Analisis Dan Pembahasan.docx

  • Uploaded by: Nailil Hidayah
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Analisis Dan Pembahasan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,237
  • Pages: 15
H. Analisis dan Pembahasan Pada percobaan ini dengan judul Penentuan Orde Reaksi pada Laju Ketengikan Minyak Jagung dengan Metode titrasi Iodometri yang memiliki tujuan mengetahui bilangan peroksida pada minyak jagung, mengetahui cara penentuan ketengikan minyak jagung dan mengetahui orde reaksi pada proses ketengikan minyak jagung. Pada percobaan ini menggunakan prinsip laju reaksi integral karena percobaan ini memiliki variabel bebas berupa waktu, atau dapat dikatakan percobaan ini dilakukan uji untuk tiap waktu yang ditentukan, dilakukannya dengan waktu yang berbeda-beda maka akan didapatkan laju tiap waktunya, sehingga diperoleh data laju sesaat dan waktu sesaat. Data yang diperoleh yaitu berupa besarnya bilangan peroksida dan waktu, yang dapat dicari orde reaksi ketengikan minyak jangung akibat pemanasan. Secara teori bahwa semakin lama proses pemanasan minyak, maka lemak radikal yang terbentuk akan semakin banyak sehingga bilangan peroksida akan semakin besar seiring bertambahnya waktu. Tahapan Titrasi Blanko Sebelum percobaan dilakukan, terlebih dahulu dilakukan tahap penentuan Blanko. Tahap penentuan blanko ini bertujuan untuk menentukan jumlah mol ion Iod yang belum teroksidasi menjadi I2. Belum teroksidasinya Imenjadi I2 merupakan keadaan awal saat t pemanasan minyak (ketengiak minyak) adalah 0. Proses percobaannya yaitu mula-mula diukur 3,6 mL asam asetat glasial tidak berwarna dan dimasukkan kedalam erlenmeyer, setelah itu dicampur dengan 2,4 mL kloroform tidak berwarna dan dihasilkan campuran larutan tidak berwarna. Setelah siap, larutan dihomogenkan, dan setelah itu diberi larutan KI jenuh sebanyak 2 tetes lalu dihomogenkan dan didiamkan selama 1 menit. Setelah siap ditambahkan aquades 6 mL aquades dan ditambahkan dengan 2 tetes indikator amilum 1% dan dihomogenkan. Didapatkan larutan berwarna kuning muda yang terbentuk 2 lapisan yaitu kuning muda dengan tidak berwarna. Terbentuknya warna kuning muda ini disebabkan karena adanya ion I- dari KI yang terdisosiasi dan terdistribusi dalam larutan, karena warna kuning adalah warna karakteristik dari ion I-.

Fungsi penambahan kloroform dalam larutan dikarenakan I2 yang terbentuk nantinya merupakan senyawa non-polar, hanya dapat larut sempurna pada senyawa non polar yaitu kloroform. Fungsi penambahan asam asetat glasial adalah berfungsi untuk mengubah suasana larutan menjadi suasana asam dan sebagai katalais untuk mempercepat reaksi oksidasi reduksi ion Idengan minyak peroksida. Cara mempercepatnya yaitu dengan jalan membentuk senyawa HI sebagai agen pereduksi yang lebih kuat daripada KI dalam mereduksi minyak peroksida (R-OOH menjadi R-OH) dalam penentuan bilangan peroksida nantinya. Sehingga proses reduksi oksidasi nantinya akan berjalan lebih cepat dan optimal. Asam asetat glasial adalah asam asetat anhidrous yaitu asam asetat yang bebas air dalam larutannya. Penggunaan asam asetat glacial pada reaksi tersebut dikarenakan asam asetat glasial bebas air dan lebih pekat sehingga lebih reaktif dalam menyumbangkan ion H+ untuk berikatan dengan I- menjadi HI dan mudah larut pada senyawa organik dan senyawa non-polar yang kurang larut sempurna pada air seperti minyak dan I2. Sehingga asam asetat glasial lebih optimal dalam bereaksi pada keadaan larutan tersebut. Dengan reaksi : KI (aq) + CH3COOH (aq) → HI (aq) + CH3COOK (aq) Fungsi dari penambahan KI dimaksudkan adalah sebagai indikator terjadinya oksidasi reduksi, yaitu sebagai penyedia ion I- yang nantinya akan dioksidasi menjadi I2. Fungsi penambahan aguades adalah untuk melarutkan natrium tiosulfat sebagai penitrasi nantinya karena natrium tiosulfat lebih larut dengan baik didalam air dikarenakan kepolaran yang hampir sama sehingga dapat larut dengan optimal. Dengan larutnya natrium tiosulfat secara optimal, membuat reaksi oksidasi reduksi juga akan berjalan optimal antara natrium tiosulfat dengan I2 pada uji nantinya. Fungsi penambahan amilum adalah sebagai indikator adanya I2 yang ditandai dengan terbentuknya warna biru kehitaman akibat kompleks I2-amilum yang terbentuk. Namun pada uji blanko, setelah ditambahkan dengan amilum, larutan berwarna kuning dan tidak berwarna biru kehitaman dikarenakan pada uji blanko belum terjadi reaksi oksidasi ion I- menjadi I2 sehingga masih belum adanya kompleks I2-amilum

yang terbentuk, dan masih terdapat karakteristik warna ion Iod saja yaitu kuning. Kemudian larutan dititrasi dengan Natrium tiosulfat hingga mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen yaitu keadaan dimana : Jumlah ekivalen I- = jumlah ekivalen S2O32Saat jumlah ekivalen I- sama dengan jumlah ekivalen S2O32- maka dapat dikatakan bahwa ion I- seluruhnya telah bereaksi Na+ hasil dari natrium tiosulfat yang telah terdisosiasi menjadi Na+ dan S2O32- membentuk senyawa baru yaitu NaI yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning (karakteristik I-) akibat masih adanya I- menjadi tidak berwarna dari senyawa NaI. Dengan reaksi sebagai berikut: 2Na2S2O3 (aq) + 2I- (aq) → Na2S4O6 (aq) + 2NaI (aq) Dan didapatkan volume natrium tiosulfat untuk bereaksi dengan ion Iod (I-) yaitu sebanyak 0,04 mL. Dengan volume tersebut, dapat dikatakan bahwa volume tersebut adalah volume natrium tiosulfat yang dibutuhkan saat I- masih belum teroksidasi menjadi I2 (I2 = 0) yaitu pada saat t = 0 atau belum terjadinya proses oksidasi ion iod Fungsi perhitungan blanko saat didapatkan volume natrium tiosulfat tersebut adalah untuk menghitung jumlah I2 yang terbentuk dari oksidasi Ioleh minyak peroksida dalam perhitungan bilangan peroksida

dengan

menganggap bahwa volume natrium tiosulfat blanko adalah volume I- yang belum teroksidasi, sehingga untuk mendapatkan volume I2 hasil oksidasi yaitu dengan mengurangi volume total natrium tiosulfat dengan volume natrium tiosulfat blanko sebagai volume I- yang belum teroksidasi. Dalam hal ini dibutuhkan volume Na2S2O3 yang dibutuhkan untuk menitrasi semua I- saja sebanyak 0.28 mL. Uji Penentuan Bilangan Peroksida Tahapan yang dilakukan dalam percobaan ini yaitu dengan membersihkan seluruh alat yang akan digunakan, hal ini dilakukan untuk menghilangkan zat-zat pengotor yang ada pada alat yang sehingga akan menggaggu hasil reaksi yang terjadi. Percobaan ini digunakan 25 mL sampel

minyak jagung dimasukkan kedalam gelas kimia kemudian dididihkan dan dibiarkan ditempat terbuka. Pada pemanasan ini dalam waktu 15, 30, 45 60 dan 120 menit sampel minyak diambil digunakan untuk penghitungan data peroksida dari ketengikan minyakyang terjadi. Selanjutnya menyiapkan untuk titrasi iodometri dengan menggunakan Burret automatic Class A 5 mL yang diisi dengan larutan Na2S2O3 (larutan tidak berwarna). Digunakan Burret automatic Class A 5 mL karena memiliki ketelitian yang tinggi, sehingga cocok digunakan dalam percobaan ini, karena percobaan ini digunakan I2 dalam jumlah sedikit dan diperlukan ketelitian yang tinggi untuk mengetahui skala titran yang dibutuhkan. Minyak jagung yang telah dipanaskaan selama 15, 30, 45 60 dan 120 menit diambil sampel 2 mL pada tiap waktu pengambilan. Kemudian minyak jagung dimasukkan kedalam erlenmeyer dalam keadaan hangat yang bertujuan untuk mensetarakan suhu minyak dengan suhu larutan yang akan ditambahkan, karena dikhawatirkan jika terjadi perbedaan suhu yang besar akan menyebabkan adanya letupan. Selanjutnya, sampel minyak kelapa ditambah dengan 3,6 mL asam asetat glasial, asam asetat glasial adalah asam asetat anhidrous yaitu asam asetat yang bebas air dalam larutannya. Penambahan ini berfungsi untuk mengubah suasana larutan menjadi suasana asam dan agar sampel minyak bersifat oksidator serta digunakan sebagai katalis untuk mempercepat reaksi oksidasi reduksi ion I- dengan minyak peroksida. Cara mempercepatnya yaitu dengan jalan membentuk senyawa HI sebagai agen pereduksi yang lebih kuat daripada KI dalam mereduksi minyak peroksida (R-OOH menjadi R-OH) dalam penentuan bilangan peroksida. Sehingga proses reduksi oksidasi akan berjalan lebih cepat dan optimal. Penggunaan asam asetat glacial pada reaksi tersebut dikarenakan asam asetat glasial bebas air dan lebih pekat sehingga lebih reaktif dalam menyumbangkan ion H+ untuk berikatan dengan I- menjadi HI dan mudah larut pada senyawa organik dan senyawa non-polar yang kurang larut sempurna pada air seperti minyak dan I2. Sehingga asam asetat glasial lebih optimal dalam bereaksi pada keadaan larutan tersebut. Dalam percobaan ini terjadi reaksi sebagai berikut: KI (aq) + CH3COOH (aq) → HI (aq) + CH3COOK (aq)

Tahapan selanjutnya yaitu campuran ditambahkan dengan 2.4 mL kloroform (larutan tidak berwarna) penambahan ini bertujuan untuk melarutkan minyak jagung karena minyak merupakan kelompok yang masuk pada golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat dialam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar. Minyak dapat larut dalam senyawa organik non polar karena minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut. Kemudian larutan ditambahkan dengan 2 tetes larutan KI (larutan tidak berwarna). Fungsi penambahan larutan KI yaitu sebagai indikator terjadinya reduksi-oksidasi, yaitu sebagai penyedia atau penyumbang ion I- yang akan dioksidasi oleh minyak peroksida menjadi I2 juga untuk membebaskan iodin yang ditandai dengan terbentuknya warna kuning pada sampel. Kemudian digoyangkan agar tercampur secara merata, Selanjutnya larutan didiamkan selama 1 menit yang berfungsi agar larutan dapat homogen dan reaksi oksidasi reduksi antara minyak peroksida dengan Idapat berjalan optimal. Reaksi yang terjadi yaitu minyak peroksida/minyak radikal akan mengoksidasi I- dari HI menjadi I2 sedangkan I- dari HI tersebut mereduksi minyak radikal/minyak peroksida (R-OOH) menjadi R-OH. Terjadi reaksi sebagai berikut: 2HI (aq) + ROOH (aq)  ROH (aq) + H2O (l) + I2 (aq) Proses terjadinya oksidasi dan reduksi tersebut berjalan secara bersamaan. Sehingga dapat dikatakan jumlah I2 yang diperoleh sama halnya atau berbanding lurus dengan jumlah minyak peroksida yang terbentuk akibat pemanasan dalam kurun waktu tertentu. Setelah mencapai 1 menit, kemudian ditambahkan 6 mL aquades yang bertujuan untuk menampakkan hasil yang akan didapatkan, kemudian ditambahkan 2 tetes amilum 1%, yang berfungsi sebagai indikator untuk mendeteksi adanya I2 yang terbentuk hasil oksidasi Ioleh minyak peroksida. Keberadaan I2 dapat dideteksi dengan melihat perubahan warna dari kuning jernih menjadi kuning agak biru kehitaman. Warna kuning agak biru kehitaman tersebut dikarenakan masih adanya ion iod (I- karakteristik warna kuning) yang masih belum teroksidasi dalam larutan, yang mana juga bercampur dengan senyawa I2 hasil oksidasi yang telah

membentuk kompleks I2-amilum yang berwarna biru kehitaman. Pada percobaan ini terjadi reaksi sebagai berikut:

(aq) + n I2 (aq) → Tahapan selanjutnya yaitu larutan dititrasi dengan Na2S2O3 hingga titik ekivalen tercapai yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning agak biru kehitaman menjadi tidak berwarna. Hal tersebut terjadi karena pada saat titran (S2O32) diteteskan pada titrat yang mengandung iod-amilum, maka (S2O32-) sebagai reduktor kuat akan langsung dapat mereduksi oksidator yang terdapat dalam larutan. Dalam hal ini, oksidator yang ditemukan adalah I2 yang sedang membentuk ikatan kompleks dengan amilum. Sehingga ikatan iod-amilum akan lepas dan I2 yang lepas tersebut akan direduksi oleh (S2O32-) menjadi I- hingga I2 dalam larutan habis direduksi menajadi I- seluruhnya yang ditandai dengan hilangnya karaktersitik I2 dalam larutan yaitu larutan berubah warna menjadi tidak berwarna. Pada percobaan ini terjadi reaksi sebagai berikut:

+ Na2S2O3 (aq)→

Pada percobaan ini terjadi titik ekivalen: Jumlah ekivalen I2 = jumlah ekivalen S2O32-

Dengan reaksi sebagai berikut:

2Na2S2O3 (aq) + I2-amilum (aq) → Na2S4O6 (aq) + 2NaI (aq) + amilum Setelah larutan tepat berubah menjadi tidak berwarna kemudian titrasi dihentikan dan dicatat volume natrium tiosulfat yang dibutuhkan untuk menitrasi I- dan I2 dan didapatkan volume total natrium tiosulfat. Tahapan-tahapan ini dilakukan juga pada tiap-tiap selang waktu pemanasan yang berikutnya yaitu 30 menit, 45 menit, 60 menit serta 120 menit. Sehingga didapatkan data volume natrium tiosulfat untuk berbagai selang waktu: Lama

pemanasan Volume Na2S2O3

(menit) 15

0.7

30

0.88

45

1.09

60

1.18

120

1.32

Setelah data diperoleh, kemudian dicari konsentrasi minyak yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut. 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝐼2 = 𝑚𝑚𝑜𝑙𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 Kemudian dengan rumus: 𝑎 − 𝑥 = 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 − 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝐼2 Sehingga didapatkan data sebagai berikut dengan nilai mmol minyak sebesar 6.463 mmol

Waktu (menit)

𝑎 – 𝑥 = 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 − 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝐼2 (mmol)

15

6.393

30

6.375

45

6.354

60

6.354

120

6.331

Dalam percobaan ini didapatkan hasil bilangan peroksida sebagai berikut: Waktu (menit)

Bilangan Peroksida (mek/Kg)

15

23.044

30

32.920

45

44.442

60

49.380

120

57.061

Dari data menandakan bahwa semakin lama waktu pemanasan maka semakin banyak pula volume yang dibutuhkan untuk membentuk minyak peroksida. Dengan minyak peroksida yang terbentuk, maka semakin banyak pula I- yang teroksidasi oleh minyak peroksida, menjadi I2. Dengan semakin banyaknya I2 yang terbentuk maka semakin banyak pula volume natrium tiosulfat yang dibutuhkan untuk mereduksi kembali I2 menjadi I-. Sehingga data dapat dikatakan bahwa telah sesuai teori. Penentaun orde reaksi pada percobaan ini menggunakan metode integral dikarenakan diketahui selang waktu pemanasan yang dapat dikatakan sebagai waktu sesaat. Dalam metode integral, penentuan orde reaksi dapat dengan mudah menggunakan cara non grafik, sedangkan untuk cara grafik agak sukar karena pada persamaan integral garis lurusnya tidak mengandung orde reaksi, tidak seperti pada rumus differensial yang terdapat variabel orde reaksi. Namun orde reaksi ketengikan minyak dapat digambar grafiknya dengan cara memasukkan rumus hukum laju bentuk integral kedalam persamaan garis lurus yaitu sebagai berikut:

Hukum Laju Bentuk

Orde

Persamaan Garisnya

Integral

Keterangan 𝑥=𝑡

𝑘𝑡 = ln 𝑎 − ln(𝑎 − 𝑥)

1

ln(𝑎 − 𝑥) = 𝑙𝑛 𝑎 − 𝑘𝑡

y = ln(𝑎 − 𝑥) Intersep = ln 𝑎 Slope = -k < 0 𝑥=𝑡

𝑘𝑡 =

2

1 1 − (𝑎 − 𝑥) 𝑎

1 1 = + 𝑘𝑡 (𝑎 − 𝑥) 𝑎

y=

1 (𝑎 − 𝑥) 1

Intersep = 𝑎 Slope = k > 0 𝑥=𝑡

3

1 1 𝑘𝑡 = − 2 2 2(𝑎 − 𝑥) 2𝑎

1 1 = 2 + 𝑘𝑡 2 2(𝑎 − 𝑥) 2𝑎

𝑦=

1 2(𝑎 − 𝑥)2 1

Intersep = 2𝑎2 Slope = k > 0

Sehingga didapatkan hasil sebagai berikut: Waku

(a-x)

sesaat (s)

Orde 1

Orde 2

Orde 3

ln (a-x)

1 (a − x)

1 2(a − x)2

900

6.393

1.855

0.1564

0.0122

1800

6.375

1.852

0.1568

0.0123

2700

6.354

1.849

0.1573

0.0123

3600

6.354

1.847

0.1576

0.0124

7200

6.331

1.845

0.1579

0.0124

Dengan grafik sebagai berikut:

Laju Reaksi Orde 1 1.856 1.854

ln (a-x)

1.852 1.85

laju reaksi orde 1

1.848 Linear (laju reaksi orde 1)

1.846 y = -1E-06x + 1.8546 R² = 0.8163

1.844 1.842

1/(a-x)

0

2000

4000

t

6000

0.1585

Laju Reaksi Orde 2

0.158

y = 2E-07x + 0.1565 R² = 0.8173

8000

0.1575

laju reaksi orde 2

0.157

Linear (laju reaksi orde 2)

0.1565 0.156 0

2000

4000 t

6000

8000

Laju Reaksi Orde 3

0.01255

y = 4E-08x + 0.0122 R² = 0.814

0.0125

1/2(a-x)^2

0.01245 0.0124

laju reaksi orde 3

0.01235 Linear (laju reaksi orde 3)

0.0123 0.01225 0.0122 0

2000

4000

t

6000

8000

Berdasarkan grafik pada orde 1, 2, dan 3 maka dapat dibandingkan nilai regresinya. Pada orde 1 diperoleh regresi (R2) sebesar 0,8163, pada orde 2 diperoleh regresi (R2) sebesar 0,8173, dan orde 3 sebesar 0,814. Pada metode grafik orde reaksi dapat ditentukan dengan melihat nilai regresinya. Regresi merupakan cara untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung dan memprediksi variabel tergantung dengan menggunakan variabel bebas. Keselerasan model regresi dapat diterangkan dengan menggunakan nilai R2, semakin besar nilai tersebut maka model semakin baik. Jika nilai mendekati 1 maka model regresi semakin baik. Nilai R2 mempunyai karakteristik diantaranya: selalu positif, dan nilai R2 maksimal sebesar 1. Jika Nilai R2 sebesar 1 akan mempunyai arti kesesuaian yang sempurna. Maksudnya seluruh variasi dalam variabel Y dapat diterangkan oleh model regresi. Sebaliknya jika R2 sama dengan 0, maka tidak ada hubungan linier antara X dan Y (Ryan dan Porth, 2007). Dengan demikian dapat diartikan bahwa orde reaksi yang paling tepat adalah dimana orde yang memiliki nilai regresi paling mendekati 1 yaitu pada percobaan ini ialah orde dua sebesar 0,8173. Jadi dapat disimpulkan bahwa orde reaksi dari percobaan ini berdasarkan metode grafik adalah orde 2. Akan tetapi, secara teori orde reaksi laju ketengikan minyak merupakan orde satu. Hal ini menandakan bahwa hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan teori. Ketidaksesuaian dengan teori tersebut disebabkan karena beberapa factor diantaranya adalah pada saat titrasi praktikan tidak mengamati dengan baik titik akhir titrasi sehingga mempengaruhi dalam perhitungan untuk menentukan orde. Untuk penentuan orde reaksi ketengikan minyak jagung dengan cara non grafik yaitu dengan memasukkan kerumus k untuk tiap orde dan dilihat manakah harga k yang dihasiklkan yang bernilai konstan untuk masingmasing orde. Rumus k atau konstanta laju laju untuk tiap orde yaitu: Orde 1 2

Rumus Konstanta Laju (k) 𝑘=

1 𝑎 ln 𝑡 (𝑎 − 𝑥)

1 1 1 𝑘= ( + ) 𝑡 (𝑎 − 𝑥) 𝑎

3

𝑘=

1 1 1 ( + ) 𝑡 2(𝑎 − 𝑥)2 2𝑎2

Setelah data dimasukkan pada tiap tiap rumus konstanta laju, kemudian didapatkan data: Waktu (t)

k Orde 1

k Orde 2

k Orde 3

900

1.209 x 10-5 s-1

0.188 x 10-5 s-1

0.028 x 10-5 s-1

1800

0.761 x 10-5 s-1

0.186 x 10-5 s-1

0.018 x 10-5 s-1

2700

0.629 x 10-5 s-1

0.074 x 10-5 s-1

0.015 x 10-5 s-1

3600

0.511 x 10-5 s-1

0.08 x 10-5 s-1

0.012 x 10-5 s-1

7200

0.286 x 10-5 s-1

0.044 x 10-5 s-1

0.007 x 10-5 s-1

Dari perhitungan k untuk orde 1, 2 dan 3 didapatkan harga k yang tidak konstan untuk tiap waktu. Padahal menurut teori bahwa konstanta laju merupakan suatu tetapan yang bernilai tetap untuk suatu reaksi dalam tiap-tiap waktu. Sehingga menurut praktikan dapat dikatakan bahwa ketengikan minyak pada percobaan yang dilakukan berorde 2. Sedangkan secara teori laju ketengikan minyak jagung memiliki orde reaksi satu. Hal ini menandakan orde yang didapatkan pada percobaan ini tidak sesuai dengan teori atau tidak tepat. I. Diskusi Pada percobaan ini didapatkan orde pada metode grafik dan non grafik yaitu orde dua. Namun, secara teori laju ketengikan minyak jagung memiliki orde reaksi satu. Ketidaksesuaian dengan teori tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, pada saat waktu pemanasan yang dibuat bervariasi, praktikan tidak dapat mengamati waktu dengan baik dan juga pada saat pengukuran minyak kurang tepat sehingga mempengaruhi titik akhir. Selain itu, juga dapat disebabkan pada saat titrasi praktikan tidak dapat mengamati titik akhir titrasi dengan baik sehingga didapatkan volume titran yang kurang tepat, sehingga mempengaruhi dalam perhitungan untuk penentuan orde.

J. Kesimpulan

Berdasarkan pada percobaan yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1. Bilangan peroksida dari pemanasan minyak jagung, yaitu semakin lama pemanasan maka semakin besar bilangan peroksida, dengan data sebagai berikut. Lama Pemanasan

Bilangan Peroksida

(menit)

(meq/Kg)

15

23.044

30

32.920

45

44.442

60

49.380

120

57.061

2. Ketengikan minyak dapat ditentukan dengan menerapkan titrasi iodometri 3. Orde reaksi laju ketengikan minyak jagung yang diperoleh adalah orde reaksi dua. Akan tetapi hasil ini tidak sesuai dengan teori yaitu orde reaksi satu. Ketidaksesuaian dengan teori ini disebabkan oleh beberapa factor. K. Daftar Pustaka Achmad, H. 2001. Elektrokimia dan Kinetika Kimia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Angelia, Ika Okhtora. 2016. Reduksi Tingkat Ketengikan Minyak Kelapa Dengan Pemberian Antioksidan Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn). Jtech 2016, 4(1) 32 – 36 Astawan. 2004. Sehat bersana aneka sehat pangan alami. Serangkai. Solo. Atkins, P.W. 1996. Kimia Fisika. Edisi Keempat, Jilid 2. Kartohadiprojo. Penerjemah. Jakarta: Erlangga Bird, Tony. 1987. Kimia Fisika untuk Universitas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti Jilid I. Jakarta: Erlangga. Day, R.A dan Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga

Firdausi, Khadijah, dkk. 2017. Perbandingan Efektivitas Minyak Jagung (Zea Mays) dengan Minyak Kelapa Murni (cocos nucifera L.) terhadap penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar yang Diijeksi Alluxane. Journal of Agromedicine and Medical Science. Vol 3 No. 3 Gilles, Ranald. 1984. Mekanika Fluida dan Hidalulika. Jakarta: Erlangga. Keenan, Charles W., dkk. 1979. Ilmu Kimia untuk Universitas Edisi Keenam Jilid I. Jakarta: Erlangga. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Pangan. UI Press. Jakarta Meyer, L.H., 1973. Food Chemistry. Reinhold Publishing Co Inc. New York. Mulyani, Sri dan Hendrawan. 2003. Kimia Fisika III. Indonesia: MIPA UI. Oxtoby, P. W. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Partana. 2003. Kimia Dasar II. Yogyakarta: UNY Press. Petrucci. 1987. Kimia Dasar: Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta: Erlangga. Raharjo, S., 2006. Shelf Life dating Of Foods. Food and Nutritions Press. Inc Westport. Connecticut. Rivai. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: Penerbit UI Press Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ryan, S.E dan Porth, L.S. 2007. A Tutorial on The Piecewise Regression Approach Applied to Bedload Transport Data.Rocky Mountain Research Station. Amerika Serikat. Sastrohamidjojo. 2001. Kimia Dasar. UGM Press.Yogyakarta. Siregar, Syufian. 2013. Metode Penelitian Secara Kuantitatif. Jakarta: PT Fajar Interprameta Mandiri Sudjadi, 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Syilfi. 2012. Analisis Regresi Linier Piecewise Dua Segmen. Jurnal Gaussian. Volume 1, Nomor Halaman 219-228 Syukri, S. 1999. Kimia Dasar. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Related Documents


More Documents from "titin"