Kelompok 2 Masalah Pernafasan Pasien Paliatif..docx

  • Uploaded by: SaenabAN
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelompok 2 Masalah Pernafasan Pasien Paliatif..docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,001
  • Pages: 9
TUGAS KEPERAWATAN PALIATIF

(MASALAH GANGGUAN PERNAFASAN PADA PASIEN PALIATIF)

Oleh : KELOMPOK 2 ( DUA ) AHMAD KADIR RIZKY ISNAENI NASRI SAENAB HALMIN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JALUR KERJASAMA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

PENGKAJIAN FUNGSI FISIK PADA PASIEN PALIATIF DENGAN MASALAH GANGGUAN PERNAFASAN

A. DEFENISI Pernafasan adalah proses pertukaran gas yang berasal dari mahkluk hidup dengan gas yang ada di lingkungannya. Gangguan pernafasan adalah kondisi yang berpotensi mengancam jiwa dimana paru-paru tidak dapat menyediakan cukup oksigen ke tubuh seseorang

B. MASALAH PERNAFASAN PADA PASIEN PALIATIF 1. Obstruksi jalan nafas 2. Kurang volume paru 3. Gangguan pertukaran gas 4. Nyeri 5. Masalah neuromuskuler 6. Masalah jantung C. YANG PERLU DIKAJI PADA MASALAH PERNAFASAN PADA PASIEN PALIATIF 1.

Riwayat Kesehatan : Pengkajian berfokus pada manifestasi klinik keluhan utama kejadian yang membuat kondisi sekarang. a. Riwayat Keluhan Utama yang muncul 1) Batuk 2) Peningkatan produksi sputum 3) Dispnea

4) Hemoptisis 5) Chest pain b. Riwayat Kesehatan masa lalu 1) Riwayat merokok. 2) Pemgobatan saat ini dan masal lalu. 3) Alergi. 4) Tempat tinggal. c. Riwayat kesehatan keluarga 1) Penyakit infeksi 2) Kelaian alergi 2. Pengkajian Fisik a. Inspeksi b. Palpasi c. Perkusi d. Auskultasi D. YANG PERLU DIKAJI PADA MASALAH DISPNEA PASIEN PALIATIF: 1. Sensation 2. Timing 3. Perception 4. Distress 5. Response 6. Reporting

Berbagai alat ukur yang tervalidasi dapat digunakan untuk menilai dispnea baik secara kuantitatif maupun kualitatif pada pasien Paliatif. Intrumen yang digunakan dapat berupa skala ordinal dengan menggunakan acuan sige – item, seperti usual analog scale ( VAS), Numerical rating Scale (NRS) dimana angka 0 menunjukan tidak mengalami Dispnea sedangkan angka 10 menunjukan dipnea yang sangat berat atau sangat buruk ( kamal, Maguire, Wheeler, Currow dan Abernety, 2011 dalam ). Modified borg scale digunakan untuk menilai intensitas dyspnea sedangkan untuk menilai status fungsional terkait dyspnea dapat digunakan the medical research council Dyspnea scale dan Baseline Dyspena index (BDI), selain menggunakan skala ordinal, skala pengukuran dispenea ada juga yang menggunakan

skala kategorik

seperti The Memorial Symptom Assesment Scale dan Edmonton Symptom Assesment

Scale (ESAS). Tanaka dan kawan-kawan mengembangkan instrument pengukuran dyspnea terkhusus pada pasien kanker yang dikenal dengan nama The Cancer Dyspena Scale. Dimana instrument tersebut terdiri dari 12 item pertanyaan yang mencakup berbagai dimensi terkait dyspnea seperti usaha untuk beradaptasi dengan dyspnea, kecemasan dan rasa tidak nyaman. Sehingga instrument tersebut juga disebut sebagai multidimentional dispena scale dan instrument ini sering digunakan untuk penelitian guna mengidentifikasi

penyebab Dispnea dan menilai adanya

perubahan pada kriteria hasil dari proses pengobatan. ( kamal, Maguire, wheeler, Currow dan Abernethy, 2011 ). The

Respiratory Distress Observation Scale ( RDOS )

merupakan

instrument yang valid dan reliabel untuk mengukur dan menilai tanda-tanda yang konsisten ditemukan pada saat dyspnea terjadi, intensitas yang tidak mampu melaporkan sendiri mengenai kondisi dyspnea yang dialaminya ( Pantilat, Anderson, Gonzales dan Widera, 2015).

The RDOS adalah merupakan istrumen yang menggunakan skala ordinal pada 8 variabel yang digunakan untuk menilai derajat dyspnea. Setiap variabel dinlai dari skor 0 0 2, lalu seluruh skor dari total untuk menentukan derajat dyspnea. Semakin tinggi skor

dari hasil pengukuran mengindetifikasi makin tinggi pula

intensitas distress pernnafasan yang dialami pasien. The RDOS dapat diaplikasikan pada semua kasus pasien yang memiliki resiko terjadinya distress pernafasan yang mana pasien tersebut tidak mampu melaporkan kondisi dispeneanya secara akurat termasuk pasien yang sedang mendapatkan intervensi ventilasi mekanik baik secara invasive maupun non invasive.. instrument RDOS sering digunakan di fasilitas kesehatan terutama rumah sakit. Beberapa tanda – tanda fisik yang sering diobservasi pada instrument RDOS yang mana tanda-tanda fisik yang sering diobservasi pada instrument RDOS yang mana

tanda-tanda tersebut mengidentifikasikan aanya

distress pernafasan seperti takikardia, takipnoe, restlessness, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, pola pernafasan pradoks, adanya suara seperti mendengkur pada akhir ekspirasi, dan ekspresi wajah yang menunjukan adanya kecemasan berikut ini gambaran variabel yang diobservasi pada RDOS yaitu : Variabel

Skor 0

1

Total 2

Denyut nadi permenit

< 90 x/mnt

90 – 109 x/mnt

≥ 110 x/mnt

Frekuensi

≤ 18 x/mnt

19 – 30 x/mnt

30 x / mnt

tidak

Kadang-kadang

Melakukan

melakukan

pergerakan

pergerakan yang

yang lebih

minim

sering

-

Tampak ada

pernafasan

permenit Restlessness, pergerakan yang tidak bermakna atau tujuan

Pola

pernafasan

tidak

paradoks; perut bergerak

pergerakan

kedalam saat inspirasi

perut

Penggunaan otot - otot bantu

pernapasa

Tidak

;

Sedikit

Nampak

terangkat

jelas

klavikula tertarik ke atas

terangkat

saat inspirasi, suara sperti mendengkur

diakhir

ekspirasi Suara

seperti

Tidak

-

iya

mendengkur

diakhir

Cuping hidung

Tidak

-

iya

Tampak ketakutan

Tidak

-

iya

ekspirasit

Petunjuk penggunaan instrument RDOS yaitu : 1. RDOS tidak dapat digunakan pada pasien yang mampu melaporkan koondisi dispneanya. 2. RDOS merupakan instrument pengkajian untuk pasien dewasa 3. RDOS tidak dapat digunakan bila pasien mengalami paralisis atau pasien yang mendapatkan obat agen penghambat neuromuscular. 4. Hitung frekuensi denyut nadi dan pernafasan dalam satu menit, bila perlu lakukan secara auskultasi. 5. Suara mendengkur kemungkinan dapat pula didengar melalui auskultasi pada pasien yang dilakukan intubasi. 6. Perhatikan ekpresi wajah ketakutan pasien

Dyspnea serupa dengan

nyeri, dimana hanya dapat dirasakan oleh

pasien. Pengkajian yang adekuat haruslah berdasarkan pada laporan pasien terhadap kondisi dyspnea yang dialaminya, selama pengkajian perawat harus memberikan kesempatan yang cukup pada pasien untuk menceritakan tentang perasaanya terkait dyspnea yang dialaminya . hal tersebut selain untuk menggali informasi lebih detail juga perlu diperhatikan saat pasien menceritakan kondisi dispneanya, karena beberpa pasien justru merasakan kondisi pernafasan semakin memburuk disaat menyampaikan dyspnea yang dirasakan. Beberapa penyebab dyspnea yang diidentifikasi antara lain sebagai berikut ; Respiratory/pernafasan Akut

Pneumonia, emfisema, penumothoraks

Kronis

COPD, Asma Sepsis ; bronkiektasis, cystic fibrosis Kanker ; kanker paru, mesothelioma, intrathoracic metastases. Fibrosis Kelemahan otot – otot pernafasan akibat kaheksia Penyakit neuromuscular ; motor neurone disease, muscular distopi Penyakit skeletal ; kelainan dinding atau bentuk dada

Pulmonary Vascular

Pulmonanary Thromboembolism, hipertensi pulmonal

Cardiac/jantung Akut

Penyakit jantung coroner

Kronis

Heart failure, aritmia seperti atrial fibrilasi

Psikologis

Keccemasan, depresi dan hiperventilasi

Anemia kakeksia

Dibawah ini ada beberapa instrument yang dapat digunakan untuk mengukur atau mengkaji status keparahan dyspnea pasien dengan masalah gangguan pernafasan, yaitu :

DAFTAR PUSTAKA

Yodang, S. K. (2018). Buku Ajar Keperawatan Paliatif. Jakarta Timur: CV. Trans Info Media.

Related Documents


More Documents from ""