Askep Kegawat Daruratan Pada Pasien Trauma Dada.docx

  • Uploaded by: Irma Setiawati
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Kegawat Daruratan Pada Pasien Trauma Dada.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,646
  • Pages: 16
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN PADA PASIEN TRAUMA DADA

Disusun Oleh Kelompok :

1.

Irma setuawati 1603039 2. zulfatun nadzifah 16030 3. satria yosi 16030

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG

2019 LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN TRAUMA DADA

1. Pengertian Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Nugroho, 2015). Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Rendy, 2012). Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Sudoyo, 2010) Dari berberapa definisi diatas dapat didefinisikan trauma thoraks adalah trauma yang mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma tumpul maupun oleh sebab trauma tajam. 2. Penyebab Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering adalah kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan terguling (Sudoyo, 2010). Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan berenergi tinggi

seperti pada tembakan senjata militer. Penyebab trauma toraks yang lain adalah adanya tekanan yang berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan Pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam (Hudak, 2011).

Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum, rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera (Sudoyo, 2010). 3. Tanda Gejala Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak, (2009) yaitu : 1. Temponade jantung a.

Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung

b.

Gelisah

c.

Pucat, keringan dinginPeninggian TVJ (9Tekanan Vena Jugularis)

d.

Pekak jantung melebar

e.

Bunyi jantung melemah

f.

Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure

g.

ECG terdapat low Voltage seluruh lead

h.

Perikardiosentesis kuluar darah (FKUI:2005)

2. Hematothorax a.

Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD

b.

Gangguan pernapasan (FKUI:2005)

3. Pneumothoraks a.

Nyeri dada mendadak dan sesak napas

b.

Gagal pernapasan dengan sianosis

c.

Kolaps sirkulasi

d.

Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali

e.

Pada auskultasi terdengar bunyi klik

4. Patofisiologi Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah ventilasipernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh otot -otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan tekanan negative dari intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif ke paru – paru selama inspirasi. Trauma toraks

mempengaruhi strukur - struktur yang berbedadari dinding toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi kedalam 4 komponen, yaitudinding dada, rongga pleura, parenkim paru, dan mediastinum.Dalam dindingdada termasuk tulang - tulang dada dan otot - otot yang terkait (Sudoyo, 2009). Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi oleh darah ataupunudara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru termasuk paru – parudan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan pneumokel.Mediastinum termasuk jantung, aorta/pembuluh darah besar dari toraks, cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks bertanggung jawab untuk fungsi vital fisiologi kardiopulmonerdalam menghantarkan oksigenasi darah untuk metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari cedera toraks (Sudoyo, 2009). Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera, cedera lain yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien – pasien trauma toraks cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi respirasinya dan secara sekunder akan berhubungan dengan disfungsi jantung (Sudoyo, 2009).

Pathway

Trauma tajam atau tumpul Thoraks Cedera jaringan lunak, cedera/hilangnya kontinuitas struktur Perdarahan jaringan interstitium, pendarahan intra alveolar, kolaps arteri dan arteri-arteri kecil, hingga tahanan perifer pembulh darah paru meningkat.

Reabsorbsi darah oleh pleura tidak memadai/tidak optimal

Ekspansi paru

Hemathoraks

Gangguan ventilasi

Merangsang reseptor nyeri pada pleura viseralis dan parietalis

Ketidakefektifan pola nafas

Edema tracheal/faringeal , peningkatan produksi secret dan penurunan kemampuan batuk efektif

Akumulasi cairan dalam kavum pleura

Pemasangan WSD Thorakdrains bergeser

Diskontinuitas jaringan Merangsang reseptor nyeri pada periver kulit Nyeri akut

Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Resiko infeksi kerusakan integritas kulit

5. Penatalaksanaan Medis 1. Gawat Darurat / Pertolongan Pertama Klien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun di unit gawat darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan sejenisnya harus mendapatkan tindakan yang tanggap darurat dengan memperhatikan prinsip kegawatdaruratan. Penanganan yang diberikan harus sistematis sesuai dengan keadaan masing-masing klien secara spesifik. Bantuan oksigenisasi penting dilakukan untuk mempertahankan saturasi oksigen klien. Jika ditemui dengan kondisi kesadaran yang mengalami penurunan / tidak sadar maka tindakan tanggap darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan memperhatikan : a.) Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way) Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada jalan napas.Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan.Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban. Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Jaw Thrust Manuver)

b.) Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing) Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik melihat gerakan dinding dada, mendengar suara napas, dan merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel), biasanya tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu.Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi yang ditemui

dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan metode serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien. c.) Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation) Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi jantung, tekanan darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi perdarahan.Klien dengan trauma dada kadang mengalami kondisi perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus akibat trauma benda tajam maupun yang diakibatkan oleh kondisi fraktur tulang terbuka dan tertutup yang mengenai / melukai pembuluh darah atau organ (multiple).Tindakan menghentikan perdarahan diberikan dengan metode yang sesuai mulai dari penekanan hingga penjahitan luka, pembuluh darah, hingga prosedur operatif. Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada penderita trauma dada, maka tindakan harus diberikan dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan atau meminimalisir kompilkasi dari RJP seperti fraktur tulang kosta dan sebagainya. d.) Tindakan Kolaboratif Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis dan waktu yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing klien yang mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa diberikan yaitu ; pemberian terapi obat emergensi, resusitasi cairan dan elektrolit, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah Vena dan AGD, hingga tindakan operatif yang bersifat darurat.

2.

Konservatif a.) Pemberian Analgetik Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan kelanjutan dari pemberian sebelumnya.Rasa nyeri yang menetap akibat cedera jaringan paska trauma harus tetap diberikan penanganan manajemen nyeri dengan tujuan menghindari terjadinya Syok seperti Syok Kardiogenik yang sangat berbahaya pada penderita dengan trauma yang mengenai bagian organ jantung.

b.) Pemasangan Plak / Plester Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan perawatan luka dan tindakan penutupan untuk menghindari masuknya mikroorganisme pathogen. c.) Jika Perlu Antibiotika Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur. Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat, maka penderita dapat diberi “broad spectrum antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari. d.) Fisiotherapy Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika penderita memiliki indikasi akan kebutuhan tindakan fisiotherapy yang sesuai dengan kebutuhan dan program pengobatan konservatif. 3.

Invasif / Operatif a.) WSD (Water Seal Drainage) WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung. b.) Ventilator Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama.

ASUHAN KEPERAWATAN 1. Kasus Triger Seorang laki-laki berusia 19 tahun dibawa ke IGD karena terjatuh dari sepeda motor dengan kondisi dadanya terbentur pembatas jalan dan terjatuh tersungkur. Hasil pengkajian didapatkan data pasien mengatakan dadanya terasa nyeri hebat dan semakin nyeri saat bernafas dan perutnya terasa ampeg. Beberapa saat kemudian pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran, terdengar suara snoring, nafas tidak adekuat, terdapat retraksi dada saat bernafas dan bertambah pada saat inspirasi, terdapat pernafasan paradoksal, sianosis, akral dingin. Hasil pengkajian tanda-tanda vital RR 40 x/menit, SpO2 88%, TD 90/60 mmHg, nadi 90 x/menit, GCS E3V3M4, terdapat jejas di clavicula, dada dan perut, terdapat krepitasi dada pada costa 2 dan 5. Pada perkusi terdengar hipersonor, auskultasi vesikuler menurun, dan terdengar bunyi crakles. Pemeriksaan BGA Ph 7.00, P CO2 47.5 mmHg, HCO3 32.00. Pasien diberikan terapi O2 10 l/menit dengan NRM. Beberapa menit kemudian tidak terdengar suara nafas namun masih teraba nadi. 2. Pengkajian a.) Pengkajian Primer A.) Airway :, terdengar suara snoring, nafas tidak adekuat, terdapat retraksi dada saat bernafas dan bertambah pada saat inspirasi, terdapat pernafasan paradoksal, RR 40 x/menit B.) Breathing : terdengar suara snoring, nafas tidak adekuat, terdapat retraksi dada saat bernafas dan bertambah pada saat inspirasi, terdapat pernafasan paradoksal, RR 40 x/menit, terdapat krepitasi dada pada costa 2 dan 5, terdengar bunyi crakles C.) Circulation : nadi 90 x/menit, TD : 90/60 mmHg, sianosis, akral dingin, gangguan perfusi jaringan, SpO2 88%, BGA Ph 7.00, P CO2 47.5 mmHg, HCO3 32.00 D.) Disability : Penurunan tingkat kesadaran, GCS 10 E3V3M4 E.) Exposure : terdapat jejas di clavicula, dada dan perut, akral teraba dingin, tampak sianosis dan bagian tubuh lain nya baik

Data Subjektif 

Data Objektif

mengatakan

- pasien mengalami penurunan tingkat

dadanya terasa nyeri hebat

kesadaran, terdengar suara snoring,

pasien

dan semakin nyeri saat

nafas tidak adekuat, terdapat retraksi

bernafas

dada saat bernafas dan bertambah

dan

terasa ampeg

perutnya

pada

saat

pernafasan

inspirasi,

terdapat

paradoksal,

sianosis,

akral dingin.. - Hasil pengkajian tanda-tanda vital RR 40 x/menit, SpO2 88%, TD 90/60 mmHg, nadi 90 x/menit, GCS E3V3M4, terdapat jejas di clavicula, dada dan perut, terdapat krepitasi dada pada costa 2 dan 5 - Pada perkusi terdengar hipersonor, auskultasi vesikuler menurun, dan terdengar

bunyi

crakles.

Pemeriksaan BGA Ph 7.00, P CO2 47.5 mmHg, HCO3 32.00 - Pasien

diberikan

terapi

O2

10

l/menit dengan NRM. Beberapa menit kemudian tidak terdengar suara nafas namun masih teraba nadi.

3. Diagnosa Data Fokus

Masalah

DS : -

Gangguan Pola Nafas

DO :

Penurunan kemampuan Paru

 terdengar

bunyi

crakles  RR

Etiologi

40

x/menit,

SpO2 88%  BGA Ph 7.00, P CO2 47.5 mmHg, HCO3 32.00  terdengar

suara

snoring  nafas tidak adekuat,  terdapat

retraksi

dada saat bernafas dan bertambah pada saat inspirasi  terdapat pernafasan paradoksal

DS : -

Gangguan perfusi

Berhubungan

DO :

jaringan

oksigen dengan jaringan

Nyeri dada / akut

Berhubungan

 Pasien

Suplai

mengalami

penurunan

tingkat

kesadaran  terdapat

jejas

di

clavicula, dada dan perut  tampak sianosis  akral teraba dingin  SpO2 88%

DS: pasien

mengatakan

dadanya

terasa

dengan

infark paru-paru

nyeri

hebat dan semakin nyeri saat

bernafas

dan

perutnya terasa ampeg DO:  terdapat

jejas

di

clavicula, dada dan perut

1.

Gangguan Pola Nafas berhubungan dengan Penurunan kemampuan Paru

2.

Ganggua perfusi jaringan Berhubungan Suplai oksigen dengan jaringan

3.

Nyeri dada / akut berhubungan dengan infark paru-paru

4. Intervensi NO

DX

TUJUAN DAN KH

INTERVENSI

TTD

KEP 1

I

Setelah

dilakukan

tindakan NIC:Airway Management

keperawatan selama 2 x 24 1. Buka jam

diharapkan

Pola

Nafas

Gangguan

dapat

teratasi

jalan

nafas,

gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

dengan kriteria hasil

Identifikasi kebutuhanan

Kriteria Hasil :

aktual/ potensial

1. Resporatory

status

Kelompok

: 2. Posisikan pasien untuk

Ventilation

mengoptimalkan posisi

2. Resporatory status : airway 3. Lakukan fiseoterapi dada patency

bila perlu

3. Vital Sign Status

4. Auskultasi suara napas,

 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang

bersih,

sianosis

tidak

dan

(mampu

catat

adanya

Kelompok

suara

tambahan

ada 5. Atur intake untuk cairan

dyspne

mengeluarkan

mengoptimalkan keseimbangan

sputum, mampu bernafas 6. Monitor dngan mudah, tidak ada pursed lips)

respirasi

dan

status o2 NIC:Respiratory

 Menunjukkan jalan nafas Monitoring yang paten (klien tidak merasa

tercekik,

irama

napas, frekuansi pernafasan dalam, tidak

rentang ada

suara

1. Monitoring rata rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi

normal,

2. Catat

nafas

amati

abnormal)  Tanda tanda vital dalam

gerakan

dada,

kesimetrisan,

penggunaan

Kelompok

otot

tambahan, retraksi otot

rentang normal (tekanan

supraclavicular

darah, nadi, pernafasan)

intercostals

dan

Kelompok

3. Monitor suara nafas seperti dengkur 4. Auskultasi suara nafas, catat

area

penurunan/tidak adanya ventilasi dan suara tambahan Kelompok

2.

II

Setelah

dilakukan

tindakan NIC : Activity Therapy

keperawatan selama 2 x 24 1. kolaborasikan jam

diharapkan

gangguan

tenaga

dengan

medis

dalam

pertukaran gas dapat teratasi

merencanakan program

dengan kriteria hasil :

terapi yang tepat 2. bantu

NOC :

klien

untuk Kelompok

1. Energy Conservation

mengidentifikasi

2. Activity tolerance

aktivitas yang mampu

3. Self care: ADLs

dilakukan

 Berpartisipasi

dalam 3. bantu

aktivitas

fisik

tanpa

disertai

peningkayan

untuk

memilih

aktivitas konsisten yang sesuai

dengan

tekanan darah, nadi dan

kemampuan

RR

psikologi dan sosial

 Mampu aktivitas

melakukan 4. bantu sehari

hari

secara mandiri  Tanda tanda vital normal  Energy psikomotor

mendapatkan bantuan

fisik,

untuk alat

eperti kusi roda, krek 5. bantu untuk membuat jadwal

 Mampu berpindah mau

diwaktu luang

latihan Kelompok

dengan bantuan alat atau 6. Membantu  Status adekuat

pasien/keluarga kardiopulmonar

Kelompok

aktivitas

 Level kelemahan

tidak

Kelompok

untuk

mengidentifikasi kekurangan

dalam

 Sirkulasi status baik III

Setelah

dilakukan

tindakan NIC : Paint Management

keperawatan selama 2 x 24 jam

diharapkan

beraktivitas.

gangguan

 Lakukan

pengkajian

nyeri

secara

pertukaran gas dapat teratasi

komprehensif termasuk

dengan kriteria hasil :

lokasi,

karakteristik,

NOC :

durasi,

frekuensi,

1. Pain Level

kualitas,

2. Pain control

presipitasi

3. Contol level

 Observasi

reaksi

nonverbal

dari

 Mampu mengontrol nyeri (tau

penyebab

mampu

nyeri,

menggunakan

dan

faktor

ketidaknyamanan  Gunakan

theknik

tehnik non farmakologik

komunikasi

untuk mengurangi nyeri,

untuk

mencari bantuan)

pengalaman nyeri pasien

 Melaporkan bahwa nyeri berkurang

dengan

menggunakan manejemen nyeri  Mampu mengenali nyeri (PQRST)  Menyatakan rasa nyaman skala nyeri berkurang

terapeutik mengetahui

 Kaji

kultur

yang

mempengaruhi

respon

nyeri  Evaluasi

pengalaman

nyeri masa lampau  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang

ketidak

efektifankontrol

nyeri

masa lampau Analgesic Administrasion  Tentukan karakteristik, dan

lokasi, kualitas

derajat

nyeri

sebelum pemberian obat  Cek

intruksi

dokter

tentang jenis obat, dosis dan frekuensin  Cek riwayat alergi

 Pilih analgesik yang di perlukan atau kombinasi dari

analgesik

pemberian

lebih

ketika dari

satu  Tentukan

pemberian

analgesik sesuai berat nyeri  Tentukan

analgesik

pilihan,rute, pemberian dan dosis

DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna Publishing Hudak dan Gallo. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi - VIII Jakarta: EGC Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan keperawatana gawat darurat. Padang : Medical book Nurarif, A.H, dan Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis & NANDA NIC-NOC , jilid 1. jogjakarta : penerbit buka Mediaction. Patriani. (2012). Asuhan Keperawatan pada pasien trauma dada. http://asuhan-keperawatanpatriani.pdf.com/2008/07/askep-trauma-dada.html. Diakses pada tanggal 02 Januari 2019 Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah penyakit dalam . yogjakarta : Nuha medika

Related Documents


More Documents from "Mohammad Adriansyah"