ASUHAN KEPERAWATAN JIWA “ HALUSINASI”
OLEH : ASTINY RINY AKASE RITA
PROGRAM STUDI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH MANADO 2019
KONSEP DASAR HALUSINASI 1.
Pengertian Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015). Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan Sheila L Vidheak,( 2001) dalam Darmaja (2014). Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015) halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001).Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu melalui panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien.
2.
Etiologi Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Pambayun (2015), faktor-faktor yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai berikut : 1. Faktor Predisposisi a. Faktor genetis Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%. b. Faktor neurobiologis Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat. 1) Studi neurotransmitter Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan neurotransmitter.
Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar
serotonin. 2) Teori virus Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat menjadi faktor predisposisi skizofrenia. 3) Psikologis Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya. 2. Faktor Presipitasi a. Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak. b. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu. c. Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat sistem syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan. d. Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, kurang ketrampilan dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan mendapat pekerjaan. e. Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia
maupun kebudayaan, rendahnya kernampuan sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.
3.
Klasifikasi halusinasi Halusinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu, diantaranya : a. Halusinasi pendengaran (akustik, audiotorik) : Gangguan stimulus dimana klien mendengar suara- suaraterutama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu. b. Halusinasi penglihatan (visual) : Stimulus visual dalam bentuk beragamseperti bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Bayangan bias bisa menyenangkan atau menakutkan. c. Halusinasi penghidu (olfaktori) : Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia. d. Halusinasi peraba (taktil, kinaestatik) : Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain. e. Halusinasi pengecap (gustatorik) : Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan. f. Halusinasi sinestetik : Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine. g. Halusinasi kinesthetic : Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak. (Yosep Iyus, 2007)
4.
Rentang Respon Halusinasi Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005) dalam Yusalia 2015. Ini merupakan persepsi
maladaptive.
Jika
klien
yang
sehat
persepsinya
akurat,
mampu
mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpresentasi
yang dilakukan terhadap stimulus
panca indera tidak sesuai stimulus yang
diterimanya,rentang respon tersebut sebagai berikut: Respon adaptif
Respon maladaptif Kadang-
Pikiran logis
Waham
Persepsi akurat
kadang proses
Halusinasi
Emosi
pikir terganggu
Sulit berespons
konsisten
(distorsi
Perilaku
dengan
pikiran Ilusi
pengalaman
Perilaku sesuai
Menarik diri
Hubungan
Reaksi emosi
sosial harmonis
disorganisasi Isolasi sosial
>/< Perilaku tidak biasa
5.
Tanda Gejala Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atautertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicarasendiri,pergerakan mata cepat, diam,
asyik
dengan
pengalamansensori,kehilangan
kemampuan
membedakan
halusinasi dan realitas rentangperhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau menit, kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat diri,perubahan Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden, (1998) dalam Yusalia (2015). Jenis halusinasi Pendengaran
Karakteriostik tanda dan gejala Mendengar suara-suara / kebisingan, paling sering suara kata yang jelas, berbicara dengan klien bahkan sampai percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar jelas dimana klien mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang-kadang dapat membahayakan.
Penglihatan
Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar giometris, gambar karton dan atau panorama yang luas dan komplek. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang
menyenangkan /sesuatu yang menakutkan seperti monster.
6.
Penciuman
Membau bau-bau seperti bau darah, urine, fases umumnya baubau yang tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya sering akibat stroke, tumor, kejang / dernentia.
Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine, fases.
Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
Sinestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah divera (arteri), pencernaan makanan.
Kinestetik
Merasakan pergerakan tanpa bergerak
sementara
berdiri
Fase Halusinasi Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya Stuart & Sundeen, (2006) dalam Bagus, (2014), membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya. Fase halusinasi
Karakteristik
Perilaku pasien
1
2
3
Fase 1 : Comfortingansietas tingkat sedang, secara umum, halusinasi bersifat menyenangkan
Klien mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk berfokus pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas. Individu mengetahui bahwa pikiran dan pengalaman sensori yang dialaminya tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya bias diatasi
Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa menimbulkan suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
(Non psikotik) Fase Condemning-
II: Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem menjijikkan dan menakutkan, syaraf otonom yang
ansietas tingkat berat, secara umum, halusinasi menjadi menjijikkan
klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk menjauhkan dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain. (Psikotik ringan)
Fase III: Controlling-ansietas tingkat berat, pengalaman sensori menjadi berkuasa
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik, dapat berupa permohonan. Klien mungkin mengalarni kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir. (Psikotik)
Cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan halusinasinya daripada menolaknya, kesukaran berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit, adanya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak mampu mengikuti petunjuk.
Pengalaman sensori menjadi mengancam dan menakutkan Panik, umumnya jika klien tidak mengikuti halusinasi menjadi perintah. Halusinasi bisa lebih rumit, melebur berlangsung dalam beberapa dalam halusinasinya jam atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik.
Perilaku menyerang-teror seperti panik, berpotensi kuat melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain, Aktivitas fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik diri, atau katatonia, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks, tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
Fase IV: Conquering
(Psikotik Berat)
7.
menunjukkan ansietas, seperti peningkatan nadi, pernafasan, dan tekanan darah; penyempitan kemampuan konsentrasi, dipenuhi dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan antara halusinasi dengan realita.
Penatalaksanaan Medis Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin sebelum mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya agar informasi tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat harus
memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat adalah betul-betul untuk membantu klien. Perawat juga harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan klien atau menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa mengendalikan diri agar tetap terapeutik. Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat halusinasi muncul). Setelah klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya adalah masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana cara yang bisa dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses ini dimulai dengan mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila ada beberapa usaha yang klien lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat perlu mendiskusikan efektifitas cara tersebut. Apabila cara tersebut efektif, bisa diterapkan, sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat dapat membantu dengan cara-cara baru. Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi : 1. Menghardik halusinasi. Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik halusinasi: 2. Menggunakan obat. Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat secara tepat sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan
keluarga. Hal ini penting
dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah sistem di mana klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah mampu mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama (kronis), sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih mengalarni halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien kembali ke rumah. Latih pasien menggunakan obat secara teratur: Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah: a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange Indikasi: Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas, ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala – gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik depresi, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil. Cara pemberian: Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan sampai 600 – 900 mg perhari. Kontra indikasi: Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma, keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang hipersensitif terhadap derifat fenothiazine. Efek samping: Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena
depresi susunan syaraf pusat, hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan intoksikasi. b. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar Indikasi: Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la tourette pada anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat pada anak – anak. Cara pemberian: Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15 mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan. Kontra indikasi: Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol. Efek samping: Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang jarang adalah nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan. c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil Indikasi: Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala skizofrenia. Cara pemberian: Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5 mg ) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila pemberian melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan – lahan. Kontra indikasi: Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine. Intoksikasi biasanya terjadi gejala
– gejala sesuai dengan efek samping yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan terapi simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol hindari menggunakan ephineprine ISO, (2008) dalam Pambayun (2015). 3. Berinteraksi dengan orang lain. Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya. Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus internal yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain: 4. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian. Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan dari pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur dengan kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada waktu lagi untuk melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal.
8.
Pohon Masalah
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS HALUSINASI A.
Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Menurut Keliat, (2009) tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) aspek, yaitu fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Untuk dapat menjaring data yang diperlukan, umumnya dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian. isi pengkajian meliputi: a. Identitas klien. b. Keluhan utama/ alasan masuk. c. Faktor predisposisi. d. Faktor presipitasi. e. Penilaian stresor f. Sumber koping g. Mekanik koping Data pengkajian keperawatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi peng kajian perilaku, faktorpredisposisi, faktor presipitasi , penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien ( Stuart, 2007). Pengkajian tersebut dapat diuraikan menjadi : a. Pengkajian perilaku Perilaku yang berhubungan dengan persepsi mengacu pada indetifikasi dan interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkn informasi yang diterima melalui pnca indra tersebut digambarkan dalam rentang respon neurobiologis dari respon adaptif, respon transisi dan respon maladaptif. b. Faktor predisposisi Faktor predisposisi yang berpengaruh pada pasien halusinasi dapat mencakup: 1) Dimensi biologis Meliputi abnormalitas perkembangan sistem syaraf yeng berhubungan dengan repon neurobiologis maladaptif yang menunjukan melalui hasil penelitian pencitraan otak, zat kimia, otak dan penelitian pada keluarga yang melibatkan
anak kembar dan anak yang diadopsi yang menunjukan peran genetik pada skizofrenia. 2) Psikologis Teori psikodinamika untuk terjadinya respons neurobiologis yang maladaptif belum didukung oleh penelitian. 3) Sosial budaya Stres yang menumouk dapat menunjang awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lain, tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan. c. Faktor presipitasi Stressor pencetus terjadinya gangguan persepsi sensori : halusinasi diantaranya: 1) Stressor biologis Stresor biologis yang berhubungan dengan respon nuerobilogis maladaptif meliputi gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak yang mengatur proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus. 2) Stressor lingkungan Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. 3) Pemicu gejala Pemicu merupakan perkusor dan stimuli yang menimbulkan episode baru suatu penyakit. Pemicu biasanya terdapat pada respons nuerobiologis maladaptif yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu. 4) Penilaian stressor Tidak terdapat riset ilmiah yang menunjukan ilmiah yang menunjukan bahwa stres tidak menyebabkan skizifrenia. Namun studi mengenai relaps dan eksaserbasi gejala membuktikan bahwa stres, penilaian individu terhadap stresor, dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan gejala. 5) Sumber koping Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahan tentang pengaruh gangguan otak pada perilaku. Kekuatan dapat meliputi modal, seperti intelegensi atau kreativitas yang tinggi. 6) Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neubiologis maladaptif meliputi : a)
Regresi, berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas hidup sehari-hari.
b) Proyeksi, sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi. c)
B.
Menarik diri
Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah ( Dermawan & Rusdi, 2013). Perumusan diagnosa keperawatan : 1. Actual : menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang ditemukan. 2. Resiko: menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak di lakukan intervensi. 3. Kemungkinan : menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk memastikan masalah keperawatan kemungkinan. 4. Wellness : keputusan klinik tentang keadaan individu,keluarga,atau masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera yang lebih tinggi. 5. Syndrom : diagnose yang terdiri dar kelompok diagnosa keperawatan actual dan resiko tinggi yang diperkirakan muncul/timbul karena suatu kejadian atau situasi tertentu. Menurut Yosep , (2011) diagnosa keperawatan Halusinasi adalah sebagai berikut: 1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi 2. Isolasi sosial : menarik diri. 3. Resiko perilaku kekerasan .
C.
Rencana Keperawatan
Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini kestatus kesehatan yang di uraikan dalam hasil yang di harapkan. Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana perawatan terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi tindakan perawatan yang diberikan. Rencana asuhan keperawatan yang di rumuskan dengan tepat memfasilitasi konyinuitas asuhan perawatan dari satu perawat ke perawat lainnya. Sebagai hasil, semua perawat mempunyai kesempatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan konsisten.Rencana asuhan keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi oleh perawat dalam laporan pertukaran dinas. Rencana perawatan tertulis juga mencakup kebutuhan klien jangka panjang ( Yosep, 2011). Berikut Rencana Tindakan Keperawatan pada Halusinasi : ( Sumber : Yosep, 2011) Diagnosa 1 : Gangguan persepsi sensori : halusinasi TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya Tujuan : Klien dapat mengontrol halusinasi Kriteria Hasil : 1. Ekspresi wajah klien bersahabat. 2. Klien menunjukkan rasa senang. 3. Ada kontak mata. 4. Klien mau berjabat tangan. 5. Klien mau menyebutkan nama. 6. Klien mau menjawab salam. 7. Klien mau duduk berdampingan dengan perawat. 8. Klien bersedian mengungkapkan masalah yang dihadapi. Intervensi : 1. Beri salam/panggil nama klien. 2. Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan. 3. Jelaskan maksud hubungan interaksi. 4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat 5. Beri rasa aman dan sikap empati 6. Lakukan kontak singkat tapi sering 7. Lakukan kontak sering dan singkat secara bertahap.
TUK 2 : Membantu klien mengenal halusinasi ( jenis, isi, waktu, frekuensi,
situasi, respon ) Kriteria Hasil : 1. Klien dapat menyebutkan jenis, waktu, isi, situasi, frekuensi, dan respon timbulnya halusinasi Intervensi : 1. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya : bicara dan tertawa tanpa stimulus, mengarahkan telinga kekiri, kekanan, kedepan seolah olah klien mendengar suara-suara. 2. Bantu klien mengenal halusinasinya 3. Tanyakan apakah ada suara yang didengar. 4. Tanyakan apa yang dikatakan halusinasinya. 5. Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak mendengarnya. 6. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu 7. Katakan bahwa perawat akan membantu klien 8. Diskusikan dengan klien : a. Situasi yang menimbulkan/ tidak menimbulkan halusinasi.Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi. b. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih dan senang). 9. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
TUK 3 : Menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi. Kriteria Hasil : 1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya. 2. Klien dapat menyebutkan cara baru untuk mengontrol halusinasi. 3. Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah didiskusikan dengan perawat. 4. Klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasi. 5. Klien dapat mencoba cara menghilangkan halusinasi. Intevensi :
1. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi. 2. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri Pujian. 3. Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya halusinasi dengan cara : a. Menghardik. b. Menemui orang lain untuk bercakap-cakap. o Melakukan kegiatan yang biasa dilakukan. c. Bantu klien memilih dan melatih cara mengontrol halusinasinya secara bertahap. d. Beri kesempatan kepada klien untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya, dan beri pujian jika berhasil.
TUK 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya Kriteria Hasil : 1. Keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat. 2. Keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi. Intervensi : Mendemonstrasikan atau mengajarkan cara mengontrol halusinasi yaitu dengan : 1. Buat kontrak waktu, tempat, dan topik dengan keluarga saat keluarga berkunjung. 2. Diskusikan pada keluarga tentang pengertian halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, serta cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi. Jelaskan tentang obat-obatan halusinasi. 3. Jelaskan cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah misalnya beri kegiatan, jangan biarkan sendirian, makan bersama 4. Anjurkan keluarga untuk memantau obat- obatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinsi 5. Beri informasi waktu kontrol kerumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak bisa diatasi dirumah.
TUK 5 : Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai dengan program pengobatan)
Kriteria Hasil : 1. Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping obat. 2. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar. 3. Klien dapat informasi tentang efek dan efek samping obat. 4. Klien dapat memahami akibat berhentinya mengonsumsi obat-obat tanpa konsultasi. 5. Klien dapat menyebutkan prinsip 6 benar penggunaan obat Intervensi: 1. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat minum obat. 2. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya. 3. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping minum obat yang dirasakan 4. Diskusikan akibat berhenti mengonsumsi obat-obat tanpa konsultasi. 5. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar
Diagnosa 2 : Isolasi sosial : menarik diri Tujuan Umum : Klien dapat berhungan dengan orang lain. TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya Kriteria Hasil : 1. Ekspresi wajah cerah 2. Mau berjabat tangan 3. Mau menjawab salam 4. Mau berkenalan 5. Mau duduk berdampingan 6. Mau menceritakan perasaan yang dirasakan 7. Mau mengungkapkan masalah Intevensi : 1. Bina hubungan saling percaya dengan mengunakan salam terapeutik: 2. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal 3. Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perkenalan. 4. Tanya nama lengkap dan nama panggilan dan tujuan perkenalan
5. Tanya nama lengkap dan nama panggilan yang di sukai klien 6. Buat kontrak yang jelas. 7. Tunjukkan sikap yang jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi. 8. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya. 9. Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
TUK 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri Kriteria Hasil : 1. Klien menyadari masalah isolasi sosial menarik diri 2. Klien menyadari penyebab isolasi sosial menarik diri 3. Klien mengetahui keuntungan bila memiliki banyak teman 4. Klien mengetahui kerugian bila tidak bergaul dengan orang lain. Intervensi : 1. Tanyakan pada klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain 2. Tanyakan apa yang menyebabkan klien tidak berinteraksi dengan orang lain 3. Diskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka 4. Diskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul
dengan orang lain.
TUK 3 : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. Kriteria Hasil : 1.
Klien mengetahui cara berinteraksi
( berkenalan dengan orang lain)
2.
Klien mampu berkenalan dengan orang lain.
3.
Klien berinteraksi dengan dua orang atau lebih
Intervensi : 1.
Jelaskan cara berkenalan dengan orang lain
2.
Berikan kesempatan pada klien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di hadapan perawat.
3.
Bila klien sudah menunjukkan kemajuan tingkatkan jumlah interaksi dengan dua orang atau lebih
D.
4.
Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh klien.
5.
Beri dorongan agar klien tetap semangat meningkatkkan interaksinya.
Implementasi keperawatan Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi. faktorfaktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan adalah sebagai berikut : Tahap 1 : Persiapan Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untuk mengevaluasi yang diindentifikasi pada tahap perencanaan. Tahap 2 : intervensi Focus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan : independen,dependen,dan interdependen. Tahap 3 : dokumentasi Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalamproses keperawatan (Dermawan & Rusdi, 2013).
E.
Evaluasi Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan prosesdapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya.Sasaran evaluasi
adalah sebagai berikut :
1. Proses asuhan keperawatan, berdasarkan criteria/rencana yang telah disusun.
2. Hasil tindakan keperawatan ,berdasarkan criteria keberhasilan yang telah di rumuskan dalam rencana evaluasi. Hasil evaluasi Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu : 1. Tujuan tercapai,apabila pasien telah menunjukan perbaikan/ kemajuan sesuai dengan criteria yang telah di tetapkan. 2. Tujuan
tercapai
sebagian,apabila
tujuan
itu
tidak
tercapai
secara
maksimal,sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya. 3. Tujuan tidak tercapai,apabila pasien tidak menunjukan perubahan/kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru.dalam hal ini perawat perlu untuk mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa, tindakan, dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan. Setelah seorang perawat melakukan seluruhproses keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi kepada pasien,seluruh tindakannya harus di dokumentasikan dengan benar dalam dokumentasi keperawatan (Dermawan & Rusdi, 2013) .
Tgl
No Dx
Perencanaan Dx Keperawatan Tujuan
Gangguan sensori persepsi: halusinasi (lihat/dengar/peng hidu/raba/kecap)
Kriteria Evaluasi
Intervensi
TUM: Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya Tuk 1 : Klien membina hubungan percaya
Setelah 1x interaksi klien 1. Bina hubungan saling percaya dengan menunjukkan tanda – tanda percaya menggunakan prinsip komunikasi kepada perawat : terapeutik : 1. Ekspresi wajah bersahabat. a. Sapa klien dengan ramah baik verbal 2. Menunjukkan rasa senang. maupun non verbal 3. Ada kontak mata. b. Perkenalkan nama, nama panggilan dapat 4. Mau berjabat tangan. dan tujuan perawat berkenalan 5. Mau menyebutkan nama. c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien saling 6. Mau menjawab salam. 7. Mau duduk berdampingan d. Buat kontrak yang jelas dengan perawat. e. Tunjukkan sikap jujur dan menepati 8. Bersedia mengungkapkan janji setiap kali interaksi masalah yang dihadapi. f. Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien h. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien i. Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien
TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya
Setelah 1x interaksi menyebutkan : 1. Isi 2. Waktu 3. Frekunsi 4. Situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi
klien
2.1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap 2.2. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya (* dengar /lihat /penghidu /raba /kecap), jika menemukan klien yang sedang halusinasi:
1. Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu ( halusinasi dengar/ lihat/ penghidu /raba/ kecap ) 2. Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya 3. Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya ( dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi) 4. Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama. 5. Katakan bahwa perawat akan membantu klien 2.3 Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien :
2. Setelah 1x interaksi klien menyatakan perasaan dan responnya saat mengalami halusinasi :
1. Isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadang – kadang ) 2. Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi 2.4Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya
Marah Takut Sedih Senang Cemas Jengkel
3.1.Setelah 1x interaksi klien menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya 3.2.Setelah 1x interaksi klien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi 3.3.Setelah 1x interaksi klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasi (dengar/lihat/penghidu/raba/kec ap ) 3.4.Setelah 1x interaksi klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya 3.5.Setelah 1x pertemuan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok
2.3. Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut. 2.4. Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati halusinasinya. 3.1. Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukan diri dll) 3.2. Diskusikan cara yang digunakan klien, Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian. Jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian cara tersebut 3.3. Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya halusinasi : j. Katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata ( “saya tidak mau dengar/ lihat/ penghidu/ raba /kecap pada saat halusinasi terjadi) k. Menemui orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk menceritakan tentang halusinasinya. l. Membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari hari yang telah di susun.
m. Meminta keluarga/teman/ perawat menyapa jika sedang berhalusinasi. 3.4 Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya. 3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih. 3.6.Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih , jika berhasil beri pujian 3.7.Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi TUK 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
4.1.Setelah 1x pertemuan keluarga, keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat 4.2.Setelah 1x interaksi keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendali kan halusinasi
4.1 Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan ( waktu, tempat dan topik ) 4.2 Diskusikan dengan keluarga ( pada saat pertemuan keluarga/ kunjungan rumah) n. Pengertian halusinasi o. Tanda dan gejala halusinasi p. Proses terjadinya halusinasi q. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi r. Obat- obatan halusinasi s. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah ( beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian
TUK 5 : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
1.2 Setelah 1x interaksi klien menyebutkan; 2. Manfaat minum obat 3. Kerugian tidak minum obat 4. Nama,warna,dosis, efek terapi dan efek samping obat 4.2 Setelah 1x interaksi klien mendemontrasikan penggunaan obat dgn benar 4.3 Setelah 1x interaksi klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter
bersama, memantau obat – obatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi ) t. Beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak tidak dapat diatasi di rumah 5.1 Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama , warna, dosis, cara , efek terapi dan efek samping penggunan obat
5.2 Pantau klien saat penggunaan obat 5.3 Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar 5.4 Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter 5.5 Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal – hal yang tidak di inginkan .
Isolasi Sosial
TUM: Klien dapat berinteraksi dengan orang lain TUK: 1. Klien membina hubungan percaya
dapat 1. Setelah 1X interaksi klien menunjukkan tanda-tanda percaya saling kepada / terhadap perawat: o Wajah cerah, tersenyum o Mau berkenalan o Ada kontak mata o Bersedia menceritakan perasaan o Bersedia mengungkapkan masalahnya o Bersedia mengungkapkan masalahnya
1.1.Bina hubungan saling percaya dengan: • Beri salam setiap berinteraksi. • Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan • Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien • Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi • Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi kllien • Buat kontrak interaksi yang jelas • Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien
2. Klien mampu menyebutkan penyebab menarik diri
2.Setelah 1 x interaksi klien dapat menyebutkan minimal satu penyebab menarik diri dari: o diri sendiri o orang lain o lingkungan
2.1 Tanyakan pada klien tentang: • Orang yang tinggal serumah / teman sekamar klien • Orang yang paling dekat dengan klien di rumah/ di ruang perawatan • Apa yang membuat klien dekat dengan orang tersebut • Orang yang tidak dekat dengan klien di rumah/di ruang perawatan • Apa yang membuat klien tidak dekat dengan orang tersebut • Upaya yang sudah dilakukan agar dekat dengan orang lain 2.2 Diskusikan dengan klien penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul dengan orang lain. 2.3 Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan kerugian menarik diri.
3. Setelah 1x interaksi dengan klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan sosial, misalnya o banyak teman o tidak kesepian o bisa diskusi o saling menolong, dan kerugian menarik diri, misalnya: o sendiri o kesepian o tidak bisa diskusi
3.1. • • 3.2.
Tanyakan pada klien tentang : Manfaat hubungan sosial. Kerugian menarik diri. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan sosial dan kerugian menarik diri. 3.3. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
4.1 4.2 4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
4. Setelah 1x interaksi klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap dengan: o Perawat o Perawat lain o Klien lain
• • • 4.3 4.4
4.5
4.6
Observasi perilaku klien saat berhubungan sosial . Beri motivasi dan bantu klien untuk berkenalan / berkomunikasi dengan : Perawat lain Klien lain Kelompok Libatkan klien dalam Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan klien bersosialisasi Beri motivasi klien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah dibuat. Beri pujian terhadap kemampuan klien memperluas pergaulannya melalui aktivitas yang dilaksanakan.
5.1. Diskusikan dengan klien tentang perasaannya setelah berhubungan
6. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial
6.1. Setelah 1X pertemuan keluarga dapat menjelaskan tentang : o Pengertian menarik diri o Tanda dan gejala menarik diri o Penyebab dan akibat menarik diri o Cara merawat klien menarik diri
7. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
7.1. Setelah 1x interaksi klien menyebutkan; • Manfaat minum obat • Kerugian tidak minum obat • Nama,warna,dosis, efek terapi dan efek samping obat 7.2. Setelah 1x interaksi klien
6.1. Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung untuk mengatasi prilaku menarik diri. 6.2. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku menarik diri 6.3. Jelaskan pada keluarga tentang : • Pengertian menarik diri • Tanda dan gejala menarik diri • Penyebab dan akibat menarik diri • Cara merawat klien menarik diri 6.4. Latih keluarga cara merawat klien menarik diri. 6.5. Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatihkan 6.6. Beri motivasi keluarga agar membantu klien untuk bersosialisasi. 6.7. Beri pujian kepada keluarga atas keterlibatannya merawat klien di rumah sakit. 7.1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama , warna, dosis, cara , efek terapi dan efek samping penggunan obat 7.2. Pantau klien saat penggunaan obat 7.3. Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar 7.4. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter 7.5. Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal – hal yang tidak di inginkan .
Resiko Perilaku Kekerasan
TUM: Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan TUK: 8. Klien dapat membina hubungan saling percaya
1. Setelah 1 x pertemuan klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat: Wajah cerah, tersenyum Mau berkenalan Ada kontak mata Bersedia menceritakan perasaan 1.
9. Klien dapat mengidentifika si penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya 10. Klien dapat mengidentifika si tanda-tanda perilaku kekerasan 11. Klien dapat mengidentifika si jenis perilaku kekerasan yang pernah
Setelah 1x pertemuan klien menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya:
2.
Menceritakan penyebab perasaan jengkel/kesal baik dari diri sendiri maupun lingkungannya Setelah 1x pertemuan klien menceritakan tanda-tanda saat terjadi perilaku kekerasan
Tanda fisik : mata merah, tangan mengepal, ekspresi tegang, dan lain-lain. Tanda emosional : perasaan marah, jengkel, bicara kasar. Tanda sosial : bermusuhan yang dialami saat terjadi
1. Bina hubungan saling percaya dengan: . Beri salam setiap berinteraksi. a. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berinteraksi b. Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien c. Tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi d. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien e. Buat kontrak interaksi yang jelas Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien 2. Bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya: f. Motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkelnya g. Dengarkan tanpa menyela atau memberi penilaian setiap ungkapan perasaan klien 3. Bantu klien mengungkapkan tandatanda perilaku kekerasan yang dialaminya: h. Motivasi klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat perilaku kekerasan terjadi i. Motivasi klien menceritakan
perilaku kekerasan.
dilakukannya 12. Klien dapat mengidentifika si akibat perilaku kekerasan 13. Klien dapat mengidentifika si cara konstruktif dalam mengungkapka n kemarahan
3.
4.
14. Klien dapat mendemonstra sikan cara mengontrol perilaku kekerasan 15. Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan
5.
Setelah 1x pertemuan klien :
6.
kondisi emosinya (tanda-tanda emosional) saat terjadi perilaku kekerasan Setelah 1x pertemuan klien Motivasi klien menceritakan kondisi menjelaskan: hubungan dengan orang lain (tandatanda sosial) saat terjadi perilaku Jenis-jenis ekspresi kekerasan kemarahan yang selama ini 4. Diskusikan dengan klien perilaku telah dilakukannya Perasaannya saat melakukan kekerasan yang dilakukannya selama kekerasan ini: Efektivitas cara yang j. Motivasi klien menceritakan dipakai dalam jenis-jenis tindak kekerasan yang menyelesaikan masalah selama ini pernah dilakukannya. Setelah 1x pertemuan klien k. Motivasi klien menceritakan menjelaskan akibat tindak perasaan klien setelah tindak kekerasan yang kekerasan tersebut terjadi dilakukannya Diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yang dilakukannya masalah Diri sendiri : luka, dijauhi yang dialami teratasi teman, dll 5.Diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) cara yang Orang lain/keluarga : luka, dilakukan pada: tersinggung,
Menjelaskan cara-cara sehat mengungkapkan marah Setelah 1x pertemuan klien memperagakan cara mengontrol perilaku
l. Diri sendiri m. Orang lain/keluarga Lingkungan 6. Diskusikan dengan klien: n. Apakah klien mau mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehat o. Jelaskan berbagai alternatif
16. Klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan
kekerasan:
Fisik: tarik nafas dalam, memukul bantal/kasur
Verbal: mengungkapkan perasaan kesal/jengkel pada orang lain tanpa menyakiti Spiritual: zikir/doa, meditasi sesuai agamanya
7.
Setelah 1x interaksi keluarga: cara merawat klien dengan perilaku kekerasan Mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien Menjelaskan
8. Setelah 3x interaksi pertemuan klien dapat menjelaskan:
Manfaat minum obat Kerugian tidak minum obat Nama obat Bentuk dan warna obat Dosis yang diberikan kepadanya Waktu pemakaian Cara pemakaian Efek yang dirasakan
pilihan untuk mengungkapkan marah selain perilaku kekerasan yang diketahui klien. p. Jelaskan cara-cara sehat untuk mengungkapkan marah: Cara fisik: nafas dalam, pukul bantal atau kasur, olah raga. Verbal: mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal kepada orang lain. Sosial: latihan asertif dengan orang lain. Spiritual: sembahyang/doa, zikir, meditasi, dsb sesuai keyakinan agamanya masing-masing 7. 1. Diskusikan cara yang mungkin dipilih dan anjurkan klien memilih cara yang mungkin untuk mengungkapkan kemarahan. 7.2. Latih klien memperagakan cara yang dipilih: q. Peragakan cara melaksanakan cara yang dipilih. r. Jelaskan manfaat cara tersebut s. Anjurkan klien menirukan peragaan yang sudah dilakukan. t. Beri penguatan pada klien, perbaiki cara yang masih belum sempurna 7.3. Anjurkan klien menggunakan cara
8.
Setelah 1x pertemuan klien menggunakan obat sesuai program
yang sudah dilatih saat marah/jengkel 8.1. Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung klien untuk perilaku kekerasan. 8.2. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku kekerasan 8.3. Jelaskan pengertian, penyebab, akibat dan cara merawat klien perilaku kekerasan yang dapat dilaksanakan oleh keluarga. 8.4. Peragakan cara merawat klien (menangani perilaku kekerasan) 8.5.Beri kesempatan keluarga untuk memperagakan ulang 8.6. Beri pujian kepada keluarga setelah peragaan 8.7. Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatihkan 9.1. Jelaskan manfaat menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika tidak menggunakan obat
9.2. Jelaskan kepada klien: u. Jenis obat (nama, warna dan bentuk obat) v. Dosis yang tepat untuk klien w. Waktu pemakaian x. Cara pemakaian y. Efek yang akan dirasakan klien 9.3. Anjurkan klien: z. Minta dan menggunakan obat tepat waktu aa. Lapor ke perawat/dokter jika mengalami efek yang tidak biasa Beri pujian terhadap kedisiplinan klien menggunakan obat.
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Pan. 2014. Konsep Halusinasi Dan Strategi Pelaksanaan Halusinasi. www.academia.edu diakses Oktober 2016. Yusalia, Refiazka. 2015. Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan Halusinasi. www.academia.edu diakses Oktober 2016
Zelika, Alkhosiyah A. Dermawan, Deden. 2015. Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula Rsjd Surakarta. Jurnal Poltekkes Bhakti Mulia. Darmaja, I Kade. 2014. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. “S” Dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Diruang Kenari Rsj Dr. Radjiman Wedioningrat Lawang Malang. Program Studi Profesi (Ners) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bakti Indonesia Banyuwangi Pambayun, Ahlul H. 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. S Dengan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Ruang 11 (Larasati) RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Asuhan Keperawatan Psikiatri Akademi Keperawatan Widya Husada Semarang.