Askep Pertusis.docx

  • Uploaded by: SaenabAN
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Pertusis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,853
  • Pages: 14
Tugas kelompok keperawatan tropis

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT “PERTUSIS”

Oleh kelompok 2 ARMAN ST. ZAENAB HASMIATY NUR HIKMAH ANDI FATMAWATI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JALUR KERJASAMA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KASUS PERTUSIS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Pengertian Pertusis adalah penyakit saluran pakut yang terutama menyerang anak. Arti kata pertussis adalah batuk yang intensif sehingga penyakit ini disebut batuk rejang, whooping cough, tussin Quinta, violent cough, atau “batuk 100 hari” karena sifat batuknya lama dan khas, Penyakit ini sudah ditemukan sejak tahun 1578, meskipun keman penyebabnya sendiri baru diketahui pada tahun 1908 oleh Bordet dan gengou. (Widoyono, 2011). Pertussis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh Bordetella Pertusis.(Manjoer, 2014). 2. Epidemiologi Pada awal sampai pertengahan tahun 1990-an, pertussis merupakan salah satu penyebab kematian anak di Amerika Serikat. Setelah ditemukan vaksinasi pada tahun 1940-an. Angka kesakitan dan kematian menurun drastic. Angka kematian di Amerika Serikat saat ini terus menurun, hamper 80% kematian terjadi pada bayi dan 70 % nya terjadi pada bayi kurang dari 6 bulan. Case fatality rate ( CFR ) saat ini kurang dari 1 % pada bayi berusia kurang dari 6 bulan. Pada populasi yang tidak diimunisasi, terutama mereka yang disertai dengan

malnutrisi dan infeksi saluran pernafasan dan pencernaan, pertussis merupakan penyebab utama kematian pada bayi dan anak. Di Indonesia tahun 1991 kasus pertussis muncul sebagai kasus yang sering dilaporkan diantara penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi pada balita. Pada tahun 1996 tercatat 7796 kasus pertusis dan itu merupakan kasus terbesar. Sekitar 40% kasus pertusis pada orang dewasa dan KLB pada anak dan remaja semakin meningkat. Estimasi who menyebutkan bahwa sekitar 600.00 kematian terjadi karena pertusis. Propinsi jawa barat melaporkan 4970 kasus pada tahun 1990 dengan tingkat kematian 0,2 %. 3. Etiologi Pertusis biasanya disebabkan oleh Bordetella pertusis ( Hemophilus Pertusis). Bordetella Pertusis adalah suatu kuman tidak bergerak, gram negative dan didapatkan dengan cara melakukan pengambilan usapan pada daerah nasofaring padien pertussis. Ada spesies Bordetella lain yaitu B. Parapertusis, B. Bronchiseptica dan virus-virus adeno tipe I, II, III dan V yang menyebabkan suatu penyakit mirip pertussis ringan. Bordetella pertussis merupakan agen etiologi terbesar pertussis pada anak-anak yang tidak diimunisasikan.

4. Patofisiologi Mulainya penyakit, biasanya muncul sebagai akibat pilek tanpa demam yang berlanjut dengan suatu peningkatan jumlah serangan batuk yang menjadi hebat danparoksimal. Biasanya lebih lazim dimulai pada malam hari, tetapi kemudian lebih

banyak batuk selama siang hari dengan 20 atau lebih serangan dalam 24 jam. Anak membuat susah keras untuk membersihkan jalan nafas dari lender dan apabila ini dipaksa keluar maka diikuti dengan “rejan” yang khas dan sering muntah.

5. Manifestasi Klinis Masa tunas rata-rata pertussis adalah 7 hari dan berkisar antara 6-20 hari. Pada umumnya penyakit berlangsung selama 6-8 minggu. Gejala-gejala sistmis pada umumnya terbagi dalam 3 stadium : a. Stadium Kataralis (1-2 minggu atau lebih) Tanda / gejala : -

Gejala infeksi saluran nafas bagia atas dengan timbulnya rinore

-

Batuk dan panas yang ringan

-

Anoreksia

-

Batuk timbul mula-mula malam, siang, dan menjadi semakin berat

-

Secret banyak dan kental

-

Konjungtiva kemerahan Pada stadium ini biasanya tidak dipikirkan diagnosis pertussis karena sering tidak dapat dibedakan dengan penyakit influenza

b. Stadium Spasmodik (2-4 minggu atau lebih) Tanda / gejala : -

Batuk hebat di tandai dengan whoop (tarikan nafas panjang dan dalam, berbunyi melengking)

-

Batuk 5-10 kali per hari atau 10-20 kali per hari

-

Selama serangan muka menjadi merahatau sianosis, mata tampak menonjol, lidah menjulur keluar

-

Tampak gelisah dan berkeringat

-

Dapat terjadi pendarahan subkonjungtiva dan epistaksis

-

Akhir serangan sering kali memuntahkan lender atau sputum kental

-

Pada serangan batuk, Nampak pelebaran pembuluh dara muka dan leher

-

Selama serangan, dapat sampat keluar kencing

-

Sesudah serangan, anak terbaring kelelahan dan sesak nafas Pada bayi dibawah umur 3 bulan, paroksimalitas dapat disertai atau berakhir dengan apnea dan juga dapat terjadi aspiksia yang berakibat fatal

c. Stadium Konvalesensi (2 minggu) Tanda / gejala : -

Berhentinya whoop dan muntah-muntah

-

Puncak serangan paroksimal berangsur-angsur menurun

-

Batuk masih menetap untuk beberapa waktu dan akan hilang sekitar 2-3 minggu

-

Ronki difus pada stadium spasmodic mulai menghilang

-

Infeksi semacam “commond cold” dapat menimbulkan serangan

6. Penularan Pertusis ditularkan melalui droplet. Sebagian besar bayi tertular oleh saudaranya dan kadang-kadang oleh orang tuanya. Penyakit ini sangat menular dan dapat menyerang dengan rata-rata serangan mencapai 80-100 % pada kelompok yang rentan. Masa inkubasinya selama 6-20 hari dengan rata-rata 7 hari. Pada saat wabah serangan pertusis banyak terjadi pada bayi dan baliita. Terutama bayi yang lahir pada saat itu. Serangan pada usia tersebut dapat mencapai 40-60 %. Pada kelompok anak yang sudah mendapat imunisasi, serangan lebih rendah yaitu sekitar 15-50 %. Infeksi pertusis pada anak yang sudah diimunisasi biasanya lebih ringan dari pada anak yang belum mendapat imunisasi. 7. Komplikasi a. Alat Pernafasan Bronchitis, atelectasis yang disebabkan sumbatan mucus, emfisema, bronkiektasis dan bronkopneumonia yang disebabkan infeksi sekunder, misalnya karena streptokokus hemolitik, pneumukokus, stafilokokus dll b. Saluran Pencernaan Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasi, prolapse rectum atau hernia, ulkus pada ujung lidah dan stomatitis c. System saraf pusat Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat muntahmuntah. Kejang berat bisa terjadi karena penyebab anoksia.kadang-kadang terdapat kongesti dan edema otak, serta dapat pula terjadi pendarahan otak

8. Pemeriksaan Laboratorium a. Laboratorium : LED dan leukosit meningkat b. Foto thorax, CT scan c. Periksa sputum

9. Penatalaksanan Medis a. Antibiotik 1)

Eritromisin dengan dosis 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis. Obat ini menghilangkan B. pertussis dari nasofaring dalam 2-7 hari (rata-rata 3-6 hari) dan dengan demikian memperpendek kemungkinan penyebaran infeksi.

2)

Ampisilin dengan dosis 100 mg/ kg BB

b. Ekspektoran dan mukolitik c. Kodein diberikan bila terdapat batuk-batuk yang hebat sekali d. Luminal sebagai sedative 10. Pencegahan pencegahan pertusis adalah imunisasi. Kekebalan pasif dari ibu pasca persalinan ternyata tidak cukup melindungi bayi dar serangan penyakit ini. Imunisasi diberikan sebanyak 3 kali, mulai dari usia 2 minggu denagn interval empat minggu. Di Amerika serikat, usia yang direkomendasikan adalah usia 2, 4, dan 6 bulan. Perlindungan imuisasi makin menurun seiring dengan bertambahnya usis. Biasanya anak usia > 7 tahun tidak lagi memerlukan imunisai karena infeksi yang menyerang anak yang lebih besar biasanya ringan.

Imunisasi vaksin ini perlu diberikan dengan hati-hati. Komponen antigen pertusis pada DPT dapat menimbulkan reaksi demam dan kejadian ikutan pasca imunisasi. Imunisasi dapat ditunda apabila anak mengalami demam karean infeksi. Namun anak dengan sakit ringan, yang disertai demam atau tanpa demam bukan merupakan kontraiindikasi. Penundaan imunisasi sebaiknya tidak menunggu sampai anak berusia 1 tahun. 11. Penatalaksanaan Keperawatan a. Pemberian jalan nafas b. Pemberian oksigen terutama pada serangan batuk yang hebat disertai sianosis c. Pemberian makanan dan obat

12. Patoflow Bordetella pertussis Inhlasi droplet Alveolus Reaksi antigen-antibiotik Tuberkel pecah Eksudasi Fibrosis jaringan paru Iskemia jaringan paru Merangsang reseptor saraf untuk

Reaksi radang pada paru

Peningkatan aktivitas seluler

peningkatan produksi secret

Metabolisme meningkat

Akumulasi sekret Obstruksi jalan nafas Batuk-batuk

mengeluarkan neurotransmeter bradikinin, serotonin dan histamin

Pemecahan KH, protein, lemak dan adanya penekanan pada saraf pusat lapar di otak Kurang nafsu makan

Pola nafas tidak efektif

Asupan kurang BB menurun

Nyeri Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas pasien b. Keluhan utama Antara lain : batuk terus menerus, batuk berat dank eras, sulit makan atau minum anorexia, muntah-muntah, suhu meninggi, gelisah, gangguan pada waktu bernafas saat berkeringat terus menerus c. Riwayat penyakit -

Riwayat 1-2 minggu gejala infeksi saluran nafas bagian atas (ISPA) (bagian kataral)

-

Memburuknya batuk pada episode spasmodic diikuti dengan muntah (pada tahap paroksismal)

-

Frekuensi batuk meningkat sampai beberapa kali dalam 1 jam

-

Batuk diikuti dengan muntah dengan mucus kental

-

Derajat distress pernafasan selama spasme, terutamaperubahan warna selama spasme (wajah merah terang atau sianotik) 1)

Riwayat penyakit sekarang, kapan dirasakan, bagaiman sifat keluhan, berapa lama keluhan dirasakan dan tindakan apa saja yang sudah dilakukaan untuk mengatasinya

2)

Riwayat penyakit dahulu, apakah dulu pernah mengalami hal yang serupa

3)

Riwayat penyakit keluarga, apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama

d. Pemeriksaan fisik -

Inspeksi Muka pasien menjadi merah, mata tampak menonjol keluar, wajah cemas dan gelisah

-

Palpasi Suhu tubuh meningkat, eksansi toraks

-

Perkusi Resonan atau hiperesonan

-

Auskultasi Terdengar ronki

e. Data penunjang 1) Laboratorium : LED dan leukosit meningkat 2) Foto thorax, CT Scan 3) Periksa sputum

2. Diagnosa Keperawatan a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum b. Nyeri berhubungan dengan batuk menetap c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan nafsu makan

3. Intervensi Keperawatan

NO.

Masalah Keperawatan

NOC

NIC

1.

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pertukaran oksigen dan karbondioksida di alveoli paru-paru tidak terganggu dengan kriteria hasil : - Frekuensi pernapasan normal - Kedalaman inspirasi normal - Kepatenan jalan napas normal - Batuk berkurang

Manajemen jalan napas : - Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi - Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya - Gunakan teknik yang menyenangkan untuk memotivasi anak melakukan napas dalam (misalnya : meniup balon) - Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun dan adanya suara napas tambahan - Ajarkan pasien bagaimana menggunakan inhaler sesuai resep - Monitor status pernapasan dan oksigenasi.

2.

Nyeri berhubungan dengan batuk yang menetap

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri klien berkurang dan dapat mengontrol nyeri dengan kriteria hasil : - Nyeri yang dilaporkan berkurang - Ekspresi wajah rileks - Tanda-tanda vital dalam batas normal - Klien dapat melakukan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgetik - Klien melaporkan nyeri terkontrol

Manajemen nyeri : - Lakukan pengkajian nyeri komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, onset, frekuensi, intensitas dan faktor pencetus - Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon ketidaknyamanan seperti suhu ruang, pencahayaan, dan suara bising - Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyeri dengan tepat - Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri seperti relaksasi nafas dalam,

-

-

-

3.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan nafsu makan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil : Asupan makanan tidak menyimpang dari rentang normal

distraksi Dorong pasien untuk menggunakan obat analgetik yang adekuat Tingkatkan istirahat tidur yang adekuat untk membantu penurunan nyeri Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri

Manajemen nutrisi : - Identifikasi adanya alergi pada pasien - Monitor kecenderungan terjadinya penurunan dan kenaikan berat badan, anjurkan pasien mengenai modifikasi diet yang diperlukan - Bantu pasien terkait dengan perawatan mulut sebelum makan - Tawarkan makanan ringan yang padat gizi - Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan diet untuk kondisi sakit - Anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit pasien sementara berada di rumah sakit - Kolaborasi dengan tenaga kesehatan dalam pemberian obat-obatan sebelum makan (penghilang rasa sakit, antiemetic), jika diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Widoyono. (2011). Penyakit Tropis

Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &

Pemberantasannya. Edisi 2. Jakarta : Erlangga Manjoer. A. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 4. Jakarta : Media Aesculapius Moorhead, S, Johnson, M. Mass, L. M, Swanson, E. ( 2016 ). Nursing Outcomes Classification ( NOC ) Ed 5. Singapore : Elsefier Bulechek, G. M, Buther, H. K, Dochterdan, J. M, wagner, C. M, ( 2016 ). Nursing Intervention Classification ( NIC ) Ed 6. Singapore : Elsefier Blackwell, W. ( 2015 ). NANDA Internasional Inc. Diagnosa Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Ed 10. Jakarta : EGC

Related Documents

Askep
October 2019 90
Askep
July 2020 51
Askep
May 2020 71
Askep Malaria.docx
April 2020 6
Askep Parkinson.pptx
November 2019 14

More Documents from ""