BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Mutu menurut ISO 9000:2000 didefinisikan sebagai karakteristik yang melekat pada produk yang mencukupi persyaratan atau keinginan. Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan ratarata serata penyelenggaraannya sesuai dengan standart dan kode etik profesi (Azrul Azwar, 1996) Pengertian puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu yang berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalarn suatu wilayah tertentu (Azrul Azwar, 1996) Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, imunisasi merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit menular yang merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan sebagai salah satu
bentuk
nyata
komitmen
pemerintah
untuk
mencapai
Millenium
Development Goals (MDGs) khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak. Mutu pelayanan kesehatan merupakan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan yang ditetapkan, sehingga menimbulkan kepuasan bagi setiap pelanggan atau pasien. Kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh kualitas pelayanan yang dirasakan. Semakin tinggi tingkat kepuasaan pada diri pasien, semakin tinggi pula tingkat mutu pelayanan kesehatan. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kepuasaan pasien, maka semakin rendah pula tingkat mutu pelayanan kesehatan. (Muninjaya,2014) Sasaran
utama
pembangunan
kesehatan
berdasarkan
Rencana
1
Pembangunan Jangka Menengah nasional 2015-2019 (RJPM) Kementerian Kesehatan yaitu (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak, (2) meningkatnya pengendalian penyakit, (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan, (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN kesehatan, (5) terpenuhinya
kebutuhan
tenaga
kesehatan,
obat
dan
vaksin,
serta(6)
meningkatkan responsivitas sistem kesehatan. (azwar,2010) Penyelenggaraan program imunisasi di Indonesia ditetapkan berdasarkan Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor:
1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, yang menyebutkan bahwa imunisasi merupakan salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian zat kekebalan tubuh, harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan penyakit (Depkes RI, 2006). Tahun 2005-2006 terjadi wabah polio di beberapa propinsi karena anak Indonesia tidak diimunisasi polio. Akibatnya 352 anak Indonesia lumpuh, cacat, menjadi beban keluarga seumur hidup. Akibat penyebaran isu yang salah maka banyak anak Indonesia tidak diimunisasi DPT sehingga terjadi wabah difteria di Indonesia tahun 2007-2013. Akibatnya 2.869 anak dirawat di RS dan131 anak meninggal dunia. Akibat penyebaran isu tersebut banyak anak tidak mau imunisasi campak sehingga makin banyak anak yang sakit berat atau meninggal akibat campak. Tahun 2010-2014 terjadi 1.008 kali wabah campak dan menyerang 83.391 bayi dan anak Indonesia. (IDAI, 2017) Pencapaian UCI desa/ kelurahan tahun 2009 masih sangat rendah, yaitu 69,6%. Hal ini disebabkan antara lain karena kurang perhatian dan dukungan dari pemerintah daerah terhadap program imunisasi, kurangnya dana operasional untuk imunisasi baik rutin maupun tambahan, dan tidak tersedianya fasilitas dan infrastruktur yang adekuate. Selain itu juga kurangnya koordinasi lintas sektor termasuk pelayanan kesehatan swasta, kurang sumber daya yang memadai serta
2
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang program dan manfaat imunisasi. Data
dari
Direktorat
Pencegahan
dan
Pengendalian
Penyakit,
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menunjukkan sejak 2014-2016, terhitung sekitar 1,7 juta anak belum mendapatkan imunisasi atau belum lengkap status imunisasinya. (Kemenkes, 2018) Pada tahun 2016 Tiani dkk melakukan penelitian tentang “Peran Petugas Imunisasi dalam Pemberian Vaksinasi Pentavalen” didapatkan hasil bahwa semakin baik peran petugas imunisasi maka akan semakin tinggi nilai cakupan imunisasi di Kota Banda Aceh. Pada tahun 2017 Diyan Indriyani dkk melakukan penelitian tentang “Persepsi Ibu Muda dan Keluarga tentang Pemberian Imunisasi (Pendekatan Maternal Sensitivity Models Berbasis Keluarga)” didapatkan hasil bahwa cakupan imunisasi sudah mencapai target, namun persepsi ibu muda dan keluarga tentang imunisasi perlu di tingkatkan. Merekomendasikan bahwa adanya kerjasama yang sinergis antara petugas kesehatan, ibu muda dan keluarga dalam optimalisasi persepsi tentang imunisasi. Pada tahun 2016 Selviani melakukan penelitian tentang “Kualitas Pelayanan Imunisasi di Pusat Kesehatan Masyarakat Kinovaro Kecamatan Kinovaro Kabupaten Sigi” di dapatkan hasil dalam hal pelayanan imunisasi, kualitas pelayanan yang ada saat ini belum tersedia secara optimal. Data cakupan Imunisasi di Puskesmas Sukra pada tahun 2017 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2016. Ini terlihat dari data Desa UCI pada tahun 2016 hasilnya 62,5% (6 Desa) sedangkan hasilnya cakupan pada tahun 2017 sebanyak 37,5% (3 Desa). Hal ini di dasarkan pada Target Desa UCi tahun 2016 100% dan tahun 2017 90%. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai mutu pelayanan kesehatan pasien Imunisasi Puskesmas Sukra Indramayu. Puskesmas dapat mengukur kualitas pelayanan dari parapasien melalui umpan balik terhadap apa yang diterima atau bagaimana pelayanan yang didapatkan pasien kepada Puskesmas tersebut sehingga dapat menjadi masukan untuk peningkatan kualitas pelayanan.
3
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka adapun rumusan masalahnya adalah : 1. Bagaimanakah mutu pelayanan Imunisasi di Puskemas Sukra Indramayu?
1.3
Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menegtahui mutu pelayanan Imunisasi di Puskemas Sukra Indramayu.
1.3.2
Tujuan Khusus 1. Mengetahui Mutu palayanan di Puskesmas sukra Indramayu 2. Memberi Masukan kepada Puskesmas Sukra yang berasal dari masyarakat langsung.
1.4
Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat untuk Peneliti Sebagai bahan pembelajaran untuk peneliti dibidang ilmu kesehatan masyarakat.
1.4.2
Manfaat untuk Puskesmas Agar Pusekmas mendapat masukan mengenai mutu pelayanan Imunusasi
sehingga
Puskesmas
dapat
meningkatkan
Pelayanan
Imunisasi, sehingga cakupan imunisasi meningkat dan angka kesakitan dan menurun .
1.4.3
Manfaat untuk Dinas Kesehatan Agar Dinas Kesehatan mendapat masukan mengenai mutu pelayanan Imunusasi di Puskesmas sehingga Dinas Kesehatan dapat meningkatkan Pelayanan Imunisasi, sehingga cakupan imunisasi meningkat dan angka kesakitan dan menurun
4
1.5
Batasan Penelitian Penelitian ini dilakukan hanya pelayanan imunisasi pada bulan Oktober – November 2018 di Posyandu di daerah Puskesmas Sukra dan Puskesmas Sukra Indramayu.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mutu Pelayanan Kesehatan Dalam mendefinisikan mutu ada beberapa pendapat yang berbeda- beda. Berikut ini pengertian mutu menurutpara ahli. 1. Menurut Philip B. Crosby, mutu adalah conformance to requirement yaitu kesesuaian dengan persyaratan atau spesifikasi. 2.
Menurut W. Edwards Deming, mutu adalah pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan terus- menerus.
3. Joseph M. Juran, mutru adalah kecocokan penggunaan produk untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan terhadap pelanggan. 4. K. Ishika, mutu adalah kepuasan pelanggan 5. Menurut ISO 9000:2000, mutu adalah karakteristik yang melekat pada produk yang mencukupi persyaratan atau keinginan. Menurut UU No 36 tahun 2009 Mutu pelayanan kesehatan yaitu derajat dipenuhinya kebutuhan masyarakat atau perorangan terhadap asuhan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi yang baik dengan pemanfaatan sumber daya secara wajar, efisien, efektif dalam keterbatasan secara aman dan memuaskan pelanggan sesuai dengan norma dan etika yang baik. Menurut Kemenkes RI (2010) dalam A.A. Gde Muninjaya (2011: 19), mutu pelayanan kesehatan meliputi kinerja yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak saja yang dapat menimbulkan kepuasan bagi pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk tapi tetapi juga sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan. Mutu layanan kesehatan akan selalu menyangkut dua aspek yaitu aspek teknis dari penyedia layanan kesehatan dan aspek kemanusiaan yang timbul akibat hubungan yang terjadi antara pemberi layanan kesehatan dan penerima layanan kesehatan. (Pohan, 2006) Mutu kesehatan dapat ditingkatkan dengan kepemimpinan visioner yang mendukung, perencanaan yang tepat, pendidikan dan pelatihan, ketersediaan sumber
6
daya, manajemen sumber daya secara efektif, karyawan dan proses, serta kolaborasi dan kerja sama antara penyedia. (Pohan, 2006)
1.2.1 Dimensi Mutu Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan, dimensi mutu pelayanan kesehatan yang dianggap penting adalah efisiensi pelayanan kesehatan (45%), perhatian dokter secara pribadi kepada pasien (40%), pengetahuan ilmiah yang diberikan dokter (40%), keterampilan dokter (35%) serta kenyamanan pelayanan yang diberikan. Bagi dokter, dimensi mutu yang penting adalah pengetahuan ilmiah yang dimiliki seorang dokter (80%), perhatian dokter secara pribadi kepada pasien (60%), keterampilan dokter (50%), efisiensi pelayanan kesehatan (45%), serta kenyamanan pelayanan pasien (8%).Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu lebih terkait pada demensi kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi atau otonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan, mutu terkait pada demensi efisiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan kesehatan, dan atau kemampuan pelayanan kesehatan
mengurangi
kerugian pemberi dana pelayanan kesehatan. (Azwar,2007) Terdapat 8 dimensi mutu khusus untuk jaminan mutu pelayanan kesehatan di Negara yang sedang berkembang yaitu: (Wanarto,2013) 1. Technical Competence (Kompetensi Teknis) Dimensi kompetensi teknis mencakup skill (keterampilan), capability (kapabilitas/kemampuan) dan actual performance (penampilan aktual) dari pemberi pelayanan.Bagi para pemberi pelayanan kesehatan, dimensi ini mencakup tindakan preventif, diagnosis, perawatan, dan konseling kesehatan. 2. Access to Services (Akses/KeterjangkauanTerhadap Pelayanan) Dimensi keterjangkauan atau akses, artinya layanan kesehatan itu harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa. Akses geografis diukur dengan jarak, lama perjalanan, biaya perjalanan, jenis transportasi, dan/ atau hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang untuk mendapat layanan kesehatan. Akses ekonomi
7
berkaitan dengan kemampuan membayar biaya layanan kesehatan. Akses sosial atau budaya berhubungan dengan dapat diterima atau tidaknya layanan kesehatan itu secara sosial atau nilai budaya, kepercayaan, dan perilaku. Akses organisasi ialah
sejauh
mana
layanan
kesehatan
itu
diatur,
agar
memberi
kemudahan/kenyamanan kepada pasien atau konsumen. Akses bahasa, artinya pasien harus dilayani dengan menggunakan bahasa atau dialog yang dapat dipahami oleh pasien 3. Effectiveness (Efektifitas) Mutu pelayanan kesehatan tergantung kepada efektifitas service delivery norms (aturan pemberian pelayanan) dan clinical guidelines (panduan klinik). Layanan kesehatan harus efektif, artinya harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan yang ada, mencegah terjadinya penyakit serta berkembangnya dan/atau meluasnya penyakit yang ada. Efektifitas layanan kesehatan ini bergantung pada bagaimana standar layanan kesehatan itu digunakan dengan tepat, konsisten, dan sesuai dengan situasi setempat. Umumnya standar layanan kesehatan disusun pada tingkat organisasi yang lebih tinggi, sementara pada tingkat pelaksana, standar layanan kesehatan itu harus dibahas agar dapat digunakan sesuai dengan kondisi setempat. Dimensi efektivitas sangat berkaitan dengan dimensi kompetensi teknis, terutama dalam pemilihan alternative dalam relative risk dan keterampilan dalam mengikuti prosedur yang terdapat dalam standard layanan kesehatan. 4. Interpersonal Relations (Hubungan Interpersonal) Hubungan antarmanusia merupakan interaksi antara pemberi layanan kesehatan (provider) dengan pasien atau konsumen, antar sesama pemberi layanan kesehatan, hubungan antara atasan-bawahan, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas, pemerintah daerah, LSM, masyarakat, dan lain-lain. Hubungan antar manusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan atau kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, responsive, memberi perhatian, dan lain-lain. Mendengarkan keluhan dan berkomunikasi dengan efektif juga penting. Penyuluhan kesehatan yang baik bersumber dari komunikasi yang baik. Dimensi hubungan antarmanusia yang kurang baik dapat mengurangi
8
kadar dimensi efektivitas dan dimensi kompetensi teknis dari layanan kesehatan yang
diselenggarakan.
Pengalaman
menunjukkan
bahwa
pasien
yang
diperlakukan kurang baik cenderung akan mengabaikan nasihat dan tidak akan mau melakukan kunjungan ulang, (Pohan, 2007) 5. Efficiency (Efisiensi) Efisiensi adalah memberikan pelayanan yang tepat atau sesuai dengan kebutuhan. Efisiensi pelayanan kesehatan adalah dimensi penting dari mutu karena: 1) efisiensi mempengaruhi afordabilitas (kemampuan) membayar produk dan pelayanan, 2) sumber-sumber pelayanan kesehatan biasanya terbatas. Pelayanan kesehatan yang efisien lebih cenderung memberikan pelayanan yang optimal, dibandingkan dengan pelayanan yang maksimal bagi pasien dan masyarakat. Oleh sebab itu, dimensi efisiensi sangat penting dalam layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani lebih banyak pasien dan atau masyarakat. Layanan kesehatan yang tidak memenuhi standar layanan kesehatan umumnya berbiaya mahal, kurang nyaman bagi pasien, memerlukan waktu lama, dan menimbulkan resiko yang lebih besar kepada pasien. Dengan melakukan analisis efisiensi dan efektivitas, kita dapat memilih intervensi yang paling efisien 6. Continuity (Kesinambungan) Kesinambungan mengandung arti bahwa pasien harus bisa menjangkau pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang telah mengetahui riwayat kesehatan mereka. Kesinambungan tercapai dengan menjaga akurasi rekam medik, sehingga pemberi pelayanan yang baru akan mengetahui riwayat kesehatan pasien sehingga dapat meneruskan dan melengkapi diagnosis dan perawatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan sebelumnya. Tak adanya kesinambungan dapat mengganggu efektifitas, menurunkan efisiensi dan mengurangi mutu hubungan interpersonal. 7. Safety (Keamanan) Dimensi keamanan maksudnya layanan kesehatan itu harus aman, baik bagi pasien, bagi pemberi layanan, maupun bagi masyarakat sekitarnya. Keamanan berarti menurunkan resiko injuri, infeksi, serta efek samping atau
9
bahaya lain yang berhubungan dengan pemberian pelayanan. 8. Amenities (Kenyamanan/Kenikmatan) Kenyamanan adalah fitur pelayanan kesehatan yang tidak secara langsung berhubungan dengan efektifitas klinik, tetapi dapat menimbulkan kepuasan klien dan hasrat untuk kembali memanfaatkan pelayanan kesehatan tersebut jika sedang membutuhkan. Kenyamanan juga penting karena dapat mempengaruhi harapan klien dan kepercayaan terhadap aspek lain dari pelayanan kesehatan. Jika biaya layanan kesehatan menjadi persoalan, kenikmatan akan mempengaruhi pasien untuk membayar biaya layanan kesehatan. Kenyamanan juga terkait dengan penampilan fisik layanan kesehatan, pemberi layanan, peralatan medis dan non medis. Terdapat banyak perbedaan dimensi mutu, oleh karena itu perlu diketahui bahwa inti dari dimensi mutu adalah memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan, yang jika tercapai akan menimbulkan rasa puas.
1.2.2 Tujuan Jaminan Mutu Tujuan jaminan mutu mencakup dua hal pokok, yaitu tujuan antara dan tujuan akhir. Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah diketahuinya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah mutu berhasil ditetapkan.Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah makin meningkatnya mutu pelayanan. Sesuai dengan kegiatan program menjaga mutu, pengingkatan mutu yang dimaksudkan disini akan dapat dicapai apabila program penyelesaian masalah berhasil dilaksanakan. (Nursalam,2014)
1.2.3 Indikator Mutu Pelayanan Kesehatan Menurut Bustami, (2015) indikator terdiri atas : 1. Indikator Persyaratan Minimal Standar persyaratan minimal adalah yang menunjuk kepada keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan bermutu.
10
a. Standar Masukan Dalam standar masukan ditetapkan persyaratan minimal unsur masukan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu, yaitu jenis, jumlah, dan kualifikasi tenaga pelaksana, jenis, jumlah dan spesifikasi pada tenaga pelaksana, serta jumlah dana (standar tenaga, standar sarana) b. Standar Lingkungan Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur lingkungan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu, yaitu garis-garis besar kebijakan, pola organisasi serta sistem manajemen yang harus dipenuhi oleh setiap pelaksana pelayanan (standar organisasi dan manajemen). c.
Standar Proses Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses yang harus dilakukan untuk dapat menyelenggaran pelayanan kesehatan yang bermutu yaitu tindakan medis dan tindakan nonmedis pelayanan kesehatan (standar tindakan)
2. Indikator Penampilan Minimal Standar penampilan minimal adalah yang menunjuk kepada penampilan pelayanan kesehatan yang masih dapat diterima. Standar ini, karena menunjuk kepada unsur keluaran, disebut dengan nama standar keluaran atau standar penampilan. Pendekatan sistem pelayanan seharusnya juga mengkaji tentang hasil pelayanan.Hasil pelayanan adalah tindak lanjut dari keluaran yang ada, sehingga perlu ada indikator (tolak ukur) tentang hasil pelayanan tersebut.Indikator yang dimaksud menunjuk pada hasil minimal yang dicapai berdasarkan standar yang sudah ditentukan. Mutu pelayanan kesehatan dapat dikaji antara lain berdasarkan tingkat pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh masyarakat dan tingkat efisiensi institusi sarana kesehatan. (Bustamin, 2011) Syarat pokok dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu adalah: (Azhar,2001) 1. Tersedia dan berkesinambungan
11
Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan tersebut
harus
tersedia
di
masyarakat
(available)
serta
bersifat
berkesinambungan (continuous).Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan mudah dicapai oleh masyarakat. 2. Dapat diterima dan wajar Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah apa yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan, kepercayaan masyarakat dan bersifat wajar. 3. Mudah dicapai Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat.Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dalam sudut lokasi.Dengan demikian untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan sarana kesehatan menjadi sangat penting. 4. Mudah dijangkau Syarat pokok pelayanan kesehatan yang keempat adalah mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat.Pengertian keterjangkauan disini terutama dari sudut jarak dan biaya.Untuk mewujudkan keadaan seperti ini harus diupayakan pendekatan sarana pelayanan kesehatan dan biaya kesehatan diharapkan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. 5. Bermutu Syarat pokok pelayanan kesehatan yang kelima adalah yang bermutu (quality). Pengertian mutu yang dimaksud adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.
2.2 Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia. Puskesmas adalah unit
12
pelaksana teknis dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatau wilayah kerja (Depkes, 2011). Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota yang bertanggung jawab melaksanakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Pengertian pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Puskesmas hanya bertanggung jawab sebagian upaya pembangunan kesehatan dari yang dilimpahkan oleh dinas kesehatan kabupaten atau kota sesuai dengan kemampuannya. Wilayah kerja satu puskesmas adalah satu kecamatan, namun apabila dalam satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka tanggung jawab antar puskesmas dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (Desa/Kelurahan atau RW). Setiap puskesmas bertanggung jawab terhadap Dinas Kesehatan kabupaten atau kota. Sumber daya manusia yang terdapat dipuskesmas terdiri dari tenaga kesehatan dan non kesehatan. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di puskesmas harus memiliki surat izin praktik.(Kemenkes,2014) Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan tingkat pertama, yang terdiri dari upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan.Upaya kesehatan masyarakat esensial terdiri dari pelayanan promosi kesehatan, pelyanan kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga bernecana, pelayanan gizi, serta pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.Upaya
kesehatan
esensial
ini
wajib
dilaksanakan
oleh
seluruh
puskesmas.Upaya kesehatan pengemabangan adalah upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya sesuai prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja, dan sumber daya yang tersedia di puskesmas tersebut, sebagai contoh upaya kesehatan sekolah, upaya kesehatan jiwa, upaya kesehatan gigi dan mulut, dan lain sebagainya.Untuk meningkatkan mutu Puskesmas, maka diadakan program penjaga mutu yaitu akreditasi yang dilakukan secara berkala paling sedikit tiga tahun sekali. (Kemenkes,2014)
13
2.1.1 Fungsi Puskesmas Sebagai fasilitas pelayanan kesehatan, puskesmas memiliki beberapa fungsi penting, yaitu sebagai berikut 1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan masyarakat Puskesmas berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor di wilayah kerajanya, aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, puskesmas mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan 2. Pusat pemberdayaan masyarakat Puskesmas berupaya agar seluruh anggota masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan
dan
memantau
pelaksanaan
program
kesehatan.
Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat 3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama Puskesmas
memberikan
pelayanan
kesehatan
perorangan
atau
masyarakat.Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatanperorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit.Sedangkan
pelayanan
kesehatan
masyarakat
Pelayanan
kesehatan
masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Contoh pelayanan kesehatan masyarakat yaitu
promosi kesehatan, pemberantasan penyakit,
penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, dan lain-lain. (Menkes,2004)
14
2.3 Imunisasi Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Imunisasi merupakan salah satu investasi kesehatan yang paling cost-effective (rnurah), karena terbukti dapat mencegah dan mengurangi kejadian sakit, cacat, dan kematian akibat PD31yang diperkirakan 2 hingga 3 juta kematian tiap tahunnya (Kemenkes RI, 2016). Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, imunisasi merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit menular yang merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millenium Development Goals (MDGs) khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak. Rohman, dkk berpendapat bahwa imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan kedalam tubuh dan diharapkan tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh. Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, yang menyebutkan bahwa imunisasi merupakan salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian zat kekebalan tubuh, harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan penyakit (Depkes RI, 2006).
15
2.3.1 Jenis Imunisasi Jenis Imunisasi berdasarkan sifat penyelenggraannya di Indonesia.
Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu. Imunisasi wajib terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus. Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara terusmenerus sesuai jadwal.
16
2.4 Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian adalah sutau hubungan antara konsep – konsep atau variable – variable yang akan diamati (diukur) melalui penelitian yang dimaksud (Notoatmodjo, 2010) Kompetensi teknis
Akses/ Keterjangkauan Terhadap Pelayanan
Efektifitas Hubungan interpersonal
MUTU
Efisiensi Kesinambungan Keamanan Kenyamanan/ Kenikmatan Sub variabel
Variabel
17
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Puskesmas Sukra Indramayu dan Pengambilan pada bulan Oktober-November 2018.
3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan rancangan Cross sectional
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian 3.4.1 Populasi target Populasi target pada penelitian ini adalah semua pasien yang datang ke Poli Imunisasi dan Posyandu di Puskesmas Sukra Indramayu
pada Bulan
Oktober-November 2018
3.4.2 Populasi Terjangkau Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah semua pasien yang datang ke Poli Imunisasi dan Posyandu di Puskesmas Sukra Indramayu yang melakukan imunisas yang memenuhi criteria inklusi dan eksklusi.
3.4.3 Sampel Penelitian Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang datang Imunisasi dan Posyandu di Puskesmas Sukra Indramayu pada Bulan Oktober-November 2018 sesuai dengan criteria inklusi sebanyak 75 responden.
18
3.4.3.1 Kriteria inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum dari subjek penelitian yang layak untuk dilakukan penelitian atau dijadikan subjek. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah: Semua pasien yang datang ke Poli Imunisasi dan Posyandu di Puskesmas Sukra Indramayu pada Bulan Oktober-November 2018 Kunjungan kedua atau lebih Dapat membaca, menulis Bersedia menjadi koresponden
3.4.3.2 Kriteria eksklusi Kriteria eksklusi merupakan subjek penelitian yang tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah: Kunjungan pertama Tidak bersedia menjadi koresponden Tidak dapat membaca dan menulis
3.4.4 Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Sample diambil yang peneliti kehendaki sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi pada saat pelayanan Imunisasi di Posyandu dan Puskesmas Sukra Indramayu pada Bulan Oktober- November 2018.
3.5 Instrumen Penelitian/ Definisi Operasional Batas pengertian yang dijadikan pedoman suatu pekerjaan atau kegiatan, misal penelitian (Widjono, 2007). Menurut Thomas et al, 2010 definisi operasional penelitian adalah fenomena observasi yang memungkinkan peneliti untuk mengujinya secara empiric apakah outcome yang diprediksi tersebut benar atau salah (Swarjana, 2012). Definisi operasional pada penelitian ini adalah:
19
Tabel 1. Instrumen Penelitian/ Definisi Operasional Variabel Subvariabel Penelitian
/ Dimensi
Definisi
Indikator Skala Operasional Terkait dengan Kesigapan petugas Ordinal keterampilan,
pemberi
1. Kompetensi kemampuan Mutu
Teknis
dan
Pelayanan
petugas pelayanan
pemberi
Kesehatan
kesehatan.
kesehatan Keterampilan
2.Akses
kesehatan
Terhadap
tak
Pelayanan
keadaan
yang
Teknis
baik : 76-100% 2. Kompetensi
petugas pelayanan
Teknis
cukup : 56-75% 3. Kompetensi
Teknis
kurang : 41-55% petugas
4. Kompetensi
Teknis
pemberi
pelayanan
kesehatan
pelayanan Ordinal 1. baik 76-100%
Administrasi
Pelayanan
1. Kompetensi
pelayanan
kesehatan Penampilan
penampilan
Hasil Ukur
2. cukup : 56 – 75 %
kesehatan
terhalang Keadilan
tidak baik : 10-40%
pemberian
pelayanan kesehatan
3. kurang : 41-55% 4. tidak baik : 10-40%
geografis, sosial, ekonomi, Jumlah
Menyangkut danbudaya. 3. Efektivitas
norma pelayanan kesehatan petunjuk sesuai
standar
1. Efektivitas baik : 76-
pelayanan kesehatan
dan Ketelitian klinis
petugas Ordinal
pemberian
100% 2. Efektivitas cukup :
pelayanan kesehatan
56-75% 3. Efektivitas
yang ada.
kurang :
41-55% 4. Efektivitas tidak baik : 10-40% 5.
20
Berkaitan dengan Perhatian 4.
Hubungan interaksi
antara
petugas Ordinal
pelayanan kesehatan Sikap
Antar
petugas
Manusia
Kesehatan
petugas
pelayanan kesehatan
dengan pasien.
Penerimaan
keluhan
1. Hubungan baik 76100% 2. Hubungan cukup : 56 – 75 % 3. Hubungan kurang : 41-55% 4. Hubungan tidak baik :
Kecepatan
Pemberian pelayanan
pelayanan kesehatan yang Kedisiplinan
kesehatan 5. Efisiensi
pemberian Ordinal
optimal dengan
pelayanan kesehatan Prosedur
sumberdaya yang dimiliki.
petugas
pelayanan
kesehatan
10-40% 1. Efisiensi
baik
76-
100% 2. Efisiensi cukup : 56 – 75 % 3. Efisiensi kurang : 4155% 4. Efisiensi tidak baik :
Pelayanan yang Rekam medis pemberi Ordinal
10-40% 1. baik 76-100%
diberikan
2. cukup : 56 – 75 %
pelayanan kesehatan sesuai Kejelasan informasi
lengkap
6.Kelangsunga yang dibutuhkan Pemberian rujukan n Pelayanan tanpa
3. kurang : 41-55% 4. tidak baik : 10-40%
interupsi,
berhenti
atau
mengulangi prosedur diagnosis
dan
terapi yang tak perlu.
21
Berarti
Pemberian
mengurangi
Peralatan
7. Keamanan resiko
cedera,
infeksi,
efek
samping
dan
digunakan
obat-obatan
Ordinal
yang pemberi
pelayanan kesehatan
100% 2. Keamanan cukup : 56 – 75 % 3. Keamanan kurang :
bahaya lain yang
8.
1. Keamanan baik 76-
41-55%
berkaitan dengan
4. Keamanan tidak baik
pelayanan Berkaitan kesehatan.dengan Kebersihan lingkungan Ordinal
: 10-40% 1. baik 76-100%
pelayanan
2. cukup : 56 – 75 %
Kenyamanan kesehatan
tempat yang
pelayanan
kesehatan
dan
tak berhubungan Fasilitas
Kenikmatan
langsung dengan
3. kurang : 41-55% tempat
4. tidak baik : 10-40%
pelayanan kesehatan
efektifitas klinis, Kerahasiaan pasien tapi
dapat
mempengaruhi kepuasan pasien dan bersedianya untuk
kembali
menggunakan fasilitas kesehatan.
3.6 Cara Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer berupa kuisioner dari penelitian sebelumnya mengenai mutu pelayanan kesehatan Puskesmas yang sudah di uji validitas dan uji reliabilitas. Sebelum mengisi kuesioner sampel diberi penjelasan dan diminta untuk menandatangan iinformed consent. Setelah dikumpulkan kemudian akan dilakukan pencatatan sesuai dengan variabel yang diteliti. Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan bulan Oktober-November 2018.
22
3.7 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian dilaksanakan dalam 3 tahap, yang meliputi: a. Persiapan 1) Konsultasi ke pembimbing 2) Menyusun kuesioner b. Tahap pelaksanaan 1) Memilih sampel sesuai kriteria inklusi 2) Penyebaran kuesioner c. Tahap penyelesaian 1) Mengolah data dan menganalisis data 2) Menyusun laporan penelitian
3.8 Alur Penelitian Membuat Usulan Penelitian
Pengolahan dan Analisis data
Menyusun kuesioner
Pengambilan sampel dengan cara purposive sampling
Membagikan kuesioner kepada responden
Melakukan Informed concent kepada responden
Bagan 3.1 Alur Penelitian
3.9 Pengolahan, Penyajian, danAnalisis Data 3.9.1 Teknik Pengolahan Data Proses pengolahan data yang akan dilakukan adalah editing, coding, tabulating, entry dan analisis data. Proses editing dengan cara mengecek data yang telah diisi pada kuisioner. Proses coding adalah memberikan kode jawaban. Proses tabulating adalah membuat tabel untuk data yang diperoleh. Proses entry adalah memasukkan data yang diperoleh ke komputer. Kemudian, setelah data terkumpul, data kemudian diolah dan dianalisis menggunakan SPSS 22.
23
3.9.2 Teknik Penyajian dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis univariat. Analisis ini digunakan untuk mendeskriptifkan variabel penelitian ini dalam distribusi frekuensi dan persentase. Kumpulan data akan dideskripsikan dalam bentuk tabel dan grafik yang dilengkapi dengan narasi singkat. Untuk mendapatkan deskriptif persentase, penulis menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Sudjana yaitu sebagai berikut:8
P=
F
Keterangan:
x 100 %
N
P
= Angka persentase
F
= Frekuensi jawaban
N
= Jumlah responden
100% = Bilangan tetap Penelitian ini menggunakan Skala Likert sebagai skala pengukuran instrumen. Berikut ini adalah skor item Skala Likert: Tabel 2. Skor Item Skala Likert No.
AlternatifJawaban
Positif
Negatif
1.
Sangat Setuju
5
1
2.
Setuju
4
2
3.
Ragu-ragu
3
3
4.
Tidak Setuju
2
4
5.
Sangat Tidak Setuju
1
5
Untuk memberikan intepretasi atas nilai rata-rata yang diperoleh digunakan pedoman intepretasi sebagaimana dikemukakan oleh Arikunto adalah sebagai berikut: 1. Baik, jika nilai yang diperoleh berada pada interval 75%-100%. 2. Cukup Baik, jika nilai yang diperoleh berada pada interval 55%-75%.
24
3. Kurang Baik, jika nilai yang diperoleh berada pada interval 40%-55%. 4. Tidak Baik, jika nilai yang diperoleh berada pada interval l0%-40%. Untuk menentukan presentase digunakan perhitungan sederhana dengan langkah-langkah sebagai berikut:10 1. Menentukan Nilai Harapan (NH), nilai ini dapat diketahui dengan mengalikan jumlah item pertanyaan dengan skor tertinggi. 2. Menghitung Nilai Skor (NS), nilai ini merupakan rata-rata sebenarnya yang diperoleh dari hasil penelitian. 3. Menentukan kategori yaitu dengan menggunakan rumus:
P=
3.10
NS x 100 % NH
Keterangan: P
= Angka presentase
NS
= Nilai Skor
NH
= Nilai Harapan
100%
= Konstanta
Etika Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti perlu mendapatkan izin dari institusi dengan mengajukan permohonan ijin kepada Pembimbing. Setelah mendapatkan
persetujuan barulah
melakukan penelitian dengan
menekankan masalah etika penelitian yang meliputi: 1. Informed concent Peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan serta maksud penelitian sebelum menyerahkan kuesioner penelitian, kemudian peneliti memberikan surat permohonan menjadi responden sebagai permintaan pasien untuk menjadi responden. 2. Confidentiality (kerahasiaan) Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya data tertentu sebagai hasil penelitian.
25
3.11
Jadwal Penelitian Bulan No
1
Kegiatan
September
Oktober
November
Desember
Januari
2018
2018
2018
2018
2019
Membuat usulan
mini
project 2
Membuat Kuesioner
3
Pengumpulan data
4
Analisi data
5
Penyusunan mini project
6
Pemaparan mini project
26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini telah dilakukan di Puskesmas Sukra Indramayu selama 1 bulan. Pada bulan Oktober-November
2018 dengan metode penelitian deskriptif melalui
pendekatan crosssectional. Sampel pada penelitian ini diambil dengan teknik purposive sampling pada pasien yang datang Imunisasi sesuai dengan criteria inklusi di Posyandu dan Puskesmas Sukra Indramayu pada bulan Oktober-November 2018. Semua sampel yang diteliti memenuhi aspek inklusi. Dari kuesioner yang telah disebar, peneliti mendapatkan kuesioner yang bersedia diisi oleh pasien yang datang Imunisasi di Posyandu dan Puskesmas Sukra Indramayu.
4.1 Karakteristik Responden 4.1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase
Pria
3
4%
Wanita
72
96 %
Total
75
100%
27
Tabel diatas merupakan tanel distribusi berdasarkan status Jenis kelamin responden. Data diatas melihatkan bahwa responden terbanyak adalah wanita 72 responden (96%) dari 75 responden.
4.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Usia
Frekuensi
Persentasi
<20 tahun
9
12 %
20-29 tahun
31
41,3 %
30-39 tahun
32
42,7 %
40-50 tahun
3
4%
Total
75
100%
28
Tabel diatas merupakan tabel distribusi berdasarkan usia responden. Responden terbanyak berusia 30-39 tahun (42,7%) dari 75 responden. Serta terdapat responden kurang dari <20 tahun sebanyak 9 responden (12%) dari 75 responden.
4.1.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan
Frekuensi
Persentasi
Buruh
1
1,3 %
Ibu Rumah Tangga
68
90,7 %
Pedagang
4
5.3 %
Karyawan
2
2,7 %
Lain-lain
0
0
Total
75
100%
29
Tabel diatas merupakan tabel distribusi berdasarkan status pekerjaan responden. Data diatas memperlihatkan bahwa responden terbanyak sebagai ibu rumah tangga sebesar 68 responden (90.7%) dari 75 responden.
4.1.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendidikan
Frekuensi
Persentasi
SD Terakhir
12
16 %
SMP
39
52 %
SMA
20
26,7 %
D1-D3
3
4%
S1
1
1,3 %
Total
75
100%
30
Tabel diatas merupakan tabel distribusi berdasarkan Pendidikan Terakhir responden. Data diatas memperlihatkan bahwa responden terbanyak berasal dari lulusan SMP sebesar 39 responden (52%) dari 75 responden. Sesuai Penelitian hakman dkk (2016) di Puskesmas Poasia Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara bahwa ada hubungan antara Pendidkan dengan Pemanfaatan Pelayanan Imunisasi . Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Harianto (2011) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan responden dengan partisipasi masyarakat. Dalam penelitian Anderson dan Andersen (1972) (dalam Sudarti, 2008) bahwa seseorang yang mendapat pendidikan formal biasanya lebih banyak mengunjungi ahli kesehatan.
31
4.1.5 Distribusi Keterampilan Teknis Tabel 7. Mutu Pelayanan Kesehatan Dimensi Keterampilan Teknis T No. 1. 2. 3.
Pernyataan Petugas Puskesmas selalu siap membantu pasien. Penampilan petugas
SS
S
R
TS STS
Skor
35
39
1
0
0
334
26
45
2
2
0
320
30
45
0
0
0
330
Puskesmas rapi. Petugas Puskesmas terampil dalam memberikan pelayanan. x = 328
984
Tabel diatas merupakan tabel mutu pelayanan kesehatan dalam keterampilan teknis. Keterampilan teknis terdiri dari 3 Aspek yaitu mengenai Petugas Puskesmas selalu siap membantu pasien. Penampilan petugas Puskesmas rapi, Petugas Puskesmas terampil dalam memberikan pelayanan. Aspek Petugas Puskesmas selalu siap membantu pasien banyak menjawab setuju sebanyak 39 responden dari 75 responden. Aspek Penampilan petugas puskesmas rapi , responden menjawab setuju sebanyak 45 responden dari 75 responden. Aspek Petugas Puskesmas terampil dalam memberikan pelayanan, responden menjawab setuju sebanyak 45 responden dari 75 responden.
4.1.6 Distribusi Akses Tabel 8. Mutu Pelayanan Kesehatan Dimensi Akses Terhadap Pelayanan No. Pernyataan 1. Proses administrasi di
SS S 15 54
R 5
TS 1
29 44
2
0
STS Skor 0 308
Puskesmas mudah. Petugas tidak membeda2.
bedakan suku, agama, dan status
0
327
pasien dalam memberikan pelayanan.
x = 317,5
635
32
Tabel diatas merupakan tabel mutu pelayanan kesehatan dalam Akses. Akses pelayanan terrdiri dari 2 Aspek yaitu Proses administrasi di Puskesmas mudah, Petugas tidak membeda- bedakan suku, agama, dan status pasien dalam memberikan. Aspek Proses administrasi di Puskesmas mudah, responden menjawab setuju sebanyak 54 responden dari 75 responden . Aspek Petugas tidak membeda- bedakan suku, agama, dan status pasien dalam memberikan, responden menjawab setuju sebanyak 44 responden dari 75 responden . . 4.1.7 Distribusi Efektivitas Tabel 9. Mutu Pelayanan Kesehatan Dimensi Efektivitas No. 1.
2.
Pernyataan
SS S
R
TS
STS Skor
cukup dalam memberikan
10 61
4
0
0
306
pelayanan. Petugas Puskesmas teliti dalam
20 55
0
0
0
330
Jumlah petugas Puskesmas sudah
memberikan pelayanan. x = 318
636
Tabel di atas merupakan tabel mutu pelayanan kesehatan dalam efektivitas. Aspek efektivitas terdiri dari 2 aspek yaitu Aspek jumlah petugas puskesmas sudah cukup dalam memberikan pelayanan dan Petugas Puskesmas teliti dalam memberikan pelayanan. Aspek jumlah petugas puskesmas sudah cukup dalam memberikan pelayanan, responden menjawab setuju sebanyak 61 responden dari 75 responden . Aspek Petugas Puskesmas teliti dalam memberikan pelayanan, responden menjawab setuju sebanyak 55 responden dari 75 responden .
33
4.1.8 Distribusi Hubungan Antar Manusia Tabel 10. Mutu Pelayanan Kesehatan Dimensi Hubungan Antar Manusia No. Pernyataan 1. Petugas Puskesmas memberikan
SS S
R
TS
perhatian terhadap keadaan
25 50
0
0
0
26 47
2
0
0
324
20 55
0
0
0
320
2.
325
pasien. Petugas Puskesmas ramah dan sabar dalam memberikan
3.
STS Skor
pelayanan. Petugas Puskesmas menerima dan mendengarkan keluhan pasien dengan baik. x = 323
969
Tabel diatas merupakan tabel distribusi mutu pelayanan kesehatan aspek petugas dalam hubungannya dengan antar manusia. Aspek petugas dalam hubungannya dengan antar manusia terdiri dari 3 aspek yaitu Aspek Petugas Puskesmas memberikan perhatian terhadap keadaan, aspek Petugas Puskesmas ramah dan sabar dalam memberikan, dan aspek Petugas Puskesmas menerima dan mendengarkan keluhan pasien dengan baik. . Aspek Petugas Puskesmas memberikan perhatian terhadap keadaan, responden menjawab setuju sebanyak 50 responden dari 75 responden . Aspek Petugas Puskesmas ramah dan sabar dalam memberikan, responden menjawab setuju sebanyak 47 responden dari 75 responden . Aspek Petugas Puskesmas menerima dan mendengarkan keluhan pasien dengan baik. Responden menjawab setuju
sebanyak 55 responden dari 75
responden .
34
4.1.9 Distribusi Efisiensi Tabel 11. Mutu Pelayanan Kesehatan Dimensi Efisiensi T No. 1.
Pernyataan SS Petugas Puskesmas tepat waktu 16
S 54
R 0
TS 5
STS Skor 0 306
dalam memberikan pelayanan. Petugas Puskesmas datang ke 2.
Puskesmas sesuai jam kerjanya. 20
52
2
1
0
316
3.
Prosedur pelayanan Puskesmas
19
9
33
6
235
8
berbelit belit. (Negatif) x = 385,7
857
Tabel diatas merupakan tabel distribusi mutu pelayanan kesehatan aspek Efisiensi. Aspek efisiensi terdiri dari 3 aspek yaitu Aspek Petugas Puskesmas tepat waktu dalam memberikan pelayanan, aspek Petugas Puskesmas datang ke Puskesmas sesuai jam kerjanya, dan aspek Prosedur pelayanan Puskesmas berbelit belit. Aspek Petugas Puskesmas tepat waktu dalam memberikan pelayanan responden9menjawab setuju sebanyak 54 responden dari 75 responden . Aspek Petugas Puskesmas datang ke Puskesmas sesuai jam kerjanya, responden menjawab setuju sebanyak 52 responden dari 75 responden . Aspek Prosedur pelayanan Puskesmas berbelit belit. Responden menjawab sangat setuju sebanyak 8 responden , menjawab tidak setuju sebanyak 33 responden dari 75 responden .
35
4.1.10 Distribusi Kelangsungan Pelayanan Tabel 12.Mutu Pelayanan Kesehatan Dimensi Kelangsungan Pelayanan T No. 1.
Pernyataan Rekam medis pasien di
SS S
R
TS
STS Skor
Puskesmas tercatat dengan baik.
18 57
0
0
0
318
17 56
2
0
0
315
27 48
0
0
0
Petugas Puskesmas memberikan 2.
penjelasan yang lengkap dalam memberikan pelayanan. Petugas Puskesmas memberikan
3.
rujukan sesuai dengan kebutuhan pasien. x = 320
327 960
Tabel diatas merupakan tabel distribusi mutu pelayanan kesehatan aspek kelangsungan pelayanan. Aspek kelangsungan pelayanan terdiri dari 3 aspek yaitu Aspek Rekam medis pasien di Puskesmas tercatat dengan baik, aspek Petugas Puskesmas memberikan penjelasan yang lengkap dalam memberikan pelayanan, dan aspek petugas Puskesmas memberikan rujukan sesuai dengan kebutuhan pasien. Aspek Rekam medis pasien di Puskesmas tercatat dengan baik, responden menjawab setuju sebanyak 57 responden dari 75 responden. Aspek Petugas Puskesmas memberikan penjelasan yang lengkap dalam memberikan pelayanan, responden menjawab setuju sebanyak 56 responden dari 75 responden. aspek petugas Puskesmas memberikan rujukan sesuai dengan kebutuhan pasien, Responden menjawab setuju sebanyak 48 responden dari 75 responden.
36
4.1.11 Distribusi Keamanan Tabel 13. Mutu Pelayanan Kesehatan Dimensi Keamanan No. 1.
Pernyataan Obat-obatan yang diberikan
SS S
R
TS
STS Skor
petugas Puskesmas sesuai
14 60
0
1
0
314
13 59
1
2
0
308
dengan resep dokter. Alat yang digunakan petugas 2.
Puskesmas dalam melayani pasien layak digunakan.
x = 311 622 Tabel diatas merupakan tabel distribusi mutu pelayanan kesehatan aspek petugas dalam hubungannya dengan antar manusia. Aspek petugas dalam hubungannya dengan antar manusia terdiri dari 2 aspek yaitu Aspek Obat-obatan yang diberikan petugas Puskesmas sesuai dengan resep dokter dan aspek alat yang digunakan petugas Puskesmas dalam melayani pasien layak digunakan. Aspek Obat-obatan yang diberikan petugas Puskesmas sesuai dengan resep dokter, responden menjawab setuju sebanyak 60 responden dari 75 responden . Aspek alat yang digunakan petugas Puskesmas dalam melayani pasien layak digunakan, responden menjawab setuju sebanyak 59 responden dari 75 responden.
4.1.12 Distribusi Kenyamanan dan Kenikmatan Tabel 14. Mutu Pelayanan Kesehatan Dimensi Kenyamanan dan Kenikmatan No. Pernyataan 1. Kondisi lingkungan Puskesmas
SS 5
S 17
R 7
TS 37
STS Skor 9 253
2.
ruang tunggu Puskesmas layak 14
59
2
0
0
312
3.
untuk digunakan. Data dan rahasia pasien
44
4
1
0
320
kotor. (negative) Fasilitas fisik seperti gedung dan
26
tersimpan dengan aman. x = 295
885
37
Tabel diatas merupakan tabel distribusi mutu pelayanan kesehatan aspek kenyamanan dan kenikmatan. Aspek kenyamanan dan kenikmatan terdiri dari 3 aspek yaitu Aspek Kondisi lingkungan Puskesmas kotor, aspek fasilitas fisik seperti gedung dan ruang tunggu Puskesmas layak untuk digunakan dan aspek data dan rahasia pasien tersimpan dengan aman. Aspek Kondisi lingkungan Puskesmas kotor, responden menjawab tidak setuju sebanyak 37 responden dari 75 responden . Aspek fasilitas fisik seperti gedung dan ruang tunggu Puskesmas layak untuk digunakan
dan aspek data, responden menjawab setuju sebanyak 59
responden dari 75 responden . Aspek data dan rahasia pasien tersimpan dengan aman, responden menjawab setuju sebanyak 44 responden dari 75 responden.
4.2
Analisis dan Interpretasi Data Data yang diperoleh kemudian dianalisis dan diintepretasikan.Interpretasi hasil penelitian bertujuan untuk memperoleh nilai rata-rata dari setiap dimensi variable penelitian. Berikut ini data dari hasil penyebaran kuesioner terhadap 75 responden yang terdiri dari delapan dimensi: Tabel 15. Kategori Nilai Jawaban Responden
No
1.
Dimensi Kompetensi Teknis
Skor
984
Nilai
Nilai Skor
P = NS/NH x
Kategori
Harapan
(NS)
100%
Nilai
(NH) 3 x 5 = 15
984/75=
13,12/15 x 100%=
13,12
87,5%
635/75 =
8,47/10 x 100%=
8,47
84,7%
636 /75=
8,48/10 x 100%=
Baik
8,48 969 / 75=
84,8% 12,92/15 x 100%=
Baik
12,92
86,13%
Akses 2.
Terhadap
635
2 x 5 = 10
636
2 x 5 = 10
Baik
Baik
Pelayanan 3. 4.
Efektivitas Hubungan Antar Manusia
969
3 x 5 = 15
38
5. 6.
Efisiensi Kelangsungan
857 960
3 x 5 = 15 3 x 5 = 15
Pelayanan 7.
Keamanan
622
2 x 5 = 10
857 / 75=
11,43/15 x 100%=
Baik
11,43 960 / 75=
76,2% 12,8/15 x 100%=
Baik
12,8 622 / 75=
85,3% 8,29/10 x100%=
Baik
8,29
82,9%
885/75 =
11,8/15 x 100% =
11,8
78,67%
6548/75 =
87,31/105 x 100%=
87,31
83,15
Kenyamanan 8.
dan
885
3 x 5 = 15
6.548
21x5 =105
Baik
Kenikmatan Rata-rata
Berdasarkan
Baik
tabel di atas dapat terlihat bahwa mutu pelayanan
Imunisasi dan Posyandu di Puskesmas Sukra Indramayu sudah tergolong baik dengan persentase sebesar 83,15%. Dari penelitian ini didapatkan bahwa angka persentase dari ke-8 dimensi mutu pelayanan kesehatan yang diteliti menunjukkan kategori tergolong baik. 1. Dimensi kompetensi teknis sebesar 87,5% artinya bahwa dimensi kompetensi teknis di Puskesmas Sukra masuk ke kategori Baik. Kompetensi teknis atau pelayanan kehandalan adalah setiap pegawai memiliki kemampuan yang handal, mengetahui mengenai seluk beluk prosedur kerja, mekanisme kerja, memperbaiki berbagai kekurangan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan prosedur kerja dan mampu menunjukkan, mengarahkan dan memberikan arahan yang benar kepada setiap bentuk pelayanan yang belum dimengerti oleh masyarakat, sehingga memberi dampak positif atas pelayanan tersebut, yaitu pegawai memahami, menguasai, handal, mandiri dan profesional atas uraian kerja yang ditekuninya (Parasuraman, 2001:101). Sesuai penelitian Selviani (2016) Kehandalan tenaga kesehatan (Realibility) dalam memberikan pelayanan
imunisasi di Puskesmas Kinovaro
belum
maksimal, dimana Puskesmas telah memberikan kemudahan pada prosedur
39
pelayanan imunisasi, namun tidak dapat dilaksanakan secara rutin, serta tenaga kesehatan dalam pelayanan imunisasi belum cukup terlatih dalam memenuhi kebutuhan masyarakat untuk tepat waktu dan siaga di seluruh wilayah kerja Puskesmas Kinovaro.
2. Dimensi akses terhadap pelayanan sebesar 84,7% artinya bahwa dimensi akses terhadap pelayanan di Puskesmas Sukra masuk ke kategori Baik. Menurut Pohan (2007) akses, artinya layanan kesehatan itu harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa. Sesuai dengan penelitian Halil dkk (2012) di Puskesmas pamboang Majene bahwa terdapat hubungan antara faktor akses dengan mutu pelayanan dengan nilai p=0,001 dengan kekuatan hubungan C=0,357.
3. Dimensi efektifitas hasil baik sebesar 84,7% artinya bahwa dimensi efektifitas di Puskesmas Sukra masuk ke kategori Baik. Secara teori dengan adanya tenaga kesehatan yang memadai maka pelayanan kesehatan di Imunisasi juga akan tercapai dimana tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan
kualitas
pelayanan
kesehatan
yang
maksimal
kepada
masyarakat agar masyarakat mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UndangUndang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Sesuai dengan kutipan dari penelitian Hakman dkk 2016 Ada hubungan Ketersediaan Tenaga Kesehatan Dengan Pemanfaatan Pelayanan Imunisasi di Puskesmas Poasia Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara 4. Dimensi hubungan antar manusia sebesar 86,13% artinya bahwa dimensi hubungan antar manusia di Puskesmas Sukra masuk ke kategori Baik. Rasa
40
empati yang ada tergambarkan pada kemampuan petugas imunisasi, dalam hal ini bahwa karyawan/staf mampu menempatkan dirinya pada pelanggan, dapat berupa kemudahan dalam menjalin hubungan dan komunikasi termasuk perhatiannya terhadap para pelanggannya, serta dapat memahami kebutuhan pelanggan. Dimensi ini menunjukkan derajat perhatian yang diberikan kepada setiap pelanggan dan merefleksikan kemampuan pekerja (karyawan) untuk menyelami perasaan pelanggan. Wujud empati petugas kesehatan (Emphaty) dalam memberikan pelayanan imunisasi di Puskesmas Kecamatan Kinovaro masih kurang baik, dimana petugas kesehatan Puskesmas Kinovaro tidak berkompeten untuk memberikan perhatian kepada masyarakat serta kurang memahami kebutuhan masyarakat penerima layanan imunisasi. 5. Dimensi efisiensi sebesar 76,2% artinya bahwa dimensi efisiensi di Puskesmas Sukra masuk ke kategori Baik. Sejalan penelitain yang dilakukan Widuri di Puskesmas Gambir tahun 2009 menyatakan bahwa yang tanggap terhadap aspek lama waktu tunggu pelayanan kesehatan rawat jalan sebesar 64,50%, oleh sebab itu diharapkan agar lebih mengoptimalkan lagi seluruh petugas yang ada, dengan pembagian tugas yang lebih jelas dan mengatur jadwal yang selektif mungkin sehingga tidak menggangu pelayanan kesehatan rawat jalan. Dan sejalan penelitian Halil tahun 2012 di Puskesmas pamboang Majene menyatakan bahwa ada hubungan antara faktor ketepatan waktu dengan mutu pelayanan dengan nilai p=0.001 dengan kekuatan hubungan sedang C=0,464. 6. Dimensi kelangsungan pelayanan sebesar 85,3% artinya bahwa dimensi kelangsungan pelayanan di Puskesmas Sukra masuk ke kategori Baik. Setiap pegawai dalam memberikan bentuk-bentuk pelayanan, mengutamakan aspek pelayanan yang sangat mempengaruhi perilaku orang yang mendapat pelayanan, sehingga diperlukan kemampuan daya tanggap dari pegawai untuk melayani
masyarakat
sesuai
dengan
tingkat
penyerapan,
pengertian,
ketidaksesuaian atas berbagai hal bentuk pelayanan yang tidak diketahuinya. Hal ini memerlukan adanya penjelasan yang bijaksana, mendetail, membina, mengarahkan dan membujuk agar menyikapi segala bentuk-bentuk prosedur 41
dan mekanisme kerja yang berlaku dalam suatu organisasi, sehingga bentuk pelayanan mendapat respon positif (Parasuraman, 2001:52). Sesuai dengan penelitian
Selviani
dkk
(2016),
daya
tanggap
petugas
kesehatan
(Responsiveness) dalam pelayanan imunisasi di Puskesmas Kecamatan Kinovaro masih kurang baik, sebab tenaga kesehatan Puskesmas Kinovaro belum bisa memberikan pelayanan yang cepat tanggap dalam merespon keluhan penerima layanan imunisasi. 7. Dimensi keamanan
sebesar 82,9% artinya bahwa dimensi keamanan di
Puskesmas Sukra masuk ke kategori Baik. Inti dari bentuk pelayanan yang meyakinkan pada dasarnya bertumpu kepada kepuasan pelayanan yang ditunjukkan oleh setiap pegawai, komitmen organisasi yang menunjukkan pemberian pelayanan yang baik, dan perilaku dari pegawai dalam memberikan pelayanan, sehingga dampak yang ditimbulkan dari segala aktivitas pelayanan tersebut diyakini oleh orang-orang yang menerima pelayanan, bahwa mereka akan dilayani dengan baik sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang diyakini sesuai dengan kepastian pelayanan. Sebab setiap bentuk pelayanan, memerlukan adanya kepastian atas pelayanan yang diberikan. Penelitian dari Selviani dkk (2016) bahwa Jaminan pelayanan (Assurance) yang diberikan oleh petugas kesehatan dalam pelayanan imunisasi di Puskesmas Kecamatan Kinovaro, masih belum bisa dikatakan memadai, sebab, tenaga kesehatan di Puskesmas Kinovaro tidak dapat memberikan pengetahuan yang tepat pada masyarakat di wilayah kerjanya, serta masyarakat tidak mendapatkan kenyamanan saat menerima layanan imunisasi oleh tenaga kesehatan Puskesmas Kinovaro. 8. Dimensi kenyamanan dan kenikmatan sebesar 78,67% artinya bahwa dimensi kenyamanan dan kenikmatan di Puskesmas Sukra masuk ke kategori Baik. Fasilitas yang memadai seperti ruangan yang nyaman, kebersihan dan kerapian turut berpengaruh pada kualitas pelayanan prima (Depkes RI, 2001). Kenyamanan ruang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Kenyamanan ruang periksa dan ruang tunggu merupakan
42
aspek penting bagi suatu jasa pelayanan kesehatan karena kenyamanan bisa memberikan warna pada suasana hati pemakai jasa pelayanan sehingga dapat mempengaruhi penilaian terhadap jasa tersebut.
43
BAB V PENUTUP
5.1 KESIMPULAN Dari hasil penelitaian yang dilakukan di Puskesmas Sukra Indramayu dalam hal imunisasi, dalam bidang mutu yang mecakup delapan dimensi yaitu: 1. Dimensi kompetensi teknis sebesar 87,5% artinya bahwa dimensi kompetensi teknis di Puskesmas Sukra masuk ke kategori Baik. 2. Dimensi akses terhadap pelayanan sebesar 84,7% artinya bahwa dimensi akses terhadap pelayanan di Puskesmas Sukra masuk ke kategori Baik. 3. Dimensi efektifitas hasil baik sebesar 84,7%
artinya bahwa dimensi
efektifitas di Puskesmas Sukra masuk ke kategori Baik 4. Dimensi hubungan antar manusia sebesar 86,13% artinya bahwa dimensi hubungan antar manusia di Puskesmas Sukra masuk ke kategori Baik 5. Dimensi efisiensi sebesar 76,2% artinya bahwa dimensi efisiensi di Puskesmas Sukra masuk ke kategori Baik 6. Dimensi kelangsungan pelayanan sebesar 85,3% artinya bahwa dimensi kelangsungan pelayanan di Puskesmas Sukra masuk ke kategori Baik 7. Dimensi keamanan
sebesar 82,9% artinya bahwa dimensi keamanan di
Puskesmas Sukra masuk ke kategori Baik 8. Dimensi kenyamanan dan kenikmatan sebesar 78,67% artinya bahwa dimensi kenyamanan dan kenikmatan di Puskesmas Sukra masuk ke kategori Baik. Dari hasil rerata didapatkan presentasi sebesar 83,15% Jadi dapat terlihat bahwa mutu pelayanan Imunisasi dan Posyandu di Puskesmas Sukra Indramayu sudah tergolong baik.
44
5.2 SARAN Setelah penelitian ini, perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap pengembangan kualitas pelayanan imunisasi khususnya di Puskesmas Sukra Kabupaten Indramayu serta secara praktik perlu adanya perbaikan: 1. Untuk pencapaian target program masih kurang sehingga perlu adanya perbaikan 2. Untuk meningkatkan mutu pelayanan Imunisasi di Puskesmas Sukra perlu realisasi ketersediaan fasilitas standar puskesmas sesuai dengan standar operasional yang berlaku. 3. Perlu digalakanya promosi tentang Imunisasi kepada masyarakat baik imunisasi lengkap ataupun imunisasi tambahan. 4. menjalin komunikasi yang efektif dan berkelanjutan antara lintas sector dan lintas program yang berhubungan dengan program imunisasi
5.3 Keterbatasan Penelitian Adapun keterbatasan penelitian ini meliputi: 1. Ketika mencari responden dalam penelitian ini yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi merupakan suatu tantangan karena kadang setelah melakukan imunisasi bayi menangis dan ibu enggan untuk menjadi responden. 2. Instrument mutu ini memakai pertanyaan tertutup, sehingga bisa jadi pernyataan dalam instrument ini belum mewakili apa yang dirasakan responden. Namun peneliti sudah meminimalkan hal tersebut dengan melakukan uji validitas dan reabilitas instrument. 3. Informasi bias pada penelitian ini dapat terjadi karena pendidikan responden atau kurang paham dengan pernyataannya. Dimana sebaiknya dapat dilakukan selain menggunakan kuesioner yaitu dengan wawancara mendalam.
45
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. EdisiKetiga. Jakarta:Bina rupa Aksara. Azwar. 2001. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Binarupa. Hal: 45 Bustami. 2011. Penjamin Mutu Pelayanan Kesehatandan Akseptabilitas-nya. Jakarta : Erlangga, hal : 5,6, 25 Departemen Kesehatan R.I, 2006, Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta Hakman, dkk. 2016. Faktor Yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Imunisasi Di Puskesmas Poasia Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016. Halil, Sitti N, dkk. 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Mutu Pelayanan Di Puskesmas Pamboang Kabupaten Majene Tahun 2012 IDAI,
2018. Seputar Pekan Imunisasi Dunia 2018. http://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/seputar-pekan-imunisasi-dunia2018, diakses pada 26 November 2018 Indriyani, Diyan dkk, 2017. Persepsi Ibu Muda dan Keluarga tentang Pemberian Imunisasi (Pendekatan Maternal Sensitivity Models Berbasis Kelaurga). Diakses pada bulan November 2018 Kemenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Author Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor: 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: MenteriKesehatan. Muninjaya, A. 2014. Manajemen Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Nursalam. 2014. Manajemen Keperawatan :Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika, hal : 296, 312 Pohan, Imbalo S. 2006. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta: EGC, hal : 5,15,156.157 Rochman, dkk, 2012, Panduan Belajar Asuhan Neonatus Bayi dan Balita, Penerbit Buku Kedokteran. 46
Selviani, 2016. Kualitas Pelayanan Imunisasi di Pusat Kesehatan Masyarakat Kinovaro Kecamatan Kinovaro Kabupaten Sigi. Diakses pada November 2018 Swarjana, I. K. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. CV.Andi Offset (ANDI). Yogyakarta Tiani,Irmailis., dkk. 2016. Peran Petugas Imunisasi dalam Pemberian Vaksinasi Pentavalen.. Diakses pada Oktober 2018 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesahatan. Wanarto, G B. 2013. Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatanoleh Pelanggan. JawaTimur: FORIKES (Forum IlmiahKesehatan).
47