ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny. D DENGAN MASALAH UTAMA WAHAM CURIGA DI RUANG OBGKO WIJOYO, RUMAH SAKIT JIWA DAERAH AMINO GONDHOUTOMO SEMARANG
DISUSUN OLEH : WIDYA AGUSTIANI
(P1337420616004)
PRODI S1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG TAHUN 2019
1
BAB I TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006) Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien (Aziz R, 2003). B. Jenis-Jenis waham Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi : a) Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya ini pejabat di separtemen kesehatan lho!” atau, “Saya punya tambang emas.” b) Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya.” c) Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari.” d) Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.” (Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia sakit kanker). e) Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, sewmua yang ada disini adalah roh-roh”.
2
f) Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang disisipkan ke dalam pikirannya. g) Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada orang tersebut h) Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh kekuatan di luar dirinya.
C. Faktor Predisposisi dan Presipitasi 1) Faktor Predisposisi Menurut Direja (2011) terdapat faktor predisposisi waham, yaitu : a. Faktor perkembangan Hambatan perkembangan dapat mengganggu hubungan interpersonal seorang individu. Hal ini akan meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi menjadi tidak efektif. b. Faktor Biologis -
Terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran ventrikel pada otak,
-
Gangguan perkembangan otak, frontal dan temporal
-
Lesi pada korteks frontal, temporal dan limbik
-
Gangguan tumbuh kembang
-
Kembar monozigot, lebih beresiko dari kembar dua telur
c. Faktor Genetik Faktor yang dapat diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif. d. Faktor Psikologis -
Ibu pengasuh yang mudah cemas/over protektif, dingin, tidak sensitif
-
Hubungan dengan ayah tidak dekat/perhatian yang berlebihan
-
Kemiskinan
3
-
Stress yang menumpuk
-
Waham dapat disebabkan karena hubungan yang tidak harmonis ataupun menjalani peran ganda/bertentangan. Hal ini dapat menimbulkan ansietas yang berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan.
e. Social budaya Seorang individu yang kesepian dan merasa diasingkan dari lingkungan dapat menyebabkan timbulnya waham. 2) Faktor Presipitasi Menurut Direja (2011) terdapat faktor presipitasi waham, yaitu : a. Stressor sosial budaya Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang paling penting, atau diasingkan dari kelompok. b. Faktor biokimia Penelitian tentang pengaruh dopamine, inorefinefrin, lindolomin, zat halusinogen diduga berkaitan dengan orientasi realita c. Faktor psikologi Intensitas kecemasan yang ekstrim dan menunjang disertai terbatasnya
kemampuan
mengatasi
masalah
memungkinkan
berkurangnya orientasi realiata. Seseorang yang tidak mampu mengembangkan koping efektif cenderung menghindari kenyataan dan hidup dalam fantasi menyenangkan yang dibuatnya sendiri
D. Menifestasi Klinis Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu : 1. Fase Lack of Human need Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik secara fisik maupun psikis. Secar fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan
4
hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan selft ideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dn diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang ( life span history ). 2. Fase lack of self esteem Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya. Misalnya, saat lingkungan sudah banyak yang
kaya,
menggunakan
teknologi
komunikasi
yang
canggih,
berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self ideal yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support system semuanya sangat rendah. 3. Fase control internal external Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain. 4. Fase environment support
5
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma ( Super Ego ) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong. 5. Fase comforting Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan menghindar interaksi sosial ( Isolasi sosial ). 6. Fase improving Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi ( rantai yang hilang ). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.
E. Pohon Masalah Perubahan Isi Pikir : Waham
Halusinasi
F. Penatalaksanaan
Resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan
Kerusakan komunikasi verbal
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara : Perawatan dan pengobatan harus secepat mungkin dilaksanakan karena, kemungkinan dapat menimbulkan kemunduran mental. Tetapi jangan
6
memandang klien dengan waham pada gangguan skizofrenia ini sebagai pasien yang tidak dapat disembuhkan lagi atau orang yang aneh dan inferior bila sudah dapat kontak maka dilakukan bimbingan tentang hal-hal yang praktis. Biar pun klien tidak sembuh sempurna, dengan pengobatan dan bimbingan yang baik dapat ditolong untuk bekerja sederhana di rumah ataupun di luar rumah. Keluarga atau orang lain di lingkungan klien diberi penjelasan (manipulasi lingkungan) agar mereka lebih sabar menghadapinya. Penatalaksanaan klien dengan waham meliputi farmako terapi, ECT dan terapi lainnya seperti: terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi somatik, terapi seni, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spritual dan terapi okupsi yang semuanya bertujuan untuk memperbaiki prilaku klien dengan waham pada gangguan skizoprenia. Penatalaksanaan yang terakhir adalah rehablitasi sebagai suatu proses refungsionalisasi dan pengembangan bagi klien agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
G. Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan isi pikir : Waham 2. Resiko mencederai diri sendiri dan lingkungan 3. Halusinasi 4. Kerusakan komunikasi verbal
H. Fokus Intervensi Diagnosa Keperawatan: Perubahan Proses Pikir: Waham 1. Tujuan umum : Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham 2. Tujuan khusus :
7
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat Tindakan : a. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas topik, waktu, tempat). b. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien. c. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian. d. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri. 2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki Tindakan : a. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis. b. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis. c. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan perawatan diri). d. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting. 3) Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi Tindakan : a. Observasi kebutuhan klien sehari-hari. b. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah) c. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham. d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
8
e. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya. 4) Klien dapat berhubungan dengan realitas Tindakan : a. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan waktu). b. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas. c. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien 5) Klien dapat menggunakan obat dengan benar Tindakan : a. Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat b. Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara dan waktu). c. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan d. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar. 6) Klien dapat dukungan dari keluarga Tindakan : a. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang: gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat. b. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga.
BAB II TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny. D DENGAN MASALAH UTAMA WAHAM CURIGA DI RUANG OBGKO WIJOYO, RUMAH SAKIT JIWA DAERAH AMINO GONDHOUTOMO SEMARANG 9
Ruang Rawat
: Ruang Ongko Wijoyo
Tanggal Dirawat : 25 Maret 2019
Tanggal Pengkajian
: 2 April 2019
I. Pengkajian a. Identitas Pasien Nama
: Ny. D
Alamat
: Tlogosari Pedurungan, Jawa Tengah
Umur
: 44 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status Pernikahan
: Belum Menikah
Agama
: Kristen
Pendidikan
: SMP
Suku / Bangsa
: Jawa / Indonesia
b. Identitas Penanggung Jawab Nama
: Ny. E
Umur
: 56 Tahun
Agama
: Kristen
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Tlogosari Pedurungan, Jawa Tengah
Hubungan dengan Klien: Ibu Tiri
c. Alasan Masuk Klien tidak mau minum obat yang di berikan oleh keluarga nya karena menurut nya obat itu adalah narkoba, pasien sering keluyuran, Sehingga oleh ibu tiri nya klien dibawa di rumah sakit Jiwa daerah amino gondhoutomo Semarang. d. Faktor Presdisposisi dan factor presipitasi Factor presipitasinya yaitu pengobatan sebelumya kurang berhasil karena pasien tidak mau minum obat karena menurutnya obat itu adalah narkoba. Factor predisposisinya klien mengatakan pernah mempunyai permasalahan karena sering melihat kedua orang tua nya bertengkar. e. Pengkajian Fisik 1) Keadaan Umum 10
Baik, dibuktikan dengan klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari di Rumah Sakit Jiwa Daerah Amino gondohutomo 2) Vital Sign TD : 130/100 mmHg N : 80x / menit S
: 35,5ºC
Pemeriksaan Fisik BB : 60 Kg TB : 157 cm IMT: 23kg/m Klien mengatakan kondisi tubuhnya saat ini baik-baik aja dan tidak ada keluhan fisik apapun f. Pengkajian Psikososial 1) Genogram
Keterangan: Laki – Laki
Pasien
Perempuan
Tinggal Rumah
Meninggal
Klien tinggal serumah dengan adik kandungnya, orang tua klien sudah pisah.Klien merupakan anak pertama dari 8 bersaudara.Klien mempunyai hubungan dekat dengan adiknya, dalam keluarga klien tidak ada yang memiliki riwayat gangguan jiwa.
11
2) Konsep diri a. Gambaran diri: Klien sudah mensyukuri bahwa fisiknya baik-baik saja, karena klien merasa tidak ada kecacatan apapun, tubuh sempurna. b. Identitas diri : Klien mengatakan klien bernama Ny. D, alamat klien di Tlogosari dan klien berjenis kelamin perempuan. Penampilan klien sudah rapi dan sesuai. Perilaku klien juga sudah sesuai dengan jenis kelamin Ny. D. c. Peran
: Klien mengatakan perannya dirumah sebagai anak
perempuan. Klien dirumah tinggal bersama budhe nya. Klien saat dirumah menunggu toko milik bude nya. Sedangkan saat klien berada di RSJ klien sebagai pasien dan harus melakukan aktivitas sesuai jadwal yang ada di ruangan. d. Ideal diri
: Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit jiwa klien
bercita-cita bisa kuliah. Sedangkan saat dirumah sakit. Klien mempunyai keinginan agar segera pulang dan bebas, klien berkeinginan seperti orangorang normal lainnya dan ingin bekerja. e. Harga diri
: klien mengatakan tidak di hargai oleh budhe nya, klien
merasa terbebani. 3) Hubungan Sosial a. Klien mengatakan orang terdekat dengannya adalah ibu tirinya. Karena Ny. D setiap ada masalah bercerita ke ibu tirinya. b. Peran serta kegiatan kelompok / masyarakat Klien mengatakan selama dirumah klien tidak pernah mengikuti kegiatan di masyarakat seperti karang taruna, kerja bakti, atau pertemuan yang lain. Saat dirumah sakit klien aktif mengikuti kegiatan yang direncanakan diruangan, mengikuti dengan baik aktif,kegiatan sosialisasi dengan teman bagus. c. Hambatan Sosial Klien mengatakan sering menyendiri saat dirumah karena merasa curiga dengan oranglain, sehingga jarang mengikuti kegiatan yang ada di
12
kampungnya. Sedangkan saat di Rumah Sakit, klien aktif dalam mengikuti segala aktifitas yang ada di Rumah Sakit. 4) Nilai, Keyakinan, dan Spiritual a. Penampilan Rambut klien tampak bersih, cara berpakaian klien sesuai rapi. b. Pembicaraan Klien berbicara dengan intonasi sedang dan terbata-bata. Klien mampu menjawab setiap pertanyaan perawat berikan. Klien juga mengerti isi pembicaraan yang diajukan perawat. c. Aktivitas Motorik Saat dilakukan wawancara klien tampak tenang. d. Alam Perasaan Klien mengatakan sedih dan kecewa karena keluarga menganggap dirinya mengalami gangguan jiwa. e. Afek Afek klien sesuai, saat berbicara hal-hal yang menyenangkan klien tertawa dan tesenyum f. Interaksi saat wawancara Klien kooperatif.Tatapan mata klien mau menetap ke lawan bicara. g. Persepsi – Sensori Klien mangatakan saat sedang berada di dalam keramian orang merasa takut dan cemas, karena klien curiga di sekitar kerumungan banyak sekali orang jahat yang akan mencelakainya.
h. Proses Pikir Saat menjawab pertanyaan sesuai dengan yang ditanyakan oleh perawat, klien merasa bingung. i. Isi Pikir Saat dilakukan pengkajian klien selalu mengatakan klien selalu curiga dengan budhenya dan lingkungan sekitar karena akan melukai Ny. D.
13
j. Tingkat Kesadaran Saat dilakukan wawancara klien dapat mengetahui tempat, waktu, orang yang benar. Klien dapat menyebutkan tempat sekarang klien dirawat dan dapat menyebutkan beberapa nama temannya. k. Memori Daya Ingat Saat Ini (<24 jam) Klien mengatakan tadi pagi sudah mandi, makan, mencuci piring dan olahraga serta melakukan kegiatan TAK. Daya Ingat Jangka Pendek ( satu minggu) Klien mampu mengatakan kejadian saat dibawa ke rumah sakit karena berbicara sendiri, tertawa sendiri, sering marah-marah. Daya Ingat Jangka Panjang ( >1 bulan) Klien mampu menceritakan kalau dirumah klien tinggal dengan budhe nya. l. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung Klien dapat berkonsentrasi dan fokus terhadap pembicaraan.Klien dapat mengurutkan angka 1-10 dan klien mampu menjawab pertanyaan penjumlahan dan pengurangan. m. Kemampuan Penilaian Klien dapat mengambil keputusan yang sederhana. n. Daya Tilik Diri Baik : Klien mengatakan saat ini berada di RSJ Amino Gondohutomo karena klien dirumah selalu curiga terhadap perilaku budhe nya secara berlebihan. Klien dibawa ke rumah sakit supaya sembuh, dan klien yakin saat ini klien sakit cobaaan dari Tuhan dan akan sembuh jika klien sabar dan niat. o. Kemampuan Klien memenuhi kebutuhan 1. Makan Sebelum sakit, klien makan sehari 3x diruang makan, sebelum makan klien membersihkan alat-alat makan dan menempatkan kembali ke tempatnya. Selama sakit, klien makan 3x sehari di ruang ongko
14
wijoyo. Nafsu makan klien meningkat, klien dapat makan dengan mandiri. Setelah makan klien membereskan tempat makanya sendiri. 2. BAB / BAK Sebelum sakit, klien bisa BAB/BAK mandiri di kamar mandi,setelah BAB/BAK klien membersihkan kamar mandi dan membersihkan dengan baik. Sesudah sakit, klien mampu melakukan eliminasi dengan mandiri di kamar mandi dan membersihkan dengan baik. 3. Mandi Sebelum sakit, klien dapat melakukan kebersihan diri seperti mandi, sikat gigi, cuci muka dengan mandiri. Selama sakit, klien mampu mandi secara mandiri, Klien mandi 2x sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari. Klien mandi di kamar mandi ruang rawat inap. 4. Berpakaian dan Berhias Sebelum sakit,klien memakai pakaian yang sesuai dengan memakai kaos dan celana. Selama sakit, klien mampu berpakaian secara mandiri.Klien mengenakan pakaian sesuai ketentuan Rumah Sakit. 5. Pemeliharaan Kesehatan Klien dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk mendapatkan perawatan setelah klien pulang dari Rumah Sakit. 6. Aktivitas didalam dan diluar rumah Aktivitas diluar rumah yang dapat dilakukan klien yaitu penjaga toko di tempat budhe nya. Aktivitas didalam rumah klien hanya di kamar dan berdiam diri. 7. Mekanisme Koping Saat dilakukan pengkajian mekanisme koping klien yaitu Adaptif tetapi Saat ini klien masih sering curiga kepada lingkungan sekitar nya terutama dengan budhenya, tetapi klien bisa mengontrol perasaan saat sedang curiga terharap budhe nya, 8. Aspek Medis
15
1) Diagnosa Medis : F.20.0.Skizofernia Paranoid 2) Terapi yang diberikan Thihexphenidil
: 2mg/12 jam (2x1) PO
Clozapin
: 50mg/12jam (2x1) PO
Risperidone
: 2mg / 12 jam (2x1) PO
ANALISA DATA Tanggal, jam
Data Fokus
Diagnosa
10 April
DS :
Gangguan
2018
Klien
11.00 WIB
sedang berpikir negatif dan Halusinasi
mangatakan
saat persepsi sensori :
sedang
sendirian
maka pendengaran
muncul
suara-suara
yang
menyuruhnya
untuk
melakukan sesuat, contohnya yaitu klien selalu ditekan oleh suara
tersebut
untuk
mengambil suatu keputusan. Klien
mendengar
suara
tersebut pada malam hari. Klien
mendengar
tersebut
suara
kadang-kadang,
sekali sehari. DO : -
Klien berbicara sendiri.
-
Klien tertawa sendiri.
-
Klien melamun.
-
Saat ditanya, klien lebih memilih menanggapi halusinasinya.
16
Paraf
10 April 2018 11.30 WIB
DS : -
Gangguan konsep
Klien mengatakan bahwa dirinya tidak bisa seperti
diri : Harga Diri Rendah
orang lain yang dapat bekerja dan berpenghasilan. DO : -
Klien terlihat tegang apabila bertatapan/berinteraksi dengan orang lain.
-
Pembicaraan koheren.
-
Klien tampak sesekali menunduk saat ditanyakan mengenai pekerjaanya.
10 April
DS :
Waham : curiga
2018
Klien mengatakan bahwa ia
11.45 WIB
selalu tidak percaya kepada orang lain dan selalu curiga bahwa orang lain akan melukainya bahkan ingin menyembelihnya. DO : -
Klien terlihat lebih waspada terhadap orang yang baru di kenalnya.
17
-
Klien sering berbicara mengenai kecurigaannya terhadap orang lain.
II. Daftar Masalah Keperawatan 1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran 2. Gangguan konsep diri : Harga diri Rendah 3. Waham : Curiga
Pohon Masalah Waham : Curiga
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
Harga Diri Rendah
18
Effect
Cor Problem
Cause
III. Rencana Tindakan Keperawatan Tanggal/ Diagnosa Jam
Keperawatan
Rencana Keperawatan Tujuan
Tindakan
10 April Gangguan
TUM :
1. Bina
2018
persepsi
Klien dapat
11.46
sensori:
mengontrol
WIB
pendengaran
halusinasi
halusinasi
TUK 1 :
penyebab
2. Diskusikan
dapat
membina hubungan saling percaya 2. Klien
dapat
mengidentifikasi penyebab halusinasi, jenis halusinasi,
isi,
waktu, frekuensi,dan respon terhadap halusinasinya. 3. Klien
hubungan - Hubungan
saling percaya
1. Klien
SP1p
Rasional
mampu
mengontrol
dengan
cara
menghardik
jenis klien,
halusinasi, waktu,
isi,
frekuensi,
dan
respon
terhadap
terbuka
sebagai
pada
halusinasinya. 3. Diskusikan
dasar
untuk intervensi selanjutnya - Klien
dapat
mengenal cara
perilaku
saat
mengontrol
halusinasi
halusinasi dengan
timbul,
menghardik
memudahkan
4. Anjurkan
pasien
perawat
memasukkan cara
melakukan
menghardik
intervensi
halusinasi jadwal
dalam - Mengontrol kegiatan
harian pasien
dalam pendidikan kesehatan
dokter
halusinasi dengan
6. Kolaborasi dengan untuk
pemberian obat
19
memungkinkan
perawatdan
5. Libatkan
halusinasi
saling percaya
menghardik
cara
SP2p
TUK 2 : Klien
1. Evaluasi dapat
- Klien
mampu
kemampuan klien
menyebutkan
mengontrol
mengontrol
dosis, frekuensi,
halusinasi dengan
halusinasi dengan
dan
cara
cara menghardik
obat
penggunaan
obat yang benar
2. Latih
manfaat
klien - Klien
mengontrol
melaksanakan
halusinasi tentang
program
patuh minum obat
pengobatan
secara teratur 3. Anjurkan
- Klien klien
dapatbercakap-
memasukkan
cakap
dalam
mengendalikan
jadwal
harian
untuk
halusinasinya
4. Libatkan
klien
dalam TAK 5. Kolaborasi dengan dokter
pemberian
obat
SP3p
TUK 3 :
1. Evaluasi
Klien
dapat
Klien dapat
kemampuan pasien mengendalikan
mengontrol
dapat
halusinasinya
halusinasi dengan dengan
dengan cara
cara
bercakap-cakap
dan minum obat 2. Latih
mengontrol halusinasi
menghardik meningkatkan harga
pasien dalam
mengendalikan
melakukan
halusinasi dengan aktivitas bercakap-cakap bersama orang lain
20
dirinya
terjadwal
3. Anjurkan
pasien
memasukkan dalam
ke
jadwal
harian 4. Libatkan
pasien
dalam TAK 5. Kolaborasi dengan dokter
pemberian
obat.
SP4P
TUK 4
1. Evaluasi kemampuan klien dengan
cara
menghardik, minum obat dan bercakap-cakap dengan orang lain 2. Latih
pasien
mengendalikan halusinasi dengan melakukan aktivitas terjadwal 3. Anjurkan
pasien
memasukkan dalam
ke
jadwal
kegiatan harian 4. Libatkan pasien ke dalam TAK
21
5. Kolaborasi dengan dokter
pemberian
obat
IV. Catatan Keperawatan Tanggal/Ja
Diagnosa
m
Keperawata
Implementasi
Evaluasi
Para f
n 10
April Gangguan
2018
persepsi
13.00 WIB
sensori Halusinasi pendengara n
Melakukan SP1P
:
S:
1. Mendiskusikan
- Klien mengatakan
jenis
halusinasi
bahwa
klien,
penyebab
mendengar bisikan
halusinasi, waktu,
isi,
frekuensi,
dan respon terhadap halusinasinya.
suara-suara tak
yang
nampak
wujudnya - Klien mengatakan
2. Mendiskusikan cara mengontrol halusinasi
dirinya
bahwa
suara
tersebut menyuruh dengan
menghardik.
klien
untuk
melakukan sesuatu
3. Menganjurkan
yang tidak baik
pasien
- Klien mengatakan
memasukkan
cara
menghardik halusinasi
22
suara
tersebut
muncul saat malam dalam
hari
jadwal
kegiatan - Klien mengatakan
harian.
bahwa
4. Melibatkan pasien dalam
Pendidikan
Kesehatan tentang mencuci tangan.
untuk
-
-
muncul
saat
sedang
sendirian
takut
dokter pemberian
obat -
tersebut
- Klien mengatakan
5. Berkolaborasi dengan
suara
saat
mendengar
suara
tersebut - Klien mengatakan
Trihexphenid
jika
il 2 mg/ 12
suara tersebut klien
jam
langsung
Haloperidol 5
melakukan
mg/ 12 jam
aktivitas
Clozapin mg/ 12 jam
25
mendengar
seperti
menulis, menyapu. - Klien mengatakan senang mengikuti TAK - Klien mengatakan tenang
setelah
minum obat O: - Klien
mampu
mendemonstrasika n
mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik - Klien
mampu
mempertahankan
23
kontak mata saat di ajak berdiskusi - Klien
mampu
memasukkan cara menghardik dalam
ke jadwal
harian - Klien terlihat aktif dan
kooperatif
selama mengikuti TAK - Klien mau minum obat
secara
mandiri A: Klien
masih
menunjukkan halusinasi P: (perawat) - Evaluasi
latihan
kontrol halusinasi dengan
cara
menghardik - Latih
kontrol
halusinasi dengan cara yang kedua yaitu minum obat
(klien)
24
Latihan
kontrol
halusinasi dengan cara
menghardik
dalam 3 kali sehari pada
pagi
hari
pukul 08.00 WIB, sore
hari
pukul
16.00 WIB, dan malam hari pukul 19.30 WIB 11April
Gangguan
2018
persepsi
10.30 WIB
sensori Halusinasi pendengara n
Melakukan SP2P
:
1. Mengevaluasi kemampuan
- Klien mengatakan klien
mengontrol halusinasi
masih mendengar suara
dengan
cara menghardik 2. Melatih klien cara mengontrol halusinasi
S:
seperti
bisikan menekan
klien pada malam hari - Klien mengatakan
dengan
sudah mengontrol
patuh minum obat
halusinasi dengan
dengan lima benar.
cara menghardik
3. Menganjurkan
- Klien mengatakan
klien memasukkan
obat yang diminum
dalam
ada 3 macam dan
jadwal
harian. 4. Melibatkan
diminum pada pagi klien
hari pukul 08.00
dalam TAK tentang
WIB dan malam
mengontrol
hari pukul 19.00
halusinasi
dengan
cara menghardik.
25
WIB
5. Berkolaborasi dengan
- Klien mengatakan
dokter
pemberian obat : -
-
setelah
mengikuti TAK
Trihexphenid - Klien mengatakan il 2 mg/ 12
tenang
jam
minum obat
setelah
Haloperidol 5 O : mg/ 12 jam
-
senang
Clozapin mg/ 12 jam
25
- Klien
mampu
menyebutkan kembali
warna
obat, fungsi obat, serta manfaat obat - Klien
mampu
mempertahankan kontak mata saat di ajak
berdiskusi
mengenai mengontrol halusinasi dengan obat - Klien terlihat aktif dan
kooperatif
selama mengikuti TAK - Klien mau minum obat
secara
mandiri - Klien
mampu
memasukkan minum
26
obat
ke
dalam
jadwal
aktivitas harian - Klien
terkadang
berbicara
sendiri
saat
sedang
melamun A: Klien
masih
menunjukkan halusinasinya P: (perawat) - Evaluasi
latihan
kontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat - Latih
kontrol
halusinasi dengan cara yang ketiga yaitu
bercakap-
cakap
dengan
orang lain
(klien) Latihan
kontrol
halusinasi
dengan
cara
minum
obat
dalam 2 kali sehari pada pagi hari pukul 08.00 WIB, sore hari
27
pukul
19.30
WIB
(sebelum tidur). 12
April Gangguan
2018
persepsi
10.45 WIB
sensori Halusinasi pendengara n
Melakukan SP3p
:
S:
1. Mengevaluasi
- Klien mengatakan
kemampuan pasien
masih mendengar
dapat
suara
mengontrol
halusinasi cara
dengan
menghardik
dan minum obat dengan lima benar 2. Melatih
pasien
bisikan
seperti
menekan
klien
pada
pagi
hari - Klien mengatakan sudah mengontrol
mengendalikan
halusinasi dengan
halusinasi
cara
dengan
menghardik
bercakap-cakap
dan minum obat
bersama orang lain
sesuai
3. Menganjurkan
dengan
jadwal harian
pasien
- Klien mengatakan
memasukkan dalam
ke
jarang
bercakap-
jadwal
cakap
dengan
harian
temannya
4. Melibatkan pasien - Klien mengatakan dalam TAK tentang
senang
hobi yang dimiliki
mengikuti
pasien
tentang
5. Berkolaborasi dengan
dokter
pemberian obat : -
Trihexphenid
setelah TAK
mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-
cakap
il 2 mg/ 12 - Klien mengatakan jam
tenang minum obat
28
setelah
-
Haloperidol 5 O : mg/ 12 jam
-
Clozapin mg/ 12 jam
25
- Klien
mampu
mendemonstrasika n cara bercakapcakap
dengan
temannya
saat
mendengar
suara
bisikan / halusinasi dengan benar - Klien
mampu
mempertahankan kontak mata saat di ajak
berdiskusi
mengenai mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-
cakap - Klien terlihat aktif dan
kooperatif
selama mengikuti TAK - Klien mau minum obat
secara
mandiri - Klien
mampu
memasukkan kegiatan bercakapcakap ke dalam jadwal harian
29
aktivitas
- Klien
terkadang
tersenyum sendiri saat
sedang
melamun A: Klien
masih
menunjukkan halusinasinya P: (perawat) - Evaluasi
latihan
kontrol halusinasi dengan
cara
bercakap-cakap - Latih
kontrol
halusinasi dengan cara yang keempat yaitu
melakukan
aktivitas terjadwal
(klien) Latihan
kontrol
halusinasi
dengan
cara bercakap-cakap dalam 5 kali sehari pada pagi hari pukul 08.30
dan
WIB,
siang
10.00 hari
pukul 13.00 WIB, sore hari pukul 15.00 WIB dan pukul 16.30
30
WIB dan pada malam hari pukul 19.00 WIB 13
April Gangguan
2018
persepsi
13.00 WIB
sensori Halusinasi pendengara n
Melakukan SP4p
:
S:
1. Mengevaluasi kemampuan
- Klien mengatakan klien
dengan
cara
suara
tersebut
terkadang
menghardik,
muncul
minum obat dan
sendirian
bercakap-cakap
saat
- Klien mengatakan
dengan orang lain 2. Melatih
masih
pasien
sudah mengontrol halusinasi dengan
mengendalikan
cara
halusinasi
,minum obat, dan
dengan
menghardik
melakukan aktivitas
bercakap-cakap
terjadwal
sesuai
3. Menganjurkan
jadwal harian
pasien
- Klien mengatakan
memasukkan dalam
ke jadwal
kegiatan harian 4. Melibatkan pasien ke
dengan
dalam
TAK
selama di wisma klien melakukan kegiatan
seperti
mencuci
piring,
tentang
menyapu,
caramengontrol
mengepel
halusinasi
dengan - Klien mengatakan
patuh minum obat 5. Berkolaborasi dengan
sering
dokter
pemberian obat:
senang mengikuti
setelah TAK
tentang mengontrol halusinasi dengan
31
-
Trihexphenid
cara
il 2 mg/ 12
kegiatan
jam -
-
melakukan
- Klien mengatakan
Haloperidol 5
tenang
mg/ 12 jam
minum obat
Clozapin mg/ 12 jam
setelah
25 O: - Klien
mampu
memperagakan dan
melakukan
aktivitas biasa
yang dilakukan
seperti
mencuci
piring - Klien
mampu
mempertahankan kontak
mata
selama berdiskusi mengenai melakukan aktivitas terjadwal - Klien
mampu
memasukkan melakukan aktivitas terjadwal ke dalam jadwal aktivitas harian - Klien
terkadang
tersenyum sendiri saat melamun
32
sedang
- Klien terlihat aktif dan
kooperatif
selama mengikuti TAK - Klien mau minum obat
secara
mandiri
A: Klien
masih
menunjukkan halusinasinya
P: (perawat) - Evaluasi
latihan
kontrol halusinasi dengan
cara
melakukan aktivitas terjadwal - Latih
kontrol
halusinasi dengan memberikan kesempatan klien untuk memilih dari keempat cara yang sudah di ajarkan
(klien)
33
Latihan
kontrol
halusinasi
dengan
cara membuat dan melakukan aktivitas terjadwal dari bangun tidur malam
34
pagi
hingga
BAB III PEMBAHASAN a. Kesesuaian Antara Kasus Dengan Teori Pembahasan Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis dapatkan antara konsep dasar teori dan kasus nyata Tn A diruang Drupada RSJProf Dr SOEROJO Magelang. Pembahasan yang penulis lakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi. 1. Pengkajian Menurut Craven & Hirnle (dalam Keliat, 2009) pengkajian merupakan pengumpulan data subyektif dan obyektif secara sistematis untuk menentukan tindakan keperawatan bagi individu, keluarga, dan komunitas.Pengumpulan data pengkajian meliputi aspek identitas klien, alasan masuk, faktor predisposisi, fisik, psikososisal dan lingkungan, pengetahuan, dan aspek medik. Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara dengan Tn A, observasi secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku Tn A serta dari status Tn A. Selain itu keluarga juga berperan sebagai sumber data yang mendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada Tn A, Namun, disaat pengkajian tidak ada anggota keluarga Tn A yang menjenguknya sehingga, penulis tidak memperoleh informasi dari pihak keluarga. Menurut Stuart & Laraia (dalam Ngadiran, 2010) faktor presipitasi pada klien dengan gangguan halusinasi dapat muncul setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa, dan tidak berdaya. Adanya faktor klien pernah dibohongi karena dijanjikan pekerjaan namun pekerjaan tersebut tidak jelas dan hasil tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh klien, sehingga menjadikan klien tidak dapat memegang uang dan tidak bisa membeli sesuatu yang diinginkan.. Menurut Sunardi (2005) faktor predisposisi gangguan halusinasi dapat muncul sebagai proses panjang yang berhubungan dengan kepribadian seseorang, karena itu halusinasi dipengaruhi oleh pengalam-pengalaman psikologis seseorang. Hal ini juga di alami Tn A yang memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan sejak kecilselalu dituntut oleh orangtuanya untuk menjadi yang terbaik diantara yang
35
baik, dalam hal ini yaitu untuk menjadi peringkat pertama dalam kelasnya, namun Tn A tidak mampu untuk melakukannya, sehingga Tn A sering menyendiri. Namun Tn A tidak memiliki masalah dengan lingkungan sekitar dia tinggal,hanya di dalam keluarga. Tanda dan gejala halusinasi menurut Depkes (dalam Ngadiran, 2010) adalah sebagai berikut : bicara, senyum, dan tertawa sendiri; tidak mampu mandiri dalam mandi, berpakaian dan berhias dengan rapi; berbicara kacau kadang-kadang tidak masuk akal; sikap curiga dan bermusuhan, ketakutan; tampak bingung; mondar mandir; konsentrasi kurang; perubahan kemampuan memecahkan masalah, dan menarik diri. Gejala-gejala tersebut tidak semuanya juga dialami oleh Tn A. Gejala yang dialami oleh Tn A antara lain : konsentrasi berkurang, terkadang senyum sendiri, memiliki sikap curiga terhadap orang lain. Tn A mampu melakukan perawatan diri secara mandiri.Tn A merasa sedih ingin cepat pulang dan berkumpul dengan keluarganya. Tn A akan merespon dan bereaksi apabila di beri rangsangan dan juga Tn A terkadang susah untuk konsentrasi. Menurut Keliat (2009) didalam pengkajian harus dijelaskan jenis dan isi halusinasi, waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan halusinasi, serta respon klien terhadap halusinasinya. Dalam pengkajian pola fungsional difokuskan pada pola persepsi pada Tn A, didapatkan data bahwa Tn A mengalami halusinasi pendengaran. Tn A kadang mendengar suara-suara yang menyuruh klien untuk menentukan atau berbuat sesuatu, Klien mengatakan mendengarkan suara tersebut saat sedang sendirian, dan pada malam hari. Klien mengatakan saat ini jarang mendengar suatu tersebut.Klien mengatakan saat mendengar suara tersebut klien langsung melakukan aktifitas. Menurut Yosep (2011) pada penderita gangguan jiwa dapat terjadi gangguan isi pikir antara lain : waham,fobia,keadaan orang lain yang dihubungkan dengan dirinya sendiri, dan pikiran terpaku pada suatu ide saja.Hal ini juga ditemukan pada Tn A yang mengalami gangguan pikiran yaitu Tn A selalu curiga terhadap orangorang yang ada disekitarnya bahwa mereka ingin melukai Tn A sampai menyembelih Tn A. Menurut Videbeck (2008) penilaian pada klien gangguan halusinasi sering kali terganggu. Klien keliru menginterpretasikan lingkungan,sehingga klien tidak dapat
36
memenuhi kebutuhannya sendiri akan keamanan,perlindungan, dan menempatkan dirinya dalam keadaan bahaya. Hal ini juga dialami Tn A yang mengalami gangguan memutuskan untuk mngambil keputusan secara mandiri perlu arahan dari perawat untuk mengambil keputusan sederhana secara mandiri .
2. Diagnosa keperawatan Menurut Videbeck (dalam Nurjannah,2005) menyatakan bahwa diagnosa keperawatan berbeda dari diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa keperawatan adalah respon klien terhadap masalah medis atau bagaimana masalah memperngaruhi fungsi klien sehari-hari yang merupakan perhatian utama diagnosa keperawatan. Menurut Kusumawati&Yudi (2010) pada pohon masalah dijelaskan bahwa Isolasi sosial merupakan etiologi, gangguan persepsi sensori : halusinasi merupakan core problem atau masalah utama sedangkan Mencederai orang lain merupakan akibat.Namun,pada kasus Tn A pada analisa data penulis lebih memprioritaskan diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran, sedangkan etiologinya yaitu harga diri rendah dan akibatnya menjadi waham. Menurut NANDA (2009-2011) pada diagnosa gangguan persepsi halusinasi memiliki batasan karakteristik: perubahan dalam perilaku, perubahan dalam menejemen koping, disorientasi, konsentrasi buruk, gelisah, dan distorsi sensori seperti bicara sendiri, tertawa sendiri mendengar suara yang tidak nyata, dan mondarmandir. Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran yaitu data subyektif yang diperoleh dari Tn A yaitu Tn A Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang selalu membisikinya dan tidak tau dari mana sedangkan data obyektif yang didapatkan klien sering bicara sendiri, dan menyendiri.
3. Intervensi Keperawatan Menurut Ali (dalam Nurjanah, 2005) rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai setiap tujuan khusus.Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan
37
dan keperawatan klien dapat diatasi.Rencana keperawatan yang penulis lakukan sama dengan landasan teori, karena rencana tindakan keperawatan gersebut telah sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedure) yang telah ditetapkan. Dalam kasus penulis juga mencantumkan alasan ilmiah atau rasional disetiap tindakan keperawatan.yaitu Menurut Kusumawati & Yudi (2010) tujuan umum berfokus pada penyelesaian penyebab dari diagnosis keperawatan.Tujuan khusus merupakan
rumusan
kemampuan
klien
yang
perlu
di
capai
atau
dimiliki.Kemampuan ini dapat berfariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien. Kemampuan pada tujuan khusu terdiri atas tiga aspek yaitu: kemampuan kognitif, psikomotorik, afektif yang perlu dimiliki klien untuk menyelesaikan masalahnya. Menurut Rasmun (2009) tujuan umum gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran yauitu agar klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya. Ada lima tujuan khusus gangguan halusinsasi, antara lain: tujuan khusus pertama, klien dapat membina hubungan saling percaya. Rasional dari tindakan yang dilakukan yaitu hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi terapeutik antara perawat dan klien.Tujuan khusus kedua, klien dapat mengenal halusinasinya dari situasi yang menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi halusinasi, dan respon klien terhadap halusinasinya.Rasional dari tujuan kedua adalah peran serta aktif klien sangat menentukan efektifitasantindakan keperawatan yang dilakukan. Menurut Rasmun tujuan khusus yang ketiga adalah klien dapat melatih mengontrol halusinasinya, dengan berlatih menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, dan mengalihkan halusinasinya dengan beraktifitas secara terjadwal.Rasionalnya adalah tindakan yang biasa dilakukan klien merupakan upaa untuk mengatasi halusinasinya.Tujuan khusus yang keempat klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya dengan rasional keluarga mampu merawat klien dengan halusinasi saat berada dirumah.Tujuan khusus yang kelima, klien dapat memanfaatkan obat untuk mengontrol halusinasinya dengan rasionalnya yaitu dapat meningkatkan pengetahuan dan motivasi klien untuk minum obat secara teratur.Namun baru-baru ini, patuh minum obat dilakukan setelah diajarkan teknik menghardik.Hal tersebut juga penulis rencanakan pada klien dengan tujuan umum untuk mengontrol halusinasinya dan lima tujuan khusus
38
halusinasi yang telah diuraikan diatas. Setiap akhir tindakan strategi pelaksanaan dapat diberikan reinforcement positif yang rasionalnya untuk memberikan penghargaan atas keberhasilan Tn A. Reinforcement positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung atau rewarding. Bentuk bentuk penguatan positif adalah perilaku seperti senyum, menganggukan kepala untuk menyetujuai, bertepuk tangan, mengacungkan jempol, atau penghargaan (Ngadiran,2010). Reinforcement memiliki power atau kemampuan yang menginginkan tindakan yang diberi reinforcement positif akan dilakukan secara berulang oleh pelaku tindakan tanpa adanya paksaan yaitu dengan kesadaran elaku tindakan itu sendiri (Ngadiran,2010). Hal ini sesuai dengan intervensi yang dilakukan penulis yaitu memberikan reinforcement positif kepada Tn A ketika Tn A melakukan setiap strategi pelaksanaan dengan baik.
4. Implementasi Keperawatan Menurut Effendy (dalam Nurjanah,2005) implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri (independent), saling ketergantungan atau kolaborasi (interdependent), dan tindakan rujukan atau ketergantungan (dependent).Penulis dalam melakukan implementasi menggunakan jenis tindakan mandiri dan saling ketergantungan. Menurut Keliat (2009) implementasi yang dilaksanakan antara lain:10 April 2018, pukul 13.00 WIB, Melakukan SP1P yang meliputi : Mendiskusikan jenis halusinasi klien, penyebab halusinasi, isi, waktu, frekuensi, dan respon terhadap halusinasinya, Mendiskusikan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik, Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian, Melibatkan pasien dalam TAK tentang mengontrol halusinasi dengan minum obat, Berkolaborasi
dengan dokter untuk pemberian obat
Trihexphenidil 2 mg/ 12 jam, Haloperidol 5 mg/ 12 jam, Clozapin 25 mg/ 12 jam. 11 April 2018, pada pukul 10.30 WIB, Melakukan SP2P yang meliputi :Mengevaluasi kemampuan klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur,
39
Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal harian, Melibatkan klien dalam TAK tentang mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, Berkolaborasi dengan dokter pemberian obat :Trihexphenidil 2 mg/ 12 jam, Haloperidol 5 mg/ 12 jam, Clozapin 25 mg/ 12 jam. 12 April 2018, pukul 10.45,Melakukan SP3P yang meliputi : Mengevaluasi kemampuan pasien dapat mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan minum obat, Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan bercakap-cakap bersama orang lain, Menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal harian, Melibatkan pasien dalam TAK tentang mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap, Berkolaborasi dengan dokter pemberian obat :Trihexphenidil 2 mg/ 12 jam, Haloperidol 5 mg/ 12 jam, Clozapin 25 mg/ 12 jam. 13 April 2018, Pukul 13.00 WIB, Melakukan SP4P yang meliputi : Mengevaluasi kemampuan klien dengan cara menghardik, minum obat dan bercakap-cakap dengan orang lain, Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan aktivitas terjadwal, Menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian, Melibatkan pasien ke dalam TAK tentang mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan, Berkolaborasi dengan dokter pemberian obat:Trihexphenidil 2 mg/ 12 jam, Haloperidol 5 mg/ 12 jam, Clozapin 25 mg/ 12 jam 5.
Evaluasi Keperawatan Menurut Kurniawati (dalam Nurjanah,2005) evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi dua,yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap seslesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan. Pada kasus ini penulis hanya menggunakan evaluasi sumatif. Pada tanggal 13 April 2018, pukul 13.00, Tn A masih mengingat perawat, mengerti bahwa suara yang sering didengarnya itu hanya suara palsu dan tidak nyata hanya halusinasinya saja, serta mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik: menutup telinga dan sambil berdoa, sehingga dapat dianalisis bahwa masalah teratasi Evaluasi sudah dilakukan penulis sesuai keadaan klien.
40
b. Kekuatan Atau Kemudahan Selama Diberikan Asuhan Keperawatan 1. Tn A kooperatif, terbukti klien selalu patuh dengan apa yang disampaikan oleh perawat 2. Tn A tampak selalu mengisi waktu luangnya dengan berkegiatan, Tn A tidak pernah membiarkan dirinya untuk melamun 3. Komunikasi Tn A terhadap lingkungan disekitarnya sudah bagus, koheren 4. Tn A patuh dalam mengisi jadwal kegiatan yang diberikan oleh perawat
c. Kelemahan Atau Kesulitan Saat Melakukan Implementasi Dalam Mengatasi Diagnosa Keperawatan Saat pertama kali melakukan pengkajian terhadap Tn A, Tn A selalu menaruh curiga terhadap penulis. Sehingga Tn A tidak mau menceritakan masalahnya kepada penulis. Namun setelah dilakukan BHSP, Tn A mulai mau menceritakan masalahnya terhadap penulis, sehingga mudah untuk dilakukan implementasi.
41
BAB IV IMPLIKASI KEPERAWATAN
a. Kesimpulan Setelah dilakukan pengkajian dan perawatan pada Tn.A dengan gangguan persepsi sensori di Wisma Drupada RSJ Prof.Dr. Soeroyo Magelang selama 4 hari, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam melakukan perawatan jiwa sangat penting sekali membina hubungan saling percaya dan juga membutuhkan kolaborasi yang baik dengan tenaga medis, keluarga, dan juga lingkungan agar semua maksud dan tujuan klien dirawat dapat tercapai. Sedangkan implementasi yang sudah dilakukan selama empat hari, klien dapat berlatih untuk mengontrol halusinasi dari SP pertama hingga SP keempat, namun hal tersebut belum sepenuhnya berhasil karena klien mengatakan masih mendengar suara suara ketika masih sendirian.
b. Saran 9. Klien -
Berlatih untuk menghardik
-
Minum obat secara rutin dengan prinsip 5 benar obat
-
Berlatih untuk bercakap-cakap
-
Libatkan klien dalam aktivitas positif
10. Keluarga -
Berperan serta dalam pemusatan kemajuan klien
-
Membantu klien dalam pemenuhan aktivitas positif
-
Menerima klien apa adanya
11. Perawat -
Menyarankan keluarga untuk selalu mendukung klien
-
Menyarankan keluarga untuk menyiapkan lingkungan di rumah
-
Memberi reinforcement
-
Meningkatkan pemenuhan kebutuhan dan perawatan klien
42
DAFTAR PUSTAKA
Ardani, Tristiadi Ardi. 2013. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Bandung: Karya Putra Darwati. Bate, Arm. 2013. Pengaruh Penerapan Strategi Pelaksanaan Halusinasi terhadap Kemampuan Pasien dalam Mengontrol Halusinasi Dengar di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta. Braun, Virginia dan Clarke, Victoria.2013. Successful Qualitative Research: aPractical Guidefor Beginners. Los Angeles: Sage. Jusliani
dan
Sudirman.2014.
Pengaruh
Penerapan
Strategi
Pelaksanaan
TindakanKeperawatan Halusinasi Klien terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi di RSKD Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 2 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721.
Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC Kurniadi, Anwar. (2013). Manajemen Keperawatan dan Prospektifnya: Teori dan Aplikasi.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kusumawati dan Hartono .2010 .Buku Ajar Keperawatan Jiwa .Jakarta : Salemba Medika Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika Rasmun, (2001).Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama. Stuart dan Sundeen .2005 .Buku Keperawatan Jiwa .Jakarta : EGC
43