Bab 2 Konsep Nyeri.docx

  • Uploaded by: Lis Syuwaibatul
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 2 Konsep Nyeri.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,737
  • Pages: 31
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Nyeri adalah persepsi dalam kondisi sadar yang dihasilkan oleh stress

lingkungan. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dengan memberikan dorongan untuk keluar dari situasi yang menyebabkan nyeri. International Association for the Study of Pain (IASP) memberikan definisi nyeri yang sudah diterima sebagai “Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan, aktual maupun potensial, atau digambarkan sebagai kerusakan yang sama”. Margo McCaffery, salah seorang penggagas dalam keperawatan

nyeri,

mendefinisikan nyeri sebagai “Segala sesuatu yang dikatakan oleh individu yang merasakan nyeri dan ada ketika individu tersebut mengatakan ada”. (Haws dan Black, 2014)

2.2 Klasifikasi 2.2.1 Berdasarkan Serangan 1) Akut Nyeri akut disebabkan oleh aktivasi nonsiseptor , biasanya berlangsung dalam waktu yang singkat (kurang dari 6 bulan), dan memiliki onset yang tiba-tiba, seperti nyeri insisi setelah operasi. Nyeri akut mungkin disertai respon fisik yang dapat diobservasi, seperti (1) peningkatan atau penurunan tekanan darah, (2)

3

takikardi, (3) diaphoresis, (4) takipnea, (5) fokus pada nyeri, dan (6) melindungi bagian tubuh yang nyeri. Nyeri akut yang tidak teratasi akan memicu status nyeri kronis. ( Haws dan Black, 2014 ) 2) Khronis Biasanya dianggap sebgaia nyeri yang berlangsung lebih dari 6 bulan (atau 1 bulan lebih dari normal di masa- masa akhir kondisi yang menyebabkan nyeri) dan tidak diketahui akan berakhir kecuali jika terjadi penyembuhan yang lambat, seperti padaa luka bakar. Klien dengan nyeri kronis mungkin mengalami nyeri yang lokal atau menyebar serta terasa ketika disentuh, beberapa terasa nyeri dititik yang dapat diprediksi, namun hanya disertai sedikit temuan fisik.Mereka biasanya mengeluh perasaan kelemahan, gangguan tidur, dan keterbatasan fungsi. (Haws dan Black, 2014)

2.2.2 Berdasarkan Jenis 1) Nyeri Fisik/ Somatogenik/ SomatisPerifer (1) Superficial/ Kutaneus Nyeri kutaneus dapat di karakteristikan sebagai onset yang tiba-tiba dengan kualitas yang tajam atau menyengat atau onset yang berlangsung perlahan dengan kualitas seperti sensasi terbakar. Reseptor nyeri kutaneus berakhir di bawah kulit dan,karena tingginya konsentrasi ujung saraf, memproduksi nyeri yang mudah di deskripsikan, lokal, dan berlangsung dalam jangka waktu yang pendek. (Haws dan Black, 2014)

4

(2) Deep Pain (Bagian Sakit) Dalam (Dee) adalah nyeri yang terjadi bila daerah viscera, sendi, pleura,peritonium terangsang. Umumnya nyeri dalam banyak hal berhubungan dengan referred pain, dapat mengakibatkan penderita berkeringat, kejang otot di daerah kulit yang berjauhan dari asal nyeriny. (3) Viseral Pain Viseral berasal dari visera tubuh atau organ.Nosiseptor visera berasal di dalam organ tubuh dan celah bagian dalam.Terbatasnya jumlah nosiseptor di area ini menghasilkan nyeri yang biasanya menyakitkan dan berlangsung lebih lama dari nyeri somatik. Nyeri viseral sangat sulit dilokalisasi, dan beberapa cedera pada jaringan viseral mengakibatkan terjadi nyeri yang menjalar, dimana sensasi nyeri berada di area sebenarnya tidak berkaitan sama sekali dengan lokasi cedera. Nyeri viseral biasanya meliputi apendiksitis akut, kolesistitis, dan inflamasi pada saluran bilier dan pancreas seperti pada menyakit gastrointenstinal, jantung, pleurisi, serta kolik renal dan ureteral.Sering kali nyeri viseral ini di manifestasikan dalam bentuk berkeringat, gelisah, mual, muntah, pucat, dan agitasi. Sebagian besar viseral tidak sensitif terhadap stimulus yang menyebabkan nyeri di struktur somatik ( contohnya luka sayatan, luka bakar, atau tekanan). (Haws dan Black, 2014) (4) Refered/ Refferent Pain Refered pain (nyeri alih) adalah nyeri yang dipersepsikan kepada area yang jauh dari area rangsangan nyeri

5

(5) Radiasi Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas dijaringan sekitar (6) Phantom Limb Phantom limb merupakan perasaan pada bagian tubuh yang tidak ada lagi, contohnya pada amputasi. Phantom limb timbul dari stimulasi dendrit yang berat dibandingkan dengan stimulasin reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang tersebut akan merasa nyeri pada area yang telah diangkat. 2) Central Pain Central pain terjadi karena perangsang pada susunan saraf pusat, spinal cord dan batang otak. 3) Nyeri Psycholigik/ Psychogenik Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik tetapi akibat dari trauma psikologis.

2.2.3 Berdasarkan Kualitas 1) Intractable Resisten dengan diobati atau dikurangi. Contohnya pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan kontrainiksi akibat dari lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan. 2) Insidentil Insidentil adalah nyeri yang timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang. 3) Steady Steady adalah nyeri yang timbul menetap dan diraakan waktu yang lama.

6

4) Proximal Proximal adalah nyeri dirasakan berintesitas tinggi dan kuat sekali dan biasanya menetap 10-15 menit, lalu menghilang kemudian timbul kembali. (, 2007) 5) Pricking(tusukan) Nyeri ini biasanya terasa saat tertusuk benda tajam, contohnya tertusuk paku.Nyeri dengan stimulus singkat yang tidak menimbulkan kerusakan jaringan.Pada umumnya tipe nyeri ini tidak memerlukan terapi khusus karena perlangsungan yang sangat singkat, ini karena ada rangsangan terhadap saraf spinalis. 6) Burning (luka hangus) Nyeri pada saat luka hangus, atau luka bakar itu tergatung dari luka bakar yang dialami, jika luka bakar yang dialami cukup besar maka nyeri yang dialami akan sangat terasa. Karakteristik dari luka bakar tergangantung dari luka kedalamannya.Luka bakar supervisial menyebabkan nyeri selama beberapa hari yang

dilanjutkan

dengan

pengelupasan

kulit

selama

beberapa

hari

berikutnya.Selain itu juga, luka bakar juga bisa menyebabkan gangguan emosional dan psikologis. 7) Aching (sakit) Saat kita merasakan tidak enak badan, badan akan terasa pegal untuk melakukan aktivitas sehari-haripun merasa tidak nyaman, ini bisa diakibatkan karena aktivitas yang berlebihan, kurangnya istirahat, menopang barang yang

7

terlalu berlebihan, yang mengakibatkan sistem imun menurun sehingga penyakit mudah menyerang tubuh. 8) Crushing(berdesakan di tempat sempit) Nyeri ini terasa hanya sementara, akan hilang dengan sendirinya. Contohnya saat duduk berdesakan selama diperjalanan menggunakan mobil. Nyeri yang dirasakan karena, otot-otot tidak lelusa mencari posisi yang nyaman, mengakibatkan pembuluh darah menyempit, sehingga aliran darah tidak mengalir dan suplai oksigen pun berkurang, yang menimbulkan asam laktat meningkat, jika itu berlangsung lama akan menimbulkan terjadinya kram. 9) Throbbing Nyeri ini biasanya tidak lama dan hilang dengan sendirinya bila infeksi sudah sembuh (tanpa penulis, 2014).

2.3 Etiologi 2.3.1 Kimia Sumbernya perforasi organ viseral, proses patofisiologi iritasi kimiawi oleh sekresi pada ujung-ujung saraf yang sensitif (misalnya., ruptur apenddiks, ulkus di duodenum)

2.3.2 Thermal Sumbernya terbakar (akibat panas atau dingin yang ekstrem), proses patofisiologinya inflamasi atau hilangnya lapisan superfisial atau epidermis, yang menyebabkan peningkatan sensitifitas unjung-ujung saraf.

8

2.3.3 Listrik Sumbernya terbakar, proses patofisiologi lapisan kulit terbatas di sertai cedera jaringan subkutan dan cedera jaringan otot, menyebabkan cedera pada ujung-ujung saraf

2.3.4 Mekanik Sumbernya gangguan dari dalam cairan tubuh, proses patofisiolognya distensi edema pada jaringan tubuh, Sumbernya distensi duktus, proses patofisiologinya regangan duktus lumen sempit (misalnya., saluran batu ginjal melalu ureter), Sumbernya lesi yang mengisi ruangan, proses patofisiologi iritasi saraf perifer oleh pertumbuhan lesi di dalam ruangan lesi. (Potter & Perry, 2005)

2.4 Fisiologi Nyeri Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku. Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk menjelaskan tiga komponen fisiologi berikut, yakni :resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri menyalurkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai didalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri (McNair, 1990).

9

Seorang klien yang sedang merasakan nyeri, tidak dapat membedakan komponen-komponen tersebut. Akan tetapi, dengan memmahami setiap komponen, perawat akan terbantu dalam mengenali factor-faktor yang dapat menimbulkan nyeri, gejala yang menyertai nyeri, dan rasional serta kerja terapi yang dipilih.

2.4.1 Resepsi Semua kerusakan seluler, yang disebabkan oleh stimulus termal, mekanik, kimiawi, atas stimulus listrik yang menyebabkan pelepasan substansi yang menghasilkan nyeri. Pemaparan terhadap panas atau dingin, tekanan, friksi, dan zat-zat kimia menyebabkan pelepasan substansi, seperti histamin, bradikinin, dan kalium, yang bergabung dengan lokasi reseptor di nosisseptor(reseptor yang berespons terhadap stimulus yang menbahayakan) untuk memulai transmisi neural, yang dikaitkan dengan nyeri (Clancy dan McVicar, 1992). Tidak semua jaringan terdiri dari reseptor yang mentransmisikan rasa nyeri.Otak

dan

alveoli

paru

merupakan

contoh

jaringan

yang

tidak

mentranmisikan nyeri. Beberapa reseptor berespons yang lain juga sensitive terhadap temperature dan tekanan. Apa bila kombinasi dengan reseptor nyeri mencapai ambang nyeri (tingkat intensitas stimulus minimum yang dibutuhkan untuk membangkitkat suatu impuls saraf ), kemudian terjadilah aktivasi neuron nyeri. Karena terdapat variasi dalam bentuk dan ukuran tubuh, maka didistribusi reseptor nyeri di setiap bagian tubuh bervariasi.Hal ioni menjelaskan subjektivitas anatomis terhadap nyeri (Clancy dan McVicar, 1992).Bagian tubuh tertentu pada individu berbeda lebih atau kurang sensitive terhadap nyeri.Selain itu, individu

10

memiliki kapasitas prodsuksi substansi menghasilkan nyeri yang berbeda-beda, yang dikendalikan oleh gen individu. Impuls saraf, yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar di sepanjang serabut saraf perifer aferen. Dua tipe serabut saraf perifer mengonduksi stimulus nyeri : serabut A-delta yang bermielinasi dan cepat dan serabut C yang tidak bermielinasi dan berukuran sangat kecil serta lambat. Serabut A mengirim sensasi yang tajam, terlokalisasi, dan jelas melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri.Serabut tersebut mengahantarkan mengkomponen suatu cidera akut dengan segera (Jones dan Cory, 1990).Serabut C menyampaikan impuls yang terlokalisasi buruk, visceral, dan terus menerus (Puntillo, 1988). Misalnya, setelah menginjak sebuah paku, seorang individu mula-mula akan merasakan suatu nyeri yang terlokalisasi yang tajam, yang merupakan hasil transmisi serabut-A. Dalam beberapa titik, nyeri menjadi lebih difus yang menyebar sampai seluruh kaki terasa sakit karena persarafan serabut-C.Serabut-C tetap terpapar pada bahanbahan kimia, yang dilepaskan ketika sel mengalami kerusakan. Ketika serabut C dan serabut A-delta mentransmisikan impuls dan serabut saraf perifer maka akan melepaskan mediator biokimia yang mengaktifkan atau membuat peka akan respons nyeri. Misalnya, kalium dan prostaglandin dilepaskan ketika sel-sel local mengalami kerusakan. Transmisi stimulus nyeri melanjut di sepanjang serabut saraf aferen sampai transmisi tersebut berakhir di bagian kornu dorsalis medula spinalis. Didalam kornu dorsalis, neurotransmiter, seperti substansi P dilepaskan, sehingga menyebabkan suatu tranmisi sinapsis dari saraf perifer (sensori) ke safaf traktusspinotalamus (Paic, 1998).

11

Hal ini memungkinkan impuls nyeri di transmisikan lebih jauh kedalam system saraf pusat.Stimulus nyeri berjalan melalui serabut saraf ditratus spinotalamus yang menyebrangi sisi yang berlawanan dengan medulla spinalis.Impuls nyeri kemudian berjalan kearah medulla spinalis.Setelah impuls nyeri naik kearah medulla spinalis, maka informasi di transmisikan dengan cepat ke pusat yang lebih tinggi di otak, termasuk pembentukan reticular, system limbic, thalamus, dan korteks sensori dan korteks asosiasi. Seiring dengan transmisi stimulus nyeri, tubuh mampu menyesuaikan diri atau memvariasaikan resepsi nyeri.Terdapat serabut-serabut saraf di traktus spinotalamus yang beakhir di otak tengah, menstimulasi daerah tersebut untuk menyirim stimulus kembali kebawah kornu dorsalis di medulla spinalis (Paice, 1991).Serabut ini disebut system nyeri desenden, yang bekerja dengan menugaskan neuroregular yang menghambat stimulus nyeri. Respons reflex protektif juga terjadi dengan resepsi nyeri. Serabut delta-A mengirim impuls sensori ke medulla spinalis, tempat sinaps dengan neuron motoric. Impuls motoric menyebar melalui sebuat lengkung reflex bersama serabut saraf eferen (motorik) kembali ke suatu otot perifer dekat lokasi stimulasi. Kontraksi otot menyebabkan individu menarik diri dari sumber nyeri sebagai usaha untuk melindungi diri. Misalnya, apabila tangan seseorang dengan tidak sengaja menyentuh sebuah besi panas, maka akan merasakan sensasi terbakar, tetapi tangannya segera melakukan reflex dengan menarik tangannya dari permukaan besi tersebut. Apabila serabut-serabut superfisial di kulit di stimulasi, maka individu akan menjauh dari sumber nyeri. Apabila jaringan internal seperti membrane mukosa atau otot terstimulasi, maka otot akan memendek dan

12

menegang.Resepsi nyeri membutuhkan system saraf perifer dan medulla spinalis yang utuh.Factor-faktor umum yang mengganggu resepsi nyeri normal meliputi trauma, obat-obatan, pertumbuhan tumor, dan gangguan metabolic. 1) Neuroregulator Neuroregulator atau substansi yang mempengaruhi transmisi stimulus saraf memegang peranan yang penting dalam suatu pengalaman nyeri.Substansi ini ditemukan di lokasi nosiseptor, di terminal saraf di dalam kornu dorsalis pada medulla

spinalis.Neuroregular

dibagi

menjadi

dua

kelompok,

yakni

neurotransmitter dan neuromedulator.Neurotransmitter, seperti subtansi P mengirim impuls listrik melewati celah sinaps di antara dua serabut saraf.Serabut saraf tersebut adalah serabut eksitator dan inhibitor.Neuromodulator memodifikasi aktivitas neuron dan menyesuaikan atau memvariasikan transmisi stimulus nyeri tanpa

secara

langsung

menstranfer

tanda

saraf

melalui

sebuah

sinaps.Neuromoderator diyakini tidak bekerja secara langsung, yakni dengan meningkatkan dan menurunkan efek neurotransmitter tertentu.Indorfin merupakan salah satu contoh neuromodulator.Terapi farnmakologis untuk nyeri secara luas berdasarkan pada pengaruh obat-obatan yang dipilih pada neuroregulator. 2) Toeri Pengontrolan Nyeri (Gate Control) Peneliti mengetahui bahwa tidak ada pusat nyeri tertentu di system saraf.Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat di atur atau dapat di hambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.Mekanisme pertahanan dapat di temukan di sel-sel gelatinosa substansia di dalam kornudorsalis pada medula spinalis, talamus, dan sistem limbik (Clancy dan McVican, 1992).Dengan memahami hal-hal yang dapat

13

mempengaruhi pertahanan ini, maka perawat dapat memperoleh konsep kerangka kerja yang bermanfaat untuk penanganan nyeri.Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri di hantarkan saat sebuah pertahanan di buka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup.Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar terapi menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan akvitas dari neuron sensori dan serbut control desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi P untuk menstransmisi impuls melalui mekanisme pertahanan.Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat melepaskan neurotransmitter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A akan menutup mekanisme pertahanan. Di yakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang di hasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor. Apa bila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersiapkan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri di hantar ke otak, terdapat pusat korteks yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi persepsi nyeri.Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh.Neuromodulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. Teknik distraksi, konseling dan pemberian placebo merupakan upaya untuk melepaskan endofin.Peneliti tidak mengetahui bagaimana individu dapat mengaktifkan endorphin mereka.uma, obat-obatan, pertumbuhan tumor, dan gangguan metabolik.

14

2.4.2 Persepsi Presepsi adalah proses apresiasi sinya yang tiba di pusat sebagai nyeri, penentu pengertiannya dan respons perrilakunya. Hal tersebut dicirikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan dan emosi negatif yang berbeda dan dapat di uraikan sebagai suatu ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh.Baik struktur sistem kortika maupun sistem limbik ikut terlibat dalam presepsi ini.Sinyal nosiseptif dari beberapa neuron proyeksi DH berjalan mealui thalamus menuju korteks somatosensoris kontralateral.Disitu, sinya tersebut dipetakan secara somatotopik untuk mengetahui informasi tentang lokasi, intensitas dan kualitas nyeri.Selain itu, talamus mengirim masukan ainnya ke sistem limbik.Sinyal input ini terhubung dengan input dari saluran spinoretikuler dan spinomesensefali dan memediasi aspek afektif nyeri. Persepsi nyeri di penggaruhi oleh faktor lingkungan di sosial di sekitarnya.Lebih lanjut lagi pengalaman di masa lalu dan budaya juga memiliki pengaruh terhadap presepsi nyeri. Dengan demikian, penyebab nyeri standar seperti pembedahan dapat menyebabkan variasi presepsi nyeri perorangan yang bermakna ( Kuntono, 2011).

2.4.3 Reaksi/ Respon Nyeri Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri. 1.) Respons Fisiologis Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju kebatang otak dan talamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagiandan respon stres.Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri superfisial

15

menimbulkan reaksi “flight-atau-fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum.Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonommenghasilkan respon fisiologis.Apabila nyeri barlangsung selama terus menerus, berat, atau dalam, dan secara tipikal melibatkan organ-organ viseral (seperti nyeri pada infark iokard, kolok akibat kandung empedu atau batu ginjal), sistem saraf parasimpatis menghasilkan suatu aksi.Respons fisiologis terhadap nyeri dapat sangat membahayakan individu.Kecuali pada kasus-kasus nyeri traumatik yang berat yang menyebabkan individu mengalami syok, kebanyakan individu mencpai tingkat adaptasi, yaitu tanda-tanda fisik kembal normal. Dengan demikian, klien yang mengalami nyeri tidak akan selalu memperlihatkan tanda-tanda fisik. 2.) Respon Perilaku Pada saat nyeri dirasakan, pada saat itu juga dimulai suatu siklus, yang apaila tidak diobati atau tidak dilakukan upaya umtuk menghilangkannya, dapat mengubah kuaitas kehidupan individu secara bermakna. Mahon (1994) mncatat bahwa nyeri dapat memiliki sifat mendominasi, yang menggangu kemampuan individu brhubungan dengan orang lain dan merawat diri sendiri. Komponen reaksi nyeri dapat membantu dan menjelaskan mengapa penatalaksanaan nyeri dapat

merupakan

suatu

tantangan.

Meinhart

dan

McCaffery

(1983)

mendeskripsikan 3 fase pengalaman nyeri : antisipasi, sensasi, dan akibat (aftermath). Fase antisipasi terjadi sebelum mempersepsikan nyeri. Seorang individu mengetahui nyeri akan terjadi. Fase antisipasi mungkin bukan merupakan fase yangpaling penting, karena fase tersebut dapat mempengaruhi dua fase lain. Dalam situasi cedera traumatik atau dalam prosedur nyeri yang tidak terlihat, individu tidak akan dapat mengantisipasi nyeri.

16

Antisipasi terhadap nyeri memungkinkan individu untuk belajartentang nyeri dan upaya untuk mengilangkannya.Dengan instruksi dan dukungan yang adekuat, klien belajar untuk memahami nyeri dan mengontrol ansietas sebelum nyeri terjadi.Perawat

berperan

penting

dalam

membantu

klien

selama

fase

antisipatori.Sebagai suatu contoh ialah seorang perawat menjelaskan sensasi kesemutan akibat tusukan jarum.Penjelasan yang benar dpat membantu klien memahami dan mengontrol ansietas yang mereka alami.Pada situasi klien merasa takut atau terlalu cemas, maka antisipasi terhadap nyeri dapat meningkatkan persepsi keparahan nyeri. Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Individu beraksi terhadapat nyeri dengan cara yang berbeda-beda. Toleransi individu terhadap nyeri merupakan titik yaitu terdapat suatu ketidakinginan utnuk menerima nyeri dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi dan durasi yang lebih lama.Tolerabsibergantung pada sikap, motivasi, dan nilai yang diyakini ole seseorang. Nyeri mengancam kesejahteraan fisik dan fisiologis. Klien mungkin memilih untuk tidak mengekspresikan nyeri apabila mereka yakin bahwa ekspresi tiu dapat membuat orang lain merasa tidak nyaman atau hal itu akan merupakan tanda bahwa mereka kehilangan kontrol diri. Klien yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan.Seringkali seorang perawat harus mendorong pasien dengan karakteristik tersebut untuk menerima upayaupaya mengatasi nyeri supaya aktivitas atau asupan nutrisinya tidaka menurun secara drastis.Sebaliknya, seorang klien yang memiliki toleransi yang rendah dapat mencari upaya untuk menghilangkan rasa nyeri sebelum nyeri terjadi. Misalnya, seorang klien meminta aspirin dalam upaya untuk mengantisipasi nyeri

17

kepala.

Kemampuan

mempengaruhi

klien

persepsi

untuk perawat

mentoleransi terhadap

nyeri tingkat

secara

bermakna

ketidaknyamanan

klien.Seringkali perawat bersedia merawat klien yang memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap nyeri. Namun, sangat tidak adil apabila perawat tersebut mengabaikan kebutuhan klien yang tidak dapat mentoleransi nyeri bahkan nyeri yang ringan sekalipun. Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang yang mengindikasikan nyeri meliputi menggeretakkan gigi, memegang bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok, dan ekspresi wajah yang menyeringai.Seorang klien mungkin mengaduh atau menangis, gelisah, atau sering memanggil perawat. Perawat dengan segera akan belajar mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Namun, kurangnya ekspresi nyeri, seperti yang terjadi pada klien yang bingung, tidak selalu berarti bahwa klien tidak mengalami nyeri. Kecuali klien tidak bereaksi secara terbuka terhadap nyeri, akan sulit menentukan sifat dan tingkat ketidaknyamanan yang klien rasakan. Perawat membantu klien untuk mengkomunikasikan respons nyeri secara efektif.Pengetahuan tentang penyakit atau suatu gangguan membantu perawat mengantisipasi nyeri klien.Misalnya, ruptur diskus intravertebra di vertebra lumbar bagian bawah secara khas menyebabkan nyeri di punggung bbagian bawah dan menimbulkan nyeri yang menyebar atau dihantarkan sampai ke tungkai. Fase akibat

(aftermath) nyeri terjadi

ketika nyeri berkurang atau

berhenti.Bahkan walaupun sumber nyeri dikontrol, seorang klien mungkin masih memerlukan perhatian perawat.Nyeri merupakan suatu krisis.Setelah mengalami nyeri, klien mungkin memperlihatkan gejala-gejala fisik, seperti menggigil, mual,

18

muntah, marah, atau depresi.Jika klien mengalami serangkaian episode nyeri yang berulang, maka respons akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat.Perawat membantu klien memperoleh kontrol dan harga diri untuk meminimalkan rasa takut atau kemungkinan pengalaman nyeri. (Potter dan Perry, 2005)

2.5 Intensitas Nyeri / Skala Nyeri atau rasa sakit merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, biasanya berkaitan dengan adanya kerusakan atau yang berpotensi menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Nyeri yang di rasakan seseorang memiliki tingkatan, yakni nyeri ringan, sedang, atau berat yang disebut dengan skala nyeri. Penting kiranya mengetahui skala nyeri terkhusus bagi para praktisi kesehatan untuk menilai tingkat rasa nyeri yang di alami pasien. Skala nyeri akan membantu kita dalam membedakan tingkat beratnya suatu penyakit sehingga dapat membantu menegakan diaknosis yang akurat, membantu merencanakan pengobatan yang tepat, dan mengevaluasi efektifitas pengobatan yang telah di berikan. Wong-baker faces pain rating scale. Skala nyeri yang satu ini tergolong mudah untuk di lakukan karena hanya dengan melihat ekspresi wajah pasien pada saat bertatap muka tanpa kita menanyakan keluhannya. Berikut skala nyeri yang kita nilai berdasarkan ekspresi wajah:

19

Penilaian skala nyeri dari kiri ke kanan: 1. Wajah pertama: merasa senang karena dia tidak merasa sakit sama sekali 2. Wajah kedua: sakit hanya sedikit 3. Wajah ketiga: sedikit lebih sakit 4. Wajah keempat: jauh lebih sakit 5. Wajah kelima: jauh lebih sakit sekali 6. Wajah keenam: sangat sakit luar biasa sampai-sampai menangis Penilaian skala nyeri ini di anjurkan untk tiga tahun keatas. Skala 0-10 (comparative pain scale ): 0

= tidak ada rasa sakit. Merasa normal

1 nyeri hampir tak terasa (sangat ringan ) =sangat ringan, seperti gigitan nyamuk. Sebagian besar waktu tidak pernah berikir tentang rasa sakit. 2

(tidak menyenangkan) = nyeri ringan, seperti cubitan ringan pada kulit.

3 (bisa ditoleransi) = nyeri sangat terasa, seperti pukulan ke hidung menyebabkan hidung berdarah, atau suntikan oleh dokter. 4 ( menyedihkan) = kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit gigi atau rasa sakit sengatan lebah. 5 ( sangat menyedihkan) = kuat, dalam, nyeri yang menusuk, seperti pergelangan kaki terkilir

20

6 ( intens) = kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga tampaknya sebagian mempengaruhi indra, menyebabkan tidak fokus, komunikasi terganggu. 7 ( sangat intens) = sama seperti enam kecuali bahwa rasa sakit benar-benar mendominasi indra menyebabkan tidak dapat berkomunikasi dengan baik dan tak mampu melakukan perawatan diri. 8 ( benar-benar mengerikan) = nyeri begitu kuat sehingga anda tidak lagi dapat berpikir dengan jernih dan sering mengalami perubahan kepribadian yang parah jika sakit darang dan berlangsung lama. 9 ( menyiksa tak tertahankan) = nyeri begitu kuat sehingga anda tidak bisa mentolerirnya dan sampai-sampai menuntut untuk segera menghilangkan rasa sakit apapun caranya, tidak peduli apa efek samping ata risikonya. 10 ( sakit tak terbayangkan tak dapat di ungkapkan) = nyeri begitu kuat tak sadarkan diri. Kebanyakan orang tidak pernah mengalami skala rasa sakit ini. Karena sudah keburu pingsan seperti mengalami kecelakaan parah, tangan hancur, dan kesadaran akan hilang sebagai akibat dari rasa sakit yang luar biasa parah. Pengelompokan: 1. Skala nyeri 1-3 berarti nyeri ringan ( masih bisa di tahan, aktivitas tak terganggu ) 2. Skal nyeri 4-6 berarti nyeri sedang ( mengganggu aktivitas fisik) 3. Skala nyeri 7-10 berarti nyeri berat ( tidak dapat melakukan aktivitas secara mandiri) Jika skala nyeri di gabungkan maka akan menjadi seperti gambar di bawah ini:

21

( Muhlisin, 2015)

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Respon Terhadap Nyeri Berbagai faktor yang mempengaruhi nyeri antara lain lingkungan, umur, kelelahan, riwayat sebelumnya, mekanisme pemecahan masalah, kepercayaan atau agama, budaya dan tersedianya orang-orang yang memberi dukungan. Nyeri dapat diperberat dengan adanya rangsangan dari lingkungan yang berlebihan misalnya kebisingan, cahaya sangat terang dan kesediaan. Toleransi terhadap nyeri meningkat sesuai dengan pertambahan usia, misalnya semakin bertambah usia seseorang maka semakin bertambah pula pamahaman terhadap nyeri dan usaha mengatasinya. Kelelahan juga meningkatkan nyeri dan banyak orang merasa lebih nyaman setelah tidur.Riwayat sebelumnya dan mekanisme pemecahan masalah berpengaruh pula terhadap seseorang dalam mengatasi nyeri, misalnya ada beberapa kalangan yang menganggap nyeri sebagai suatu kutukan. Tersedinya orang-orang yang memberi dukungan sangat berguna bagi seseorang dalam mengalami nyeri, misalnya anak-anak akan merasa lebih nyaman bila dekat dengan orang tuanya. Rasa nyeri merupakan suatu hal yang bersifat kompleks, mencakup pengaruh fisiologis, sosial, spiritual, psikologis, dan budaya.Oleh karena itu, pengalaman nyeri masing-masing individu adalah berbeda mengingat semua faktor

22

memengaruhi klien yang mengalami nyeri, hal ini penting untuk memastikan pendekatan holistik (menyeluruh) dalam pengajian dan perawatan klien.

2.6.1 Faktor Fisiologis Faktor fisiologis dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu : 1.) Usia Usia dapat mempengaruhi nyeri, terutama pada bayi dan dewasa akhir. Perbedaan tahap perkembangan yang ditemukan diantara kelompok umur tersebut memengaruhi bagamiana anak-anak dan dewsa akhir berespon terhadap nyeri.Anak-anak memiliki kesulitan dalam mengenal nyeri dan prosedur-prosedur yang diberikan oleh perawat yang menyebabkan nyeri.Anak-anak yang kemampuan

kosakatanya

belum

berkembang

memiliki

kesulitan

dalam

menggambarkan dan mengekspresikan nyeri secara verbal kepada orang tuanya atau petugas kesehatan. Anak usia 1-3 tahun (toddler) dan usia 4-5 tahun (pra sekolah) belum mampu mengingat penjelasan entang nyeri atau ang berhubungan dengan nyeri, dengan pengalaman yang terjadi dengansituasi yang berbeda-beda. Dengan pertimbangan tahap perkembangan ini, perawat perlu mengadaptasi pendekatan dalam mengkaji nyeri pada anak dan bagaimana perawat mempersiapkan anak akan adanya prosedur medis yang menyakitkan. Saat klien dewasa mengalami nyeri, bisa saja mengalami kerusakan ststus fungsional yang serius.Nyeri memiliki potensial terhadap penurunan mobilisasi, aktivitas harian, aktivitas sosial dalam rumah dan toleransi aktivitas.Kemampuan orang dewasa dalam mengnafsirkan nyer yang dirasakan sangat sulit. Mereka terkadang menderita banyak penyakit dengan gejala yang tidak jelas terkadang memengaruhi

23

bagian-bagian tubuh yang sama. Sebagai contoh, nyeri dada tidak selalu mengidikasikan adanya serangan jantung tetapi besa saja hal tersebut merupakan gejala radang sendi(artritis) pada tulang belakang. Ada beberapa kesalah pahaman tentang menajemen nyeri pada dewasa awal dan dewasa akhir, dimana perawat perlu fokus sebelum dapat memberikan interfensi yang adekuat kepada klien. 2.) Kelemahan (Fatigue) Kelemahan

meningkatkan

persepsi

terhadap

nyeri

dan

menurunkan

kemampuan untuk mengatasi masalah. Apabila kelemahan terjadi di sepanjang waktu istirahat, persepsi terhadap nyeri akan lebih besar. Nyeri terkadang jarang dialami setelah tidur/istirahat cukup daripada di akhir hri yang panjang. 3.) Gen Riset terhadap orang yang sehat mengungkapkan bahwa informasi ginetik yang diturunkan dari orang tua memungkinkan adanya peningkatan atau penurunan sensitivitas seseorang terhadap nyeri.Pembentukan sel-sel genetik kemungkinan dapat menentukan ambang nyeri seseorang atau toleransi terhadap nyeri. 4.) Fungsi Neurologis Fungsi neurologis klien memengaruhi pengalaman nyeri. Faktor apa saja yang dapat mengganggu atau mempengaruhi penerimaan atau presepsi nyeri yang normal (contoh: cidera medula spinalis, neuropatik perifer, atau penyakit-penyakit saraf) dapat memengaruhi kesadaran dan respon klien terhadap nyeri. Beberapa agen farmakologis (analgesik, sedatif, dan anestesi) memengaruhi persepsi dan respon terhadap nyeri, karena itulah membutuhkan asuhan keperawatan yang bersifat preventif.

24

2.6.2 Faktor Sosial Faktor sosial dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu : 1.) Perhatian Tingkatan dimana klien memfokuskan perhatiannya terhadap nyeri yang di rasakan memengaruhi persepsi nyeri. Meningkatnya perhatian berhubungan dengan meningkatnya nyeri, sebaliknya distraksi berhubungan dengan respons nyeri (Caroll dan Seers, 1998). Konsep ini merupakan salah satu konsep yang di aplikasikan perawat dalam berbagai intervensi penanganan nyeri seperti relaksasi, imajinasi terpimpin (Guided Imagery), dan masase. Dengan menfokuskan perhatian dan konsentrasi klien terhadap stimulus lain, kesadaran mereka akan adanya nyeri menjadi menurun. 2.) Pengalaman Sebelumnya Setiap orang belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya. Adanya pengalaman sebelumnya bukan berarti seseorang tersebut akan lebih mudah menerima rasa nyeri di masa yang akan datang. Frekuensi terjadinya nyeri di masa lampau yang cukup sering tanpa adanya penanganan atau penderitaan akan adanya nyeri yang lebih berat dapat menyebabkan kecemasan atau bahkan ketakutan yang timbul secara berulang. Sebaliknya, apabila seseorang telah memiliki pengalaman yang berulang akan rasa nyeri yang sejenis namun nyerinya telah dapat ditangani dengan baik, maka hal tersebut dapat memudahkannya untuk menginterpretasikan sensasi nyeri. Sebagai hasilnya, klien menjadi lebih baik dalam persiapan untuk mengambil tindakan yang perlu dilakukan dalam menangani nyeri.Ketika klien tidak memiliki pengalaman terhadap kondisi yang menyakitkan, persepsi pertama terhadap nyeri tersebut dapat merusak kemampuan seseorang untuk mengatasi

25

masalah. Sebagai contohnya, setelah menjalani operasi abdomen, apabila klien mengalami nyeri yang hebat akibat insisi dalam beberapa hari, maka itu adalah suatu hal yang umum terjadi. Terkecuali jika klien merasa sadar akan hal ini, maka serangan awal nyeri tersebut akan terlihat seperti komplikasi yang serius. Daripada berpartisipasi secara aktif dalam latihan tenik bernapas pascaoperasi, klien akan lebih memilih untuk berbaring tak bergerak di tempat tidur dan mempertahankan teknik pernapasan dangkal karena telah terjadi suatu ketakutan akan sesuatu yang salah. Dalam fase antisipasi dari pengalaman nyeri, perawat perlu untuk mempersiapkan klien melalui penjelasan yang jelas tentang jenis nyeri yang mungkin akan timbul dan metode-metode yang digunakan untuk mengurangi nyeri tersebut. Hal ini biasanya menghasilkan penurunan presepsi nyeri. 3.) Keluarga dan Dukungan Sosial Orang dengan nyeri terkadang bergantung pada anggota keluarga yang lain atau teman dekat untuk dukungan, bantuan, atau perlindungan. Meski nyeri masih terasa, tetapi kehadiran keluarga atau teman terkadang dapat membuat pengalaman nyeri yang menyebabkan stres sedikit berkurang.Kehadiran orang tua sangat penting bagi anak-anak yang mengalami nyeri.

2.6.3 Faktor Spiritual Spiritualitas menjangkau antara agama dan mencakup pencarian secara aktif terhadap makna situasi dimana seseorang menemukan dirinya sendiri. Pertanyaan spiritual meliputi: “mengapa hal ini bisa terjadi padaku?”, “ mengapa saya sangat menderita?”. nyeri secara spiritual berjalan melebihi apa yang kita bisa liat.

26

“mengapa Tuhan melakukan ini padaku?”. “apakah pnderitaan ini mengajarkan aku tentang sesuatu?”. Aspek-aspek spiritual lain yang perlu diperhatikan mencakup kehilangan rasa kemandirian dan menjadi beban bagi keluarga (otis Green et al., 2002).komponen pengkajian spiritual seperti FICA (keyakinan dan kepercayaan/Faith and Belieeve, kepenting/importance, komunitas/community, dan Fokus/Tindakan perawatan [Addres/action in care]) bisa didapatkan (Maxmell et al., 2005). Penting bagi perawat untuk menunjukkan ekspresi kepada klien bahwa mereka (klien) itu penting. Pertimbangan akan adanya permintaan untuk konsultasi agama (dengan pendeta) dari klien dengan nyeri kronis. Mengingat bahwa nyeri merupakan pengalaman yang memiliki komponen fisik dan emosional.Oleh karena itu, pemberian intervensi yang direncanakan untuk mengobati kedua aspek tersebut adlah hal penting dalam manajemen nyeri.

2.6.4 Faktor Psikologis 1.) Kecemasan Tingkat dan kualitas nyeri yang diterima klien yang berhubungan dengan arti nyeri

tersebut.Hubungan

antara

nyeri

dan

kecemasan

bersifat

kompleks.Kecemasan terkadang meningkat persepsi terhadao nyeri, tetapi nyeri juga menyebabkan perasaan cemas.Sulit untuk memisahkan dua perasaaan tersebut.Wall dan Melzack (1999) melaporkan bahwa stimulus nyeri yang mengaktifasi bagian dari sistem limbik dipercaya dapat mengontrol emosi, terutama kecemasan.Sistem limbik memproses reaksi emosional terhadap nyeri, apakah dirasa mengganggu atau berusaha untuk mengurangi nyeri tersebut penyakit yang kritis atau klien yang mengalami cedera yang terkadang merasa

27

kurang bisa mengontrol situasi di lingkungan sekitar dan perawatnya memilik kecemasan yang tinggi.Kecemasan ini memicu adanya masalah manajemen nyeri yang

serius.Pendekatan

farmakologis

maupun

nonfarmakologis

terhadap

manajemen nyeri adalah tepat; bagaimanapun, obat untuk mengatasi analgesik. 2.) Teknik Koping Teknik koping memengaruhi kemampuan untuk mengatasi nyeri.Seseorang yang memilikikontrol terhadap situasi internal merasa bahwa mereka dapat mengontrol kejadian-kejadian dan akibat yang terjadi dalam hidup mereka, seperti nyeri (Gil, 1990).Sebaliknya, seseorang yang memiliki kontrol terhadap situasi eksternal merasa bahwa faktor-faktor lain dalam hidupnya; seperti peerawat, bertanggung jawab terhadap akibat suatu kejadian.Konsep ini diaplikasikan dalam penggunaan

analgesik

yang

dikontrol

klien

(patient-controlled

analgesia/PCA).Klien yang dapat melakukan pemberian obat nyeri secara intravena dalam dosis rendah secara mandiri ketika terjadi nyeri akut berhasil mencapai kontrol nyeri lebih cepat daripada mereka yang bergntung pada perawat dalam pemberian obat nyeri dengan dosis intermiten.Penting bagi perawat untuk mengerti sumber koping yang digunakan klien selama terjadi pengalaman yang menyakitkan. Sumber-sumber tersebut, seperti komunikasi dengan keluarga yang mendukung, latihan fisik, atau berdoa dapat digunakan dalam rencana perawat untuk mendukung klien dan memberikan tingkat penanganan nyeri.

2.6.5 Faktor Budaya 1.) Arti dan Nyeri

28

Sesuatu yang diartikan seseoangsebagi nyeri akan memengaruhi pengalaman nyeri dan bagaimana seseorang beradaptasi terhadap kondisi tersebut. Hal ini terkadang erat kaitannya dengan latar belakang budaya seseorang. Seseorang akan merasakan sakit yang berbeda apabila hal tersebut terkait dengan ancaman, kehilangan, hukuman, atau tantangan. Sebagai contoh, wanita yang melahirkan akan merasakn sakit yang berbeda dibandingkan dengan wanita yang memiliki riwayat

penyakit kanker yang baru merasakan sakit dan ketakutan akan

terulangnya nyeri tersebut. 2.) Suku Bangsa Nilai-nilai dan kepercayaan terhadap budaya memengaruhi bagaimana seorang individu mengatasi rasa sakitnya.Individu belajar tentang apa yang diharapkan dan diterima oleh budayanya, termasuk bagaimana reaksi terhadap nyeri (Davidhizar dan Giger, 2004; Lasch,2002). Para petugas kesehatan terkadang salah menduga bahwa setiap orang akan bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang sama. Ada perbedaan makna dan perilaku yang berhubungan dengan nyeri antara beragam kelompok budaya. Pemahaman akan makna nyeri membantu perawat untuk membuat rencana perawatan berdasarkan latar belakang budaya orang yang mengalami nyeri. Budaya memengaruhi ekspresi nyeri.Beberapa budaya percaya bahwa menentukan rasa sakit adalah suatu hal yang wajar. Sementara yang lain cenderung unuk lebih introvert. Selain itu, penting juga untuk tahu di tingkat manakah suatu anggota dari kebudayaan tertentu telah berasimilasi ke dalam perkumpulan masyarakat Amerika.Sebagai contoh, apabila beberapa generasi dari keluarga klien Hispanik (Spinyol/Amerika Latin) tela lama tinggal di Amerika

29

Serikat, pengaru dari budaya Spanyol mungkin kurang; sebaliknya klien yang meeupakan imigrasi baru, masih menganut norma-norma budaya mereka. Sebagai perawat, kita perlu menggali akibat yang mungkin terjadi dari adanya perbedaan

budaya

terhadap

pengalaman

nyeri

klien,

dan

membuat

penyesuaianterhadap rencana perawatan.Bekerjasamalah dengan klien dan keluarga dalam memfasilitasi komunikasi tentang pengkajian dalam manajemen nyeri.Cari komponen pengkajian yang tepat terkait dengan budaya, dan komunikasikan penggunaan komponen tersebut terhadap terhadap petugas kesehatan lainnya.

2.7 Penatalaksanaan 2.7.1 Pendekatan Medis 1.) Pemberian analgesik obat golongan analgesik akan merubah prespsi dan interprestasi nyeri dengan cara mendepresi sistem saraf pusat pada taramus dan korteks serebri. Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan nyeri yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri. Contohnya obat analgesik yakni asam salisilat (non narkotik), morphin (narkotik). 2.) Plasebo-plasebo merupakan obat yang tidak mengandung komponen obat analgesik seperti gula, larutan garam/normal saline, atau air. Terapi menurunkan rasa nyeri hal ini karena faktor persepsi kepercayaan pasien. (Dwi Siwantar, 2015)

30

2.7.2 Pendekatan Keperawatan 1) Distraksi Distraksi yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri , dapat menjadi strategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik lainnya. Seseorang yang , yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit perhatian pada nyeri, akan sedikit terganggu oeh nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi juga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak.Perbedaan nyeri secara umum meningkat dalam hubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang dipakai, dan minat individu daam stimuli. Karenanya, stimulasi pengelihatan, pendengaran dan sentuhan mungkin akan lebihefektif dalam menurunkan nyeri dibandingkan stimulasi satu indera saja. Distraksi

dapat

berkisar

dari

hanya

pencegahan

motonon

sampai

menggunakan aktivitas fisik dan mental yang sangat kompleks.Kunjungan dari keluarga dan teman sangat efek dalam meredakan nyeri. Tidak semua pasien mencapai perbedaan melalui distraksi, terutama mereka yang dalam nyeri hebat, pasien tidak akan berkonsentrasi cukup baik untuk ikut serta dalam aktivitas mental atau fisik yang kompleks. Seseorang yang tidak mendapat manfaat dari distraksi harus dipikirkan. Pasien yang menggunakan pompa ADP, selam waktu

31

2) Relaksasi Menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam sehingga paru-paru terisi penuh, menghembuskan napas secara perlahan, serta melemaskan otot-otot tangan, kaki, perut, dan punggung.Uangi hal ini beberapa kali sampai tubuh terasa nyaman, tenang, dan rileks. 3) Skinstimulation : Fiksasi, Kompres ( Panas/ Dingin ) (1) Panas Tempelkan pada bagian tubuh yang nyeri, menggunkan kantong karet atau botol yang berisi air hangat atau hamnuk yang dicelupka pada air hangat dengan temperature 40-50°C atau bila sulit mengukurnya, coba pada dahi terlebih dahulu, jangan sampai terlalu panas atau disesuaikan dengan panasnya kenyamanannya yang akan diproses. Selanjutnya peras kain yang digunakan untuk mengompres, jangan terlalu basah. Setelah itu, lama kompres sekitar 15-20 menit dan dapat diperpanjang. Sebaiknya diikuti dengan latihan pergerakkan atau pemijatan. Dampak fisiologis dari kompres hangat adalah pelunakan jaringan fibrosa, membuat otot tubuh menjadi releks menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri, dan memperlancar aliran darah. (2) Dingin Gunakan kantong berisi air es, bia juga berupa handuk yang dicelupkan kedalam air dingin. Kompres dingin dilakukan dekat lokasi nyeri, disisi tubuh yang berlawanan tetapi berhubungan dengan lokasi nyeri, atau dilokasi yang terletak antara oatak dan lokasi nyeri. Kompres dingin dapat dilakukan dalam waktu kirang lebih 5 menit, 5-10 menit dan

32

20-30 menit atau setiap 2 jam sekali tergantung pada tingkat nyeri. Dampak fsiologinya fasokonstriksi, penurunan metabolik, membantu mengntrol peradarahan dan pembengkakan karena trauma, mengurangi nyeri dan menurunkan aktivitas uung saraf pada otot.

33

Related Documents

Bab 2 - Konsep Asas
December 2019 35
Bab 1 & Konsep
August 2019 35
Bab 1 - Konsep Asas He
April 2020 17

More Documents from "Hakimah K. Suhaimi"