…akhir November… Oleh : Roni Basa
lembang, 2 Rabiul Tsani 1430 H
Dan kamu terisak haru. Masih mematung di depan pintu masuk gerai makanan cepat saji. Masih memandangku, tidak terduga, tidak dapat dipercaya. Makhsyuk tegak tanpa hirau lalu lalang orang lain. Air mata haru membutir dimata indah itu, menjadikan kacamata mu terhalang embun syahdu. Aku tegak di depanmu. Berbekal tazmania raksasa dan taburan bahagia, ratusan kerinduan dan milyaran harapan. Kata dan doa, untukmu, di hari kelahiranmu. Tanah basah, rintikan hujan, tetes air dari dedaunan pohon rindang, malam milikmu, di hari kelahiranmu. Di akhir November. 3 jam yang lalu… Landing dengan terlebih dahulu berputar-putar di angkasa, menunggu menara pengawas menyatakan hujan tidak mengurangi jarak pandang pilot. Aku memandang awan-awan kelabu dari jendela, jika saat ini terjatuh, maka aku menjadi manusia paling bahagia dari ratusan penumpang lainnya; sebab aku tengah melakukan perjalanan menemui sang bidadari. 2 jam 10 menit sebelumnya… Menunggu gusar jawaban pilot di boarding pass room. Aku mendapati diri terlambat tujuh menit dari waktu yang tertera pada tiket. Dalam posisi siap take off aku pandangi pesawat. Lelah, lemah tanpa daya aku terduduk. Isakku tidak tertahan saat memulai cerita kepada kru maskapai, bagaimana aku sangat berharap dapat hadir untukmu, di hari kelahiranmu. Lantas, tanpa aku pinta, ia memerankan dirinya sebagai negosiator. Berulangkali ia mengiba kepada pilot, seorang penumpangnya sangat penting untuk segera pulang. Seberapa penting?, sepenting nyawa, itu jawabannya. 8 jam lalunya… Teman-teman kerja mengucapkan selamat jalan. Menghantarkan aku dengan menitipkan suka cita untuk disemai di luas langit, kelak saat terbang. Hidup terasa sangat keras kami rasakan. Kami tetap bertahan, bertaruh nyawa, setiap harinya, pada pagi, sampai petang, pada malamnya kami sembunyikan resah jauh dalam mimpi bersama sosok-sosok yang kami cinta. Kami menabung mimpi untuk kehidupan yang lebih baik. Kami simpan rapatrapat keresahan agar tidak tercium kecemasan. Tidak untuk uang saja kami bekerja. Untukku, ini semua agar menyandingmu bagi kehidupan dapat terwujud. Untuk mimpi yang kita perjuangkan, membangun trah baru. Aku, kamu dan anak-anak kita. 16 jam sebelum 8 jam lalunya… Panas menyengat pori kulit, meluluhkan keberanian menghadapi hidup. Tanah asing ini aku jejaki, sudah tujuh bulan lamanya. Berada ditengah-tengah konstruksi , membangun tatanan kehidupan baru yang telah lantah terhempas gelombang tinggi kuasa Tuhan. http://www.bagaskarakawuryan.wordpress.com
cakra bagaskara manjer kawuryan
Berada jauh darimu adalah kehampa-an hidup. Memimpikanmu berada setiap harinya disini, ialah energi maha besar yang menuntunku untuk tetap tegak menatap langit. Wajahwajah asing tidak lagi mencemaskan keselamatanku, saat aku temukan pada setiap bayang-bayangnya merupa wajahmu. Bahkan pada saat pistol revolver usang itu sudah tertarik pelatuknya, menempel lekat pada lambungku, aku gumamkan namamu, nama bunda dari anak-anaku kelak. Aku tidak merasakan takut sedikitpun. Jika pelurunya terlepas dari pegas kemudian menembus perut, itu tidak akan menghentikanku untuk hadir di hari kelahiranmu. Di akhir November. 2 tahun ini… Aku terisak haru. Mematung di depan pintu masuk gerai makanan cepat saji. Memandang kosong, tidak terduga, tidak dapat dipercaya. Makhsyuk tegak tanpa hirau lalu lalang orang lain. Air mata membutir, menghalangi pandanganku. Tanpamu, aku tetap disini, untuk hadir di hari kelahiranmu. Di akhir November.
http://www.bagaskarakawuryan.wordpress.com
cakra bagaskara manjer kawuryan