Analisis Dan Pembahasan Aspirin.docx

  • Uploaded by: Nailil Hidayah
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Analisis Dan Pembahasan Aspirin.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,892
  • Pages: 8
I. Analisis dan Pembahasan Pada percobaan yang berjudul rekristalisasi dan pembuatan aspirin dilakukan dengan dua percobaan yaitu yang pertama rekristalisasi dan yang kedua pembuatan aspirin. Rekristalisasi merupakan teknik permurnian suatu zat padat dari campuran atau pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dengan pelarut (solven) yang sesuai atau cocok (Austin, 1984). Sedangkan aspirin (asetosal) adalah suatu ester dari asam asetat dengan asam salisat (asam o-hidroksi benzoat). Aspirin dibuat dengan reaksi asetilasi (Baysinger,2004). 1. Rekristalisasi Pada percobaan rekristalisasi bertujuan untuk melakukan rekristalisasi dengan baik, menentukan pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi dan menghilangkan pengotor melalui rekristalisasi. Pertama-tama menimbang asam salisilat sebanyak 1 gram dengan neraca ohaus dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Lalu ditambahkan 5 mL aquades. Pelarut yang digunakan pada percobaan ini adalah air. Pelarut yang cocok untuk merekristalisasi suatu sampel zat tertentu adalah pelarut yang dapat melarutkan secara baik zat tersebut dalam keadaan panas, tetapi sedikit melarutkan dalam keadaan dingin dan biasanya juga senyawa yang dalam keadaan polar direkristalisasi dalam pelarut yang kurang polar dan sebaliknya (Svehla, 1990). Kemudian larutan dipanaskan diatas kompor listrik dengan erlenmeyer terus diguncang sampai pelarut mulai mendidih. Pemanasan ini berfungsi untuk mempercepat reaksi yang terjadi, karena dengan naiknya suhu, maka energi kinetik partikel akan meningkat sehingga semakin banyak tumbukan efektif yang terjadi, dengan semakin besarnya kesempatan untuk bertumbukan maka semakin besar pula peluang untuk terjadinya suatu reaksi, sehingga dapat mempercepat terjadinya reaksi (Oxtoby, 2001). Kemudian ditambahkan aquades lagi hingga kristal tepat larut dan dihitung volume aquades yang ditambahkan. Saat ditambahkan air, larutan diaduk-aduk dengan menggunakan spatula agar serbuk asam salisilat dapat segera larut. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

(s) + H2O (l) →

(aq)

Setelah itu larutan disaring dalam keadaan panas menggunakan corong Buchner yang dilengkapi dengan labu hisap. Corong buchner lebih menitikberatkan pada penggunaan prinsip kerja tekanan udara, yaitu memisahkan endapan dari pelarutnya atau cairan dari residunya dengan cara menyedot udara di dalam corong dengan pump buchner atau pompa vakum sehingga tekanan didalamnya lebih kecil daripada yang didalamnya, yaitu hampir sama dengan nol dan air yang ada didalam corong dapat menetes serta menghasilkan filtrat yang lebih banyak dan residu atau ampasnya dapat tetap ditinggalkan didalam corong tersebut (Prasetyo, 2015). Jadi corong buchner ini dapat memisahkan filtrat dari pengotornya. Kemudian didapatkan filtrat tidak berwarna dan residu berwarna putih. Penyaringan larutan harus dilakukan saat larutan dalam keadaan panas dengan tujuan untuk menghilangkan pengotor yang terdapat dalam larutan. Lalu filtrat yang didapatkan dipanaskan sampai jernih dan kemudian didinginkan pada suhu kamar sampai berbentuk kristal. Kemudian disaring kembali dengan corong buchner dan didapatkan filtrate tidak berwarna dan residu berwarna putih. Kemudian residu dikeringkan dalam desikator selama 2 hari, lalu ditimbang beratnya. Berat kristal yang dihasilkan sebesar 0,3 gram. Kemudian dihitung rendemennya menggunakan rumus sebagai berikut.

% 𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 =

ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠

Hasil rendemen yang didapatkan adalah sebesar 30%. Rendemen yang baik adalah 100%, yang menandakan bahwa reaksi berlangsung sempurna. Sedangkan jika rendemen kurang dari 100% maka reaksi tidak berjalan dengan sempurna dikarenakan oleh berbagai macam factor (Farry & Murhananto,

1994). Hal ini dapat disimpulkan bahwa rendemen yang dihasilkan pada percobaan ini terlalu kecil dan tidak sesuai dengan teori. Setelah itu diuji titik leleh dari hasil kristal ini dengan menggunakan alat melting block. Pertama-tama memasukkan kristal hasil percobaan ke dalam pipa kapiler dan kemudian pipa kapiler dimasukkan ke dalam alat melting block. Penentuan titik leleh dari kristal dapat dilihat dari pertama kali sampel mencair pada suhu tertentu dan bukan pada saat semua sampel mencair. Hasil yang didapatkan adalah bahwa kristal ini meleleh pada suhu 160oC. Sedangkan menurut teori titik leleh asam salisilat sebesar ±157-159

o

C. Hal ini

menunjukkan bahwa titik leleh yang didapatkan pada percobaan ini tidak jauh berbeda dengan teori yang menunjukkan bahwa asam salisilat benar-benar meleleh pada suhu tersebut. Kemudian dilakukan uji kemurnian dengan FeCl3 yang berupa larutan berwarna kuning. Penambahan larutan FeCl3 menyebabkan perubahan warna dari kristal putih menjadi larutan berwarna ungu pekat. Perubahan warna ini menunjukkan bahwa asam salisilat yang dihasilkan adalah asam salisilat murni. Asam salisilat yang memiliki gugus fenolik dapat bereaksi dengan FeCl3 sehingga akan membentuk senyawa kompleks yang akan menghasilkan perubahan warna larutan dari kuning menjadi ungu tua. Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut :

2. Pembuatan Aspirin Pada percobaan pembuatan aspirin bertujuan untuk melakukan pembuatan aspirin dengan cara asetilasi terhadap gugus fenol dan melakukan rekristalisasi aspirin hasil sintesis dengan baik. Hal pertama yang dilakukan adalah mencampurkan 2,5 gram asam salisilat dengan 3,75 gram asam asetat anhidrat ke dalam erlenmeyer berlengan. Asam salisilat berfungsi sebagai reagent utama dalam pembuatan aspirin, sedangkan anhidra asetat digunakan sebagai reagent yang dapat menstubtitusikan gugus hidroksil dengan gugus asetil. Kemudian ditambahkan 3 tetes asam sulfat pekat dan diaduk sampai homogen. Asam sulfat berfungsi sebagai katalis yaitu dapat mempercepat reaksi. Katalisator mempengaruhi kecepatan reaksi kimia dalam pembentukan senyawa. Katalis hanya menurunkan energi aktivasi pada suatu reaksi sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Penambahan asam sulfat pekat sebaiknya dilakukan di dalam lemari asam agar pada saat menambahkan larutan ke dalam campuran dapat langsung diserap dan dibuang keluar. Reaksi yang terjadi pada pembuatan aspirin ini adalah reaksi asetilasi. Asetilasi merupakan proses penggantian atom H pada gugus -OH atau -NH3 oleh gugus asetil. Reaksi asetilasi sama dengan reaksi esterifikasi, yaitu reaksi antara alkohol dan asam sehingga dihasilkan suatu ester dan air (Groggin, 1985). Pengasetilasi yang digunakan dalam percobaan ini adalah asam asetat anhidrat. Kemudian erlenmeyer yang berisi larutan ini dimasukkan ke dalam penangas yang telah dipanaskan sebelumnya pada suhu 60oC. Pemanasan ini bertujuan untuk mempercepat melarutkan campuran karena dengan naiknya suhu, maka energi kinetik partikel akan meningkat sehingga semakin banyak tumbukan efektif yang terjadi, dengan semakin besarnya kesempatan untuk bertumbukan maka semakin besar pula peluang untuk terjadinya suatu reaksi, sehingga dapat mempercepat terjadinya reaksi (Oxtoby, 2001). Kemudian larutan didinginkan pada suhu kamar 25oC sambil diaduk. Lalu ditambahkan 37,5 ml air dengan tujuan mengikat anhidra yang berlebih agar tidak

mengganggu reaksi selanjutnya. Kemudian disaring dengan corong buchner. Corong buchner lebih menitikberatkan pada penggunaan prinsip kerja tekanan udara, yaitu memisahkan endapan dari pelarutnya atau cairan dari residunya dengan cara menyedot udara di dalam corong dengan pompa vakum sehingga tekanan didalamnya lebih kecil daripada yang didalamnya, yaitu hampir sama dengan nol dan air yang ada didalam corong dapat menetes serta menghasilkan filtrat yang lebih banyak dan residu atau ampasnya dapat tetap ditinggalkan didalam corong tersebut (Prasetyo, 2015). Setelah disaring maka akan didapatkan filtrate tidak berwarna dan residu berwarna putih. Kemudian residu yang dihasilkan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 7,5 mL etanol 96% dan 25 mL air. Penambahan etanol ini menyebabkan endapan larut, sedangkan penambahan air menyebabkan terbentuknya endapan. Lalu dipanaskan dengan menggunakan kompor listrik sampai pelarut mendidih sambil diguncang dan ditambahkan air setiap kali dan diguncang sampai kristal tepat larut. Dan volume air nya dihitung. Kemudian larutan disaring dalam keadaan panas dengan corong buchner. Penyaring larutan dalam keadaan panas dimaksudkan untuk memisahkan zat-zat pengotor yang tidak larut atau tersuspensi dalam larutan, seperti debu pasir dan lain-lain. Setelah disaring maka akan didapatkan filtrat tidak berwarna dan residu berwarna putih. Lalu filtrate yang dihasilkan dipanaskan sampai jernih dan dipindahkan ke dalam gelas kimia. Kemudian didinginkan pada suhu kamar sampai terbentuk kristal. Pendinginan dimaksudkan untuk membentuk kristal, karena ketika suhu dingin molekul-molekul aspirin dalam larutan akan bergerak melambat dan pada akhirnya terkumpul membentuk endapan melalui proses nukeasi (induced nucleation) dan pertumbuhan partikel (Svehla, 1989). Setelah terbentuk kristal maka disaring lagi dengan corong Buchner dan didapatkan kristal yang berwarna putih. Kemudian kristal yang didapatkan di keringkan dalam desikator dan kemudian ditimbang beratnya. Berat kristal aspirin sebesar 1,2 gram. Kemudian dihitung rendemen pada kristal aspirin yang dihasilkan pada percobaan ini dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

% 𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 =

ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠

Rendemen bertujuan untuk membandingkan kadar atau presentase sampel yang didapatkan dengan massa totalnya, sehingga kita dapat mengetahui kadar maksimum yang dapat diperoleh dalam proses rekristalisasi. Hasil rendemen yang didapatkan adalah sebesar 38,83%. Rendemen yang baik adalah 100%, yang menandakan bahwa reaksi berlangsung sempurna. Sedangkan jika rendemen kurang dari 100% maka reaksi tidak berjalan dengan sempurna dikarenakan oleh berbagai macam factor (Farry & Murhananto, 1994). Hal ini dapat disimpulkan bahwa rendemen yang dihasilkan pada percobaan ini terlalu kecil dan tidak sesuai dengan teori. Setelah itu diuji titik lelehnya menggunakan alat melting block dengan cara memasukkan kristal aspirin ke dalam pipa kapiler, setelah itu pipa kapiler dimasukkan ke dalam alat melting block. Penentuan titik leleh dari kristal dapat dilihat dari pertama kali sampel mencair pada suhu tertentu dan bukan pada saat semua sampel mencair. Titik leleh kristal aspirin pada percobaan ini sebesar 135oC. Sedangkan menurut teori titik leleh aspirin sebesar ±138-140oC. Dengan ini titik leleh aspirin pada percobaan ini tidak terlalu jauh dengan teori yang menunjukkan bahwa titik leleh pada percobaan ini benar adanya. Setelah itu dilakukan uji kemurnian kristal dengan menggunakan FeCl3 yang berupa larutan berwarna kuning. Hasil yang didapatkan adalah larutan mengalami perubahan warna dari tidak kristal berwarna putih menjadi larutan berwarna ungu pekat. Perubahan warna ini menunjukkan bahwa dari aspirin yang dihasilkan masih terdapat asam salisilat yang belum habis bereaksi dengan asam sulfat. Terbentuknya warna ungu karena FeCl3 yang bereaksi dengan gugus fenolik akan menghasilkan senyawa kompleks yang akan menimbulkan warna ungu.Seharusnya apabila aspirin diuji dengan FeCl3 tidak menghasilkan perubahan warna karena pada senyawa aspirin tidak terdapat lagi gugus fenolik (benzena yang langsung mengikat OH) dengan kata lain sudah terbentuk aspirin dalam keadaan murni, sehingga tidak bisa bereaksi dengan FeCl3 dan warna

larutan akan tetap berwarna kuning yaitu warna dari FeCl3 nya sendiri. Reaksinya adalah sebagai berikut.

J. Diskusi Pada analisa rendemen percobaan rekristalisasi dan pembuatan aspirin, dihasilkan nilai rendemen yang kecil yaitu pada rekristalisasi sebesar 30% dan aspirin sebesar 38,8 %. Sedangkan rendemen yang baik adalah jika 100%, yang menandakan bahwa reaksi berlangsung sempurna. Jika rendemen kurang dari atau jauh dari 100% maka reaksi tidak berjalan dengan sempurna dikarenakan oleh berbagai macam faktor (Farry & Murhananto, 1994). Faktor yang menyebabkan diperolehnya rendemen yang kecil pada percobaan ini adalah ketika dilakukan penyaringan pada corong Buchner tidak semua residu ikut tertuang ke dalam corong Buchner akan tetapi masih banyak residu yang masih tertinggal atau menempel pada erlenmeyer pipa samping, sehingga menyebabkan hanya diperoleh berat kristal yang kecil dan akan mempengaruhi dalam perhitungan rendemen. Selain itu kesalahan juga terjadi pada percobaan kedua yaitu pada uji kemurnian aspirin dengan menggunakan FeCl3, diperoleh larutan yang berwarna ungu. Hal ini tidak sesuai teori karena jika kristal aspirin yang diperoleh sudah murni maka tidak akan bereaksi dengan FeCl3 membentuk senyawa kompleks berwarna ungu, terbentuknya senyawa yang berwarna ungu menandakan bahwa dalam kristal masih terdapat gugus fenolik, karena jika FeCl3 bereaksi dengan gugus fenolik maka akan membentuk senyawa kompleks yang berwarna (George, Hammond, 1997). Akan tetapi jika kristal yang dihasilkan sudah murni maka kristal tidak akan bereaksi dengan FeCl3 yang ditandai dengan warna larutan tetap berwarna kuning yaitu warna dari FeCl3 nya sendiri.

K. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: Rekristalisasi 1. Pada percobaan ini dilakukan rekristalisasi asam salisilat untuk menghasilkan asam salisilat murni yang diuji dengan FeCl3 dan menghasilkan warna ungu tua yang menandakan bahwa asam salisilat telah murni. 2. Pelarut yang digunakan untuk rekristalisasi adalah air 3. Zat pengotor dapat dihilangkan dengan cara rekristalisasi 4. Rendemen kristal asam salisilat sebesar 30% 5. Titik leleh kristal asam salisilat sebesar 160oC. Aspirin 1. Aspirin dapat dibuat dengan cara reaksi asetilasi terhadap gugus fenol 2. Uji kemurnian kristal aspirin dengan FeCl3 menunjukkan bahwa kristal aspirin belum murni karena masih berwarna ungu. 3. Rendemen Aspirin sebesar 38,83% 4. Titik leleh aspirin sebesar 135oC

Related Documents


More Documents from "Fauzan Hizbul Malik"