ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGANG GANGGUAN SISTEM HEMOPOIESIS PADA KASUS TALASSEMIA
OLEH KELOMOK 4 1.
Miftahul Jannah
2.
Nasrul Fuad
3.
Ni Luh Santini
4.
Nurhastutik
5.
Putri Ningsih
6.
Raudatul Adawiyah
7.
Siti Assuaro
8.
Siti Maimunah
9.
Widiawati
10. Yeni Sari 11. Yulianita 12. Yuni Kartina
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN TAHUN 2018/2019
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................................... KATA PENGANTAR................................................................................................................ DAFTAR ISI................................................................................................................................ BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... BAB II KONSEP DASAR......................................................................................................... A. Definisi.......................................................................................................................... B. Macam-macam.............................................................................................................. C. Etiologi.......................................................................................................................... D. Patofisiologi................................................................................................................... E. Fhatway........................................................................................................................ F. Tanda dan gejala............................................................................................................ G. Komplikasi..................................................................................................................... H. Penatalaksanaan............................................................................................................. BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN................................................................... A. Pengkajian..................................................................................................................... B. Diagnosa Keperawatan................................................................................................. C. Intervensi Keperawatan............................................................................................... D. Implementasi Keperawatan......................................................................................... E. Evaluasi Keperawatan.................................................................................................. BAB IV PENUTUP..................................................................................................................... A. Kesimpulan..................................................................................................................... B. Saran............................................................................................................................... Daftar Pustaka.............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Saat ini, penyakit thalassemia merupakan penyakit genetika yang paling banyak di Indonesia. Frekuensinya terus meningkat dengan penderita sekitar 2000 orang per tahun. Walupun begitu, masyarkat tidak menaruh perhatian yang cukup besar terhadap penyakit yang sudah menjadi salah satu penyakit genetika terbanyak ini. Hal ini disebabkan karena gejala awal dari penyakit sangat umum seperti anemia dan muntahmuntah. Padahal gejala akhir yang ditimbulkan akan sangat fatal jika tidak ditangani secara akurat, cepat, dan tepat. Hemoglobin (Hb) terbentuk dari heme dan globin yang terdiri dari 4 rabtal polipeptida (α β γ δ) atau biasa yang disebut tentramen. Orang dewasa normal membentuk Hb A (Adult A) kadarnya mencapai lebih kurang 95% dari seluruh Hemoglobin. Sisanya terdiri dari Hb A2 yang kadarnya tidak lebih dari 2%. Sedangkan HbF (foetus) setelah lahir senantiasa kadar menurun dan pada usia 6 bulan ke atas mencapai kadar seperti pada orang dewasa, yaitu tidak lebih dari 4% pada keadaan normal. Tentramenglobin. Hb A1 terdiri atas rantal polipeptida : 2 rantai α dan 2 rantai β, sedangkan polipeptida Hb A2 terdiri dari 2 rantai α dan 2 rantai δ (delta). Pada HbF terdiri atas 2 rantai α dan 2 rantai γ. Kelompok kami mendapat tugas untuk memenuhi mata kuliah sistem imun dan hematologi dengan judul Thalasemia. Dimana Thalasemia merupakan golongan anemia hipokromix yang diwariskan dengan berbagai tingkat keparahan. Pada beberapa orang kelainan dasar genetik termasu abnormalitas pemrosesan mesenger RNA serta hilangnya materi genetik pada yang lain dan menyebabkan berkurangnya sintesis rantai polipeptida hemoglobin berbagai tipe talasemia dengan berbagai manifestasi klinis dan biokimia berkaitan dengan kelainan masing-masing polipeptida (α β γ δ). Genetik paling umum dari talasemia melibatkan gangguan produksi rantai β (talasemia β). Gen ini prevelen pada golongan etnis dari aerah sekeliling laut Tengah terutama Itali, Yunani dan juga di temukan di India dan Asia Tenggara. Tiga-8% orang Amerika keturunan Italia,Yunani dan 0,5% kulit hitam Amerika membawa gen talasem. Insidens talasemia pada orang-orang yang bukan berasal dari laut tengah sangat rendah tetapi kasus tipikal ditemukan pada berbagai golongan ras. Banyak kasus dapat
diklasifikasikan sebagai talisemia mayor atau minor yang umumnya berkaitan dengan genotip homozigoot dan heterozigot. Di negara maju seperti Italia, misalnya, diagnosa gen talasemia bukan hal baru. Setiap pasangan yang akan menikah melakukan pemeriksaan kesehatan untuk mengetahui apakah ia memiliki gen pembawa talasemia. Apapun hasilnya, setiap pasangan diberi kebebasan untuk memilih apakah tetap ingin menikah atau tidak. Di Indonesia, menurut Sangkot, belum sampai pada taraf ini.Belum Ada Obatnya Sampai hari ini, talasemia merupakan penyakit yang belum bisa disembuhkan 100 persen. Penyakit ini ditandai dengan anemia atau kekurangan darah berat akibat kerusakan sel darah merah. Padahal sel darah merah berfungsi mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh. Dengan kekurangan oksigen maka seluruh organ tubuh tidak bekerja baik. Yang paling fatal tentu saja organ jantung. Kondisi macam ini bisa ditanggulangi dengan cara tranfusi darah. Malangnya, kendati terus melakukan tranfusi ditambah obat-obat lain, harapan hidup pasien talasemia hanya bisa mencapai 30-40 tahun. Bahkan tanpa tranfusi, pasien cuma bertahan di bawah 10 tahun pertama dalam hidupnya. Metode tranfusi sendiri, menurut Iswari, memberi efek negatif kalau terus-menerus dilakukan dalam jangka panjang. Bahan asing seperti besi yang seringkali masuk ke dalam tubuh memicu penyumbatan nafas yang mampu berakhir dengan kematian. Kendati orang Indonesia masih awam terhadap talasemia, sering ada anggapan bahwa penyakit ini hanya diderita oleh kelas menengah ke atas. Itu anggapan yang salah. ”Penyakit ini tidak membedakan kelas sosial atau jenis kelamin. Yang membedakan adalah frekuensi penderita pada etnis tertentu,” ungkap Iswari Di Indonesia jumlah penderita penyakit ini telah mencapai ribuan tanpa pengobatan optimal. Untuk mengetahui lebih awal apakah janin yang dikandung mengandung gen talasemia, bisa dilakukan prenatal diagnosa. Setelah usia 10 minggu, jaringan bakal plasenta diambil untuk diperiksa direct nucleus acid (DNA)-nya. Pada usia kehamilan lebih tua pemeriksaan DNA bisa melalui cairan ketuban. Sampai hari ini, peneliti di Lembaga Eijkman berhasil menyibak misteri kelainan molekul talasemia beta pada etnis Batak-Sumatera Utara, Melayu-Sumatera Selatan, Jawa Tengah, juga Toraja, Bugis Makasar dan Mandar di Sulawesi Selatan. Obsesi mereka adalah mengurai genom manusia seluruh ras yang ada di Indonesia yang ditujukan bukan hanya untuk pengobatan talasemia. Gen terapi talasemia sendiri masih dalam tahap perampungan mencapai hasil optimal.
B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian thalassemia ? 2. Apa penyebab dari thalassemia ? 3. Apa tanda dan gejala dari thalassemia ? 4. Bagaimana pemeriksaan laboratorium pada penderita thalassemia ? 5. Bagaimana penatalaksanan dan pencegahan pada penderita thalassemia ? 6. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien thalassemia ?
C. Tujuan Penulisan 1. Dapat mengetahui pengertian dari thalasemia 2. Dapat mengetahui penyebab dari penderita thalasemiaa 3. Dapat mengetahui tanda dan gejala klinis dari penderita thalassemia 4. Dapat mengetahui pemeriksaan laboratorium pada penderita thalasemia 5. Dapat mengetahui penatalaksanaan dan pencegahan pada penderita thalasemia 6. Dapat mengetahui asuhan keperawatan pada pasien thalassemia
BAB II KONSEP DASAR
A. Definisi Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang diturunkan dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh karenanya akan terbentuk eritrosit yang relatif mempunyai fungsi yang sedikit berkurang (Supardiman, 2002). Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand, 2005). Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). (Ganie, 2004). Nama Thalassemia berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu thalassa yang berarti lautan dan anaemia (“weak blood”). Perkataan Thalassa digunakan karena gangguan darah ini pertama kali ditemui pada pasien yang berasal dari negara-negara sekitar Mediterranean (TIF, 2010). Istilah Thalassemia sekarang digunakan pada kelompok hemoglobinopati yang diklasifikasi berdasarkan rantai globin spesifik di mana sintesisnya terganggu (Chen, 2006). Thalasemia adalah penyakit genetik yang menyebabkan gangguan sintesis rantai globin, komponen utama molekul hemoglobin (Hb). (Setianingsih, 2008) Thalasemia adalah kelompok dari anemia herediter yang diakibatkan oleh berkurang nya sintesis salah satu rantai globin yang mengkombinasikan hemoglobin (HbA, α 2 β 2). Disebut hemoglobinopathies, tidak terdapat perbedaan kimia dalam hemoglobin. Nolmalnya HbA memiliki rantai polipeptida α dan β, dan yang paling penting thalasemia dapat ditetapkan sebagai α - atau β –thalassemia (Rudolph et al, 2002). Talasemia merupakan sindrom kelainan yag diwariskan dan masuk dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan gangguan sintesis Hb akibat mutasi didalam ataudekat gen globin.(Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Aru W. Sudoyo.dkk.2009) Talasemia kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang ditandai oleh penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih
diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (alfa, beta, gamma) ; dua kategori mayor adalah alfa-dan beta-thalasemia, alfa-t, thalasemia yang disebabkan oleh penurunan kecepatan sintesis rantai alfa hemoglobin.(Kamus Dorlan,2000 )
B. Macam-macam Talasemia Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami defek, yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. berbagai defek secara delesi dan nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2007). 1. Thalassemia α Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka akan terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia α maka terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen α dilabel α+ sedangkan pada dua gen dilabel αo (Sachdeva, 2006). a. Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα) Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α sehingga secara umum kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksinya. Individu tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada anaknya (Wiwanitkit, 2007). b. Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α) Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan anemia ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal dan mereka merupakan karier yang bisa menurunkan gen kepada anak (Wiwanitkit, 2007). c. Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α) Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai α dan β menyebabkan akumulasi rantai β di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2007). d. Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--) Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya meninggal di dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya
diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat rantai α menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa kehidupan fetal) dan rantai β menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (β4, tidak stabil) (Sachdeva, 2006). 2. Thalasemia β Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada kromosom 11 (Rodak, 2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β disebabkan point mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2007). a.
Thalassemia βo Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan (Rodak, 2007). Satu pertiga penderita Thalassemia mengalami tipe ini (Chen, 2006).
b.
Thalassemia β+ Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi. Sebanyak 10-50% dari sintesis rantai globin β yang normal dihasilkan pada keadaan ini (Rodak, 2007). Secara klinis, Thalassemia β dikategori kepada: 1) Thalassemia β minor / Thalassemia β trait(heterozygous) / (β+β) or (βoβ) 2) Salah satu gen adalah normal (β) sedangkan satu lagi abnormal, sama ada β+ atau βo. Individu dengan Thalassemia ini biasanya tidak menunjukkan simptom dan biasanya terdeteksi sewaktu pemeriksaan darah rutin. Meskipun terdapat ketidakseimbangan, kondisi yang terjadi adalah ringan karena masih terdapat satu gen β yang masih berfungsi secara normal dan formasi kombinasi αβ yang normal masih bisa terjadi (Wiwanitkit, 2007). Anemia yang terjadi adalah mikrositik, hipokrom dan hemolitik (Rodak, 2007). Penurunan ringan pada sistesis rantai globin β menurunkan produksi hemoglobin. Rantai α yang berlebihan diseimbangkan oleh peningkatan produksi rantai δ di mana keduanya akan berikatan membentuk HbA2 / α2δ2 (3.5-8%). Individu tersebut sepenuhnya asimptomatik dan selain dari anemia ringan, tidak menunjukkan manifestasi klinis yang lainnya (Sachdeva, 2006) 3) Thalassemia β mayor / Cooley's Anemia (homozygous) (β+βo) or (βoβo) or (β+β+)
4) Pada kondisi ini, kedua gen rantai β mengalami disfungsi (Wiwanitkit, 2007). HbA langsung tidak ada pada βoβo dan menurun banyak pada β+β+. Penyakit ini berhubungan dengan gagal tumbuh dan sering menyebabkan kematian pada remaja (Motulsky, 2010). Anemia berat terjadi dan pasien memerlukan transfusi darah (Rodak, 2007) dan gejala tersebut selalunya bermanifestasi pada 6 bulan terakhir dari tahun pertama kehidupan atas akibat penukaran dari sistesis rantai globin γ (Hb F/ α2γ2) kepada β (Hb A / α2β2) (Yazdani, 2011). 5) Thalassemia β intermedia (β+/β+) atau (βo/β+) Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan mayor (Rodak, 2007).
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu (Nucleus Precise, 2010): 1. Thalasemia Mayor (bentuk homozigot), karena sifat sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah (memberikan gejala klinis yang jelas). Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidungmasuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah. 2. Thalasemia Minor (biasanya tidak memberikan gejala klinis), si individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun
bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya. (Ilmu Kesehatan Anak, FKUI.2007)
Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al, 2004) 1. Talasemia a (gangguan pembentukan rantai a) 2. Talasemia b (gangguan pembentukan rantai b) 3. Talasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen-nya diduga berdekatan). 4. Talasemia d (gangguan pembentukan rantai d)
C. Etiologi Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini.
Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya. Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik. Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anakanak mereka akan mempunyai darah yang normal.Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka. Apabila
kedua
orang
tua
menderita
Thalassaemia
trait/pembawa
sifat
Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor
D. Patofisiologi Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan hem dan globin. Hem terdiri dari zat besi (atom Fe) sedangkan globin suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida. Hemoglobin manusia normal pada orang dewasa terdiri dari 2 rantai alfa (α) dan 2 rantai beta (β) yaitu HbA (α2β2 = 97%), sebagian lagi HbA2 (α2δ2 = 2,5%) dan sisanya HbF (α2γ2) kira-kira 0,5%. Sintesa globin ini telah dimulai pada awal kehidupan masa embrio di dalam kandungan sampai dengan 8 minggu kehamilan dan hingga akhir kehamilan. Organ yang bertanggung jawab pada periode ini adalah hati, limpa, dan sumsum tulang. Karena rantai globin merupakan suatu protein maka sintesisnya dikendalikan oleh gen tertentu. Ada 2 kelompok gen yang bertanggung jawab dalam proses pengaturannya, yaitu kluster gen globin-α yang terletak pada lengan pendek autosom 16 (16 p 13.3) dan kluster gen globin-β yang terletak pada lengan pendek autosom 11 (11 p 15.4). Kluster
gen globin-α secara berurutan mulai dari 5’ sampai 3’ yaitu gen 5’-ζ2-ψζ1-αψ2-αψ1-α2α1-θ1-3’ (Evans et al., 1990). Sebaliknya kluster gen globin-β terdiri dari gen 5’-ε-GγAγ-ψβ-δ-β-3’. Hemoglobin normal adalah terdiri dari dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpha dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin, sehingga
ada gangguan kemampuan eritrosit
membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpha, tetapi rantai beta memproduksi secara terus-menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektif. Ketidakseimbangan
polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan
disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis. Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh. Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya
hemosiderosis
merupakan
hasil
kombinasi
antara
transfusi
berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
E. Fhatway
F. Tanda Dan Gejala Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik (Tamam, 2009) Talasemia-β dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru ditentukan, yakni: 1. Talasemia-β minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom. 2. Talasemia-β mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi darah. 3. Talasemia-β intermedia: gejala di antara Talasemia β mayor dan minor. Terakhir merupakan pembawa sifat tersembunyi Talasemia-β (silent carrier) (Atmakusuma, 2009). Empat sindrom klinik Talasemia-α terjadi pada Talasemia-α, bergantung pada nomor gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai-α yang diproduksi. Keempat sindrom tersebut adalah pembawa sifat tersembunyi Talasemia-α (silent carrier), Talasemia-α trait (Talasemia-α minor), HbH diseases dan Talasemia-α homozigot (hydrops fetalis) (Atmakusuma, 2009). Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia-β mayor, penderita dapat mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat, lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita talasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihanzat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung (Tamam, 2009). Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awalnya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Anak tidak nafsu makan, diare,
kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali, ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu.
Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu : 1. Thalasemia Mayor: a. Pucat b. Lemah c. Anoreksia d. Sesak napas e. Peka rangsang f. Tebalnya tulang kranial g. Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali h. Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang i. Disritmia j. Epistaksis k. Sel darah merah mikrositik dan hipokromik l. Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml m. Kadar besi serum tinggi n. Ikterik o. Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan datar. 2. Thalasemia Minor a. Pucat b. Hitung sel darah merah normal c. Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang
G. Komplikasi Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang
thalasemia
disertai
tanda
hiperspleenisme
seperti
leukopenia
dan
trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2002) Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008)
H. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test. 1. Screening test a. Interpretasi apusan darah Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining. b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF) Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007). c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2007). d. Model matematika Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Wiwanitkit, 2007). Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011).
2. Definitive test a. Elektroforesis hemoglobin Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007). b. Kromatografi hemoglobin Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007). c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia.Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2007)
I.
Penatalaksanaan Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain : 1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam. 2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi). 3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.
Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas, 2002; Herdata, 2008) 1. Medikamentosa Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 1020 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah. a. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi. b. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
c. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah 2. Bedah Splenektomi, dengan indikasi: a. limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya rupture. b. hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun. c. Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan
dengan
tanpa
ditemukannya
akumulasi
besi
dan
hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini. 3. Suportif Tranfusi Darah : Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy, 1995). 1. Anamnese a. Identitas Klien: Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis. b. Keluhan Utama : Pasien tampak pucat, lemah, anoreksia dan sesak nafa. Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun. c. Kewarganegaraan Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita. d. Riwayat kesehatan keluarga Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan. e. Riwayat kesehatan anak Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
f. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC) Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter. g. Pertumbuhan dan perkembangan Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal. 2. Pola-Pola Fungsi Kesehatan a. Pola makan Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya. b. Pola aktivitas Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah 3. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah: a. Keadaan umum Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang normal. b. Kepala dan bentuk muka Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar. c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman e. Dada : Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut : Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati ( hepatosplemagali). g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. h. Pertumbuhan
organ
seks
sekunder
untuk
anak
pada
usia
pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik. i. Kulit : Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (a Carpenito, 2000). Adapun diagnosa keperawatan yang mungcul pada talassemia adalah: 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi 2. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen 3. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia 4. Kelelahan b.d malnutrisi, kondisi sakit 5. PK: Perdarahan 6. Nyeri b.d penyakit kronis 7. Kecemasan (orang tua) b.d kurang pengetahuan
C. Intervensi Keperawatan Intervensi (perencanaan) adalah kegiatan dalam keperawatan yang meliputi; meletakkan pusat tujuan pada klien, menetapkan hasil yang ingin dicapai, dan memilih intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan (Potter dan Perry, 1997).
N o 1.
Rencana Keperawatan
Diagnosa Ketidakefektifan perfusi
jaringan
b.d
berkurangnya komponen seluler yang menghant arkan oksigen/nutrisi
Tujuan
Intervensi
NOC
NIC
Perfusi Jaringan : Perifer 1. Monitor Tanda Vital Status sirkulasi
Definisi: Mengumpulkan dan
Kriteria Hasil: Klien perfusi
menganalisis
menunjukkan jaringan
yang
kardiovaskuler,
sistem pernafasan
dan suhu untuk menentukan
adekuat yang ditunjukkan
dan mencegah komplikasi
dengan
nadi
Aktifitas: Monitor tekanan
perifer, kulit kering dan
darah , nadi, suhu dan RR
hangat,
keluaran
urin
tiap
adekuat,
dan tidak
ada
indikasi
terabanya
distres pernafasan.
6
jam
atau
sesuai
a. Monitor frekuensi dan irama pernapasan b. Monitor pola pernapasan abnormal c. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit d. Monitor sianosis perifer
2. Monitor status neurologi Definisi: Mengumpulkan dan menganalisis untuk
data
pasien
meminimalkan
mencegah
dan
komplikasi
neurologi Aktifitas: a. Monitor ukuran, bentuk, simetrifitas, dan reaktifitas pupil b. Monitor tingkat ran klien
kesada-
c. Monitor tingkat orientasi d. Monitor GCS e. Monitor
respon
pasien
terhadap pengobatan f. Informasikan pada dokter tentang perubahan kondisi pasien
3. Manajemen cairan Definisi:
Mempertahankan
keseimbangan
cairan
dan
mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang abnormal. Aktifitas: a. Mencatat
intake
dan
output cairan b. Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
(turgor
kulit
jelek, mata cekung, dll) c. Monitor status nutrisi d. Persiapkan transfusi
pemberian (
seperti
mengecek darah dengan identitas
pasien,
menyiapkan terpasangnya alat transfusi) e. Awasi
pemberian
komponen darah/transfuse f. Awasi selama
respon
klien
pemberian
komponen darah g. Monitor
hasil
laboratorium (kadar Hb,
Besi
serum,
angka
trombosit) 2.
Intoleransi aktifitas b.d NOC
NIC
tidak
1. Manajemen energy
seimbangnya
kebutuhan dan suplai oksigen
Konservasi Energi Perawatan Diri: ADL Kriteria Hasil:
Definisi: Mengatur penggunaan
Klien dapat melakukan
energi
mencegah
untuk
kelelahan
dan
aktifitas yang dianjurkan
mengoptimalkan fungsi
dengan tetap
Aktifitas:
mempertah-
ankan tekanan darah, nadi,
a. Tentukan keterbatasan
dan frekuensi pernafasan
aktifitas fisik pasien
dalam rentang normal
b. Kaji
persepsi
tentang
pasien penyebab
kelelahan
yang
dialaminya c. Dorong pengungkapan pera-san
klien
tentang
adanya kelemahan fisik d. Monitor
intake
nutrisi
untuk meyakinkan sumber energi yang cukup e. Konsultasi dengan ahli gizi
tentang
peningkatan
cara energi
melalui makanan f. Monitor respon kardiopul monari terhadap aktifitas (seperti takikardi, dispnea, disritmia,
diaporesis,
frekuensi
pernafasan,
warna
kulit,
tekanan
darah) g. Monitor
pola
dan
kuantitas tidur h. Bantu
pasien
menjadwalkan
istirahat
dan aktifitas i. Monitor
respon
oksigenasi pasien selama aktifitas j. Ajari
pasien
mengenali
untuk
tanda
dan
gejala kelelahan sehingga dapat
mengurangi
aktifitasnya.
2. Terapi Oksigen Definisi: Mengelola pemberian
oksigen
dan
memonitor keefektifannya Aktifitas: a. Bersihkan mulut, hidung, trakea bila ada secret b. Pertahankan
kepatenan
jalan nafas c. Atur
alat
oksigenasi
termasuk humidifier d. Monitor aliran oksigen sesuai program e. Secara periodik, monitor ketepatan
pemasangan
alat 3.
Ketidakseimbangan nitrisi
kurang
dari
NOC Status Nutrisi
NIC 1. Manajemen Nutrisi
kebutuhan tubuh b.d
Status Nutrisi: Energi
Definisi: Membantu dan atau
anoreksia
Kontrol Berat Badan
menyediakan
asupan
Kriteria
Hasil
:
Klien
menunjukkan
seimbang
Pencapaian berat badan normal yang diharapkan Berat
badan
sesuai
dengan umur dan tinggi badan Bebas malnutrisi
makanan dan cairan yang
Aktifitas: a. Tanyakan
pada
tentang alergi terhadap makanan b. Tanyakan
dari
tanda
pasien
makanan
kesukaan pasien c. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jumlah kalori dan
tipe
nutrisi
yang
dibutuhkan (TKTP) d. Anjurkan masukan kalori yang tepat yang sesuai dengan kebutuhan energy e. Sajikan
diit
dalam
keadaan hangat 2. Monitor Nutrisi Definisi :
Mengumpulkan
dan menganalisis data pasien untuk
mencegah
atau
meminimalkan malnutrisi Aktifitas: a. Monitor
adanya
penurunan BB b. Ciptakan nyaman
lingkungan selama
klien
makan. c. Jadwalkan dan
pengobatan
tindakan,
tidak
selama jam makan. d. Monitor kulit (kering) dan perubahan pigmentasi
e. Monitor turgor kulit f. Monitor mual dan muntah g. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, kadar hematocrit h. Monitor
kadar
limfosit
dan elektrolit i. Monitor pertumbuhan dan perkembangan. 4.
Kelelahan
b.d
malnutrisi,
kondisi
NOC
NIC
Konservasi Energi
1. Manajemen energy
sakit
Definisi: Mengatur penggunaan Kriteria
Hasil:
Klien
menunjukkan
kelelahan &
Istirahat dan aktivitas seimbang
mengoptimalkan fungsi Aktifitas:
Mengetahui
a. Tentukan
keterbatasanan energinya Mengubah gaya hidup sesuai tingkat energy
keterbatasan
aktifitas fisik klien b. Kaji
persepsi
tentang
Memelihara nutrisi yang adekuat Energi
energy untuk mencegah
pasien penyebab
kelelahan c. Dorong pengungkapan
yang
untuk beraktifitas
cukup
perasaan
tentang
kelemahan fisik d. Monitor
intake
nutrisi
untuk meyakinkan sumber energi yang cukup e. Konsultasi dengan ahli gizi
tentang
peningkatan
cara energi
melalui makanan f. Monitor
respon
kardiopumonari terhadap aktifitas (seperti takikardi, dispnea,
disritmia,
diaporesis,frekuensi pernafasan, wwarna kulit, tekanan darah) g. Monitor
pola
dan
kuantitas tidur h. Bantu
klien
menjadwalkan
istirahat
dan aktifitas 2. Terapi Oksigen Definisi: Mengelola pemberian
oksigen
dan
memonitor keefektifannya Aktifitas: a. Bersihkan mulut, hidung, trakea bila ada secret b. Pertahankan
kepatenan
jalan nafas c. Atur
alat
oksigenasi
termasuk humidifier d. Monitor aliran oksigen sesuai program e. Secara periodik, monitor ketepatan
pemasangan
alat 3. Manajemen cairan Definisi:
Mempertahankan
keseimbangan
cairan
dan
mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang abnormal. Aktifitas:
a. Persiapkan
pemberian
transfusi
(seperti
mengecek darah dengan identitas
pasien,
menyiapkan terpasangnya
alat
transfusi) b. Awasi
pemberian
komponen darah/transfusi c. Awasi
respon
selama
klien
pemberian
komponen darah d.
Monitor
hasil
laboratorium (kadar Hb, Besi serum)
5.
PK: Perdarahan
Mencegah/ meminimalkan
Aktifitas
terjadinya perdarahan
1. Monitor
tanda-tanda
perdarahan dan perubahan tanda vital 2. Monitor hasil laboratoium, seperti Hb, angka trombosit, hematokrit, angka eritrosit, dll. 3. Gunakan alat-alat yang aman untuk mencegah perdarahan (sikat gigi yang lembut, dll)
6.
Nyeri kronis
b.d
penyakit NOC
NIC
·
Mengontrol Nyeri
·
Menunjukkan tingkat
1. Manajemen nyeri Definisi : mengurangi nyeri
nyeri
dan
Kriteria Hasil: Klien dapat
nyeri yang dirasakan pasien.
·
Aktfitas:
Mengenali
faktor
penyebab ·
a. Lakukan
Mengenali lamanya
(onset ) sakit · non
Menggunakan analgetik
menurunkan
tingkat
pengkajian
nyeri
secara
komprehensif cara untuk
termasuk
tingkat nyeri ( dengan “face
scale”),
lokasi,
mengurangi nyeri
karakteristik,
durasi,
·
Menggunakan
frekuensi,
faktor
analgetik sesuai kebutuhan
presipitasi
dan
b. Observasi
reaksi
nonverbal dari n
ketidaknyamana pasien
(misalnya
menangis,
meringis,
memegangi bagian tubuh yang nyeri, dll) c. Gunakan
teknik
komunikasi untuk
terapeutik mengetahui
pengalaman nyeri pasien d. Jelaskan tentang
pada
pasien
nyeri
yang
dialaminya,
seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri mungkin akan dirasakan,
metode
sederhana
untuk
mengalihkan rasa nyeri,
dll. e. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
pengalaman
nyeri
dan
ketidakefektifan kontrol nyeri pada masa lampau f. Atur
lingkungan
dapat
yang
mempengaruhi
nyeri
seperti
ruangan,
suhu
pencahayaan
dan kebisingan g. Kurangi faktor pencetus nyeri pada pasien 2. Pemberian analgetik Definisi: Penggunaan farmakologi
agen untuk
menghentikan
atau
mengurangi nyeri. Aktifitas: a. Tentukan
lokasi,
karakteristik, dan
kualitas,
derajat
sebelum
nyeri
pemberian
obat. b. Cek
instruksi
tentang
jenis
dokter obat,
dosis, dan frekuensi c. Cek riwayat alergi pada pasien d. Kolaborasi analgesik
pemilihan tergantung
tipe dan beratnya nyeri,
rute
pemberian,
dan
dosis optimal e. Monitor
tanda
vital
sebelum dan sesudah pemberian analgesik f. Kolaborasi
pemberian
analgesik tepat waktu terutama
saat
nyeri
hebat g. Monitor respon klien terhadap
penggunaan
analgetik 7.
Kecemasan (orang tua) NOC :
NIC
b.d
1. Menurunkan cemas
pengetahuan
kurang ·
Kontrol Kecemasan
Kriteria Hasil : ·
Definisi: Meminimalkan rasa
Klien
mampu
mengidentifikasi
dan
mengungkapkan
gejala
cemas ·
takut, cemas, merasa dalam bahaya
atau
ketidaknyamanan
terhadap
sumber yang tidak diketahui. Mengidentifikasi,
mengungkapkan,
Aktifitas: dan
a. Gunakan
pendekatan
menunjukkan teknik untuk
dengan konsep atraumatik
mengontrol cemas
care
·
Vital sign (TD, nadi,
respirasi)
dalam
batas
normal ·
jaminan tentang prognosis
wajah,
tubuh,
c. Jelaskan semua prosedur
bahasa
dan dengarkan keluhan
tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukkan
Menunjukkan
peningkatan
klien d. Pahami harapan pasien
berkurangnya kecemasan. ·
memberikan
penyakit
Postur
ekspresi
b. Jangan
konsentrasi
dalam situasi stres e. Temani
pasien
memberikan
untuk
keamanan
dan akurasi dalam berpikir
dan mengurangi takut f. Bersama tim kesehatan, berikan
informasi
mengenai
diagnosis,
tindakan prognosis g. Anjurkan keluarga untuk menemani
anak
pelaksanaan
dalam tindakan
keperawatan h. Lakukan massage pada leher dan punggung, bila perlu i. Bantu pasien mengenal penyebab kecemasan j. Dorong
pasien/keluarga
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan,
persepsi tentang penyakit k. Instruksikan
pasien
menggunakan relaksasi napas
teknik
(sepert
tarik
dalam, distraksi,
dll) l. Kolaborasi
pemberian
obat untuk mengurangi kecemasan
D. Implementasi Keperawatan Tindakan keperawatan merupakan tahap dimana peran perawat merealisasikan rencana keperawatan ke dalam tindakan keperawatan yang nyata dan langsung kepada klien. Dalam tahap ini, perawat tidak hanya melakukan tindakan keperawatan saja tetapi juga melaporkan tindakan yang telah dilakukan tersebut sekaligus respon klien, dan mendokumentasikan nya ke dalam catatan perawatan klien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan pada dasarnya harus disesuaikan dengan intervensi yang ada pada tahap perencanaan.Namun tidak selamanya hal tersebut dapat dilakukan karena tergantung pada beberapa faktor.Faktorfaktor tersebut antara yaitu keadaan klien, fasilitas yang ada, pengorganisasian kerja perawat, ketersediaan waktu serta lingkungan fisik dimana tindakan keperawatan tersebut dilakukan.
E. Evaluasi Keperawatan Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah. (Meirisa, 2013) Adapun hasil yang ingin dicapai dalam diagnosa diatas adalah: 1. Tidak adanya gangguan perfusi jaringan 2. Nutrisi terpenuhi 3. Tidak adanya gangguan intoleransi aktivitas 4. Berkurangnya resiko tinggi infeksi 5. Bertambahnya pengetahuan keluarga tentang thalasemia 6. Koping keluarga efektif
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Dengan kata lain thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari) penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb Secara klinis thalasemia dibagi menjadi dua golongan yaitu : 1. Talasemia minor Talasemia minor merujuk kepada mereka yang mempunyai kecacatan gen talasemia tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda talasemia atau pembawa. 2. Talasemia major Talasemia major merujuk kepada mereka yang mempunyai baka talasemia sepenuhnya dan menunjukkan tanda-tanda talasemia.
B. Saran 1. Pelayanan kesehatan Sebagai bahan informasi dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien thalasemia sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit 2.
Untuk pendidikan Sebagai pengetahuan atau sumber informasi bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit thalasemia
3. Untuk pasien/masyarakat Sebagai bahan informasi bagi populasi yang beresiko ataupun carrier thalasemia agar dapat melakukan pencegahan 4. Untuk penulis Sebagai sarana bagi penulis untuk menambah wawasan mengenai thalasemia
DAFTAR PUSTAKA
Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung. Hoffband, A, dkk, 2005. Kapita selekta Hematologi. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta. Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2.Media Aesculapius Fkul. Suriadi S.Kep dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT Fajar Interpratama : Jakarta. Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 20012002, NANDA.