Bahas Data Gula Invert.docx

  • Uploaded by: Dwi Yanti
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bahas Data Gula Invert.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 973
  • Pages: 4
Bahas data gula invert Pada gula invert, parameter yang diamati adalah rendemen, warna, aroma dan rasa. Gula invert berbahan gula pasir dengan metode HCl menghasilkan rendemen 107,73. Gula invert berbahan gula kelapa dengan metode HCl menghasilkan rendemen 113,65. Gula invert berbahan gula aren dengan metode HCl menghasilkan rendemen 115,85. Gula invert berbahan gula pasir dengan metode asam tartarat menghasilkan rendemen 140,43.Gula invert berbahan gula kelapa dengan metode asam tartarat menghasilkan rendemen 135,42. Gula invert berbahan gula aren dengan metode asam tartarat menghasilkan rendemen 126,79. Secara keseluruhan hasil pengamatan, jumlah rendemen dengan menggunanakn metode asam tartarat lebih besar daripada metode HCl. Asam klorida termasuk asam anorganik, sedangkan asam tartarat adalah asam organik.HCl merupakan asam kuat dan asam tartarat adalah asam lemah. Pada praktikum ini, metode asam tartarat menggunakan suhu pemanasan 100 C selama 30 menit, sedangkan metode HCl menggunakan suhu pemanasan 70 C selama 1,5 jam. Suhu berbeda karena asam kuat dapat menghidrolisis sukrosa lebih cepat daripada asam lemah. Sifat asam yang kuat akan jauh lebih cepat memecah ikatan yang pada sukrosa. Larutan yang dipanaskan selama 30 menit untuk gula yang dicampur asam tartarat dan selama 1,5 jam untuk gula yang dicampur asam klorida. Setelah itu, larutan diangkat dan ditunggu sampai hangat, lalu ditambah sodium bikarbonat. Penambahan sodium bikarbonat yang bersifat basa adalah untuk menetralkan sifat asam pada larutan, sehingga terbentuk garam (Goutara 1975). Laju hidrolisis gula juga dipengaruhi oleh pH. Semakin tinggi pH, maka laju hidrolisisnya semakin lambat sehingga mempengaruhi rendemennya. Kecepatan inversi

dipengaruhi

oleh

suhu,

waktu

pemanasan,konversi

asam

yang

digunakan,dan nilai pH dari larutan (Desrosier 1988). Masing-masing asam memiliki kekuatan inversi yang berbeda tergantung dari kekuatan ionisasinya. Asam klorida banyak digunakan secara komersial untuk menghidrolisa sukrosa karena asam klorida mempunyai daya inversi yang tinggi (Palungkun 1993). Kondisi asam menyebabkan putusnya ikatan glikosidik yang terjadi antara glukosa dan fruktosa sehingga dengan adanya bantuan air, sukrosa terurai menjadi glukosa dan fruktosa. Proses inversi dengan asam pekat akan menghasilakan gula

invert yang lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan asam encer. Kombinasi antara asam yang digunakan, suhu dan lamanya inversi menentukan jumlah sukrosa yang terhidrolisis dan gula invert yang dihasilkan (Herman dan Yunus 1984). Menurut Junk dan Pancoast (1980), daya inversi asam klorida lebih tinggi dariasam tartrat yaitu sebesar 100% sedangkan asam tartarat sebesar 3% sehingga dari hasil yang diperoleh volume gula dihasilkan paling banyak dengan metode HCL. Hal itu karena HCl merupakan asam kuat dan pada konsentrasi yang sama dengan asam tartarat yang merupakan asam lemah, persentase gula invert yang dihasilkan dengan menggunakan HCl akan lebih banyak. Sedangkan hasil pengamatan menunjukan bahwa rendemen gula invert terbesar dihasilkan dari pembuatan dengan menggunakan asam tartarat. Perbedaan dengan literatur tersebut mungkin terjadi karena gula tidak terinversi secara sempurna. Jika konsentrasi asam dan waktu hidrolisis berlebihan maka kadar gula pereduksinya akan turun. Hal ini disebabkan glukosa dan fruktosa yang telah terbentuk selama hidrolisis pada suasana asam dan suhu tinggi dapat terurai menjadi senyawa lain yang tidak diinginkan yaitu Hidroksimetil furfural, sehingga akan menurunkan kadar gula pereduksi (Hall 1973). Berdasarkan hasil pengamatan, rendemen yang paling tinggi adalah pada gula pasir menggunakan metode asam tartarat. Jenis gula yang diinversi menunjukkan hasil inversi yang berbeda, hal ini dikarenakan jumlah sukrosa yang terdapat dalam gula berbeda-beda. Gula pasir memiliki tingkat inversi yang paling tinggi karena gula pasir merupakan gula sukrosa murni yang diperoleh dari nira tebu. Dengan banyaknya jumlah sukrosa maka akan menunjukkan tingkat inversi yang lebih tinggi. Untuk gula kelapa dan gula aren yang memiliki tingkat inversi rendah kemungkinan diakibatkan kandungan sukrosa yang tidak murni karena pada biasanya pembuatan gula kelapa dan gula aren dilakukan secara tradisional yang menyebabkan banyak zat pengotor yang ikut didalamnya. Dilihat dari tingkat inversinya gula aren memiliki tingkat inversi lebih tinggi dibandingkan dengan gula kelapa. Ini menunjukkan kadar sukrosa gula aren lebih tinggi dibandingkan dengan gula kelapa (Dachlan 1984). Pada parameter warna, gula invert berbahan gula pasir dengan metode HCl adalah kuning dan dengan metode asam tartarat adalah putih kekuningan. Gula

invert berbahan gula kelapa pada metode HCl berwarna coklat dan coklat kehitaman pada metode asam tartarat. Gula invert berbahan aren pada metode HCl berwarna coklat kehitaman begitu juga pada metode asam tartarat. Perbedaan warna yang terjadi dapat dipengaruhi oleh warna bahan bakunya dan proses pembuatannya. Makin tinggi konsentrasi asam yang digunakan dan makin lama waktu pemanasan pada proses hidrolisis kejernihan sirup gula invert akan menurun. Hal ini diduga karena pada kondisi asam dan suhu tinqgi akan rneningkatkan pernbentukan Hidroksimetil furfural yang menyebabkan sirup gula invert berwarna kuning, sehingga akan menurunkan proses transrnisi pada spektrofatometri atau mengurangi kejernihan. Adanya protein dalam nira juga akan menurunkan kejernihan, ha1 ini tampak jelas terbentuknya koloid-koloid setelah terjadi proses pengentalan pada pembuatan sirup gula invert (Syarief et al. 1991). Aroma dan rasa pada semua jenis gula dan semua jenis metode ditentukan oleh bahan bakunya. Gula pasir invert berasa manis dan beraroma khas gula merah. Gula kelapa invert berasa manis dan beraroma khas gula kelapa. Gula aren invert berasa manis dan beraoram khas gula aren. Tingkat kemanisan masing-masing produk gula invert tidak dapat dibandingkan karena tidak adanya pengujian dengan refraktometer brix ataupun uji organoleptik dengan panelis yang sama.

Daftar pustaka Dachlan M A. 1984. Proses Pembuatan Gula Merah. Bogor (ID): Balai penelitian dan Pengembangan Industri Departemen Perindustrian. Desrosier N W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan. Jakarta (ID): UI-Press. Goutara, Wijandi S. 1975. Dasar Pengolahan Gula I. Bogor (ID) : Agro Industri Press IPB. Hall M N A. 1973. The Small Scale Manufacture of High and Low Boiled Sweet and Toffes. London: Tropical Product Institut.

Herman A S, Yunus M. 1984. Diversifikasi Produk Gula Merah. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian. Junk W R, Pancoast H M. 1980. Handbook of Sugars. Westport: Avi Publishing Company. Palungkun R. 1993. Aneka Produk Olahan Kelapa. Jakarta(ID): Penebar Swadaya. Syarief R, Hermana, Chafied M. 1991. Mempelajari proses pembuatan sirup gula invert dari nira (Arenga pinnata Mer). Buletin Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan. 9(20): 17-28.

Related Documents


More Documents from "slamet sulaiman"