Bab I

  • Uploaded by: Erviana Yulianti
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I as PDF for free.

More details

  • Words: 1,883
  • Pages: 9
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Lansia merupakan seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas (Kemenkes RI 2013). Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan. Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut. Hal tersebut merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari oleh setiap manusia (Notoatmodjo 2007 dalam Nurmalasari 2016). Organisasi kesehatan dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (Middle Age) adalah 45-59 tahun, lanjut usia (Elderly) adalah usia 60-74 tahun, lanjut usia tua (Old) adalah 75-90 tahun, dan usia sangat tua (Very Old) adalah diatas 90 tahun. (Mubarak 2006 dalam Moulana 2018). WHO mengatakan bahwa usia harapan hidup di Indonesia meningkat yaitu 72 tahun. Jumlah penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 28 juta jiwa atau sekitar delapan persen dari jumlah penduduk Indonesia. Pada tahun 2025 diperkirakan jumlah lansia membengkak menjadi 40 jutaan dan pada tahun 2050 diperkirakan akan melonjak hingga mencapai 71,6 juta jiwa. (Badan Pusat Statistik, 2013). Proses degeneratif pada lansia menyebabkan terjadinya penurunan kondisi fisik, psikologis dan sosial. Salah satu dampak dari perubahan fisik yang sering dialami lansia adalah terjadinya gangguan tidur (Majid 2014 dalam Madeira, dkk 2019). Menurut National Sleep Foundation sekitar 67% dari 1,508 lansia di Amerika usia di atas 65 tahun melaporkan mengalami gangguan tidur dan sebanyak 7,3% lansia mengeluhkan gangguan tidur atau insomnia. Di Indonesia gangguan tidur menyerang sekitar 50% orang yang berusia 60 tahun. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan, setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% lansia melaporkan adanya insomnia dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius (Maryam,2008 dalam Madeira 2019). Gangguan pola tidur merupakan keadaan ketika individu mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak

nyaman atau mengganggu gaya hidup yang diinginkannya (Carpenito, 2007 dalam Madeira, dkk 2019). Kebanyakan lansia berisiko mengalami gangguan tidur yang disebabkan oleh banyak faktor (misalnya pensiun dan perubahan pola sosial, kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan penggunaan obat-obatan, penyakit yang baru saja dialami, perubahan irama sirkadian). Meskipun perubahan-perubahan pola tidur dianggap sebagai bagian yang normal dari proses penuaan. (Hanifa 2016 dalam Ernawati,dkk 2017). Kualitas tidur adalah dimana seseorang mendapatkan kemudahan untuk memulai tidur, mampu mempertahankan tidur dan merasa rileks setelah bangun dari tidur. Kualitas tidur pada lansia mengalami perubahan yaitu tidur Rapid Eye Meovement/REM mulai memendek. Penurunan progresif pada tahap NonRapid Eye Meovement/NREM 3 dan 4 dan hampir tidak memiliki tahap . Perubahan pola tidur lansia disebabkan perubahan sistem saraf pusat yang mempengaruhi pengaturan tidur. (Hanifa 2016 dalam Ernawati dkk 2017) National Heart, Lung, and Blood Institut dari United States Department of Health and Human Services pada tahun (2009) menginformasikan bahwa kurang tidur atau kualitas tidur yang buruk meningkatkan resiko terjadi hipertensi, penyakit jantung, dan kondisi medis lainnya dan gangguan keseimbangan fisiologi dan psikologi. Dampak fisiologi meliputi penurunan aktivitas sehari-hari, rasa capai, lemah, koordinasi neuromuskular buruk, proses penyembuhan lambat, daya tahan tubuh menurun, dan ketidakstabilan tanda vital Sedangkan dampak psikologi meliputi depresi, cemas, tidak konsentrasi, koping tidak efektif sehingga keadaan tersebut dapat mengganggu pola tidur sehingga mengurangi produktivitas dan mempengaruhi status kesehatan pada lansia dengan insomnia (Madeira dkk, 2019). Insomnia bila tidak diatasi dapat mengganggu kualitas hidup, produktivitas, dan keselamatan lansia. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan terapi farmakologi dengan obat-obatan dan non farmakologi dengan teknik relaksasi seperti pijatan, meditasi, aromaterapi, mandi air hangat, melakukan olahraga teratur, menghindari kebiasaan tidur siang,pergi tidur dan bangun sesuai jadwal yang sama, serta menghilangkan rasa kecemasan. Terapi non farmakologi yang diterapkan dengan menggunakan mandi air hangat dan pemberian aromaterapi. Pernyataan ini juga didukung bahwa penerapan prosedur aromatherapy bunga lavender terhadap kualitas tidur lansia dengan insomnia yang sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh M. Ricky Ramadhan dan Ocsi Zara

Zettira, menunjukkan bahwa aromatherapy bunga lavender dapat menurunkan risiko insomnia pada lansia. Penggunaan aromateraphy bunga lavender (Lavandula angustifolia) salah satunya dengan cara inhalasi untuk mendapatkan manfaat langsung kedalam tubuh, kemudian melalui hipotalamus sebagai pengatur maka aroma tersebut akan dibawa kedalam bagian otak yang kecil tetapi signifikannya yaitu nukleus raphe. Efek dari nukleus raphe yang terstimulasi yaitu terjadinya pelepasan serotonin yang merupakan neurotransmitter yang mengatur permulaan untuk tidur (Buckle J, 2015 dalam Ramadhan, 2017) Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian apakah ada Pengaruh Penerapan Prosedur Aromatherapy Terhadap Kualitas Tidur lansia dengan Insomnia dalam Konteks Keluarga untuk mengatasi gangguan istirahat tidur.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagimana penerapan prosedur aromatherapy terhadap kualitas tidur lansia dengan insomnia dalam konteks keluarga?

C. Tujuan Studi Kasus Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan prosedur aromatherapy terhadap kualitas tidur lansia dengan insomnia dalam konteks keluarga

D. Manfaat Studi Kasus 1. Masyarakat 2. Bagi pengembangan ilmu dan tekhnologi keperawatan 3. Penulis

BAB II TINJAUAN KASUS

A. Aromatherapy 1. Pengertian Menurut Jaelani (2009) Aroma terapi berasal dari kata aroma yang berarti harum atau wangi dan therapy yang dapat diartikan sebagai cara pengobatan atau peneyembuhan. Sehingga aroma terapi dapat diartikan sebagai: “suatu cara perawatan tubuh dan atau penyembuhan penyakit dengan menggunakan minyak esensial (essensial oil). Aromaterapi merupakan suatu metode yang menggunakan minyak atsiri sebagai komponen utama untuk meningkatkan kesehatan fisik dan juga mempengaruhi kesehatan emosi seseorang. Aromaterapi adalah terapi yang menggunakan essential oil atau sari minyak murni untuk membantu memperbaiki atau menjaga kesehatan, membangkitkan semangat, menyegarkan serta membangkitkan jiwa raga 2. Manfaat Berdasarkan pengalaman empiris pada masa lampau, aroma terapi memiliki banyak kahsiat dan manfaat yang cukup banyak. Adapun manfaat yang diperoleh dari metode aroma terapi adalah sebagai berikut: a. Merupakan bagian utama dari parfume keluarga, yaitu dengan memberikan sentuhan keharuman dan suasana wewangian yang menyenangkan ketika sedang berada di rumah maupun berpergian. b. Dapat digunakan sebagai pelegkap kosmetika seperti body lotion, body scrub, body mask, message oil, herbal bath, dan sebagainya, sehingga dapat menjadikan kulit tubuh lebih halus, bersih, segar dan tampak aura kecantikannya. c. Merupakan salah satu metode perawatan yang tepat dan efisien dalam menjaga tubuh agar tetap sehat. d. Banyak

dimanfaatkan

dalam

pengobatan,

khususnya

untuk

membantu

penyembuhan beragam penyakit, meskipun lebih ditunjukkan sebagai terapi pendukung (support theraphy)

e. Dapat membantu kelancaran fungsi sistem tubuh (improving body functions), antara lain, dengan cara mengembalikan keseimbangan bioenergy tubuh. f. Membantu meningkatkan stamina dan gairah seseorang, walaupun sebelumnya tifak atau kurang memiliki gairah dan semangat hidup. 3. Jenis Koensoemardiyah (2009) mengatakan bahwa ada banyak jenis-jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai minyak atsiri untuk aromaterapi. Beberapa diantaranya yang dapat menurunkan tingkat kelelahan kerja, yaitu: a. Akar wangi. Berkhasiat untuk melemaskan dan menyegarkan pikiran dan tubuh, meningkatkan sirkulasi darah, menenangkan, menstabilkan emosi, dan membantu mengatasi stres. b. Lavender. Berfungsi untuk meringankan nyeri otot dan sakit kepala, membangkitkan kesehatan, menurunkan ketegangan, stres, kejang otot, serta dapat digunakan untuk meningkatkan imunitas. c. Cengkih. Bermanfaat untuk meringankan nyeri, otot dan atritis, mengatasi kegelisahan mental, menyehatkan dan memperkuat ingatan. d. Mawar. Bermanfaat untuk memperbaiki kondisi kulit, meringankan stres, serta antidepresan. e. Merica hitam. Bermanfaat untuk menyembuhkan infeksi, meningkatkan sirkulasi darah, menghangatkan otot yang kejang dan sendi yang kaku, serta meningkatkan energi. f. Clary sage. Bermanfaat untuk melemaskan otot, menurunkan stres, menimbulkan perasaan tenang dan senang, dan salah satu relaksan yang sangat kuat dalam aromaterapi. g. Jahe. Bermanfaat untuk menghilangkan radang sendi, rematik, dan sakit pada otot. h. Jasmin. Bermanfaat untuk menghilangkan ketegangan, kegelisahan, dan dapat membentuk perasaan optimis, senang dan bahagia, serta menghilangkan kelesuan. i. Jeruk nipis. Bersifat sebagai pembangkit tenaga dan dapat menjernihkan pikiran. j. Jinten manis. Bermanfaat untuk menimbulkan perasaan senang dan gembira sehingga

cocok

digunakan

menyeimbangkan emosi.

untuk

relaksasi

atau

melemaskan

dan

k. Kayu manis. Bermanfaat untuk menghangatkan dan menyembuhkan otot yang kejang dan juga mengurangi nyeri sendi. l. Kenanga. Bermanfaat sangat kuat untuk merelaksasi badan dan pikiran serta menurunkan tekanan darah. 4. Cara penggunaan aromaterapi Cara Penggunaan Aromaterapi Terapi aroma dapat digunakan dalam beberapa cara yaitu melalui: a. Inhalasi

Inhalasi merupakan salah satu cara yang diperkenalkan dalam penggunaan metode terapi aroma yang paling simpel dan cepat. Inhalasi juga merupakan metode yang paling tua dalam penggunaan aromaterapi. Aromaterapi masuk dari Universitas Sumatera Utara luar tubuh ke dalam tubuh dengan satu tahap mudah melewati paru-paru dan dialirkan ke pembuluh darah melalui alveoli (Buckle, 2003). Inhalasi sama dengan penciuman, dimana dapat dengan mudah merangsang olfactory setiap kali bernafas dan tidak akan mengganggu pernafasan normal apabila mencium bau yang berbeda dari minyak esensial (Alexander,2001). Aroma dapat memberikan efek yang cepat dan kadang hanya dengan memikirkan baunya dapat memberikan bau yang nyata. Bau cepat memberikan efek terhadap fisik maupun psikologis (Buckle, 2003). Cara inhalasi biasanya diperuntukkan untuk individu, yaitu dengan menggunakan cara inhalasi langsung. Namun, cara inhalasi juga dapat digunakan secara bersamaan. Metode ini disebut inhalasi tidak langsung. Adapun cara penggunaan aromaterapi secara langsung menurut Buckle (2003), yaitu: 1) Tissue, dengan meneteskan 1-5 tetes minyak esensial kemudian dihirup 5- 10 menit oleh individu. 2) Steam, dengan menambahkan1-5 tetes minyak esensial kedalam alat steam atau penguapan yang telah diisi air dan digunakan selama sekitar 10 menit.

Selain penggunaan aromaterapi secara langsung, pemberian aromaterapi secara tidak langsung juga dapat dilakukan menurut Departement of Health (2007), yaitu dengan cara: 1) Menambahkan 1-5 tetes minyak esensial ke dalam alat pemanas yang telah berisi air, kemudian letakkan di tempat yang aman. Ini dapat berfungsi sebagai pengharum ruangan atau penyegar ruangan. 2) Menambahkan 2-5 tetes minyak aromaterapi dalam vaporizer dengan 20mL air untuk dapat menghasilkan uap air yang ditempatkan diatas peralatan listrik sebagai alat penguap 5. Prosedur pelaksanaan

B. Insomnia 1. Pengertian insomnia Insomnia adalah ketidakmampuan untuk tidur walaupun ada keinginan untuk melakukannya. Lansia rentan terhadap insomnia karena adanya perubahan pola tidur, biasanya meyerang tahap 4 (tidur dalam). Keluhan insomnia mencakup “ketidakmampuan untuk tertidur, sering terbangun, ketidakmampuan untuk kembali tidur, dan terbangun pada malam hari. Karena insomnia merupakan gejala, maka perhatian harus diberikan pada faktor-faktor biologis, emosional, dan medis yang berperan, juga pada kebiasaan tidur yang buruk. 2. Jenis insomnia Menurut Ebersole, P dan Hess, P (1990) dalam ……. menjelaskan bahwa insomnia dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu: a. Jangka Pendek Berakhir beberapa minggu dan muncul akibat pengalaman stres yang bersfat sementara seperti kehilangan orang yang dicintai, tekanan di tempat kerja, atau takut kehilangan pekerjaan. Biasanya kondisi ini dapat hilang tanpa intervensi medis setelah orang tersebut beradaptasi dengan stressor. b. Sementara

Episode malam gelisah yang tidak sering terjadi yang disebabkan oleh perubahanperubahan lingkungan seperti jet-lag, kontruksi bangunan yang bising, atau pengalaman yang menimbulkan ansietas.

c. Kronis Berlangsung selama 3 minggu atau seumur hidup. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kebiasaan tidur yang buruk, masalah psikologis, penggunaan obat tidur yang buruk, masalah psikologis, penggunaan obat tidur berlebihan, penggunaan alcohol berlebihan, gangguan jadwal tidur bangun dan masalah kesehatan lainnya. Empat puluh persen insomnia kronis disebabkan oleh masalah fisik seperti apnea tidur, sindrom kaki, gelisah, atau nyeri kronis karena atritis. Insomnia kronis biasanya memerlukan intervensi psikiatrik atau medis,

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi insomnia Menurut Dewi (2013) insomnia dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi hal berikut: a. Penyakit fisik atau gejala seperti nyeri jangka panjang, kandung kemih atau prostat, penyakit sendi seperti arthritis atau bursitis, dan gastroesophageal reflux. b. Faktor lingkungan/perilaku, temasuk diet/nutrisi. c. Penggunaan oat-obatan seperti kafein, alkohol, atau onat resep untuk penyakit kronis. d. Penyakit mental yang atau gejala, seperti kecemasan, depresi, kehilangan identitas pribadi, atau dapat dikatakan status kesehatan yang buruk.

1. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:2tMEMuQI9iEJ:repository.u nja.ac.id/2381/1/JURNAL.pdf+&cd=5&hl=id&ct=clnk&gl=id 9/4/2019 14.26 2. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:LzMcfDU2IgJ:juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/1089/1736+&cd =1&hl=id&ct=clnk&gl=id 3. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:LzMcfDU2IgJ:juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/1089/1736+&cd =1&hl=id&ct=clnk&gl=id 4. https://ejournal.stikespku.ac.id/index.php/mpp/article/view/98/88

Related Documents

Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72
Bab-i-bab-v.doc
May 2020 71
Bab I & Bab Ii.docx
June 2020 67
Bab I & Bab Ii.docx
June 2020 65
Bab I-bab Iii.docx
November 2019 88

More Documents from "Nara Nur Gazerock"