BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Teori Umum A. Dispersi Koloid Sistem terdispersi adalah sistem yang terdiri atas bahan partikulat, yang dikenal sebagai fase terdispersi, yang terdistribusi diseluruh medium kontinu atau medium dispersi. Bahan-bahan terdispersi dapat berkisar dari partikel-partikel berdimensi atom dan molekul sampai partikel-partikel yang memiliki ukuran dalam satuan milimeter (Martin, 2011). Menurut Loyd V. Allen dkk (2013) Partikel koloid biasanya lebih besar dibandingkan atom, ion atau molekul dan umumnya terdiri dari agregat berbagai molekul, meskipun dalam protein tertentu dan polimer organic , molekul tunggal besar dan dapat menjadi dimensi koloid dan membentuk dispersi koloid. Sistem terdispersi dapat digolongkan berdasarkan diameter partikel rata-rata bahan terdispersi. Ukuran fase terdispersi sistem terdispersi umumnya digolongkann dalam 3 tipe yakni dispersi molekuler, dispersi koloid, dan dispersin kasar. Kisaran ukurann dan beberapa sifat masing-masing golongan tersebut diperlihatkan pada tabel : Golongan
Kisaran
Sifat sistem
Contoh
ukuran partikel Dispersi
Kurang dari Tidak terlihat dengan Molekul
molekuler 1 nm
mikroskop Dapat ultrafilter
ion-ion melewati glukosa dan
oksigen, biasa,
membran semipermeabel Mengalami
difusi
cepat Dispersi
1 nm sampai Tidak dapat dianalisis Sol perak koloid,
koloid
0,5 𝜇m
dengan
mikroskop polimer alam dan
biasa
(walaupun sintesis,
dapat
terdeteksi mentega,
keju, cat,
dengan
susu, krim cukur,
ultramikroskop)
dll
Dapat terlihat dengan mikroskop elektron Dapat
melewati
membran semipermeabel Difusi
berlangsung
sangat lambat Dispersi
Lebih besar Dapat terlihat dengan Butir-butir
pasir,
kasar
dari 0,5 𝜇m
besar
mikroskop
sebagian
Tidak dapat melewati emulsi kertas saring biasa
dan
suspensi
Tidak
berdialisis farmasetis, sel-sel
melalui
membran darah merah
semipermeabel Tidak berdifusi Sumber : Martin, 2011 Ukuran partikel bukan hanya kriteria penting untuk menentukan kondisi koloid. Sifat fase dispersi sehubungan dengan fase terdispersi
juga merupakan hal yang penting. Daya Tarik atau tidak adanya daya Tarik antara fase terdispersi dan medium dispersi mempengaruhi kemudahan pembuatan karakteristik dispersi. Apabila fase terdispersi berinteraksi cukup baik dengan medium dispersi, disebut liofilik, yang berarti suka dengan pelarut. Apabila derajat daya Tarik kecil disebut liofobik, atau tidak suka dengan pelarut (Allen, Loyd, 2013). Berdasarkan interaksi partikel-partikel, molekul-molekul atau ionion fase terdispersi dengan molekul-molekul medium dispersi system koloid paling sesuai digolongkan dalam 3 kelompok yaitu: 1. Koloid Liofilik Sistem yang mengandung partikel-partikel yang banyak berinteraksi dengan medium dispersi. Karena afinitasnya tinggi pada medium dispersi, bahan-bahan tersebut relatif mudah membentuk dispersi koloid. 2. Koloid Liofobik Sistem yang mengandung bahan-bahan yang mempunyai tarik menarik kecil terhadap medium dispersi. 3. Koloid Gabungan: Misel dan Konsentrasi Misel Kritis Koloid gabungan atau amfifilik adalah sistem yang terdiri dari dua daerah yang berbeda yang memiliki afinitas terhadap larutan yang berlawanan didalam molekul atau ion yang sama. Jika terdapat dalam suatu medium cair dengan konsentrasi rendah, amfifil berada dalam keadaan terpisah-pisah dan berukuran subkoloid. Jika konsentrasi ditingkatkan, terjadi agregasi pada suatu kisaran konsentrasi yang sempit (Martin, 2011). Pada koloid liofilik, fase dispersi pada umumnya stabil meskipun ada elektrolit.Dispersi kemungkinan mengalami salting out (pengusiran garam) oleh adanya elektrolit yang sangat mudah larut dalam konsentrasi tinggi. Efek ini terjadi karena desolvasi molekul liofilik.
Sedangkan pada koloid liofobik,fase dispersinya tidak stabil bila ada elektrolit bahkan dalam konsentrasi kecil sekalipun.Hal ini disebabkan netralisasi muatan yang dimiliki partikel-partikel serta koloid liofilik menggunakan efek pelindung (Martin, 2011). Biasanya zat yang digunakan sebagai pengental adalah garam elektrolit seperti natrium klorida (NaCl) (Howard, 1974). Pada umumnya semakin tinggi konsentrasi garam maka viskositas akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh beberapa sistem koloid akan membentuk gel dengan penambahan ion-ion logam (Hoefler, 2004). Namun setelah titik maksimum kekentalan tercapai, penambahan garam akan menurunkan kekentalan (Howard, 1974). Hal ini mengindikasikan bahwa grafik yang dibentuk oleh kekentalan dan penambahan garam akan memperlihatkan kurva viskositas berbentuk lonceng atau pola parabola yang mempunyai titik optimum dalam nilai viskositas (Kurniawati Yulia, 2015). Sifat-sifat dispersi koloid : 1. Filtrasi (penyeringan) Partikel-partikel koloid dapat melalui pori-pori dari kertas saring biasa yang tidak dapt dilalui partikel suatu suspensi jadi penyaringan biasa tidak dapat dilakukan. Membran koloidon membuat partikel koloid tidak dapat lewat jadi dapat dipisah dari medium pendispers. 2. Pengendapan Partikel suspensi dengan air bila dibiarkan akan mengendap sendiri karena adanya gaya berat kecepatan mengendap dipengaruhi besar partikel. 3. Efek tyndall Bila cahaya dijatuhkan pada larutan koloid, tergantung konsentrasi zat terdispersi maka larutan dapat terlihat keruh seperti suspensi / jernih seperti larutan. Apabila ada cahaya koloid dilihat tegak lurus
dari arah sinar maka jalan yang dilalui sinar akan terlihat kabur meski larutan koloid jernih. Jalan yang kabur dari sinar tersebut adalah kerucut tyndall yang terjadi karena tersebarnya cahaya oleh partikel kecil kolid. 4. Difusi, Dialisis Dibandingkan denganlarutan biasa, partikel-pertikel koloid relative besar sehingga kecepatan difusi dari suatu koloid dibandingkan dengan larutan biasa dapat diabaikan. Berdasarkan perbedaan kecepatan berdifusi ini dan juga karena sifat-sifat partikel koloid yang tak dapat melewati membrantertentu, terhadap larutan koloid dapat dilakukan dialysis. Dialysis adalah cara pemindahan partikel-partikel kolid dari ion-ion yang terdapat didalamnya 5. Gerak brown Partikel koloid hanya dapat bergerak dengan sedikit tetapi karena adanya tumbukan dengan molekul fase pendispers gerakannya akan terbentuk zig zag yang dapat dilihat dengan mikroskop. 6. Muatan listrik pada koloid Fase terdispersi pada koloid mengandung muatan listrik. Muatan dapat positif atau negatif sedangkan medium pendispers akan memiliki muatan berlawanan (Sukmariah,1990). Koloid dalam bidang farmasi
digunakan secara meluas,
contohnya obat-obat tertentu yang memiliki sifat terapeutik dibuat dalam bentuk koloid. Tembaga koloidal digunakan untuk terapi kanker, emas koloidal sebagai senyawa diagnosis untuk paresis dan merkuri koloidal untuk sifilis. Selain itu protein yang merupakan koloidal alami penting dan terdapat ditubuh sebagai komponen otot, tulang dan kulit. Elektrolit koloidal
(bahan
aktif
permukaan)
terkadang
digunakan
untuk
meningkatkan kelarutan , kestabilan dan rasa senyawa-senyawa tertentu pada sediaan farmasetika dalam air atau minyak (Martin, 2011). Selain beberapa aplikasi farmasetika yang telah disebutkan, koloid juga digunakan sebagai sistem pengantaran obat seperti hydrogel untuk pelepasan obat berkelanjutan, mikropartikel untuk penghantaran
obat
bertarget,
emulsi
dan
mikroemulsi
untuk
pengantaran obat terkendali dan bertarget, liposom dan misel untuk pengantaran obat bertarget , nanopartikel untuk pengantaran obat bertarget dan sebagai alat navigasi in vivo dan yang terakhir nanokristal sebagai zat pencitra (Martin, 2011).
B. Tegangan Antar Muka Dalam keadaan cair daya kohesi antar molekul-molekul yang berdekatan terbentuk dengan baik. Molekul-molekul dalam bulk cairan dikelilingi oleh molekul-molekul lain dari segala arah. Molekul-molekul tersebut mempunyai daya tarik menarik yang sama. Sebaliknya molekul-molekul pada permukaan (yaitu pada antar muka cairan-udara) hanya dapat membentukgaya tarik menarik kohesi dengan molekulmolekul cairan lain yng berada dibawah atau didekat molekul-molekul tersebut. Molekul-molekul ini dapat membentuk gaya tarik menarik adhesi dengan molekul-molekul yang menyusun fase lain yang terlibat dalam antar muka, walaupun dalam khasus antar muka cairan-gas, gaya tarik menarik adhesi ini kecil (Martin, 2011). Efek akhir dari hal ini adalah molekul-molekul pada permukaan cairan mengalami gaya kedalam kearah bulk. Gaya seperti itu menarik keseluruhan molekul antar muka sehingga mengerutkan permukaan. Hal ini menghasilkan suatu tegangan permukaan (Martin, 2011).
Tegangan pada permukaan ini adalah gaya persatuan panjang yang
harus
diberikan
sejajar
dengan
permukaan
sehingga
mengimbangi keseluruhan tarikan kedalam. Tegangan permukaan mempunyai satuan dyne/cm dalam sistem cgs dan N/m dalam sistem SI. Tegangan antar muka adalah gaya persatuanpanjang yang terdapat pada antar muka dua fase cairan yang tidak dapat bercampur. Seperti tegangan permukaan, tegangan antar muka mempunyai satuan dyne/cm. tegangan antar muka biasanya lebih kecil daripada tegangan permukaan karena gaya adhesi antar dua fase cairan membentuk suatu antar muka lebih besar daripada antara suatu cairan dengan suatu gas (Martin, 2011). Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam mengukur tegangan permukaan dan tegangan antarmuka, diantaranya adalah metode kenaikan kapiler dan metode Du Nouy. 1. Metode kenaikan kapiler Digunakan untuk mengukur tegangan permukaan. Prinsip kerjanya adalah bila suatu kapiler dimasukkan dalam labu berisi zat cair maka pada umumnya zat cair akan naik di dalam tabung sampai jarak tertentu. Dengan mengukur kenaikan ini, tegangan muka dapat ditentukan karena diimbangi oleh gaya gravitasi ke bawah dan bobot dari cairan tersebut. 2. Metode Du Nouy Tensiometer DuNouy, dipakai untuk mengukur tegangan permukaan dan tegangan antarmuka.
Prinsip kerjanya adalah gaya yang
diperlukan untuk melepaskan suatu cincin platina-iridium yang dicelupkan pada permukaan atau antarmuka adalah sebanding dengan tegangan permukaan atau tegangan antarmuka. Gaya yang diperlukan tersebut dalam satuan dyne (Sinala Santi, 2016).
Surfaktan merupakan senyawa yang memiliki kemampuan menurunkan tegangan permukaan yang memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik dalam satu molekul. Gugus hidrofilik dan hidrofobik yang terdapat pada surfaktan menyebabkan surfaktan dapat digunakan sebagai bahan pembusa atau emulsifier dalam industri farmasi, kosmetik, kimia, pertanian dan pangan. Surfaktan sebagian besar diproduksi dari minyak bumi, namun ancaman akan kekurangan sumber energi tak terbarukan, menyebabkan industri yang memproduksi surfaktan beralih menggunankan bahan baku yang dapat diperbaharui (renewable) dan ramah lingkungan (Sukkary dkk., 2007). Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa kimia yang ketika dilarutkan dalam air atau pelarut lain akan menempati posisi pada batas lapisan anatarmuka dua fase sistem, fase cair dengan padat atau fase cair dengan cair serta fase gas dengan fase cair dan melakukan modifikasi sifat permukaan dua fase tersebut. Proses modifikasi mungkin akan disertai dengan pembentukan busa, koloid, emulsi, suspensi, dispersi, atau aerosol (Wittcoff and Reuben, 1973). Menurut Porter (1989), sifat-sifat yang umum dimiliki oleh surfaktan adalah adsorpsi. Banyak zat-zat kimia yang menghasilkan busa dan mampu membasahi permukaan suatu bahan tetapi tidak termasuk ke dalam jenis surfaktan seperti metil alkohol dalam larutan berair. Karakter utama surfaktan adalah memiliki konsentrasi yang lebih tinggi pada permukaan daripada bagian larutan lainnya. Peristiwa ini dikenal sebagai adsorpsi dan memungkinkan untuk terjadi pada lapisan antara cairan dengan padatan, cairan dengan cairan serta gas dengan cairan.
II. 2 Uraian Bahan 1.
Aquadest ( FI ed III, hal 96) Nama Resmi
: Aqua destillata
Nama lain
: Air suling
RM/ BM
: H2O/ 18,02
Pemerian
: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
: Pelarut
2. Gelatin (FI ed III, hal 265; Rowe R.C, 2006, hal. 278) Nama resmi
: Gelatinum
Nama lain
: Gelatin
RM/ BM
: C102H151N31O39 / 20.000-200.000
Pemerian
: Lembaran, kepingan, serbuk atau butiran, tidak berwarna atau kekuningan pucat, bau dan rasa lemah
Kelarutan
: Jika direndam dalam air mengembang dan menjadi
lunak,
berangsur-angsur
menyerap air 5 sampai 10 kali bobotnya, larut dalam air panas dan jika didinginkan membentuk budir, praktis tidak larut dalam etanol 95% P, dalam kloroform P dan dalam eter P, larut dalam campuran gliserol dan air jika dipanaskan lebih mudah larut, larut dalam asam asetat Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Penggunaan
: Agen pensuspensi
3.
Gom Arab (FI ed V, hal 501; Rowe R.C, 2006, hal 1) Nama resmi
: Gummi acaciae
Nama lain
: Gom akasia, gom arab
BM
: 240.000 – 580.0000
Pemerian
: Tidak berbau
Kelarutan
: Larut hampir sempurna dalam 2 bagian bobot
air,
tetapi
sangat
lambat,
meninggalkan sisa bagian tanaman dalam jumlah yang sangat sedikit, praktis tidak larut dalam etanol dan dalam eter. Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Penggunaan
: Agen pensuspensi
4. Minyak jarak (FI ed V, hal 868) Nama resmi
: Oleum ricini
Nama lain
: Minyak jarak, castor oil
RM/ BM
: C59O9H110/ 939,50
Pemerian
: Cairan kental, transparan, kuning, pucat atau hampir tidak berwarna, bau lemah, bebas dari bau asing dan tengik, rasa khas
Kelarutan
: Larut dalam etanol, dapat bercampur dengan etanol mutlak, dengan asam asetat glasial, dengan kloroform dan dengan eter
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan hindarkan dari panas berlebihan Penggunaan
: Sampel pada tegangan permukaan
5. Tween 60 (FI ed V, hal 1038 dan Martindale ed 29 hal 1247) Nama resmi
: Polysorbate 60
Nama lain
: Polisorbat 60, tween 60
RM
: C64H126O26
Pemerian
: Cairan seperti minyak atau semi gel, kuning hingga jingga, berbau khas lemah
Kelarutan
: Larut dalam air, dalam etil asetat dan dalam toluene, tidak larut dalam minyak mineral dan dalam minyak nabati
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat Penggunaan
: Sampel pada tegangan Permukaan
6. Tween 80 (FI ed V, hal 1038 dan Martindale ed 29 hal 1247) Nama resmi
:
Polysorbate 80
Nama lain
:
Polisorbat 80, tween 80
RM
:
C64H124O26
Pemerian
:
Cairan seperti minyak, jernih, berwarna kuning muda hingga cokelat muda, bau khas lemah, rasa pahit dan hangat
Kelarutan
:
Sangat mudah larut dalam air, larutan tidak berbau dan praktis tidak berwarna, larut dalam etanol, dalam etil asetat, tidak berbau dan praktis tidak berwarna, larut dalam etanol, dalam etil asetat, tidak larut dalam minyak mineral
Wadah dan penyimpanan :
Dalam wadah tertutp rapat
Penggunaan
Sampel pada tegangan permukaan
:
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C, 1985. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia Press. Jakarta Depkes RI, 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Depkes RI, 2014. Farmakope Indonesia, Edisi V, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Fatmawaty, A., M. Nisa dan R. Rizki Teknologi Sediaan Farmasi. Deepublish. Jakarta.2015 Hoefler, A. C. 2004. Hydrocolloid. Minnesota: Eagen Press. Howard, G. M. 1974. Perfume, Cosmetics and Soaps. Eighth edition, volume III. John Wiley and Sons. New York Kutniawati, Yulia. 2015. Optimasi penggunaan garam elektrolit sebagai pengental sampo bening cair. Vol. 5, No.1, Januari 2015. Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa Martindale, 1989. The Extra Pharmacopoeia. 29 th. The pharmaceutical Press. London Oxtoby,C.W. 1979. Kimia Modern. Jakarta. Erlangga Porter, M. R. 1989. Handbook for User of Rotational of Oscillatory Rheometers. Hannover :Vincent Verlag Rowe,R.C.dkk., 2006. Handbook Pharmaceutical Press
of
Pharmaceutical
Excipients.the
Sinala, Santi, 2016. Farmasi Fisik.Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi PSDM Kesehatan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Sinko, Patrick J. Martin, 2011. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC. Jakarta Sukkary, M.M., Nagla, A., Aid, S.I., and Azab, W.I., 2007, Synthesis and Characterization of Some Alkyl Polyglycosides Surfactans, Journal of Dispersion and Technology
Wittcoff, H. A. dan B. G. Reuben, 1973. Industrial Organic Chemical in Perspective Part Two:Technology formulation, and Use. New York : John Wiley & Sons Inc.