BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 KONSEP DASAR Definisi OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal di mana prinsipnya tulang ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur , sekrup atau kawat ditransfiksi di bagian proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak . Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif ( hancur atau remuk ) . Pin yang telah terpasang dijaga agar tetap terjaga posisinya , kemudian dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa nyaman bagi pasien yang mengalami kerusakan fragmen tulang.
2. Tujuan OREF Tujuan dilakukan tindakan antara lain : a.
Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. b.
Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
c.
Agar terjadi penyatuan tulang kembali
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang. d.
Untuk mengembalikan fungsi seperti semula
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya sendi. Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin
3.
Indikasi OREF
a.
Fraktur terbuka grade II (Seperti grade I dengan memar kulit dan otot ) dan III (Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf otot dan kulit )
b.
Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau tulang yang parah.
c.
Fraktur yang sangat kominutif ( remuk ) dan tidak stabil.
d.
Fraktur yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf.
e.
Fraktur pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain.
f.
Fraktur yang terinfeksi di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok. Misal : infeksi pseudoartrosis ( sendi palsu ).
g.
Non union yang memerlukan kompresi dan perpanjangan.
h.
Kadang – kadang pada fraktur tungkai bawah diabetes melitus
4.
Keuntungan dan Komplikasi OREF Keuntungan eksternal fiksasi adalah :
Fiksator ini memberikan kenyamanan bagi pasien , mobilisasi awal dan latihan awal untuk sendi di sekitarnya sehingga komplikasi karena imobilisasi dapat diminimalkan Sedangkan komplikasinya adalah :. a.
Infeksi di tempat pen ( osteomyelitis ).
b.
Kekakuan pembuluh darah dan saraf.
c.
Kerusakan periostium yang parah sehingga terjadi delayed union atau non union .
d.
Emboli lemak.
e.
Overdistraksi fragmen.
5.
Hal – hal yang Harus Diperhatikan pada Klien dengan Pemasangan Eksternal Fiksasi
a.
Persiapan psikologis
Penting sekali mempersiapkan pasien secara psikologis sebelum dipasang fiksator eksternal Alat ini sangat mengerikan dan terlihat asing bagi pasien. Harus diyakinkan bahwa ketidaknyamanan karena alat ini sangat ringan dan bahwa mobilisasi awal dapat diantisipasi untuk menambah penerimaan alat ini, begitu juga keterlibatan pasien pada perawatan terhadap perawatan fiksator ini.
b.
Pemantauan terhadap kulit, darah, atau pembuluh saraf.
Setelah pemasangan fiksator eksternal , bagian tajam dari fiksator atau pin harus ditutupi untuk mencegah adanya cedera akibat alat ini. Tiap tempat pemasangan pin dikaji mengenai adanya kemerahan , keluarnya cairan, nyeri tekan, n yeri dan longgarnya pin.Perawat harus waspada terhadap potensial masalah karena tekanan terhadap alat ini terhadap kulit, saraf, atau pembuluh darah. c.
Pencegahan infeksi
Perawatan pin untuk mencegah infeksi lubang pin harus dilakukan secara rutin. Tidak boleh ada kerak pada tempat penusukan pin, fiksator harus dijaga kebersihannya. Bila pin atau klem mengalami pelonggaran , dokter harus diberitahu. Klem pada fiksator eksternal tidak boleh diubah posisi dan ukurannya. d.
Latihan isometrik
Latihan isometrik dan aktif dianjurkan dalam batas kerusakan jaringan bisa menahan. Bila bengkak sudah hilang, pasien dapat dimobilisasi sampai batas cedera di tempat lain. Pembatasan pembebanan berat badan diberikan untuk meminimalkan pelonggaran puin ketika terjadi tekanan antara interface pin dan tulang.
6. Path Way Trauma , PatologiTrauma , Patologi Trauma, Patologi
Fraktur
Fraktur
Luka Terbuka Luka Terbuka
Kehilangan integritas tulang Kehilangan
OREF, pembedahan OREF, pembedahan Kehilangan cairan
integritas
Kehilangan cairan
tulang Imobilisasi Syok hipovolemikSyok hipovolemik
Terputusnya jaringan lunak Kerusakan ronggaKerusakan rongga neuromuskular neuromuskular
Defisit perawatan Deficit perawatan diri diri
Dipasang infus dan Dipasang infus dan nsfusi transfusi
Kerusakan mobilitas Kerusa fisik kan mobilit Saluran invasif Saluran invasif
as fisik Nyeri akut
Nyeri akut
Kerusakan Kerusakan integritas kulit integritas kulit
Resik tinggi Resiko tinggi infeksi infeksi
7. Penatalaksanaan dan Perawatan OREF a.
Pencegahan Infeksi pada OREF
Merawat luka adalah untuk mencegah trauma pada kuit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma , fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit. Tujuan Melakukan Perawatan Luka Tujuan untuk melakukan perawatan luka adalah : 1) Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka. 2) Absorbsi drainase. 3)
Menekan dan imobilisasi luka.
4) Mencegah jaringan epitel baru dari cedera mekanis. 5) Mencegah luka dari kontaminasi. 6) Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien b.
Pencegahan Injury
1) Pencegahan Injury dengan Traksi
Traksi adalah Suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot ; untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur ; untuk mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan diantara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginka untuk mendapatkan efek terapeutik. (Smeltzer & Bare, 2001 ). Keuntungan pemakaian traksi a)
. Menurunkan nyeri spasme
b)
Mengoreksi dan mencegah deformitas
c)
Mengimobilisasi sendi yang sakit Kerugian pemakaian traksi
a)
Perawatan RS lebih lama
b)
Mobilisasi terbatas
c)
Penggunaan alat-alat lebih banyak. Prinsip Perawatan Traksi
a)
Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik
b)
Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
c)
Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
d)
Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik aseptic dengan tepat.
e)
Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
f)
Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
g)
Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas
dalam.
h)
Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
i)
Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema.
2) Pencegahan Injury dengan Latihan aktif Definisi ROM Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan ataupun untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal Jenis ROM a)
ROM Pasif
Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan perawat setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan fasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. b) ROM Aktif
Latihan ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal. Hal ini untuk
melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif Pergerakan aktif adalah dimana seseorang yang bisa untuk melakukan latihan / menggerakan anggota tubuh dengan kekuatannya sendiri tanpa dibantu oleh orang lain. Tujuan a)
Mencegah terjadinya kelumpuhan pada otot – otot.
b)
Memprlancar predaran darah.
c)
Mencegah terjadinya atrofi.
d)
Untuk mendorong dan membantu agar pasien dapat menggunakan lagi anggota gerak yang lumpuh.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1) Pre operasi :
a)
Nyeri b/d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat fraktur ditandai dengan mengeluh sakit, sulit bergerak, tampak meringis dan memegangi tubuh yang cedera
b)
Kecemasan b/d ancaman integritas biologis sekunder akibat operasi d/d mengeluh takut operasi, takut dipasang alat, khawatir tangan dan kaki tidak berfungsi, tampak gelisah dan murung , tachicardi.
2) Post operasi :
a)
Resti infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder akibat adanya jalur invasif (pin ).
b) Resiko cedera b/d terpasang alat berujung tajam c)
Hambatan mobilitas fisik b/d alat eksternal fiksasi d) Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam penampilan sekunder akibat pemasangan eksternal fiksasi
e)
Resiko penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif b/d ketidaktahuan tentang perawatan eksternal fiksasi
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN 1.
Pre operasi
a)
Nyeri b/d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat fraktur ditandai dengan mengeluh sakit, sulit bergerak, tampak meringis dan memegangi tubuh yang cedera Rencana tujuan : Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharapkan keluhan nyeri berkurang.
Rencana tindakan a. Kaji tingkat nyeri dan intensitas. b. Ajarkan
Rasionalisasi a. Mengetahui tingkat nyeri
teknik distraksi selama nyeri akut . b. Mengurangi nyeri tanpa c. Observasi vital sign
tindakan invasif
d. Kolaboratif pemberian obat analgesik dan
c.Tingkat nyeri dapat diketahui
kaji efektivitasnya.
dari vital sign. . d. Mengatasi nyeri pasien dan menyusun rencana selanjutnya bila nyeri tidak bisa diatasi dengan analgesik.
b)
Kecemasan b/d ancaman integritas biologis sekunder akibat operasi d/d mengeluh takut operasi, takut dipasang alat, khawatir tangan dan kaki tidak berfungsi, tampak gelisah dan murung , tachicardi. Rencana tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 2 x 30 menit diharapkan kecemasan klien berkurang. Rencana tindakan
Rasionalisasi
a. Kaji tingkat ansietas
a. Sebagai acuan membuat
b. Beri kenyamanan dan
strategi tindakan.
ketentraman hati, perlihatkan rasa
. b. Agar pasien lebih tenang
empati.
menghadapi operasi.
c. Bila ansietas berkurang , beri
c. Bila keadaan klien lebih tenang
penjelasan tentang operasi ,
maka klien akan lebih mudah
pemasangan eksternal fiksasi, serta
menerima penjelasan yang
persiapan yang harus dilakukan.
diberikan.
2. Post operasi a)
Resti infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder akibat
adanya jalur
invasif (pin ). Rencana tujuan : Setelah diberikan askep selama 1 minggu diharapkan tidak terjadi infeksi c. Observasi vital sign dan tandaRencana tindakan a. Jaga kebersihan di daerah pemasangan eksternal fiksasi. b. Lakukan perawatan luka secara aseptik di daerah pin.
Rasionalisasi a. Mencegah kolonisasi kuman. . b. Mencegah infeksi kuman melalui pin c. Menemukan tanda-tanda infeksi secara dini.
tanda infeksi sistemik maupun lokal ( demam,
d. Untuk mencegah atau
nyeri, kemerahan, keluar cairan, pelonggaran pin ) d. Kolaboratif pemberian antibiotika.
b)
mengobati infeksi.
Resiko cedera b/d terpasang alat berujung tajam
Rencana tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi cedera /trauma akibat alat yang dipasang.
Rencana tindakan
Rasionalisasi
a.
a. Mencegah cedera akibat
Tutup ujung-ujung pin
atau b.
fiksator yang tajam
alat yang tajam
Beri penjelasan pada klien
b. Agar pasien
agar berhati – hati dengan
mengantisipasi gerakan
alat yang terpasang
untuk mencegah cedera.
c) Hambatan mobilitas fisik b/d alat eksternal fiksasi Rencana tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selam 3 x 24 jam diharapkan klien mampu memperlihatkan kemampuan mobilitas. Rencana
a.
b.
Tindakan Latih bagian
Rasionalisasi a. Mencegah terjadinya
tubuh yang sehat dengan
atrofi
latihan ROM Bila bengkak
disuse . . b. Membantu
pada daerah pemasangan
meningkatkan
eksternal fiksasi sudah
kekuatan c. Mempercepat
berkurang, latih pasien
kemampuan klien untuk mandiri
untuk latihan isometrik di
serta meningkatkan rasa
daerah
percaya diri
Rencana tindakan
tersebut. c.
Rasionalisasi
klien.
Latih pasien menggunakan alat bantu jalan
d) Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam penampilan sekunder
akibat
pemasangan eksternal fiksasi Rencana tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan klien mempunyai gambaran diri yang positif .
Rencana Tindakan Rasionalisasi a.
Dorong individu untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, pandangan tentang dirinya.
a.
Dapat gambaran
b.
Ungkapkan aspek positif dari klien.
c.
Libatkan orang-orang terdekat untuk :
-
berbagi perasaan dan ketakutan dengan klien
mengidentifikasi klien
tentang
dirinya. b.
Membantu meningkatkan rasa percaya diri klien.
c.
Merngurangi kecemasan, meningkatkan rasa percaya diri
-
mengidentifikasi aspek positif klien dan cara
dan adaptasi terhadap keadaan
mengungkapkannya
sekarang,serta memperoleh
menerima perubahan fisik dan emosional
citra diri yang positif.
klien.
e)
Resiko penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif b/d ketidaktahuan tentang perawatan eksternal fiksasi Rencana tujuan :
Setelah diberikan askep selama 3 x 30 menit diharapkan klien dapat menunjukkan prilaku yang mendukung penatalaksanaan program terapi.
a.
Berikan pengertian bahwa OREF memerlukan
a.
Agar secara psikologis klien
masa
terbiasa dengan alat yang
penyembuhan yang relatif
terpasang di bagian tubuhnya
lama
( 6-8 bulan ).
b.
Klien mempunyai gambaran umum tindakan yang akan
b.
c.
Jelaskan tahap – tahap tindakan yang mungkin
dilakukan sehingga klien menjadi
akan dilakukan pada klien.
lebih kooperatif.
Jelaskan pada klien dan keluarga tentang perawatan eksternal fiksasi di rumah.. Dorong keluarga untuk memantau keefektifan program terapi.
c.
Menjamin kesinambungan program pengobatan .
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Fraktur. From: http://copyaskep.wordpress.com/2010/11/04/asuhankeperawatan-klien-dengan-fraktur/.Minggu 7 september 2014 : 10.00 Carpenito – Moyet, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10, EGC< Jakarta, 2007.
Muttaqin, Arif, Ns, S.Kep, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal, EGC, Jakarta, 2008. Smeltzer, G. Bare, Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, EGC,Jakarta, 2002.