Laporan Pendahuluan Ckr.docx

  • Uploaded by: yulis
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Ckr.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,811
  • Pages: 11
LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA RINGAN (CKR) 1. PENGERTIAN Cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurology atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya. Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS:15 (sadar penuh) tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi. Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara. Jadi cedera kepala ringan adalah cedera karena tekanan atau kejatuhan benda tumpul yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi neurology sementara atau menurunya kesadaran sementara, mengeluh pusing nyeri kepala tanpa adanya kerusakan lainnya. Secara umum cedera kepala dapat diklasifikasikan menurut nilai skala glasgow, sebagai berikut : 1. Ringan (GCS 13-15) Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur serebral, hematoma. 2. Sedang (GCS 9 – 12) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak. 3. Berat (GCS 3 – 8) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial 2. ETIOLOGI Penyebab cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, dan cedera olahraga, cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh pisau atau peluru. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab terbesar kematian dan kecacatan utama pada usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Di samping penanganan di lokasi

kejadian dan transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal diruang gawat darurat sangat menentukan pelaksanaan dan prognosis selanjutnya . 3. TANDA DAN GEJALA Pingsan tidak lebih dari 10 menit, tanda-tanda vital dalam batas normal atau menurun, setelah sadar timbul nyeri, pusing, muntah, GCS 13-15, tidak terdapat kelainan neurologis. Gejala lain cedera kepala ringan adalah : Pada pernafasan secara progresif menjadi abnormal, respon pupil mungkin lenyap atau progresif memburuk, nyeri kepala dapat timbul segera atau bertahap seiring dengan tekanan intrakranial, dapat timbul muntah-muntah akibat tekanan intrakranial, perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara serta gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.

3.PATHWAY

4. PEMERIKSAAN DIASNOSTIK 1. CT-Scan: untuk mengidentifikasi adanya SOL hemografi, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan. 2. Angiografiserebral: menunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti kelainan pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan trauma. 3. EEG: untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya petologis. 4. Sinar X: mendeteksi adanya perubahan struktur tulang ( fraktur) 5. BAER (Brain Auditori Evoker Respon): menentukan fungsi korteks dan batang otak.

6. PET (Position Emission Yomography) menunjukan perubahan aktivitas metabolisme pada otak. 7. Fungsi Lumbal CSS: dapat menduga adanya perubahan sub araknoid. 8. Kimia atau elektrolit darah: mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam peningkatan TIK atau perubahan status mental. 5. PENATALAKSANAAN MEDIS Penatalaksanaan klien cedera kepala ditentukan atas dasar beratnya cedera dan dilakukan menurut prioritas, yang ideal penatalaksanaan tersebut dilakukan oleh tim yang terdiri dari perawat yang terlatih dan dokter spesialis saraf dan bedah saraf, radiologi, anastesi, dan rehabilitasi medik. Klien dengan cedera kepala harus dipantau terus dari tempat kecelakaan, selama transportasi : di ruang gawat darurat, unit radiology, ruang perawatan dan unit ICU sebab sewaktu-waktu dapat berubah akibat aspirasi, hipotensi, kejang dan sebagainya. 1. Air dan Breathing a. Perhatian adanya apnoe b. Untuk cedera kepala berat lakukan intubasi endotracheal. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2. c. Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmhg. 2. Circulation Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan pada CKS. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi dicari. 3. Disability (pemeriksaan neurologis) a. Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dipercaya kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal kembali segera tekanan darahnya normal

b. Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pupil

Menurut prioritas tindakan pada cedera kepala ditentukan berdasarkan beratnya cedera yang didasarkan atas kesadaran pada saat diperiksa. 1. Klien dalam keadaan sadar ( GCS : 15 ) : a. Cedera kepala simleks ( simple head injury ) Klien mengalami cedera kepala tanpa diikuti dengan gangguan kesadaran, amnesia maupun gangguan kesadaran lainya. Pada klien demikian dilakukan perawatan luka, periksa radiologi hanya atas indikasi, kepada kelurga diminta untuk mengobservasi kesadaran. b. Kesadaran terganggu sesaat Klien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah cedera kepala dan saat diperiksa sudah sadar kembali, maka dilakukan pemeriksaan foto kepala dan penatalaksanaan selanjutnya seperti cedera kepala simpleks. 2. Klien dengan kesadaran menurun Cedera kepala ringan atau minor head injury ( GCS : 13-15) : Kesadaran disorientasi atau not abay comand tanpa disertai defisit fokal serebral. Setelah pemeriksaan fisik dilakukan perawatan luka, dilakukan foto kepala, CT Scan Kepala dilakukan jika dicurigai adanya hematoma intrakranial, misalnya ada interval lusid, pada follow up kesadaran semakin menurun atau timbul lateralisasi, observasi kesadaran, pupil, gejala fokal serebral disamping tanda-tanda vital. Klien cedera kepala biasanya disertai dengan cedera multipel fraktur, oleh karena itu selain disamping kelainan serebral juga bisa disertai dengan kelainan sistemik. 7. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Fokus pengkajian pada cedera kepala ringan meliputi: 1. Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, kapan cidera terjadi, penyebab cidera, riwayat tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.

2. Pemeriksaan fisik head to toe 3. Keadaan umum (tingkat kesadaran dan kondisi umum klien). 4. Pemeriksaan persistem dan pemeriksaan fungsional. a. Sistem

persepsi

dan

sensori

(pemeriksaan

panca

indera:

penglihatan,

pendengaran, penciuman, pengecap, dan perasa). b. Sistem persarafan (tingkat kesadaran/ nilai GCS, reflek bicara, pupil, orientasi waktu dan tempat). c. Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan kepatenan jalan nafas). d. Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas, dan frekuensi). e. Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu makan/ minum, peristaltik, eliminasi) f. Sistem integumen (nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/ lesi). g. Sistem reproduksi. h. Sistem perkemihan (nilai frekuensi BAK, volume BAB) i. Pola Makan / cairan. Gejala: mual, muntah, dan mengalami perubahan selera. Tanda: muntah kemungkinan muntah proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur keluar,disfagia). j. Aktifitas / istirahat Gejala: merasa lemah, letih, kaku, kehilangan keseimbangan. Tanda: perubahan kesadaran, letargie, hemiparese, kuadreplegia, ataksia, cara berjalan tak tegap, masalah keseimbangan, kehilangan tonus otot dan tonus spatik. k. Sirkulasi Gejala: normal atau perubahan tekanan darah. Tanda: perubahan frekuensi jantung (bradikaria, takikardia yang diselingi disritmia). l. Integritas ego Gejala: perubahan tingkah laku kepribadian (terang atau dramatis) Tanda: cemas mudah tersinggung, delirium,agitasi, bingung, depresi dan impulsive. m. Eliminasi Gejala: inkontinensia kandung kemih / usus atau megalami gangguan fungsi, n. Neurosensori

Gejala: kehilangan kesadaran, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinnitus, kehilangan

pendengaran,

Perubahan

dalam

penglihatan

seperti

ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotopobia. Tanda: perubahan status mental (oreintasi, kewaspadaan, perhatian /konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memori). Perubahan pupil

(respon

terhadap

cahaya

simetris),

Ketidakmampuan

kehilangan

pengideraan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran. Wajah tidak simetris, gengaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam tidak ada atau lemah, apaksia, hemiparese, postur dekortikasi atau deselebrasi, kejang sangat sensitivitas terhadap sentuhan dan gerakan. o. Nyeri dan kenyamanan Gejala: sakit kepala dengan intensitas dengan lokasi yang berbeda bisaanya sama. Tanda: wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih. Pengkajian primer a. Airway Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia, penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis b. Breathing Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus dada, fail chest, gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji adanya suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing. c. Sirkulasi Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea, hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi urin. d. Disability Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum. e. Eksposure Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka. Pengkajian sekunder a. Kepala Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrane timpani, cedera jaringan lunak periorbital

b. Leher Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang c. Neurologis Penilaian fungsi otak dengan GCS d. Dada Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung, pemantauan EKG e. Abdomen Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul abdomen f. Pelvis dan ekstremitas Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan cedera yang lain. 2. Diagnosa keperawatan 1. Nyeri akut b.d. agen cidera fisik: post traumatik. 2. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d. edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial. 3. Hambatan mobilitas fisik b.d. ketidaknyamanan. 3. Intervensi 1. Nyeri akut b.d. agen cidera fisik: post traumatik. Tujuan: a. Klien mampu melaporkan nyeri kepada penyedia perawatan. b. Klien akan mampu menunjukan teknik relaksasi individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan. c. Klien mampu menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non analgesik secara tepat. Intervensi: a. Minta klien untuk menilai nyeri pada skala 0 sampai 10 Rasional: untuk mengetahui tingkat nyeri yang dialami klien. b. Lakukan pengakajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, intensitas, keparahan nyeri dan faktor pencetusnya.

Rasional: untuk mengetahui kondisi nyeri

yang dialami klien secara

komprehensif. c. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi tingkat nyeri sesuai dengan kenyamanan klien. Rasional: untuk mengurangi nyeri dengan cara non farmakologi. d. Dukung adanya penggunaan agen farmakologi untuk pengurangan nyeri Rasional: untuk mengurangi nyeri.

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan

peningkatan tekanan intrakranial. Tujuan: Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Intervensi: a. Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” Rasional: untuk menurunkan tekanan vena jugularis. b. Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya tekanan intracranial Rasional: menghindari adanya TIK c. Bila akan memiringkan klien, harus menghindari adanya tekukan pada anggota

badan, fleksi (harus bersamaan) d. Rasional: mengurangi TIK

e. Ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang emosional. Rasional: unruk mengurangi TIK f. Pemberian obat-obatan Rasional: untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai program. g. Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan

Rasional: dapat meningkatkan edema serebral. 3. Hambatan mobilitas fisik b.d ketidaknyamanan Tujuan: a. Klien akan akan menunjukan pengguanaan alat bantu secara benar dengan pegawasan.

b. Klien mampu meminta bantuan untuk aktifitas mobilisasi sesuai keperluan. Intervensi: a. Ajarkan teknik ambulasi dan perpindahan yang aman. Rasional: dengan teknik perpindahan yang aman diharapkan klien dapat beraktifitas secara aman. b. Anjurkan kepada keluarga untuk melakukan pengawasan terhadap aktifitas klien. Rasional: untuk menjaga keamanan klien dalam beraktifitas. c. Kaji kebutuhan klien akan bantuan pelayanan kesehatan Rasional: untuk mengetahui tingkat kebutuhan klien dalam mobilisasi. d. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan aktifitas klien . Rasional: keluarga adalah orang terdekat klien yang harus ikut dalam proses perawatan klien.

DAFTAR PUSTAKA

Krisanty, P., et al. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama, Jakarta: Trans Info Media. Stillwell. 2011. Pedoman keperawatan kritis. Edisi: 3. Jakarta: EGC. Padila 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika. Hernanta, I. 2013. Ilmu Kedokteran Lengkap tentang Neurosains. Jogjakarta: D-MEDIKA. Arifin, M.Z. 2013. Cedera Kepala : Teori dan Penanganan. Jakarta: Sagung Seto.

Related Documents


More Documents from "Dwi suci rhamdanita"