BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Kolestasis sampai saat ini masih merupakan penyakit yang sering di temukan pada bayi penyebab utama kolestasis adalah obtruksi infeksi penyakit penyakit metabolik atau genetik penyakit yang menyebabkan perlambatan atau berhentinya aliran empedu cukup banyak, sehingga sering menyebabkan kesukaran dalam menegakkan penyebab kolestasis. Jenis dan penyebab kolestasis pada anak sangat penting untuk ditegak kan secepatnya, karena sangat berpengaruh terhadap cara pengobatan serta prognosis (Nazer,2010). Terhambatnya aliran empedu akan menyebabkan cairan empedu, yang terdiri dari terdiri dari garam empedu, pigmen empedu (bilirubin) serta lemak, menumpuk dalam darah. Akibatnya timbul berbagai macam gejala ,kadar pigmen empedu (bilirubin) yang tinggi di dalam darah akan menyebabkan gejala kuning pada kulit atau mata. Selain itu, pigmen tersebut akan membuat warna urin menjadi seperti teh pekat dan membuat kulit gatal-gatal (Arief, 2010). Empedu mengandung asam empedu, bilirubin, kolesterol, trace metal, dan zat sisa lainnya. Bilirubin merupakan hasil akhir metabolisme hemoglobin yang dapat memberi warna pada jaringan dan cairan. Metabolisme biliribun terdiri dari tiga tahapan, yaitu fase prehepatik (pembentukan bilirubin dan transpor plasma), fase intrahepatik (liver uptakedan konjugasi), dan fase pascahepatik (ekskresi bilirubin). Sebagian besar bilirubin terbentuk dari pemecahan hemoglobin. Bilirubin indirek (tidak larut air, tak terkonjugasi) berikatan dengan albumin untuk ditranspor ke hepar dan dikonjugasi dengan asam glukuronik membentuk bilirubin diglukuronida (bilirubin direk, larut air). Bilirubin direk bersama konstituen lain empedu kemudian diekskresi (fase ekskresi bilirubin) dari kanalikulibiliaris hingga ke duodenum. Gangguan aliran empedu menyebabkan retensi bilirubin yang kemudian masuk ke sirkulasi sistemik dan retensi asam empedu menstimulasi apoptosis hepatoseluler serta pelepasan mediator pro-inflamasi di hepar. (Arief, 2010). Di lain pihak, karena cairan empedu tidak masuk ke usus, maka warna tinja menjadi lebih pucat dan tinja banyak mengandung lemak. Keadaan ini disebut steatorrhea ditandai dengan bau tinja yang sangat busuk. Penyerapan vitamin D dan kalsium ikut terganggu. Akibatnya tulang menjadi rapuh. Gangguan penyerapan vitamin K dapat menyebabkan kecenderungan perdarahan. Selain gejala utama di atas, seringkali ditemukan gejala penyerta seperti mual, muntah, hilang napsu makan, nyeri perut, dan demam.Berdasarkan penelitian yang ada, diperoleh data insiden kolestasis sebagai berikut: kolestasis + 1:2.500 kelahiran hidup, atresia billier 1:19.065 kelahiran hidup. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1. Penelitian yang dilaksanakan di King College Hospital England antara tahun 1970-1990, melaporkan penyebab kolestasis dapat dirinci sebagai
1
2
berikut: atresia bilier sebanyak 35%, hepatitis neonatal 30%, defisiensi α-1 antitripsin 17%, sindroma Alagille 6%, kista duktus koledokus 3% (Benchimol,et al.2009).Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 terdapat19.270 pasien rawat inap, diantaranya 96 pasien dengan neonatal kolestasis. Pada periode Januari sampai dengan Desember 2003 di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM tercatat 99 pasien dengan kolestasis, 68 di antaranya dengan kolestasis intra hepatik (Arief, 2010). Berdasarkan data pada tahun 2012 di Indonesia (jumlah penduduk sekitar 240 juta dan laju pertambahan penduduk 1,49% per tahun), diperkirakan terdapat 1.6005.800 kasus baru pada setiap 4 juta kelahiran hidup setiap tahun. (Andreas et all, 2012)
B. Rumusan masalah 1. Apa pengertian dari kolestasis ? 2. Apa saja etiologi kolestasis ? 3. Bagaimana patofisiologi kolestasis ? 4. Apa tanda dan gejala kolestasis ? 5. Apa komplikasi dari kolestasis ? 6. Bagaimana penatalaksanaan kolestasis ? 7. Bagaimana asuhan keperawatan pada kolestasis?
C. Tujuan Makalah ini disusun bertujuan untuk : 1. Untuk memenuhi tugas stase pediatrik 2. Untuk menambah informasi kepada mahasiswa keperawatan
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi 1. Anatomi Fisiologi Hati
Gambar.1 Anatomi Hepar (Wikipedia, 2016) Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, mempunyai berat sekitar 1.5 kg. Walaupun berat hati hanya 2-3% dari berat tubuh, namun hati terlibat dalam 25-30% pemakaian oksigen. Sekitar 300 milyar sel-sel hati terutama hepatosit yang jumlahnya kurang lebih 80%, merupakan tempat utama metabolisme intermedier (Koolman, J & Rohm K.H, 2001) Hati manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, dibawah diafragma, dikedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200-1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan dibawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritonium kecuali di daerah posteriorposterior yang berdekatan dengan vena cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terdiri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain. Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli Di tengah-tengah lobuli tdp 1 vena
4
sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar).Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris. Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu. (Kelompok Diskusi Medikal Bedah, Universitas Indonesia) Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu : a. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat b. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak c. Fungsi hati sebagai metabolisme protein d. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah e. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin f. Fungsi hati sebagai detoksikasi g. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas h. Fungsi hemodinamik 2. Anatomi Fisiologi Kandung Empedu
Gambar.2 Anatomi Empedu (Wikipedia, 2016) Kandung empedu merupakan kantong otot kecil yang berfungsi untuk menyimpan empedu (cairan pencernaan berwarna kuning kehijauan yang dihasilkan oleh hati). Empedu mengalir dari hati melalui duktus hepatikus kiri dan kanan, lalu keduanya bergabung membentuk duktus hepatikus utama. Duktus hepatikus utama bergabung dengan saluran yang berasal dari kandung empedu (duktus sistikus) membentuk saluran empedu utama. Saluran empedu utama masuk ke usus bagian atas pada sfingter Oddi, yang terletak beberapa sentimeter dibawah lambung. Sekitar separuh empedu dikeluarkan diantara jam-jam makan dan dialirkan melalui duktus sistikus ke
5
dalam kandung empedu. Sisanya langsung mengalir ke dalam saluran empedu utama, menuju ke usus halus. Jika kita makan, kandung empedu akan berkontraksi dan mengosongkan empedu ke dalam usus untuk membantu pencernaan lemak dan vitamin-vitamin tertentu. Empedu terdiri dari: a. garam-garam empedu b. elektrolit c. pigmen empedu (misalnya bilirubin) d. kolesterol e. lemak. Fungsi empedu adalah untuk membuang limbah tubuh tertentu (terutama pigmen hasil pemecahan sel darah merah dan kelebihan kolesterol) serta membantu pencernaan dan penyerapan lemak. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dirubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu. Berbagai protein yang memegang peranan penting dalam fungsi empedu juga disekresi dalam empedu. Batu kandung empedu bisa menyumbat aliran empedu dari kandung empedu, dan menyebabkan nyeri (kolik bilier) atau peradangan kandung empedu (kolesistitis). Batu juga bisa berpindah dari kandung empedu ke dalam saluran empedu, sehingga terjadi jaundice (sakit kuning) karena menyumbat aliran empedu yang normal ke usus. 3. Anatomi Fisiologi Pankreas
Gambar 3. Anatomi pankreas (wiliams, 2013) Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama: menghasilkan enzim pencernaan atau fungsi eksokrin serta menghasilkan beberapa hormon atau fungsi endokrin. Pankreas terletak pada
6
kuadran kiri atas abdomen atau perut dan bagian kaput/kepalanya menempel pada organ duodenum. Produk enzim akan disalurkan dari pankreas ke duodenum melalui saluran pankreas utama.Pankreas dikenal manusia sejak lama. Pankreas dapat didefinisikan sebagai organ kelenjar yang hadir dalam endokrin dan sistem pencernaan dari semua vertebrata. Pankreas seperti spons dengan warna kekuningan. Bentuk pankreas menyerupai seperti ikan. Pankreas ini sekitar panjang 15 cm dan sekitar 3,8 cm lebar. Pankreas meluas sampai ke bagian belakang perut, di belakang daerah perut dan melekat ke bagian pertama dari usus yang disebut duodenum. Sebagai kelenjar endokrin, menghasilkan hormon seperti insulin, somatostatin dan glukagon dan sebagai kelenjar eksokrin yang mensintesis dan mengeluarkan cairan pankreas yang mengandung enzim pencernaan yang selanjutnya diteruskan ke usus kecil. Enzim-enzim pencernaan berkontribusi pada pemecahan dari karbohidrat, lemak dan protein yang hadir di paruh makanan yang dicerna. a. Kepala Pankreas yang paling lebar, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan didalam lekukan duodenum. b. Badan Pankreas merupakan bagian utama pada organ tersebut, letaknya di belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama. c. Ekor Pankreas adalah bagian yang runcing disebelah kiri, dan sebenarnya menyetuh limpa. Fungsi Pankreas a. Mengatur kadar gula dalam darah melalui pengeluaran glucogen, yang menambah kadar gula dalam darah dengan mempercepat tingkat pelepasan dari hati. b. Pengurangan kadar gula dalam darah dengan mengeluarkan insulin yang mana mempercepat aliran glukosa ke dalam sel pada tubuh, terutama otot. Insulin juga merangsang hati untuk mengubah glukosa menjadi glikogen dan menyimpannya di dalam sel-selnya c. Kelenjar endokrin Bagian dari pankreas yang melakukan fungsi endokrin terbentuk dari jutaan cluster sel. cluster sel dikenal sebagai pulau Langerhans. Pulau terdiri dari empat jenis sel, yang diklasifikasikan berdasarkan hormon yang mereka keluarkan. Sel mensekresi glukagon disebut sel alfa. Sel-sel mensekresi insulin dikenal sebagai sel beta sementara somatostatin disekresikan oleh sel delta. Polipeptida pankreas disekresikan oleh sel-sel PP. Struktur pulau terdiri dari kelenjar endokrin diatur dalam kabel dan cluster. Kelenjar endokrin yang saling silang dengan rantai tebal kapiler. Kapiler yang berbaris lapisan sel endokrin yang berada dalam kontak langsung dengan pembuluh darah. Beberapa
7
sel endokrin berada dalam kontak langsung sementara yang lain terhubung melalui proses sitoplasma. d. Eksokrin Pankreas eksokrin menghasilkan enzim pencernaan bersama dengan cairan alkali. Keduaduanya ini disekresi ke dalam usus kecil melalui saluran eksokrin. Fungsi sekresi dilakukan sebagai respon terhadap hormon usus kecil yang disebut cholecystokinin dan secretin. Enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kelenjar eksokrin terdiri dari chymotrypsin, tripsin, lipase pankreas, dan amilase pankreas. Enzim pencernaan sebenarnya diproduksi oleh sel-sel asinar hadir dalam pankreas eksokrin. Sel yang melapisi saluran pankreas disebut sel centroacinar. Sel-sel centroacinar mengeluarkan larutan kaya isi garam dan bikarbonat ke dalam usus. Dengan demikian, fungsi pankreas memainkan peran penting dalam aktivitas tubuh. Pankreas berfungsi dengan benar penting karena masalah pankreas dapat menyebabkan penyakit seperti pankreatitis dan diabetes. Pankreatitis adalah peradangan pankreas sedangkan diabetes dikaitkan dengan sekresi insulin dari pankreas. Menghentikan konsumsi alkohol dapat menyembuhkan pankreatitis. Berolahraga secara teratur dan mengikuti diet diabetes untuk mengontrol kadar gula darah bisa menjadi pilihan pengobatan diabetes yang baik. Tapi, sebagai pencegahan lebih baik daripada mengobati, yang terbaik adalah untuk mencegah masalah pankreas dan memastikan berfungsinya pankreas. Hormon Yang Dihasilkan Oleh Pankreas a. Insulin, yang berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah b. Glukagon, yang berfungsi menaikkan kadar gula dalam darah c. Somatostatin, yang berfungsi menghalangi pelepasan kedua hormon lainnya (insulin dan glukagon). Hasil Sekresi Pankreas: a. Hormon insulin, hormon insulin ini langsung dialirkan ke dalam darah tanpa melewati duktus. Sel-sel kelenjar yang menghasilkan insulin ini termasuk sel-sel kelenjar endokrin. Kumpulan dari sel-sel ini berbentuk seperti pulau-pulau yang disebut pulau langerhans. b. Getah pankreas. Sel-sel yang memproduksi getah pankreas ini termasuk kelenjar eksokrin. Getah pankereas ini dikirim ke dalam duodenum melalui duktus pankreatikus. Duktus ini bermuara pada papila vateri yang terletak pada dinding duodenum. Jaringan pankreas terdiri atas lobulus dari sel sekretori yang tersusun mengitari saluransaluran halus. Saluran ini mulai dari sambungan saluran-saluran kecil dari lobulus yang terletak di dalam ekor pankreas dan berjalan melalui badan pankreas dari kiri ke kanan. Saluran kecil ini menerima saluran
8
dari lobulus lain dan kemudian bersatu untuk membentuk saluran utama yaitu duktus wirsungi. Fungsi Hormon-Hormon yang Dihasilkan Oleh Pankreas a. Hormon Insulin : Mengatur kadar glukosa dalam darah dan mengubah gula darah (glukosa) menjadi gula otot (glikogen) di hati b. Hormon Glukagon : Mengubah glikogen menjadi glukosa.
9
A. Konsep Dasar Cholestasis 1. Definisi Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier (Arief, 2010). Kolestasis adalah kondisi yang terjadi akibat terhambatnya aliran empedu dari saluran empedu ke intestinal. Kolestasis terjadi bila ada hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi hati (Nazer, 2010). Mitchel (2008) menjelaskan kolestasis neonatal merupakan istilah nonspesifik untuk kelainan hati dengan banyak etiologi yang mungkin terdapat pada neonatus. Pada 50% kasus tidak terdapat penyebab yang bisa diidentifikasi. Pasien penyakit ini ditemukan dengan hiperbilirubinemin terkonjugasi yang lama (kolestasis neonatal), hepatomegali dan disfungsi hati dengan derajat yang bervariasi (misalnya hipoprotrombinemia). 2. Etiologi Penyebab kolestasis dibagi menjadi 2 bagian: intrahepatic kolestasis dan ekstrahepatic kolestasis. a. Pada intrahepatic kolestasis terjadi akibat gangguan pada sel hati yang terjadi akibat: infeksi bakteri yang menimbulkan abses pada hati, biliary cirrhosis primer, virus hepatitis, lymphoma, cholangitis sclerosing primer, infeksi tbc atau sepsis, obat-obatan yang menginduksi kolestasis. b. Pada extrahepatic kolestasis, disebabkan oleh tumor saluran empedu, cista, striktur (penyempitan saluran empedu), pankreatitis atau tumor pada pankreas, tekanan tumor atau massa sekitar organ, cholangitis sklerosis primer. Batu empedu adalah salah satu penyebab paling umum dari saluran empedu diblokir. Saluran empedu Diblokir mungkin juga hasil dari infeksi, kanker atau jaringan parut internal. Parut dapat memblokir saluran empedu, yang dapat mengakibatkan kegagalan hati (Richard, 2002). 3. Epidemiologi Kolestasis pada bayi terjadi cukup tinggi, yaitu 1 per 2.500 kelahiran hidup. Penyebab paling umum kolestasis pada bulan-bulan pertama kehidupan adalah atresia bilier dapat terjadi 1:10.000 hingga 1:15.000 bayi dan hepatitis neonatal. Angka kejadian lebih sering pada bayi kurang bulan dibanding dengan bayi cukup bulan.1,4 Untuk menentukan diagnosis kolestasis sering kali tidak sederhana, tetapi yang penting adalah menentukan kolestasis IH (hepatoseluler) atau EH (obstruktif). Prognosis memburuk apabila tidak
10
ditangani secara dini, bahkan tidak jarang dalam penatalaksanaannya memerlukan transplantasi hati (Prasetyo Et Al, 2016). 4. Patofisiologi Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung
asam
empedu,
kolesterol,
phospholipid,
toksin
yang
terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu. 15 Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu.Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonyugasi (bilirubin indirek). Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2. Mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan
gangguan
pada
transporter
hepatobilier
menyebabkan
penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonjugasi (Areif, 2010).
11
5. Patway 6. Virus Hepatitis
Tumor saluran
Limpoma
Empedu striktur
Kolangitis
Saluran empedu
Infeksi TBC
Pankreastitis tumor pankreas Cholestasis
Abses hati
extrahepatic
Cirosis hepatitis
cholestasis
Cholestasis intrahevatic
Gangguan aliran empedu ke usus
Akumudasi empedu dalam
Malabsorsi lemak dan vitamin
Icterus
Kerusakan sel hepar
darah
Peradangan nekrosis
Ketidakseimbangan nutrisi
Gatal – gatal di kulit
hipertermi
Kerusakan integritas kulit
Nyeri akut
Kurang dari kebutuhan
Nazer, 2010
12
6. klasifikasi Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi: a. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik. Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik. Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis,infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatikportoenterostomi (Kasai) akan menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier. Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai (Anonym, 2010). b. Kolestasis intrahepatic Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b) Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Caroli’s disease mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik.Karena primer tidak menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila
13
proses berlanjut terus dan mengenai saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan tanda-tanda hipertensi portal. Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract.Contoh dari sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1.Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multi organ pada mata (posterior embryotoxin), tulang belakang (butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam, dan dagu yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada saluran empedu (Anonym, 2010). c. Kelainan hepatosit Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang sedikit, fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus, bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis. Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan
genetik,
endokrin,
metabolik,
dan
infeksi
intra-uterin.
Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler dan serbukan sel radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnose akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan metabolic tidak dapat ditemukan 7. Manifestasi Klinis Gambaran klinis pada kolestasis pada umunya disebabkan karena keadaankeadaan: a. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus b. Tinja akolis/hipokolis/pucat c. Urobilinogen/sterkobilinogen dalam tinja menurun/negative
14
d. Urobilin dalam air seni negative e. Malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak f. Steatore g. Hipoprotrombinemia h. Akumulasi empedu dalam darah 1) Ikterus 2) Gatal-gatal 3) Hiperkolesterolemia i. Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu 1) Anatomis 2) Akumulasi pigmen 3) Reaksi peradangan dan nekrosis j. Fungsional 1) Gangguan ekskresi (alkali fosfatase dan gama glutamil transpeptidase meningkat) 2) Transaminase serum meningkat (ringan) 3) Gangguan ekskresi sulfobromoftalein 4) Asam empedu dalam serum meningkat Tanda-tanda non-hepatal sering pula membantu dalam diagnosa, seperti sindroma polisplenia (situs inversus, levocardia, vena cava inferior tidak ada), sering bersamaan dengan atresia bilier: bentuk muka yang khas, posterior embriotokson, serta adanya bising pulmunal stenosis perifer, sering bersamaan dengan “paucity of the intrahepatic bile ductules” (arterio hepatic displasia/Alagille’s syndrome) nafsu makan yang jelek dengan muntah, “irritable”, sepsis, sering karena adanya kelainan metabolisme seperti galaktosemia, intoleransi froktosa herediter, tirosinemia. Neonatal hepatitis lebih banyak pada anak laki, sedangkan atresia bilier ekstrahepatal lebih banyak pada anak perempuan. Pertumbuhan pasien dengan kolestasis intrahepatik menunjukkan perlambatan sejak awal. Pada pasien dengan kolestasis ekstrahepatik umumnya bertumbuh dengan baik pada awalnya tetapi kemudian akan mengalami gangguan pertumbuhan sesuai dengan perkembangan penyakit. Pasien dengan kolestasis perlu dipantau pertumbuhannya dengan membuat kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi badan bayi/anak. 8. Pemeriksaan Penunjang Pada bayi dengan kolestasis harus dibedakan antara kolestasis intra- atau ekstrahepatal dengan tujuan utama memperbaiki atau mengobati keadaankeadaan yang memang dapat diperbaiki/diobati. Sebagai tahap pertama dalam pendekatan diagnosa, harus dibuktikan apakah ada kelainan hepatobilier atau tidak. Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah:
15
a. Hapusan darah tepi b. Bilirubin dalam air seni c. Sterkobilinogen dalam air seni d. Tes fungsi hepar yang standar: Heymans vd Bergh, SGOT, SGPT, alkali fosfatase serta serum protein Bila dari pemeriksaan tersebut masih meragukan, dilakukan pemeriksaan lanjutan yang lebih sensitif seprti BSP/kadar asam empedu dalam serum. Bila fasilitas terbatas dapat hanya dengan melihat pemerikasaan bilirubin air seni. Hasil positf menunjukkan adanya kelainan hepatobilier. Bila ada bukti keterlibatan hepar maka dilakukan tahap berikutnya untuk membuktikan kelainan
intra/ekstrahepatal,
mencari
kemungkinan
etiologi,
dan
mengidentifikasi kelainan yang dapat diperbaiki/diobati. Pemeriksaan yang dilakukan adalah: a. Terhadap infeksi/bahan toksik b. Terhadap kemungkinan kelainan metabolic c. Mencari data tentang keadaan saluran empedu Untuk pemeriksaan terhadap infeksi yang penting adalah: a. Virus: 1) Virus hepatotropik: HAV, HBV, non A non B, virus delta 2) TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, Herpes) 3) Virus lain: EBV, Coxsackie’s B, varisela-zoster Bakteri: terutama bila klinis mencurigakan infeksi kuman leptospira, abses piogenik a. Parasit: toksoplasma, amuba, leismania, penyakit hidatid b. Bahan toksik, terutama obat/makanan hepatotoksik Pemeriksaan kelainan metabolik yang penting: a. Galaktosemia, fruktosemia b. Tirosinosis: asam amino dalam air seni c. Fibrosis kistik d. Penyakit Wilson e. Defisiensi alfa-1 antitripsin Data tentang saluran empedu diperoleh melalui pemeriksaan Rose Bengal Excretion (RBE), Hida Scan, USG atau Biopsi hepar. Bila dicurigai ada suatu kelainan saluran empedu dilakukan pemeriksaan kolangiografi. 9. Penatalaksanaan Medis Pengobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran empedu ke dalam usus. Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang menjadi pedoman dalam penatalaksanaannya, yaitu: a. Sedapat mungkin mengadakan perbaikan terhadap adanya gangguan aliran empedu
16
b. Mengobati komplikasi yang telah terjadi akibat adanya kolestasis c. Memantau sedapat mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan fatal yang dapat mengganggu proses regenerasi hepar d. Melakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan e. Sedapat mungkin menghindari segala bahan/keadaan yang dapat mengganggu/merusak hepar. Dalam hal ini pengobatan dibagi dalam 3 golongan besar, yaitu: a. Tindakan medis 1) Perbaikan aliran empedu: pemberian fenobarbital dan kolestiramin, ursodioxy cholic acid (UDCA). 2) Aspek gizi: lemak sebaiknya diberikan dalam bentuk MCT (medium chain triglyceride) karena malabsorbsi lemak. 3) Diberikan tambahan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K) b. Tindakan bedah Tujuannya untuk mengadakan perbaikan langsung terhadap kelainan saluran empedu yang ada. Operasi Kasai (hepatoportoenterostomy procedure) diperlukan untuk mengalirkan empedu keluar dari hati, dengan menyambungkan usus halus langsung dari hati untuk menggantikan saluran empedu (lihat gambar di bawah). Untuk mencegah terjadinya komplikasi cirrhosis, prosedur ini dianjurkan untuk dilakukan sesegera mungkin, diupayakan sebelum anak berumur 90 hari. Perlu diketahui bahwa operasi Kasai bukanlah tatalaksana definitif dari atresia biliaris, namun setidaknya tindakan ini dapat memperbaiki prognosis anak dan memperlambat perjalanan menuju kerusakan hati (Nezer, 2010). c. Terapi suportif 1) Asam ursodeoksikolat 10-20 mg/kg dalam 2-3 dosis 2) Kebutuhan kalori mencapai 130-150% kebutuhan bayi normal dan mengandung lemak rantai sedang (Medium chain trigliseride-MCT), misalnya panenteral, progrestimil. 3) Vitamin yang larut dalam lemak a) A : 5000-25.000 IU b) D : calcitriol 0,05-0,2 ug/kg/hari c) E : 25-200 IU/kk/hari d) K1 : 2,5-5 mg : 2-7 x/ minggu d. Mineral dan trace element : Ca, P, Mn, Zn, Se,Fe e. Terapi komplikasi lain: misalnya hiperlipidemia/xantelasma: Obat HMGcoA reductase inhibitor contohnya kolestipol, simvastatin
17
f. Pruritus : 1) Atihistamin : difenhidramin 5-10 mg/kg/hati, hidroksisin 2-5 mg/kg/hati 2) Rifampisin : 10 mg/kg/hari 3) Kolestiramin : 0,25-0,5g/kg/hari 10. Rencana Asuhan Keperawatan a. Anamnesis Riwayat kehamilan dan kelahiran: infeksi ibu pada saat hamil atau melahirkan, berat lahir, lingkar kepala, pertumbuhan janin (kolestasis intrahepatik umumnya berat lahirnya < 3000 g dan pertumbuhan janin terganggu). Riwayat keluarga : riwayat kuning, tumor hati, hepatitis B, hepatitis C, hemokro-matosis, perkawinan antar keluarga. Resiko hepatitis virus B/C (transfusi darah, operasi, dll) paparan terhadap toksin/obat-obat. b. Data subjektif 1)
Bagaimana nafsu makan klien
2)
Berapa kali makan dalam sehari
3)
Banyaknya makan dalam satu kali makan
4)
Apakah ada mual muntah
5)
Bagaimana pola eliminasinya
6)
Apakah ada anoreksia
7)
Apakah ada rasa nyeri pada daerah hepar
8)
Apakah ada gatal-gatal pada seluruh tubuh (pruritus)
9)
Bagaimanakah warna fesesnya
10) Bagaimanakah warna urinnya c. Data Objektif 1)
Bagaimana nafsu makan klien
2)
Berapa kali makan dalam sehari
3)
Banyaknya makan dalam satu kali makan
4)
Apakah ada mual muntah
5)
Bagaimana pola eliminasinya
6)
Apakah ada anoreksia
7)
Apakah ada rasa nyeri pada daerah hepar
8)
Apakah ada gatal-gatal pada seluruh tubuh (pruritus)
9)
Bagaimanakah warna fesesnya
10) Bagaimanakah warna urinnya d. Riwayat kesehatan i. Riwayat kesehatan dahulu Apakah ada tanda-tanda infeksi dahulu pada ibu, apakah ibu pernah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi. ii.
Riwayat kesehatan sekarang
18
Pada umumnya bayi masuk rumah sakit dengan keluhan tubuh bayi berwarna kuning dan ada rasa gatal-gatal dari tubuh bayi. iii.
Riwayat keluarga Adanya
riwayat
keluarga
yang
menderita
kolestasis,
maka
kemungkinan besar merupakan suatu kelainan genetik/metabolik. e. Pengkajian fisik Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan anggota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain. Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to toe yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tandatanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, eksteremitas, dan genita-urinaria. i. Pemeriksaan fisik abdomen antaralain: 1. Inspeksi - Lihat keadaan klien apakah kurus, ada edema pada muka atau kaki - Lihat warna rambut, kering dan mudah dicabut - Mata cekung dan pucat - Lihat warna kulit pasien ada warna kuning atau tida - Lihat seluruh tubuh pasien ada bekas garukan karena gatal-gatal atau tidak 2. Auskultasi - Dengar denyut jantung apakah terdengar bunyi S1, S2, S3 serta S4 - Dengarkan bunyi peristaltik usus - Dengarkan bunyi paru – paru terutama weezing dan ronchi 3. Perkusi - Perut apakah terdengar adanya shitting duilnees - Bagaimana bunyinya pada waktu melakukan perkusi 4. Palpasi - Hati: bagaimana konsistensinya, kenyal, licin dan tajam pada permukaannya, berapa besarnya dan apakah ada nyeri tekan - limpa : apakah terjadi pembesaran limpa - tungkai : apakah ada pembesaran pada tungkai 5. Pertumbuhan (berat badan, lingkar kepala) 6. Kulit : ikterus, spider angiomata, eritema palmaris, edema Mata : ikterik
19
11. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis 2. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer dan sekunder 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gangguan pencernaan 4. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme,proses penyakit (inflamasi) 5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah distensi dan hipermotilitas gaster 6. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan salah interpretasi informasi
20
12. Intervensi No
Diagnose Keperawatan
Rencana Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil
1
Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis
NOC: 1. Pain Level 2. Pain control, 3. Comfort level Kriteria Hasil :
1.Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2.Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3.Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Intervensi NIC: Pain Management 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan 38nalge presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien 4. Ajarkan tentang teknik non
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
farmakologi
5.Tanda vital dalam rentang normal
5. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 6. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
21
No
Diagnose Keperawatan
Rencana Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil
2
Resiko
infeksi
berhubungan
dengan
NOC :
1. Immune Status
Intervensi NIC Infection Control (Kontrol infeksi)
ketidakadekuatan pertahanan
2. Knowledge : Infection control
1. Batasi pengunjung bila perlu
primer dan sekunder
3. Risk control
2. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
Kriteria Hasil :
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
3. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor
4. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,
3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
kperawtan
5. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat 6. Berikan terapi antibiotik bila perlu Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
4. Jumlah leukosit dalam batas normal
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat
2. Monitor hitung granulosit, WBC 3. Monitor kerentanan terhadap infeksi 4. Berikan perawatan kulit pada area epidema 5. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainas
22
No
Diagnose Keperawatan
Rencana Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil
3
Ketidakseimbangan
NOC :
nutrisi kurang dari kebutuhan 1. Nutritional Status : food and Fluid Intake berhubungan gangguan pencernaan
dengan 2. Nutritional Status : nutrient Intake
3. Weight control Kriteria Hasil :
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Intervensi NIC: Pain Management 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan 38nalge presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Mampumengidentifikasi kebutuhan nutrisi
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi
untuk mengetahui pengalaman nyeri
5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
pasien 4. Ajarkan tentang teknik non farmakologi 5. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
23
6. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
No
Diagnose Keperawatan
Rencana Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil
4
Hipertermi dengan
berhubungan
peningkatan
laju 1. Thermoregulation
metabolisme,proses penyakit (inflamasi)
NOC :
Kriteria Hasil :
Intervensi NIC Fever treatment
1. Monitor suhu sesering mungkin
1. Suhu tubuh dalam rentang normal
2. Monitor IWL
2. Nadi dan RR dalam rentang normal
3. Monitor warna dan suhu kulit
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing,
4. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
merasa nyaman
5. Monitor penurunan tingkat kesadaran 6. Monitor WBC, Hb, dan Hct 7. Monitor intake dan output 8. Berikan anti piretik 9. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam 10. Selimuti pasien 11. Berikan cairan intravena 12. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila 13. Tingkatkan sirkulasi udara Temperature regulation
24
1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam 2. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu 3. Monitor TD, nadi, dan RR 4. Monitor warna dan suhu kulit 5. Monitor tanda-tanda hipertermi
No
Diagnose Keperawatan
Rencana Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil
5
Kekurangan volume cairan
NOC:
berhubungan dengan muntah 1. Fluid balance
Intervensi NIC : Fluid management
distensi dan hipermotilitas 2. Hydration
1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
gaster.
2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
3. Nutritional Status : Food and Fluid Intake Kriteria Hasil :
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal 3. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
3. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
4. Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
5. Monitor vital sign 6. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian 7. Kolaborasi pemberian cairan IV
7. Monitor status nutrisi 8. Berikan cairan 9. Berikan diuretik sesuai interuksi
25
10. Berikan cairan IV pada suhu ruangan 11. Dorong masukan oral 12. Berikan penggantian nesogatrik sesuai output 13. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan 14. Tawarkan snack dan jus buah
No
Diagnose Keperawatan
Rencana Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil
6
Kurang tentang
pengetahuan
Intervensi
NOC :
NIC : Teaching :
penyakit 1. Kowlwdge : disease process
berhubungan dengan salah 2. Kowledge : health Behavior interpretasi informasi
Kriteria Hasil :
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
disease Process
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat 5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
26
7. Hindari harapan yang kosong 8. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
27
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Sjamsul. 2010. Deteksi dini kolestasis neonatal. Divisi Hepatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR. Surabaya. Benchimol EI, Walsh CM, Ling SC. Early diagnosis of neonatal cholestatic jaundice: test at 2
weeks. In: Clinical Review Canadian Family
Physician Vol. 55. Canada; 2009. p.1185-1189. Bulecchek. G. 2013. Nursing Intervensions Clasification (NIC). Edisi Kelima. Elsivers. Singapura.
28
FORMAT PENGKAJIAN DI RUANG PEDIATRIC INTENSIVE CARE UNIT Tanggal Pengkajian :19 Februari 2019
I.
IDENTITAS A Data Klien Nama
: By. M. I
Tempat tanggal lahir
: Banjarmasin, 16 April 2018
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 10 bulan 3 hari
No. RM
: 138.85.xx
Diagnosa
: P/O internal adhesiolisis + biopsi
hepar (Hari ke 2) Tanggal MRS
: 05/02/2019
Tanggal Pengkajian
: 19 Februari 2019 jam 11.00 wita
B Data Orang Tua
II.
Nama ayah/ibu
: Tn. R/Ny. M
Pendidikan Terakhir ayah
: SMP
Pekerjaan ayah
: Swasta
Pendidikan terakhir ibu
: SMP
Pekerjaan ibu
: IRT
Alamat
: Jl. Pangeran RT XX, RW xx
Suku
: Banjar
Agama
: Islam
RIWAYAT SEKARANG Keluhan utama masuk rumah sakit : Ibu klien mengatakan “seluruh tubuh klien berwarna kuning”.
29
Sebelum masuk rumah sakit
:
Ibu klien mengatakan “ sebelumnya klien sudah pernah dioperasi karena penyempitan usus saat umur 41 hari, sekitar 5-6 bulan kemudian perut klien tampak membesar, tampak kuning pada seluruh tubuh, serta minum susu muntah. Setelah itu klien dibawa ke IGD RSUD Ulin Banjarmasin dan dianamnesa oleh perawat dengan hasil keluhan kuning pada seluruh tubuh sejak 15 hari SMRS kuning pertama kali muncul dari mata kemudian ke seluruh tubuh. Klien juga mengalami bengkak pada wajah dan seluruh tubuh. Awalnya perut yang terlihat membesar dan kembung sejak 1 bulan SMRS dan BAB berwarna putih sejak lahir. Klien memiliki riwayat BBLR dengan berat 2100 gram. Setelah itu klien dimasukan ke PICU selama seminggu dan dipindahkan ke ruang Tulip 1 atau Bedah Umum selama seminggu untuk menunggu jadwal operasi. Kemudian pada hari senin tanggal 18/02/2019 dilakukan operasi internal adhesiolysis dan biopsi hepar pada klien. Pada tanggal 19/02/2019 klien kembali dimasukan ke ruang PICU dan dikaji oleh perawat didapatkan data kesadaran kien compos mentis, sklera ikterik, perut masih agak besar, tampak luka bekas operasi tertutup kassa, terpasang drain (+/+), dan kateter urine.
Saat pengkajian : Ibu klien mengatakan “klien rewel menangis, ada luka operasi di perut klien, perut klien masih membesar dan tubuh serta mata berwarna kekuningan.”
III.
RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA Riwayat kesehatan keluarga
:
Ibu klien mengatakan “ didalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit serupa dengan klien tetapi nenek, ayah, dan ibu menderita penyakit hipertensi untuk penyakit menular seperti TBC tidak ada”.
30
Genogram
Keterangan:
Laki-Laki
-----
Perempuan
: tinggal satu rumah
: klien
Meninggal
IV.
PEMERIKSAAN FISIK A Keadaan umum : lemah dan wajah tampak meringis. B Tingkat Kesadaran : Compos Mentis C GCS : E4V5M6 D Tanda vital : Suhu
: 36,9°C
Nadi
: 124 x/menit
Pernapasan
: 45 x/menit
Tekanan Darah
:
Saturasi Oksigen
: 98% tanpa oksigen
31
E BB
: 7,5 kg
F TB
: 63 cm
G Nyeri : 4 (nyeri sedang) menggunakan pengkajian nyeri FLACC
H B1 Breathing : Frekuensi Pernapasan : 45 x/menit Bunyi napas
: vesikuler
Refleks Batuk
: ada refleks batuk
Inspeksi
: bentuk dada normal, pergerakan dinding
dada simetris,tidak ada luka, tidak ada retraksi dinding dada.
I
J
Palpasi
: tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi
: sonor pada dada
Auskultasi
: tidak ada bunyi nafas tambahan
B2 Blood : Frekuensi nadi
: 124x/menit
CRT
: 2 detik
Palpitasi
: tidak ada palpitasi
Inspeksi
: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: ictus cordis teraba
Perkusi
: pekak
Auskultasi
: S1,S2 Tunggal
B3 Brain : Pengkajian FOUR SCORE Eyes
: 4 = kelopak mata terbuka dan mengikuti arah
Motorik
: 4 tangan mengepal
Refleks batang otak
: 4 terdapat refleksi pupil dan kornea
Respirasi
: 4 = pola nafas reguler, tidak terintubasi
32
Rambut dan kepala
: kepala tampak bersih, tidak ada lesi,
distribusi rambut normal dan merata Kaku Kuduk
: tidak ada kaku kuduk
Posisi bola mata
: simetris
Konjungtiva
: tampak anemis
Kornea
: tampak jernih
Sklera
: tampak ikterik
Pupil
: respon terhadap cahaya, daimeter pupil 2
cm.
K B4 Bladder : Frekuensi BAK
: terpasang dower cateter
Jumlah urin
: ± 50 cc
Warna urin
: kuning pekat
Penggunaan alat
: penggunaan alat bantu dower
cateter Kondisi blast
: tidak terasa penuh
Tanggal defekasi terakhir
: 18 Februari 2019
Frekuensi BAB
: 1 kali sehari
Konsistensi
: lunak
Warna
: putih
Penggunaan alat bantu
: tidak ada penggunaan alat bantu
L B5 Bowel : Penilaian Nausea dengan Barf Scale
33
Skor nausea
:0
Intake makanan sebelum sakit Makanan SMRS
: ibu klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit
klien makan makanan bubur sun atau bubur buatan. Makan 3 kali sehari. MRS
: saat masuk rumah sakit klien diberikan diet cairan
P6 8x60 cc dan B5 2x50 cc. Pada saat pengkajian klien puasa (tidak makan) karna post operasi Minuman SMRS
: ibu klien mengatakan klien mengkonsumsi susu
formula 6 kali sehari. MRS
: saat masuk rumah sakit klien diberikan diet cairan
P6 8x60 cc dan B5 2x50 cc. Pada saat pengkajian klien puasa (tidak makan) karna post operasi
Nafsu makan SMRS
: ibu klien mengatakan nafsu makan sebelum
rumah sakit tinggi MRS
: ibu klien mengatakan nafsu makan menurun dari
sebelum masuk rumah sakit
Pemeriksaan abdomen Inspeksi
: kulit abdomen : perut masih nampak besar dengan
34
lingkar perut: perut 30 cm , turgor kulit baik, terlihat ikterikdi perut dan diseluruh badan. Terdapat luka post operasi pada bagian bawah abdomen, luka sepanjang ± 11 cm tertutup kain kassa, terpasang drain pada kiri dan kanan abdomen, total cairan yang keluar dari drain ± 150 cc. Auskultasi
: bunyi bising usus belum ada
Palpasi
: terdapat nyeri tekan karna luka post operasi
Perkusi
: terdengar timpani
M B6 Bone
V.
Rentang gerak
: gerak kurang aktif
Bentuk tulang belakang
: Normal
Obat-Obatan No.
Nama Obat
Dosis/Rute
Indikasi
1
Cefotaxime
2x350 mg
Mengobati infeksi bakteri
IV
atau mencegah infeksi bakteri sebelum, selama atau setelah pembedahan tertentu
2
PCT
4x100 mg
Terapi
jangka
pendek
untuk nyeri sedang, sesudah operasi, demam 3
Infus D5 ¼ NS
750cc/24 jam Penyakit
penyimpanan
glikogen, intoleransi terhadap sukrosa, gagal ginjal, sirosis hati, tes toleransi glukosa, kadar natrium yang rendah, kadar kalium rendah, kadar
35
magnesium rendah, tingkat kalsium rendah, darah dan kehilangan cairan
36
PEMERIKSAAN
IINTERPRETAS
HASIL
NILAI RUJUKAN
SATUAN
Hemoglobin
13,6
14,0 – 18,0
g/dl
Menurun
Eritrosit
4,81
4,0 – 10,5
ribu/µl
Normal
Leukosit
21,5
4,0 – 10,5
juta/µl
Meningkat
Hematokrit
37,5
42.00 – 52.00
vol%
Menurun
Trombosit
330
150 – 450
ribu/µl
Normal
RDW-CV
17,6
11,5- 14,7
%
Meningkat
I
HEMATOLOGI
MCV, MCH, MCHC MCV
78,0
80-97
Fl
Normal
MCH
26,2
27-32
Pg
Menurun
MCHC
33,6
32-38
%
Normal
Gran %
69,9
50,0-70,0
%
Normal
Limfosit %
22,9
25,0-40,0
%
Menurun
Gran #
15,10
2,50-7,00
ribu/µl
Meningkat
Limfosit #
4,90
1,25-4,0
ribu/µl
Meningkat
MID #
1,5
0,30-1.00
ribu/µl
Normal
HITUNG JENIS
ELEKTROLIT
37
Natrium
135
135-146
mmol/l
Normal
Kalium
3,4
3,4-5,4
mmol/l
Normal
Clorida
105
95-100
mmol/l
Meningkat
I.
Pemeriksaan Penunjang Tanggal Pemeriksaan : 19-02-2019
Nama Klien
: By. M. I
38
Pemeriksaan Penunjang Tanggal Pemeriksaan : 08-02-2019 PEMERIKSAAN
Nama Klien
: By. M. I
HASIL
NILAI RUJUKAN
SATUAN
Hemoglobin
13,0
14,0 – 18,0
g/dl
Eritrosit
5,65
4,0 – 10,5
ribu/µl
Leukosit
22,0
4,0 – 10,5
juta/µl
Hematokrit
44,1
42.00 – 52.00
vol%
Trombosit
491
150 – 450
ribu/µl
RDW-CV
21,4
11,5- 14,7
%
MCV
78,1
80-97
Fl
MCH
23,0
27-32
Pg
MCHC
29,5
32-38
%
Gran %
41,4
50,0-70,0
%
Limfosit %
52,5
25,0-40,0
%
Basofil %
0,7
0,0 – 1,0
%
Eosinofil %
1,3
1,0 – 3,0
%
Monosit %
4,1
2,0 – 8,0
%
Basofil #
0,15
< 0,1
ribu/ul
HEMATOLOGI
MCV, MCH, MCHC
HITUNG JENIS
39
Eosinofil #
0,28
< 0,3
ribu/ul
Gran #
9,13
2,50-7,00
ribu/µl
Limfosit #
11
1,25-4,0
ribu/µl
Monosit #
0,90
0,30 – 1,00
ribu/ul
Natrium
138
135-146
mmol/l
Kalium
4,0
3,4-5,4
mmol/l
Clorida
110
95-100
mmol/l
Albumin
2,1
3,8 – 5,4
g/dl
Bilirubin total
9,17
0,00 – 15,00
mg/dl
Bilirubin direk
8,84
0,00 – 0,20
mg/dl
Bilirubin indirek
0,33
0,20 – 0,80
mg/dl
SGOT
222
5-34
U/L
SGPT
123
0-55
U/L
Ureum
7
0-50
mg/dl
Kreatinin
0,11
0,72-1,25
Mg/dl
ELEKTROLIT
HATI DAN PANKREAS
GINJAL
40
PATHWAY 1. 2. 3.
Proses Imunulogis BBLR Penyakit Hati
Gangguan pemebentukan dan aliran
KOLESTASIS
Penurunan aliran empedu ke usus
Kemampuan sintesa asam empedu yang rendah
Post Op adesiolisi + Biopsi Hepar
Port de entry kuman
Resiko Infeksi
Prosedur pembedahan : Terjadi Luka
Merangsang resptor nyeri
Kerusakan Intergritas Jaringan
Nyeri akut
41
ANALISA DATA
Nama Klien : By. M.I Umur
: 10 bulan 3 hari
Ruang
/Bed
No.
: PICU
DATA
1
PENYEBAB
DS :
Agen cedera fisik :
Ibu klien mengatakan bayi
prosedur bedah
MASALAH Nyeri akut
rewel menangis.
DO : -
Skala nyeri 4 (sedang) menggunakan
skala
Wong Baker Faces. -
Keadaan umum : lemah dan
wajah
tampak
meringis. -
Tanda vital : Suhu : 36,9°C Nadi : 124 x/menit Pernapasan
:
45
x/menit Tekanan Darah : -
terdapat operasi
luka pada
post bagian
bawah abdomen, luka sepanjang ± 11 cm tertutup kain kassa.
No.
DATA 2.
DS : ibu klien mengatakan ada luka operasi diperut klien
PENYEBAB Prosedur bedah
MASALAH Kerusakan integritas jaringan
42
DO : Terdapat luka post operasi pada
bagian
bawah
abdomen, luka sepanjang ± 11 cm tertutup kain kassa,
terpasang
pada
kiri
dan
drain kanan
abdomen.
No.
DATA
3.
Faktor
PENYEBAB
resiko
luka
operasi
abdomen
bagian
bawah
tertutup
kassa
sepanjang ± 11 cm, terpasang drain
pada
luka
operasi
diperut bagian bawah kiri dan kanan, leukosit = 21,5 ribu/ul
-
MASALAH Resiko infeksi
43
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Nama Klien
: By. M. I
Usia
: 10 bulan 3 hari
Ruang/Bed : PICU/1 Diagnosa
: Nyeri aku berhubungan dengan agen cedera fisik : prosedur bedah, ibu klien mengatakan bayi rewel
menangis”, skala nyeri 4 (sedang) menggunakan skala Wong Baker Faces, keadaan umum : lemah dan wajah tampak meringis, tanda vital : suhu : 36,9°C, nadi : 124 x/menit, pernapasan : 45 x/menit, terdapat luka post operasi pada bagian bawah abdomen, luka sepanjang ± 11 cm tertutup kain kassa.
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL Setelah
INTERVENSI 1. Kaji
dilakukan
tanda-tanda 1. Nyeri
IMPLEMENTASI
dapat
1. Memonitor
dengan
cara
nadi,
mengukur
tindakan
peningkatan tanda-
pernafasan, dan suhu
keperawatan
tanda
1
vital
dan
gelisah
sehingga
akut
penting
untuk
P = 120 x/menit
berkurang dengan
dipantau
dalam
R = 42 x/menit
kriteria hasil:
penentuan
BP=
intervensi
(12:10 wita)
selanjutnya
14:00 wita S
:
ibu
mengatakan
klien “anak
tidak rewel”
Hasil :
jam
nyeri
EVALUASI
TTV
menyebabkan
selama
vital
RASIONAL
T = 36,7°C
O: a.
Wajah masih tampak meringis
b.
Skala nyeri berkurang dari
4
(ringan)
menjadi
3
44
a. Orang mengatakan
tua 2. Lakukan pengkajian 2. Membedakan bayi
tidak rewel b. Skala
nyeri
berkurang
nyeri
secara
2. Mengkaji nyeri dengan cara c.
karakteristik khusus
komprehensif
dari
menggunakan skala nyeri
nyeri,
batas
yang nyaman
normal d. Klien tenang
P = 125 x/menit
membantu
Skala nyeri 4 (sedang)
R = 41 x/menit
membedakan nyeri
(12:20 wita)
BP=
3. Memberian lingkungan yang d.
lingkungan
yang
tenang dan nyaman dengan
tenang
akan
membatasi pengunjung
membuat
klien
merasa nyaman
tentang teknik non
meningkatkan
farmakologi:
kenyamanan
relaksasi
dan pasien.
A : Nyeri akut
Hasil :
P
Penunggu klien ada 1
keluarga 4. Tindakan ini dapat
fisik
emosional
Karakteristik nyeri :
teratasi sebagian :
Lanjutkan
intervensi
orang dan biasanya keluarga 1.
Monitor
bergantian menjaga klien
vital
(12:35 wita) 4. Ajarkan
T = 36,9°C
Hasil:
c. Tanda-tanda vital 3. Berikan lingkungan 3. Memberikan dalam
menggunakan skala FLACC
TTV :
2.
4. Mengajarkan teknik relaksasi
Lakukan
tanda-tanda
pengkajian
nyeri
secara
dengan cara menganjurkan
komprehensif
orang tua untuk menepuk 3.
Berikan
bahu
yang nyaman
dan
menggosok
paha dada
serta dengan 4.
lembut
Ajarkan tentang
Hasil:
lingkungan
keluarga teknik
non
farmakologi: relaksasi 5.
Kolaborasi pemberian Analgetik
45
Orangtua
mengikuti
instruksi dan bayi tanpak tenang (12:40 wita) 5. Kolaborasi
5. Dapat
pemberian
menghilangkan
Analgetik
nyeri, meningkatkan kenyamanan.
5. Memberikan obat analgesik (PCT 100 mg) dan
(13:00 wita)
46
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama Klien
: By. M. 1
Usai
: 10 Bulan 3 hari
Ruang/Bed
: PICU/1
Diagnosa
: Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur bedah ditandai dengan ibu klien mengatakan ada luka operasi diperut klien, terdapat luka post operasi pada bagian bawah abdomen, luka sepanjang ± 11 cm tertutup kain kassa, terpasang drain pada kiri dan kanan abdomen.
TUJUAN DAN
INTERVENSI
RASIONAL
IMPLEMENTASI
EVALUASI
KRITERIA HASIL Setelah dilakukan 1. Kaji
keadaan
tindakan
lokasi,
keperawatan
infeksi.
selama..
jam
di
luka: 1. tujuan mengkaji luka 1. Mengkaji luka lokasi,
tanda-tanda
adalah
untuk
mengetahui
keparahan,luas luka,
harapkan kerusakan
jaringan
integritas
keadaan luka
kulit
tidak
jaringan terjadi
dengan kriteria hasil :
tingkat
luka
dan
dan tanda-tanda infeksi dengan cara
abdomen,
S
:
ibu
klien
mengatakan ada luka
Hasil : Lokasi luka pada
(14.00 wita )
operasi diperut klien
serta
tidak ada tanda-tanda
O:
infeksi seperti bengkak, -
Tampak
kemerahan, dan bengkak
operasi pada bagian
(09.00 wita)
ada
luka
bawah abdomen, luka
47
1. Integritas kulit yang 2. Jaga kulit agar tetap 2. menjaga kulit agar 2. Menjaga kulit klien agar baik
dapat
bersih dan kering
tetap
dipertahankan 2. Keadaan
bersih
dan
kering agar mencegah
luka/lesi
terjadinya infeksi
sepanjang ± 11 cm
tetap bersih dan kering
tertutup kain kassa
Hasil : luka post -
Keadaa luka bersih
operasi di bersihkan jika -
Tidak terdapat tanda-
pada kulit kering dan
kotor dan perban di ganti
tanda infeksi pada
bersih
jika sudah lembab.
luka
3. Perfusi jaringan baik 4. Mampu
(09.30)
melindungi 3. Lakukan
dan mempertahankan
perawatan 3. perawatan luka sangat 3. Lakukan perawatan luka
luka
penting
kelembaban kulit 5. Menunjukan
A
proses
untuk
Hasil
:
Luka
di
mempercepat proses
bersihkan dengan nacl
penyembuhan luka
saat kotor, di tutupi
penyembuhan luka
kulit
adanya
perawatan luka
dan
adanya kemerahan Hasil
tambahan ataua tidak
: tidak ada kemerahan
mampu
melakukan
:
lokasi,
luka
keluarga 5. agar kleluarga klien 5. Mengajarkan luka
P
lanjutkan
1. Kaji keadaan luka: tanda-tanda
infeksi.
2. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
(13.30)
tentang
teratasi sebagian
agar tetap kering.
pada kulit
5. ajarkan
intergritas jaringan kulit
intervensi (1-5)
akan 4. untuk melihat apakah 4. Memonitor kulit akan
adanya kemerahan
Kerusakan
kassa dan selalu di jaga
(09.00 wita) 4. Monitor
:
3. Lakukan pada
keluarga tentang luka dan perawatan luka.
perawatan
luka 4. Monitor kulit akan adanya kemerahan
48
perawatan
luka
di
rumah secara mandiri
Hasil
di
5. ajarkan
anjarkan cara merawat
tentang
luka di rumah seperti
perawatan luka
cuci
:
klien
tangan
sebelum
membersihkan luka,
setelah
area itu
menganti perban jika sudah kotor serta selalu menjaga luka agar tetap kering dan bersih. (12.30 wita)
keluarga luka
dan
49
TINDAKAN KEPERAWATAN Nama Klien : By. M. I Usia
: 10 bulan 3 hari
Ruang/Bed : PICU/1 Diagnosa
: Resiko infeksi dengan faktor resiko luka operasi abdomen bagian bawah tertutup kassa sepanjang ± 11 cm,
terpasang drain pada luka operasi diperut bagian bawah kiri dan kanan, leukosit = 21,5 ribu/ul.
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL Setelah
dilakukan
INTERVENSI
IMPLEMENTASI
EVALUASI
tanda-tanda
1. Mengetahui tanda-
1. Mengkaji tanda-tanda infeksi
tindakan keperawatan
infeksi dan keadaan
tanda infeksi yang
dan keadaan luka dengan
S:-
selama
luka
muncul
cara inspeksi
O:
perawatan
diharapkan
infeksi
tidak
dengan
terjadi
1. Kaji
RASIONAL
serta
keadaan luka klien
Hasil :
14:00 wita
a.
Tidak ada tanda-tanda
TTV : T = 36,9°C
kriteria hasil:
infeksi seperti kemerahan,
P = 125 x/menit
a. TTV dalam rentang
panas, bengkak
R = 41 x/menit
normal b. Leukosit
(12:00 wita) dalam
rentang normal c. Keadaan luka baik, tidak
push,
2. Kaji TTV pasien
2. Memantau
2. Memonitor TTV pasien
perkembangan
Hasil :
kesehatan pasien.
TTV : T = 36,7°C
BP= b.
Hasil leukosit : 21,5 ribu/ul Tidak ada tandatanda infeksi seperti
50
pembengkakan,
P = 120 x/menit
kemerahan,
kemerahan
R = 42 x/menit
bengkak dan keadaan
BP=
luka baik
(12:10 wita) 3. Pantau hasil lab : leukosit
4. Ajarkan klien dan keluarga
untuk
mencuci
tangan
dengan sebelum
3. Untuk
A : Resiko infeksi
3. Memantau hasil lab : leukosit
merencanakan
Hasil :
intervensi
Leukosit : 21,5 ribu/ul
selanjutnya
(12:15 wita)
4. Mengurangi bakteri
mencuci
tangan
dengan
dan
kuman
benar
sebelum
kontak
benar
penyebab
infeksi
dengan klien
kontak
pada klien
bayi
mengetahui
yang
tenang
dan
batasi pengunjung
banyak
pengunjung memperbesar
dapat
tanda-tanda
infeksi dan keadaan luka 2. Monitor TTV klien
4. Anjurkan
keluarga
cara mencuci tangan dengan
untuk mencuci tangan
benar
dengan benar sebelum
sebelum
kontak
kontak dengan klien
(12:25 wita) 5. Terlalu
Pantau
leukosit
dengan klien
5. Berikan lingkungan
Lanjutkan
3. Pantau hasil lab :
Hasil : Keluarga
:
intervensi : 1.
4. Mengajarkan keluarga untuk
dengan klien dan
tidak terjadi P
transmisi
panas,
5. Memberikan yang
tenang
pengunjung Hasil :
5. Pertahankan lingkungan dan
batasi
lingkungan tenang
dan
pengunjung
yang batasi
51
terjadinya
infeksi
pada klien
Penunggu klien ada 1 orang dan biasanya keluarga
dokter
bergantian menjaga klien
pemberikan
(12:35 wita) 6. Kolaborasi dokter pemberikan antibiotik terapi.
dengan untuk obat sesuai
6. Mencegah
6. Kolaborasi
infeksi
6. Memberikan obat antibiotik
dan untuk proses
(cefotaxime 1vial diencerkan
penyembuhan
dengan aquades diambil 750
pasien
cc) (13:00 wita)
antibiotik terapi.
dengan untuk obat sesuai
52
CATATAN PERKEMBANGAN Nama Klien: By. M.I
Usia: 10 bulan 3 hari
Ruang/Bed: PICU/1
Hari/tanggal
Evaluasi Pagi
Rabu, 20/02/2019
Sore
S = ibu klien mengatakan “anak masih kadang rewel” O= a. Wajah
masih
tampak
meringis
c. TTV : T = 36,8°C, P = 123x/menit, R = 42 x/menit A = Nyeri akut teratasi sebagian
Malam S = ibu klien mengatakan “anak
“anak sudah terkadang masih
terkadang masih rewel dan
rewel”
menagis”
O=
O= masih
tampak
meringis
Lanjutkan
intervensi (1,2,3,4,5) I=
b. Skala nyeri 3 (ringan)
1. Memonitor
tanda-tanda
vital 2. Melakukan
125x/menit,
R
=
44
nyeri secara komprehensif
A = Nyeri akut teratasi sebagian
(ringan) c. TTV : T = 36,8°C, P =
A = Nyeri akut teratasi sebagian
=
Lanjutkan
intervensi (1,2,3,4,5)
1. Memonitor vital
tampak
125x/menit, R = 41 x/menit
I= pengkajian
masih
b. Skala nyeri berkurang 3
c. TTV : T = 36,6°C, P =
P
a. Wajah meringis
x/menit =
P
S = ibu klien mengatakan
a. Wajah
b. Skala nyeri 3 (ringan)
P
Paraf
P = Lanjutkan intervensi (1,2,3,4,5) I=
tanda-tanda
1. Memonitor tanda-tanda vital 2. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
S
M
53
3. Memberikan
lingkungan
2. Melakukan
pengkajian
3. Memberikan
nyeri secara komprehensif
yang nyaman
3. Memberikan lingkungan
4. Mengajarkan
yang nyaman 4. Mengajarkan tentang
keluarga
teknik
non
farmakologi: relaksasi 6. Memberikan
yang nyaman 4. Mengajarkan
obat
tentang
analgesik (PCT 100 mg) E= a. Wajah
tentang keluarga
teknik
farmakologi: relaksasi 5. Memberikan
masih
tampak
E=
dan menangis
c. TTV : T = 36,7°C, P = 120 x/menit, R = 42 x/menit
teknik
non
5. Memberikan obat analgesik (PCT 100 mg) E= a. Wajah
masih
tampak
meringis dan menangis
a. Bayi terkadang meringis
(ringan)
keluarga
farmakologi: relaksasi
obat
analgesik (PCT 100 mg)
meringis dan menangis b. Skala nyeri berkurang 3
non
lingkungan
b. Skala nyeri 3 (ringan)
b. Skala nyeri 3 (ringan) c. TTV : T = 36,7°C, P = 124 x/menit, R = 43 x/menit
c. TTV : T = 36,7°C, P = 126 x/menit, R = 43 x/menit
Hari/tanggal
Evaluasi Pagi
Rabu, 20/02/2019
Paraf
Sore
Malam
S=-
S=-
S=-
O=
O=
O=
a. TTV : T = 36,8°C, P = 123
a. TTV : T = 36,6°C, P = 125
a. TTV : T = 36,8°C, P = 125
x/menit, R = 42 x/menit
x/menit, R = 44 x/menit
x/menit, R = 41 x/menit
b. Hasil leukosit : 21,5 ribu/ul
b. Hasil leukosit : 21,5 ribu/ul
P
S
M
54
c. Keadaan luka aik tidak ada tanda-tanda infeksi seperti kemerahan, panas, bengkak dan keadaan luka baik
b. Hasil
leukosit
:
21,5
ribu/ul
tanda-tanda infeksi seperti
c. Keadaan luka aik tidak ada tanda-tanda infeksi
A : Resiko infeksi tidak terjadi
seperti kemerahan, panas, bengkak dan keadaan luka
P
:
Lanjutkan
intervensi (1,2,3,4,5,6)
baik
tidak terjadi
1. Memantau
tanda-tanda
infeksi dan keadaan luka
hasil
lab
:
Lanjutkan
I= :
leukosit
untuk
mencuci
dengan
benar
keluarga tangan sebelum
kontak dengan klien 5. Mempertahankan
A : Resiko infeksi tidak terjadi
(1,2,3,4,5,6)
1. Memantau
tanda-tanda
infeksi dan keadaan luka 2. Memonitor TTV klien
1. Memantau
tanda-tanda
infeksi dan keadaan luka
4. Menganjurkan
dan keadaan luka baik
I=
intervensi (1,2,3,4,5,6)
2. Memonitor TTV klien 3. Memantau
P
kemerahan, panas, bengkak
P : Lanjutkan intervensi
A : Resiko infeksi
I=
c. Keadaan luka aik tidak ada
2. Memonitor TTV klien 3. Memantau hasil lab : leukosit 4. Menganjurkan
keluarga
untuk
mencuci
tangan
lingkungan yang tenang
dengan
benar
dan batasi pengunjung
kontak dengan klien
sebelum
3. Memantau
hasil
lab
:
leukosit 4. Menganjurkan untuk
mencuci
dengan
benar
keluarga tangan sebelum
kontak dengan klien 5. Mempertahankan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
55
6. Memberikan antibiotik
obat (cefotaxime
1vial diencerkan dengan aquades diambil 750 cc)
5. Mempertahankan
6. Memberikan obat antibiotik
lingkungan yang tenang
(cefotaxime
dan batasi pengunjung
diencerkan dengan aquades
6. Memberikan antibiotik
obat
1vial
diambil 750 cc)
(cefotaxime
1vial diencerkan dengan aquades diambil 750 cc) E=
E=
E=
a. TTV : T = 36,7°C, P = 120
a. TTV : T = 36,7°C, P = 126
a. TTV : T = 36,7°C, P = 124
x/menit, R = 42 x/menit
x/menit, R = 43 x/menit
x/menit, R = 43 x/menit
b. Hasil leukosit : 21,5 ribu/ul c. Keadaan luka baik tidak ada
tanda-tanda
b. Hasil
leukosit
:
21,5
ribu/ul
b. Hasil leukosit : 21,5 ribu/ul c. Keadaan luka baik tidak ada
infeksi
c. Keadaan luka baik tidak
tanda-tanda infeksi seperti
seperti kemerahan, panas,
ada tanda-tanda infeksi
kemerahan, panas, bengkak
bengkak dan keadaan luka
seperti kemerahan, panas,
dan keadaan luka baik
baik
bengkak dan keadaan luka baik
56
Hari/tanggal
Evaluasi Pagi
Rabu, 20/02/2019
Paraf
Sore
Malam
S : ibu klien mengatakan ada
S : ibu klien mengatakan ada
S : ibu klien mengatakan ada
luka operasi diperut klien
luka operasi diperut klien
luka operasi diperut klien O:
O: -
-
O:
-
Tampak luka operasi pada
Tampak luka operasi pada -
Tampak luka operasi pada
bagian
bagian bawah abdomen luka
bagian bawah abdomen
luka sepanjang ± 11 cm
sepanjang ± 11 cm tertutup
luka sepanjang ± 11 cm
tertutup kain kassa
kain kassa
tertutup kain kassa
Pada luka operasi merembes cairan A : Kerusakan intergritas
A : Kerusakan intergritas
tanda-tanda infeksi. 2. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering 3. Lakukan perawatan luka
jaringan kulit
jaringan kulit P: P:
1. Kaji keadaan luka: lokasi,
abdomen
A : Kerusakan intergritas
jaringan kulit
P:
bawah
1. Kaji lokasi,
1. Kaji keadaan luka: lokasi, keadaan
luka:
tanda-tanda
infeksi. 2. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering. 3. Lakukan perawatan luka
tanda-tanda infeksi. 2. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering. 3. Lakukan perawatan luka 4. Monitor kulit akan adanya kemerahan
P
S
M
57
4. Monitor kulit akan adanya
4. Monitor
kemerahan
kulit
akan
5. ajarkan keluarga tentang
adanya kemerahan
5. ajarkan keluarga tentang
luka dan perawatan luka
5. ajarkan keluarga tentang
luka dan perawatan luka
luka dan perawatan luka I:
I:
1. Mengkaji
1. Mengkaji keadaan luka: lokasi,
I:
lokasi, tanda-tanda infeksi.
lokasi,
2. Menjaga kulit agar tetap bersih dan kering
tanda-tanda
infeksi.
perawatan
3. Melakukan perawatan luka
bersih dan kering. 3. Melakukan
4. Memonitor kulit akan adanya kemerahan
perawatan 5. Mengajarkan
kulit
keluarga
akan
luka
adanya kemerahan
dan 5. Mengajarkan tentang
keluarga
luka
perawatan luka E: Keadaan luka yang basah menjadi tampak kering
akan
tentang luka dan perawatan
4. Memonitor
perawatan luka
-
kulit
adanya kemerahan
luka
5. Mengajarkan keluarga luka
bersih dan kering.
2. Menjaga kulit agar tetap 4. Memonitor
luka
tentang
luka:
tanda-tanda 1. Mengkaji keadaan luka: 2. Menjaga kulit agar tetap
infeksi.
3. Melakukan
keadaan
dan
E: -
Keadaan luka bersih
-
Tidak
E: -
Keadaan luka bersih
ada
tanda-tanda
infeksi -
Perfusi jaringan baik
58
-
Perfusi jaringan baik
-
Tidak ada tanda-tanda infeksi
-
Perfusi jaringan baik
59
BAB IV PEMBAHASAN
Asuhan Keperawatan pada klien dengan post operasi internal adhesiolisis + biopsi hepar atas indikasi kolestasis dilakukan berdasarkan tahapan asuhan keperawatan dimulai dengan pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, penyusunan rencana tindakan, implementasi, dan evaluasi. Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara serta mencari data sekunder dan catatan medis (status). Data yang terkumpul kemudian diolah dan dianalisis sehingga masalah keperawatan dapat diprioritaskan. Selanjutnya menyusun perencanaan untuk mengatasi
masalah-masalah
tersebut.
Implementasi
kemudian
dilakukan
berdasarkan perencanaan yang telah disusun. Setelah intervensi dilakukan berikutnya adalah melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien. A. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan diagnosis keperawatan. Pengkajian dilakukan pada By. M.I pada tangggal 19 Februari 2019. Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan ibu klien. Pengkajian dilakukan berdasarkan teori dan format yang telah disediakan, dalam pelaksanaannya mahasiswa hanya menggunakan format pengkajian keperawatan Pediatrik Intensive Care Unit. Adapun hasil pengkajian yang didapat adalah sebagai berikut : 1. Usia Menurut Nelson, 2014 kolestasis dapat terjadi pada semua orang tanpa dibatasi usia, tetapi bayi-bayi yang baru lahir masih merupakan golongan usia yang paling sering mengalami kolestasis.kejadian kolestatis meningkat pada bayi-bayi dengan usia kehamilan kurang bulan dan bayi berat lahir rendah, karna berhubungan dnegan gangguan dari fungsi hati.
60
Faktor resiko lain yang berhubungan dengan kolestasis adalah bayi-bayi yang mengalami sepss berulang dan pemberian nutrisi secara parenteal. Berdasarkan pengkajian pada tanggal 19 Februari 2019 didapatkan klien By. M.I berusia 10 bulan 3 hari. Kategori kelompok usia klien sejalan dengan Welson dimana By. M.I memiliki riwayat berat lahir rendah dengan berat 2100 gram dan memiliki riwayat penyakit atresia doudenum pada saat klien berumur 1,5 bulan. 2. Jenis Kelamin Berdasarkan Kyle Terri, 2015 perempuan memiliki peluang yang lebih tinggi dibandingkan laki laki. Rasio pada bayi perempuan dan bayi laki-laki adalah 2 : 1. Berdasarkan pengkajian pada tanggal 19 Februari 2019 didapatkan klien By. M.I berjenis kelamin, hal ini tidak sejalan dengan.... yang mengatakan bahwa bayi perempuan memiliki peluang lebih besar menderita kolestasis dibanding laki-laki. Akan tetapi menurut Nelson kasus kolestasis yang dijumpai pada masyarakat jika dibandingkan antara laki-laki dan perempuan perbandingannya relatif sama. 3. Keadaaan Umum Keadaan umum pada pasien adalah dilihat dari kesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, serta keadaan fisik klien. Berdasarkan pengkajian pada tanggal 19 Februari 2019 didapatkan data klien tampak rewel menangis, perut klien masih membesar dan tubuh serta mata berwarna kekuningan, klien tampak lemah dan wajah tampak meringis, tingkat kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4V5M6, Tanda vital : Suhu : 36,9°C, Nadi : 124 x/menit, Pernapasan : 45 x/menit, tekanan darah : , saturasi oksigen : 98% tanpa oksigen, skala
nyeri : 4 (nyeri sedang) dengan menggunakan
pengkajian nyeri FLACC. Alasan keadaan umum harus dilakukan pemeriksaan adalah karena perawat harus melakukan validasi data dari kondisi terkini pasien dan menyesuaikan dengan keluhan pasien. Keadaan umum pasien yang sudah terkaji memudahkan perawat menegakkan intervensi keperawatan guna memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan professional
61
sehingga membantu pasien dalam pemulihan dengan rentang waktu minimal. 4. Riwayat Penyakit Sekarang Berdasarkan pengkajian pada tanggal 19 Februari 2019 didapatkan data bahwa Ibu klien mengatakan “ sebelumnya klien sudah pernah dioperasi karena penyempitan usus saat umur 41 hari, sekitar 5-6 bulan kemudian perut klien tampak membesar, tampak kuning pada seluruh tubuh, serta minum susu muntah. Setelah itu klien dibawa ke IGD RSUD Ulin Banjarmasin dan dianamnesa oleh perawat dengan hasil keluhan kuning pada seluruh tubuh sejak 15 hari SMRS kuning pertama kali muncul dari mata kemudian ke seluruh tubuh. Klien juga mengalami bengkak pada wajah dan seluruh tubuh. Awalnya perut yang terlihat membesar dan kembung sejak 1 bulan SMRS dan BAB berwarna putih sejak lahir. Klien memiliki riwayat BBLR dengan berat 2100 gram. Setelah itu klien dimasukan ke PICU selama seminggu dan dipindahkan ke ruang Tulip 1 atau Bedah Umum selama seminggu untuk menunggu jadwal operasi. Kemudian pada hari senin tanggal 18/02/2019 dilakukan operasi internal adhesiolysis dan biopsi hepar pada klien. Pada tanggal 19/02/2019 klien kembali dimasukan ke ruang PICU dan dikaji oleh perawat didapatkan data kesadaran kien compos mentis, sklera ikterik, perut masih agak besar, tampak luka bekas operasi tertutup kassa, terpasang drain (+/+), dan kateter urine. Alasan riwayat penyakit sekarang harus dikaji adalah karena untuk mengetahui penyebab dari terjadinya kolestasis serta penanganan awal yang dilakukan pada saat kejadian dan komplikasi yang akan terjadi jika tidak ditangani dengan baik dan benar. 5. Riwayat Penyakit Dahulu Berdasarkan pengkajian pada tanggal 19 Februari 2019 didapatkan data bahwa ibu klien mengatakan “klien mempunyai riwayat BBLR, dan mempunyai riwayat operasi sebelumnya. Klien tidak mempunyai riwayat alergi, baik alergi obat maupun makanan serta tidak mempunyai riwayat penyakit menular dan keturunan”.
62
6. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pasien dengan post operasi internal adhesiolisis + biopsi hepar atas indikasi kolestasis meliputi breathing, blood, brain, bladder, bowel dan bone. Penulis memfokuskan pemeriksaan fisik pada pasien pada bladder dan bowel, karena pasien dengan post operasi internal adhesiolisis + biopsi hepar atas indikasi kolestasis sangat erat kaitannya dengan pemeriksaan fisk pada bladder dan bowel. Berdasarkan pengkajian pemeriksaan fisik pada By. M I pada tanggal 19 Februari 2019 didapatkan hasil Frekuensi BAK : terpasang dower cateter, jumlah urin : ± 50 cc, warna urin : kuning pekat, penggunaan alat : penggunaan alat bantu dower cateter, kondisi blast : tidak terasa penuh, tanggal defekasi terakhir : 18 Februari 2019, frekuensi BAB : 1 kali sehari, konsistensi : lunak, warna : putih, Penilaian Nausea dengan Barf Scale didapatkan hasil skor nausea : 0, Pemeriksaan abdomen : Inspeksi : perut masih nampak besar, terdapat luka post operasi pada bagian bawah abdomen, luka sepanjang ± 11 cm tertutup kain kassa, terpasang drain pada kiri dan kanan abdomen, total cairan yang keluar dari drain ± 150 cc, Auskultasi: bunyi bising usus belum ada Palpasi : terdapat nyeri tekan karna luka post operasi, Perkusi: timpani. 7. Pemeriksaan Penunjang Pada hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 19 Februari 2019 didapatkan nilai Leukosit mengalami peningkatan (value = 21,5 ribu/µl), RDW-CV mengalami peningkatan (value = 17,6 %), Granulosit mengalami peningkatan (15,10 ribu/µl). Sedangkan hemoglobin mengalami penurunan (12,6 gram/µl), hematokrit mengalami penurunan (value = 37,5 %), trombosit mengalami penurunan (value = 330 %) Alasan kenapa nilai pemeriksaan darah lengkap (Leukosit) mengalami peningkatan yaitu karena adanya luka post operasi internal adhesiolisis + biopsi hepar. Hasil lab RDW-CV meningkat mengindikasikan ukuran eritrosit yang heterogen, keadaan ini disebut anisositosis, ditemukan
63
pada anemia defisiensi besi, asal folat B12. Hasil lab granulosit meningkat mengindikasikan tubuh melawan infeksi bakteri. Nilai pemeriksaan darah lengkap hemoglobin, hematokrit, trombosit mengalami penurunan dikarenakan pengeluran darah yang berhubungan dengan tindakan operasi. B. Diagnosa Keperawatan Menurut Nanda Nic-Noc (2015), yaitu : 1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Faktor yang berhubungan : faktor biologis, faktor ekonomi, gangguan psikososial, ketidakmampuan makan, ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien dan kurang asupan makanan. 2. Kerusakan integritas kulit Faktor yang berhubungan : agens farmaseutikal, cedera kimiawi kulit, faktor mekanik, hipertermia, hipotermia, kelembapan, lembab, terapi radiasi, usia ekstrem, gangguan metabolisme, gangguan pigmentasi, gangguan sensasi, gangguan sirkulasi, gangguan turgor kulit, gangguan volume cairan, imunodefisiensi, nutrisi tidak adekuat, perubahan hormonal, tekanan pada tonjolan tulang. 3. Risiko keterlambatan tumbuh kembang. Faktor resiko : asuhan prenatal tidak adekuat, gangguan endokrin, gangguan genetik, infeksi, kehamilan yang tidak diinginkan, nutrisi tidak adekuat, penyalahgunaan zat, perawatan prenatal yang telat, usia ibu, cedera otak, gangguan genetik, gangguan kejang, gangguan kongenital, gangguan perilaku, kegagalan untuk tumbuh, penyakit kronis, prematuritas. Diagnosa keperawatan yang sesuai dengan klien yaitu : 1. Nyeri akut berhubungan dengan: agen cedera (mis, biologis, fisik, kimiawi, psikilogis) 2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur bedah 3. Resiko infeksi dengan faktor resiko: malnutrisi, penyakit kronis, prosedur invasif, Gangguan integritas kulit, KPD, Pecah ketuban lambat, Imunosupresi, Leukopenia, Penurunan Hb, Vaksinasi tidak adekuat.
64
Berdasarkan pengkajian pada hari selasa, 19 Februari 2019 didapatkan masalah keperawatan klien, yaitu : 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan ibu klien mengatakan “bayi rewel menangis, skala nyeri 4 (sedang) menggunakan skala Wong Baker Faces, keadaan umum : lemah dan wajah tampak meringis, tanda vital : suhu : 36,9°C, nadi : 124 x/menit, pernapasan : 45 x/menit, terdapat luka post operasi pada bagian bawah abdomen, luka sepanjang ± 11 cm tertutup kain kassa. Diagnosa keperawatan nyeri akut diletakkan pada diagnosa prioritas pada kasus By. M.I dikarenakan nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Nyeri harus segera diatasi karena dapat menimbulkan perubahan pada aspek psikologis (ansietas, depresi), dan gangguan aktifitas dasar sehari-hari, dimana nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau digambarkan dalam ragam yang menyangkut kerusakan atau sesuatu yang digambarkan dengan terjadinya kerusakan (Muttaqin, 2011). Nyeri akut harus segera diatasi dan dapat diatasi/berkurang dengan manajemen nyeri farmakologis dan non farmakologis dalam waktu yang tidak lama tergantung kondisi/keadaan penyebab nyeri tersebut. Oleh karena efisiensi waktu dalam penanganan masalah keperawatan, maka dari itu diagnosa keperawatan nyeri akut diangkat sebagai diagnosa pertama pada klien By. M.I. 2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur bedah Diagnosa keperawatan resiko infeksi diletakkan pada diagnosa kedua pada kasus By. M.I dikarenakan klien sudah menjalani operasi sehingga perlu untuk menjaga luka serta keadaan kulit maupun jaringan agar tetap bersih, menutup dengan sempurna dan mencegah luka operasi yang kurang baik dan menghindarkan infeksi yang mungkin terjadi tindakan ini harus mendapat perhatian yang tepat agar perburukan keadaan luka tidak terjadi.
65
3. Resiko infeksi dengan faktor resiko luka operasi abdomen bagian bawah tertutup kassa sepanjang ± 11 cm, terpasang drain pada luka operasi diperut bagian bawah kiri dan kanan, leukosit = 21,5 ribu/ul. Diagnosa keperawatan resiko infeksi diletakkan pada diagnosa ketiga pada kasus By. M.I dikarenakan infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit, baik ringan sampai dengan berat. Resiko infeksi sangat perlu mendapat perhatian dan penanganan yang tepat agar kemungkinan terjadinya masalah tersebut berkurang bahkan tidak terjadi tergantung dari perilaku tenaga kesehatan dalam menghindari masalah tersebut agar perburukan kondisi tidak terjadi. Penentuan prioritas diagnosa keperawatan berdasarkan tingkat kegawatan yaitu mengancam nyawa. Tingkat kegawatan mengancam nyawa yang terbagi menjadi beberapa prioritas diantaranya prioritas tinggi, prioritas sedang, dan prioritas rendah. Prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam kehidupan (nyawa seseorang) sehingga perlu dilakukan tindakan terlebih dahulu seperti masalah bersihan jalan nafas. Prioritas sedang yaitu menggambarkan situasi yang tidak gawat dan tidak mengancam hidup klien seperti masalah hygiene perseorangan. Prioritas rendah yaitu menggambarkan situasi yang tidak berhubungan langsung prognosis dari suatu penyakit yang secara spesifik seperti masalah keuangan atau lainnya (Carpenito, 2009). C. Intervensi Intervensi keperawatan adalah rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada klien. Intervensi keperawatan dilakukan pada tanggal 19 Februari 2019. Intervensi keperawatan disusun berdasarkan prioritas masalah yang ditemukan pada klien. Intervensi keperawatan dibuat berdasarkan permasalahan
keperawatan
yang
ditemukan.
Adapun
masalah
yang
diprioritaskan yaitu : 1. Nyeri Akut Menurut Zakiyah (2015), nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu mulai terjadinya nyeri/masalah nyeri sampai masalah nyeri teratasi dan berlangsung tidak melebihi 6 bulan. Serangan mendadak pada daerah
66
yang dirasakan adanya nyeri. Biasanya dapat dan ditandai dengan peningkatan tegangan otot, cemas sehingga meningkatkan persepsi nyeri dan gejala-gejala perilaku memberikan kemungkinan untuk mengkaji kebiasaannya dalam mengalami nyeri. Nyeri akut biasanya terjadi apabila terdapat luka/kerusakan jaringan kulit. Kerusakan ini biasanya terjadi akibat trauma, luka operasi, laserasi, dan lain sebagainya. Tetapi ketika jaringan yang terkena ini akan mengalami proses penyembuhan, maka nyeri yang dirasakan juga akan berkurang atau hilang. Intervensi keperawatan disusun berdasarkan prioritas masalah yang ditemukan pada klien. Intervensi keperawatan
dibuat
berdasarkan
permasalahan
keperawatan
yang
ditemukan pada klien dan disesuaikan dengan kondisi serta fasilitas yang tersedia di Rumah Sakit. Dalam pelaksanaan implementasi keperawatan diberikan target waktu 1 x 60 menit waktu yang digunakan selama dinas di ruangan. Intervensi disusun berdasarkan buku panduan Nanda Nic-Noc (2015). Menurut Nanda Nic-Noc (2015), pada diagnosa nyeri akut memiliki tujuan dengan kriteria hasil orang tua mengatakan bayi tidak rewel, skala nyeri berkurang, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien tenang Berdasarkan pengkajian yang didapat pada hari Selasa, 19 February 2019, pada klien By. M.I didapatkan keluhan, ibu klien mengatakan bayi rewel menangis klien. Intervensi yang direncanakan pada diagnosa keperawatan nyeri akut adalah kaji tanda-tanda vital, kaji skala nyeri yang di rasakan pasien, berikan posisi yang nyaman bagi pasien, ajarkan teknik relaksasi dan distraksi pada pasien, batasi pengunjung,
kolaborasi
pemberian terapi medikasi sesuai indikasi. Alasan penetapan intervensi pada diagnosa nyeri akut dilandasi dengan teori dari Nanda Nic-Noc dan disesuaikan dengan kondisi dan keadaan yang dialami pasien selama di RS. Manajemen nyeri farmakologis dan manajemen nyeri non farmakologis diharapkan mampu menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Skala nyeri 4
(sedang)
menggunakan skala Wong Baker Faces, keadaan umum : lemah dan wajah tampak meringis, tanda vital : suhu : 36,9°C, nadi : 124 x/menit, pernapasan
67
: 45 x/menit, terdapat luka post operasi pada bagian bawah abdomen, luka sepanjang ± 11 cm tertutup kain kassa. 2. Kerusakan integritas jaringan Menurut Nanda Nic-Noc (2015), kerusakan integritas jaringan adalah cedera pada jaringan mukosa, kornea, sistem integumen, fascia muskular, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, dan/atau ligamen. Berdasarkan pengkajian yang didapat pada hari senin Selasa, 19 Februari 2019, pada By. M.I dilakukan intervensi : kaji keadaan luka: lokasi,jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi, jaga kulit agar tetap bersih dan kering, lakukan perawatan luka, monitor kulit akan adanya kemerahan, ajarkan keluarga tentang luka dan perawatan luka 3. Resiko infeksi Menurut Nanda Nic-Noc (2015), resiko infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit. Pada diagnosa resiko infeksi memiliki tujuan dengan kriteria hasil klien: klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal, menunjukkan perilaku hidup sehat, status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal. Berdasarkan pengkajian yang didapat pada hari senin Selasa, 19 Februari 2019, pada By. M.I didapatkan resiko infeksi dengan faktor resiko luka operasi abdomen bagian bawah tertutup kassa sepanjang ± 11 cm, terpasang drain pada luka operasi diperut bagian bawah kiri dan kanan, leukosit = 21,5 ribu/ul. D. Implementasi Implementasi adalah tindakan nyata dari intervensi atau rencana keperawatan. Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi yang telah dibuat sebelumnya. Implementasi keperawatan dilaksanakan pada tanggal 19 Februari 2019. Adapun diagnosa yang dilakukan adalah : 1. Nyeri Akut Memonitor TTV dengan mengukur cara nadi, pernafasan, dan suhu (T = 36,7°C, P = 120 x/menit, R = 42 x/menit, BP= ), Mengkaji nyeri
68
dengan cara menggunakan skala FLACC (Skala nyeri 4 (sedang)), Memberikan lingkungan yang tenang dan nyaman dengan membatasi pengunjung (penunggu klien ada 1 orang dan biasanya keluarga bergantian menjaga klien, Mengajarkan teknik relaksasi dengan cara menganjurkan orang tua untuk menepuk bahu dan paha serta menggosok dada dengan lembut (Orangtua mengikuti instruksi dan bayi tanpak tenang), kolaborasi memberikan obat analgesik (PCT 100 mg) Implementasi pada diagnosa keperawatan nyeri akut ini dapat dilakukan dengan baik, sesuai yang diharapkan, keluarga klien mampu melakukan hal yang sudah diajarkan, injeksi yang diberikan sesuai waktu pemberian, dan keluarga klien kooperatif. 2. Kerusakan integritas jaringan Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi yang telah dibuat sebelumnya. Implementasi dilaksanakan yaitu mengkaji luka lokasi, jaringan nekrotik dan tanda-tanda infeksi, menjaga kulit klien agar tetap bersih dan kering, melakukan perawatan luka bersih dengan menggunakan dressing set dan Nacl, memonitor kulit akan adanya serta mengajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka. 3. Resiko infeksi Berdasarkan pengkajian yang didapat pada hari senin Selasa, 19 Februari 2019, pada klien By. M.I didapatkan resiko infeksi dengan faktor resiko luka operasi abdomen bagian bawah tertutup kassa sepanjang ± 11 cm, terpasang drain pada ]luka operasi diperut bagian bawah kiri dan kanan, leukosit = 21,5 ribu/ul. Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi yang telah dibuat sebelumnya. Implementasi dilaksanakan pada diagnosa keperawatan resiko infeksi adalah Mengkaji tanda-tanda infeksi dan keadaan luka dengan cara inspeksi (Tidak ada tanda-tanda), Memantau hasil lab : leukosit (Leukosit : 21,5 ribu/ul), Mengajarkan keluarga untuk mencuci tangan dengan benar sebelum kontak dengan (Keluarga mengetahui cara mencuci tangan dengan benar sebelum kontak dengan klien), Memberikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung (Penunggu klien ada 1 orang dan biasanya keluarga
69
bergantian menjaga klien), kolaborasi memberikan obat antibiotik (cefotaxime 1vial diencerkan dengan aquades diambil 750 cc) E. Evaluasi Evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteriakriteria yang dibuat pada tahap perencanaan. Hasil evaluasi dari implementasi keperawatan yang dibandingkan dengan kriteria hasil yang diharapkan. Evaluasi dari beberapa diagnosa keperawatan yang diangkat oleh mahasiswa adalah sebagai berikut : 1. Nyeri Akut Hasil evaluasi didapatkan diagnosa keperawatan nyeri akut dan dilakukan implementasi sesuai intervensi yang telah disusun, didapatkan evaluasi ibu klien mengatakan anak tidak rewel, obyektif
Wajah masih tampak
meringis, Skala nyeri berkurang dari 4 menjadi 3 (ringan), TTV : T = 36,9°C, P = 125 x/menit, R = 41 x/menit, BP= . Evaluasi selanjutnya dilakukan pada hari perkembangan dikarenakan analisa masalah keperawatan nyeri akut belum teratasi. Perencanaan intervensi selanjutnya pada hari perkembangan adalah Monitor tanda-tanda vital, lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif , Berikan lingkungan yang nyaman, Ajarkan keluarga tentang teknik non farmakologi: relaksasi, dan Kolaborasi pemberian Analgetik. 2. Kerusakan integritas jaringan Hasil evaluasi didapatkan diagnosa keperawatan resiko infeksi dan dilakukan implementasi sesuai intervensi yang telah disusun Terdapat luka post operasi dibagian bawah abdomen luka sepanjang ± 11 cm, luka tertutup kain kassa, terpasang drain pada kiri dan kanan abdomen. Perencanaan intervensi selanjutnya pada hari perkembangan adalah kaji keadaan luka: lokasi,jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi, jaga kulit agar tetap bersih dan kering, lakukan perawatan luka, monitor kulit akan adanya kemerahan dan ajarkan keluarga tentang luka dan perawatan luka. 3. Resiko infeksi Hasil evaluasi didapatkan diagnosa keperawatan resiko infeksi dan dilakukan implementasi sesuai intervensi yang telah disusun, didapatkan
70
evaluasi TTV (T = 36,9°C, P = 125 x/menit, R = 41 x/menit, BP= ), Hasil leukosit : 21,5 ribu/ul, Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti kemerahan, panas, bengkak dan keadaan luka baik. Evaluasi selanjutnya dilakukan pada hari perkembangan yaitu tidak ada tanda-tanda infeksi seperti dolor, kalor, tumor, rubor, fungsio laesa serta karakteristik, warna, ukuran, cairan, dan bau luka, tidak ada peningkatan tanda-tanda vital, memantau kondisi luka.
71
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Dari kasus kelompok dapat di simpulkan bahwa By. MI umur 10 bulan 3 hari dengan post operasi internal adhesiolisi + biopsi hepar atas indikasi kolesterol dirawat di ruang PICU, dengan keluhan saat pengkajian klien rewel menanggis,perut klien membesar dan tubuh serta mata berwarna kekuningan dan di dapat diagnosa nyeri akut b.d agen cidera fisik: prosedur bedah dan resiko infeksi. Dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari dan teratasi sebagian kemudian pada hari ke 3 klien di pindahkan ke ruang bedah umum untuk dilakukan perawatan selanjutnya. B. SARAN 1. Bagi Klien Dan Keluarga Diharapkan kepada klien dan keluarga dapat berpartisipasi dalam perawatan klien, keluarga dapat melakukan anjuran yang disampikan perawat dan manajemen perawatan klien yang bisa dilakukan sendiri bila pulang kerumah seperti menjaga kebersihan luka dan dibiarkan tetap kering. 2. Bagi Pihak RSUD Ulin Banjarmasin Diharapkan mampu memberikan mutu pelayanan yang optimal dan meningkatkan sumber daya manusia serta mengembangkan ilmu, wawasan dan pengetahuan seperti seminar tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan kolestasis. Pendidikan berkelanjutan bagi perawat agar lebih memahami tentang asuhan keperawatan klien dengan kolestasis. 3. Bagi Pihak Institusi STIKES Suaka Insan Diharapkan bagi pihak institusi STIKES Suaka Insan menambah buku-buku di perpustakaan tentang asuhan keperawatan dengan kasus kolestasis. 4. Bagi Mahasiswa Bagi mahasiswa diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawan pada klien kolestasis sehingga siap ketika menemukan masalah yang bersangkutan dengan kolestasis. Mahasiswa
72
tidak selalu harus belajar dari teori akan tetapi pengalaman adalah guru yang sangat berharga ketika mahasiswa berada pada lahan praktik klinis karena dengan hal itu mahasiswa mampu meningkatkan pelayanan secara holistic dan komperhensif.