BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Desa merupakan entitas sosial politik yang sangat penting dan memiliki karakteristik unik dalam struktur formal kelembagaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Desa juga merupakan entitas terdepan dalam segala proses pembangunan bangsa dan Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan keberadaan desa yang telah ada jauh sebelum Negara Indonesia itu berdiri. Sebagai bukti keberadaannya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa ―Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 ―Zelfbesturende landschappen‖ dan ―Volksgemeenschappen”, seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mendefenisikan Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan di hormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembangunan pemerintah desa merupakan salah satu bagian utama keseluruhan usaha pembangunan masyarakat. Pemerintahan desa merupakan suatu wilayah pemerintahan terendah langsung dibawah kecamatan, untuk penyelenggaraan rumah tangganya sendiri. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa diberi wewenang oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan mengembangkan daerahnya sendiri dengan pemanfaatan sumber daya yang tersedia baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Diharapkan segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa dapat diakomodir dengan lebih baik. Pemberian kesempatan yang lebih besar bagi desa untuk mengurus tata pemerintahannya sendiri serta pemerataan pelaksanaan pembangunan 1
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat desa, sehingga permasalahan seperti kesenjangan antarwilayah, kemiskinan, dan masalah sosial budaya lainnya dapat diminimalisir. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 beserta peraturan pelaksanaanya telah mengamanatkan pemerintah desa untuk lebih mandiri dalam mengelola pemerintahan dan berbagai sumber daya alam yang dimiliki, termasuk di dalamnya pengelolaan keuangan dan kekayaan milik desa. Peran besar yang diterima oleh desa, tentunya disertai dengan tanggung jawab yang besar pula. Oleh karena itu pemerintah desa harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas dalam tata pemerintahannya, dimana semua akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan. Hal yang mengenai keuangan desa, pemerintah desa wajib menyusun laporan realisasi pelaksanaan APBDesa dan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa. Laporan ini dihasilkan dari suatu siklus pengelolaan keuangan desa, yang dimulai dari tahapan perencanaan
dan
penganggaran
pelaksanaan
danpelaporan
dan
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa. Tahap perencanaan dan penganggaran, pemerintah desa harus melibatkan masyarakat desa yang direpresentasikan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD), sehingga program kerja dan kegiatan yang disusun dapat mengakomodir kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa serta sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh desa tersebut. Selain itu pemerintah desa harus bisa menyelenggarakan pencatatan, atau minimal melakukan pembukuan atas transaksi keuangannya sebagai wujud pertanggungjawaban keuangan yang dilakukannya. Namun demikian, peran dan tanggung jawab yang diterima oleh desa belum diimbangi dengan sumber daya manusia (SDM) yang memadai baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Kendala umum lainnya yaitu desa belum memiliki prosedur serta dukungan sarana dan prasarana dalam pengelolaan keuangannya serta belum kritisnya masyarakat atas pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa. Besarnya dana yang harus dikelola oleh pemerintah desa memiliki
2
risiko yang cukup tinggi dalam pengelolaannya, khususnya bagi aparatur pemerintah desa. Berdasarkan hal ini maka perlu pengawalan dari berbagai pihak agar semua berjalan sesuai dengan tujuannya. Jika pendampingan ini tidak dilakukan maka dikhawatirkan akan muncul berbagai permasalahan mulai dari perencanaan, pengelolaan, pelaporan, hingga pengawasan. Penelitian terdahulu Hesti (2015) dengan judul : Analisis Kesiapan Desa dalam Implementasi Penerapan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi Pada Delapan Desa di Kabupaten Sleman). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari delapan desa yang menjadi sampel telah siap dalam implementasi penerapan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya dalam hal APBDesa. Namun desa belum sepenuhnya siap karena masih ada kendala dalam implementasi UU Desa. Faktor utama yang menjadi penghambat adalah keterbatasan waktu dalam persiapan administrasi dan pemahaman isi UndangUndang sebagai dasar aturan serta sumber daya manusia (SDM) yang kurang mendukung. Berdasarkan hal ini penulis melakukan studi kasus terkait ketersiapan sumber daya manusia perangkat desa dalam rangka penatausahaan pelaporan keuangan publik pada entitas pemerintah desa. Dalam hal ini penulis menganalisis hasil penelitian yang berjudul Analisis Pelaksanaan Dan Penatausahaan Dana Desa Pada Desa-Desa Dalam Wilayah Kecamatan Kotamobagu Timur, Kota Kotamobagu yang dilakukan oleh Mamelo, dkk (2016)
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah sumber daya manusia pada perangkat desa secara keseluruhan sudah mampu dalam rangka penatausahaan pelapporan keuangan publik pada entitas pemerintah desa? 2. Bagaimana latar belakang sumber daya manusia pada perangkat desa secara keseluruhan?
3
3. Apa yang perlu dilakukan oleh pemerintah guna meningkatkan sumber daya manusia dalam hal penatausahaan pelaporan keuangan public pada entitas pemerintah desa? C. TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk: 1. Mengetahui gambaran tentang sumber daya manusia pada perangkat desa secara keseluruhan yang terlibat dalam penatausahaan pelaporan keuangan publik pada entitas pemerintah desa 2. Mengetahui latar belakang sumber daya manusia pada perangkat desa secara keseluruhan di Indonesia. 3. Mencari solusi meningkatkan sumber daya
manusia dalam hal
penatausahaan pelaporan keuangan public pada entitas pemerintah desa D. MANFAAT PENULISAN Manfaat penulisan karya ilmiah ini adalah untuk: 1. Mahasiswa Hasil
penulisan karya ilmiah
ini dapat dijadikan sebagai tambahan
referensi dan acuan pembelajaran bagi pihak-pihak yang membutuhkan dalam penelitian terkait yang berkaitan
kesiapan
pemerintah dalam
keuangan dan aset desa. 2. Dosen Penulisan karya ilmiah ini dapat memberikan gambaran kepada dosen mengenai pola pikir mahasiswa tentang penataausahaan pelaporan keuangan public pada pemerintah desa dan mengetahui pola piker mahasiswa dalam penyelesaian masalah mengenai topik yang menjadi focus penulisan. 3. Pemerintah terkait Diharapkan hasil dari penulisan karya ilmiah dapat bermanfaat untuk instansi pemerintah terkait guna meningkatkan kinerja sumber daya manusia pada perangkat desa.
4
BAB II LANDASAN TEORI DAN ATURAN A. LANDASAN TEORI Menurut Undang – undang desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah,
kepentingan
masyarakat
setempat
berdasarkan
prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan / atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di desa juga dibentuk lembaga kemasyarakatan yang bertugas membantu pemerintahan desa dan memberdayakan masyarakat desa.Pemerintah Desa atau disebut juga Pemdes adalah Lembaga pemerintah yang bertugas mengelola wilayah tingkat desa.Dalam pasal 25 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pemerintahan desaadalah kepala desa dan dibantu oleh perangkat desa serta dibantu oleh lembaga konsultatif atau Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Perangkat Desa terdiri atas: sekretariat Desa; pelaksana kewilayahan; dan pelaksana teknis. Suharso (dalam Liando.et.al., 2017) Desa seharusnya berkewajiban menyelenggarakan
akuntansi
untuk
mendukung
proses
akuntabilitas
pengelolaan keuangannya kepada publik. Jika dihadapkan pada pilihan standar akuntansi ada saat ini, standar akuntansi yang cocok untuk akuntansi desa adalah Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Setidaknya ada dua alasan yang dapat memperkuat pendapat ini. Pertama, desa bertanggungjawab mengurus urusan pemerintahan (UU 6/2014, Pasal 1) dam kepala desa wajib menyampaikan
laporan
penyelenggaranaan
pemerintah
desa
kepada
bupati/walikota (UU 6/2014, Pasal 27). Dua alasan tersebut menunjukan hubungan yang erat antara aktifitas desa dengan aktivitas pemerintah.
B. KETENTUAN HUKUM PEMERINTAH DESA Pemerintah Desa merupakan bagian dari pemerintah nasional, yang penyelenggaraanya ditujukan kepada desa. Pemerintahan desa adalah suatu
5
proses dimana usaha-usaha masyarakat desa yang bersangkutan dipadukan dengan usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pemerintah desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dimaknai sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di kabupaten/kota, sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai pemerintah desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintah Desa menurut UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dan perangkat desa atau yang disebut dengan nama lain. Pemerintah desa yang terdiri dari kepala desa dan perangkat desa bertugas menyelenggarakan sistem kepemerintahan desa, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, pemberian pelayanan dan pembinaan kemasyarakatan desa. Sejalan dengan itu,Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2014 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa juga mengartikan bahwa pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara kepemerintahan desa. Pada pasal 26 ayat (2) UU Nomor 6 Tahun 2014 menyatakan, bahwa dalam melaksanakan tugas Kepala Desa berwenang: a. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa; b. mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa; c. memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa; d. menetapkan Peraturan Desa; e. menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; f. membina kehidupan masyarakat Desa; g. membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
6
h. membina
dan
meningkatkan
perekonomian
Desa
serta
mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa; i. mengembangkan sumber pendapatan Desa; j. mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; k. mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa; l. memanfaatkan teknologi tepat guna; m. mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif; n. mewakili Desa didalam dan diluar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan o. melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh kepala desa, maka secara hukum memiliki tanggung jawab yang besar, oleh karena itu untuk efektif harus ada pendelegasian kewenangan kepada para pembantunya atau memberikan mandat. Oleh karena itu dalam melaksanakan kewenangan Kepala Desa diberikan sebagaimana ditegaskan pada pasal 26 ayat (3) UU No 6 Tahun 2014, yaitu : dalam melaksanakan tugas Kepala Desa berhak: a. mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa; b. mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa; c. menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan; d. mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan e. memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa.
7
Patut disadari, bahwa disamping kewenangan dan hak yang dimiliki Kepala Desa memiliki kewajiban yang ditegaskan dalam UU No 6 Tahun 2014 pada pasal 26 ayat (4) Dalam melaksanakan tugas Kepala Desa berkewajiban: a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-
Undang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945,
serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika; b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; c. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; d. menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan; e. melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender; f f.
melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme;
g. menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan
di Desa; h. menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik; i.
mengelola Keuangan dan Aset Desa;
j.
melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa;
k. menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa; l.
mengembangkan perekonomian masyarakat Desa;
m. membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa; n. memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa; o. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan
hidup; dan p. memberikan informasi kepada masyarakat Desa.
Penyelenggaraan pemerintahan desa berdasakan asas dalam UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yaitu: a. Kepastian hukum b. Tertib penyelenggaraan pemerintahan c. Tertib kepentingan umum 8
d. Keterbukaan e. Proposionalitas f. Profesionalitas g. Akuntanbilitas h. Efektifitas dan efesiensi i. Kearifan local j. Keberagaman k. Partisipasif
Peraturan pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UndangUndang Desa menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemerintahan desa merupakan komunitas terendah dari sistem kepemerintahan negara yang memiliki otoritas dan kewenangan untuk mengatur dirinya sendiri. Sebagai komunitas terendah, pemerintahan desa atau yang disebut dengan nama lain berhak di akui akan keberadaanya oleh bangsa sebagai wilayah yang otonomi dan berdikari.
C. PERENCANAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN PEDESAAN Pemerintah Desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kewenangannya
dengan
mengacu
pada
perencanaan
pembangunan
kabupaten/kota. Perencanaan Pembangunan Desa meliputi RPJM Desa dan RKP Desa yang disusun secara berjangka dan ditetapkan dengan Peraturan Desa. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) untuk jangka waktu 6 (enam) tahun sedangkan Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. RKP Desa merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa. Perencanaan pembangunan desa
9
disusun berdasarkan hasil kesepakatan dalam musyawarah desa yang pelaksanaannya paling lambat pada bulan Juni tahun anggaran berjalan a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) Dalam
menyusun RPJM Desa, pemerintah desa wajib menyelenggarakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) secara partisipatif. Musrenbangdes diikuti oleh pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat desa, yang terdiri atas tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat dan/atau tokoh pendidikan. RPJM Desa ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pelantikan kepala desa. b. Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) RKP Desa disusun oleh
Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif desa dan rencana kegiatan pemerintah,
pemerintah
daerah
provinsi,
dan
pemerintah
daerah
kabupaten/kota. RKP Desa mulai disusun oleh Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan sudah harus ditetapkan paling lambat pada bulan September tahun anggaran berjalan. Rancangan RKP Desa paling sedikit berisi uraian sebagai berikut: 1) Evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya; 2) Prioritas program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola oleh
desa; 3) Prioritas program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola
melalui kerja sama antar-desa dan pihak ketiga; 4) Rencana program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola oleh
desa sebagai kewenangan penugasan dari pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; 5) Pelaksana kegiatan desa, yang terdiri atas unsur perangkat desa
dan/atau unsur masyarakat desa. Rancangan RKP Desa dilampiri Rencana Kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya (RAB), yang telah diverifikasi oleh tim verifikasi. Selanjutnya, Kepala Desa menyelenggarakan Musrenbangdes yang 10
diadakan untuk membahas dan menyepakati rancangan RKP Desa. Rancangan RKP Desa memuat rencana penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat desa. Rancangan RKP Desa berisi prioritas program dan kegiatan yang didanai: -
Pagu indikatif desa.
-
Pendapatan Asli Desa.
-
Swadaya masyarakat desa.
-
Bantuan keuangan dari pihak ketiga.
-
Bantuan keuangan dari pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
RKP Desa menjadi dasar dalam penyusunan rancangan APB Desa (RAPB Desa). Teknis penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa agar tercipta keselarasan telah diatur tata caranya dalam Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa, sedangkan untuk prioritas penggunaan Dana Desa khususnya tahun 2015 telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 5 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015 Rancangan peraturan Desa tentang RKP Desa dibahas dan disepakati bersama oleh Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa tentang RKP Desa.
D. PENGANGGARAN PEMERINTAHAN PEDESAAN Setelah RKP Desa ditetapkan maka dilanjutkan proses penyusunan APB Desa. Rencana Kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya yang telah ditetapkan dalam RKP Desa dijadikan pedoman dalam proses penganggarannya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) merupakan rencana anggaran keuangan tahunan pemerintah desa yang ditetapkan untuk menyelenggarakan program dan kegiatan yang menjadi kewenangan desa.
11
Proses Penyusunan APB Desa dimulai dengan urutan sebagai berikut: a. Pelaksana Kegiatan menyampaian usulan anggaran kegiatan kepada
Sekretaris Desa berdasarkan RKP Desa yang telah ditetapkann; b. Sekretaris Desa menyusun rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa
(RAPB Desa) dan menyampaikan kepada Kepala Desa; c. Kepala Desa selanjutnya menyampaikan kepada Badan Permusyawaratan
Desa untuk dibahas dan disepakati bersama. Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa disepakati bersama paling lambat bulan Oktober tahun berjalan antara Kepala Desa dan BPD; d. Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa yang telah disepakati
bersama sebagaimana selanjutnya disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk dievaluasi; e. Bupati/Walikota menetapkan hasil evaluasi Rancangan APB Desa paling
lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa. Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas waktu maka Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya. Dalam hal Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Kepala Desa melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa dan Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota
membatalkan
Peraturan
Desa
dengan
Keputusan
Bupati/Walikota yang sekaligus menyatakan berlakunya pagu APB Desa tahun anggaran sebelumnya; f.
Peraturan Desa tentang APB Desa ditetapkan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran berjalan.
Flowchart dan jadwal waktu penyusunan APB Desa dapat dilihat dalam gambar berikut: 12
Gambar 2.1 Flowchart Penyusunan APB Desa Bupati/walikota dalam melakukan evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa dapat mendelegasikan kepada camat. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendelegasian evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa kepada Camat diatur dalam Peraturan Bupati/Walikota. Penyusunan APB Desa sebagaimana telah diuraikan diatas memiliki batasan waktu yang diatur dalam peraturan perundangan. Jadwal waktu penyusunan APB Desa digambarkan sebagai berikut:
13
Gambar 2.2 jadwal penyusunan APB daerah
E. TAHAPAN PERENCANAAN PENGELOLAAN DAN PEMERIKSAAN KEUANGAN DESA Pengertian Keuangan Desa menurut UU Desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Hak dan kewajiban tersebut menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan yang perlu diatur dalam pengelolaan keuangan desa yang baik. Siklus pengelolaan keuangan desa meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban, dengan periodisasi 1 (satu) tahun anggaran, terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Gambaran rincian proses Siklus Pengelolaan Keuangan Desa adalah sebagai berikut:
14
Gambar 2.3 proses Siklus Pengelolaan Keuangan Desa
Setiap tahapan proses pengelolaan keuangan desa tersebut memiliki aturanaturan yang harus dipahami dan dilaksanakan sesuai dengan batasan waktu yang telah ditentukan.
Asas Pengelolaan Keuangan Desa Keuangan Desa dikelola berdasarkan praktik-praktik pemerintahan yang baik. Asas-asas Pengelolaan Keuangan Desa sebagaimana tertuang dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 yaitu transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran, dengan uraian sebagai berikut: 1. Transparan yaitu prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapat akses informasi seluas-luasnya tentang
15
keuangan desa. Asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan pemerintahan desa dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2. Akuntabel yaitu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Asas akuntabel yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan
penyelenggaraan
pemerintahan
desa
harus
dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; 3. Partisipatif
yaitu
penyelenggaraan
pemerintahan
desa
yang
mengikutsertakan kelembagaan desa dan unsur masyarakat desa; 4. Tertib dan disiplin anggaran yaitu pengelolaan keuangan desa harus mengacu pada aturan atau pedoman yang melandasinya.
Beberapa disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam Pengelolaan Keuangan Desa yaitu: -
Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja;
-
Pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APB Desa/Perubahan APB Desa;
-
Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukan dalam APB Desa dan dilakukan melalui Rekening Kas Desa Sumber: Pengelolaan Keuangan Desa, 2016
16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. PENDEKATAN MASALAH Untuk memperoleh data yang relevan guna memperoleh jawaban atas permasalahan
yang akan diteliti,maka pendekatan masalah
yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah Pendekan Normatif dan pendekatan empiris. 1. Pendekatan Normatif Pendekatan Normatif yaitu pendekatan yang diperoleh dengan mengkaji bahan-bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 2. Pendekatan Empiris Pendekatan Empiris yaitu pendekatan dengan mengkaji secara langsung berdasarkan hasil penelitian terkait mengenai Pengelolaan Keuangan Desa di Desa Adi Jaya Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.
B. SUMBER DATA Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. data sekunder adalah data yang terdiri dari : 1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang bersifat mengikat berupa peraturan perundang-undangan,Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014,PP Nomor 47 Tahun 2015, PP Nomor 8 Tahun 2016, PERMENDAGRI Nomor 113 Tahun 2014. 2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang mendukung berupa kumpulan buku-buku hukum, literatur, hasil karya ilmiah sarjana, dan hasil penelitian yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. 17
C. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA Dalam upaya mengumpilkan data yang diperlukan sebagai analisis dalam penelitian ini, peneliti menggunakan cara Studi Pustaka (Library Research). Penulis melakukan pengumpulan data dengan cara membaca sejumlah literatur yang relevan terhadap pengelolaan keuangan desa, serta bahanbahan normatif hukum yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa.
18
BAB IV PEMBAHASAN A. Pelaksanaan dan Penatausahaan Dana Desa di Kecamatan Kotamobagu Timur Tahun 2016 merupakan tahun kedua bagi Pemerintah Kota Kotamobagu mendapatkan transfer dana desa dari Pemerintah Pusat. Adapun Kecamatan Kotamobagu Timur mendapatkan anggaran dana desa sebesar Rp. 1.725.332.870,- yang dibagi kepada 2 (dua) desa, yakni Desa Moyag dan Desa Kobo Kecil seperti dalam Tabel 5.1berikut.
Table 5.1 anggaran dana desa Moyang dan desa Kobo Kecil No
Nama Desa
1
Desa Moyag
2
Desa Kobo Kecil
Alokasi Dasar
Alokasi
Total Pagu Dana
(Rp)
Formula (Rp)
Desa (Rp)
565.640.000
235.736.561
801.377.000
565.640.000
358.316.309
923.956.000
Total
1.725.333.000
Sumber : Lampiran Peraturan Walikota Kotamobagu No. 4, 2016
Pelaksanaan dan penatausahaan dana desa di Kota Kotamobagu didasarkan pada Peraturan Walikota Kotamobagu No. 15 tahun 2015 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Dana Desa yang merupakan peraturan yang disadur dari Permendagri No. 113 tahun 2014. Bahkan untuk memfasilitasi pengelolaan dana desa itu sendiri, Pemerintah Daerah telah membentuk Tim Fasilitasi Dana Desa melalui Keputusan Walikota No. 37 tahun 2016. Tim Fasilitasi ini terdiri dari unsur SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) teknis seperti Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Dinas Pekerjaan Umum, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas Kesehatan, Bagian Pembangunan, Bagian Hukum, Inspektorat Daerah dan beberapa SKPD lainnya.
19
A. Pembahasan dan Analisis
1. Komitmen Pemerintah Kota Kotamobagu telah menerbitkan peraturan tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Dana Desa, yaitu Peraturan Walikota nomor 15 tahun 2015 serta beberapa regulasi terkait lainnya. Disamping itu Pemerintah Kota Kotamobagu telah melaksanakan Bimbingan Teknis bagi Pengelola Keuangan Desa pada tahun 2015. Dengan menerbitkan regulasi terkait pengelolaan dana desa serta melaksanakan Bimbingan Teknis bagi pengelola keuangan desa, menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Kotamobagu memiliki komitmen yang kuat guna mendukung akuntabilitas pengelolaan dana desa. Komitmen pimpinan sebagai bentuk dukungan sangatlah dibutuhkan dalam mendukung pengelolaan dana desa. Hal-hal tersebutlah yang menjadi nilai tambah yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Kotamobagu sehingga mampu menerapkan kebijakan tersebut dengan baik. 2. Transparan dan Partisipatif Partisipatif dengan melibatkan masyarakat dalam perencanaan dana desa serta berupaya transparan dengan memberikan keterbukaan informasi akan apa saja kegiatan yang dilaksanakan, anggaran yang digunakan serta waktu pengerjaannya. 3. Akuntabel Dengan memperkuat struktur pengelolaan dana desa melalui fungsi TPK dan Pelaksana Kegiatan, maka Pemerintah Desa telah menunjukkan tanggungjawab besarnya kepada masyarakat selaku pemberi amanah untuk melakukan pengelolaan dana desa berdasarkan prinsip akuntabel. Seperti yang dijelaskan oleh DeGeorge (1992) dikutip oleh Smith & Bertozzi (1998) bahwa agent (Pemerintah) terikat kontrak dengan principal (masyarakat) untuk bertindak atau melakukan pekerjaan seperti yang diinginkan oleh principal. Hubungan antara agent dan principal membawa
20
kepada ketidakseimbangan informasi (asymetrical information), dimana apa yang diusulkan masyarakat untuk dianggarkan dalam dana desa belum tentu dapat diakomodir seluruhnya oleh Pemerintah Desa, karena atas dasar Program Prioritas Pemerintah Pusat dan Daerah sehingga Pemerintah Desa hanya dapat menganggarkan bidang kegiatan yang hanya sesuai dengan Program Prioritas dari Pemerintah Pusat dan Daerah. 4. Faktor Struktur Birokrasi Dalam prakteknya Pemerintah Desa belum memiliki SOP terkait pelaksanaan dan penatausahaan dana desa. Edward III dikutip oleh Tahir (2014) menjelaskan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan juga dipengaruhi oleh faktor struktur birokrasi. Salah satu aspek struktur birokrasi yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar. Standar inilah yang menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Standar prosedur pengoperasian (Standard Operating Procedure/SOP) menurut Macintosh dan Dalf (1987) dikutip oleh Wiyantoro dan Sabeni (2007) adalah sejumlah aturan yang tertulis, prosedur, kebijakan dan operasi manual yang digunakan untuk menuntun manajer mengatur departemen mereka. Termasuk juga didalamnya petunjuk kebijakan umum, pembagian tugas dan petunjuk bagaimana seharusnya menangani situasi operasional yang timbul. Perangkat desa sebagai penanggung jawab jalannya roda pemerintahan desa mememiliki peran yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan masyarakat, karena desa menjadi titik berat pembangunan dalam sistem otonomi daerah. Melihat betapa pentingnya peran dan tanggung jawab perangkat desa, perangkat desa dituntut untuk memiliki kesiapan dalam menjalankan pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kesiapan pemerintah desa dalam pengelolaan keuangan dan aset desa merupakan inti dari penelitian ini. Kesiapan yang dimaksud tersebut adalah kesiapan organisasi, kesiapan sistem, kesiapan aparatur pemerintah desa, dan kesiapan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pengelolaan keuangan dan aset desa.
21
Berdasarkan hasil penelitian Mamelo, dkk (2016) dapat disimpulkan bahwa penatausahaan pelaporan keuangan publik pada entitas pemerintah desa sudah berjalan dengan baik. Hal dapat dilihat dari komitmen yang telah disepakati oleh pihak desa. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia pada perangkat desa sudah mampu menjalankan procedure pengelolaan keuangan desa dengan baik. Selain itu dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Harnida (2017) yang berjudul Analisis Kesiapan Pemerintah Desa Dalam Pengelolaan Keuangan Dan Aset Desa Di Desa Tongke-Tongke Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai sangat jelas dipaparkan latar belakang Pendidikan sumber daya manusia sebagai perangkat desa. Sehingga dapat diidentifikasi dengan jelas Kesiapan Pemerintah Desa dalam Pengelolaan Keuangan Desa. Dari penelitian ini sumber daya manusia yang menjadi perangkat desa diambil dari Lama mengabdi apparat terhadap pengalaman kerja dan kecakapan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Namun untuk latar belakang aparat perangkat desa masih dibawah standar dan pelatihan-pelatihan dalam rangka pengelolaan keuangan desa masih minim dilakukan.
22
BAB V REKOMENDASI A. Rekomendasi Dari analisis yang dilakukan terhadap pelaksanaan dan penatausahaan dana desa, saran yang diharapkan dapat mendorong Akuntabilitas pelaksanaan dan penatausahaan dana desa adalah sebagai berikut. 1. Guna mendorong tujuan dari pengelolaan dana desa yaitu tertib dan disiplin anggaran, maka diharapkan Kepala Desa dapat meningkatkan pengawasan (supervision) terhadap PTPKD dan TPK dalam hal tertib pelaksanaan dan penatausahaan. Aris (2001) dikutip oleh Silalahi (2014) menjelaskan bahwa pengawasan/supervisi merupakan tindakan mengawasi atau mengarahkan penyelesaian pekerjaan. Dengan pengawasan yang efektif tentunya akan memberikan jaminan kepada Kepala Desa bahwa Perangkat Desa bekerja dengan sebaikbaiknya 2. Pembinaan dan pelatihan PTPKD dan TPK merupakah sarana efektif untuk mendorong pengelolaan keuangan desa yang baik. Pengelola Keuangan maupun Pengelola Kegiatan harus terus belajar bahkan dilatih untuk semakin terampil melaksanakan tugas-tugas dan tanggungjawab mereka. Pemerintah Daerah harus melaksanakan pelatihan secara continue kepada PTPKD dan TPK. Ruky (2001:163) mendefinisikan Pelatihan sebagai usaha untuk
meningkatkan
atau
memperbaiki
kinerja
karyawan
dalam
pekerjaannya sekarang dan dalam pekerjaan lain yang terkait dengan yang sekarang dijabatnya, baik secara individu maupun sebagai bagian dari sebuah tim kerja. Melalui pelatihan ini, Perangkat Desa dapat secara bersama-sama membahas persoalan yang ditemui saat pelaksanaan kegiatan serta menyamakan persepsi bila terdapat beda pemahaman terkait pengelolaan dan pelaksanaan anggaran dana desa. 3. Sosialisasi
peraturan
perundang-undangan
yang
berkaitan
dengan
pengelolaan keuangan dan aset desa perlu dilakukan secara masif kepada pemerintah desa
23
4. Mengadakan pelatihan secara kontinyu dan merata kepada pemerintah desa serta mengevaluasi kinerja untuk mengetahui sejauh mana pemerintah desa menerapkan ilmu yang mereka dapat dalam pelatihan. 5. Meningkatkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pengelolaan keuangan dan aset desa baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
24
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil Analisis Pelaksanaan dan Penatausahaan Dana Desa di Desa-desa dalam Wilayah Kecamatan Kotamobagu Timur yang uraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Pelaksanaan Dana Desa di Desa Moyag dan Desa Kobo Kecil pada
prinsipnya telah dilakukan berdasarkan regulasi. Namun belum semua pekerjaan dilakukan dengan tertib administrasi. Pelaksanaannya belum sepenuhnya mendukung asas-asas pengelolaan keuangan desa. Selain itu Pemerintah Desa belum memiliki SOP (standard operating procedure) terkait pelaksanaan dana desa. Ini dibutuhkan guna mendukung implementasi program dana desa. 2. Penatausahaan Dana Desa di Desa Moyag dan Desa Kobo Kecil pada
dasarnya memiliki kemudahan, yakni dengan adanya Aplikasi Sistem Keuangan Desa. Namun Aplikasi ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh Pemerintah Desa.
B. Saran 1. Tim pendamping dari kabupaten lebih mengoptimalkan fungsinya melalui sosialisasi dan pemberian pelatihan pelaksanaan alokasi dana desa kepada aparat desa yang dilakukan setiap bulan. 2. Perlu diadakannya musyawarah antara anggota perangkat desa dan masyarakat guna menyusun rencana untuk memajukan pembangunan desa, kiranya pembinaan yang telah dilakukan oleh kepala desa terhadap masyarakat dalam rangka penyelenggaraan pembangunan desa lebih digalakkan lagi, bertujuan untuk menampung aspirasi masyarakat dalam konsep membangun desa yang lebih maju
25
DAFTAR PUSTAKA
Adrian Puspawijaya dan Julia Dwi nuritha sireghar. (2016). Pengelolaan Keuangan Desa. Bogor: Pusdiklatwas BPKB. Gresly Yunius Rainal Mamelo, Lintje Kalangi, dan Linda Lambey. (2016). ANALISIS PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN DANA DESA PADA DESA-DESA DALAM WILAYAH KECAMATAN KOTAMOBAGU TIMUR, KOTA KOTAMOBAGU. JURNAL RISET AKUNTANSI DAN AUDITING, 148-159. Harnida. (2017). ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH DESA DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA DI DESA TONGKETONGKE KECAMATAN SINJAI TIMUR KABUPATEN SINJAI. Makassar: FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN . Leonardo Yosua Liando, Linda Lambey, dan Heince R.N Wokas. (2017). ANALISIS PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA DI DESA KOLONGAN KECAMATAN KOMBI KABUPATEN MINAHASA. Jurnal EMBA, 1474 –1483. Rahmawati, Hesti Irna. 2015. Analisis Kesiapan Desa Dalam Implementasi Penerapan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa(Studi Pada Delapan Desa Di Kabupaten Sleman). ISSN 2407-9189.
26