Aplikasi Keperawatan Pada Bayi Resiko Tinggi Bblr.docx

  • Uploaded by: Widia Yuni
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Aplikasi Keperawatan Pada Bayi Resiko Tinggi Bblr.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,503
  • Pages: 15
Aplikasi keperawatan pada Bayi resiko tinggi BBLR, Asfiksia, Hiperbilirubinemia, tetanus Neonatorum Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kesehatan Kerja Dosen Pengampu :

Disusun oleh: Kelompok 4 Tingkat 2A Reguler/Semester IV

Soniah

P27901117037

Tera YusAmanah Sukoco

P27901117040

Tiya Mutiara

P27901117041

Vira Melfiani

P27901117042

Virandia

P27901117043

Widia Yuni Pratiwi

P27901117044

POLTEKKES KEMENKES BANTEN JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN TAHUN 2018/2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Kesehatan Keselamatan Kerja dengan judul “Aplikasi keperawatan pada Bayi resiko tinggi BBLR, Asfiksia, Hiperbilirubinemia, tetanus Neonatorum” dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam menuntut ilmu. Kami mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu selaku Dosen Mata Kuliah Keperawatan Anak 2. Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga ke depannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk

memberikan

masukan-masukan

yang

bersifat

membangun

untuk

kesempurnaan makalah ini.

Tangerang, 21 Februari 2019

Kelompok 7 DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................

i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 1 1.3 Tujuan Penulisan .................................................................... 1

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja ....................... 2 2.2 Pengertian Ruang Perawatan ................................................. 2 2.3 Kesehatan dan keselamatan kerja di Ruang perawatan.......... 3

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan .......................................................................

7

3.2 Saran ..................................................................................

7

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................

8

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 latar belakang Neonates adalah bayi baru lahir yang berusia sampai dengan 28 hari. Pada masa tersebuut terjadi perubahan yang sangat besar dan kehidupan didalam rahimdan terjadi pematangan dengan hamper pada semua sistem tubuh, sehingga memiliki resiko tinggi terhadap berbagai masalah kesehtaan yang dapat muncul. Oleh karena itu, tanpa penanganan yang tepat, dapat meyebabkan komplikasi dan berakibat fatal. (Kemenkes RI,2015). Berbagai komplikasi pada neonatal dapat menyebabkan kecacatan dan atau kematian. Berdasarkan data Riskesdas (2007) menyatakan bahwa komplikasi yang terjadi penyebab kematian terbanyak yaitu asfiksia, bayi berat lahir rendah, dan infeksi. (kemenkes RI,2015) Bayi berat lahir rendah merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonates. Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir <2500 gram tanpa mellihat usia gestasi. (pradipta,2014). Hal ini didukung Annual Summary of Vital Statistics (2000) bahwasanya berat lahir merupakan factor risiko untuk mortalitas neonatal (Lissauer,2009) Asfiksia merupakan suatu kondisi dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera

setelah lahir (Betz dan Sowden,2000). Keadaan

tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, sampai asidosis. Asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti pengembangan paru Hiperbilirubinemia adalah berlebihnya kadar bilirubin dalam darah lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang berlebihan jelas pada kulit, mukosa, sclera, dan urin, serta organ lain, sedangkan pada bayi normal kadar bilirubin serum totalnya 5 mg%.

Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonates (bayi berusia 0-1 bulan). Tetanus sendiri merupakan penyakit toksemia akut yang menyerang susunan saraf pusat, oleh Karen itu adanya tetanuspasmin dari clostridium tetani. Tetanus juga dikenal dengan nama lockjaw karena salah satu gejala penyakit ini adalah mulut yang sukar dibuka (seperti terkunci). Penyakit tetanus disebabkan oleh kuman clostridium tetani. Perhatian terhadap upaya penurunan mortalitas neonatal menjadi penting karena kematian neonatal memberi kontribusi terhadap 59% kematian bayi. Berdasarkan survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian neonates (AKN) sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup. (Kemenkes RI,2015) Kejadian ini harus segera ditangani dengan penanganan neonatal komplikasi secara dini (kemenkes RI,2015). Dalam membantu mengembangkan fungsi optimum organ vital dengan melaksanakan manajemen penatalaksanaan bayi berat lahir rendah di ruang perinataologi yang pada prinsipnya adalah mempertahankan suhu tubuh, pemberian nutrisi ASI dan pencegahan infeksi. (Kemenkes RI,2011).

1.2 rumusan masalah 1.2.1 apa definisi dari BBLR? 1.2.1 1.3 tujuan 1. tujuan umum Memberikan panduan kepada konselor khususnya perawat dan bidan dalam memberikan konseling individual tentang perawatan bayi berat lahir rendah, asfiksia, Hiperbilirubinemia, dan tetanus neonatorum kepada orang tua/keluarga agar mampu menyelenggarakan pendidikan kesehatan sesuai standar.

2. tujuan khusus a. Dipahaminya tata cara penyelenggaraan konseling individual tentang perawatan bayi berat lahir rendah, asfiksia, hiperbilirubinemia, dan tetanus neonates oleh konselor yang sesuai standar b. Terselenggaranya konseling individual tentang perawatan bayi berat lahur rendah, asfiksia, hiperbilirubinemia, tetanus neonates yang sesuai standar. c. Diperolehnya konselor perawatan bayi berat lahir rendah, asfiksia, hiperbiliribinemia, tetanus neonates yang sesuai standar.

BAB II PEMBAHASAN 2.1

Definisi Asfiksia

Asfiksia neonatorum merupakan suatu kondisi dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir (Betz and Sowder, 20002). Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hipokapnea, sampai asidosis. Asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti pengembangan paru. Asfiksia neonatorum dapat disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya adalah adanya 1) penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi, gangguan atau penyakit paru, dan gangguan kontraksi uterus, 2) pada ibu yang kehamilannya beresiko, 3) factor plasenta, seperti janin dengan solusio plasenta, 4) factor janin itu sendiri, seperti terjadi kelainan pada tali pusat, seperti tali pusat menumbang atau melilit pada leher atau juga kompesi tali pusat antara janin dan jalan lahir, 5) sfaktor persalinan seperti partus lama atau partus dengan tindakna tertentu. Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007). Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999)

B. Etiologi / Penyebab Asfiksia Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini: 1. Faktor ibu 

Preeklampsia dan eklampsia



Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)



Partus lama atau partus macet



Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)



Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

2. Faktor Tali Pusat 

Lilitan tali pusat



Tali pusat pendek



Simpul tali pusat



Prolapsus tali pusat

3. Faktor Bayi 

Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)



Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)



Kelainan bawaan (kongenital)



Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan. C. Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD. Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya : 1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung. 2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung. 3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru

dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998). Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia 

Tidak bernafas atau bernafas megap-megap



Warna kulit kebiruan



Kejang



Penurunan kesadaran

D. Diagnosis Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu : 1. Denyut jantung janin Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebihlebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya 2. Mekonium dalam air ketuban Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah. 3. Pemeriksaan pH darah janin Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa

pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia. (Wiknjosastro, 1999) E. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu : 

Penafasan



Denyut jantung



Warna kulit

Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP). F. Persiapan Alat Resusitasi Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu : 1. 2 helai kain / handuk. 2. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.

3. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet. 4. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal. 5. Kotak alat resusitasi. 6. Jam atau pencatat waktu. (Wiknjosastro, 2007). G. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu : 1. Memastikan saluran terbuka - Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm. - Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea. - Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka. 2. Memulai pernafasan - Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan - Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi). 3. Mempertahankan sirkulasi - Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara - Kompresi dada. - Pengobatan Detail Cara Resusitasi Langkah-Langkah Resusitasi

1. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi. 2. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar. 3. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor). 4. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung. 5. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap punggung bayi. 6. Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif. 1. Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif. 2. Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit. 3. Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. 1. 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan. 2. 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV. 3. 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai kompresi jantung. 4. < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung. 5. Kompresi jantung Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung :

a

Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi

tubuh bayi. b

Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan

belakang tubuh bayi. 7. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada. 8. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan. 9. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV. 10. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat. 11. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 – 5 menit. 12. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro, 2007) Persiapan resusitasi Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah : 1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum. 2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara lain : - Alat pemanas siap pakai – Oksigen - Alat pengisap

- Alat sungkup dan balon resusitasi - Alat intubasi - Obat-obatan Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif : 1. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan. 2. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien 3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi. 4. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien. 5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.

Related Documents


More Documents from ""