Asuhan Keperawatan Asma.docx

  • Uploaded by: eka kurniati
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Asuhan Keperawatan Asma.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,745
  • Pages: 14
ASUHAN KEPERAWATAN ASMA KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah ubah secara spontan

maupun

sebagi

hasil

pengobatan.(the

American

thoracic

society,1962) Asma adalah suatu gangguan pada saluarn bronchial yang mempunyai ciri

bronkospasme

periodic(kontraksi

spasme

pada

saluran

nafas).(soemantri,2009) Asma adalah suatu penyakit dari system pernafasan yang meliputi peradangan dari jalan nafas dan gejala – gejalabronkospasme yang bersifat reversible. (crocket,antoby,1997) B. ETIOLOGI Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asthma bronkhial. 1. Faktor predisposisi Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui

bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan

penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. 2. Faktor presipitasi Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : 1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan

polusi. 2. Ingestan, yang masuk melalui mulut. Seperti : makanan dan obat-obatan. 3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. seperti : perhiasan, logam dan jam tangan. 

Perubahan cuaca.

Cuaca lembab dan hawa pegunungan

yang dingin sering

mempengaruhi asma.Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dandebu. 

Stress. Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan

asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. 

Lingkungan kerja.

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. 

Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat.

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

C. TIPE ASMA 1.

Asma alergik/ekstrinsik, merupakan suatu bentuk asma dengan allergen

seperti bulu binatang, debu, ketombe, dll. Bentuk asma ini biasanya di mulai dari kanak – kanak. 2.

Idiopatik atau nonalergik asma / intrinsic, tidak berhubungan secara

langsung

dengan

allergen

spesifik,saluran

nafas

atas,

aktifitas,

emosi/streesdan polusi lingkungan akan mencetuskan serangan. Bentuk asma ini biasanya di mulai ketika dewasa >35 tahun. 3.

Asma campuran , merupakan bentuk asma yang paling sering. Di

karakteristikan dengan bentuk ke dua jenis asma alergik dan ideopatik atau nonalergik.(soemantri,2009) D. PATOFISIOLOGI Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E (IgE). Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 (IL-2) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE). IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Penurunan

pada

kadar

cAMP

menimbulkan

degranulasi

sel.

Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis (SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini

akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema

mukosa yang menambah semakin

menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yangsangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995) Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. (Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991). Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi

dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, (Tjen daniel,1991). E. MANIFESTASI KLINIS Gejala asma terdiri atas triad, yaitu dispnea, batuk, dan mengi. Gejala yang di sebutkan terakhir sering di anggap sebagai gejala yang harus ada, dan data lainnya seperti terlihat pada pemeriksaan fisik.(irman,2009) Karena asma merupakan suatau penyakit yang di tandai dengan penyempitan jalan nafas yang reversible , maka gambaran klinis dari asma memperlihatkan variabilitasyang besar baik di antara penderita asma dan secara individual di sepanjang waktu . masalah utamanya adalah kepekaan selaput lender bronchial dan hiperaktif otot bronchial . rangkaian pengaruh dari edema selaput lender bronchial, peningkatan produksi mucus (dahak).menimbulkan penyempitan jalan nafas dan menyebabkan empat gejala asma yang utama yakni : batuk, mengi , pernafasan pendek , dan rasa sesak di dada , (crockett,antony,1997) F. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks,

atelektasis,

gagal

nafas,

bronkhitis

dan

fraktur

iga.(http/nursingbegn.com) G. PENATALAKSANAAN Pengobatan nonfarmakologi a)

Penyuluhan, penyuluhan ini di tujukan untuk peningkatan pengetahuan

klien tentang penyakit asma, sehingga klien secara sadar menghindari faktorfaktor pencetus, menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan. b)

Menghindari factor pencetus, klien perlu di bantu mengidentifikasi

pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya, di ajarkan cara menghindari dan mengurangi factor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien. c) Fisioterapi. Dapat di gunakan untuk mempermudah pengeluaran mucus, ini dapat di lakukan dengan postural drainase, perkusi, fibrasi dada.

Pengobatan farmakologi a)

Agonis beta: metraproterenol(alupent, metrapel).bentuknya aerosol,

bekerja sangat cepatdi berikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak antara semprotan pertama dank e dua adalah 10 mnt. b) Metilxantin , dosis dewasa di berikan 125-200 mg 4 x sehari. Golongan metilxantin adalah aminofilin dan teofilin.obat ini di berikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. c)

Kortikosteroid, jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan

respons yang baik, harus di berikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4 x semprot tiap hari.pemberian steroid dalam jangka yang lama mempunyai efek samping, maka klien yang mendapat steroid jangka lama harus di awasi dengan ketat. d) Kromolin dan iprutropium bromide (atroven). Kromolin merupakan obat pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis iprutropium bromide di berikan 1-2 kapsul 4x sehari (kee dan hayes, 1994) H. PEMERIKSAAN PENUNJANG a.

Pengukuran fungsi paru(spirometri), untuk menunjukkan adanya obtruksi

jalan nafas. b. Tes provokasi bronchus, untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronchus (histamine, metakolin, allergen, keg.jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata) c.

Pemeriksaan kulit, untuk menunjukkan adanya antibody lg E yang

spesifik dalam tubuh d. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaaan sputum Pada pemeriksaan sputum di temukan : 

Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal eosinosil



Terdapat spiral curschmann, yakni spiral yang merupakan cast cell (sel cetakan)dari cabang bronkus.



Terdapt crecole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus



Netrofil dan eosinosil yang terdapat pada sputum umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang – kadang terdapat mukus plug.

e.

Pemerikasaan darah

Pada pemeriksaan darah yang rutin di harapkan terjadi peningkatan eosinofil.sedangkan leukosit dapat meningkat atau normal , walaupun terdapat komplikasi 

Analisi gas darah pada umumnya normal, akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.



Kadang – kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.



Hipomatremia dan kadar leukosit kadang – kadang di atas 15.000/mm 3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.



Pada pemeriksaan factor – factor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu seranagan dan menurun pada waktu pasien bebas dari serangan.

f.

Pemeriksaan radiologi(mutaqqin,arif,2008),

Gambaran radiologi pada asma umunya normal .pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru – paru , yakni radiolusen yang bertambah dan pelebaran rongga interkostal , serta diagfragma yang menurun .akan tetapi bila terdapat komplikasi , maka kelainan yang di dapatkan adalah sebagai berikut : 

Bila di sertai dengan bronchitis , maka bercak – bercak di hilus akan di tambah.



Bila terdapat komplikasi emfisema , maka gambaran radiolusen akan tetapi akan semakin bertambah.bila terdapat komplikasi pneumonia , maka terdapat gambaran infiltrate pada paru – paru.



Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis local

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ASTHMA A. PENGKAJIAN 1) RIWAYAT KESEHATAN a.

Keluhan utama

Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma bronchial adalah dispnea, (bisa sampai berhari –hari atau berbulan-bulan), batuk dan mengi( pada beberapa kasus lebih banyak paroksismal) b. Riwayat kesehatan dahulu Terdapat data yang menyatakan adanya factor predisposisi timbulnya penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran nafas. c.

Riwayat kesehatan keluarga

Klien dengan asma bronchial sering kali di dapatkan adanya riwayat penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak di temukan adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya. B. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan, kegelisaan, kelemahan, suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernafasan, yang meningkat, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan posisi istirahat klien. 

Inspeksi

Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usahadan frekuensi pernafasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat postur bentuk dan kesimestrisan, adanyapeningkatan diameter antriorposterior, sifat dan irama penafasan , dan frekuesi pernafasan. 

Palpasi

Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi.(mengembang) 

Perkusi

Pada perkusi di dapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diagfragma menjadi datar dan rendah.



Auskultasi

Terdapat suara vesikuler yang meningkat di sertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih 3 kali inspirasi, dengan bunyi nafas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi. 

Perawat perlu memonitor dampak asma, meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dll.



Pada saat inspeksi tingkat kesadaran juga harusnya di kaji, apakah compos mentis, somnolen, atau koma.



Pengukuran output urine perlu karena berkaitan dengan intake cairan, oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.



Perlu juga di kaji bentuk, tugor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi, mengingat hal tersebut juga merangsang serangan asma.(mutaqin,2008)

C. DATA PENUNJANG 

Spirometri



Tes provokasi



Pemeriksaan laboratorium (analisi gas darah, sputum, sel ensionofil, pemeriksaan darah rutin.)



Pemeriksaan radiologi

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa 1 : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus. Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Jalan nafas pasien dapt kembali efektif. Kriteria hasil : Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik. Intervensi :

a.

Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.

Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat). b.

Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.

Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. c.

Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.

Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi. d.

Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.

Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan. e.

Berikan air hangat. Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.

f.

Kolaborasi obat sesuai indikasi. Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi). Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.

Diagnosa 2 : Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru. Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam Pola nafas pasien dapat kembali efektif. Kriteria hasil :

Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang. Intervensi : 1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal. Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada 2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing. Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan. 3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan. 4. Observasi pola batuk dan karakter sekret. Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi. 5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk. Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas. 6. Kolaborasi -Berikan oksigen tambahan - Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret. Diagnosa 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.(dlm beraktivitas) Tujuan :

Selama tindakan keperawatan 5 x 24 jam Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Kriteria hasil : KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa pada skala sedang Intervensi : 1.

Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas. Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.

2.

Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat. Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan

kebutuhan

metabolik,

menghemat

energi

untuk

penyembuhan. 3.

Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur. Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.

4.

Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan. Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

5.

Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.

Diagnosa 4: Resti terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama. Criteria hasil

:



Menyatakan pemahaman penyebab / factor resiko individu.



Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi



Menurunkan tehnik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman

Intervensi

:

1. Awasi suhu Rasional

: Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.

2. Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering Rasional

: Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran secret

untuk

menurunkan resiko terjadinya infeksi paru

3. Observasi warna, karakter, bau sputum Rasional

: secret berbau, kuning/kehijauan menunjukkan adanya infeksi

paru 4. Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat Rasional

: konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen

5. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat Rasional

: Mal nutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum

(doengoes,2000) E. Evaluasi a. Jalan nafas kembali efektif. b. Pola nafas kembali efektif. c. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi. d. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. e. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.

DAFTAR PUSTAKA Crocket, antony,1997. Penanganan Asma Dalam Perawatan Primer. hipokrates. jakarta Doenges, Marilyn.dkk.2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC Muttagin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Jakarta: Salemba Medika Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Prima Medika Smeltzer, Suzanne C., dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner and Suddarth.Edisi 8. Vol. 1, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Somantri, Irma. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika William,2008. http://chandrarandy.wordpress.com/2011/05/laporan-pendahuluan-asma.html http:/nursingbegin.com

Related Documents


More Documents from "Anonymous WZKx99"