KEUANGAN SYARIAH “Bentuk-Bentuk Organisasi Perusahaan Syariah” Dosen Pembimbing : Afvan Aquino, SE,MM
Disusun Oleh : Kelompok 2 Idryan Nopriady Ridwansyah
1761201075
Susilawati Sitohang
1761201117
Dea Nanda br.Tumeang
1761201106
Rina wati Simarmata
1761201047
Budiman Sitorus
1761201251
Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen Universitas Lancang Kuning Tahun Ajaran 2018 / 2019
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Managemen keuangan. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang bentuk organisasi keuangan syariah, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas tentang managemen keuangan. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untukitu, kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pe mbuatan makalah saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Pekanbaru, 25 Maret 2019
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................................ i Daftar Isi ...................................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...................................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1 1.3. Tujuan..................................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1. Bentuk Organisasi Bisnis Dalam Perusahaan Syariah ...................................... 5 2.2. Jenis Akad dan Implementasi dalam Organisasi Bisnis .................................. 11 BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan........................................................................................................... 15 3.2. Saran ..................................................................................................................... 15 Daftar Pustaka
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Istilah organisasi dewasa ini sudah sangat familiar di kalangan masyarakat. Apalagi dengan istilah bisnis. Namun jika dua kata tersebut dipadankan menjadi organisasi bisnis, tentu tidak semua memahami dan familiar dengan istilah ini. Dalam kondisi perekonomian dunia, termasuk Indonesia, yang masih dikuasai oleh sistem kapitalisme, berimbas pada lahirnya banyak badan hukum sebagai entitas tersendiri (perusahaan yang bermotif laba atau nirlaba) yang dianggap bisa berdiri sendiri atau lepas dari pemiliknya. Bahkan, hak dan kewajibannya pun bisa dilepaskan pula dari pemiliknya. Keadaan seperti ini pada akhirnya sering kali menimbulkan beragam problem. Entitas (satuan yang berwujud) atau organisasi usaha itu mengabaikan kewajiban tapi merasa memiliki hak yang penuh. Akibatnya, muncul berbagai tindakan kezaliman yang merugikan masyarakat. Seolah organisasi bisnis itu tidak merasa memikul tanggung jawab moral, dan hanya diakui sebatas badan hukum saja. Sebagai agama yang komprehensif, Islam tentu memiliki pandangan terhadap keberadaan entitas (organisasi bisnis) ini. Sejatinya, entitas ideal adalah sebuah organisasi bisnis yang memiliki Moral Actor View sebagai landasannya. Sebab hanya pandangan inilah yang dianggap sesuai dengan persepsi Islam. Oleh karena itu, dalam upaya meluruskan dan mendudukkan persoalan secara syar’i, agar organisasi bisnis yang berkembang di tengah-tengah masyarakat ke depannya tampil secara Islami. Semua bentuk organisasi bisnis di mana dua atau lebih orang berkumpul bersama sumber dengan keuangan, usahawan, keahlian, dan keinginan untuk menjalankan bisnis, banyak dibahas oleh fuqaha’ terutama tentang Mudharabah dan Shirkah. Banyak dari prinsip yang berkaitan dibawah ini diperolah oleh fuqaha’ secara langsung atau tidak langsung dari Al-Quran, hadis dan praktik sahabah (para sahabat nabi). Pada umumnya disetujui bahwa perbedaan yang terpenting antara modharabah dan shirkah terletak pada apakah para mitra membuat konstribusi terhadap manajemen sebaik keuangan atau hanya satu dari semuanya. Pembahasan aspek hukum mudharabah hampir seragam di antara ahli hukum islam yang berbeda, dimana perbedaan utama pada hal-hal kecil yang tidak penting. Bagaimanapun, dalam kasus shirkah, ada beberapa perbedaan yang mendasar. Madharabah dan shirkah keduanya diperlakukan sebagai kontrak berjangka waktu (‘uqud alamanah) dalam literatur fikih, kejujuran yang tidak tecoreng dan kedilan sungguh sangat penting untuk dipertimbangkan. Para mitra harus berkeyakinan untuk mendapatkan keuntungan bersama dan setiap usaha mitra (atau direktur perusahaan join saham) untuk curang atau pendapatan berasal dari pembagian yang tidak adil akan menjadi kejahatan yang sempurna dalam ajaran islam. Firman
Allah SWT. Dalam surat al-Maidah (5:1) mengiginkan kejujuran pemenuhan keseluruhan kontrak tanpa mempertimbangkan apakan ini tertulis atau lisan, dan secara langsung atau tidak lansung. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa saja bentuk organisasi dari perusahaan syariah? 2. Bagaimana karakteristik dari tiap organisasi perusahaan? 3. Apa saja jenis akad dan implementasi dalam organisasi bisnis? 1.3 Tujuan 1.
Untuk mengetahui bentuk organisasi dari perusahaan syariah.
2.
Untuk mengetahui karakteristik dari tiap oraganisasi perusahaan.
3. Untuk mengetahui jenis akad serta implementasi dalam organisasi bisnis.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Bentuk Organisasi Bisnis dalam Perusahaan Syariah Dalam perekonomian Islam bentuk organisasi- organisasi bisnis yang ada secara umum antara lain dikelompokan menjadi tiga bentuk atau jenis utama , antara lain yaitu: organisasi bisnis perusahaan perorangan (sole proprietorship), bentuk persekutuan/syirkah (partnership), dan organisasi bisnis mudharabah. A. Perusahaan perorangan (sole proprietorship) Perusahaan perorangan (sole proprietorship) merupakan format organisasi bisnis yang paling sederhana yang hampir ada dalam setiap sistem ekonomi non- sosialis. Perusahaan perseoranagan adalah suatu bentuk badan usaha yang dimiliki oleh perseorangan yang berusaha untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri. Bentuk perusahaan perseorangan ini pada umumnya kecil tetapi merupakan bentuk perusahaan yang paling banyak dijumpai baik di Indonesia maupuun di negara-negara lain. Perusahaan jenis ini merupakan bentuk usaha pelaksanaan bisnis tertua yang terus berkembang sesuai dengan kompleksitas dan kebutuhan hidup sosial dan ekonomi manusia. Seperti sistem ekonomi kapitalis, ekonomi islam mengizinkan perusahaan swasta oleh individu dan tidak mengikatnya. Dalam perusahaan ini pemilik bebas untuk memutuskan modal, apakah melalui pinjaman atau menjual barang-barangnya dengan cara kredit. B. Persekutuan (partnership)/ Syirkah 1. Definisi Persekutuan atau partnership adalah salah suatu hubungan antara dua orang atau lebih untuk mendistribusikan laba atau kerugian dari suatu bisnis atau usaha yang dijalankan oleh seluruhnya atau salah satu dari mereka sebagai pengelolaan atas yang lain. Kata syirkah berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata Syarikayasroku, syarikan/syirkatan/syarikatan yang artinya menjadi sekutu atau serikat.Kata dasarnya dapat dibaca Syirkah, dapat juga dibacasyarikah. Kata syirkah berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata Syarikayasroku, syarikan/syirkatan/syarikatan yang artinya menjadi sekutu atau serikat. Kata dasarnya dapat dibaca Syirkah, dapat juga dibacasyarikah. Akan tetapi menurut AL-Jaziri dalam fiqih ‘ala al-Madzahib al Ar- Ba’ah dibaca syirkah. Secara etimologis syirkah berarti mencampurkan kedua bagian tangan atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya (AnNabbani,1990)
Adapun menurut makna syariah, syirkah adalah suatu akad antara dua orang atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan. Dari definisi yang dikemukakan di atas, dapat memberikan implikasi sebagai berikut:
Secara implisit dapat disimpulkan bahwa dua orang atau lebih dapat menyatakan sumber daya yang mereka miliki untuk menyatakan suatu bisnis secara bersamaan sebab tidak satupun dari mereka dapat mengelola dengan sendiri-sendiri. Secara implisit juga definisi tersebut terkandung adanya persetujuan hubungan terhadap bentuk bisnis yang akan dijalankan sesuai dengan undang-undang, dengan tujuan untuk mendistribusikan laba atau kerugian yang mungkin timbul dari bisnis yang dijalankan tersebut, dan bukan merupakan suatu bentuk persetujuan untuk beramal. 2. Hukum dan Rukun Syirkah. Hukum syirkah ialah ja’iz (boleh), berdasarkan Hadis Nabi saw. Berupa taqrir (pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada saat itu telah bermuamalah dengan cara bersyirkah dan Nabi Muhammad membenarkannya. Nabi Muhammad saw bersabda, sebagaimana telah dituturkan Abu Huroiroh ra: Alloh ‘Azza wa jalla telah berfirman: “Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang bersyirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satumya brkhianat, aku keluar dari keduannya”. (HR.Abu Dawud, al-Baihaqi dan ad-Daruqutni). Rukun Syirkah ada tiga: 1. akad (ijab dan qabul) disebut juga syighat 2.
dua pihak yang berakad (‘aqidain)
3.
obyek akad (maqqud ‘alaihi)
Adapun syarat dari akad yaitu 1. Objek akadnya berupa tassarruf, yaitu aktivitas pengelolaan harta dengan melakukan akad-akad. Misalnya jual beli. 2. Objek akadnya dapat diwakilkan (wakalah), agar keuntungan syirkah menjadi ha bersama agar keuntungan menjadi hak bersama diantara para syarik. 3. Jenis-jenis Organisasi Syirkah Syarikah memiliki klasifikasi yaitu syarikah hak milik (syarikatul amlak) serta syarikah transaksi (syarikatul uqud). Syarikatul uqud memiliki lima jenis yaitu, sebagai berikut: 1. Syarikah al- Inan Syirkah antara dua orang atau lebih yang masing masing memberi kontribusi kerja dan modal. Hukum dari syirkah ii adalah boleh berdasarkan dalil as- Sunnah dan Al ijma’. Syarikah model ini dibangun dengan prinsip wakalah dan kepercayaan. 2. Syarikah al- Wujuh
Syirkah antara dua orang dengan modal berasal dari pihak diluar orang tersebut. Syirkah al wujuh dapat terjadi karena adanya kedudukan, profesionalisme, kepercayaan dari pihak lain untuk membeli secara kredit kemudian menjualnya secara kontan. 3. Syarikah Abdan Syirkah antara dua orang atau lebih mengandalkan tenaga atau keahliannya tanpa kontribusi modal. 4. Syarikah mudharabah Syirkah antara dua orang atau lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan kontribusi kerja , sedangkan pihak lain memberikan kontribusi modal. 5. Syarikah Mufawadhah Syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah diatas. 4. Pembagian keuntungan dan kerugian (profit and Loss Sharing) Di dalam syirkah keuntungan yang akan diberikan diantara para pihak (mitra) di atur sesuai perbandingan (ratio) yang disepakati. Namun dalam masalah kerugian yang terjadi, akan dibebankan kepada para mitra sesuai dengan modal yang diinvestasikan. Dan menurut hukum islam, bahwa semua kerugian yang terjadi dalam usaha yang dijalankan secara bersama itu harus dipikul oleh pemilik modal kecuali yang terjadi dapat menunjukan dengan jelas, sebagian akibat dari resiko yang diluar kemampuan manusia. 5. Hak- hak dan kewajiban para mitra usaha Semua mitra usaha (partner) yang ikut ambil bagian dalam kontrak organisasi bisnis ini, pada dasarnya memiliki hak- hak dan kewajiban yang jelas dan mengikat mereka. Hak – hak seluruh Mitra sebagai berikut : Setiap mitra memiliki hak untuk menjual barang-barang dengan kredit tanpa harus memperoleh izin tertulis dari mitra lainya dan seluruh mitra akan terikat dengan masing-masing harus menjual barang-barang dengan kredit. Masing-masing mitra berhak untuk menerapkan semua hak yang dimiliki dan melaksanakan semua aktifitas bisnisnya sebagai bagian dari usaha tersebut. Masing-masing mitra memiliki hak untuk mendapatkan keuntungan yang kemudian dapat dipakai untuk menjalankan bisnis independeni, tanpa persetujuan pihak lain terhadap pengelolaan bisnis itu. Secara eksplisit, hak-hak yang dimiliki para mitra yaitu masing-masing dari mereka harus memperoleh izin dari semua mitra lain dalam hal berikut ini: Meminjamkan uang kepada pihak ketiga atau ke seorang mitra Meminjam uang untuk perusahaan ke dari pihak ketiga atau seorang mitra. Membeli saham diperdagangkan atau aksesoris lainnya dengan kredit pada saat bisnis kelebihan likuiditas kapan saja. Mengundang pihak ketiga untuk menjadi mitra. Mendapatkan modal lebih atas mudharabh dari pihak ketiga. Memberi modal perusahaan dengan mudharabah kepihak ketiga.
Memberi bagian modal perusahaan kebeberapa bisnis lainnya. Menjalankan bisnisnya sendiri, menggabungkan dengan bisnis kemitraan. Menjalankan nisnis sendiri dengan mitra yang dapat memengaruhi bisnis kemitraan dalam kepastian apapun. Kegiatan lain apa pun dari mitra ke bisnis kemitraan. Sementara itu kewajiban-kewajiban yang dimiliki dan harus dijalankan oleh setiap mitra usaha adalah sebagai berikut : Para mitra dapat dikenakan tanggung jawab secara luas dalam kaitannya dengan modal yang dimiliki, termasuk dengan melakukan pinjaman dari luar. Artinya apabila suatu persekutuan perusahaan tidak melakukan pinjaman dari sumber manapun, maka dengan sendirinya hal itu hanya mengikat pada saham yang dimiliki saja. Akan tetapi apabila para mitra yang satu dengan lainnya menyetujui untuk memnjam uang dari luar, maka dengan demikian para pihakakan terikat kewajiban untuk melakukan pembayaran kepada kreditur dan akan dapat dikenakan kewajiban sesuai dengan komitmen yang telah disepakati. Tidak seorangpun (dibawah syariah Islam) dapat dikenakan untuk menjalankan tanggung jawab orang lain. Jika kredit diperoleh dari total likuiditas bisnis yang ada, melalui persetujuan dari semua mitra usaha, dan setelah itu bisnia mengalami kerugian dan tidak sanggup mengatasinya, maka kerugian atas sejumlah pinjaman tersebut akan menjadi tanggung jawab semua mitra dalam porsi sama dan tidak dibebankan berdasarkan ratio atau perbandigan modal yang diiikut sertakan. 6. Pemutusan Hubungan Kerja Di dalam kontrak kerjasama ini, pemutusan hubungan kerjasama dapat terputus jika: Adanya kesepakatan jika salah satu dari kedua pihak melakukan tindakan- tindakan yang dapat menyebabkan kerugian atas kepentingan- kepentingan pihak lain. Salah satu dari pihak meninggal dunia, gila dan tertimpa sakit sehingga tidak mampu untuk melaksanakan tugas- tugasnya. Periode masa kontrak telah habis Pekerjaan atau tujuan dari adanya hubungan kerjasama ini telah terealisasi.
C. Mudharabah 1. Definisi Mudharabah adalah suatu hubungan antara dua orang atau lebih dimana salah satu pihak menyediakan modal (investor) kepada pihak lain yang berkedudukan sebagai pengelola untuk menjalankan suatu bisnis (mudharib) dengan kesepakatan untuk mendapatkan tingkat keuntungan tertentu. Secara bahasa, mudharabah berasal dari kata Dharb yang artinya melakukan perjalanan yang umumnya untuk berniaga. Istilah Dharb popular digunakan oleh penduduk Irak. Dari definisi di atas , dapat memberikan implikasi sebagai berikut: Persetujuan tidak terbatas hanya antara dua orang saja, akan tetapi dapat terjadi lebih dari jumlah tersebut. Dalam setiap persetujuan terdapat dua pihak yang terlibat. Pertama, pihak yang berkedudukan sebagai penyedia modal usaha tersebut sebagai pihak utama, dan kedua, pihak yang berkedudukan sebagai pengelola, yang disebut sebagai enterpreneur. Dalam hal ini pihak pengelola dapat membawa modalnya sendiri untuk kepentingan bisnis atau usaha yang dijalankanya, akan tetapi hal ini perlu juga mendapat persetujuan dari pihak pemilik modal. Dalam hal ini, modal yang berada pada pihak pengelola bukan merupakan suatu bentuk pinjaman, akan tetapi berfungsi untuk dijalankan dalam bisnis yang telah disepakati oleh pemilik modal dengan kesepakatan mendapatkan porsi keuntungan dari usaha tersebut. 2. Pengalokasian keuntungan dan kerugian Pengalokasian keuntungan antara pemilik modal dan pengelola dibuat berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak.Tidak boleh dibuat berdasarkan jumlah atau nomihnal pasti sebelum berjalanya bisnis tersebut, hanya dalam bentuk prosentase atas keuntungan yang diperoleh. Sementara berdasarkan aturan umum syari’ah, pengalokasian kerugian yang terjadi dalam bisnis mudharabah adalah ditanggung seluruhnya oleh pemilik modal , dan tidak dapat ditangguhkan kepada pihak pengelola. Karena pihak pengelola hanya berkedudukan sebagai agen dari pemilik modal, selama kerugian yang terjadi bukan karena keteledoranya. Oleh karenanya pihak pengelola dalam hal ini tidak mendapatkan bagian apa- apa jika terjadi kerugian dalam bisnis yang dijalankanya. Dalam syariah Islam telah membuat kewajiban kepada siap yang menginvestasikan uangnya akan bertanggung jawab untuk kemungkinan terjadinnya kerugian dan keuntungan. Dalam syariah islam kerugian tidak ditanggung oleh muharib dengan alasan mudharib tidak mendapatkan penghargaan atas pekerjaan yang telah dikerjakannya.
3. Hak- hak pengelola (entrepreneur) Berdasarkan persetujuan yang telah disepakati bersama dengan pihak pemilik modal, seorang pengelola mempunyai hak- hak sebagai berikut:1 Hak mengelola atau membawa modalnya sendiri dalam bisnis tersebut. Hak untuk memperoleh modal dari pihak ketiga untuk menjalankan bisnismudharabah-nya. ikut serta dalam kerjasama dengan pihak ketiga. menjual dan membeli barang- barang secara kredit. mengikuti semua kebiasaan dari aturan perdagangan yang ada. mengeluarkan atau meminjamkan modal awal kepada pihak ketiga untuk menjalankan bisnis mudharabah-nya (tetapi tetap harus meminta izin kepada pihak pemilik modal).
4. Konsep mudharabah ganda (Double mudharabah) Mudharabah ganda adalah seseorang yang memperoleh keuntungan dari bisnis mudharabah, dan keuntungan itu diberikan kepada pihak ketiga untuk menjalankan bisnis lainya. Dengan demikian dalam kondisi ini dia memiliki peran ganda yaitu sebagai pengelola dari bisnis yang pertama dan sebagai pemilik modal dari bisnis yang kedua. 5. Mudharabah dan kewajiban para peserta Konsep kewajiban (Liability) di dalam bisnis mudharabah banyak memiliki kemiripan dengan bentuk bisnis persekutuan yang disebutkan sebelumnya, seperti pada : Kewajiban pemegang saham adalah dapat menyediakan modal yang akan digunakan untuk menjalankan perusahaan tersebut. Jika pihak pengelola bisnis mudharabah membeli barang secara cicilan melebihi total modal yang ada melalui persetujuan pemilik modal, maka kedua- duanya bertanggung jawab untuk melunasi utang yang ada tersebut. Kerugian atau keuntungan yang diperoleh dari hasil pinjaman di luar modal tersebut akan dibagi secar bersama antara pemilik modal dan pihak pengelola, dan bukan berdasarkan perbandingan keuntungan yang disepakati dalam kontrakmudharabah tersebut Jika terjadi kerugian terhadap modal yang dipinjam saat diputar dalam usaha yang dijalankan, maka pelunasan modal pinjaman ini harus didahulukan sebelum mengembalikan modal awal yang dimiliki pemilik modal.
6. Kontrak Mudharabah Seperti halnya dengan kemitraan , kontrak mudharabah dapat dicabut kembali setiap saat, jika dala kontrak tersebut dapat menyebabkan kerugian bagi pihak yang terkait, sebagaimana kontrak mudharabah itu dapat dibubarkan karena kematian ataupun terganggunya akal salah satu pihak yang terlibat. Seperti halnya bentuk persekutuan juga, kontrak mudharabah juga dapat dijalankan terus oleh pihak lain yang terlibat mengelolanya. Dengan demikian hal ini akan memberikan kesempatan bagi pihak yang tidak bubar untuk terus menjalankanya, dan tidak perlu untuk membubarkanya. 7. Mudharabah dan Penyertaan Saham Perusahaan (joint stock company) Struktur penyertaan saham perusahaan modern sekarang ini, dapat ditemukan beberapa variasi konsep yang serupa dengan konsep mudharabah, diantaranya: kemiripan bentuk dengan kontrak mudharabah, dimana penyertan saham perusahaan juga memiliki pembagian antara kepemilikan (ownership) dan pengawasan (control). Tidak adanya batasan jumlah pemegang saham yang terdapat di dala suatu bentuk penyertaan saham perusahaan, sebagaimana halnya juga berlaku dalam bentuk mudharabah. Pemindahan saham atau bagian dari seorang pemilik modal kepada yang lainya tidak akan menyebabkan perusahaan tersebut bubar, sebagaimana halnya juga dalam mudharabah. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa satu-satunya hal yang membedakan anatar bentuk penyertaan saham perusahaan modern sekarang ini, yang banyak terdapat di beberapa negara adalah hanya garis-garis syariah yang diterapkan didalam bisnis mudharabah. Secara keseluruhan jenis organisasi bisnis di dalam system perekonomian islam pada dasarnya mengambil tiga bentuk utama, yaitu organisasi perorang, organisasi bisnis persekutuan , dan organisasi bisnis mudharabah. 2.2 Jenis Akad dan Implementasi dalam Organisasi Bisnis Korporasi merupakan sebuah wujud dari inovasi modern, pandangan ulama mengenai legalitas bentuk-bentuk korporasi ini akan disajikan secara singkat dari sudut pandang syariah. Bentuk organisasi bisnis diantaranya: 1. Eksposur atau resiko atas harta pribadi dari bisnis yang dijalankan 2. Kemudahan dan biaya pendirian serta pemeliharaannya 3. Estimasi kelangsungan hidup bisnis 4. Eksposur pajak atas pendapatan bisnis 5. Kemudahan relative dalam meperoleh dan meningkatkan modal dipasar keuangan Berikut adalah definisi dan karakteristik bentuk-bentuk organisasi bisnis tersebut yang di sertai dengan tinjauan kontrak syariah yang mendasarinya.
1. Usaha Perseorangan Karakteristik Usaha Perseorangan:
Memadukan harta pribadi dan aset bisnis dari seorang individu dalam bisnisnya. Menurut Soemarni dan Soeprihanto usaha ini dimiliki, dikelola dan dipimpin oleh seorang yang bertangung jawab penuh (tudak terbatas) terhadap semua resiko dan aktivitas perusahaan. Dalam hail perizinan usaha relatif mudah didirikan dan paling mudah untuk merintisnya. Usaha ini mengandung kewajiban yang tidak terbatas bagi individu tersebut yang merupakan eksposur harta pribadi terhadap utang bisnisnya. Kelangsungan usaha ini relatif mudah terhenti. Pendapatan memiliki resiko yang cukup sulit untuk memperoleh dana dari dari pasar keuangan. 2. Usaha Pola Kemitraan Karakteristik Partnership:
Layak nya usaha perorangan, usaha kemitraan mengandung kewajiban yang tidak terbatas bagi mitranya. Kelangsungan usaha ini relative terbatas karena sangat bergantung pada masingmasing mitra. Pendapatan bisnis yang dihasilkan digabungkan dengan penghasilan pribadi untuk tujuan pajak. Mempunyai kesempatan memperoleh modal lebih banyak dari pasar keuangan. Kemitraan modern memiliki kemiripan dengan usaha-usaha yang dijalankan pada masa klasik yaitu usaha dengan pola mudharabah dan musyarokah. Berikut ini penjelasan mengenai uasaha dengan pola mudharabah, musyarokah, kombinasi keduannya, musyarokah yang menurun, serta disandingkan dengan kemitraan modern seperti firma dan CV. a. Mudharabah Menurut PSAK NO. 105 tentang akuntansi mudharabah, bahwa mudharabah didefinisikan sebagai akad kerjasama usaha antara dua pihak, yaitu pihak pertama(pemilik dana) yang menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua(pengelola dana) bertindak sebagai pengelola, dan keuntungan usaha dibagi berdasarkan ksepakatan bersama, sedangkan kerugian ditanggung oleh pengelola dana. Secara teknis, Antonio mendefinisikan mudharabah sebagai akad kerjasama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama(sahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola(mudharib). Keuntungan usaha mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan kelalaian si pengelola.
Dalam praktek mudharabah pembagian keuntungan antara kedua belah pihak harus ditentukan antara kedua bela pihak secara proposional dan tidak dapat langsung ditentukan sebelumnya atau dijamin berupa keuntungan dalam jumlah tertentu. Mudharabah dibagi menjadi dua jenis, yakni Mudharabah Muthalaq danMudharabah Muqayyadah Mudharabah Muthalaq (tidak dibatasi) Mudharib boleh menginvestasikan dana yang diberikan dalam bisnis apapun yang dinilai mereka layak. Mudharabah Muqayyadah (dibatasi) Rabb al-mal boleh menentukan jenis bisnis tertentu serta memberi batasan mengenai tempat, cara, dan objek investasi. Contoh batasan tersebut ialah tidak mencampurkan dana pemilik dengan dana lainnya, tidak menginvestasikan dannya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau tanpa jaminan, mengharuskan manajer untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga. b. Musyarakah Percampuran dana dengan tujuan berbagi keuntungan. Berdasarkan fatwa DSN No.08/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan musyarakah, menimbang bahwa kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan usaha terkadang memerlukan dana dari pihak lain, antara lain melalui pembiayaan musyarakah, yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu. Menurut fiqih terdapat dua bentuk musyarakah yaitu, musyarakah ‘amlak (secara otomatis) dan musyarakah ‘uqud (atas dasar kontrak). Pertama, musyaraqah ‘amlak adalah dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa adanya akad. Syirkah ini terbagi menjadi dua yaitu, syirkah ijbary dan syirkah ikhtiary. Kedua, musyarakah ‘uqud merupakan bentuk transaki yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk bersekutu dalam arta dan keuntungannya. Menurut ulama Hanabillah syirkah ini dibagi menjadi lima jenis akad yaitu, syirkah ‘inan, syirkah mudharabah, syirkah wujuh, syirkah ‘abdan, syirkah mufawadhah. Kemitraan atau dikenal juga dengan general partnership(kemitraan firma), adalah kerjasama dua orang atau lebih dengan nama bersama yang memiliki suatu usaha dengan bertujuan untuk mencari laba. Jika dua orang atau lebih bersedia mengumpulkan kekayaannya (uang, tenaga, sarana, keahlian, dan lain-lain) dan ingin melakukan usaha yang ingin disepakati, maka mereka dapat membentuk firma(Fa). Karakteristik firma diantaranya adalah kewajiban yang tidak terbatas pada paling tidak seseorang anggota mitra; laba yang diperoleh akan dibagi bersama dan apabila rugi akan ditanggung bersama; relatif mudah mendirikannya karna tidak memerlukan akte pendirian; kurangnya kesinambungan bisnis; modal dan keahlian yang dapat saling melengkapi. Dalam PSAK No.21 tentang akuntansi ekuitas dinyatakan bahwa modal firma tidak terbagi atas saham dan para anggota firma bertanggung jawab atas kewajiban firma sebagai
suatu persekutuan orang. Jika ditelaah ciri-ciri dan definisi firma, maka tampak relatif serupa dengan ketentuan dalam landasan akad syirkah mufawadhah atau syirkah ‘inan pada tataran formatif. Intisarinya adalah suatu usaha bersama yang mempunyai ciri adanya kesamaan atau perbedaan porsi penyertaan modal setiap anggota; setiap anggota harus aktif dalam pengelolaan usaha(berbeda dengan cv yang terdapat anggota pasif) dan pembagian keuntungan maupun kerugian dibagi menurut bagian modal masing-masing anggota. c. Kombinasi Mudharabah dan Musyarakah atau Mudharabah Musytarakah Berdasarkan Fatwa DSN No.50/DSN-MUI/2006 tentang mudharabah musytarakah, mendefinisikan bahwa mudharabah musyarakah adalah salah satu bentuk akad mudharabah yang mensyaratkan pengelola(mudharib) turutmenyertakan modalnya dalam kerjasama investasi. Hal ini diperlukan karena mengandung unsur kemudahan dalam pengelolaannya dan dapat memberikan manfaat yang lebih besar. Kemudian mudharabah musyarakah, dalam PSAK No.105 tentang akuntansi mudharabah, adalah bentuk mudharabah dengan pengelola ikut menyertakan dananya dalam kerjasama investasi. Dalam PSAK No.106 tentang akuntansi musyarakah disebut bahwa mitra aktif adalah mitra yang mengelola usaha musyarakah, baik mengelola semdiri ataupun menunjuk pihak lain atas nama mitra tersebut. Mitra pasif adalah mitra yang tidak ikut mengelola usaha musyarakah. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa definisi dan karakteristik organisasi bisnis (bentuk usaha) CV atau Comanditaire Venootschap adalah perusahaan yang dibentuk oleh dua orang atau lebih yang terdiri atas pihak(anggota) yang aktif dan pihak(anggota) yang pasif. Hal ini berbeda dengan firma yang dimungkinkan semua pemiliknya aktif mengelola perusahaan. Pembagian laba dari para sekutu disesuaikan dengan ketetapan dalam akte pendirian.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Organisasi bisnis islam adalah keseluruhan koordinasi antara subsistem yang saling berhubungan dalam rangka mencapai tujuan usaha yang didasari aturan syari’ah.Tipe-tipe utama organisasi bisnis menurut islam ada tiga, yaitu: kepemilikan tunggal, kemitraan, dan Mudharabah. Organisasi memainkan peranan yang sanggat berarti dan dianggap sebagai faktor produksi yang paling penting dan dengan adanya organisasi dapat memudahkan implementasi nilai-nilai islam didalamnya. Perilaku perusahaan sebagai hubungan antara manajemen perusahaan, dewan redaksi, pemegang saham, dan pihak lain yang berkepentingan dan perilaku tersebut cenderung untuk meningkatkan keuntungan dengan konsep keandalan. Bentuk Organisasi Dalam Perekonomian Syariah dibagi menjadi 3 bagian yakni: kepemilikan tunggal, kemitraan (syirkah), dan Mudharabah. a. kepemilikan tunggal adalah format organisasi bisnis yang paling sederhana yang hampir ada dalam setiap sistem ekonomi non- sosialis. b. kemitraan (syirkah) merupakan suatu akad antara dua orang atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan. c. Mudharabah adalah suatu hubungan antara dua orang atau lebih dimana salah satu pihak menyediakan modal (investor) kepada pihak lain yang berkedudukan sebagai pengelola untuk menjalankan suatu bisnis (mudharib) dengan kesepakatan untuk mendapatkan tingkat keuntungan tertentu. Dalam organisasi bisnis tersebut terdapat bebberapa jenis akad pada setiap organisasinya. Misalnya saja dalam Musytarokah terdapat jemis jenis akad seperti: a.
Musytarokah ‘amlak dibagi menjadi dua jenis yaitu jibary dan ikhtiyari.
b. Musytarokah ‘uqud terdiri dari 5 jenis yaitu ‘inan, hmudarabah, wujuh,’abdan, dan mufawadhah. 3.2 Saran Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatankesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad Sumiyanto, 2002, Problem dan Solusi Transaksi Mudharabah, Yogyakarta : Magista Insani Press. Muhammad, 2014, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta : UPP AMP YKPN. Namjudin, 2011, Manajemen Keuangan dan Akuntansi Syar’iyyah Modern, Yogyakarta : Andi. Anshori, Abdul Ghofur. 2007. Perbankan Syariah Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press