BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Obat didefenisiskan sebagai suatu substansi atau bahan yang digunakan untuk mendiagnosa, penyembuhkan, mengatasi, membebaskan atau mencegah penyakit. Obat telah digunakan manusia sejak peradapan kuno. Misalnya orang-orang mesir pada zaman dahulu telah menggunakan magnesium, soda, garam besi dan sulfus sebagai bahan obat. Jalur vena dipakai khususnya untuk tujuan agar obat yang diberikan dapat bereaksi dengan cepat misalnya pada situasi gawat darurat, obat dimasukan kalam vena sehingga obat langsung masuk sistem sirkulasi menyebabkan obat dapat bereaksi lebih cepat di banding dengan enterlan dan parental yang lain yang memerlukan waktu absobsi. Pemberian obat intravena dilakukan denganberbagai cara. Pada pasien yang tidak dipasang infus, obat di injeksikan langsusng pada vena. Biasanya dicari vena besar yaitu vena basilika atau vena safalika pada lengan. Pada pasien yang dipasang infus, obat dapat diberikan melalui botol infus atau melalui karet pada selang infus yang dibuat untuk memasukan obat. Untuk memasukan obat melalui vena, perawat harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pelaksanaan. Jangan lakuka penusukan sebelum yakin mendapatkan vena yang mudah di tusuk. Pengulangan tusukan dapat menyebabkan rasa sakit pada pasien. 1.2 RUMUSAN MASALAH 1.2.1
Apa pengertian dari Intravena ?
1.2.2
Apa saja tujuan dari pemberian obat melalui intravena ?
1.2.3
Apa saja alat yang digunakan dalam pemberian obat melalui intravena ?
1.2.4
Apa saja pedoman dari pemberian obat melalui intravena?
1.2.5
Apa saja prinsip-prinsip dalam pemberian obat melalui intravena?
1
1.2.6
Dimana saja lokasi pemberian obat intravena ?
1.2.7
Bagaimana cara memasukan obat kedalam tubuh ?
1.2.8
Apa saja inkompatibilitas dalam pemberan obat intravena?
1.2.9
Bagaimana Kanulasi dalam pemberian obat intravena?
1.2.10
Bagaimana menentukan kecepatan cairan intravena yang harus masuk?
1.2.11
Bagaimana cara pemberian IV Piggyback?
1.2.12
Bagaimana menambahkan obat pada jalur IV ?
1.2.13
Bagaimana memberikan bolus IV ?
1.2.14
Bagaimana tubuh menghadapi obat IV ?
1.2.15
Bagaimana kerja dan efek samping obat yang diberikan melalui IV?
1.3 TUJUAN 1.3.1
Memahami pengertian dari Intravena
1.3.2
Mengetahui dan memahami tujuan dari pemberian obat melalui intravena
1.3.3
Mengetahui alat yang digunakan dalam pemberian obat melalui intravena
1.3.4
Mengetagui dan memahami pedoman dari pemberian obat melalui intravena
1.3.5
Mengetahui prinsip-prinsip dalam pemberian obat melalui intravena
1.3.6
Mengetahui lokasi pemberian obat intravena
1.3.7
Memahami cara memasukan obat kedalam tubuh
1.3.8
Memahami inkompatibilitas dalam pemberan obat intravena
1.3.9
Memahami Kanulasi dalam pemberian obat intravena
1.3.10 Memahami cara menentukan kecepatan cairan intravena yang harus masuk 1.3.11 Memahami cara pemberian IV Piggyback 1.3.12 Memahami cara menambahkan obat pada jalur IV 1.3.13 Memahami cara memberikan bolus IV 1.3.14 Mengetahui respons tubuh menghadapi obat IV 1.3.15 Memahami cara kerja dan efek samping obat yang diberikan melalui IV
2
1.4 MANFAAT 1.4.1 Bagi penulis : Agar penulis lebih mengetahui dan memahami tentang penggunaan Intravena serta dalam penatalaksanaanya. Selain itu untuk memenuhi tugas. 1.4.2 Bagi pembaca : Agar pembaca memahami tentang pemberian obat melalui intravena dan penatalaksanaannya.
3
BAB II Pembahasan
2.1.
Pengertian
Terapi intravena dalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke vena psien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium,kalium) , nutrient (biasanya glukosa) , vitamin atau obat. (WHO, 2005: 68)
2.2. Tujuan Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yuang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme, atau untuk memberikan medikasi. (WHO,2005: 68) Obat yang diberikan secara intravena memasuki aliran darah secara langsung dan diabsorbsi lebih cepat daripada cara pemberian obat lain. Karenanya obat diberikan secara intravena bila diperlukan efek cepat, atau bila obat terlalu mengiritasi jaringan tubuh bila diberikan dengan cara lain. Obat yang diberikan dengan cara ini biasanya diberikan (diinfuskan) dengan perlahan untuk mencegah reaksi. (WHO, 2005: 69) 2.3. Alat 1. Spuit dan jarum steril sesuai dengan kebutuhan 2. Kapas alcohol 70% 3. Obat injeksi yang diperlukan (vial/ampul) 4. Aquadest steril untuk pengencer (K/P) 5. Perlak 6. Pembendung / tourniquet 7. Bengkok
4
8. Sarung tangan bersih 9. Plester 10. Baki injeksi 11. Daftar obat injeksi
2.4 Pedoman untuk terapi intravena : 2.3.1 ketahui cairan atau obat yang diprogramkan kerja dan efek samping. 2.3.2 Ketahui jumlah cairan atau obat yang akan diberikan selam periode waktu berapa lama 2.3.3 Ketahui jumlah dan toipe larutan untuk mengencerkan obat 2.3.4 Ketahui berapa lama obat dapat diberikan dengan aman 2.3.5 Ketahui kontabilitas semua obat yang diterima pasien 2.3.6 Pantau dengan cermat baik psien dan kecepatan penginfusan (WHO, 2005: 68)
2.5 Prinsip-prinsip umum pemberian obat 2.5.1
Prinsip enam benar dalam pemberian obat
1. Benar obat : obat yang diberikan adalah obatyang diprogramkan 2. Benar dosis : dosis yang diprogramkan tepat untu pasien 3. Benar pasien : obat diberikan kepada pasien yang benar 4. Benar waktu : obat diberikan dengan frekuensi yang benar pada waktu yang diprogramkan 5. Benar rute : obat diberikan melalui rute yang benar 6. Benar dokumentasi (lyndon saputra,2013:111)
5
2.5.2
Bagaimana memberikan cairan intravena dan obat dengan aman
Anda harus memberikan perhatian khusus untuk menghindari kesalahan dalam menghitung dosis dan dalam menyiapkan obat, karena obat intravena memberikan efek segera. Lakukan pemeriksaan ganda 5 ‘benar’ pada waktu pemberian obat : benar dosis, benar obat, benar pasien, benar rute, benar waktu. Anda juga harus mengetahui kerja yang diinginkan dan kemungkinan efek samping sama obat intravena yang anda berikan.
Kebanyakan obat memerlukan pengenceran minimum dan/atau kecepatan aliran
Banyak obat sangat mengiritasi atau merusak jaringan di luar vena.
Hanya satu antibioptik yang diberikan sekali secara intravena. Jalur IV dibilas diantara pemberian antibiotik
Jangan pernah memberikan obat, air steril, atau air dekstrosa dengan darah atau produk darah.
Anda harus memantau dengan cermat semua pasien yang mendapatkan terapi IV. Perhatian pasien terhadap adanya tanda reaksi merugikan, termasuk ruam, masalah pernapasan, peningkatan nadi, muntah, dan tanda dehidrasi atau kelebihan beban cairan.
Periksa tempat pemasanagan terhadap adanya pembengkakkan, kemerahan, kekerasan, nyeri, atau hangat.
Periksa kecepatan aliran IV untuk meyakinkan bahwa ini tepat. Kecepatan aliran harus dipantau dengan sangat cermat dan sering pada bayi, anak, lansia, pasien sakit akut, dan pasien dehidrasi, penyakit jantung atau ginjal, Diabetes. (WHO, 2005: 69)
6
2.6 Lokasi Pemberian Injeksi Intra Vena 2.6.1
Vena Jugularis ( pada leher ) Sangat jarang karena lokasinya yang langsung dekat dengan jantung sehingga resiko dari efek obat sangat besar. 2.6.2 Vena frontalis Biasanya dilakukan pada bayi. Namun lokasi ini jarang direkomendasikan untuk injeksi IV karena resikonya sangat besar , bila terjadi infeksi akibat injeksi dapat menyebabkan peradangan otak / meningitis 2.6.3 Pada kaki Jarang untuk dilakukan injeksi karena lokasinya yang lebih perifer menyebabkan reaksi obat yang lebih lama . Selain itu dapat menyebabkan bahaya stagnasi sirkulasi. 2.6.4 Pada Tangan Sangat direkomendasikan untuk injeksi IV / pemasangan infus karena lebih mudah untuk ditemukan,lebih jelas dan aman . Selain itu dapat membuat pasien lebih nyaman daripada pemasangan infus pada lokasi lainnya.
Memulai terapi intravena Tempat untuk pungsi vena (memasukan jarum kedalam vena) biasanya salah satu dari vena lengan bawah atau tangan. Pasien yang memerlukan penginfusan yang lebih cepat atau transfuse darah memerlukan jarum lebih besar sehingga memerlukan vena yang lebih besar.
Memulai terapi IV memerlukan teknik steril
Pilih vena yang sudah diraba dan cukup lurus. Vena harus penuh, lunak, dan mudah diraba. Vena tidak boleh teraba keras atau kenyal. Hindari vena yang meradang (merah dan hangat), teriritasi atau nyeri.
Coba untuk tidak menggunakan vena yang telah digunakan sebelumnya, karena mungkin sudah rusak. (WHO, 2005: 70)
7
2.7 Memasukkan Obat Ke Dalam Tubuh 2.7.1
Pemberian Obat
Pemberian obat secara intravena dapat dilakukan dengan cara infus kontinu, infus intermitten atau dalam bentuk bolus. Formulasi untuk ketiga cara pemberian ini tidak dapat saling dipertukarkan; seorang pasien meninggal dunia ketika mendapatkan suntikan bolus intramuskuler yang keliru dari preparat vankomisin yang seharusnya diberikan lewat infus (IV) dalam waktu 60 menit. (Sue Jordan, 2004:32) 1)
Infus Intravena Kontinu
Pemberian obat lewat infus yang kontinu bertujuan untuk menghasilkan dan mempertahankan konsentrasi obat yang konstan dalam darah, seperti misalnya pada pemberian oksitosin (Syntocinon®). Obat tersebut diberikan sebagai larutan yang encer untuk mengurangi iritasi vena. Akan tetapi, kita harus yakin bahwa larutan obat byang kan disuntikkan lewat infus dapat bercampur dengan larutan infusnya. Sebagai contoh, frusemid (furosemid) tidak dapat dicampur dengan larutan glukosa/ dekstrosa. (Sue Jordan, 2004:33) 2)
Infus Intermitten
Pemberian obat lewat infus intermitten dapat menyebabkan konsentrasi obat tersebut dalam plasma berfluktuasi (atau membentuk gambaran ‘puncak dan ceruk’ pada gambar grafiknya), dan turun sampai diatas dan/ atau dibawah kisaran terapeutik. Keadaan ini dapat menimbulkan intoksikasi maupun kegagalan terapi. Konsentrasi yang berfluktuasi tersebut dapat terjadi, misalnya pada wanita yang mendapatkan terapi antibiotik atau heparin intravena. (Sue Jordan, 2004:33) Akses Vena Yang Intermiten
8
Sebuah kunci intermiten (kadang-kadang di sebut tutup injeksi yng steril, heparin lock, saline lock, atau med lock) adalah alat invus IV yang memliki penghubung khusus yang disebut male adapter, yang secara tradisional di selubungi sebuah diagfragma karet. Untuk menggurangi resiko cedera tertusuk jarum, beberapa rumah sakit mengguakan alat katub tanpa jarum sebagai pengganti diagfragma. Kunci intermiten di insersi kedalam kateter intravena dan hanya digunakan secara intermiten atau pada situasi yang darurat yang memerukan infus obat. Keuntungan alat akses vena intermiten meliputi hal-hal berikut: 1.
Mobilitas, keamanan dan kenyamanan klien meningkat
2.
Alat yang menyenangkan bagi perawat karena perawat tidak perlu
memantau kecepatan aliran secara konstan 3.
Menghemat biaya karena terapi IV yang kontinu tidak diperlukan.
(Potter & Perry, 2005 : 1055) Setelah bolus IV atau obat piggyback diberikan melalui kunci intermiten, kunci tersebut di bilas dengan larutan untuk menjaga kepatenannya (bebas bekuan.) dahulu menggunaka heparin. Peterson dan kirchoff (1991) menganalisis 13 penelitian yang membandngkan heparin sebagai larutan pembilas dan sebagai salin normal, dan menemukan ahwa tidak ada perbedaan signifikan antara prosedur membilas menggunakan heparin dan normal salin dalam kateter intravena perifer. Keuntungan menggunakan salin yang paling jelas sebagai larutan pembilas bukan heparin ialah menghemat biaya yang di keluarkan institusi. (Potter & Perry, 2005 : 1062) 2.7.2
Pencampuran
Setiap obat yang ditambahkan ke dalam cairan infus harus tercampur dengan sempurna. Hal ini melibatkan pelepasan kontainer infus dari set infusnya. Tanpa pencampuran yang sempurna, pemberian obat tidak akan merata. Jika kalium atau magnesium dibiarkan ‘mengendap’ pada dasra kantong infus, maka preparat ini akan
9
diberikan dengan konsentrasi yang tinggi sehingga berpotensi untuk menimbulkan henti jantung-paru. Penggunaan larutan obat yang sudah siap-pakai lebih aman. (Sue Jordan, 2004:34) 2.7.3
Penyimpanan
Aktivitas beberapa jenis obat akan menghilang karena cahaya; contoh obat-obat tersebut adalah efedrin, adrenalin (epinefrin), amfoterisin dan natrium nitropusid. Karena obat-obat ini disimpan untuk keperluan emergensi, kondisinya selama penyimpanan harus dicek secara teratur. 2.8 Inkompatibilitas Obat dapat ditambahkan kedalam kontainer infus jika diperlukan pemberian infus yang kontinu ke dalam plasma darah atau jika pemberian obat dalam bentuk larutan pekat akan membahayakan pasien. Pelaksanaan tindakan ini dapat menimbulkan masalah pada kecepatan pemberian dan inkompatibilitasnya. Semakin lama obat atau zat kimia saling terkena satu sama lain, semakin besar kemungkinan timbulnya inkompatibilitas. Penisilin dan sefalosporin bukan senyawa kimia yang cukup stabil untuk pemberian lewat infus yang kontinu. Banyak obat melakukan interaksi dengan cairan infus atau obat lain sehingga khasiatnya menghilang, timbul toksisitas atau kerja obat yang lain. Karena itu, sedapat mungkin hanya satu macam obat yang boleh ditambahkan ke dalam kontainer infus dan penambahan obat tidak boleh dilakukan ke dalam produk darah, cairan manitol, asam amino atau natrium bikarbonat. Sebagai contoh, glukosa akan menyebabkan penggumpalan sel-sel darah merah dalam cairan transfusi darah; aktivitas oksitosin akan menghilang dalam cairan transfusi darah. Bila zat-zat dalam larutan yang akan ditransfusikan itu tidak dapat campur atau inkompatibel, maka reaksi kimia yang dapat membentuk partikel-pertikel pada akan terjadi didalam selang infus. Sebagai contoh, furosemid (frusemid) serta dopamin
10
dapat saling berinteraksi dan membentuk endapat yang memunculkan partikel padat berwarna putih didalam selang infus. Celakanya, pembentukan partikel ini tidak segera terlihat. Endapat dalam selang infus dapat menimbulkan tromboflebitis atau bila terjadi kebocoran cairan infus tersebut, kulit pasien akan mengelupas. Cairan infus dengan pH yang berbeda-beda (glosarium) kemungkinan tidak akan dapat bercampur. Sebagai contoh, furosemid (frusemid) bersifat inkompatibel atau tidak dapat campur dengan cairan infus yang nilai pHnya rendah seperti glukosa. (Sue Jordan, 2004:35)
2.9 Kanulasi Untuk memudahkan akses vena, pembuluh vena yang merupakan tempat pemasangan infus harus berada dalam keadaan vasodilatasi. Karena itu, daerah tersebut harus hangat. 2.9.1
Rasa Nyeri
Pungsi vena atau kanulasi vena akan menimbulkan nyeri. Rasa nyeri ini dapat dikurangi dengan mengoleskan krim obat anastesi lokal. Preparat gel ametokain (tetrakain) bekerja lebih cepat dan lebih efektif daripada krim anastesi lokal lainnya. Ametokain menimbulkan vasodilatasi sehingga berbeda dengan lignokain yang dapat menyebabkan vasokontriksi. Sifat ini jelas amat penting ketika kita mengakses pembuluh vena. Namun seperti halnya pada pemasangan semua kateter akan terdapat risiko efek samping yang kecil, utamanya dari absorpsi sistemik.
2.9.2
Pemilihan Akses Vena
Pembuluh vena perifer dapat mengempis atau kolaps pada keadaan syok sehingga aksesnya sulit dilakukan; keadaan ini terjadi mislanya pada perdarahan postpartum. Pembuluh vena dapat pula mengeras dengan pembentukan parut dan tidak bisa
11
diakses; hal ini terjadi akibat penusukan yang sering misalnya pada ibu hamil yang mendapatkan penyuntikan litium IV dengan pengambilan sempel darah yang teratur. Umumnya sebuah pembuluh vena hanya dapat diharapkan tetap paten (terbuka) selama 48 jam. Vena sentral digunakan untuk terapi infus jangka-panjang, pemberian larutan yang pekat atau iritatif, atau jika vena perifer tidak dapat diakses. Akan tetapi, risiko emboli udara dan pneumotoraks lebih besar pada pemberian infus ke dalam vena sentral. Vena subklavia merupakan pmebuluh darah balik yang sesuai untuk akses vena sentral. Pompa infus elektrik atau alat pengontrol lainnya sangat b erguna untuk pemberian infus dengan kecepatan yang rendah atau yang harus dilakukan dengan kecepatan yang sangat akurat disamping akses vena sentral. Pompa infus ini banyak digunakan dlaam perawatan neonatus. Namun, alat tersebut juga merupakan sumber infeksi yang potensial.
2.9.3
Mempertahankan Akses Vena
Lokasi pemberian infus harus dicek setiap kali pemakaiannya untuk memeriksa patensinya. Tempat injeksi harus ‘dibilas’ dengan 2 ml cairan sebelum dan segera sesudah setiap pemakaian agar kelancaran cairan infus tetap terjamin; penyemprotan ini sedikitnya harus dilakukan setiap 24 jam sekali untuk mencegah pembentukan bekuan. Jika akses vena tidak berhasil dilakukan, pada saat ini akan terasa berat adanya tahanan atau resistensi terhadap penyuntikan. (Sue Jordan, 2004:36) 2.9.4
Ekstravasasi
Penyuntikan langsung dapat menimbulkan tekanan yang terlalu besar pada pembuluh vena yang rapuh sehingga terjadi tromboemboli atau ekstravasasi. Kebocoran (atau ekstravasasi) cairan isotonik dalam jumlah yang kecil tidak membahayakan, tetapi
12
kebocoran cairan infus yang mengandung obat mungkin sangat iritan. Nekrosis jaringan yang berat dan ruptur kulit yang memerlukan pencangkokan kulit (atau bahkan amputasi jika terjadi pada neonatus) dapat mengikuti ekstravasasi noradrenalin (norepinefrin) atau adrenalin (epinefrin). Cairan yang mebgadung kalium atau glukosa juga sangat iritan. Luasnya ekstravasasi dapat dibatasi dengan melakukan pengecekan yang sering dan pemasangan kasa yang transparan. Ekstravasasi obat merupakan keadaan emergensi. Dalam keadaan ini, infus harus dihentikan, jumlah obat yang sudah masuk ke dalam jaringan diperkirakan, tungkai ditinggikan dan dokter diberitahu. Setiap inflamasi yang terjadi dapat diatasi dengan kompres es. Namun, penghangatan tempat ekstravasasi tersebut akan meningkatkan reabsorpsi cairan dari jaringan disekitarnya. Antidot atau preparat pendispersi yang dapat disuntikkan subkutan dengan dosis kecil disekitar daerah kerusakan sudah tersedia bagi beberapa obat yang mengalami ekstravasasi. Sebagai contoh, hialuronidase (Hyalase®) digunakan bila terjadi ekstravasasi aminofilin, kalsium, kalium, dekstrosa, larutan nutrisi parenteral total atau media kontras; preparat ini juga dapat dipakai bila cairan yang berlebihan dalam jaringan tersebut harus diserap. Hialuronidrase bekerja dengan memecah substansi dasar (glosarium) dermis sehingga cairan bisa terdispersi. Takaran 1500 unit dalam 1 ml water for injection atau dalam 1 ml larutan natrium klorida 0,9 persen disuntikkan secara infiltrasi secepat mungkin ke dalam daerah yang terkena. Hialuronidrase tidak boleh diberikan pada bayi dengan riwayat persalinan prematur yang tidak bisa dijelaskan sebabnya atau pada daerah terdapatnya infeksi atau malignitas.
(Sue
Jordan, 2004:37-38) 2.9.5
Flebitis
Flebitis merupakan inflamasi pembuluh vena yang biasanya terjadi karena kerusakan pada dinding vena yang menyebabkan pelepasan mediator inflamasi dalam pembentukan bekuan. Gejala kemerahan, nyeri serta edema biasanya timbul dalam waktu dua hingga tiga hari sesudah pemasangan jarum infus. Jika selang infusnya
13
tidak dilepas, akan terjadi infeksi. Fenitoin, eritromisin dan diazepam merupakan preparat iritan sebagaimana halnya larutan kalium, multivitamin, dekstrosa dan asam amino yang konsentrasinya tinggi. Flebitis sering terjadi pada cairan infus yag asam atau alkalis yang sangat peka. Kewaspadaan yang perlu dilakukan untuk mengurangi ekstravasasi dan flebitis meliputi tindakan:
Memastikan agar rute IV tetap paten;
Menghindari pemasangan infus pada punggung tangan karena tendo dan saraf di bagian tersebut mudah rusak;
Menghindari vena yang sirkulasinya sudah terganggu, misalnya vena yang sudah cedera akibat pungsi vena;
Menghindari pergelangan tangan dan jari-jari yang sulit diimobilisasi;
Memilih tempat yang memudahkan akses proksimal;
Memeriksa kebocoran sebelum memberi obat lewat infus. Pemasangan torniket diatas pembuluh vena harus menghentikan aliran infus jika tidak ada kebocoran;
Mengobservasi
lokais
infus
untuk
menemukan
pembengkakan
atau
kemerahan;
Meminta kepada pasien untuk melaporkan setiap rasa terbakar, gatal atau nyeri;
Menggunakan kasa yang memungkinkan inspeksi;
Pembilasan obat dengan beberapa mililiter larutan garam (salin). (Sue Jordan, 2004:38-39)
2.9.6
Infeksi
Selang infus merupakan sumber infeksi yang sudah dikenali; mikroorganisme yang sering menyebabkan infeksi meliputi Candida sp., Enterobacter sp., Staphylococcus epidermis, Staphylococcus aureus dan Klebbsiella sp. Tindakan asepsis yang ketat selalu diperlukan ketika kita menangani set infus. Penggunaan cairan infus yang
14
sudah jadi memberikan peluang yang jauh lebih kecil untuk terjadinya infeksi bila dibandingkan dengan penambahan berbagai campuran preparat/ ad hoc kedalam cairan infus di bangsal. Demikian pula, pemberian cairan infus yang sudah jadi itu dengan lama waktu pemberian 30-60 menit merupakan cara yang lebih dianjurka ketimbang penyuntikan intravena secara manual. Insiden infeksi dapat dikurangi dengan:
Mengganti kanula intravena setiap 48 jam;
Melakukan desinfeksi tangan dengan sabun dan air sebelum menangani selang infus;
Menggunakan sarung tangan steril;
Desinfeksi kulit pasien;
Hanya meninggalkan plester steril yang mengenai tempat pemasangan infus;
Mencantolkan selang infus ditempat yang aman;
Menggunakan kasa penutup yang transparan untuk memudahkan inspeksi bagian tubuh yang menjadi tempat pemasangan infus;
Mengganti kasa jika terlihat penumpukan cairan di bawahnya;
Memeriksa tempat infus paling sedikit setap hari untuk menemukan tanda infeksi;
Meminta pasien untuk memperhatikan bagian tubuhnya yang menjadi tempat pemasangan infus dan memberi tahu perawat bila terjadi gejala kemerahan pada tempat tersebut;
Memeriksa pasien untuk menemukan tanda demam.
Infeksi lebih berbahaya bila terjadi pada selang infus. (Sue Jordan, 2004:39)
15
2.10 Bagaimana menentukan kecepatan cairan intravena yang harus masuk :
Pertama atur kecepatan tetesan pada tabung IV . tabung makrodrip dapat meneteskan 10 atau 15 tetes/1 ml. tabung mikrodrip meneteskan 60 tetes/1 ml. jumlah tetesan yang diperlukan untuk 1 ml disebut faktor tetes.
Atur jumlah ml cairan yang akan diberikan dalam 1 jam. Bagi jumah total cairan yang akan diberikan dengan jumlah jam infuse yang akan berlangsung. Kemudian kalikan hasil tersebut dengan faktor tetes.
Untuk menentukan berapa banyak tetesan yang akan diberikan per menit, bagi dengan 60.
Hitung jumlah tetesan per menit yang akan diinfusikan. Jika kecepatan alirannya tidak tepat, sesuaikan kecepatan tetesan. (WHO, 2005: 70)
2.11 Pemberian Iv Piggyback Set Piggyback adalah kantong atau botol IV kecil (50 atau 100 ml) yang dihubungkan dengan selang pendek yang terhubung dengan port-Y atas selang infus utama atau akses vena intermiten. Selang Piggyback ialah sebuah sistem tetes mikro atau tetes makro. Karena adanya resiko cedera tertusuk jarum, perawat harus menghindari penggunaan jarum saat menghubugkan infus sekunder. Penghubung atau konektor yang dapat dibeli dpapat digunakan untuk menghubungkan selang sekunder dengan selang infus utama secara aman. Ada institusi yang tetap menggunakan jarum ketik menggunakn selang-selang. Di perlukan kewaspadaan tinggi. (Potter & Perry, 2005 : 1052) Langkah-langkah pemberian obat melalui Piggyback, set pemberian volume, atau infus mini (pompa spuit) No
Langkah
Rasional
.
16
1.
Cek program yang dibuat dokter untuk Kondisi fisik klien secara keseluruhan menentukan jenis dan dosis obat serta menentukan jenis larutan yang akan digunakan.
digunakan.
jenis
larutan
Memastikan
yang
pemberian
obat yang aman dan akuran. 2.
Kaji kepatenan selang infus IV yang Selang IV harus paten dan cairan harus terpasang dengan mmemperhatikan masuk dengan mudah supaya obat kecepatan infus selang IV utama.
dapat memcapai sirkulasi vena dengan efektik.
3.
Kaji tempat insersi untuk melihat Konfirmasi penempatan kateter dan adanya tanda infiltraasi atau flebitis.
integritas
jaringan
di
sekililing
memastikan bahwa obat diberikan dengan aman. 4.
Siapkan peralatan dan suplai berikut a. Penataan piggyback
a. Penataan piggyback 1. Digunakan untuk pemberian
1) Obat yang disiapkan dalam 50
piggyback.
Kebanyakan
sampai 100ml, kantong infus
piggyback
dengan selang IV yang diberi
farmasi.
label, sel selang infus tetes
dipiggybackkan
mikro atau tetes makro dengan
dihubungkan dengan
penghubung “tanpa jarum” atau
infusutama oleh penghubung
jarum 21G atau 23G
tanpa jarum yang dapat dibell.
disiapkan
oleh
Obat
telah atau selang
2) Plester perekat (bila perlu)
Jarum dapat digunakan, tetapi
3) Swab antiseptik
tidak dianjurkan karena adanay
4) Cantelan logam atu plastik
risiko cedera tertusuk jarum.
(bila perlu) 5) Sarung tangan sekali pakai
5. Digunakan untuk menurunkan kantong
infus
utama
ke
kantong infus yang lebih kecil (jika b. Set pemberian volume-kontrol
selang
lebih
kecil
daripada selang utama)
17
1) Set volutrol, pediatrol, Buretrol b. Set pemberian volume-kontrol 2) Spuit (5-20 ml)
1. Wadah yang memiliki ukuran
3) Jarum (1 sampai ½ inci, 21G
dihubungkan dengan larutan
sampai 23G)
IV utama.
4) Vial atau ampul berisi obat yang diprogramkan 5) Label obat c. Penginfus mini (pompa spuit) 1) Penginfus mini (pompa spuit)
c. Penginfus mini (pompa mini)
2) Selang infus 3) Jarum
1. Peralatan elektronik digunakan
steril
20G
atau
untuk menggerakkan pengisap
penghubung tanpa jarum
5.
spuit untuk menginfuskan obat.
4) Spuit beisi obat
3.
Digunakan untuk mem
5) Swab alkohol
piggyback spuit obat ke selang
6) Plester perekat (bila perlu)
infus utama.
Siapkan obat di area pengobatan a. Penataan piggyback
a.
Penataan piggyback
1) Obat dalam kantong berukuran
1. Obat untuk piggyback dapat
50 sampai 100ml. Verifikasi
tersedia dalam bentuk yang
label pada kantong dengan
sudah dicampur dari farmasi.
program yang dibuat dokter. Apabila obat belum dicampur, suntikan
obat
kke
dalamkantong nomor 21-23 b. Set pemberian kontrok-volume
b. Set pemberian volume-kontrol Wadah yang memiliki ukuran dihubungkan dengan larutan IV utama.
1) Siapkan obat dalam spuit 2) Set volutrol, pediatrol, Buretrol 3) Spuit (5-20 ml)
18
4) Jarum (1 sampai ½ inci, 21G sampai 23G) 5) Vial atau ampul berisi obat yang diprogramkan 6) Label obat c. Penginfus mini/pompa spuit c. Penginfus mini/pompa spuit
1. kebanyakan spuit obat tersedia
1) Siapkan spuit obat (ukuran 5
dalam bentuk yang sudah dan
ampai 60 ml) sesuai dengan
dilabel dari farmasi. Tidak semua
rekomendasi rumah sakit.
obat dapat diinfuskan dengan cara ini.
Perawat
farmasi
merujuk
sebagai
ke
sumber
ahli untuk
mengidentifikasi obat mana yang dapat diinfuskan dengan cara ini dan obat mana yang tidak dapat diinfuskan dengan penginfus mini.
6.
Periksa melihat
identifikasi gelang
klien
dengan Memastikan klien yang menerima obat
identifikasi
dan benar
menanyakan nama. 7.
Cuci tangan dan kenakan sarung Mengurangi tangan
mikroorganisme
perpindahan saat
menangani
peralatan steril. Selama penghubung piggybacking obat, risiko terpajan darah rendah. Namun, perawat dapat menggunakan
balutan
IV
atau
memajankan tempat insersi ketika melakukan aktivitas lain. 8.
Memberi obat dengan set piggyback
19
a. Hubungkan selang infus dengan a. Selang infus harus diisi dengan kantong
obat.
Biarkan
larutan
larutan dan bebas dari gelembung
mengisi selang dengan membuka
udara
klem pengatur aliran.
udara.
untuk
mencegah
emboli
b. Gantung kantong obat pada atau di atas ketinggian kantong cairan b. Ketinggian cairan mempengaruhi utama. Cantelan dapat digunakan
kecepatan aliran infus ke klien.
untuk menurunkan kantong cairan utama. c. Hubungkan
jarum
steril
yang c. Tutup
menjaga
jarum
atau
tertutup atau peralatan tanpa jarum
peralatan lain tetap steril sebelum
ke ujung selang infus.
dihubungkan dengan selang utama.
d. Bersihkan port Y injeksi selang d. Mencegah utama dengan swab antiseptik.
masukknya
mikroorganisme
selama
jarum
dhubungkan dengan selang utama. e. Jarum:
lepaskan
tutup
dan e. Menciptakan rute untuk obat dapat
masukkan jarum selang piggyback
memasuki selang IV utama. Plester
sekunder
mencegah jarum terselip keluar dari
melalui
port
insersu
selang utama jauh dari klien.
port.
Lindungi dengan sepotong plester perekat, jika diperlukan. f. Alat
tanpa
peralatan
jarum:
kunci
melindungi
jarum
jarum
gunakan f. Alat tanpa jarum didesain untuk untuk
terkunci di tempat. Pengguanaan
selang
alat tanpa jarum mengurangi risiko
piggyback sekunder melalui port
tertusuk
injeksi selang utama.
perawatan kesehatan. g. Infusi
g. Atur dengan
kecepatan program
jarum
obat
pada
secara
tenaga
intermiten
aliran
sesuai
mempertahankan kadar darah yang
yang
dibuat
terapeutik. Untuk mencapai efek
20
dokter.
yang oftimal, obat harus diinfuskan dalam
interval
waktu
yang
direspkan. h. Katup mencegah obat masuk ke h. Setelah obat diinfuskan, periksa
dalam selang infus. Memeriksa
pengatur aliran pada alat infus
kecepatan aliran infus menjamin
utama.
ketepatan pemberian cairan.
Set
piggyback
yang
digantung pada ketinggian kantong utama
memiliki
sebuah
katup
periksa yang secara otomatis mulai mengalir
setelah
piggyback i. Infus
kosong.
piggyback
memengaruhi
i. Atur selang infus utama pada
dapat
kecepatan
infus
selang utama.
kecepatan yang diingingkan jika diperlukan. j. Tinggalkan
9.
j. Pemasangan kantong
sekunder,
meciptakan
selang
sekunder
rute
bagi
selang, dan jarum yang sudah
mikroorganisme untuk memasuki
diinsersi
untuk
selang utama jarum. Perubahan
pemberian obat selanjutnya atau
beulang pada selang atau jarum
buang ke dalam wadah yang tepat
meningkatkan
(periksa kebijakan rumah sakit)
infeksi.
di
tempat
risiko
penularan
Berikan obat melaui set pemberian volume-kontrol (mis: Volutrol)
a. Cairan mengencerkan obat dan
a. Isi Volutrol dengan umlah cairan
mengurangi
yang diinginkan (50 sampai 100
terlalu cepat
risiko
infusi
yang
ml) dengan membuka klem antara Volunter dan kantong IV utama. b. Tutup klem dan periksa untuk b. Mencegah memastikan klem pada lubang
tambahan
kebocoran ke
dalam
cairan volutrol.
21
udara bilik Volutrol terbuka.
Lubang
udara
memungkinkan
cairan di dalam volutrol keluar pada kecepatan yang diatur. c. Bersihkan port injeksi di bagian c. Mencegah atas
Volutrol
dengan
swab
antiseptik. d. Lepaskan
masuknya
mikroorganisme
selama
insersi
jarum. tutup
jarum
dan d. Gerakan memutar-mutar. Volyrol
masukkan jarum spuit melalui port,
mencampur obat dengan larutan
lalu suntikkan obat. Putar-putar
utuk menjamin distribusi
volutrol di antara taangan dengan
merata.
yang
mantap. e. Atur kecepatan infus IV sesuai e. Untuk memperoleh efek terapeutik untuk obat yang diberikan. Ikuti
yang optimal, obat harus diinfuskan
kecepatan
dalam
aliran
infus
yang
dianjurkan dokter dan pabrik.
interval
waktu
yang
diresepkan.
f. Beri Volutrol label nama obat, dosis, dan volume total termasuk f. Membantu
perawat
waspada
pengencernya (diluent), dan waktu
terhadap obat lain dimasukkan ke
pemberian obat.
dalam volutrol.
g. Buang jarum dan spuit yang tidak memiliki tutup ke dalam wadah g. Mencegah cedera tertusuk jarum. yang tepat. 10. Berikan obat melalui infus mini (pompa spuit): a. Hubungkan
selang
berlubang a. Mengikuti
anjuran
pabrik
mikro (microbore) ke spuit berisi
menjamin keakuratan pengantaran
obat.
obat yang diinfuskan.
Perlengkapi
selang
dan
hubungkan jarum dengan tutupnya atau alat tanpa jarum.
22
b. Siapkan alat untuk menerima spuit sesuai
rekomendasi
pabrik.
Tempatkan badan spuit ke dalam penahan spuit pompa penginfus mini sesuai rekomendasi pabrik. c. Atur
fungsi
pengaturan
waktu
untuk menginfuskan obat sesuai program
dokter
atau
sesuai
rekomendasi. d. Hubungkan
selang
berlubang
mikro dengan kunci IV atau port Y pada selang utama dengan jarum atau alat tanpa jarum.
e.
e. Hidupkan infus mini. Observasi alat
untuk
memastikannya
berfungsi baik.
penggunaan port piggyback tertentu bersama penginfus mini dapat meneybabkan aliran mundur atau kelanjutan selang utama. Sat
f. Ketika infus lengkap, mematikan
menginfus ke dalam daerah Y
penginfuss mini, lepaskan selang
volume
berlubang
Pertahankan
menyebabkan perlambatan infusi
sterilitas selang tersebut dengan
obat atupun efek bolus tergantung
menggunakan jarum yang bersih.
pada kecepatan aliran infus.
makro.
set
primer
dapat
Apabila menggunakan kunci IV untuk infus, bilas kunci IV sesuai kebijakan lembaga. 11. Lepas dan buang sarung tangan. 12. Selama
infus
diberikan
Cegah penularanmikroorganisme.
periksa Selang IV harus tetap paten untuk,
kecepatan infus dan kondisi daerah IV ketepatan pemberian obat. Terjadinya secara berkala.
infiltrasi
membuat
infusi
perlu
dihentikan.
23
13. Catat obat dosis, rute, dan waktu Pencatatan tepat waktu mencegah pemberiannya pada format obat. Catat kesalahan pengobatan. Keseimbangan volume spuit pada format masukan cairan diaturdan dipantau berdasarkan dan haluaran.
masuk total.
(Potter & Perry,2005 : 1063-1068 )
2.12 Bagaimana menambahkan obat pada jalur IV Obat IV dapat diberikan dengan perlahan dari botol atau kantong yang berisi larutan. Ini disebut infuse kontinu dan serupa dengan terapi IV lain. Bedanya obat dapat diberikan semua sekaligus, dan ini disebut bolus IV. Untuk Infus kontinu, obat dapat ditambahkan pada wadah cairan baru sebelum digantung atau ditambahkan pada wadah yang sedang digunakan.
Dengan cermat periksa program medikasi terhadap kartu atau catatan medikasi pasien, seperti anda akan memberikan rute obat lain. Juga yakinkan bahwa obat kompatibel dengan larutan yang akan dicampurkan.
Tempatkan nama pasien di wadah dengan nama dan jumlah obat, kecepatan aliran, waktu penginfusan dimulai, dan nama atau inisial anda.
Selalu periksa pasien untuk meyakinkan bahwa tidak ada reaksi merugikan pada obat yang diinfuskan. Perhatikan adanya perubahan kecepatan nadi, menggigil, mual, muntah, sakit kepala, atau masalah pernapasan. Jika pasien mengalami reaksi, hentikan atau perlambat kecepatan infuse dan beritahu dokter atau perawat yang bertanggung jawab dengan segera.
Catat nama dan jumlah obat, larutan yang ditambahkan obat, dan waktu obat diberikan. (WHO, 2005: 71)
Langkah-langkah Menambah Obat ke dalam Kantong Cairan IV
24
LANGKAH
RASIONAL
1. Periksa program dokter untuk jenis larutan 1. Kondisi fisik keseluruhan menentukan IV, obat dan dosis.
jenis larutan yang digunakan. Memastikan pemberian obat yang aman dan akurat.
2. Apabila lebih dari 1 obat akan ditambahkan 2. Beberapa obat
tidak kompatibel jika
ke dalam larutan, kaji kompatibilitas obat,
dicampur.
Dapat
menyebabkan
cairan
periksa kompatibilitas obat dengan cairan IV.
keruh atau mengkristal atau menyebabkan interaksi obat yang tidak terlihat.
3. Siapkan perlengkan dan suplai :
3.
a. Vial atau ampul yang diresepkan b. Spuit berukuran tepat (5-20ml) c. Jarum steril (1-1,5 inci, 19G sampai
c. Nomer jarum yang lebih besar menjamin
21G) yang memiliki penyaring khusus
kemudahan aspirasi obat dari vial atau
(bila perlu)
ampul.
Penyaring
mencegah
partikel
masuk kedalam spuit, sehingga partikel tidak terangkut kedalam wadah cairan. d. Perlarutan yang tepat (misalnya air steril atau salin normal/NaCl)
d. Obat IV tertentu disiapkan dalam bentuk kering. Harus ditambahkan pelarut untuk mencampurnya.
e. Kantong cairan IV steril (kantong atau botol dengan volume 500-1000ml)
e.Kantong larutan
dipertahankan
steril
dengan menyimpan dalam kantong plastic
f. Swap alcohol atau antiseptic
utuh yang terpisah
g. Label untuk ditempatkan pada kantong
g.Obat yang diberikan terus-menerus harus
atau botol IV
dilebel secara benar agar semua perawat dapat mengobservasinya.
4. Cuci tangan dengan saksama
4. Mengurangi
penularan
mikroorganisme
ketika menangani perlengkapan steril. 5. Kumpulkan suplai dikamar obat
5. Memastikan prosedur dilakukan dengan teratur
dan
kemungkinan
25
suplai
terkontaminasi berkurang. 6. Siapkan obat yang diresepkan dari vial atau 6. Teknik yang berbeda digunakan untuk ampul (jika penyaring jarum digunakan, ganti
dengan
jarum
biasa
setiap tipe kantong larutan.
sebelum
menyntikan obat ke kantong cairan IV) 7. Identifiksi klien dengan membaca pipa 7. Memastikan klien yang mendapat obat identifikasi dan tanyakan nam klien
adalah klien yang benar.
8. Siapkan klien dengan menjelaskan bahwa 8. Memungkinkan klien untuk memahami obat akan diberikan dengan selang infuse
prosedur da meminimalkan rasa cemas.
yang sudah dipasangkan atau selang yang
Kebanyakan
akan dipasang. Jelaskan bahwa seharusnya
menimbulkan rasa tidak nyaman ketika
tidak ada rasa tidak nyaman yang timbul
diecerkan, namun KCl dapat mengiritasi.
selama infuse diberikan. Dorong klien untuk
Nyeri pada tempat injeksi dapat menjadi
melaporkan gejala rasa tidak nyaman
petunjuk awal adanya infiltrasi.
obat
IV
tidak
akan
9. Tambahkan obat kedalam kantong yang baru. 9. a. Tentukan tempat (pot) injeksi obat pada kantong larutan IV : 1 . lepaskan tutup plastic diatas pot.
1. Port injeksi obat menutup dengan
Kantong larutan IV memiliki tutup
sendirinya
karet kecil dibagian ujung. Jangan
mikroorganisme
memilih pot untuk insersi selang IV
berulang kali.utup menyekat botol untuk
atau lubang udara.
mempertahankan sterilitas.bagian dalam
b. Tentukan tempat injeksi pada botol larutan IV.
untuk
mencegah
setelah
digunakan
tutup tetap steril untuk digunakan lagi. 9.b.
1. Lepaskan tutup plastic atau logam dan cakram karet. Letakan tutup teralik dibagian atas wadah obat
2 Injeksi obat tanpa sengaja melalui port
2. Tentukan lokasi injeksi obat pada selang
utama
atau
lubang
angin
dapat
tutup karet botol. Tempat injeksi mengubah tekanan di dalam botol dan dapat
26
biasanya
ditandai
dengan
X, menyebabkan cairan keluar lewat lubang air
lingkaran, atau segitiga.
tersebut.
c. Usap pot atau tempat injeksi dengan 9.c. swap alcohol atau antiseptic
Mengurangi
resiko
masuknya
mikroorganisme ke dalam kantong selama
d. Lepas tutup jarum dari spuit dan masukan jarum diinsersi. jarum spuit melalui bagian tengh pot atau 9.d. Injeksi jarum ke sisi lain port dapat tempat injeksi kemudian suntikan obat. e. Tarik spuit dar kantong atau botol.
menyebabkan
kebocoran
dan
memicu
kontaminasi cairan.
f. Campur obat dan larutan IV dengan memegang kantong atau botol, kemudian 9.f. Memungkinkan obat di distribusi merata. kocok perlahan dari ujung yang satu ke ujung yang lain. g. Lengkapi label obat dengan nama klien dan dosis obat, tanggal waktu dan inisial 9.g. Label dapat dibaca dengan mudah selama anda. Temple label pada kantong atau menginfus larutan. Memberi perawat dan botol.
dokter dengan informasi tentang isi kantong
h. Tusuk kantong atau botol dengan selan atau botol. IV dan gantung. Atur infuse pada 9.h. Mencegah infuse cairan yang tepat. kecepatan yang diprogramkan. 10. Menambah obat wadah yang sudah tersedia. a. Siapkan botol IV atau kantong plastic 10 . berlubang : 1. Periksa volume larutan yang tersisa
a. Volume yang sesuai dibutuhkan untuk mengencerkan obat secara adekuat.
didalam botol. 2. Verifikasi pengenceran obat yang dimaksudkan (jumlah obat per ml). 3. Lem infuse IV 10.a.3.
Mencegah
obat
langsung
masuk
kedalam sirkulasi ketika disuntikkan kedalam
27
4. Usap port obat dengan swab alcohol kantong atau botol. atau antiseptic.
10.a.4.
Secara
mekanis
membuang
mikroorganisme yang dapat masuk ke dalam 5. Rendahkan botol atau kantong dari wadah larutan selama insersi jarum. tiang IV. Masukkan jarum spuit 10.a.5. Port injeksi dapat menutup sendiri dan melalui port injeksi dan suntikan mencegah kebocoran cairan. obat. 6. Dengan perlahan kocok obat dalam 10.a.6 Memastikan bahwa obat terdistribusi botol atau kantong.
merata.
7. Gantung kembali kantong dan alur 10.a.7 Mencegah masuknya cairan yang cepat. tetesan infuse sesuai kecepatan yang diinginkan. b. Lengkapi label obat dan temple pada 10.b Informasi perawat dan dokter tentang kantong atau botol.
kandungan kantong atau botol.
11. Buang perlengkapan dan suplai dengan 11. Mengurangi penularan mikroorganisme. benar. Cuci tangan. 12. Catat larutan dan obat yang ditambahkan ke 12. Informasi digunakan untuk memantau jenis cairan parenteral pada format yang tepat.
larutan yang klien terima dan masukan cairan selama 24 jam.
13. Laporkan
efek
samping
(misalnya
: 13. Reaksi membutuhkan intervensi yang
perubahan denyut nadi, pernapasan berisik, terapeutik. atau
perubahan
perawat
yang
tekanan
darah
bertanggung
kepada
jawab
atau
dokter). (Potter & Perry,2005 : 1053-1055)
2.13
Bagaimana memberikan bolus IV
28
Suntikan dapat dilakukan langsung pada pembuluh vena atau pada selang infus (per kap). Penyuntikan langsung ke dalam vena biasanya dihindari dengan alasan:
Penggunaan jarum baja untuk penyuntikkan IV yang berkali-kali
membawa risiko ekstravasasi dan kerusakan jaringan.
Tanpa akses vena yang kontinu, setiap reaksi yang merugikan akan
sulit ditangani. Penyuntikan secara bolus lewat infus harus dilakukan dengan perlahan untuk memungkinkan cairan infus mengalir terus dan mengencerkan obat yang disuntikkan. Kecepatan penyuntikan bergantung pada jenis obatnya. Umumnya tidak ada obat yang boleh disuntikkan intravena dengan kecepatan kurang dari satu menit, kecuali jika pasiennya mengalami henti jantung atau bila terdapat perdarahan hebat. Sebagian besar obat dapat disuntikkan dalam waktu satu hingga tiga menit dengan beberapa pengecualian penting seperti epinefrin (adrenalin), efedrin dan aminofilin. Pemberian obat yang cepat cenderung menyebabkan:
Trauma pada vena
Reaksi hipersensitivitas yang berat
Efek samping yang serius
Edema paru atau embolisasi jika volume cairan yang disuntikkan
cukup besar. Untuk
bolus
IV,
anda
memberikan
medikasi
semua
sekaligus,
menginjeksikan obat kedalam jalur IV infuse kontinu yang telah ada.
Setelah memasukan jarum, tarik plunger untuk menarik darah (untuk
meyakinkan jarum masuk ke dalam vena)
Injeksikan obat pada kecepatan yang diprogramkan. Hati- hati untuk
tidak menginjeksikan obat terlalu cepat. (WHO, 2005: 71)
29
Langkah-langkah Memberi Obat Melalui Bolus IV Langkah
Rasional
1. Periksa program dokter untuk jenis obat yang akan diberikan, dosis, dan rute pemberian.
1. Memastikan pemberian obat yang aman dan akurat. 2. Menginformasi penempatan kateter IV
2. Kaji adanya tanda infiltrasi atau flebitis
dan integritas jaringan sekelilingnya
pada tempat insersi kunci IV atau heparin
menjamin bahwa oat diberikan dengan
(salin).
aman. 3. Selang IV harus paten dan cairan harus
3. Jika obat akan didorong ke dalam selang IV,
kaji
kepatenan
selang
dengan
memperhatikan kecepatan infuse.
diinfuskan dengan mudah supaya obat mencapai sirkulasi vena dengan efektif. 4. b.2. Spuit digunakan untuk menyiapkan
4. Siapkan peralatan dan suplai :
obat.
a. Dorongan IV (selang infuse yang ada).
b.3. Spuit digunakan untuk bilasan
1. Obat dalam vial atau ampul.
heparin atau larutan salin.
2. Spuit (3 sampai 5 ml)
b.5. Jarum ukuran besar digunakan
3. Jarum steril (19G sampai 21G).
untuk mengisap obat. Jarum ukuran
4. Swab antiseptic
kecil digunakan untuk memasukan obat
5. Jam yang memiliki jarum detik
melalui port-Y selang.
atau angkanya dapat dibaca. b. IVpush (kunci IV) 1. Obat dalam vial atau ampul 2. Spuit (3 sampai 5 ml) 3. Spuit 3ml 4. Vial berisi larutan bilasan heparin (1 ml= 100 unit atau 1 ml=10 unit) atau
vial
(NaCl),
berisi Rujuk
salin ke
normal kebijakan
lembaga (beberapa lembaga hanya
30
menggunakan bilasan salin untuk menggunakan bilasan salin untuk membersihkan kateter IV.
6. Digunakan untuk menginsersi nmelalui
5. Jarum steril (21G).
selang IV line dengan sistem jarum.
6. Swab antiseptic
7. Mengurangi penularan infeksi. Selama
7. Jam yang memiliki jarum detik
pemberian bolus IV resiko perjalanan
atau angkanya bisa dibaca.
darah rendah. Namun, perawat dapat
c. Sarung tangan sekali pakai.
menggunakan
5. Siapkan obat yang diprogramkan dari vial
memajankan
balutan tempat
IV
atau
injeksi
ketika
atau ampul. Baca petunjuk pada kemasan
menyelesaikan aktivitas lain. Sarung
dengan teliti untuk pengenceran obat IV
tangan mengurangi pajanan.
yang tepat. 6. Setelah mengisap obat, hubungkan jarum
8. Memastikan bahwa obat diberikan
bernomor kecil pada spuit.
kepada klien yang benar.
7. Cuci tangan, kenakan sarung tangan. 8. Cek
identifikasi
klien
9.
dengan
memperhatikan pita pada lengannya dan menanyakan namanya.
a. Mempermudah aspirasi cairan untuk
9. Berikan obat melalui IV push (selang IV
mendapatkan
aliran
balik
darah.
yang sudah terpasang :
Tempat penyuntikan dapat menutup
a. Pilih port injeksi selang IV yang paling
sendiri dan tidak akan bocor.
dekat dengan klien, (lingkaran port menunjukan tempat insersi jarum). Apabila digunakan tambahan pada
b. Mencegah masuknya mikroorganisme
0,22u penyaring, beri obat dibawah penyaring yang dekat dengan klien. b. Bersihkan port injeksi dengan swab antiseptic. Biarkan sampai kering. c. Hubungkan selang dengan selang IV.
selama insersi jarum. c. 1. Mencegah kerusakan diafragma port dan kebocoran selanjutnya. 2. Pemeriksaan terakhir bahwa obat
31
1. Sistem jarum :
telah diangkut ke dalam aliran darah.
Masukan jarum ukuran kecil pada spuit yang berisi obat melalui pusat port injeksi. 2. Sistem tanpa jarum: Lepas tutup port injeksi tanpa
d. Memastikan keamanan infuse obat.
jarum. Hubungkan ujung spuit
Injeksi obaat IV yang cepat dapat
secara langsung.
terbukti fatal.
d. Sumbat aliran IV dengan menjepit selang tepat diatas port injeksi. Tarik ke belakang dengan perlahan pwngisap
e. Injeksi
bolus
dapat
mengubah
untung mengaspirasi aliran balik darah.
kecepatan infuse cairan. Infus cairan
e. Setelah memperhatikan aliran balik
yang cepat dapat menyebabkan beban
darah, lanjutkan menyumbat selang
sirkulasi berlebih.
dan menyuntukan obat secara perlahan selama beberapa menit (baca petunjuk pada kemasan obat). Gunakan jam untuk
mengetahui
lama
waktu
pemberian obat. f. Setelah
menyuntikan
obat,
lepas
selang, tarik spuit, dan periksa kembali kecepatan cairan infuse. g. Apabila menggunakan sistem tanpa
10.a Larutan pembilas mempertahankan
jarum, lepas tutup port injeksi dengan
kunci
heparin
tutup steril yang baru.
diberikan.
paten
setelah
obat
10. Memberi obat melalui IV push (kunci IV atau sistem tanpa jarum). a. Siapkan
larutan
pembilas
10. 2a. sesuai
Mencegah
masuknya
mikroorganisme selama insersi jarum.
dengan kebijakan rumah sakit.
32
1. Membilas dengan heparin. a. Siapkan spuit berisi 1ml larutan pembilas heparin. b. Siapkan 2 spuit masing-masing berisi 1ml salin normal. 2. Membilas
hanya
menggunakan
salin.
b.3. Menentukan jarum IV atau kateter
a. Siapkan 2 spuit masing-masing berisi 1 l salin normal.
berada di dalam vena. (pada waktu tertentu kunci
b. Kunci IV
menghasilkan
1. Bersihkan juga diafragma karet kunci dengan swab antiseptic.
heparin tidak akan aliran
balik
darah
walaupun kunci heparin tersebut dalam keadaan paten).
2. Masukan jarum spuit yang berisi
b.4. Membersihkan reservoir dari darah.
salin normal melalui bagian tengah diafragma. 3. Tarik perlahan pengisap spuit dan perhatikan
adanya
aliran
balik
darah.
4. Bilas reservoir dengan 1 ml salin
b.6. Mencegah penularan mikroorganisme.
dengan mendorong pengisap secara perlahan. 5. Lepas jarum dan spuit berisi salin.
b.7. Penggunaan bagian tengah diafragma mencegah kebocoran.
6. Bersihkan diafragma kunci dengan swab antiseptic. 7. Masukan jarum spuit yang berisi
b.8. Penyuntikan obat IV yang cepat dapat menyebabkan kematian.
obat yang telah disiapkan melalui
33
bagian tengah diafragma . 8. Suntikan selama
obat dalam
bolus
perlahan
beberapa
menit.
(setiap obat memiliki kecepatan obat
yang
dianjurkan
untuk
pemberian bolus). Periksa petunjuk pada kemasan Gunakan jam untuk
b.10.
Mencegah
penularan
mikroorganisme.
mengetahui lama pemberian obat. 9. Setelah memberikan bolus tarik spuit.
b.11. Membilas obat dari reservoir dan jarum.
10. Bersihkan diafragma dan kunci dengan swab antiseptic.
b.12.Mempertahankan dengan
11. Injeksi kembali 1ml salin normal.
kepatenan
menghambat
jarum
pembentukan
bekuan.
12. Bilasan heparin; masukan jarum spuit yang berisi heparin melalui diafragma.
Suntikkan
heparin
secara perlahan dan lepaskan spuit. Hanya
salin;
apabila
hanya
menggunakan salin untuk membilas
c.2 Membersihkan reservoir daridarah.
reservoir, gunakan 1 ml salin sebelum dan setelah meggunakan kunci IV. c.
Tutup katup IV tanpa jarum 1. Lepaskan tutup pelindung dari port tanpa jarum. 2. Masukan
spuit
berisi
salin
normal ke dalam katup. 3. Bilas reservoir menggunakan 1 ml salin dengan mendorong
34
pengisap secara perlahan. 4. Lepaskan spuit.
c.6. Injeksi obat IV yang cepat dapat
5. Masukan spuit yang berisi obay
menyebabkan kematian.
yang sudah disiapkan ke dalam katup. 6. Suntikkan obat perlahan selama beberapa menit, ikuti tindakan kewaspadaan pada langkah 10b (8). 7. Setelah memberikan bolus tarik spuit. 8. Kembali suntikan 1 ml salin
11.a. Memastikan pemberian obat yang
normal.
aman dan akurat. Narkotik misalnya
9. Lihat langkah 10b (12) di atas.
morfin atau fentanil, adalah satu-
10. Ganti tutup steril di atas katup.
satunya obat yang diberikan melalui
11. Dorongan
rute epidural.
IV
melalui
rute
epidural (hanya diberikan oleh perawat terlatih). a. Periksa tipe dan dosis obat
b.1 Obat bebas pengawet dibutuhkan
yang diprogramkan dokter. b. Siapkan
peralatan
karena
dan
dalam vial atau ampul.
dapat
berupa
neurotoksik dan menyebabkan cedera
suplai : 1. Obat bebas pengawet
pengawet
medulla spinalis berat. b.2. Digunakan untuk aspirasi kateter. b.3.
Digunakan
untuk
memberikan
narkotik. Spuit berukuran besar dapat mengurangi dorongan cairan ketika 2. Spuit 3 ml
cairan keluar dari kateter. Hal ini
3. Spuit 5 ml atau lebih
mengurangi nyeri yang dapat timbul
besar.
akibat
tekanan
larutan
35
kedepan
melawan
akar
saraf
dalam
ruang
epidural (Wild,Coyne,1992). b.4. Digunakan untuk mengambilobat dari vial atau ampul. b.5. 4. Jarum berukuran besar (19G sampai 21 G) 5. Dua
buah
Digunakan penempatan
untuk
memverifikasi
kateter
dan
untuk
menyuntikan obat ke dalam kateter
jarum
epidural.
berukuran kecil (23G sampai 25G) 6. Salin
normal
bebas
pengawet. 7. Swab povidon-iodine 8. Kassa steril 9. Sarung
C . Lihat prosedur 35-2. Menyiapkan injeksi
tangan
sekali dari ampul dan vial.
pakai. c. Dengan menggunakan spuit 5
ml
atau
narkotik.
lebih,
Isap
Verifikasi
kebijakan rumah sakit, jika jarum penyaring dibutuhkan
d. Memastikan
bahwa
obat
yang
benar
diberikan kepada klien yang benar.
ketia mengaspirasi obat dari ampul. d. Periksa identifikasi
klien
dengan melihat pita pada
e. Sedasi
berlebihan
dapat
menyebabkan
depresi pernapasan dan kematian.
tangannya dan menanyakan namanya. e. Kaji tingkat sedasi klien f. Menegah penularan mikroorganisme ke dengan menggunakan skala
ruang epidural. Mengusap dengan kassa dan
36
yang sudah di standardisasi.
mencegah penyuntikan povidine-iodine ke dalam ruang epidural.
f. Lepas tutup pelindung dari port
tanpa
jarum.
Usap g. Cairan bening lebih dari 1 ml menunjukan
tutup injeksi dengan povidi-
bahwa kateter mungkin berada di ruang
iodine. Usap tutup dengan
intatekal. Apabila cairan yang kembali
kassa steril.
mengandung
g. Dengan menggunakan spuit
darah,
kateter
mungkin
mengenai vena epidural.
3 cc, masukan spuit ke port tanpa jarum dan aspirasi. Jika lebih dari 1 cc cairan bening atau cairan darah tubuh
teraspirasi,
prosedur
dan
akhiri beritahu
perawat anastesi atau ahli anastesi. (jangan suntikan kembali cairan diaspirasi
h. Lihat langkah 10.c.6
tersebut). Apabila kurang dari ½ ml cairan kembali, lanjutkan prosedur. h. Masukan
spuit
obat
ke
dalam port tanpa jarum. Suntikan obat perlahan dan
12. Mengurangi cedera tertusuk jarum. 13. Mengurangi penularan mikroorganisme.
tetap. Kurangi kecepatan suntikan,
jika
klien
14. Obat IV bekerja dengan cepat.
mengeluh nyeri. 12. Buang peralatan dengan benar. 13. Lepas dan buang sarung tangan, cuci tangan.
37
14. Observasi klien secara ketat untuk mengetahui adanya reaksi yang merugikan ketika obat diberikan dan selama beberapa menit kemudian. 15. Catat obat, dosis, rute, dan waktu
pemberiannya
pada
format obat. (Potter & Perry,2005 : 1056-1061)
2.14 Bagaimana Tubuh Menghadapi Obat Iv Pemberian obat lewat infus atau intravena merupakan cara pemberian yang paling cepat dan pasti. Penyuntikan bolus dengan dosis tunggal akan menghasilkan konsentrasi obat yang tinggi didalam plasma. Obat dengan cepat akan mencapai kisaran terapeutiknya dan pencapaian kisaran terapeutik yang cepat amat berguna dalam keadaan emergensi. Jika obat diberikan terlalu cepat, kemungkinan konsentrasinya akan melampaui kisaran terapeutik dan memasuki kisaran toksik. Jika obat diberikan secara perlahan, peningkatan konsentrasinya akan lebih lambat. Dengan tindakan yang cermat, kecepatan pemberian obat IV dapat diatur untuk mengoptimalkan efeknya dan mengurangi efek samping. Pemberian intravena berarti bahwa semua obat yang diberikan akan diserap. Disini setiap ketidakpastian dalam penentuan takaran dan waktu pemberian yang disebabkan oleh perbedaan individual yang melibatkan enzim usus atau hati tidak perlu dipertimbangkan. Takaran pemberian dapat dihitung dan disesuaikan dengan kebutuhan pasien dengan cara yang lebih tepat bila dibandingkan dengan cara pemberian lainnya.
38
Meskipun rutepemberian intravena akan mengurangi masalah yag potensial terjadi dalam hal absorpsi obat, kita tetap harus mempertimbangkan masalah potensial yang berkaitan dengan distribusi dan eliminasi obat. Ketika memberi obat apapun, distribusinya akan berkurang dan kemungkinan terjadinya intoksikasi meningkat jika pasien yang mendapatkan obat tersebut menderita gagal ginjal, gagal jantung dan syok; pasien preklampsia berat atau eklampsia merupakan pasien yang berisiko. 2.14.1 Overload Sirkulasi Jika jumlah cairan dalam pembuluh darah bertambah sehingga melampaui kemampuan jantung untuk memompanya, sirkulasi darah akan mengalami overload (kelebihan beban muatan) dan darah yang seharusnya mengalir kedalam vena pulmonalis akan tertimbun. Keadaan ini menyebabkan edema distress syndrome (ARDS) atau sindrom gawat napas pada orang dewasa; ARDS akan berlanjut dengan edema sistemik dan gagal jantung. Ibu hamil yang menderita pre-eklampsia/ eklampsia atau penurunan cadangan fungsi ginjal atau jantung akan menghadapi risiko overload sirkulasi. Bahaya ini terutama terjadi pada pemberian larutan isotonik (mis. Larutan natrium klorida 0,9 persen, Ringer laktat @275 mOsm/kg) atau larutan hipertonik (misalnya dekstrosa 5 persen dalam larutan salin 0,45 persen @406 mOsm/kg) (glosarium). (Sue Jordan, 2004:39-40) 2.14.2 Tekanan Intrakranial yang Meninggi Jika kita melakukan infus larutan hipotonik, akibatnya adalah penginfusan air murni dengan jumlah berlebihan; air yang murni akan mengalir kedalam sel-sel sehingga sel-sel tersebut membengkak. Kejadian ini dapat merusak sel-sel pada otak atau sistem hantaran jantung. Larutan hipotonik (mis. Larutan salin 0,45 persen @154 mOsm/l) tidak boleh diberikan pada pasien dengan risiko kenaikan tekanan intrakranial, misalnya pasien eklampsia, pre-eklampsia yang berat, cider kepala dan stroke (cerebrovascular accident).
39
2.14.3 Defisiensi Protein Aktivitas osmotik protein plasma sangat penting dalam mempertahankan distribusi air tubuh. Bila konsentrasi protein plasma menurun, misalnya karena penyakit hepar, malnutrisi atau luka bakar, protein plasma tersebut tidak dapat menahan cairan didalam pembuluh darah. Dengan demikian, air cenderung mengalir masuk kedalam rongga tubuh, ruang jaringan dan sel-sel. Karena itu, pasien-pasien keadaan diatas tidak boleh mendapatkan cairan infus yang hipotonik.
2.14.4 Infus Laktat Laktat (seperti dalam larutan Ringer Laktat) akan dimetabolisasi menjadi ion-ion bikarbonat oleh hati. Dengan demikian pemberian Ringer laktat harus dihindari pada:
Keadaan alkalosis (mis. Pada wanita yang hiperventilasi);
Penyakit hepar (mis. Sindrom HELPP);
(Sue Jordan, 2004:41) 2.14.5 Reaksi Hipersensitivitas Sebagian besar reaksi hipersensitivitas berupa erupsi kulit yang tidak berbahaya dengan gejala ‘urtikaria’ yang gatal dan pembengkakan didaerah tubuh yang diinfus. Dengan demikian, dapat terjadi spasme bronkus dan anafilaksis. Unsur yang dapat memicu reaksi hipersensitivitas bukan hanya obat, tetapi juga bahan pengawet cairan infus; sebagai contoh, sulfit dapat mencetuskan serangan asma. (Sue Jordan, 2004:42) 2.15 Kerja Dan Efek Samping Obat Umumnya kerja dan efek samping obat tidak dipengaruhi oleh cara pemberian. Akan tetapi, awitan efek yang merugikan dapat jauh lebih cepat bila obat tersebut
40
disuntikkan intravena sehingga diperlukan tindakan penjagaan ekstra. Sebagai contoh ilustratif akan dikemukakan amphisilin dan diazepam. 2.15.1
Ampisilin
Penyuntikan ampisilin intravena menimbulkan beberapa masalah yang potensial yang tidak dijumpai pada pemberian per oral:
Dalam cairan infus, ampisilin tidak dapat bercampur dengan banyak obat yang lain, misalnya gentamisin.
Kerja ampisilin dapat menghilang jika terkena tetrasiklin atau eritromisin.
Potensiasi heparin dapat terjadi bila preparat ini terkena ampisilin.
Serangan kejang dapat terjadi jika penyuntikan ampisilin dilakukan terlalu cepat, khususnya pada neonatus dan pasien gangguan ginjal.
Reaksi hipersensitivitas yang terjadi cenderung sangat parah. Pasien yang mendapatkan preparat penyekat-beta (mis. Labetolol) berisiko untuk mengalami reaksi hipersensitivitas.
2.15.2
Diazepam
Penyuntikan diazepam intravena sangat penting untuk mengendalikan serangna kejang. Akan tetapi, tindakan ini dapat menyebabkan beberapa masalah yang biasanya tidak terlihat pada pemberian peroral:
Depresi pernapasan dapat terjadi pada individu yang rentan. Karena itu dukungan respirasi harus sudah disediakan dahulu untuk digunakan dalam keadaan emergensi.
Diazepam tidak dapat diencerkan atau dicampur dengan obat lain atau cairan infus.
Diazepam cenderung mengendap pada selang infus dan dengan demikian obat ini sedapat mungkin disuntikkan langsung kedalam pembuluh vena.
41
Diazepam bersifat iritan sehingga penyuntikann pada pembuluh vena yang kecil harus dihindari; kebocoran pada penyuntikan diazepam merupakan keadaan yang berbahaya. Terdapat risiko tromboflebitis yang tinggi.
Preparat sedatif lain (mis. Petidin) dapat menimbulkan potensiasi; karena itu dukungan respirasi harus sudah tersedia. Tirah baring harus dipertahankan selama tiga jam sesudah penyuntikan.
Setelah pemberian dengan dosis tinggi, gejala putus obat (seperti ansietas, insomnia, fotofobia, tinitus dan mual) dapat berlangsung selama beberapa minggu.
(Sue Jordan, 2004:42-43) 2.15.3
Risiko penambahan obat dalam larutan intravena
Dari survey ternyata diketahui bahwa 40% - 60% cairan intravena mengandung obat didalamnya. penambahan obat itu dapat menimbulkan akibat berikut ini : Gangguan sterilitas Tindakan penambahn obat dalam larutan intravena dapat mengkontaminasi cairan tersebut dengan mikroba. Sumber mikroba mungkin dari udara (lingkungan ), permukaan yang terpapar, kulit, hidung atau pakaian petugas kesehatan. Pencegahan terhadap gangguan sterilitas ini adalah pelaksanaan teknik yang baik dan dalam ruang laminar air flow.
Kontaminasi partikel
Memasukan partikel mikroskopik ke dalam cairan intravena dapat mengakibatkan kontaminasi terhadap cairan itu, merusak vena, tromboflebitis, atau pembentukan thrombus. Sumber partikel dari debu, udara, kulit, rambut atau kain tiras petugas; kaca ampul, karet dari botol infus atau flakon. Pencegahan terhadap kontaminasi partikel adalah penggunaan teknik yang baik dan dalam laminar air flow. (dr. jan tambayong,2002: 55)
Obat sitotoksik
42
Banyak obat sitotoksik diberikan melalui intravena dalam menangani cairan ini harus disadari bahwa selain terkena kontaminasi, cairan itu dapat bersifat karsinogenik atau genotoksik bila sering terpapar obat ini. Hal ini dapat dicegah dengan memakai sarung tangan, baju pelindung, masker dan sebagainya.
Tromboflebitis
Hal ini dapat terjadi bila cairan intravena terkontaminasi, atau lebih sering oleh ph rendah dari cairan intravena itu sendiri. Iritasi jarum dan lamanya infuse terpasang dapat pula menyebabakan tromboflebitis. Penambahan obat ke dalam cairan infuse dapat menurunkan ph cairan itu dan menimbulkan tromboflebitis.
Perubahan kadar obat
Cairan intravena dapat dipandang sebagai obat yang diberikan secara perlahan-lahan. Obat yang ditambahkan ke dalam cairan infuse kemungkinan tidak mencapai kadar terapeutiknya dalam darah, disbanding bila diberikan dengan suntikan biasa. Selain itu ada obat yang bila ditambahakan kedalam cairan intravena dapat melekat pada kaca atau plastic botol dan tidaka cukup masuk kedarah dan tempat yang membutuhkannya.
Kekeliruan pemberian obat
Pemberian obat pada cairan intravena harus diawasi dengan ketat sehubungan dengan kalkulasi obat dan pemvberian label. (dr. jan tambayong,2002: 55-57)
43