia beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam biasa bermusyawarah dengan para shahabatnya. Adapun urusan syari’at, maka itu bersifat tauqifiyyah, wahyu dari Allah Jalla wa ‘Ala : “Tidaklah dia berbicara dengan hawa nafsunya. Tidak lain itu adalah wahyu yang diwahyukan.” [An-Najm : 3-4].”

‫ ﯾﻘﻮل اﻟﺴﺎﺋﻞ‬،‫ ﺣﺴﻦ اﷲ إﻟﯿﻜﻢ ﺳﻤﺎﺣﺔ اﻟﻮاﻟﺪ‬: ‫ ﺑﺄن اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻣﺎ ﺣﻜﻢ ﻣﻦ ﯾﻘﻮل ﺑﺄن اﻟﺴﻨﺔ ﻣﻌﻈﻤﮭﺎ وﺣﻲ ؟‬:‫وﯾﻘﻮل‬ ‫ﺑﺄن اﻟﻨﺒﻲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ أﺧﻄﺄ ﻓﻲ وﺳﺎﺋﻞ اﻟﺪﻋﻮة ؟ ﻓﺼﻮﺑﮫ رﺑﮫ‬:‫وأدﺑﮫ؟ وﯾﻘﻮل‬ ‫ﺑﺤﺠﺔ ﺳﺎﺋﻐﺔ ؟ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻓﻤﻦ دوﻧﮫ ﻻ ﯾﻘﺒﻞ ﻗﻮﻟﮫ إﻻ‬ ‫ﻓﻤﺎ ﺣﻜﻢ ھﺬا اﻟﻘﻮل؟ واﻟﺪراﺳﺔ ﻋﻠﻰ ھﺬا اﻟﺸﺨﺺ ؟‬ ‫ اﻟﺠﻮاب‬: ‫ھﺬا ﻛﻼم ﻗﺒﯿﺢ ﻛﻼم ﺳﻲء وﻻ ﯾﺠﻮز ﺳﻤﺎﻋﮫ واﻟﺴﻜﻮت ﻋﻠﯿﮫ ﺗﻨﻘﺺ ﻟﻠﺮﺳﻮل‬ ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ‬. (3) ‫اﷲ ﺟﻞ وﻋﻼ ﻗﺎل ﻓﯿﮫ ) وَﻣَﺎ ﯾَﻨْﻄِﻖُ ﻋَﻦِ اﻟْﮭَﻮَى‬ َ‫ ) وھﺬا ﯾﺨﻄﻲء اﻟﺮﺳﻮل ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ إِنْ ھُﻮ‬4) ‫إِﻟﱠﺎ وَﺣْﻲٌ ﯾُﻮﺣَﻰ‬ ‫ وأﻣﻮر اﻟﺸﺮع وﺣﻲ ﻣﻦ اﷲ ﻓﻲ أﻣﻮر‬،‫اﻟﺪﯾﻦ‬. ‫ أﻣﻮر اﻟﺪﻧﯿﺎ اﻟﺮﺳﻮل ﯾﺴﺘﺸﯿﺮ أﺻﺤﺎﺑﮫ ﻓﻲ أﻣﻮر اﻟﺪﻧﯿﺎ أﻟﯿﺲ‬،‫أﻣﺎ أﻣﻮر اﻟﺪﻧﯿﺎ‬ ‫ﻛﺬاﻟﻚ ؟‬ ‫ وأﻣﺎ أﻣﻮر‬.‫اﻟﺸﺮع ﻓﮭﻲ ﺗﻮﻗﯿﻔﯿﺔ وﺣﻲ ﻣﻦ ﻓﻲ أﻣﻮر اﻟﺪﻧﯿﺎ ﯾﺴﺘﺸﯿﺮ أﺻﺤﺎﺑﮫ‬ ‫( اﷲ ﺟﻞ وﻋﻼ ) وَﻣَﺎ ﯾَﻨْﻄِﻖُ ﻋَﻦِ اﻟْﮭَﻮَى‬3) 4) ‫) )إِنْ ھُﻮَ إِﻟﱠﺎ وَﺣْﻲٌ ﯾُﻮﺣَﻰ‬ Rekaman fatwa bisa didengar http://www.fileden.com/files/2008/8/24/2064259/alfwzan.mp3 Rekaman fatwa yang sudah dilengkapi dengan rekaman suara Al-Hajuri yang dimaksud dalam pertanyaan bisa didengar http://www.fileden.com/files/2008/8/24/2064259/a56a%20%282%29.mp3 [Ditranskrip dari audio yang diarsipkan di http://www.liveislam.net/browsearchive.php?id=59666 dari ceramah beliau yang

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

10 7

disampaikan di kabupaten Malaz, Riyadh, Saudi Arabia pada tanggal 5 Shafar 1430 / 2 Maret 2009] (Sumber http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/08/fatwa-terbaru-asysyaikh-al-fauzan-5-3-1430-h/. )

VI. 6. FATWA Asy-Syaikh Al-Fadhil Al-Hakim Muhammad bin Shalih Ash-Shaumali (Imam dan khathib Masjidil Khair di Shan’a, Yaman) Nasehat Asy-Syaikh Al-Fadhil Al-Hakim Muhammad bin Shalih Ash-Shaumali terhadap orang yang mengikuti pendapat Asy-Syaikh Yahya Asy-Syaikh Al-Fadhil Al-Hakim Muhammad bin Shalih Ash-Shaumali hafizhahullah sekarang sebagai imam dan khathib Masjidil Khair di Shan’a. Dalam wasiatnya, Asy-Syaikh Muqbil Al-Wadi’i rahimahullah menasehatkan :

‫وأﻧﺼﺤﮭﻢ أن ﯾﺴﺘﺸﯿﺮوا ﻓﻲ ﻗﻀﺎﯾﺎھﻢ اﻟﺸﯿﺦ اﻟﻔﺎﺿﻞ اﻟﻮاﻋﻆ اﻟﺤﻜﯿﻢ اﻟﺸﯿﺦ‬ ‫ ﻓﺈﻧﻲ ﻛﻨﺖ أﺳﺘﺸﯿﺮه وﯾﺸﯿﺮ ﻋﻠﻲ ﺑﺎﻟﺮﺷﺪ‬،‫ﻣﺤﻤﺪ اﻟﺼﻮﻣﻠﻲ‬ “Saya nasehatkan mereka (ahlus sunnah di Yaman) untuk meminta nasehat dalam berbagai problem mereka kepada Asy-Syaikh yang mulia Sang Penasehat yang Bijaksana Asy-Syaikh Muhammad Ash-Shaumali. Sungguh aku dulu meminta nasehat darinya, maka beliau (Asy-Syaikh Ash-Shaumali) mengarahkanku pada bimbingan yang lurus.” Sungguh beliau telah menjadi tempat Asy-Syaikh Muqbil meminta nasehat. Menunjukkan kematangan keilmuan dan kebijakan beliau yang cukup tinggi dan diakui. Bahkan beliau mampu menunjukkan pada suatu pendapat yang berkenan dan diterima oleh Asy-Syaikh Muqbil. Sebagai realisasi wasiat tersebut, maka para kibâr masyâikh Yaman pun meminta nasehat pada beliau. Termasuk dalam pertemuan Ma’bar dan pertemuan Hudaidah, beliau juga turut berperan aktif dan bertandatangan. Pada 12 Sya’ban 1429 H (atau sekitar tanggal 15 Agustus 2008, pen) lalu beliau ditanya, bahwa ada seorang thalibul ilmi yang memihak kepada Asy-Syaikh Yahyâ dalam vonisnya terhadap Asy-Syaikh ‘Abdurrahmân, dan dia berupaya menyebarkan hal tersebut dan sebaliknya menghalangi disebarkannya nasehat dan penjelasan para ‘ulama, bagaimana menyikapinya? Beliau menjawab : “Duduklah kalian dengannya dan nasehatilah dia.” (Sumber http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/03/nasehat-asy-syaikhal-fadhil-al-hakim-muhammad-bin-shalih-ash-shaumali/)

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

10 8

:

‫ﻗﺎ‬

] (43)

[

Meninjau semakin meluasnya pengaruh berbagai kesalahan ilmiah Al-Hajuri, baik dalam aqidah maupun manhaj, serta pelecehannya terhadap para ‘ulama kibar (yang sebenarnya sangat memalukan jika kesalahan dan pelecehan tersebut terlontar dari seorang yang selama ini digelari sebagai An-Nashihul Amin dan Imamuts Tsaqalain) maka beberapa kesalahan dan pelecehan tersebut telah ditanyakan kepada para ‘ulama kibar berikut rekaman kasetnya Bisa didownload di

http://www.salafishare.com/26U1NFYE1PPZ/E5XFWR7.mp3 atau disini

http://www.upload4arab.com/files/1006/sound/alhajoory.zip Para ‘ulama kibar yang telah memberikan fatwa/jawaban dalam kaset tersebut adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi rahimahullah Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah. Asy-Syaikh As-Sadlan hafizhahullah. Asy-Syaikh Al-’Aqil hafizhahullah. Asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin Al-’Ubaikan hafizhahullah. Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri hafizhahullah.

Semoga kaset ini bermanfaat bagi kita semua. Sehingga kita benar-benar mendapat arahan dan bimbingan dari para ‘ulama kibar Ahlus Sunnah dalam berucap, bersikap, dan bertindak. NB : Rekaman kaset di atas sudah dilengkapi, sehingga setiap poin/ucapan al-hajuri yang ditanyakan disertai dengan suara asli Al-Hajuri, sebagai bukti.

(Sumber http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/08/fatwapara-ulama-besar-terhadap-al-hajuri. )

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

10 9

VI. 7. FATWA PARA ULAMA LAINNYA ‫ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ‬ ‫اﻟﺤﻤﺪ ﷲ واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠﻰ ﻧﺒﯿﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ وﻋﻠﻰ آﻟﮫ وﺻﺤﺒﮫ وﺳﻠﻢ وﻣﻦ اﺗﺒﻊ ھﺪاه‬ : ‫ﻗﺎل اﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ‬ ] (43) َ‫[ ﻓَﺎﺳْﺄَﻟُﻮا أَھْﻞَ اﻟﺬﱢﻛْﺮِ إِنْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﻟَﺎ ﺗَﻌْﻠَﻤُﻮن‬ Meninjau semakin meluasnya pengaruh berbagai kesalahan ilmiah Al-Hajuri, baik dalam aqidah maupun manhaj, serta pelecehannya terhadap para ‘ulama kibar (yang sebenarnya sangat memalukan jika kesalahan dan pelecehan tersebut terlontar dari seorang yang selama ini digelari sebagai An-Nashihul Amin dan Imamuts Tsaqalain) maka beberapa kesalahan dan pelecehan tersebut telah ditanyakan kepada para ‘ulama kibar berikut rekaman kasetnya Bisa didownload di

http://www.salafishare.com/26U1NFYE1PPZ/E5XFWR7.mp3 atau disini

http://www.upload4arab.com/files/1006/sound/alhajoory.zip Para ‘ulama kibar yang telah memberikan fatwa/jawaban dalam kaset tersebut adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi rahimahullah Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah. Asy-Syaikh As-Sadlan hafizhahullah. Asy-Syaikh Al-’Aqil hafizhahullah. Asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin Al-’Ubaikan hafizhahullah. Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri hafizhahullah.

Semoga kaset ini bermanfaat bagi kita semua. Sehingga kita benar-benar mendapat arahan dan bimbingan dari para ‘ulama kibar Ahlus Sunnah dalam berucap, bersikap, dan bertindak. NB : Rekaman kaset di atas sudah dimodifikasi sedemikian rupa, setiap poin/ucapan al-hajuri yang ditanyakan disertai dengan suara asli Al-Hajuri, sebagai bukti. (Sumber http://dammajhabibah.wordpress.com/2009/03/08/fatwa-para-ulama-besarterhadap-al-hajuri. )

(Bersambung Insya Allah ke Bimbingan Ulama’ Masalah Fitnah Yaman II)

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

110

Sekilas Gambaran Tentang Markiz-Markiz Ahlus Sunnah di Yaman

Para pembaca sekalian, selain sering mendengar nama Markiz Darul Hadits Dammaj, Sha’da, Yaman, yang diasuh Syaikh Abu Abdirrahman Yahya bin Ali Al Hajuri, juga terdapat markiz/ma'had Dakwah Salafiyyah lainnya. “Dan disana terdapat masjid-masjid Ahlus Sunnah yang didalamnya diasuh oleh para Masyaikh dan Thalabatul Ilmi, dan Alhamdulillah Markaz-markaz Ahlussunnah di negara Yaman sangat banyak sekali dari Utara sampai Selatan, kami akan sebutkan sebagian saja diantaranya : 1) Markiz Asy-Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahab Al-Wushobi Al Abdali – Abu Ibrahim (Hafidzahullahu Ta'ala) terletak di Syare' Zaid, kota Hudaidah 2) Markiz Asy-Syaikh Muhammad Ibn Abdillah Al-Imam - Abu Nashr Ar-Raimi (Hafidzahullahu Ta'ala) terletak di Syare' Al-'Aam, kota Ma'bar 3) Markiz Asy-Syaikh Abdul 'Aziz Al-Bura'i (Hafidzahullahu Ta'ala) terletak di Mafraq Hubaisy, kota Ibb 4) Markaz Asy-Syaikh 'Abdul Mushawwir (Hafidzahullahu Ta'ala) Masjid AsSunnah di daerah Ba'dan, kota Ibb 5) Markiz Asy-Syaikh Abdul-Rahman Mar'i dan saudaranya Abdullah Mar'i (Hafidzahumallahu Ta'ala), Masjid At-Taqwa di kota Asy-Syihr Hadramaut 6) Markiz Abdullah bin Utsman Adz-Dzamari Masjid Ash-Shabaari di kota Dzamar Ditambahkan juga adanya markaz Asy Syaikh Al-Faqih Abu Abdillah Abdurrahman bin Umar bin Mar’i Al-Adeni hafidhahullah, di kota Fuyush, makin menyemarakkan dakwah Salafiyyah di negeri Yaman. Simak peta negara Yaman di halaman berikutnya.

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

111

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

112

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

113

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

114

Bimbingan Ulama Ahlussunnah Tentang Masalah Yaman

115

Related Documents


More Documents from "abdul haq"