Fungsi Dan Peranan Bpd Dalam Mencegah Tindak Pidana Korupsi.docx

  • Uploaded by: Widia
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fungsi Dan Peranan Bpd Dalam Mencegah Tindak Pidana Korupsi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,638
  • Pages: 13
Fungsi dan Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Mencegah Tindak Pidana Korupsi A. Latar Belakang Badan

Permusyawaratan

Desa

(BPD)

merupakan

lembaga

perwujudan demokrasai dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa, BPD juga dianggap sebagai Parlemen-nya Desa. BPD merupaka lembaga baru di Desa pada era otonomi daerah di Indonesia. UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa BPD timbul dari, oleh dan untuk masyarakat Desa. Dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa di awasi oleh BPD, dimana kepala Desa bertanggungjawab terhadap BPD dan melaporkan pelaksanaan pemerintahannya kepada Bupati. Keberhasilan pemerintahan ditingkat Desa merupakan cermin utama dalam penilain terhadap berhasil atau tidaknya pemerintahan suatu Negara. BPD sebagai lembaga yang ada dalam pemerintahan Desa dan merupakan lembaga yang paling dekat dengan masyarkat perannya sangat penting dalam mendukung penyelenggaran pemerintahan. Diantaranya dalam penyerapan aspirasi masyarakat Desa, legislasi, dan pengawasan tidak terkecuali juga dalam hal pengelolaan keuangan Desa. UU No 6 tahun 2014 menjelaskan bahwa keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Dalam pengelolaannya pemegang kekuasaan pengelola keuangan Desa berada ditangan Kepala Desa Dalam pelaksanaannya pengelolaan keuangan Desa ini sangat rentan terjadinya tindak pidana korupsi (TIPIKOR), seperti halnya yang saat ini sedang marak terjadi, dimana Kepala Desa menjadi tersangka Korupsi atas tindakannya dalam pengelolaan keuangan Desa. Merujuk pada hal ini BPD sebagai

lembaga

yang

juga

berperaan

sebagai

pengawas

dalam

penyelenggaraan pemerintahan dan termasuk keuangan Desa tentu memiliki

fungsi dan peran yang penting atas pengelolaan keuangan Desa guna mencegah terjadinya TIPIKOR. Berdasarkan urain diatas mengenai pentingnya peran BPD dalam penyelenggaraan pemerintah Desa dan pengelolaan keuangan Desa maka penulis tertarik untuk lebih lanjut membahas fungsi serta peran BPD dalam Mencegah TIPIKOR. Dengan judul penulisan “Fungsi dan Peran BPD dalam mencegah Tindak Pidana Korupsi”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan dibahas ialah “ Bagaimanakah Fungsi dan Peran BPD dalam Mencegah Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR)?” C. Pembahasan 1. Badan Permusyawaratan Desa a. Pengertian BPD Badan Permusyawaratan

Desa

(BPD)

adalah

lembaga

perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa. BPD juga bisa dibilang sebagai parlemen Desa. Anggota BPD merupakan perwakilan dari penduduk Desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan secara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri ats Ketua RW (Rukun Warga), pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD yaitu 6 tahun dan bisa diangkat atau diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diizinkan untuk merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa. Peresmian

anggota

BPD

ditetapkan

dengan

Keputusan

Bupati/Wali kota, dimana sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama dihadapan masyarakat dan dipandu oleh Bupati/ Wali kota. Ketua BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam Rapat BPD yang diadakan secara khusus. BPD berfungsi

menetapkan

Peraturan

Desa

bersama

Kepala

Desa,

menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Istilah BPD tidak selalu sama pada setiap daerah di Indonesia dengan kata lain dapat disebut dengan istilah lain. b. Tugas dan Wewenang BPD (Pasal 32 Permendagri No 110 tahun 2016 tentang BPD) 1) Menggali, menampung, mengelola dan menyalurkan aspirsi masyarakat 2) Menyelenggarakan musyawarah BPD dan musyawarah Desa 3) Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa, dalam melakukan pemilihan kepada Desa, BPD berhak membentuk panitia pemilihan kepala Desa yang sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten 4) Memberi persetujuan pemberhentian atau pemberhentian sementara perangkat Desa 5) Membuat susunan tata tertib BPD 6) Menggali, menampung, mengelola dan menyalurkan aspirsi masyarakat 7) Menyelenggarakan musyawarah BPD dan musyawarah Desa 8) Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa, dalam melakukan pemilihan kepada Desa, BPD berhak membentuk panitia pemilihan kepala Desa yang sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten 9) Memberi persetujuan pemberhentian atau pemberhentian sementara perangkat Desa 10) Membuat susunan tata tertib BPD c. Tujuan Pembentukan BPD 1) Memberikan pedoman bagi anggota

masyarakat

mengenai

bagaimana bertingkahlaku atau bersikap atas kedudukannya dalam menghadapi permasalahan dalam masyarakat yang berhubungan dengan kebutuhan masyarakat 2) Menjaga masyarakat agar tetap utuh 3) Memberi pedoman pada masyakat pengendalian

sosial,

seperti

sistem

untuk

membuat

pengawasan

sistem

masyarakat

terhadapa tingkah laku anggotanya 4) Sebagai tempat demokrasai Desa, anggotak BPD dipiliah dari dan oleh penduduk Desa yang telah memenuhi persyaratan. Sedangkan pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD sendiri. d. Hak-hak yang dimiliki BPD

Secara umum BPD berhak memperoleh keterangan kepala pemerintah Desa dan mengemukakan pendapat dan anggota BPD juga memiliki beberapa hak, yaitu: 1) Mengajukan rancangan Peeraturan Desa 2) Mengajukan pertanyaan 3) Menyampaikan usul dan pendapat 4) Memilih dan dipilih 5) Mendapat tunjangan. 2. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Secara

luas

Korupsi

berarti

perbuatan

yang

buruk

atau

penyelewengan uang negara. Dalam kamus hukum "Black’s Law Dictionary" Henry Campbell Black menjelaskan pengertian korupsi (dalam terjemahan): “Suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak-pihak lain, secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain bersamaan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain” Di Indonesia tindak pidana korupsi adalah tindak pidana melawan hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang tindak pidana korupsi Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), yang menyebutkan: “Tindak Pidana Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Mengacu pada ketentuan di atas, maka ada kelompok atau jenis tindak pidana korupsi yaitu::

a)

Korupsi yang terkait dengan kerugian keuangan Negara, diatur dalam ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 UU PTPK

b)

Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap, diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 6 ayat (1) huruf b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 12 huruf c, Pasal 12 huruf d dan Pasal 13 UU PTPK

c)

Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan, diatur dalam ketentuan Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b dan Pasal 10 huruf c 3 UU PTPK

d)

Korupsi yang terkait dengan pemerasan, diatur dalam ketentuan Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 huruf g UU PTPK;

e)

Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang, diatur dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 12 huruf h UU PTPK

f)

Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan, diatur dalam ketentuan Pasal 12 huruf i UU PTPK

g)

Korupsi yang terkait dengan gratifikasi, diatur dalam ketentuan Pasal 12B jo. Pasal 12C UU PTPK Selain dari tindak-tindak pidana tersebut di atas, masih ada tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yaitu:

a)

Merintangi Proses Pemeriksaan Perkara Korupsi, diatur dalam ketentuan Pasal 21 UU PTPK

b)

Tidak Memberi Keterangan atau Memberi Keterangan yang Tidak Benar, diatur dalam ketentuan Pasal 22 jo. Pasal 28 UU PTPK

c)

Bank yang Tidak Memberikan Keterangan Rekening Tersangka, diatur dalam ketentuan Pasal 22 jo. Pasal 29 UU PTPK

d)

Saksi atau Ahli yang Tidak Memberi Keterangan atau Memberi Keterangan Palsu, diatur dalam ketentuan Pasal 22 jo. Pasal 35 UU PTPK

e)

Orang yang Memegang Rahasia Jabatan Tidak Memberikan Keterangan atau Memberi Keterangan Palsu, diatur dalam ketentuan Pasal 22 jo. Pasal 36 UU PTPK

f)

Saksi yang Membuka Identitas Pelapor, diatur dalam ketentuan Pasal 24 jo. Pasal 31 UU PTPK. Karasteristik tindak pidana korupsi di atas, mensyaratkan bahwa pelaku, tersangka, terdakwa haruslah aparat penegak hukum atau penyelenggara Negara atau orang lain/korporasi yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara Negara. Biasanya ada sebagian koruptor melakukan pencucian uang untuk menyembunyikan asal-usul hasil korupsi

3. Keuangan Desa Keuangan Desa menurut UU Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Hak dan kewajiban tersebut menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan yang perlu diatur dalam pengelolaan keuangan Desa yang baik. Siklus pengelolaan

keuangan

Desa

meliputi:

perencanaan,

pelaksanaan,

penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban. Pengelolaan keuangan Desa dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Dalam Permendagri No. 113 tahun 2014, tentang Pengelolaan Keuangan Desa, disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.

Pengelolaan keuangan Desa berdasarkan pada asas-asas transparan, akuntabel,partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran sebagaimana yang tertuang dalam Permendagri No. 113 tahun 2014. Berdasarkan Permendagri No. 113 tahun 2014 kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan Desa dan mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan milik Desa yang dipisahkan. Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan Desa mempunyai a) b) c) d) e)

kewenangan: Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APB Desa Menetapkan PTPKD Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan Desa Menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam apbDesa Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APB Desa. Peranserta masyarakat dalam pengelolaan keuangan Desa menjadi faktor penting dalam rangka mewujudkan rasa tanggungjawab masyarakat atas segala hal yang telah diputuskan dan dilaksanakan, menumbuhkan rasa memiliki, sehingga masyarakat sadar dan sanggup untuk memelihara dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan (swadaya) dan memberikan

legitimasi atau keabsahan atas segala yang telah diputuskan. 4. Fungsi dan Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Mencegah Tindak Pidana Korupsi BPD sebagai lembaga yang memiliki fungsi pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan memiliki peran sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Adapun fungsi serta peran BPD dalam Penyelenggaraan pemerintahan Desa terkait dalam hal penyerapan aspirasi masyarakat Desa, legislasi, dan pengawasan tidak terkecuali juga dalam hal pengelolaan keuangan Desa. Pengelolaan keuangan Desa yang di kuasai oleh kepala Desa dalam pelaksanaannya perlu di awasi salah satu pengawasan itu ialah dari BPD. BPD juga berhak menyelenggarakan Musyawarah Desa (Musdes) pada agenda-agenda yang mengharuskan adanya Musdes, salahsatunya

Musdes membahas rencana lahirnya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Tanpa persetujuan BPD, BUMDes tidak bisa dijalankan. Sekaligus BPD adalah salahsatu lembaga yang bakal mengawasi jalannya proses yang berjalan pada BUMDes. Hadirnya UU N0. 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menempatkan Desa sebagai subyek bagi pembangunan di wilayahnya sendiri membuat peran BPD mutlak dan penting. Pasalnya, Desa yang selama ini diposisikan sebagai obyek, kini telah menjadi subyek bagi pengembangan potensi dirinya sendiri. BUMDes misalnya, adalah salahsatu produk yang dibentuk untuk mendorong peningkatan kesejahteraan Desa meliputi seluruh warganya dengan memanfaatkan sebaik-baiknya aset dan potensi yang dimiliki. BUMDes bisa berjalan dengan menggunakan penyertaan modal dari Desa dan atau bekerjasama dengan pihak ketiga. Sebagai sebuah lembaga usaha yang sekaligus mengemban misi pemberdayaan potensi Desa, BUMDes harus memiliki kemampuan manajerial yang tangguh. Di sinilah tantangannya. Kebaruan wacana BUMDes membuat banyak Desa masih kebingungan dengan apa yang akan dilakukan BUMDes jika lembaga itu terbentuk. Di lain sisi pemerintah pusat telah menganggarkan dana yang jumlahnya cukup besar bagi Desa demi mendukung pengembangan kesejahteraannya. Peran BPD menjadi sangat penting untuk mengawasi bagaimana dana yang ada dimanfaatkan untuk program-program yang sesuai dengan apa yang telah disusun Desa sekaligus mengawasi berjalannya proses realiasi program. BPD pula yang diharapkan mampu menciptakan kepatuhan dari perangkat teknis Desa agar tidak terjadi penyimpanganpenyimpangan. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN, Pasal 1, ayat 2 : Dana Desa adalah Dana yang bersumber

dari Anggaran

Pendapatan

dan

Belanja

Negara

yang

diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Selanjutnya dalam pasal 6 disebutkan

bahwa

Dana Desa

tersebut

ditransfer melalui APBD

kabupaten/kota untuk selanjutnya ditransfer ke APB Desa. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Pasal 48: Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajibannya, kepala Desa wajib: a)

Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada bupati/walikota

b)

Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada bupati/walikota

c)

Menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Pasal 51:

a)

Kepala Desa menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf c setiap akhir tahun anggaran kepada Badan Permusyawaratan Desa secara tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.

b)

Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat pelaksanaan peraturan Desa.

c)

Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Badan Permusyawaratan Desa dalam melaksanakan fungsi pengawasan kinerja kepala Desa.

Dari uraian diatas sudah jelas bahwa Badan Permusyawaratan Masyarakat Desa mempunyai peran yang strategis dalam ikut mengawal penggunaan dana Desa tersebut agar tidak diselewengkan. Jika dicermati ketentuan pasal 48 dan 51 PP Nomor 43 Tahun 2014. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut setidaknya ada 3 poin yang sangat krusial yaitu : 1.

Pasal 48 huruf c yang menyebutkan bahwa Kepala Desa wajib menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran.

2.

Pasal 51 ayat 2 bahwa Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat pelaksanaan peraturan Desa. Mari kita garis bawahi mengenai kata-kata paling sedikit memuat pelaksanaan peraturan Desa. Kita tentu masih ingat bahwa APBDes adalah merupakan salah satu contoh Peraturan Desa. Ini artinya bahwa kalau Kepala Desa wajib membuat laporan keterangan tertulis tentang pelaksanaan peraturan Desa berarti kepala Desa wajib membuat laporan tentang pelaksanaan APBDes.

3.

Lebih lanjut dalam Pasal 51 ayat (3) dijelaskan bahwa laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Badan Permusyawaratan Desa dalam melaksanakan fungsi pengawasan kinerja kepala Desa. Karena dana Desa yang bersumber dari APBN jumlahnya cukup besar maka diperlukan mekanisme kontrol dari masyarakat untuk mengawasi penggunaan dana Desa tersebut agar dana tersebut dipergunakan sesuai

dengan

peruntukannya

untuk

meningkatkan

kesejahteraan

masyarakat. Pemerintahan Desa dituntut menyelenggarakan pemerintahan secara transparan dan akuntabel. BPD merupakan pengawas internal dalam

pengelolaan keuangan Desa yang akan berkoordinasi dengan BPK jika ditemukan penyelewan atas pengelolaan keuangan Desa. D. Contoh Kasus (Sumber: Skripsi Kamaluddin, Peranan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Di Desa Mattirowallie Kec. Tanete Riaja, Kab.Barru) Peran dan fungsi pengawasan BPD dalam pengelolaan APBD pemerintahan di Desa Mattirowalie, antara lain: 1. Memantau semua pemasukan dan pengeluarab Kas Desa 2. Memantau secara rutin mengenai dana-dana swadaya yang digunakan untuk pembangunan Desa Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari ketua BPD Desa Mattirowallie bahwa setiap kegiatan yang berkaitan dengan keuangan Desa

telah

dilakukan

berdasarkan

pada

asas-asas

transparan,

akuntabel,partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran sebagaimana yang tertuang dalam Permendagri No. 113 tahun 2014. E. Kesimpulan BPD sebagai lembaga yang memiliki fungsi pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan memiliki peran sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Adapun fungsi serta peran BPD dalam Penyelenggaraan pemerintahan Desa terkait dalam hal penyerapan aspirasi masyarakat Desa, legislasi, dan pengawasan tidak terkecuali juga dalam hal pengelolaan keuangan Desa. Fungsi BPD sebagai pengawasan berhak untuk ikut serta dalam pengawasan pengelolaan Keuangan Desa agar tidak terjadi penyelewengan anggaran oleh aparat pemerintahan Desa. BPD berkoordinasi dengan BPK dalam melakukaan pengawasan terhadap

pengelolaan keuangan Desa. Adanya mekanisme ‘check and balance’ ini akan meminimalisir penyalahgunaan keuangan Desa. Saran Badan Permusyawaratan Desa merupakan lembaga yang mempunyai fungsi pengawasan diharapkan bisa menjalankan perannya secara sungguhsungguh terutama dalam hal penggunaan anggaran.oleh karenan itu anggota BPD diharapakan benar-benar masyarakat yang memiliki pengalaman dan memiliki kompetnsi yang cukup tentang penyelenggaraan pemerintahan Desa sehinggah peran dan fungsi BPD ini benar-berar berjalan sebagaimana mestinya. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah sudah memberikan payung hukum yang jelas sehingga BPD tidak perlu ragu dalam menjalankan fungsinya untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja kepala Desa.

Daftar Pustaka Undang-Undang N0. 6 Tahun 2014 tentang Desa Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Permendagri No 110 tahun 2016 tentang Badan Permuyawaratan Desa Skripsi Kamaluddin, Peranan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Di Desa Mattirowallie Kec. Tanete Riaja, Kab.Barru http://www.keuanganDesa.com/2015/05/dasar-hukum-pengawasandana-Desa-oleh-bpd/ http://www.berDesa.com/apa-tugas-utama-bpd-ini-jawabannya/

Related Documents


More Documents from "Fajar Shidiq"