329724191-lp-dan-askep-tunanetra.docx

  • Uploaded by: Erviana Yulianti
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 329724191-lp-dan-askep-tunanetra.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,132
  • Pages: 60
1

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. B DENGAN DIAGNOSA TUNANETRA DIWISMA MARTHA DI PANTI BAKTI LUHUR SIDOARJO

DISUSUN OLEH: NURJANAH 2010.C.02a.0062

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM PROFESI NERS TAHUN 2015

2

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. B DENGAN DIAGNOSA TUNANETRA DIWISMA MARTHA DI PANTI BAKTI LUHUR SIDOARJO Disusun Dalam Rangka Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Gerontik Program Profesi Ners

DISUSUN OLEH: NURJANAH 2010.C.02a.0062

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM PROFESI NERS TAHUN 2015

3

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama

: NURJANAH

NIM

: 2010.C.02A.0062

Program Studi

: Profesi Ners

Judul Asuhan Keperawatan

: Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Ny. B

Dengan Diagnosa Tunanetra Diwisma MarthaDi Panti Bakti Luhur Sidoarjo Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa asuhan keperawatan keluarga ini merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan flagiasi, begitu pula hal yang terkait di dalamnya baik mengenai isinya, sumber yang dikutip atau dirujuk, maupun teknik di dalam pembuatan dan penyusunan laporan ini. Pernyataan ini akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya, apabila di kemudian hari terbukti bahwa asuhan keperawatan ini bukan hasil karya saya atau flagiat, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut berdasarkan peraturan yang berlaku.

Dibuat di

: Sidoarjo

Pada tanggal

: 13 Januari 2015

Saya yang menyatakan,

NURJANAH

4

PERSEJUTUAN

Asuhan keperawatan ini disusun oleh :

Nama

: NURJANAH

NIM

: 2010.C.02A.0062

Judul Asuhan Keperawatan

: Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Ny. B

Dengan Diagnosa Tunanetra Diwisma MarthaDi Panti Bakti Luhur Sidoarjo Telah melaksanakan asuhan keperawatan anak sebagai persyaratan untuk menyelesaikan Program Profesi Ners Stase keperawatan Anak pada program Studi S1 Keperawatan Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Surabaya 17 Januari 2015

Menetahui Ketua Program Studi

Yeria Allen Friskila, S.Kep., Ns

Pembimbing

(.........................................)

5

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan dengan judul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Ny. B Dengan Diagnosa Tunanetra Diwisma Martha Di Panti Bakti Luhur Sidoarjo”. Asuhan Keperawatan ini merupakan salah satu syarat disusun untuk memenuhi syarat kelulusan pada pendidikan Profesi Ners stase keperawatan Anak di STIKES Eka Harap Palangka Raya. Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada : 1.

Ibu Dra. Mariaty Darmawan, MM selaku Ketua STIKES

Eka Harap yang telah

memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Asuhan Keperawatan ini. 2.

Ibu Yeria Allen Friskila, S.Kep, Ns selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan yang memberikan dukungan dalam penyelesaian Asuhan Keperawatan ini.

3.

Ibu Ns. Putria Carolina, M. Kep selaku koordinator profesi Ners yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan waktunya dalam menyelesaikan isi Asuhan Keperawatan ini.

4.

Bapak Hendri Hariyono, S.kep.Ns selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing, memberikan saran, bimbingan dan waktunya dalam menyelesaikan Asuhan Keperawatan ini.

5.

Suster Veronika selaku pembimbing Klinik yang telah membimbing, memberikan saran, dan waktunya dalam menyelesaikan Asuhan Keperawatan ini.

6.

Seluruh staf STIKES Eka Harap yang memberikan dukungannya dalam pembuatan studi kasus ini.

7.

Sahabat-sahabat kami dan seluruh teman Program Profesi Ners yang selalu memberikan semangat, dukungan dan doanya demi selesainya studi kasus ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan studi kasus

ini. Akhirnya, penulis berharap studi kasus ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan

6

ilmu pengetahuan terutama bidang keperawatan, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.

Palangka Raya, 14 Januari 2015

NURJANAH

7

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 KONSEP LANSIA 1.1.1 Pengertian lanjut usia ( lansia) Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, pengelihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2006). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005). WHO dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa usia 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsurangsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh. Lanjut mendefinisikan

usia

merupakan

batasan

istilah

penduduk

lanjut

tahap usia

akhir

dari

menurut

proses

Badan

penuaan.

Dalam

Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai

1

8

beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides 1994). Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi, 2000) Menurut UU no 4 tahun 1945 Lansia adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000). Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999). 1.1.2 Batasan Lansia WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/ biologis menjadi 4 kelompok yaitu : 1) usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 2) lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun 3) lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun 4) usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun. NB : PENGGUNAAN HURUF KAPITAL DIAWAL KALIMAT Sedangkan Nugroho (2000) menyimpulkan pembagian umur berdasarkan pendapat beberapa ahli, bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun ke atas. Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan menjadi: 1.1 usia dewasa muda (elderly adulthood), atau 29 – 25 tahun,

9

2.1 usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 25 – 60 tahun atau 65 tahun, 3.1 lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang dibagi lagi dengan:  70 – 75 tahun (young old), 75 – 80 tahun (old),  lebih dari 80 (very old).  Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1965 Pasal 1 seseorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya seharihari dan menerima nafkah dari orang lain. Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas 4.1 Penggolongan lansia menurut Depkes RI dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni :  Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.  Kelompok lansia (65 tahun ke atas).  Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun. 1.1.3 Fisiologi Lansia Proses penuaan adalah normal, berlangsung secara terus menerus secara alamiah. Dimulai sejak manusia lahir bahkan sebelumnya dan umunya dialami seluruh makhluk hidup. Menua merupakan proses penurunan fungsi struktural tubuh yang diikuti penurunan daya tahan tubuh. Setiap orang akan mengalami masa tua, akan tetapi penuaan pada tiap seseorang berbedabeda tergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut dapat berupa faktor herediter, nutrisi, stress, status kesehatan dan lain-lain (Stanley, 2006). 1.1.4 Proses Menua Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah. Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan: 1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,

10

2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari, 3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996) Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan-perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus-menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh MunandarAshar Sunyoto (1994) menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu: a)

Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain

b) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya c)

Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah

d) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak e)

Belajar memperlakukan anak-anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan gerak.

11

1.2 KONSEP TUNANETRA 1.2.1 Pengertian tunanetra Gangguan penglihatan adalah kondisi yang ditandai dengan penurunan tajam penglihatan ataupun menurunnya luas lapangan pandang, yang dapat mengakibatkan kebutaan (Quigley dan Broman, 2006). Cacat Netra dalah Seseorang yang terhambat mobilitas gerak yang disebabkan oleh hilang/berkurangnya fungsi penglihatan sebagai akibat dari kelahiran, kecelakaan maupun penyakit (Marjuki, 2009) Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian tunanetra ialah tidak dapat melihat, buta. Sedangkan menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa yang dimaksud dengan tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan. Karena adanya hambatan dalam penglihatan serta tidak berfungsinya penglihatan (Heward & Orlansky, 1988 cit Akbar 2011). Mata adalah organ sensorik yang mentransmisikan rangsang melalui jaras pada otak ke lobus oksipital dimana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan proses penuaan yang terjadi, tentunya banyak perubahan yang terjadi, diantaranya alis berubah kelabu, dapat menjadi kasar pada pria, dan menjadi tipis pada sisi temporalis baik pada pria maupun wanita. Konjungtiva menipis dan berwarna kekuningan,produksi air mata oleh kelenjar lakrimalis yang berfungsi untuk melembabkan dan melumasi konjungtiva akan menurun dan cenderung cepat menguap, sehingga mengakibatkan konjungtiva lebih kering. Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi. Lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna gelap seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang ( sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko sedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan jelas, semua hal itu dapat memengaruhi kemampuan fungsional para lansia.

12

1.2.2 KLASIFIKASI PENYANDANG CACAT PENGLIHATAN Berdasarkan Klasifikasi International Classification of Functioning for Disability and Health (ICF) dalam Marjuki (2009), Penyandang Cacat Penglihatan diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: 1.2.2.1 Low vision (Penglihatan Sisa) adalah seseorang yang mengalami kesulitan/ gangguan jika dalam jarak minimal 30 cm dengan penerangan yang cukup tidak dapat melihat dengan jelas baik bentuk, ukuran, dan warna. Jika responden memakai kacamata maka yang ditanyakan adalah kesulitan melihat ketika melihat tanpa kacamata (sumber: modifikasi Susenas 2000 dan ICF) (tidak termasuk orang yang menggunakan kacamata plus, minus ataupun silinder). 1.2.2.2 Light Perception (Persepsi Cahaya) yaitu seseorang hanya dapat membedakan terang dan gelap namun tidak dapat melihat benda didepannya. 1.2.2.3 Totally blind (Buta Total) yaitu seseorang tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui/ membedakan adanya sinar kuat yang ada langsung di depan matanya.

Sedangkan menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, ada beberapa klasifikasi tunanetra, seperti di bawah ini: Berdasarkan Waktu Terjadinya Ketunanetraan: 1) Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan. 2) Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan. 3) Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi. 4) Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri. 5) Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.

13

Berdasarkan Kemampuan Daya Penglihatan 1) Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan. 2) Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal. 3) Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat. 1.2.3 Penyebab Ketunanetraan Ada berbagai faktor yang menyebabkan kelainan penglihatan (ketunanetraan) seperti kelainan struktur mata atau penyakit yang menyerang cornea, lensa, retina, saraf mata dan lain sebagainya. Di samping itu kelainan penglihatan juga dapat diperoleh karena faktor keturunan misalnya perkawinan antar saudara dekat dapat meningkatkan kemungkinan diturunkannya kondisi kelainan penglihatan. Secara garis besar kelainan penglihatan dapat disebabkan karena beberapa hal yaitu: 1.2.3.1 Kelainan Refraksi Bagi seseorang yang mengalami kelainan refraksi (pembiasan cahaya) tanpa disertai gangguan lain, biasanya dapat diperbaiki penglihatannya hingga menjadi normal dengan menggunakan kaca mata atau lensa kontak. Bagi penyandang kelainan refraksi yang telah dikoreksi dengan kaca mata biasanya tidak ada masalah dengan penglihatannya kecuali jika kaca mata atau lensa kontak yang diresepkan baginya tidak dipakai. Beberapa kelainan refraksi meliputi: 1) Myopia dan Hyperopia Dalam penglihatan normal, berkas cahaya paralel yang datang dari jauh akan terfokus pada retina. Jika bola mata terlalu panjang dari depan ke belakang, maka berkas cahaya itu terfokus di depan retina dan hal ini mengakibatkan penglihatan menjadi kabur atau buram. Seseorang

yang

mengalami

myopia

sering

dikatakan

memiliki

penglihatan

dekat

(nearsightedness) karena ketajaman penglihatannya bagus pada jarak dekat tetapi mengalami masalah pada jarak jauh. Pada penderita myopia image obyek yang dilihat tidak jelas, masalah ini terjadi selain karena bola mata lebih besar dari pada yang normal juga dapat terjadi pada bola

14

mata yang normal tetapi elastisitas lensanya kurang baik dan kekuatan refraksi lensa dan cornea menguat. Dalam kebanyakan kasus myopia, pemanjangan bola mata itu hanya sedikit dan tidak terus memanjang, dan koreksi dapat dilakukan dengan pemakaian kaca mata. Akan tetapi, dalam sejumlah kecil kasus myopia, bola mata memanjang terus. Kondisi ini dikenal dengan istilah progressive myopia atau high myopia, dan ketajaman penglihatan yang normal tidak akan dapat dicapai dengan pemakaian kaca mata ataupun lensa kontak. . Sebaliknya jika bola mata lebih kecil dari yang normal atau lensa dalam keadaan tidak dapat berakomodasi dengan baik sehingga bentuknya cenderung cekung, akibatnya image obyek yang sedang dilihat difokuskan di belakang retina dan pada kondisi seperti ini penderita merasakan penglihatannya menjadi kabur. Kelainan seperti ini disebut hyperopia atau penglihatan jauh (farsightedness). Penderita hyperopia mengalami penurunan ketajaman penglihatan dan mengalami gangguan penglihatan pada jarak dekat tetapi normal pada jarak jauh. `

Dalam kasus hyperopia yang parah penglihatan menjadi tidak efektif. Hyperopia

sederhana dapat dikoreksi hingga ke penglihatan normal dengan mengunakan lensa cembung (lensa plus) sehingga berkas cahaya terfokus pada retina. Permasalahan biasanya timbul hanya apabila kondisi ini disertai kondisi penglihatan lain seperti katarak. Dalam kasus seperti ini, meskipun kaca mata akan diresepkan, tetapi ketajaman penglihatan tetap akan berkurang dan kondisi ini dapat disertai dengan keadaan juling. 1.2.3.2 Presbyopia Dengan meningkatnya usia, seseorang pada umumnya mengalami penurunan fungsi akomodasi sehubungan dengan lemahnya elastisitas lensa dan cairan lensa yang mengeras. Oleh karena gangguan penglihatan ini umumnya berkaitan dengan meningkatnya usia maka, keadaan ini disebut presbyopia. Presbyopia biasanya terjadi pada usia 40-an dan penderita mengalami penurunan ketajaman penglihatan dan mengalami gangguan untuk membaca. Seseorang yang mengalami presbyopia dapat dibantu dengan sepasang kaca mata yang memiliki dua lensa. Lensa semacam ini disebut lensa bifocals, satu lensa untuk membantu menyebarkan (diverge) cahaya dan yang lain untuk memfokuskan (converge) cahaya.

15

1.2.3.3 Astigmatism Penyebab utama astigmatism adalah bervariasinya daya refraksi cornea atau lensa akibat kelainan dalam bentuknya permukaannya. Hal ini mengakibatkan distorsi pada image yang terbentuk pada macula. Bila kasusnya sederhana, kondisi ini dapat dikoreksi dengan memakai kaca mata dengan lensa silindris, tetapi permasalahan menjadi lebih berat bila kondisi ini disertai myopia dan hypermetropia. Bila disertai dengan jenis gangguan penglihatan lain, koreksinya akan menjadi sulit dan dapat mengakibatkan berkurangnya ketajaman penglihatan bahkan kebutaan. `

PERUBAHAN SISTEM PENGLIHATAN Perubahan normal pada system sensoris (penglihatan) akibat penuaan : Perubahan Normal yang b.d Penuaan Penurunan kemampuan akomodasi.

Implikasi Klinis Kesukaran dalam membaca huruf-huruf yang kecil

Kontriksi pupil sinilis

Penyempitan lapang pandang

Peningkatan kekeruhan lensa dengan perubahan§ Sensitivitas terhadap cahaya warna menjadi menguning.

§ Penurunan penglihatan pada malam hari dengan persepsi kedalamam

Perubahan sistem indera Penglihatan pada penuaan : Perubahan Morfologis § Penurunan jaringan lemak sekitar mata

Perubahan Fisiologis § Penurunan penglihatan jarak dekat

§ Penurunan elastisitas dan tonus jaringan

§ Penurunan koordinasi gerak bola mata

§ Penurunan kekeuatan otot mata

§ Distorsi bayangan

§ Penurunan ketajaman kornea

§ Pandangaan biru-merah

§ Degenerasi pada sclera, pupil dan iris

§ Compromised night vision

§ Peningkatan frekuensi proses terjadinya penyakit § Penurunan ketajaman mengenali warna § Peningkatan densitas dan rigiditas lensa

hijau, biru dan ungu

§ Perlambatan proses informasi dari system saraf§ Kesulitan mengenali benda yang bergerak pusat

16

1.2.4 Tanda Dan Gejala Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menja di negatif (-). Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis. Gejala umum gangguan katarak meliputi (Julianto, 2009) : Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek. Peka terhadap sinar atau cahaya. Dapat melihat dobel pada satu mata. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu. 1.2.5 Patofisiologi Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis: Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yan mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitaspada kapsul poterior merupakan bentuk aktarak yang paling bermakna seperti kristal salju. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya traansparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan: koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor yang paling

17

sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang. Pathway Trauma mata

Tunanetra

18

1.2.6 Komplikasi/ Dampak Ketunanetraan Penglihatan merupakan salah satu saluran informasi yang sangat penting bagi manusia selain pendengaran, pengecap, pembau, dan perabaan. Pengalaman manusia kira-kira 80 persen dibentuk berdasarkan informasi dari penglihatan. Di bandingkan dengan indera yang lain indera penglihatan mempunyai jangkauan yang lebih luas. Pada saat seseorang melihat sebuah mobil maka ada banyak informasi yang sekaligus diperoleh seperti misalnya warna mobil, ukuran mobil, bentuk mobel, dan lain-lain termasuk detail bagian-bagiannya. Informasi semacam itu tidak mudah diperoleh dengan indera selain penglihatan. Kehilangan indera penglihatan berarti kehilangan saluran informasi visual. Sebagai akibatnya penyandang kelainan penglihatan akan kekuarangan atau kehilangan informasi yang bersifat visual. Seseorang yang kehilangan atau mengalami kelainan penglihatan, sebagai kompensasi, harus berupaya untuk meningkatkan indera lain yang masih berfungsi. Seberapa jauh dampak kehilangan atau kelainan penglihatan terhadap kemampuan seseorang tergantung pada banyak faktor misalnya kapan (sebelum atau sesudah lahir, masa balita atau sesudah lima tahun) terjadinya kelainan, berat ringannya kelainan, jenis kelainan dan lain-lain. Seseorang yang kehilangan penglihatan sebelum lahir sering sampai usia lima tahun pengalaman visualnya sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Sedangkan yang kehilangan penglihatan setelah usia lima tahun atau lebih dewasa biasanya masih memiliki pengalaman visual yang lebih baik tetapi memiliki dampak yang lebih buruk terhadap penerimaan diri. 1.2.6.1 Dampak terhadap Kognisi Kognisi adalah persepsi individu tentang orang lain dan obyekobyek yang diorganisasikannya secara selektif. Respon individu terhadap orang dan obyek tergantung pada bagaimana orang dan obyek tersebut tampak dalam dunia kognitifnya ,dan citra atau “peta” dunia setiap orang itu bersifat individual. Setiap orang mempunyai citra dunianya masingmasing karena citra tersebut merupakan produk yang ditentukan oleh factor-faktor berikut: (1) Lingkungan fisik dan sosisalnya, (2) struktur fisiologisnya, (3) keinginan dan tujuannya, dan (4) pengalaman-pengalaman masa lalunya. Dari keempat faktor yang menentukan kognisi individu tunanetra menyandang kelainan dalam struktur fisiologisnya, dan mereka harus menggantikan fungsi indera penglihatan dengan indera-indera lainnya untuk mempersepsi lingkungannya. Banyak di antara mereka tidak pernah

19

mempunyai pengalaman visual, sehingga konsepsi orang awas mereka tentang dunia ini sejauh tertentu mungkin berbeda dari konsepsi orang awas pada umumnya. 1.3.6.2 Dampak terhadap Keterampilaan Sosial Orang tua memainkan peranan yang penting dalam perkembangan sosial anak. Perlakuan orang tua terhadap anaknya yang tunanetra sangat ditentukan oleh sikapnya terhadap ketunanetraan itu, dan emosi merupakan satu komponen dari sikap di samping dua komponen lainnya yaitu kognisi dan kecenderungan tindakan. Ketunanetraan yang terjadi pada seorang anak selalu menimbulkan masalah emosional pada orang tuanya. Ayah dan ibunya akan merasa kecewa, sedih, malu dan berbagai bentuk emosi lainnya. Mereka mungkin akan merasa bersalah atau saling menyalahkan, mungkin akan diliputi oleh rasa marah yang dapat meledak dalam berbagai cara, dan dalam kasus yang ekstrem bahkan dapat mengakibatkan perceraian. Persoalan seperti ini terjadi pada banyak keluarga yang mempunyai anak cacat. Pada umumnya orang tua akan mengalami masa duka akibat kehilangan anaknya yang “normal” itu dalam tiga tahap; tahap penolakan, tahap penyesalan, dan akhirnya tahap penerimaan, meskipun untuk orang tua tertentu penerimaan itu mungkin akan tercapai setelah bertahun-tahun. Proses “dukacita” ini merupakan proses yang umum terjadi pada orang tua anak penyandang semua jenis kecacatan. Sikap orang tua tersebut akan berpengaruh terhadap hubungan di antara mereka (ayah dan ibu) dan hubungan mereka dengan anak itu, dan hubungan tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan emosi dan sosial anak. 1.3.6.3 Dampak terhadap Bahasa Pada umumnya para ahli yakin bahwa kehilangan penglihatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan memahami dan menggunakan bahasa, dan secara umum mereka berkesimpulan bahwa tidak terdapat defisiensi dalam bahasa anak tunanetra. Mereka mengacu pada banyak studi yang menunjukkan bahwa siswa-siswa tunanetra tidak berbeda dari siswasiswa yang awas dalam hasil tes intelegensi verbal. Mereka juga mengemukakan bahwa berbagai studi yang membandingkan anak-anak tunanetra dan awas tidak menemukan perbedaan dalam aspekaspek utama perkembangan bahasa. Karena persepsi auditif lebih berperan daripada persepsi visual sebagai media belajar bahasa, maka tidaklah mengherankan bila berbagai studi telah menemukan bahwa anak tunanetra relatif tidak terhambat dalam fungsi bahasanya. Banyak anak tunanetra bahkan lebih termotivasi daripada anak awas untuk menggunakan bahasa karena bahasa merupakan saluran utama komunikasinya dengan orang lain.

20

Secara konseptual sama bagi anak tunanetra maupun anak awas, karena makna kakatkata dipelajarinya melalui konteksnya dan penggunaannya di dalam bahasa. Sebagaimana halnya dengan semua anak, anak tunanetra belajar kata-kata yang didengarnya meskipun kata-kata itu tidak terkait dengan pengalaman nyata dan tak ada makna baginya. Kalaupun anak tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya, hal itu bukan semata-mata akibat langsung dari ketunanetraannya melainkan terkait dengan cara orang lain memperlakukannya. Ketunanetraan tidak menghambat pemrosesan informasi ataupun pemahaman kaidah-kaidah bahasa. 1.2.6.4 Dampak terhadap Orientasi dan Mobilitas Mungkin kemampuan yang paling terpengaruh oleh ketunanetraan untuk berhasil dalam penyesuaian social individu tunanetra adalah kemampuan mobilitas yaitu ketrampilan untuk bergerak secara leluasa di dalam lingkungannya. Ketrampilan mobilitas ini sangat terkait dengan kemampuan orientasi, yaitu kemampuan untuk memahami hubungan lokasi antara satu obyek dengan obyek lainnya di dalam lingkungan (Hill dan Ponder,1976). Para pakar dalam bidang orientasi dan mobilitas telah merumuskan dua cara yang dapat ditempuh oleh individu tunanetra untuk memmproses informasi tentang lingkungannya, yaitu dengan metode urutan (sequncial mode) yang menggambarkan titk-titik di dalam lingkungan sebagai rute yang berurutan, atau dengan metode peta kognitif yang memberikan gambaran topografis tentang hubungan secara umum antara berbagai titik di dalam lingkungan (Dodds et al dalam Hallahan dan Kaufman,1991). Metode peta kognitif lebih direkomendasikan karena cara tersebut menawarkan fleksibilitas yang lebih baik dalam menavigasi lingkungan. Bayangkan tiga titik yang berurutan – A, B, dan C. Memproses informasi tentang orientasi lingkungan dengan metode urutan membatasi gerakan individu sedemikian rupa sehingga dia dapat bergerak dari A ke C hanya melalui B. Tetapi individu yang memiliki peta kognitif dapat pergi dari titik A langsung ke titik C tanpa memlalui B. Akan tetapi, metode konseptualisasi ruang apapun , metode urutan ataupun metode peta kognitif- individu tunanetra tetap berkekurangan dalam bidang mobilitas dibandingkan dengan sebayanya yang awas. Mereka kurang mapu atau tidak mampu sama sekali menggunakan “visual metaphor” (Hallahan dan Kauffman, 1991:310) Di samping itu, para palancong tunanetra harus lebih bergantung pada ingatan untuk memperoleh gambaran tentang

21

lingkungannya dibandingkan dengan individu yang awas (Holfield & Fouke dalam Hallahan dan Kauffman,1991) Untuk membentuk mobilitas itu, alat bantu yang umum dipergunakan oleh orang tuna netra di Indonesia adalah tongkat, sedangkan di banyak negara barat penggunaan anjing penuntun (guide dog) juga populer. Dan penggunaan alat elektronik untuk membantu orientasi dan mobilitas individu tunanetra masih terus dikembangkan. Agar anak tuna netra memiliki rasa percaya diri untuk bergerak secara leluasa di dalam lingkungannya dala bersosialisasi, mereka harus memperoleh latihan orientasi dan mobilitas. Program latihan orientasi dan mobilitas tersebut harus mencakup sejumlah komponen, termasuk kebugaran fisik, koordinasi motor, postur, keleluasaan gerak, dan latihan untuk mengembangkan fungsi indera –indera yang masih berfungsi.

22

1.3 MANAJEMEN KEPERAWATAN 1.3.1 Pengkajian 1.3.1.1 Aktivitas/istirahat perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan. 1.3.1.2

Makanan/cairan

Mual, muntah 1.3.1.3 Neurosensori : Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak). Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar,

kehilangan

penglihatan

perifer,

fotofobia(glaukoma

akut).

Perubahan

kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan. Tanda : Pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan. Peningkatan penyebab katarak mata. 1.3.1.4 Nyeri / Kenyamanan : Ketidaknyamanan ringan/mata berair, nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala. 1.3.1.5 Penyuluhan / Pembelajaran Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler. Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin. Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin. Pengkajian pada lansia dengan gangguan penglihatan meliputi hal-hal berikut ini : 1) Ukuran pupil 2) Pemakaian kacamata 3) Penglihatan ganda 4) Sakit pada mata seperti glaucoma dan katarak 5) Mata kemerahan 6) Mengeluh ketidaknyamanan terhadap cahaya terang (menyilaukan). 7) Kesulitan memasukan benang ke lubang jarum. 8) Permintaan untuk membacakan kalimat

23

9) Kesulitan/ kebergantungan dalam melakukan aktivitas pemenuhan kebutuhan sehari-hari (mandi, berpakaian, ke kamar kecil, makan, BAK/BAB, serta berpindah) 10) Visus 1.3.2 Diagnosa keperawatan yang muncul 1.3.2.1 Gangguan persepsi sensori: penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori dari organ penerima, 1.3.2.2 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik 1.3.2.3 Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit 1.3.2.4 Resiko jatuh berhubungan dengan keterbatasan lapang pandang yang ditandai dengan 1.3.2.5 Resiko Cedera berhubungan dengan keterbatasan lapang pandang yang ditandai dengan

24

RENCANA KEPERAWATAN

N O DX 1

DIANGOSA KEPERAWATAN DAN KOLABORASI Gangguan persepsi sensori: penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori dari organ penerima,

TUJUAN (NOC)

INTERVENSI (NIC)

NOC : Vision compensation behavior KKriteria hasil:  Memakai kaca mata atau lensa dengan benar  Memakai huruf braile  Memakai penyinaran/ cahaya yang sesuai

NIC Pencapaian Komunikasi: Defisit Penglihatan  Kaji reaksi pasien terhadap penurunan penglihatan  Ajak pasien ntuk menentukan tujuan dan belajar melihat dengan cara yang lain  Deskripsikan lingkungan disekitar pasien  Jangan memindahkan sesuatu di ruangan pasien tanpa memberi informasi pada pasien  Bacakan surat atau koran atau info lainnya  Sediakan huruf braile  Informasikan letak benda-benda yang sering diperlukan pasien Manajemen Lingkungan 1) Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien 2) Pindahkan benda-benda berbahaya dari lingkungan pasien 3) Pasang side steril 4) Sediakan tempat tidur yang rendah 5) Tempatkan benda-benda pada tempat yang dapat dijangkau pasien

25

2

Defisit perawatan NOC : diri berhubungan Self care : Activity of Daily dengan kelemahan Living (ADLs) fisik Kriteria Hasil :  Klien terbebas dari bau badan  Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs  Dapat melakukan ADLS dengan bantuan

NIC : Self Care assistance : ADLs 1) Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri. 2) Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan. 3) Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care. 4) Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki. 5) Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. 6) Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya. 7) Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan. 8) Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.

3

Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit

NIC : Teaching : disease Process 1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik 2) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat. 3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat 4) Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat 5) Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat 6) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat 7) Hindari harapan yang kosong 8) Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan

NOC : Kowlwdge : disease process Kowledge : health Behavior Kriteria Hasil :  Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan  Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar  Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim

26

kesehatan lainnya

4

Resiko jatuh NOC berhubungan dengan Risk Kontrol keterbatasan lapang Kriteria Hasil : pandang yang  Klien terbebas dari cedera ditandai dengan  Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah injury/cedera  Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/perilaku personal  Mampumemodifikasi gaya hidup untukmencegah injury  Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada  Mampu mengenali perubahan status kesehatan

pasien dengan cara yang tepat 9) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit 10) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan 11) Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan 12) Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat 13) Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat 14) Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat NIC : Environment Management (Manajemen lingkungan)  Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien  Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)  Memasang side rail tempat tidur  Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih  Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.  Membatasi pengunjung  Memberikan penerangan yang cukup  Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.  Mengontrol lingkungan dari kebisingan  Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan  Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.

27

5

Resiko Cedera berhubungan denganv keterbatasan lapang pandang yang ditandai dengan

NOC Risk Kontrol Kriteria Hasil :  Klien terbebas dari cedera  Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah injury/cedera  Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/perilaku personal  Mampumemodifikasi gaya hidup untukmencegah injury  Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada  Mampu mengenali perubahan status kesehatan

NIC : Environment Management (Manajemen lingkungan) 1) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien 2) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien 3) Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan) 4) Memasang side rail tempat tidur 5) Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih 6) Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien. 7) Membatasi pengunjung 8) Memberikan penerangan yang cukup 9) Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien. 10) Mengontrol lingkungan dari kebisingan 11) Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan 12) Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.

28

1.2.3

Implementasi Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah

kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan (Potter & Perry, 2005). 1.2.4

Evaluasi Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan

dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan.

29

BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA PASIEN DENGAN TUNANETRA

Tanggal Pengkajian: 16 Juni 2014 2.1 DATA BIOGRAFI Nama

: Oma. B

Tempat & Tanggal Lahi

: Surabaya 2 juli 1938

Pendidikan Terakhir

: SMA

Agama

: Katolik

Status Perkawinan

: Janda

Tb/Bb

: 156 Cm/30 Kg

Penampilan

Gol. Darah: O

:Pasien Tampak Rapi

Ciri-Ciri Tubuh: kulit

kecolatan Alamat: Jln. Palem timur MD 120 Pondok candra indah Orang Yang Dekat Di hubungi

: Ny. L

Hubungan dengan Lansia

: Anak kandung

Alamat

: Jln. Blibis Blok PP No 27 surabaya

2.2

RIWAYAT KELUARGA Susunan Anggota Keluarga

No

Nama

L/P

Hubungan

Pendidikan

Pekerjaan

kelurga

Keterang an

1. 1.

Tn. H

L

Suami

SD

Swasta

Kawin

2. 2.

Ny. L

P

Anak

SLTP

Swasta

kawin

3.

29

30

Genogram

Tipe/ bentuk keluarga: NB : KETERANGAN TIDAK ADA??? 2.3 RIWAYAT PEKERJAAN Pekerjaan saat ini pasien tidak bekerja, pekerjaan sebelumnya dulu pasien sebelum masuk panti asuhan pasien bekerja dikantin sekolah bejualan, alamat pekerjaan dulu pasien bekerja dikantin sekolah di SDK pencipta damai jalan landau. jarak tempat kerja dari rumah yaitu ≥250 km, alat transportasi yang digunakan menuju tempat kerjanya menggunakan becak. NB : RATA APA???KANAN ATAU KIRI??? 2.4 RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP (DENAH) Tipe tempat tinggal permanen jumlah kamar ada 4 dilantai atas dan 4 lagi dilantai bawah jumlah keseluruhan ada 8 kamar, kondisi tempat tinggal cuku bersih dan rapi, jumlah orang yang tinggal berjumlah 20 orang dilantai atas 8 orang di lantai bawah 12 orang. 2.5 RIWAYAT REKREASI Hobby/ minat pasien memasak, pasien tidak punya keanggotaan organisasi, liburan perjalanan pasien hanya di rumah tidak pernah jalan-jalan karena pasien meggunakan kursi roda terkadang pasien hanya main dengan teman-teman satu wisma saja. 2.6 SISTEM PENDUKUNG Sistem pendukung pasien yaitu bidan dan perawat, jarak dari rumah ≤5 km, jarak dari rumah sakit ≤500 km, jarak dari klinik ≤ 10 km, Oma. B tidak ada

31

pelayanan kesehatan di rumah hanya saja satu bulan sekali ada bidan dan dokter yang berkunjung kepanti asuhan, pasien hanya makan-makanan yang ada dipanti asuhan itupun pasien ada yang memasakan pasien tidak dapat melakukan aktivitas apapun karna karna pasien susah untuk bejalan pasien hanya duduk dikorsi roda. 2.7 DISKRIPSI KEHUSUSAN Oma. B kebiasaan ritual pasien berdoa bersama-sama teman- teman dan keluargayang ada dipanti. 2.8

STATUS KESEHATAN Status kesehatan umum selama setahun yang lalu yaitu pasien hanya

mengalami flu dan batuk-batuk. Setatus kesehatan umum selama lima tahun yang lalu pernah mengalami benturan dikepala saat pasien masih berada dirumahnya. Adan oleh anaknya Ny. L Pasien dibawa ke RS karna mengalami pendarahan didaerah kepala. 2.8.1

Keluhan Utama Oma. B mengatakan sama sekali tidak dapat melihat sejak umur 73 tahun

yang lalu sedangkan usia Oma. B sekarang berusia 77 tahun. 2.8.2

Provokative/ paliative

Pasien mengatakan tidak dapat bekerja dan melakukan kegiatan sehari-hari karna pasien tidak dapat melihat dan susah bejalan pasien menggunakan kursi roda. 2.8.3

Quality/ Quantity

Pasien tidak terdapat rasa nyeri 2.8.4

Region

Oma. B Tidak nyeri 2.8.5

Timming

Tidak ada masalah OBAT-OBATAN Pasien tidak pernah minum obat apapun saat pasien pusing dan sakit pasien hanya tidur dan beristirahat ditempat tidur. STATUS IMUNISASI: (catatan tanggal terbaru) Oma. B tidak ada status imunisasi seperti tetanus, difteri, influensa, pneumothoraks Alergi: (Catatan agen dan reaksi spesifik)

32

Oma. B tidak ada yang mengalami alergi terhadap obat-obatan, makanan dan faktor lingkungan dulu pernah alergi kerang tapi setelah berobat sekarang pasien tidak alergi lagi. Penyakit yang diderita Pasien menderita tunanetra pasien sama sekali tidak dapat melihat sejak umur 73 tahun sedangkan sekarang umur pasien 77 pasien menderita tunanetra sudah sekitar 4 tahun. 2.9 AKTIVITAS HIDUP SEHARI-HARI (ADL) Indeks katz A, oksigenasi pasien mampu bernafas dengan baik, cairan dan elektrolit pasien minum ± 1000 ml/hari yaitu air minum air putih. Nutrisi pasien, pasien makan 3x sehari dengan dengan menu variasi, eliminasi pasien BAB 1x/sehari, BAK 4-5 x/hari, aktivitas pasien pasien mampu berbaur dengan temantemannya yang satu asrama walaupun pasien menggunakan kursi roda. Istirahat dan tidur ± 8 jam/hari. Personal hygiene mandi 2x/hari, gosok gigi 2x/ hari. Persepsi klien pasien menganggap bahwa penyakitnya merupakan takdir dari tuhan dan pasien tidak minum obat. Konsep diri pasien merasa tidak rendah diri ataupun malu. Emosi pasien selalu tenang dalam setiap mengahadapi persoalan ataupun masalah. Adaptasi klien pasien mampu beradaptasi dengan orang lain walaupun menggunakan kursi roda. Mekanisme pertahanan diri bila ada masalah klien selalu bercerita dengan suster dan teman-teman dekatnya yang ada di asram martha. Keadaan umum klien tenang pasien tampak tidak melihat pasien menggunakan kursi roda pasien juga tampak sesak nafas. Tingkat kesadaran pasien compos metis, skala koma glasgow eye 0 verbal 5 pskimotor 3 tanda-tanda vital nadi 89x/menit respirasi 20x/menit tensi 120/70 mmHg. Sistem kardiovaskuler suara jantung S1, S2 tunggal. Sistem pernafasan klien menggunakan tipe pernafasan perut. Sistem integumen pasien tampak kriput dan berbusi. Sistem perkemihan pasien buang air kecil terkadang 4-5 kali sehari. Sistem muskuluskeletal pasien menggunakan kursi roda pasien hanya bisa jalan tiga langkah saja pasien tampak susah untuk bejalan. Sistem endokrin pasien tidak mengalami alergi. Sistem gastrointestinal buang air besar terkadang pasien 1x/ hari. Pada sistem penglihatan saat dilakukan pengakjian didapatkan bahwa pasien

33

sama sekali tidak dapat melihat sejak umur 73 tahun sedangkan pasien sekarang umur 77 tahun pasien tidak melihat sejitar 4 tahunan. Sietm pendengaran pasien fungsi pendengaran pasien masih sangat baik pasien dapat mendengarkan suara suster dengan nada yang kecil . pada sistem pengecapan pasien noramal pasien masih dapat merasakan makanan dan membedakan rasa. Sistem penciuman pasien juga normal pasien dapat mencium bau-bauan seperti bau parfum dan bau-bauan lainnya. Tectil respon pasien dapat membedakan rasa kasar dan halus saat disuruh membedakan mana yang halus dan kasar. 2.10

STATUS KOGNITIF/AFEKTIF/SOSIAL Short porteble mental status questionnnaire (SPMSQ) adalah kesalahan 0-

2 fungsi intelektual utuh. Mini mental state exam ( MMSE) adalah 28 nilai total Intervensi depresi beck 2.11 DATA PENUNJANG Pasien tidak melakukan pemeriksaan seperti pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi atau pemeriksaan lainnya.

34

INDEKS KATZ Indeks Kemandirian Pada Aktivitas Kehidupan Sehari-hari

Nama Klien

: Oma . B

Tanggal:13 Januari 2015

Jenis Kelamin : Perempuan

TB/BB: 160 cm/30Kg

Agama

: Katolik

GOL Darah: O

Pendidikan

: SMA

Alamat

: JL. Palem Timur MD 120 Pondok Candra Indah

SKORE

KRITERIA

A

Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil, berpakaian dan mandi

B

Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari fungsi tersebut

C

Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, dan satu fungsi tambahan

D

Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan

E

Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian, kekamar kecil dan satu fungsi tambahan

F

F

Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian, kekamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan

G

Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat di

Lain-lain

klasifikasikan sebagai C, D, E atau F

35

SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONNAIRE (SPMSQ) Penilaian ini untuk mengetahui fungsi intelektual Lansia: Nama Klien Jenis Kelamin Agama Pendidikan Alamat SKORE +  √ √ √

: Oma . B Tanggal:13 Januari 2015 : Perempuan TB/BB: 160 cm/30Kg : Katolik GOL Darah: O : SMA : JL. Palem Timur MD 120 Pondok Candra Indah: NO 1. 2. 3.



4.

√ √ √ √ √ √

5. 6. 7. 8. 9. 10.

PERTANYAAN Tanggal berapa hari ini ? Hari apa sekarang ini ? Apa nama tempat ini ?

JAWABAN Tgl 13 selasa Panti asuhan bakti luhur Berapa nomor telpon Anda ? JL. Palem Timur 4.a. Dimana alamat Anda ? MD 120 Pondok (tanyakan bila tidak memiliki telpon) Candra Indah Berapa umur Anda ? 77 tahun Kapan Anda lahir ? 2 juli 1938 Siapa Presiden Indonesia sekarang ? Joko widodo Siapa Presiden sebelumnya ? SBY Siapa nama kecil ibu Anda ? Sngkimyan Kurangi 3 dari 20 dan tetap 17,14, 11, 8,5, 2. pengurangan 3 dari setiap angka baru, semua secara menurun ? Jumlah Kesalahan Total 0

KETERANGAN 1. Kesalahan 0 – 2 Fungsi intelektual utuh 2. Kesalahan 3 – 4 Kerusakan intelektual Ringan 3. Kesalahan 5 – 7 Kerusakan intelektual Sedang 4. Kesalahan 8 – 10 Kerusakan intelektual Berat  Bisa dimaklumi bila lebih dari 1 (satu) kesalahan bila subyek hanya berpendidikan SD  Bisa dimaklumi bila kurang dari 1 (satu) kesalahan bila subyek mempunyai pendidikan lebih dari SD  Bisa dimaklumi bila lebih dari 1 (satu) kesalahan untuk subyek kulit hitam, dengan menggunakan kriteria pendidikan yang lama.

36

MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE) Menguji Aspek - Kognitif dari Fungsi Mental NILAI MAKSIMUM ORIENTASI 5 5

PASIEN

6 6

PERTANYAAN

(Tahun, Musim, Tgl, Hari, Bulan, apa sekarang ? Dimana kita : (Negara Bagian, Wilayah, Kota) di RS, Lantai?)

REGISTRASI Nama 3 Obyek (1 detik untuk mengatakan masing masing) tanyakan klien ke 3 obyek setelah anda telah mengatakan. Beri 1 point untuk tiap jawaban yang benar, kemudian ulangi sampai ia mempelajari ke 3 nya jumlahkan percobaan & catat. Percobaan : PERHATIAN DAN KALKULASI 3

1

5

2

Seri 7's ( 1 point tiap benar, berhenti setelah 5 jawaban, berganti eja kata ke belakang) ( 7 kata dipilih eja dari belakang

2

Minta untuk mengulangi ke 3 obyek diatas, beri 1 point untuk tiap kebenaran.

9

5

30

21

Nama pensil & melihat (2 point) Mengulang hal berikut tak ada jika ( dan atau tetapi) 1 point NILAI TOTAL

MENINGKAT 3

BAHASA

KETERANGAN : Mengkaji Tingkat Kesadaran klien sepanjang Kontinum :Composmentis, Apatis, Somnolens, Suporus, Coma.Nilai Maksimum 30 (Nilai 21 / kurang indikasi ada kerusakan kognitifperlu penyelidikan lanjut)

37

INVENTARIS DEPRESI BECK

(Penilaian Tingkat Depresi Lansia dari Beck & Decle, 1972) Nama Klien

: Oma . B

Tanggal:13 Januari 2015

Jenis Kelamin : Perempuan

TB/BB: 160 cm/30Kg

Agama

: Katolik

GOL Darah: O

Pendidikan

: SMA

Alamat

: JL. Palem Timur MD 120 Pondok Candra Indah

SKORE A 3 2 1 0 0 B 3 2 1 00 C 3 2 1 0 0

KRITERIA KESEDIHAN Saya sangat sedih/tidak bahagia, dimana saya tidak dapat menghadapinya Saya galau/sedih sepanjang waktu dan tidak dapat keluar darinya Saya merasa sedih/galau Saya tidak merasa sedih PERSIMISME Merasa masa depan adalah sia-sia & sesuatu tidak dapat membaik Merasa tidak punya apa-apa & memandang ke masa depan Merasa kecil hati tentang masa depan Tidak begitu pesimis / kecil hati tentang masa depan RASA KEGAGALAN Merasa benar-benar gagal sebagai orang tua (suami/istri) Bila melihat kehidupan kebelakang, semua yang dapat saya lihat kegagalan Merasa telah gagal melebihi orang pada umumnya Tidak merasa gagal

D 3 2 1 00

KETIDAK PUASAN Tidak puas dengan segalanya Tidak lagi mendapat kepuasan dari apapun Tidak menyukai cara yang saya gunakan Tidak merasa tidak puas

E 3 2 1

RASA BERSALAH Merasa seolah sangat beuruk / tidak berharga Merasa sangat bersalah Merasa buruk/tidak berharga sebagai bagian dari waktu yang

38

00

baik Tidak merasa benar-benar bersalah

F 3 2 1 0 0

TIDAK MENYUKAI DIRI SENDIRI Saya benci diri saya sendiri Saya muak dengan diri saya sendiri Saya tidak suka dengan diri saya sendiri Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri

G 3 2 1 0 0

MEMBAHAYAKAN DIRI SENDIRI Saya akan bunuh diri jika saya punya kesempatan Saya punya rencana pasti tentang tujuan bunuh diri Saya merasa lebih baik mati Saya tidak punya pikiran tentang membahayakan diri sendiri

H 3

MENARIK DIRI DARI SOSIAL Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain & tidak perduli pada mereka semuanya Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain & mempunyai sedikit perasaan pada mereka

2 1 00 I 3 2 1 0 0

KERAGU-RAGUAN Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan Saya berusaha mengambil keputusan Saya membuat keputusan yang baik

J 3 2

PERUBAHAN GAMBARAN DIRI Merasa bahwa saya jelek / tampak menjijikan Merasa bahwa ada perubahan yang permanen dalam penampilan Saya khawatir saya tampak tua / tidak menarik & ini membuat saya tidak Menarik

1 00 K 3 2 1 00 L

KESULITAN KERJA Tidak melakukan pekerjaan sama sekali Telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk melakukan sesuatu Memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan sesuatu Saya dapat berkerja ± sebaik-baiknya KELETIHAN

39

3 2 1 00

Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu Saya merasa lelah dari yang biasanya Saya tidak merasa lebih lelah biasanya

M 3 2 1 00

ANOREKSIA Saya tidak lagi punya nafsu makan sama sekali Nafsu makan saya sangat buruk sekarang Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya Nafsu makan saya tidak buruk dari biasanya

KETERANGAN : PENILAIAN 0 - 4 Depresi Tidak Ada / Minimal 5 - 7 Depresi Ringan 8 - 15 Depresi Sedang 16 + Depresi Berat

40

APGAR KELUARGA DENGAN LANSIA Alat Skrining Singkat Yang Dapat Digunakan Untuk Mengkaji Fungsi Sosial Lansia Nama Klien

: Oma . B

Tanggal:13 Januari 2015

Jenis Kelamin : Perempuan

TB/BB: 160 cm/30Kg

Agama

: Katolik

GOL Darah: O

Pendidikan

: SMA

Alamat

: JL. Palem Timur MD 120 Pondok Candra Indah

No 1

Uraian

Fungsi

Saya puas bahwa saya dapat

Skore

ADAPTATION

2

PARTNERSHIP

2

GROWTH

2

AFFECTION

2

RESOLVE

2

kembali pada keluarga (teman-teman) saya untuk membantu pada waktu sesuatu menyusahkan saya. 2

Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)

saya

membicarakan sesuatu

dengan

saya

&mengungkapkan masalah dengan saya 3

Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya menerima & mendukung keinginan saya untuk melakukan aktivitas / arah baru

4

Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)

saya

mengekspresikan afek & berespons terhadap emosi saya

seperti

marah,

sedih

/

mencintai 5

Saya puas dengan cara teman-

41

teman saya & saya menyediakan waktu bersama-sama. 6

PENILAIAN : Pertanyaan-pertanyaan yang di Jawab Selalu : Skore 2 Kadang-kadang : Skore 1 · Hampir Tidak Pernah : Skore 0

Total

10

42

ANALISA DATA NO

SUBYEKTIF/OBYEKTIF

(ETIOLOGI)

(PROBLEM)

(Sign/Symptom) 1 1.

2 1.

3

4

Ds: Oma. B Mengatakan” Gangguan Gangguan mata saya sama sekali penerimaan sensori persepsi sensori tidak bisa melihat sejak umur 73 tahun yang lalu dari organ penerima pengelihatan sudah sekitar 4 tahun Do:  Oma. B Tampak tenang  Tampak menggunakan kursi roda  Pasien tampak tidak dapat melihat sama sekali  pasien hanya dapat jalan hanya tiga langkah saja saat dilakukan pengkajian  pasien tidak dapat mengenali siapa yang datang pasien mengenalinya dengan suaranya karna pasien sama sekali tidak dapat melihat  pasien tampak meragapragap saat mencari barang yang mau diambilnya  tanda-tanda vital nadi 89x/menit respirasi 20x/menit tekanan darah 120/70 mmHg

43

2.

2.

Ds: Pasien mengatakan‘’ saya mandi dan lain-lain dibantu oleh suster DO:  Pasien tampak tidak dapat melihat  Pasien tampak kesusahan mencari sesuatu  Pasien menggunakan kusi roda  pasien tampak meragapragap saat mencari barang yang mau diambilnya  Pasien tampak resiko jatuh karna pasien hanya bisa jalan 3 langkah saja  tanda-tanda vital nadi 89x/menit respirasi 20x/menit tekanan darah 120/70 mmHg

Keterbatasan lapangResiko jatuh pandang

PRIORITAS MASALAH 1. Gangguan persepsi sensori: penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori dari organ penerima. 2. Resiko jatuh berhubungan dengan keterbatasan lapang pandang

44

RENCANA TINDAKAN NO Diagnosa keperawatan Gangguan persepsi 1 sensori: penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori dari organ penerima.

Tujuan/Kriteria Hasil NOC : Vision compensatio behavior Kriteria hasil:  Memakai kaca mata atau lensa dengan benar  Memakai huruf braile  Memakai penyinaran/ cahaya yang sesuai

      

Intervensi Kaji reaksi pasien terhadap penurunan penglihatan Ajak pasien ntuk menentukan tujuan dan belajar melihat dengan cara yang lain Deskripsikan lingkungan disekitar pasien Jangan memindahkan sesuatu di ruangan pasien tanpa memberi informasi pada pasien Bacakan surat atau koran atau info lainnya Sediakan huruf braile Informasikan letak benda-benda yang sering diperlukan pasien







  

Rasional Reaksi pasien terhadap penurunan penglihatan merupakan penemuan dan penanganan awal resiko mengartasi komplikasi lebih lanjut Menetukan tujuan dan belajar melihat dengan cara lain dengan cara meraba agar pasien dapat mengerti dengan barang-barang disekitarnya Lingkungan disekitar pasien merupakan hal yang penting agar pasien mengetahui apa-apa saja yang ada di sekitarnya Merupakan metode agar pasien dengan mudah mengenali tempattempat disekelilingnya Merupakan salah satu agar pasien dapat mengerti informasi Agar pasien dapat membaca dengan acara meraba

45

2.

Resiko berhubungan keterbatasan pandang

jatuh dengan lapang

NOC Risk Kontrol Kriteria Hasil :  Klien terbebas dari cedera  Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah injury/cedera  Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/perilaku personal  Mampumemodifikasi gaya hidup untukmencegah injury  Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada  Mampu mengenali perubahan status kesehatan

 

        

Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan) Memasang side rail tempat tidur Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien. Membatasi pengunjung Memberikan penerangan yang cukup Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien. Mengontrol lingkungan dari kebisingan Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.

 Menyediakan tempat yang aman merupakan salah satu untuk menghindari cedera atau jatuh  Mengidentifikasi kebutuhan keamanan pasien merupakan cara agar pasien aman dalam menjalankan aktivitas  Menghindari lingkungan yang berbahaya merupakan salah satu cara mencegah cedera  Merupakan cara menghindari jatuh  Merupakan agar pasien merasa nyaman dalam istirahatnya  Untuk mempermudah pasien dalam melakukan kegiatan  Agar pasien merasa nyaman dan tidak bisisng  Agar mempermudah pasien  Merupakan cara agar pasien merasa tidak kesepian  Cara mengontrol lingkungan dari kebisingan merupakan cara agar pasien merasa nyaman  Memindahkan barang-barang merupakan cara agar tidak cedera  Utuk mencegah penyakit atau penularan

46

IMPLEMENTASI NO 1.

Diagnosa keperawatan Kamis 15 januari 2015

Implementasi 1)

Pukul 09.30 Gangguan persepsi

2)

sensori: penglihatan

Mengkaji reaksi pasien terhadap penurunan

Evaluasi ( SOAP) S: Oma. B Mengatakan” mata saya sama sekali

penglihatan

tidak bisa melihat sejak umur 73 tahun yang

Mengajak pasien ntuk menentukan tujuan dan

lalu sudah sekitar 4 tahun.

belajar melihat dengan cara yang lain

O:

berhubungan dengan

3)

Mendeskripsikan lingkungan disekitar pasien

 Tampak menggunakan kursi roda

gangguan penerimaan

4)

Jangan memindahkan sesuatu di ruangan pasien

 Pasien tampak tidak dapat melihat sama

sensori dari organ penerima.

tanpa memberi informasi pada pasien 5)

Membacakan surat atau koran atau info lainnya

6)

Menginformasikan letak benda-benda yang sering diperlukan pasien

sekali  pasien hanya dapat jalan hanya tiga langkah saja saat dilakukan pengkajian  pasien tidak dapat mengenali siapa yang datang pasien mengenalinya dengan suaranya karna pasien sama sekali tidak dapat A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi

47

2.

Kamis 15 januari 2015

1) Menyediakan lingkungan yang aman untuk pasien

Pukul 10.30 WIB

2) Mengidentifikasi kebutuhan keamanan pasien,

S: Pasien mengatakan sudah mengerti dan tau letak barang-barang diseklilingnya

Resiko jatuh berhubungan

sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif

O:

dengan keterbatasan

pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien

 Pasien tampak kesusahan mencari sesuatu

lapang pandang

3) Menghindarkan

lingkungan

yang

berbahaya

(misalnya memindahkan perabotan)

kusi roda.

4) Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih 5) Membatasi pengunjung

membahayakan

barang-barang

 pasien tampak meragap-ragap saat mencari barang yang mau diambilnya  Pasien tampak resiko jatuh karna pasien

6) Mengontrol lingkungan dari kebisingan 7) Memindahkan

 Pasien menggunakan

yang

dapat

hanya bisa jalan 3 langkah saja A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi

48

CATATAN PERKEMBANGAN Nama Klien : Oma . B Tanggal:14 Januari 2015 Jenis Kelamin : Perempuan TB/BB: 160 cm/30Kg Agama : Katolik GOL Darah: O Pendidikan : SMA Alamat : JL. Palem Timur MD 120 Pondok Candra Indah No. 1.

Hari / Tanggal Kamis 15 januari 2015 NB : TAMBAHKAN SATU KOLOM LAGI UNTUK IMPLEMENTAN ASI KEP YANG TELAH DILAKUKAN

Catatan Perkembangan (SOAPIER)

Nama / Paraf

S: Oma. B Mengatakan” mata saya sama sekali tidak bisa melihat sejak umur 73 tahun yang lalu sudah sekitar 4 tahun. O:  Tampak menggunakan kursi roda  Pasien tampak tidak dapat melihat sama sekali  pasien hanya dapat jalan hanya tiga langkah saja saat dilakukan pengkajian  pasien tidak dapat mengenali siapa yang datang pasien mengenalinya NURJANAH dengan suaranya karna pasien sama sekali tidak dapat A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi I:  Kaji reaksi pasien terhadap penurunan penglihatan  Ajak pasien ntuk menentukan tujuan dan belajar melihat dengan cara yang lain  Deskripsikan pasien

lingkungan

disekitar

 Jangan memindahkan sesuatu di ruangan pasien tanpa memberi informasi pada pasien  Bacakan surat atau koran atau info lainnya  Sediakan huruf braile  Informasikan letak benda-benda yang

49

sering diperlukan pasien E:

Pasien sudah penyakitnya

mengerti

tentang

R:  Kaji reaksi pasien terhadap penurunan penglihatan  Ajak pasien ntuk menentukan tujuan dan belajar melihat dengan cara yang lain  Deskripsikan pasien

lingkungan

disekitar

 Jangan memindahkan sesuatu di ruangan pasien tanpa memberi informasi pada pasien

50

CATATAN PERKEMBANGAN Nama Klien : Oma . B Tanggal:14 Januari 2015 Jenis Kelamin : Perempuan TB/BB: 160 cm/30Kg Agama : Katolik GOL Darah: O Pendidikan : SMA Alamat : JL. Palem Timur MD 120 Pondok Candra Indah No. 2.

Catatan Perkembangan (SOAPIER) Nama / Paraf DIAGNOSA 1 Jum’at 16 januari S: Oma. B Mengatakan” mata saya sama sekali 2015 tidak bisa melihat sejak umur 73 tahun yang lalu sudah sekitar 4 tahun. O:  Tampak menggunakan kursi roda  Pasien tampak tidak dapat melihat sama sekali  pasien hanya dapat jalan hanya tiga langkah saja saat dilakukan pengkajian  pasien tidak dapat mengenali siapa yang NURJANAH datang pasien mengenalinya dengan suaranya karna pasien sama sekali tidak dapat A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi I:  Kaji reaksi pasien terhadap penurunan penglihatan Hari / Tanggal

 Ajak pasien ntuk menentukan tujuan dan belajar melihat dengan cara yang lain  Deskripsikan lingkungan disekitar pasien  Jangan memindahkan sesuatu di ruangan pasien tanpa memberi informasi pada pasien  Bacakan surat atau koran atau info lainnya  Sediakan huruf braile

51

 Informasikan letak benda-benda yang sering diperlukan pasien E: Pasien sudah mengerti tentang penyakitnya R:  Kaji reaksi pasien terhadap penurunan penglihatan  Ajak pasien ntuk menentukan tujuan dan belajar melihat dengan cara yang lain  Deskripsikan lingkungan disekitar pasien  Jangan memindahkan sesuatu di ruangan pasien tanpa memberi informasi pada pasien

52

CATATAN PERKEMBANGAN Nama Klien : Oma . B Tanggal:14 Januari 2015 Jenis Kelamin : Perempuan TB/BB: 160 cm/30Kg Agama : Katolik GOL Darah: O Pendidikan : SMA Alamat : JL. Palem Timur MD 120 Pondok Candra Indah No. 3.

Catatan Perkembangan (SOAPIER) Nama / Paraf DIAGNOSA 1 Sabtu 17 januari S: Pasien mengatakan menjalankan 2015 aktivitas dibantu perawat O:  pasien hanya dapat jalan hanya tiga langkah saja saat dilakukan pengkajian  Tampak menggunakan kursi roda  Pasien tampak tidak dapat melihat sama sekali  pasien tidak dapat mengenali siapa yang datang pasien mengenalinya dengan suaranya karna pasien sama sekali tidak NURJANAH dapat A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi I:  Kaji reaksi pasien terhadap penurunan penglihatan

Hari / Tanggal

 Ajak pasien ntuk menentukan tujuan dan belajar melihat dengan cara yang lain  Deskripsikan pasien

lingkungan

disekitar

 Jangan memindahkan sesuatu di ruangan pasien tanpa memberi informasi pada pasien  Bacakan surat atau koran atau info lainnya

53

 Sediakan huruf braile  Informasikan letak benda-benda yang sering diperlukan pasien E:

Pasien sudah penyakitnya

mengerti

tentang

R:  Kaji reaksi pasien terhadap penurunan penglihatan  Ajak pasien ntuk menentukan tujuan dan belajar melihat dengan cara yang lain  Deskripsikan pasien

lingkungan

disekitar

 Jangan memindahkan sesuatu di ruangan pasien tanpa memberi informasi pada pasien

54

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Klien

: Oma . B

Tanggal:14 Januari 2015

Jenis Kelamin : Perempuan

TB/BB: 160 cm/30Kg

Agama

: Katolik

GOL Darah: O

Pendidikan

: SMA

Alamat

: JL. Palem Timur MD 120 Pondok Candra Indah

No.

Hari / Tanggal

1.

Kamis 16 januari 2015

Catatan Perkembangan (SOAPIER) DIAGNOSA 2 S: O:  Tampak menggunakan kursi roda  pasien hanya dapat jalan hanya tiga langkah saja saat dilakukan pengkajian  Pasien tampak tidak dapat melihat sama sekali  pasien tidak dapat mengenali siapa yang datang pasien mengenalinya dengan suaranya karna pasien sama sekali tidak dapat A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi I:  Kaji reaksi pasien terhadap penurunan penglihatan  Ajak pasien ntuk menentukan tujuan dan belajar melihat dengan cara yang lain  Deskripsikan pasien

lingkungan

disekitar

 Jangan memindahkan sesuatu di ruangan pasien tanpa memberi informasi pada pasien  Bacakan surat atau koran atau info

Nama / Paraf

NURJANAH

55

lainnya  Sediakan huruf braile  Informasikan letak benda-benda yang sering diperlukan pasien E:

Pasien sudah penyakitnya

mengerti

tentang

R:  Kaji reaksi pasien terhadap penurunan penglihatan  Ajak pasien ntuk menentukan tujuan dan belajar melihat dengan cara yang lain  Deskripsikan pasien

lingkungan

disekitar

 Jangan memindahkan sesuatu di ruangan pasien tanpa memberi informasi pada pasien

56

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Klien

: Oma . B

Tanggal:14 Januari 2015

Jenis Kelamin : Perempuan

TB/BB: 160 cm/30Kg

Agama

: Katolik

GOL Darah: O

Pendidikan

: SMA

Alamat

: JL. Palem Timur MD 120 Pondok Candra Indah

No. Hari / Tanggal 2.

Jum’at 16 januari 2015

Catatan Perkembangan (SOAPIER) DIAGNOSA 2

Nama / Paraf

S: Pasien mengatakan sudah mengerti dan tau letak barang-barang diseklilingnya O:  Pasien tampak kesusahan mencari sesuatu  Pasien menggunakan kusi roda.  pasien tampak meragap-ragap saat mencari barang yang mau diambilnya  Pasien tampak resiko jatuh karna pasien hanya bisa jalan 3 langkah saja A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi I:  Menyediakan lingkungan yang aman untuk NURJANAH pasien  Mengidentifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien  Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)  Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih

E: Pasien sudah mengerti letak dan barang-

57

barang disekitarnya R:  

      

Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan) Memasang side rail tempat tidur Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien. Membatasi pengunjung Memberikan penerangan yang cukup Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.

58

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Klien

: Oma . B

Tanggal:14 Januari 2015

Jenis Kelamin : Perempuan

TB/BB: 160 cm/30Kg

Agama

: Katolik

GOL Darah: O

Pendidikan

: SMA

Alamat

: JL. Palem Timur MD 120 Pondok Candra Indah

Hari/ Tanggal

Catatan Perkembangan (SOAPIER) DIAGNOSA 2

Nama / Paraf

3. Sabtu 17 januari S: O: 2015  Pasien tampak kesusahan mencari sesuatu  Pasien menggunakan kusi roda.  pasien tampak meragap-ragap saat mencari barang yang mau diambilnya  Pasien tampak resiko jatuh karna pasien hanya bisa jalan 3 langkah saja A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi I:  Menyediakan lingkungan yang aman untuk pasien  Mengidentifikasi kebutuhan keamanan NURJANAH pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien  Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)  Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih

E: Pasien sudah mengerti letak dan barangbarang disekitarnya

59

R:  Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien  Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)  Memasang side rail tempat tidur  Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih  Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.  Membatasi pengunjung  Memberikan penerangan yang cukup  Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.

60

DAFTAR PUSTAKA

Maryam RS,ekasari,MF,dkk .2008. mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta: salemba medika Pranaka, Kris. 2010. Buku Ajar Boedhi Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Pudjiastuti SS, Budi Utomo. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC Stockslager, Jaime L . 2008. Asuhan Keperawatan Geriatrik. Edisi 2. Jakarta :EGC Stanley M, Patricia GB.2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC Tamher,s,noorkasiani.2009.kesehatan usia lanjut dengan pendekatan asuhan keperawatan. Jakarta:salemba medika

More Documents from "Erviana Yulianti"