Askep Kolestasis

  • Uploaded by: Fuad Hadinata
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Kolestasis as PDF for free.

More details

  • Words: 3,813
  • Pages: 21
LAPORAN PENDAHULUAN LAPARATOMY DI RUANG OK RSUD Dr. H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN

Oleh : FUAD HADINATA, S. kep 113063J118021

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN BANJARMASIN 2019

A. Pengertian Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada dinding

abdomen

hingga

ke

cavitas

abdomen.

Prosedur

ini

dapat

direkomendasikan pada pasien yang mengalami nyeri abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mengalami trauma abdomen. Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber nyeri atau akibat trauma dan perbaikan bila diindikasikan. B. Jenis 1. Midline incision Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak memotong ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan lien serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis. 2. Paramedian yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah, serta plenoktomi. Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain : merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah diperluas ke arah atas dan bawah 3. Transverse upper abdomen incision yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.

4. Transverse lower abdomen incision yaitu insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendectomy C. Indikasi 1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam) Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2009). Dibedakan atas 2 jenis yaitu : 

Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.



Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman.

2. Peritonitis Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan penyebab peritonitis tersier. 3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi) Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya

dapat berupa perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen), Intusepsi

(salah satu bagian dari usus menyusup kedalam

bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus). 4. Appendisitis 5. Tumor abdomen 6. Pancreatitis (inflammation of the pancreas) 7. Abscesses (a localized area of infection) 8. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery) 9. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the intestines) 10. Intestinal perforation 11. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus) 12. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim) 13. Internal bleeding

D. Patways Etiologi ( Trauma abdomen, Peritonitis, Perdarahan saluran pencernaan, Sumbatan pada usus halus dan usus besar, Masa pada abdomen) Laparatomi Insisi jaringan Terputusnya inkontinuitas jaringan Peradangan (kalor, dolor, rubor, tumor, fungsi laesa)

Kerusakan integritas kulit Nyeri Akut

Luka invasif post pembedahan Resiko Infeksi

Pembatasan aktivitas Kelemahan

Hambatan Mobilitas Fisik

E. Post Operasi Laparatomi Post op atau Post operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah proses pembedahan pada area abdomen (laparatomi) dilakukan. Tindakan post operatif dilakukan dalam 2 tahap yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase post operatif. Proses pemulihan tersebut membutuhkan perawatan post laparatomi. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang di berikan kepadaklien yang telah menjalani operasi pembedahan abdomen. F. Tujuan perawatan post laparatomi 

Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.



Mempercepat penyembuhan.



Mengembalikan fungsi klien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.



Mempertahankan konsep diri klien.



Mempersiapkan klien pulang.

G. Manifestasi Klinis Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya : 

Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan



Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.



Kelemahan



Mual, muntah, anoreksia



Konstipasi

H. Komplikasi 

Syok Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk metabolisme. Manifestasi Klinis : a.

Pucat

b. Kulit dingin dan terasa basah c.

Pernafasan cepat

d. Sianosis pada bibir, gusi dan lidah e.

Nadi cepat, lemah dan bergetar

f.

Penurunan tekanan nadi

g. Tekanan darah rendah dan urine pekat. 

Hemorrhagi a.

Hemoragi primer : terjadi pada waktu pembedahan

b.

Hemoragi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat

c.

Hemoragi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi oleh selang drainage. Manifestasi Klinis Hemorrhagi : Gelisah, , terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.

I. Pengkajian Keperawatan a. Respiratory Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan. b. Sirkulasi Tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler. c. Persarafan : Tingkat kesadaran. d. Balutan 1) Apakah ada tube, drainage ? 2) Apakah ada tanda-tanda infeksi? 3) Bagaimana penyembuhan luka ? e. Peralatan 1) Monitor yang terpasang. 2) Cairan infus atau transfusi. f. Rasa nyaman Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi. g. Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi. h. Data subyektif meliputi; 1) Nyeri yang sangat pada daerah perut. i. Data obyektif meliputi : 1) Napas dangkal 2) Tensi turun 3) Nadi lebih cepat 4) Abdomen tegang

5) Defense muskuler positif 6) Berkeringat 7) Bunyi usus hilang 8) Pekak hati hilang KONSEP VENTILATOR A. Pengertian Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. B. Tujuan Pemasangan Ventilator 1. Memberikan kekuatan mekanis pada sistem paru untuk mempertahankan ventilasi yang fisiologis. 2. Memanipulasi “air way pressure” dan corak ventilasi untuk memperbaiki efisiensi ventilasi dan oksigenasi. 3. Mengurangi kerja miokard dengan jalan mengurangi kerja nafas. C. Indikasi Pemasangan Ventilator 1. Pasien dengan respiratory failure (gagal napas) 2. Pasien dengan operasi tekhik hemodilusi. 3. Post Trepanasi dengan black out. 4. Respiratory Arrest. D. Macam-Macam Ventilator Menurut sifatnya ventilator dibagi tiga type yaitu: 1. Volume Cycled Ventilator. Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten. 2. Pressure Cycled Ventilator Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga

pada pasien yang setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan. 3. Time Cycled Ventilator Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan wamtu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit) Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2 E. Pemantauan pada Ventilator 1. Periksa analisa gas darah tiap 6 jam, kecuali ada perubahan seting, analisa gas darah diperiksa 20 menit setelah ada perubahan seting. Nilai standar

:

PCO2

= 35 – 45 mmHg

Saturasi O2

= 96 – 97 %

PaO2

= 80 – 100 mmHg

Bila PaO2 lebih dari 100 mmHg, maka FiO2 diturunkan bertahap 10 %. Bila PCO2 lebih besar dari 45 mmHg, maka M.V dinaikkan. Bila PCO2 lebih kecil dari 35 mmHg, maka M.V diturunkan. 2. Buat foto torax setiap hari untuk melihat perkembangan klinis, letak ETT dan komplikasi yang terjadi akibat pemasangan Ventilator. 3. Observasi keadaan kardiovaskuler pasien : denyut jantung, tekanan darah, sianosis, temperatur. 4. Auskultasi paru untuk mengetahui : -

letak tube

-

perkembangan paru-paru yang simetris

-

panjang tube

5. Periksa keseimbangan cairan setiap hari 6. Periksa elektrolit setiap hari 7. “Air Way Pressure” tidak boleh lebih dari 40 mmHg 8. “Expired Minute Volume” diperiksa tiap 2 jam 9. Usahakan selang nasogastrik tetap berfungsi.

10. Perhatikan ada tidaknya “tension pneumothorax” dengan melihat tandatanda sebagai berikut : -

gelisah, kesadaran menurun

-

sianosis

-

distensi vena leher

-

trachea terdorong menjauh lokasi “tension pneumothorax”

-

salah satu dinding torak jadi mengembang

-

pada perkusi terdapat timpani.

A. Pengkajian Primer Keluhan utama dan pengkajian tanda vital. Bantuan medis harus segera dilakukan. Lakukan pengkajian dengan menggunakan prinsip ABCDE: 1. Airway a. Kaji dan pertahankan jalan napas b. Gunakan alat bantu dalam membebaskan jalan napas jika diperlukan c. Pertimbangkan untuk merujuk ke bagian anestesi untuk dilakukan intubasi apabila tidak dapat mempertahankan jalan napas. 2. Breathing a. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter dengan tujuan mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 92%. b. Berikan oksigen dengan alirang yang tinggi melalui bag-valve-mask ventilation. c. Kaji jumlah pernapasan d. Lakukan pemeriksaan sistem penapasan e. Lakukan pemeriksaan x-ray dada 3. Circulation a. Kaji heart rate dan rhythm. b. Ukur tekanan darah c. Lakukan pemeriksaan EKG d. Pasang IV Acces (infus) 4. Disability Kaji tingkat kesaddaran dengan menggunakan AVPU. 5. Exposure Lakukan pemeriksaan kesehatan dan riwayat penyakit apabila pasien stabil. B. Pengkajian Sekunder 1. Identitas diri

Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama, alamat. 2. Riwayat penyakit/riwayat keperawatan Informasi mengenai latar belakang dan riwayat penyakit yang sekarang dapat diperoleh melalui oranglain (keluarga, tim medis lain) karena kondisi pasien yang dapat bentuan ventilator tidak mungkin untuk memberikan data secara detail. Pengkajian ini ditujukan untuk mengetahui kemungkinan penyebab atau faktor pencetus terjadinya gagal nafas/dipasangnya ventilator. 3. Keluhan Untuk mengkaji keluhan pasien dalam keadaan sadar baik, bisa dilakukan dengan cara pasien diberi alat tulis untuk menyampaikan keluhannya. Keluhan pasien yang perlu dikaji adalah rasa sesak nafas, nafas terasa berat, kelelahan dan ketidaknyamanan. Sistem tubuh, 4. Sistem pernafasan a. Setting ventilator meliputi: Mode ventilator - CR/CMV/IPPV (Controlled Respiration/Controlled Mandatory -

Ventilation/Intermitten Positive Pressure Ventilation) SIMV (Syncronized Intermitten Mandatory Ventilation) ASB/PS (Assisted Spontaneus Breathing/Pressure Suport) CPAP (Continous Possitive Air Presure)

FiO2: Prosentase oksigen yang diberikan PEEP: Positive End Expiratory Pressure Frekwensi nafas b. Gerakan nafas apakah sesuai dengan irama ventilator c. Expansi dada kanan dan kiri apakah simetris atau tidak d. Suara nafas: adalah ronkhi, whezing, penurunan suara nafas e. Adakah gerakan cuping hidung dan penggunaan otot bantu tambahan f. Sekret: jumlah, konsistensi, warna dan bau g. Humidifier: kehangatan dan batas aqua h. Tubing/circuit ventilator: adakah kebocoran tertekuk atau terlepas i. Hasil analisa gas darah terakhir/saturasi oksigen j. Hasil foto thorax terakhir 5. Sistem kardiovaskuler Pengkajian kardiovaskuler dilakukan untuk mengetahui adanmya gangguan hemodinamik yang diakibatkan setting ventilator (PEEP terlalu tinggi) atau

disebabkan karena hipoksia. Pengkajian meliputi tekanan darah, nadi, irama jantung, perfusi, adakah sianosis dan banyak mengeluarkan keringat. 6. Sistem neurologi Pengkajian meliputi tingkat kesadaran, adalah nyeri kepala, rasa ngantuk, gelisah dan kekacauan mental. 7. Sistem urogenital Adakah penurunan produksi urine (berkurangnya produksi urine menunjukkan adanya gangguan perfusi ginjal) 8. Status cairan dan nutrisi Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan status nutrisi dn cairan akan memperberat keadaan. Seperti cairan yang berlebihan dan albumin yang rendah akan memperberat oedema paru. 9. Status psycososial Pasien yang dirawat di ICU dan dipasang ventilator sering mengalami depresi mental lyang dimanifestasikan berupa kebingungan, gangguan orientasi, merasa terisolasi, kecemasan dan ketakutan akan kematian. 10. Aktifitas Gejala : - Kelemahan - Kelelahan - Tidak dapat tidur - Pola hidup menetap - Jadwal olah raga tidak teratur Tanda : - Takikardi - Dispnea pada istirahat atau aaktifitas. 11. Makanan atau cairan Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau rasa terbakar Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan 12. Higiene Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan Tanda : perubahan mental, kelemahan DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka invasif 2. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif 3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan pergerakan terbatas dari anggota tubuh.

INTERVENSI Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka invasif Tujuan: klien menunjukkan integritas kulit dalam keadaan normal. Kriteria hasil: tidak adanya tanda-tanda kerusakan integritas kulit. Intervensi : 1.

Berikan perawatan luka operasi yang bersih. Rasional : mencegah terjadinya infeksi yang dapat membuat terjadinya kerusakan integritas kulit lebih lanjut.

2.

Latih alih baring Rasional : mencegah terjadinya dekubitus

3.

Berikan sandaran atau tahanan yang lembut pada daerah- daerah yang mungkin terjadi luka dekubitus

4.

Hindari terjadinya infeksi pada luka operasi yang dapat membuat parahnya integritas kulit. Rasional : adanya infeksi dapat membuat kerusakan integritas kulit leb

5.

Pemberian antibiotik sistemik parah. Rasional : pemberian antibiotik dapat membantu membasmi bakteri sehingga infeksi kulit tidak meluas

Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif Tujuan : memenuhi kebutuhan rasa nyaman pada klien. Kriteria hasil: klien melaporkan nyeri abdomen berkurang

1. Gunakan analgetik Rasional : mengurangi rasa nyeri akibat sayatan.

2. Ajarkan teknik relaksasi pada klien.

Rasional : untuk membantu mengalihkan nyeri yang dirasakan.

3. Berikan lingkungan yang nyaman Rasional: agar pasien dapat beristirahat dengan baik.

Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif. Tujuan : klien tidak terkena infeksi Kriteria hasil: klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi. Intervensi :

1. Selalu cuci tangan setelah menyentuh klien atau benda-benda yang kemungkinan terkontaminasi serta sebelum memberikan tindakan kepada klien lain. Rasional : mencegah infeksi silang antar pasien yang dapat memperburuk keadaan pasien

2. Semua benda-benda yang terkontaminasi dibuang atau dimasukan ke dalam tempat khusus dan diberi label sebelum dilakukan dekontaminasi atau diproses ulang kembali : mencegah penyebaran kuman

3. Pastikan luka sayatan dalam keadaan tertutup. Rasional; mencegah terjadinya terpapar kuman dari luar. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan pergerakan terbatas dari anggota tubuh. Tujuan: klien dapat melakukan aktivitas dengan normal. Kriteria hasil; klien dapat berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang biasa dilakukan secara mandiri. Intervensi:

1. Bantu klien untuk melakukan aktivitas yang biasa di lakukan Rasional; membantu memenuhi kebutuhan yang biasa di lakukan secara mandiri.

2. Lakukan ROM pada anggota tubuh yang lain

Rasional: mencegah terjadinya kelemahan otot akibat pergerakan terbatas.

C. ANESTESI UMUM (GENERAL ANESTESI) 1. Pengertian Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien. Obat anestesi yang diberikan akan masuk ke dalam sirkulasi darah yang selanjutnya menyebar ke jaringan, yang pertama kali terpengaruh adalah jaringan yang banyak vaskularisasinya seperti otak, yang mengakibatkan kesadaran dan rasa sakit hilang. Kecepatan dan kekuatan anestesi dipengaruhi oleh faktor respirasi, sirkulasi, dan sifat fisik obat itu sendiri (Goodman dan Gilman, 2009). 2. Tujuan Tujuan anestesi umum adalah hipnotik, analgesik, relaksasi dan stabilisasi otonom (Goodman dan Gilman, 2009). 3. Syarat, Kontraindikasi Dan Komplikasi Anestesi Umum Adapun syarat ideal dilakukan anestesi umum adalah (Purwanto, 2008) : a) Memberi induksi yang halus dan cepat. b) Timbul situasi pasien tak sadar atau tak berespons c) Timbulkan keadaan amnesia d) Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernapasan. e) Hambatan persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk tindakan operasi. f) Memberikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tidak menimbulkan ESO yang berlangsung lama. Kontraindikasi mutlak dilakukan anestesi umum yaitu dekompresi kordis derajat III – IV, AV blok derajat II – total (tidak ada gelombang P). Kontraindikasi Relatif berupa hipertensi berat/tak terkontrol (diastolik >110), DM tak terkontrol, infeksi akut, sepsis dan GNA (Gunawan, 2007).

Sedangkan komplikasi kadang – kadang tidak terduga walaupun tindakan anestesi telah dilakukan dengan sebaik – baiknya.Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anestesi ataupun kondisi pasien sendiri.Komplikasi dapat timbul pada

waktu

pembedahan

ataupun

setelah

pembedahan.

Komplikasi

kardiovaskular berupa hipotensi dimana tekanan sistolik kurang dari 70 mmHg atau turun 25 % dari sebelumnya, hipertensi dimana terjadi peningkatan tekanan darah pada periode induksi dan pemulihan anestesi. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada penyakit jantung karena jantung bekerja keras dengan kebutuhan – kebutuhan miokard yang meningkat yang dapat menyebabkan iskemik atau infark apabila tidak tercukupi kebutuhannya. Komplikasi lain berupa gelisah setelah anestesi, tidak sadar , hipersensitifitas ataupun adanya peningkatan suhu tubuh (Goodman dan Gilman, 2008). 4. Metode Pemberian Anestesi Umum Obat obat anestesi umum bisa diberikan melalui perenteral (Intravena, Intramuscular), perektal (melalui anus) biasanya digunakan pada bayi atau anak-anak dalam bentuk suppositoria, tablet dan semprotan yang dimasukan ke anus. Perinhalasi melalui isapan, pasien disuruh tarik nafas dalam kemudian berikan anestesi perinhalasi secara perlahan (Latief, 2009). 5. Teknik Anestesi Umum Teknik anestesi umum antara lain (Latief, 2009) : 1. Sungkup Muka (Face Mask) dengan napas spontan Indikasi :  Tindakan singkat ( ½ - 1 jam)  Keadaan umum baik (ASA I – II)  Lambung harus kosong Prosedur :  Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik  Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi)  Premedikasi + / - (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat penenang) efek sedasi/anti-anxiety : Benzodiazepine; analgesia: opioid, non opioid, dan lain-lain.  Induksi

 Pemeliharaan 2. Intubasi Endotrakeal dengan napas spontan Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET= endotrakeal tube) kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi ; operasi lama, sulit mempertahankan airway (operasi di bagian leher dan kepala) Prosedur : 1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn durasi singkat) 2. Intubasi setelah induksi dan suksinil 3. Pemeliharaan Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS: S = Scope. Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. LaringoScope T = Tubes. Pipa trakea. Usia >5 tahun dengan balon(cuffed) A = Airway. Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring (nasofaring) yang digunakanuntuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menymbat jalan napas. T = Tape. Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut I = Introductor. Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah dimasukkan C = Connector. Penyambung pipa dan perlatan anestesia S = Suction. Penyedot lendir dan ludah

3. Intubasi Endotrakeal dengan napas kendali (kontrol) Pasien sengaja dilumpuhkan/benar2 tidak bisa bernafas dan pasien dikontrol pernafasanya dengan kita memberikan ventilasi 12-20 x permenit. Setelah operasi selesai pasien dipancing dan akhirnya bisa nafas spontan kemudian kita akhiri efek anestesinya.  Obat pelumpuh otot non depolar (durasinya lama)  Pemeliharaan dan obat pelumpuh otot dapat diulang pemberiannya A. Obat – Obat Dalam Anestesi Umum

Menurut Goodman dan Gilman (2008) jenis obat anestesi umum diberikan dalam bentuk suntikan intravena atau inhalasi antara lain : 1. Anestetik intravena  Penggunaan :  Untuk induksi  Obat tunggal pada operasi singkat  Tambahan pada obat inhalasi lemah  Tambahan pada regional anestesi  Sedasi  Cara pemberian :  Obat tunggal untuk induksi atau operasi singkat  Suntikan berulang (intermiten)  Diteteskan perinfus Obat anestetik intravena meliputi :  Benzodiazepine Sifat : hipnotik – sedative, amnesia anterograd, atropine like effect, pelemas otot ringan, cepat melewati barier plasenta. Kontraindikasi : porfiria dan hamil. Dosis : Diazepam : induksi 0,2 – 0,6 mg/kg IV, Midazolam : induksi : 0,15 – 0,45 mg/kg IV.  Propofol Merupakan salah satu anestetik intravena yang sangat penting. Propofol dapat menghasilkan anestesi kecepatan yang sama dengan pemberian barbiturat secara intravena, dan waktu pemulihan yang lebih cepat. Dosis : 2 – 2,5 mg/kg IV.  Ketamin Ketamin adalah anaesthetic.Indikasi

suatu

rapid

pemakaian

acting

ketamin

nonbarbiturat adalah

prosedur

general dengan

pengendalian jalan napas yang sulit, prosedur diagnosis, tindakan ortopedi, pasien resiko tinggi dan asma. Dosis pemakaian ketamin untuk bolus 1- 2 mg/kgBB dan pada pemberian IM 3 – 10 mg/kgBB.  Thiopentone Sodium Merupakan bubuk kuning yang bila akan digunakan dilarutkan dalam air menjadi larutan 2,5%atau 5%. Indikasi pemberian thiopental adalah induksi anestesi umum, operasi singkat, sedasi anestesi regional, dan untuk mengatasi kejang.Keuntungannya :induksi mudah, cepat, tidak ada iritasi mukosa jalan napas. Dosis 5 mg/kg IV, hamil 3 mg/kg IV.

2. Anestetik inhalasi a) N2O Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara.N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesik yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesic maksimum ± 35%. Gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesic pada saat proses persalinan dan pencabutan gigi. N2O digunakan secara umum untuk anestetik umum dalam kombinasi dengan zat lain (Goodman dan Gilman, 2008). b) Halotan Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen.Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic.Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec.Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume (Goodman dan Gilman, 2008). c) Isofluran Isofluran merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar.Secara kimiawi mirip dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran

berbau tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap oleh penderita karena penderita menahan nafas dan batuk. Setelah pemberian medikasi preanestetik stadium induksi dapat dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O dan O2. Isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi. Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi dan takikardiadihilangkan dengan pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih dulu. Penurunan volume semenit dapat diatasi dengan mengatur dosis.Pada anestesi yang dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada pemberian enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada kadar labih dari 1,1 MAC

(minimal Alveolar

Concentration)

dan

meningkatkan

tekanan

intracranial (Goodman dan Gilman, 2008).

d) Sevofluran 6. Obat anestesi ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai untuk induksi inhalasi (Goodman dan Gilman, 2008).

DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,. Ed. 8.Volume 3. Jakarta : EGC; 2012 Long C, Barbara. Perawatan Medikal Bedah. Volume 2. Bandung: Yayasan IAPK Latief SA, Suryadi KA. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Goodman & Gilman. 2008. Anastetik Umum Dasar Farmakologi Terapi. Jakarta : EGC. Gunawan. 2008. Farmakologi Dan Terapi. Edisi 5.Jakarta : Gaya Gon. Purwanto. 2009. Data Obat Di Indonesia. Edisi 11. Jakarta : Maliapurna Jaya.

Related Documents

Askep Kolestasis
August 2019 36
Askep
October 2019 90
Askep
July 2020 51
Askep
May 2020 71
Askep Malaria.docx
April 2020 6

More Documents from "Chrisna Wahyu Ramadhan"

Askep Kolestasis
August 2019 36
Askep Kolestasis.docx
August 2019 37
Bab 3 Fix.docx
August 2019 12
Bab Iii Baru.docx
August 2019 16
May 2020 13