i
LAPORAN STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. R DENGAN DIAGNOSA MEDIS CKD DAN ANEMIA RUANG BOUGENVILLE RSUD Dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA
Oleh : ADE IRAWAN NIM : 2016. C. 08A. 0777
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2017/2018
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Studi Kasus Ini Disusun Oleh: Nama
: Ade Irawan
NIM
: 2016.C.08a.0777
Program
: S1 Keperawatan
Judul
: Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Diagnosa Medis CKD dan Anemia di Ruang Bougenville RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
Telah melaksanakan ujian praktik sebagai persyaratan untuk menempuh Praktik Praklinik Keperawatan I (PPK I) pada Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya. Penguji Penguji Akademik
Penguji Klinik
Lisnawati S.Kep, Ns
Kemala, S.Kep.,Ns Mengetahui,
Ketua Program S1 Keperawatan
Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.
ii
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Kasih dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Studi kasus berjudul “Asuhan Keperawatan Ny. R Dengan Diagnosa Medis CKD dan Anemia Di Ruang Bougenville BLUD RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Penulisan Laporan studi kasus ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik materi, moral maupun spritual. Bersama ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Maria Adelheid Ensia,SP.d,.M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap Palangka Raya yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan memberi izin untuk melaksanakan penelitian. 2. Meilitha Carolina, Ners, M.Kep selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan di STIKes Eka Harap Palangka Raya yang telah memberikan bantuan dalam proses pembelajaran.. 3. Lisnawati S.Kep, Ns selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya membimbing penulisan dalam menyelesaikan Studi Kasus ini dengan ikhlas dan sabar. 4. Kemala, S.Kep.,Ns selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan saran dan bimbingannya dalam menyelesaikan Studi Kasus ini. 5. Seluruh dosen dan staf yang telah bersedia memberikan ilmu, membimbing, mendidik dan membantu selama ini. 6. Keluarga Tn. A yang telah memberikan informasi dengan penuh keterbukaan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan studi kasus ini masih jauh dari sempurna. Maka dengan ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Semoga laporan studi kasus ini dapat berguna bagi pengembangan Ilmu Keperawatan dan semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Berkat dan KaruniaNya kepada kita semua.
Palangka Raya, Mei 2017
Penulis
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii DAFTAR ISI ......................................................................................................... i PENDAHULUAN ................................................................................................ 1 1.1 Latar balakang ........................................................................................... 1 1.2 Rumusan masalah ...................................................................................... 2 1.3 Tujuan........................................................................................................ 2 1.3.1 Tujuan umum ............................................................................................ 2 1.3.2 Tujuan khusus ........................................................................................... 2 1.4 Manfaat ...................................................................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4 2.1 Definisi ...................................................................................................... 4 2.2. Definisi Kebutuhan Eliminasi Urine ......................................................... 4 2.3 Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fecal ............................ 6 2.4 Fisiologi Proses Eliminasi Dalam Tubuh Anatomi Fisiologik & Hubungan Saraf Pada Kandung Kemih ...................................................................... 7 2.5 Gangguan Eliminasi Urine ...................................................................... 13 2.6 Perubahan Pola Berkemih ....................................................................... 16 2.7 PATHWAY ............................................................................................. 18 2.8 Asuhan Keperawatan Kebutuhan Eliminasi ............................................ 19 2.8.1 Pengkajian ............................................................................................... 19 2.7.4 Pemeriksaan Penunjang........................................................................... 23 2.7.5 Diagnosa Keperawatan ............................................................................ 29 2.7.7 Implementasi Keperawatan ..................................................................... 35 2.7.8 Evaluasi Keperawatan ............................................................................. 36 BAB 3 ................................................................................................................. 39 ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................................. 39 3.1 Pengkajian ............................................................................................... 39 3.2 Analisa Data ............................................................................................ 57 3.2 Prioritas Masalah ..................................................................................... 59 3.3 Rencana Keperawatan ............................................................................. 60 3.4 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan ............................................... 64 BAB 4 PEMBAHASAN .................................................................................... 70 4.1 Pengkajian ............................................................................................... 70 4.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................................ 71 4.3 Intervensi Keperawatan ........................................................................... 72 4.3.1 Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi urine. ................. 72 4.3.2 Nyeri akut berhubungan akibat peradangan parenkim ginjal .................. 72 4.3.3 Defisit perawtan diri berhubngan ............................................................ 73 2.2 Implementasi ........................................................................................... 73 BAB 5 PENUTUP .............................................................................................. 74 5.1 Kesimpulan.............................................................................................. 74 5.2 Saran ........................................................................................................ 74 5.2.1 Bagi mahasiswa ....................................................................................... 74
i
5.2.2 Bagi institusi ............................................................................................ 74 5.2.2 Bagi keluarga ........................................................................................... 75
ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar balakang Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa
urine atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu: kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak. Pada eliminasi urine normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan atau bangun tidur. Normal miksi sehari adalah 5 kali. Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi. Untuk memenuhi kebutuhan eliminasi, ada beberapa prosedur keperawatan yang dapat dilakukan, di antaranya pemenuhan kebutuhan eliminasi fecal dengan pispot pada pasien yang tidak mampu melakukannya secara mandiri, melakukan huknah rendah, huknah tinggi, pemberian gliserin per-rektal, evakuasi feces manual, memenuhi kebutuhan eliminasi urine dengan urinal, pada pasien yang tidak mampu melakukan secara mandiri dan pemasangan kateter kondom. Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila
1
kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal. Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawat harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktorfaktor yang mempengaruhi eliminasi. Asuhan kaperawatan yang mendukung akan menghormati privasi dan kebutuhan emosional klien. Tindakan yang dirancang untuk
meningkatkan
eliminasi
normal
juga
harus
meminimalkan
rasa
ketidaknyamanan. 1.2 Rumusan masalah Masalah yang say angkat pada makalah ini mengenai asuhan keperawatan pada pasien Ny. R dengan Gangguan Eliminasi 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan umum Untuk mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatn dengan gagal ginjal serta factor-faktor yang berhubungan dengan masalah tersebut. 1.3.2 Tujuan khusus Tujuan dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa mampu: 1.3.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien Ny. R dengan gangguan eliminasi 1.3.2.2 Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien Ny.R dengan gangguan elimiasi 1.3.2.3 Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien Ny. R dengan gangguan eliminasi
2
1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien Ny.R dengan penyakit gangguan eliminasi 1.3.2.5 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien Ny. R dengan penyakit gaangguan eliminasi 1.4 Manfaat 1.4.1 Mahasiswa mampu Memahami tentang Eliminasi 1.4.2 Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah Elimiasi
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Eliminasi materi sampah merupakan salah satu dari proses metabolic tubuh. Produk sampah dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Paru-paru secara primer mengeluarkan karbondioksida, sebuah bentuk gas yang dibentuk selama metabolisme pada jaringan. Hamper semua karbondioksida dibawa keparu-paru oleh system vena dan diekskresikan melalui pernapasan. Kulit mengeluarkan air dan natrium / keringat. Ginjal
merupakan
bagian
tubuh
primer
yang
utama
untuk
mengekskresikan kelebihan cairan tubuh, elektrolit, ion-ion hydrogen, dan asam. Eliminasi urin secara normal bergantung pada pemasukan cairan dan sirkulasi volume darah ; jika salah satunya menurun, pengeluaran urin akan menurun. Pengeluaran urin juga berubah pada seseorang dengan penyakit ginjal, yang mempengaruhi kuantitas, urin dan kandungan produk sampah didalam urin. Usus mengeluarkan produk sampah yang padat dan beberapa cairan dari tubuh. Pengeluaran sampah yang padat melalui evakuasi usus besar biasanya menjadi sebuah pola pada usia 30 sampai 36 bulan. Untuk mengetahui konsep eliminasi sampah dan metabolisme tubuh Untuk mengetahui fisiologi proses eliminasi dalam tubuh Untuk mengetahui gangguan eliminasi urine dalam tubuh Untuk mengetahui masalah dalam eliminasi fecal Untuk mangetahui proses keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan pada proses eliminasi. 2.2. Definisi Kebutuhan Eliminasi Urine Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Kebutuhan eliminasi ada 2 yaitu eliminasi urin (BAK) dan eliminasi fekal (BAB/Alvi). Kebutuhan eliminasi urin adalah proses pembuangan sisa-sisa metabolisme berupa urin. Miksi (Berkemih) Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu :
4
a. Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua. b. Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak. Refleks Berkemih Kita dapat mengetahui selama kandung kemih terisi, banyak yang menyertai kontraksi berkemih mulai tampak, seperti diperlihatkan oleh gelombang tajam dengan garis putus-putus. Keadaan ini disebabkan oleh refleks peregangan yang dimulai oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih, khususnya oleh reseptor pada uretra posterior ketika daerah ini mulai terisi urin pada tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung kemih dihantarkan ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus dan kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung kemih melalui serat saraf parasimpatis melalui saraf yang sama ini. Ketika kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi berkemih ini biasanya secara spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor berhenti berkontraksi, dan tekanan turun kembali ke garis basal. Karena kandung kemih terus terisi, refleks berkemih menjadi bertambah sering dan menyebabkan kontraksi otot detrusor lebih kuat. Sekali refleks berkemih mulai timbul, refleks ini akan “ menghilang sendiri. “ Artinya, kontraksi awal kandung kemih selanjutnya akan mengaktifkan reseptor regang untuk menyebabkan peningkatan selanjutnya pada impuls sensorik ke kandung kemih dan uretra posterior, yang menimbulkan peningkatan refleks kontraksi kandung kemih lebih lanjut, jadi siklus ini berulang dan berulang lagi sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat. Kemudian, setelah beberapa detik sampai lebih dari semenit, refleks yang menghilang sendiri ini mulai melemah dan siklus regeneratif dari refleks miksi ini berhenti, menyebabkan kandung kemih berelaksasi. Jadi refleks berkemih adalah suatu siklus tunggal lengkap dari : a. Peningkatan tekanan yang cepat dan progresif
5
b. Periode tekanan dipertahankan dan c. Kembalinya tekanan ke tonus basal kandung kemih. Sekali refleks berkemih terjadi tetapi tidak berhasil mengosongkan kandung kemih, elemen saraf dari refleks ini biasanya tetap dalam keadaan terinhibisi selama beberapa menit sampai satu jam atau lebih sebelum refleks berkemih lainnya terjadi. Karena kandung kemih menjadi semakin terisi, refleks berkemih menjadi semakin sering dan semakin kuat. Sekali refleks berkemih menjadi cukup kuat, hal ini juga menimbulkan refleks lain, yang berjalan melalui nervus pudendal ke sfingter eksternus untuk menghambatnya. Jika inhibisi ini lebih kuat dalam otak daripada sinyal konstriktor volunter ke sfingter eksterna, berkemih pun akan terjadi. Jika tidak, berkemih tidak akan terjadi sampai kandung kemih terisi lagi dan refleks berkemih menjadi makin kuat. 2.3 Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fecal Kebutuhan
eliminasi
fekal
adalah
proses
pembuangan
sisa-sisa
metabolisme berupa feses. Susunan feses terdiri dari : 1) Bakteri yang umumnya sudah mati 2) Lepasan epitelium dari usus 3) Sejumlah kecil zat nitrogen terutama musin (mucus) 4) Garam terutama kalsium fosfat 5) Sedikit zat besi dari selulosa 6) Sisa zat makanan yang tidak dicerna dan air (100 ml) Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi fecal -
Usia dan perkembangan : mempengaruhi karakter feses, control
-
Diet
-
Pemasukan cairan. Normalnya : 2000 – 3000 ml/hari
-
Aktifitas fisik : Merangsang peristaltik usus, sehingga peristaltik usus meningkat.
-
Faktor psikologik
-
Kebiasaan
-
Posisi
6
-
Nyeri
-
Kehamilan : menekan rectum
-
Operasi & anestesi
-
Obat-obatan
-
Test diagnostik : Barium enema dapat menyebabkan konstipasi
-
Kondisi patologis
-
Iritan
2.4 Fisiologi Proses Eliminasi Dalam Tubuh Anatomi Fisiologik & Hubungan Saraf Pada Kandung Kemih a) Ginjal Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna vertebra posterior terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 – 2 cm dari ginjal kanan karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara khas berukuran 12 cm x 7 cm dan memiliki berat 120-150gram. Sebuah kelenjar adrenal terletak dikutub superior setiap ginjal, tetapi tidak berhubungan langsung dengan proses eliminasi urine. Setiap ginjal di lapisi oleh sebuah kapsul yang kokoh dan di kelilingi oleh lapisan lemak. b) Ureter Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai rute keluar pertama pembuangan urine. Ureter merupakan struktur tubulan yang memiliki panjang 25-30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitonium untuk memasuki kandung kemih
didalam
rongga
panggul
(pelvis)
pada
sambungan
ureter
ureterovesikalis. Urin yang keluar dari ureter kekandung kemih umumnya steril. c) Kandung kemih Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari dua bagian besar : Badan (corpus), merupakan bagian utama kandung kemih dimana urin berkumpul dan, leher (kollum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan secara inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra.
7
Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra posterior karena hubungannya dengan uretra. Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya meluas ke segala arah dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih menjadi 40 sampai 60 mmHg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot lainnya. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih dengan segera. Pada dinding posterior kandung kemih, tepat diatas bagian leher dari kandung kemih, terdapat daerah segitiga kecil yang disebut Trigonum. Bagian terendah dari apeks trigonum adalah bagaian kandung kemih yang membuka menuju leher masuk kedalam uretra posterior, dan kedua ureter memasuki kandung kemih pada sudut tertinggi trigonum. Trigonum dapat dikenali dengan melihat mukosa kandung kemih bagian lainnya, yang berlipat-lipat membentuk rugae. Masing-masing ureter, pada saat memasuki kandung kemih, berjalan secara oblique melalui otot detrusor dan kemudian melewati 1 sampai 2 cm lagi dibawah mukosa kandung kemih sebelum mengosongkan diri ke dalam kandung kemih. Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 – 3 cm, dan dindingnya terdiri dari otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastik. Otot pada daerah ini disebut sfinter internal. Sifat tonusnya secara normal mempertahankan leher kandung kemih dan uretra posterior agar kosong dari urin dan oleh karena itu, mencegah pengosongan kandung kemih sampai tekanan pada daerah utama kandung kemih meningkat di atas ambang kritis. Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital, yang mengandung lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini merupakan otot lurik yang berbeda otot pada badan dan leher kandung kemih, yang hanya terdiri dari otot polos. Otot sfingter eksterna bekerja di bawah kendali sistem saraf volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk menahan miksi bahkan bila kendali involunter berusaha untuk mengosongkan kandung kemih.
8
d) Uretra Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami turbulansi membuat urin bebas dari bakteri. Membrane mukosa melapisi uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir kedalam saluran uretra. Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi uretra. e) Persarafan Kandung Kemih Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan medula spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat saraf motorik. Serat sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra posterior bersifat sangat kuat dan terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan refleks yang menyebabkan pengosongan kandung kemih. Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak pada dinding kandung kemih. Saraf psot ganglion pendek kemudian mempersarafi otot detrusor. Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung kemih. Yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada sfingter. Juga, kandung kemih menerima saraf simpatis dari rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L-2 medula spinalis. Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan sedikit mempengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan melalui saraf simpatis dan mungkin penting dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan pada beberapa keadaan, rasa nyeri. Transpor urin dari ginjal melalui ureter dan masuk ke dalam kandung kemih. Urin yang keluar dari kandung kemih mempunyai komposisi utama yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus koligentes, tidak ada perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir melalui kaliks renalis dan ureter sampai kandung
9
kemih. Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis, meregangkan kaliks renalis dan meningkatkan pacemakernya, yang kemudian mencetuskan kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan kemudian turun sepanjang ureter, dengan demikian mendorong urin dari pelvis renalis ke arah kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis seperi juga neuronneuron pada pleksus intramural dan serat saraf yang meluas diseluruh panjang ureter. Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi peristaltik pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan dihambat oleh perangsangan simpatis. Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum kandung kemih. Normalnya, ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa cm menembus dinding kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung kemih cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik urin dari kandung kemih waktu tekanan di kandung kemih meningkat selama berkemih atau sewaktu terjadi kompresi kandung kemih. Setiap gelombang peristaltik yang terjadi di sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga bagian yang menembus dinding kandung kemih membuka dan memberi kesempatan urin mengalir ke dalam kandung kemih. Pada beberapa orang, panjang ureter yang menembus dinding kandung kemih kurang dari normal, sehingga kontraksi kandung kemih selama berkemih tidak selalu menimbulkan penutupan ureter secara sempurna. Akibatnya, sejumlah urin dalam kandung kemih terdorong kembali kedalam ureter, keadaan ini disebut refluks vesikoureteral. Refluks semacam ini dapat menyebabkan pembesaran ureter dan, jika parah, dapat meningkatkan tekanan di kaliks renalis dan struktur-struktur di medula renalis, mengakibatkan kerusakan daerah ini. f) Sensasi rasa nyeri pada Ureter dan Refleks Ureterorenal. Ureter dipersarafi secara sempurna oleh serat saraf nyeri. Bila ureter tersumbat (contoh : oleh batu ureter), timbul refleks konstriksi yang kuat sehubungan dengan rasa nyeri yang hebat. Impuls rasa nyeri juga menyebabkan refleks simpatis kembali ke ginjal untuk mengkontriksikan arteriol-arteriol ginjal, dengan
10
demikian menurunkan pengeluaran urin dari ginjal. Efek ini disebut refleks ureterorenal dan bersifat penting untuk mencegah aliran cairan yang berlebihan kedalam pelvis ginjal yang ureternya tersumbat. Anatomi Fisiologi Saluran Pencernaan Secara normal, makanan & cairan masuk kedalam mulut, dikunyah (jika padat) didorong ke faring oleh lidah dan ditelan dengan adanya refleks otomatis, dari esofagus kedalam lambung. Pencernaan berawal dimulut dan berakhir diusus kecil walaupun cairan akan melanjutkannya sampai direabsorpsi di kolon. Anatomi fisiologi saluran pencernaan terdiri dari : -
Mulut Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses pencernaan. Mengunyah dengan baik dapat mencegah terjadinya luka parut pada permukaan saluran pencernaan. Setelah dikunyah lidah mendorong gumpalan makanan ke dalam faring, dimana makanan bergerak ke esofagus bagian atas dan kemudian kebawah ke dalam lambung.
-
Esofagus Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas adalah terdiri dari otot yang bertulang dan sisanya adalah otot yang licin. Permukaannya diliputi selaput mukosa yang mengeluarkan sekret mukoid yang berguna untuk perlindungan.
-
Lambung Gumpalan makanan memasuki lambung, dengan bagian porsi terbesar dari saluran pencernaan. Pergerakan makanan melalui lambung dan usus dimungkinkan dengan adanya peristaltik, yaitu gerakan konstraksi dan relaksasi secara bergantian dari otot yang mendorong substansi makanan dalam gerakan menyerupai gelombang. Pada saat makanan bergerak ke arah spingter pylorus pada ujung distla lambung, gelombang peristaltik meningkat. Kini gumpalan lembek makanan telah menjadi substansi yang disebut chyme. Chyme ini dipompa melalui spingter pylorus kedalam duodenum. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mengosongkan kembali lambung setelah makan adalah 2 sampai 6 jam.
-
Usus kecil Usus kecil (halus) mempunyai tiga bagian : a) Duodenum, yang berhubungan langsung dengan lambung 2) atau bagian tengah dan 3)
Ileum
11
Jejenum
b) Usus besar (kolon) Kolon orang dewasa, panjangnya ± 125 – 150 cm atau 50 –60 inch, terdir dari : 1)
Sekum, yang berhubungan langsung dengan usus kecil
2)
Kolon, terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid.
3)
Rektum, 10 – 15 cm / 4 – 6 inch. Fisiologi usus besar yaitu bahwa
usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan/absorpsi makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum, maka semua zat makanan telah diabsorpsi dan sampai isinya cair (disebut chyme). Selama perjalanan didalam kolon (16 – 20 jam) isinya menjadi makin padat karena air diabsorpsi dan sampai di rektum feses bersifat padat – lunak. Fungsi utama usus besar (kolon) adalah : 1) Menerima chyme dari lambung dan mengantarkannya ke arah bagian selanjutnya untuk mengadakan absorpsi / penyerapan baik air, nutrien, elektrolit dan garam empedu. 2) Mengeluarkan mukus yang berfungsi sebagai protektif sehingga akan melindungi dinding usus dari aktifitas bakteri dan trauma asam yang dihasilkan feses. 3) Sebagai tempat penyimpanan sebelum feses dibuang. -
Anus / anal / orifisium eksternal Panjangnya ± 2,5 – 5 cm atau 1 – 2 inch, mempunyai dua spinkter yaitu internal (involunter) dan eksternal (volunter) Fisiologi Defekasi Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi. Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
Refleks defekasi instrinsik Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada 12
kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi parasimpatis Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya. Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan
atau
jika
defekasi
dihambat
secara
sengaja
dengan
mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses 2.5 Gangguan Eliminasi Urine Penyakit ginjal utamanya akan berdampak pada sistem tubuh secara umum. Salah satu yang tersering ialah gangguan urine. Gangguan eliminasi urine kemungkinan disebabkan : (Supratman. 2003) Inkopenten outlet kandung kemih; Penurunan kapasitas kandung kemih; Penurunan tonus otot kandung kemih; Kelemahan otot dasar panggul. Beberapa masalah eliminasi urine yang sering muncul, antara lain : Retensi Retensi Urine ialah penumpukan urine acuan kandung kemih dan ketidaksanggupan kandung kemih untuk mengosongkan sendiri. Kemungkinan penyebabnya : a) Operasi pada daerah abdomen bawah. b) Kerusakan ateren
13
c) Penyumbatan spinkter. d) Tanda-tanda retensi urine : e) Ketidak nyamanan daerah pubis. f) Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih. g) Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang. h) Meningkatnya keinginan berkemih. i) Enuresis Tinusis Ialah keluarnya kencing yang sering terjadi pada anak-anak umumnya malam hari. Kemungkinan peyebabnya : j) Kapasitas kandung kemih lebih kecil dari normal. k) Kandung kemih yang irritable l) Suasana emosiaonal yang tidak menyenangkan m) ISK atau perubahan fisik atau revolusi. Inkontinensia Inkontinesia Urine ialah BAK yang tidak terkontrol. Jenis inkotinensis : 1) Inkontinensia Fungsional/urge Inkotinensis Fungsional ialah keadaan dimana individu mengalami inkontine karena kesulitan dalam mencapai atau ketidak mampuan untuk mencapai toilet sebelum berkemih. Faktor Penyebab: a. Kerusakan untuk mengenali isyarat kandung kemih. b. Penurunan tonur kandung kemih c. Kerusakan moviliasi, depresi, anietas d. Lingkungan e. Lanjut usia. 2) Inkontinensia Stress Inkotinensia stress ialah keadaan dimana individu mengalami pengeluaran urine segera pada peningkatan dalam tekanan intra abdomen. Faktor Penyebab : a. Inkomplet outlet kandung kemih b. Tingginya tekanan infra abdomen c. Kelemahan atas peluis dan struktur pengangga d. Lanjut usia. 3) Inkontinensia Total Inkotinensia total ialah keadaan dimana individu mengalami kehilangan urine terus menerus yang tidak dapat diperkirakan. Faktor Penyebab : a. Penurunan Kapasitas kandung kemih.
14
b. Penurunan isyarat kandung kemih c. Efek pembedahan spinkter kandung kemih d. Penurunan tonus kandung kemih e. Kelemahan otot dasar panggul. f. Penurunan perhatian pada isyarat kandung kemih 4) Inkontenensia Dorongan Adalah keadaan dimana seseorang mengalami pengeluarana urin tanpa sadar, terjadi setelah merasa dorongan yang kuat untuk berkemih Penyebab: a. Penurunan kapasitas kandung kemih b. Infeksi saluran kemih c. Minum alcohol atau kafein d. Penigkatan cairan e. Peningkatan konsentrasi urine f. Distensi kandung kemih yang berlebihan. g. Inkontenensia reflex Adalah keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dpat di[perkirakan bila volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu. Penyebab : Kerusakan neurologis (lesi medulla spinalis) Tanda-tandanya : 1.Tidak ada dorongan utnuk berkemih 2.Merassa bahwa kandung kemih penuh 3.Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada intervalteratur. Enuresis Adalah ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter eksterna. Enuresis terjadi pada anak-anak atau orang ngompol. Penyebab enuresis : a. Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari kondisi normal. b. Anak-anak yang tidunya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi keinginan berkemih tidak diketahui, yang mengakibatkan terlambatnya bangun tidur untuk ke kamar mandi. c. Vesika urinaria peka rangsang dan seterusnya tidak dapat menampung urin dalam jumlah besar. d. Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah (misalnya persaingan dengan saudara kandung atau cekcok dengan orant tua).
15
e. Orang tua yang mempunya pendapat bahwa anaknya akan mengatasi kebiasaanya tanpa dibantu untuk mendidiknya. f. Infeksi saluran kemih atau perubahan fisik neurologis system perkemihan g. Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral, atau makanan pemedas. h. Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi 2.6 Perubahan Pola Berkemih Frekuensi Yaitu meningkatnya frekuensi berkemih karena meningkatnya cairan. Biasanya terjadi pada cystitis, stress, dan wanita hamil. Urgency Yaitu perasaan ingin berkemih dan biasanya terjadi pada anak-anak karena kemampuan spinkter untuk mengontrol berkurang. Disuria Yaitu adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih, misalnya pada ISK, trauma, dan striktur uretra. Poliuria Yaitu produksi urin melebihi batas normal, tanpa meningkatnya intake cairan misalnya pada pasien DM. Urinari Suppresion Yaitu keadaan yang mendesak dimana produksi urine sangat kurang. Keadaan dimana ginjal tidak dapat memproduksi urine secara tiba-tiba. Anuria = Urin < 100 ml/24 jam Oliguria = Urin 100 – 1500 ml/24 jam F.
GANGGUAN ELIMINASI FECAL Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejang. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap. Penyebabnya : 1) Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, dan lain-lain 2) Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada gigi, makanan lemak dan cairan kurang 3) Meningkatnya stress psikologik. Kurang olahraga / aktifitas : berbaring lama. 4) Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga refleks BAB hilang.
16
5) Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga menimbulkan konstipasi. 6) Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor. 7) Impaction Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid. Penyebabnya pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi berulang dan pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi. Tandanya : tidak BAB, anoreksia, kembung/kram dan nyeri rektum. Diare Diare merupakan buang air besar (BAB) sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan buang air besar (BAB). Inkontinensia fecal Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat. Flatulens Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Halhal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang menghasilkan CO2. Makanan penghasil gas seperti bawang dan kembang kol. Hemoroid Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB
17
dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi. 2.7 Pathway
18
2.8 Asuhan Keperawatan Kebutuhan Eliminasi 2.8.1 Pengkajian a. Keluhan utama Keluhan utama Pola berkemih pasien, Gejala dari perubahan berkemih dan sejak kapan, lamanya,Faktor yang memengaruhi berkemih dan usaha yang dilakukan selama mengalami masalah eliminasi urine b. Riwayat penyakit sekarang Pola eliminasi: Sebelum sakit: pasien mengatakan BAK 3-4 kali/hari warnah urin kuning jernih, bau khas.. Selama sakit pasien BAK 500cc dari jam 06.00-90.00, aliran urin lancar, warnah agak kemerahan dan agak keruh terdapat sedikit stosel terkadang BAK tidak terasa dan sulit ditahan. c. Riwayat penyakit dahulu. Perlu dikaji apakah pasien pernah mengalami sakit apa sebelumnya dan apa pernah masuk rumah saki. d. Riwayat kesehatan keluarga. Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mengalami sakit seperti pasien sebelumnya, apakah sebelumnya pasien pernah mengalami penyakit seperti saat ini. e. Riwayat kesehatan lingkungan klien Perlu dikaji penyimpanan makanan, apakah pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal. f. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan 1) Pertumbuhan
Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya. Ø Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
2) Perkembangan
19
Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud. Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson. Autonomy vs Shame and doundt. Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug).
g.
Genogram Adalah gambar bagan riwayat keturunan atau struktur anggota
keluarga dari atas hingga ke bawah yang didasarkan atas tiga generasi sebelum pasien. Berikan keterangan manakah simbol pria, wanita, keterangan tinggal serumah, yang sudah meninggal dunia serta pasien yang sakit. 2.7.2 Pola Fungsi Kesehatan (Gordon) a. Persepsi Terhadap Kesehatan – Manajemen Kesehatan b.Pola Aktivitas Dan Latihan Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian, eliminasi, mobilisaasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga, serta berikan keterangan skala dari 0 – 4 yaitu : 0 1
: Di bantu sebagian
2
: Di bantu orang lain
3
: Di bantu orang dan peralatan
4
: Mandiri
: Ketergantungan / tidak mampu Aktifitas 0 1 2 3 4 Makan √ Mandi √
Berpakaian √ Eliminasi √ Mobilisasi ditempat tidur √ Berpindah √ Ambulansi √ Naik tangga √ c. Pola Istirahat Tidur Ditanyakan : -
Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur
-
Sonambolisme
-
Kualitas dan kuantitas jam tidur
20
d. Pola Nutrisi - Metabolic Ditanyakan : -
Berapa kali makan sehari
-
Makanan kesukaan
-
Berat badan sebelum dan sesudah sakit
-
Frekuensi dan kuantitas minum sehari
e.Pola Eliminasi -
Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
-
Nyeri
-
Kuantitas
f. Pola Kognitif Perceptual Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (Panca Indra) g. Pola Konsep Diri -
Gambaran diri
-
Identitas diri
-
Peran diri
-
Ideal diri
-
Harga diri h.
h. Pola Koping Cara pemecahan dan penyelesaian masalah i. Pola Seksual – Reproduksi Ditanyakan : adakah gangguan pada alat kelaminya. j. Pola Peran Hubungan -
Hubungan dengan anggota keluarga
-
Dukungan keluarga
-
Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.
k. Pola Nilai Dan Kepercayaan -
Persepsi keyakinan
-
Tindakan berdasarkan keyakinan
2.7.3 PEMERIKSAAN FISIK 21
a. Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar, b. Keadaan umum : Klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun. Tekanan darah mmHg, suhu tubuh …◦C, pernapasan ..x/menit, nadi ..x/menit (regular), GCS :E=.. M=… Vapasia. BB ( sakit ) : tidak diketahui, BB ( Sebelum Sakit ) ; tidak diketahui, hasil pengukuran LL 25 cm.(BB=2xLL; 50 kg). c. Kepala : Ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih d. Mata : Cekung, kering, sangat cekung e. Sistem pencernaan : Mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum f. Sistem Pernafasan : Dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan) g. Sistem kardiovaskuler : Nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang . h. Sistem integumen : Warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal. i. Sistem perkemihan : Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit. Perlu dikaji : -
Pola berkemih
-
Frekuensi : Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan
: Pada orang-orang untuk berkemih sangat individual.
kesempatan. Banyak orang-orang berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari. -
Orang-orang biasanya berkemih : pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar waktu makan. 22
-
Volume
-
Usia Jumlah / hari : Hari pertama & kedua dari kehidupan 15–60 ml Hari
: Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi.
ketiga–kesepuluh dari kehidupan 100–300 ml Hari kesepuluh – 2 bulan kehidupan 250–400 ml Dua bulan–1 tahun kehidupan 400–500 ml 1–3 tahun 500–600 ml 3–5 tahun 600–700 ml 5–8 tahun 700–1000 ml 8–14 tahun 800–1400 ml 14 tahun-dewasa 1500 ml Dewasa tua 1500 ml / kurang Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada orang dewasa, maka perlu lapor. j. Dampak hospitalisasi : Semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima. 2.7.4 Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium : -
feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
-
Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
-
AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2 meningkat, HCO3 menurun )
-
Faal ginjal : UC meningkat (GGA) a.
Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni TERAPI obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari
b. onat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide c. antibiotik : bila penyebab jelas, ada penyakit penyert
23
24
2.7.5 Diagnosa Keperawatan 1. Hipertermi berhubungan dengan adanya infeksi yang dimanifestasikan oleh adanya peningkatan suhu, tachicardi, menggigil dan malaise. 2. Nyeri akut berhubungan dengan akibat peradagan parenkim ginjal 3. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan adanya infeksi saluran kemih 4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia. 5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan motivasi merawat diri 2.7.6 Rencana Keperawatan 1. Hipertermi berhubungan dengan adanya infeksi yang dimanifestasikan oleh adanya peningkatan suhu, tachicardia, menggigil dan malaise. Tujuan : menurunkan suhu tubuh. Kriteria Hasil : Suhu tubuh dalam batas normal : 36 – 37 oC perabaan tidak hangat , tidak menggigil. Rencana Tindakan : 1) Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam terutama suhu dan nadi. Rasional : Untuk menentukan rencana tindakan yang akan dilakukan. 2) Kaji keadekuatan hidrasi baik mukosa mulut dan kulit Rasional : Demam dapat meningkatkan pengeluaran cairan terutama keringat. 3) Beri kompres hangat, biasa atau dingin pada dahi, axila dan lipatan paha. 29
Rasional : Kompres yang diberikan pada kulit dapat mengurangi atau menurunkan suhu secara evaporasi. 4) Anjurkan klien untuk banyak minum 2 – 2,5 liter per hari Rasional : Menurunkan suhu melalui pengeluaran urine yang banyak. 5) Monitor intake dan out put cairan Rasional : Memastikan hidrasi tetap adekuat dan memonitor fungsi renal. 6) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik dan antipiretik Rasional : Antipiretik dapat menurunkan suhu tubuh.
2. Nyeri akut berhubungan dengan akibat peradagan parenkim ginjal Tujuan : Nyeri teratasi. Kriteria Hasil :Dapat mengontrol rasa nyeri, nyeri berkurang bahkan hilang, ekspresi wajah rileks Rencana Tindakan : 1) Kaji adanya rasa nyeri baik lokasi, intensitas, frekuensi dan lamanya nyeri Rasional : Perubahan lokasi atau intensitas nyeri merupakan indikasi proses infeksi dan memberikan intervensi berdasarkan tingkat nyeri yang dirasakan. 2) Beri posisi yang nyaman menurut klien
30
Rasional : Posisi pilihan klien dapat meningkatkan kenyamanan dan mengurangi rasa nyeri. 3) Palpasi kandung kemih setiap 4 jam untuk mengetahui adanya distensi Rasional : Distensi yang terlalu lama pada kandung kemih mengakibatkan nyeri kandung kemih. 4) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam Rasional : Nafas dalam dapat menurunkan rasa nyeri 5) Beri kompres hangat pada daerah yang nyeri Rasional : Rasa hangat dapat memvasodilatasi pembuluh darah sekitar sehingga nyeri dapat berkurang 6) Anjurkan klien minum 8 – 10 gelas per hari sesuai indikasi Rasional : Mengurangi iritasi pada mukosa urethra 7) Kolaborasi dalam pemberian analgetik, anti spasmodik dan penozopyridine (untuk meredakan iritasi saluran kemih) Rasional : Golongan obat di atas dapat mengurangi nyeri dan iritasi saluran kemih. 3.
Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan adanya infeksi saluran
kemih Tujuan : Perubahan pola eliminasi teratasi
31
Kriteria Hasil : Pola urine kembali normal 6 – 7 kali setiap hari, produksi urine > 30 cc / menit, urine normal ; warna jernih, tidak ada darah, tidak ada tekanan saat mengeluarkan urine Rencana Tindakan : 1) Observasi perubahan urine : warna, jumlah, bau Rasional : Untuk mendeteksi adanya infeksi lebih awal 2) Kaji keluhan tidak bisa berkemih, berkemih berdarah, tidak bisa menahan urine tiba-tiba, berkemih pada malam hari Rasional : Untuk mengetahui adanya peradangan pada kandung kemih 3) Beri intake minum 2 – 2,5 liter per hari Rasional : Untuk membantu pengeluaran kuman dari kandung kemih melalui berkemih atau menurunkan konsentrasi bakteri 4) Anjurkan klien berkemih tiap 3 – 4 jam Rasional : Mencegah urine statis dan mencegah bertambahnya kuman pada kandung kemih akibat urine yang terlalu lama tertahan. 5) Bantu klien mendapatkan posisi yang nyaman saat berkemih Rasional : Mengurangi rasa nyeri saat berkemih dan proses berkemih terasa lampias. 6) Ajarkan klien untuk perawatan perineal yang benar dari depan ke belakang setiap kali selesai berkemih dan defekasi Rasional : Mencegah masuknya kuman pada urethra.
32
7) Kolaborasi dalam pemberian obat anti bakteri dengan tim medik Rasional : Mengurangi pertumbuhan bakteri. 8) Pantau atau periksa urine kultur dan sensitifitasnya Rasional : Menentukan penyebab infeksi saluran kemih dan mengevaluasi efektifitas pengobatan.
4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, dan anorexia. Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria Hasil : Nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh, keluhan mual tidak ada, muntah tidak ada, porsi yang disediakan habis. Rencana Tindakan : 1) Kaji pola makan klien sebelum sakit dan sesudah sakit Rasional : Mengetahui kebiasaan dan jenis makanan serta masukan makanan klien 2) Kaji adanya keluhan mual, muntah dan anorexia Rasional : Untuk merencanakan tindakan selanjutnya 3) Pertahankan kebersihan mulut sebelum makan Rasional : Mukosa mulut yang bersih meningkatkan selera makan 4) Beri makan dalam porsi kecil dan sering
33
Rasional : Meningkatkan asupan makanan 5) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan sajikan makanan dalam keadaan hangat Rasional : Mengurangi rasa mual 6) Anjurkan untuk makan biskuit atau roti atau makanan kesukaan sesuai indikasi Rasional : Menurunkan sekresi asam lambung dan mencegah rasa mual serta meningkatkan asupan makanan 7) Kolaborasi dalam pemberian Antasida Rasional : Antasida dapat menurunkan asam lambung dan mencegah rasa mual. 5.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan motivasi merawat diri
Tujuan : Infeksi tidak terjadi Kriteria Hasil : Pasien mengetahui penyebab, pencegahan dan perawatan yang benar tentang infeksi saluran kemih. Rencana Tindakan : 1) Anjurkan klien untuk banyak minum air putih 2 – 2,5 liter air dan hindari konsumsi kopi dan alkohol Rasional : Mengurangi iritasi pada mukosa kandung kemih 2) Jelaskan untuk tidak menahan keinginan berkemih, kosongkan kandung kemih secara sempurna setiap kali berkemih Rasional : Mencegah distensi kandung kemih
34
3) Ajarkan perawatan perineal yang benar terutama setelah berkemih dan defekasi, bersihkan dari depan ke belakang Rasional : Mencegah perpindahan mikroorganisme yang ada di anus 4) Jaga kebersihan perineal agar tetap kering dan bersih keringkan depan sampai ke belakang Rasional : Mencegah perkembangan mikroorganisme 5) Gunakan celana dalam dari bahan katun Rasional : Menyerap cairan dan keringat 6) Gunakan celana yang longgar dan jangan terlalu ketat Rasional : Memperlancar aliran darah 7) Anjurkan untuk segera berkemih setelah melakukan hubungan sexual Rasional : Mencegah perkembangan mikroorganisme di dalam kandung kemih dan melalui berkemih dapat mengeluarkan kuman
8) Jelaskan pentingnya mengkonsumsi antibiotik sesuai dengan resep atau sampai habis Rasional : Antibiotik mengatasi infeksi dan mencegah resistens 2.7.7
Implementasi Keperawatan Menurut (Nursalam, 2009), implementasi adalah pelaksanaan dari
intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditunjukkan pada nursing orders untuk
35
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.Dalam melaksanakan tindakan perawatan, selain melaksanakannya secara mandiri, harus adanya kerja sama dengan tim kesehatan lainnya. Implementasi merupakan realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan menilai data yang baru. Implementasi tindakan dibedakan menjadi tiga kategori yaitu: independent (mandiri), interdependent (bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya: dokter, bidan, tenaga analis, ahli gizi, apoteker, ahli kesehatan gigi, fisioterapi dan lainnya) dan dependent (bekerja sesuai instruksi atau delegasi tugas dari dokter). Perawat juga harus selalu mengingat prinsip 6S setiap melakukan tindakan, yaitu senyum, salam, sapa, sopan santun, sabar dan syukur. Selain itu, dalam memberikan pelayanan, perawat harus melaksankannnya dengan displin, inovatif (perawat harus berwawasan luas dan harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi), rasional, integrated (perawat harus mampu bekerja sama dengan sesama profesi, tim kesehatan yang lain, pasien, keluarga pasien berdasarkan azas kemitraan), mandiri, perawat harus yakin dan percaya akan kemampuannya dan bertindak dengan sikap optimis bahwa asuhan keperawatan yang diberikan akan berhasil (Zaidin, 2003: 84). Yang perlu diperhatikan pada pelaksanaan tindakan keperawatan yaitu: 1) Tepat waktu. 2) Pelaksanaan tindakan keperawatan sesuai dengan program terapi. 3) Dalam pelaksanaan tindakan privasi pasien harus dijaga. 2.7.8
Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari prognosis keperawatan, rencana intervensi dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor yang terjadi selama tahap pengkajian seperti analisis, perencanaan dan implementasi intervensi. Tahap evaluasi diletakkan pada proses akhir keperawatan tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan kecukupan data yang telah dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang diobservasi. Evaluasi juga diperlukan
36
pada tahap intervensi untuk menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif. (Nursalam, 2009). Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan denagn criteria hasil pada tahap perencanaan. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari 2 kegiatan yaitu (Setiadi, 2012: 57). 2.7.9.1 Evaluasi formatif Menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera. Evaluasi jenis ini dikerjakan dalam bentuk pengisian format catatn perkembangan denagn berorientasi kepada masalah yang dialami klien. Format yang dipakai adalah SOAP yaitu S: subjektif ddalah perkembangan keadaan yang dirasakan klien, dikeluhkan, dan dikemukakan klien; O: objektif adalah perkembangan yang dapat diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan lain; A: analisis yaitu penilaian dari kedua jenis data apakah berkembang ke arah perbaikan atau kemunduran; P: perencanaan berdasarkan hasil analisis yang berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum teratasi.(Setiadi, 2012: 70). 2.7.9.2 Evaluasi sumatif Merupakan rekapitulasi dari hasil obsevasi dan analisis status pasien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan. Evaluasi ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan yang akan dicapai. Format yang dipakai adalah format SOAPIER yaitu S: subjektif ddalah perkembangan keadaan yang dirasakan klien, dikeluhkan, dan dikemukakan klien; O: objektif adalah perkembangan yang dapat diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan lain; A: analisis yaitu penilaian dari kedua jenis data apakah berkembang ke arah perbaikan atau kemunduran; P: perencanaan berdasarkan hasil analisis yang berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum teratasi; I: implementasi yaitu tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana; E: evaluasi yaitu penilaian tentang sejauh mana rencana tindakan dan evaluasi telah dilaksanakan dan sejauh mana masalah klien teratasi;
37
R:reassesment yaitu bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi, pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses pengumpulan data subjektif, objektif dan proses analisisnya.(Setiadi, 2012: 72 ).
38
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN Nama Mahasiswa
: Ade Irawan
NIM
: 2016.C.08a.0777
Ruang Praktek
: BOUGENVILLE
Tanggal Praktek
: 16 Juli 2018
Tanggal & Jam Pengkajian
: 16 Juli 2018 Pukul 10:00 Wib
3.1 Pengkajian A. IDENTITAS PASIEN Nama
: Ny.R
Umur
: 46 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Suku/Bangsa
: Dayak/Indonesia
Agama
: Kristen
Pekerjaan
:-
Pendidikan
: SMP
Status Perkawinan
: Belum Kawin
Alamat
: Jl. Bukit Raya
Tgl MRS
: 11 juli 2018
Diagnosa Medis
: CKD dan ANEMIA
39
B. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN 1. Keluhan Utama: Klien mengatakan klien sakit saat BAK , dan juga nyeri seperti di remasremas, di area pingang,skala nyerinya 3,waktu timbul datang kurang lebih 56 menit,klien jguga mengeluhkan sakit saat BAK 2. Riwayat Penyakit Sekarang: Klien mengatakan dirujuk dari rumah sakit buntuk,dengan keluahn sakit ssat BAK, dan nyeri pingang, masuk Rs dr. doris sylvanus masuk IGD diberi penangan injeksi lisinopril 1x10 mg, injeksi amilodpin 1x10mg, dan sucralfat 3x1 c, setelah dari IGD klien dianjurkan masuk ruang bogenville untukmendapakanperawatan lebih lanjut. 3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi): Pasien mengatakan pernah masuk rumah sakit dengan diagnosaasma,tidak ada operasi. 4.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit. GENOGRAM KELUARGA:
40
Keterangan :
= Laki-laki = Perempuan = Meninggal = Pasien (Nn.V) = Hubungan Keluarga = Tinggal Serumah
1. Keadaan Umum: Sakit sedang, kesadaran compos mentis terpasang stoper di tangan kiri, dan tampak lemah. 2. Status Mental : a. Tingkat kesadaran
: Compos mentis
b. Ekspresi wajah
: Tenang
c. Bentuk badan
: Simetris
d. Cara berbaring/bergerak
: Posisi semi fowler/bebas
e. Berbicara
: Baik/Jelas
f. Suasana hati
: tidak dikaji
g. Penampilan
: Cukup rapi
h. Fungsi kognitif :
Orientasi waktu
: Baik, pasien tau waktu pagi, siang,
dan malam.
Orientasi orang
: Baik, pasien dapat mengenali anggota
keluarga.
Orientasi tempat
: Baik, pasien sadar berada di rumah
sakit. i. Halusinasi : Dengar/Akustic Lihat/Visual Lainnya .................
41
Circumstansial Flight
j. Proses berpikir : Blocking oh ideas
Mengingkari
k. Insight :Baik
Menyalahkan
orang lain Adaptif
m. Mekanisme pertahanan diri :
Maladaptif n. Keluhan lainnya
:
3. Tanda-tanda Vital : a. Suhu/T
: 36,4 0C Axilla Rektal Oral
b. Nadi/HR
: 79 x/m
c. Pernapasan/RR
: 21
x/m
d. Tekanan Darah/BP : 120/80 mm Hg 4.
PERNAPASAN (BREATHING) Bentuk Dada
: Simetris
Kebiasaan merokok
: tidak ada
Batuk,
Batuk darah, sejak Sputum, warna putih
Sianosis Nyeri dada Dyspnoe nyeri dada
Orthopnoe
Sesak nafas saat inspirasi
Lainnya
Saat aktivitas
Saat
istirahat Type Pernafasan
Dada
Perut
Kusmaul
Cheyne-stokes
Lainnya
42
Dada dan perut Biot
Irama Pernafasan
Teratur
Suara Nafas
Vesukuler
Bronchovesikuler
Bronchial
Trakeal
Suara Nafas tambahan
Tidak teratur
Wheezing Ronchikering Ronchi basah (rales) Lainnya…
Keluhan lainnya : tidak ada masalah keperawatan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan 5.
CARDIOVASCULER (BLEEDING) Nyeri dada
Kram kaki
Pucat
Pusing/sinkop
Clubing finger
Sianosis
Sakit Kepala
Palpitasi
Pingsan
Capillary refill
> 2 detik
< 2 detik
Oedema :
Wajah
Anasarka
Ekstrimitas atas
Ekstrimitas bawah
Asites, lingkar perut
cm
Ictus Cordis Terlihat
Tidak melihat
Vena jugularis
Tidak meningkat
Suara jantung
Normal Ada kelainan
Keluhan lainnya : tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
43
Meningkat
6.
PERSYARAFAN (BRAIN)
Nilai GCS :
E : 4 (Spontan) V : 5 ( Orientasi baik) M : 6 ( menurut perintah)
Total Nilai GCS Kesadaran
: 15(Normal) :
Compos Menthis
Somnolent
Apatis
Soporus
Isokor
Anisokor
Midriasis
Meiosis
Delirium
Coma Pupil
:
Refleks Cahaya : Kanan Positif Kiri
Negatif
Positif
Negatif
Nyeri, lokasi payudara kanan post operasi tumor mamae Vertigo
Gelisah
Aphasia
Kesemutan
Bingung
Disarthria
Kejang
Tremor
Pelo Uji Syaraf Kranial : Nervus Kranial I
:Pasien dapat mencium bau-bauan seperti: minyak kayu putih.
Nervus Kranial II
:Pasien dapat melihat dengan jelas
Nervus NervusKranial III:Pupil pasien dapat berkontraksi saat melihat cahaya. Nervus Kranial IV
:Pasien dapat menggerakkan bola matanya ke atas dan ke bawah.
Nervus Kranial V
:Pasien dapat mengunyah makanan: seperti nasi, kue, buah. 44
Nervus Kranial VI
:Pasien dapat melihat ke samping.
Nervus Kranial VII
:Pasien dapat tersenyum.
Nervus Kranial VIII
:Pasien dapat mendengar perkataan Dokter dan perawat
Nervus Kranial IX
:Pasien dapat membedakan rasa pahit, manis.
Nervus Kranial X
Pasie dapat berbicara dengan jelas.
Nervus Kranial XI
:Pasien dapat mengangkat bahunya.
Nervus Kranial XII
:Pasien dapat mengatur posisi lidahnya ke atas dan ke bawah.
Uji Koordinasi :Ekstrimitas Atas Jari ke jari
Positif
Jari ke hidung
: Negatif
Positif
Negatif
Ekstrimitas Bawah : Tumit ke jempul kaki Positif
Negatif
Tumit ke jempol kaki Positif
Negatif
Uji Kestabilan Tubuh : Positif
Negatif
Refleks : Bisep
: Kanan +/-
Kiri
+/-
Skala…………. Trisep
: Kanan +/-
Kiri+/-
Skala…………. Brakioradialis:
Kanan +/-
Kiri +/-
Skala………….
: Kanan +/-
Kiri
Skala…………. Akhiles Kanan +/Babinski
Kiri +/ Kanan +/-
45
Skala…………. Kiri +/-
Patella +/: Refleks
Refleks lainnya
:
Uji sensasi
: tidak di kaji tidak ada keluhan dan tidak ada masalah dalam pergerakan atau mental
Keluhan lainnya : Masalah Keperawatan : 7.
ELIMINASI URI (BLADDER) : Produksi Urine
:600 ml/6 jam
Warna
: Kuning
Bau
: Amoniak
Tidak ada masalah/lancer
Menetes
Nyeri
Panas
Inkotinen Oliguri Retensi Poliuri Hematuri Dysuri
Nocturi
Kateter
Cystostomi
Keluhan Lainnya : tidak ada Masalah Keperawatan : gangguan eliminasi urine
8.
ELIMINASI ALVI (BOWEL) : Mulut dan Faring Bibir
: Baik, tampak kering
Gigi
: Baik/lengkap
Gusi
: Tampak merah muda
Lidah
: Bersih, tidak ada jaringan parut
46
Mukosa
: tampak kering
Tonsil
: Tidak ada pembesaran tonsil
Rectum
:
Haemoroid
: Tidak
BAB
: 1 x/hari
Tidak ada masalah
Feaces berdarah
Warna : Kuning
Konsistensi : Lunak
Diare Konstipasi Kembung Melena
Obat pencahar
Lavement Bising usus
: tidak ada
Nyeri tekan, lokasi
: tidak ada
Benjolan, lokasi
: tidak ada
Keluhan lainnya :tidak ada Masalah Keperawatan :tidak ada 9.
TULANG - OTOT – INTEGUMEN (BONE) : Kemampuan pergerakan sendi
Bebas Terbatas
Parese, kelemahan pada bagian satu atau dua lebih sisi tubuh Paralise, lokasi tidak ada Hemiparese, lokasi tidak ada Krepitasi, lokasi tidak ada Nyeri, lokasi Pinggang Bengkak, lokasoi kaki Kekakuan, lokasi tidak ada Flasiditas, lokasi tidak ada Spastisitas, lokasi tidak ada
47
Ukuran otot
Simetris Atropi Hipertropi Kontraktur Malposisi
Uji kekuatan otot : 5/5 Ekstrimitas atas
5/5 Ekstrimitas bawah
Deformitas tulang, tidak ada Peradangan, lokasi tidak ada Perlukaan, tidak ada Patah tulang, tidakada Tulang belakang
Normal
Skoliosis
Kifosis
Lordosis
Keluhan Lainnya : Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah 10. KULIT-KULIT RAMBUT Riwayat alergi
Obat Makanan, ikan Kosmetik Lainnya
Suhu kulit
Hangat
Panas
Normal
Sianosis/ biru
Dingin Warna kulit Ikterik/kuning Putih/ pucat Coklat tua/hyperpigmentasi 48
Baik
Cukup
Tekstur
Halus
Kasar
Lesi :
Macula, lokasi
Turgor
Kurang
Pustula, lokasi Nodula, lokasi Vesikula, lokasi Papula, lokasi Ulcus, lokasi Jaringan parut lokasi Tekstur rambut Distribusi rambut Bentuk kuku
Simetris
Irreguler
Clubbing Finger
Lainnya
Keluhan Lainnya :
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan 11. SISTEM PENGINDERAAN : a. Mata/Penglihatan Fungsi penglihatan : Berkurang
Ganda Gerakan bola mata
: Bergerak normal
Kabur Buta/gelap Diam
Bergerak spontan/nistagmus Visus :
Mata Kanan (VOD) :
49
Mata kiri (VOS) Selera
Normal/putih
Merah/hifema Konjunctiva
: Kuning/ikterus Merah muda
Pucat/anemic Kornea
Bening
Keruh
Alat bantu
Kacamata
Lensa kontak
Lainnya Nyeri
:
Keluhan lain : b. Telinga / Pendengaran : Fungsi pendengaran : Berkurang
Berdengung
Tuli c. Hidung / Penciuman: Simetris
Bentuk :
Asimetris
Lesi Patensi Obstruksi Nyeri tekan sinus Transluminasi Cavum Nasal
Warna
Septum nasal
Deviasi
Integritas Perforasi
Kiri
Peradarahan Sekresi, warna Polip
Kanan
dan Kiri Keluhan Lainnya :
50
Kanan
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan 12. LEHER DAN KELENJAR LIMFE Massa
Ya
Tidak
Jaringan Parut
Ya
Tidak
Kelenjar Limfe
Teraba
Tidak teraba
Kelenjar Tyroid
Teraba
Tidak teraba
Mobilitas leher
Bebas
Terbatas
13. SISTEM REPRODUKSI a. Reproduksi Pria Kemerahan, Lokasi Gatal-gatal, Lokasi Gland Penis Maetus Uretra Tidak dikaji
Discharge, warna Srotum Hernia Kelainan Keluhan lain
a. Reproduksi Wanita Kemerahan, tidak ada Gatal-gatal, tidak ada Perdarahan, tidak ada Flour Albus
51
Clitoris Labis Uretra Kebersihan
: Baik Cukup Kurang
Kehamilan
:
Tafsiran partus : Keluhan lain Simetris
Asimetris
Sear
Lesi
Pembengkakan
Nyeri tekan
Puting :
Menonjol
Datar
Sedikit
Tidak keluar
Lecet
Mastitis Warna areola ASI
Lancar
Keluhan lainnya :
Masalah Keperawatan :
C. POLA FUNGSI KESEHATAN 1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit Klien mengatakan bahwa yakin bisa sembuh dengan waktu yang tidak lama. 2. Nutrisida Metabolisme TB
: 155 Cm
52
BB sekarang
: 43 Kg
BB Sebelum sakit
: 43 Kg
Diet : Biasa
Cair
Saring
Lunak
Diet Khusus : Rendah garam
Rendah kalori
TKTP
Rendah Lemak
Rendah Purin
Lainnya… Mual Muntah
x/hari
Kesukaran menelan
Ya
Tidak
Rasa haus
Ya
Tidak
Keluhan lainnya : Pola Makan Sehari-hari
Sesudah Sakit
Sebelum Sakit
3x/hari
3x/hari
1-3 Porsi
1-3 Porsi
Baik
Baik
Nasi, sayur, ayam
Nasi, sayur,
Frekuensi/hari Porsi Nafsu makan Jenis Makanan
ayam Jenis Minuman
Air putih
Teh, air putih
900 cc
1200 cc
Pagi, Siang, Malam
Pagi, Siang,
Jumlah minuman/cc/24 jam Kebiasaan makan
Malam Keluhan/masalah
Tidak ada masalah
53
Tidak ada masalah
Masalah Keperawatan: 3. Pola istirahat dan tidur Sebelum Sakit Siang: 1-3 Jam Malam : 6-7 Jam Sesudah Sakit Sakit : 1-3 Jam Malam: 5 -6 Masalah Keperawatan:Tidak Ada Masalah 4. Kognitif Saat dijelaskan tentang perawatan selama di Bougenville dan kenapa harus dilakukan tindakan tersebut, klien kooperatif. Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan 5. Konsep diri Klien menyadari perannya sekarang sebagai seorang anak. Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan 6. Aktivitas Sehari-hari Lebih banyak beristirahat. Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan 7. Koping –Toleransi terhadap Stress Saat ada masalah, pasien selalu bercerita dengan ibunya. Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan 8. Nilai-Pola Keyakinan Selama dirawat diruang Bougenville, tindakan maupun perawatan yang diberikan tidak ada yang bertentangan dengan pola keyakinan yang dianut klien. Masalah Keperawatan: tidak masalah keperawatan D. SOSIAL - SPIRITUAL 1. Kemampuan berkomunikasi Dapat berkomunikasi dengan baik saat ditanya oleh perawat.
54
2. Bahasa sehari-hari Klien lebih sering menggunakan bahasa Dayak/ bahasa Indonesia. 3. Hubungan dengan keluarga Baik, terlihat selama perawatan banyak keluarga yang secara bergantian untuk menjengguk klien maupun menunggu klien selama perawatan di Bougenville. 4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain Baik, terlihat keluarga sesekali bercakap-cakap dengan perawat saat dilakukannya pemeriksaan/observasi. 5. Orang berarti/terdekat Orang yang sangat berarti bagi klien adalah suami dan anaknya. 6. Kebiasaan menggunakan waktu luang Sebelum sakit berkumpul bersama keluarga, selebihnya digunakan untuk beristirahat. 7. Kegiatan beribadah Klien selalu berharap dan berdoa agar cepat sembuh.
E. DATA
PENUNJANG
(RADIOLOGIS,
LABORATORIUM,
PENUNJANG LAINNYA) a. Hasil Laboratorium Pemeriksaan Hasil 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
WBC RBC HBG PLT Natrium (Na) Kalium (K) Calcium (Ca)
Normal
8.12x10^3/ul 4,41 x10^6/ul 11.9 g/dl 399x10^3/ul 135 mmol/L 4,3 mmol/L 1.09 mmol/L
55
4.00-10.00 3.50-5.50 11.0-16.0 150-400 135-148 3,3-5,3 0.98-1.2
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Terapi
Kegunaan
Stoper
Memudahkan injeksi obat
Injeksi IV perinfus
Sebagai obat anti bakteri dan anti protozoa
Antrain 2x20 mg Injeksi IV perinfus
Mengatasi gangguan pencernaan
lanzoprazole 1x1 g
Injeksi IV perinfus
Sebagai obat anti bakteri dan anti protozoa
cefotaxime 3x 1 gm Lisinopril 1x 10 mg
Mengatasi tekanan darah tinggi
Amilodipin 1x10
Mengatasi tekanan darah tinggi
mg
Palangka Raya, 16 Juli 2018 Mahasiswa
(
56
)
3.2 Analisa Data Obyektif dan Data Subyektif (sign/symptom) DS : pasien mengatakan terasa
(Etiologi)
(Problem)
Jaringan Parut
Gangguan
panas saat BAK DO :
eliminasi urine Penyempitan uretra dan
1. Urine berwarna merah
vesica urinaria
2. Urine keluar sedikit 600 ml 3. Panas saat mengeluarkan urine
Menyumbat saluran
4. TTV:
kemih
- TD =120/80 mmhg - N =79 */m
Kesultan berkemih
- RR = 21 */m Infeksi urin
- S =36,4 C
DS : klien mengatakan nyeri
Kalekrein
P = Nyeri Q = diremas-remas R = Pingang
Akibat peradangan parenkim ginjal
S = 3 ( sedang ) T = 5-6 menit
Nyeri
DO : 1. Klien tampak meringis 2. Klien tampak gelisah 3. TTV : -
TD =120/80 mmhg
-
N =79 */m
-
RR = 21 */m
-
S =36,4 C
57
Nyeri akut
DS :
Ikterus ektrapatik
DO :
Defisit perawatan diri
1. Pasien tampak kotor 2. Rambut
pasien
Nyeri akut
tampak
kering 3. Mulut bau 4. Bibir tampak kering
Sulit beraktivitas
5. Kuku panjang 6. Penampilankurang rapi
Menurunya motivasi merawat diri
58
3.2 Prioritas Masalah 1) Gangguan eliminasi urine b.d infeksi urine 2) Nyeri akut b.d akibat peradangan parenkim ginjal 3) Defisit
perawatan
diri
b.d
menurunya
59
motivasi
perawatan
diri
3.3 Rencana Keperawatan Nama Pasien : Ny. R Ruang Rawat : Bougenville NO
DIAGNOSA
TUJUAN
KEPERAWATAN
(KRITERIA
INTERVENSI
RASIONAL
HASIL) 1.
Gangguaneliminasi urine b.d Setelah
dilakukan 1. Obsevasi perubahan urine
infeksi urine
perawatan 2. Mengkaji keluhan apabila
tindakan
1x24 jam diharapkan
ingin berkemih
ssat BAK tidak terasa 3. Pantau dan periksa urine panas
lagi
dengan 4. Observasi TTV
Kriteria Hasil:
5. Kaloborasi dengan dokter
- Saat BAK tidak panas lagi - Warna
1. Untuk
adanya bakteri 2. Untuk
kembali
mengetahui
adanya peradagan kemih 3. Mengetahui
penyebab
infeksi saluran kemih
dalm pemberian obat anti 4. Medikasi bakteri
Mendeteksi
pemeriksaan
selanjutnya 5. Menguranggi
normal
pertumbuhan bakteri
- TTV batas normal TD = 120/80
60
N = 80 */m RR = 20 */m S
= 36,6 C
61
Nama Pasien : Ny. R Ruang Rawat : Bougenville NO
2
DIAGNOSA
TUJUAN (KRITERIA
KEPERAWATAN
HASIL)
Nyeri
akut
peradangan ginjal
b.d
akibat Setelah
di
parenkim tindakan
INTERVENSI
RASIONAL
lakukan 1. Kaji tingkat nyeri
1. Menghitung tingkat nyeri
keperawatan 2. Mengajarkan teknik nafas dalam
selama 2x24 jam, maka 3. Observasi TTV diharapkan berkurang
nyeri 4. Kaloborasi dengan
1)
Nyeri hilang
2)
Pasien tidak
Tidak gelisah
4)
Ttv batas normal TD = 120/80 N = 80 */m RR = 20 */m S
dengan
dokter
pemeriksaan selanjutnya 4. Mendapatkan penangan yang tepat
meringis lagi 3)
3. Sebagai medikasi
dalampemberian obat analgesik
kriteria hasil:
2. Mengurangi rasa nyeri
= 36,6 C
62
Nama Pasien : Ny. R Ruang Rawat : Bougenville NO
3
DIAGNOSA
TUJUAN (KRITERIA
KEPERAWATAN
HASIL)
Defisit perawatan diri b.d Setelah menurunya merawat diri
motivasi tindakan
di
INTERVENSI
RASIONAL
lakukan 1. Jelaskan pada klien dan keluarga 1. Keterlibatan keluarga dapat
keperawatan
perawatan diri yang benar
berarti dalam merawat klien
selama 2x24 jam, maka 2. Tingkatkan harga diri klien dan 2. Dengan mengetahui apayang diharapkan kilen dapat
penentuan diri klian
diingikan klien dapat
merawat dirinya dengan 3. Hilangkan dan bersihkan bau dengan memberikan perawatan yang kriteria hasil: 1. Klien dan keuarga dapat merawat diri
cara merawat diri 4. Cegah
terfjadinya
baik infeksi
perahankan daerah vulva
dan 3. Dalam perawatan diri dapat bersihkan dan hilangkan bau
2. Klien tidak
4. Untukmencegah terjadinya
3. Ada bau dan kotor
infeksi saluran kemih
lagi
63
3.4 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan Nama Pasien : Ny. R Ruang Rawat : Bougenville Hari/Tanggal/
Diagnosa Keperawatan
Implementasi
Evaluasi
Jam Senin , 16 Juli 2018 Pukul: 10:00
1. Gangguaneliminasi urine b.d 1. Obsevasi perubahan urine infeksi urine
2. Mengkaji
keluhan
apabila
S: klien mengatakan terasa panas saat ingin BAK
berkemih
O: - TTV:
3. Pantau dan periksa urine
TD: 120/80 mmhg
4. Observasi TTV
RR: 21 x/menit
5. Kaloborasi
dengan
dokter
dalm
pemberian obat anti bakteri
S
: 36,4oc
N
: 79x/ Menit
-
Urine tampak warna merah
-
Urine keluar sedikit 600 ml
-
Terasa panas saat BAK
A:
Masalah
liminasi
teratasi P : Lanjutkan intervensi
64
urine
belum
S: klien mengatakan masih panas saat BAK 1. Obsevasi perubahan urine 2. Mengkaji
keluhan
apabila
O: ingin
- TTV:
berkemih
Selasa , 17 Juli 2018 Pukul: 10:00WIB
TD: 120/80 mmhg
3. Pantau dan periksa urine
RR: 19 x/menit
4. Observasi TTV
S
: 36,6oc
N
: 880 x/ Menit
5. Kaloborasi
dengan
dokter
dalm
pemberian obat anti bakteri
- Urine tampak masih merah
6. Pemberian antipiretik.
- Urine sudah banyak keluar 1200 ml - Masih terasa panas saat BAK A:
Masalah eliminasi urine teratasi
sebagian P : Lanjutkan intervensi
65
Nama Pasien : Ny. R Ruang Rawat : Bougenville Hari/Tanggal/
Diagnosa Keperawatan
Implementasi
Evaluasi
Jam Senin,16 Juli 2018 Pukul: 10:00 WIB
Nyeri akut b.d akibat peradangan 1. Kaji tingkat nyeri
S : klien mengatakan nyeri
parenkim ginjal
2. Mengajarkan teknik nafas dalam
O:
3. Observasi TTV
-
4. Kaloborasi
dengan
dokter
P = Nyeri Q = Diremas remah
dalampemberian obat analgesik
R = Perut S = 3 (sedang) T = 5-6 menit -
Klien Tampak lemas
-
Klien tampak meringis
-
Klien tampak gelisah
A : Masalah nyeri Belum Teratasi P : Lanjutkan Intervensi 1
Kaji tingkat nyeri
66
S : klien mengatakan nyeri sudah
Selasa , 17Juli
2
Mengajarkan teknik nafas dalam
berkurang
2018
3
Observasi TTV
O:
Pukul: 10:00
4
Kaloborasi
WIB
dengan
dokter -
dalampemberian obat analgesik
P = Nyeri Q = Diremas remah R = Perut S = 1 (sedang) T = 1-2 menit
-
Klien Tampak lemas
-
Klien tampak meringis
A : Masalah nyeri sudah Teratasi sebagian P : Lanjutkan Intervensi
67
Nama Pasien : Ny. R Ruang Rawat : Bougenville Hari/Tanggal/
Diagnosa Keperawatan
Implementasi
Evaluasi
Jam Senin,16 Juli 2018 Pukul: 10:00
Defisit
perawatan
diri
b.d 1
menurunya motivasi merawat diri
Jelaskan pada klien dan keluarga S : klien mengatakan malas melakukan perawatan diri yang benar
2
WIB
Tingkatkan harga diri klien dan O : penentuan diri klian
3
4
apa pun
-
Pasien tampak kotor
Hilangkan dan bersihkan bau dengan -
Rambut tampak kering
cara merawat diri
Mulut bau
Cegah
terfjadinya
infeksi
perahankan daerah vulva
dan -
Bibir kering
-
Kuku panjang
-
Penampilan kurang rapi
A : Masalahperawatan diri Belum Teratasi P : Lanjutkan Intervensi
S : klien mengatakan malas melakukan
68
Selasa , 17 Juli 2018
apa pun 1
Pukul: 10:00 WIB
Jelaskan pada klien dan keluarga O : perawatan diri yang benar
2
3
4
-
Pasien tidak tampak kotor lagi
Tingkatkan harga diri klien dan -
Rambut tidak lag tampak kering
penentuan diri klian
Mulut tidak bau lagi
-
Hilangkan dan bersihkan bau dengan -
Bibir kering
cara merawat diri
Kuku panjangkuku sudah pendek
Cegah
terfjadinya
infeksi
perahankan daerah vulva
dan -
Penampilan sudah lumayan rapi
A : Masalah perawatan diri sudahteratasi P : pertahankan Intervensi
69
BAB 4 PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan mencoba membandingkan konsep teori mengenai asuhan keperawatan pasien dengan Apendiksitis pada kliien asuhan keperawatan Tn. A dengan Gangguan Eliminasi diruang Bougenville RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. Proses keperawatan adalah dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan. Hal ini disebutkan sebagai suatu pendekatan problem yang memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien baik sebagai individu, keluarga maupun masyarakat mengemukakan dalam proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi (Nursalam 2001). 4.1 Pengkajian Pengkajian adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data tentang pasien. Menurut Potter dan Perry (2005). Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber, untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001). Menurut teori beberapa hasil pengkajian dan observasi pada klien dengan Gangguan Eliminasi ditemukan data-data klien merasakan panas saat BAK,serasa tidak enak di pubis, urine keluar sedikit dan nyeri didaerah perut. Pada kasus Ny. R didapatkan data seperti klien Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit mengeluh nyeri di bagian perut sakit saat berkemih kurang lebih 2 hari , kesadaran Ny. R Compos Menthis, Ny. R terlihat lemah aktivitas klien dibantu oleh keluarga, ekspersi wajah meringis klien tidak rapi. Hasil pemeriksaan TTV yaitu suhu diukur menggunakan thermometer axila pada tangan kiri dan didapatkan hasil 36,4°C, Respirasi : 21 x/menit, Nadi x/79menit, Tekanan
70
Darah : 120/80 mmHg. Feaces klien berwarna coklat dan kosistensi lunak, bising usus klien hipoaktif. Dari data hasil pengkajian antara kasus dan teori Ny. R ditemukan kesenjangan yaitu menurut teori beberapa hasil pengkajian dan observasi pada klien dengan Apendiksitis ditemukan data-data klien merasakan panas saat BAK,serasa tidak enak di pubis, urine keluar sedikit dan nyeri didaerah perut. Namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga tidak bisa BAK,warna urine berubah,terasa nyeri saat berkemih. Sedangkan fakta pada kasus Ny. R pada saat dilakukan pengkajian seperti ditemukan diteori, tetapi ada persamaan antara teori dan kasus mengenai ditemukannya klien mengeluh nyeri di bagian perut dan panas saat BAK . 4.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia dan individu atau kelompok dimana perawatan secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito, 2009). Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon actual ataupun potensial pasien terhadap masalah kesehatan dan perawat mempunyai ijin dan kompeten untuk mengatasinya.(Potter dan Perry 2005).Diagnosa yang mungkin muncul dengan kasus ganguan eliminasi urine berdasarkan diagnosa menurut Nanda 2015 diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yang ada 1. Hipertermi berhubungan dengan adanya infeksi yang dimanifestasikan oleh adanya peningkatan suhu, tachicardi, menggigil dan malaise. 2. Nyeri akut berhubungan dengan akibat peradagan parenkim ginjal 3. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan adanya infeksi saluran kemih 4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia. 5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan motivasi merawat diri
71
Pada kasus Ny. R Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan adanya infeksi saluran kemih Diagnosa tersebut merupakan diagnosa pertama karena berdasarkan data pasien yaitu di tandai dengan terasa panas saat BAK, TTV: S: 36,4 oC, N: 79 x/menit, RR: 19 x/menit, TD: 120/80 mmHg. Diagnosa kedua yaitu Nyeri akut berhubungan dengan akibat peradagan parenkim ginjal, didukung oleh data pasien yaitu klien tampak meingis dan gelisah dsakit daerah perut , TTV: S: 36,4 oC, N: 79 x/menit, RR: 19 x/menit, TD: 120/80 mmHg. Diagnosa ketiga yaitu Defisit perawatan diri berhubungan dengan motivasi merawat diri di tandai dengan klien ketidak bersihan tempat pasien Mengenai diagnosa yang lain tidak diangkat karena tidak ditemukan gejala dan data-data yang mendukung diagnosa tersebut dan keadaan klien sudah mulai membaik. 4.3 Intervensi Keperawatan Perencanaan adalah langkah ketiga dalam proses keperawatan (Doengoes, 2000). Perencanaan tindakan terdahap pasien Ny. R, disusun berdasarkan prioritas masalah, konsep dan teori yang telah disusun disesuaikan dengan literature yang ada, tetapi tidak semua dimasukan dalam kasus pasien ini. Pada kasus ini rencana keperawatan yang akan dilaksanakan pada pasien Ny. R adalah : 4.3.1 Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi urine. Perencanaan untuk diagnosa pertama yaitu sesuai dengan teori adalah Untuk Mendeteksi adanya bakteri,Untuk mengetahui adanya peradagan kemih, Mengetahui penyebab infeksi saluran kemih ,Medikasi pemeriksaan selanjutnya Menguranggi pertumbuhan bakteri Sedangkan pada kasus Tn. A Obsevasi perubahan urine, Mengkaji keluhan apabila ingin berkemih,Pantau dan periksa urine, Observasi TTV, Kaloborasi dengan dokter dalm pemberian obat anti bakteri. 4.3.2 Nyeri akut berhubungan akibat peradangan parenkim ginjal Perencanaan untuk diagnosa pertama yaitu sesuai dengan teori adalah Kaji tingkat nyeri , Mengajarkan teknik nafas dalam, Observasi TTV, Kaloborasi dengan dokter dalampemberian obat analgesik
72
Faktanya pada Ny. R rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat dan akan dilakukan sama dengan teori. Alasanya mengapa ada kesamaan antara teori dan fakta karena apa yang kita kemukakan dalam rencana keperawatan haruslah berdasarkan teori yang jelas dan menggunakan bukti dan sumber yang ada sehingga tidak ditemukan perbedaan antara teori dan fakta rencana tindakan keperawatan pada pasien. 4.3.3 Defisit perawtan diri berhubngan Perencanaan untuk diagnosa pertama yaitu sesuai dengan teori adalah Jelaskan pada klien dan keluarga perawatan diri yang benar, tingkatkan harga diri klien dan penentuan diri klian, Hilangkan dan bersihkan bau dengan cara merawat diri, Cegah terfjadinya infeksi dan perahankan daerah vulva
Sedangkan pada kasus Ny. R perencanaan yang diberikan yaitu Keterlibatan keluarga dapat berarti dalam merawat klien, Dengan mengetahui apayang diingikan klien dapat memberikan perawatan yang baik, Dalam perawatan diri dapat bersihkan dan hilangkan bau, Untukmencegah terjadinya infeksi saluran kemih. 2.2 Implementasi Menurut
Doengoes,
(2009)
implementasi
keperawatan
merupakan
pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakantindakan yang mengacu kepada perencanaan yang telah disusun sebelumnya oleh perawat. Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik tahap ini merupakan tahap ke empat dalam proses keperawatan oleh karena itu pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan sesuai skala urgent dan non urgent. Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga yang harus dilalui yaitu : persiapan, perencanaan, dan pendokumentasian (Nursalam 2001).
73
BAB 5 PENUTUP 5.1
Kesimpulan
Asuhan keperawatan merupakan bagian dari pemeliharaan kesehatan. Asuhan keperawatan medical pada Ny.R dengan Ganguan eliminasi dalam pemberian asuhan keperawatan disesuaikan dengan standar keperawatan dalam pelaksanaan intervensi dan implementasi ditetapkan bersama pasien.. Dimana masalah Ny. R dengan diagnosa Gangguan eliminasi urine b.d infeksi urine,Nyeri akut b.d akibat perad angan parenkim ginjal, dan Defisit perawatan diri b.d menurunya motivasi perawatan diri . Dimana dalam setiap masalah yang diangkat berbanding lurus dengan teori yang baki dalam tahap pengkajian, masalah diagnosa keperawatan yang muncul, dan intervensi keperawatan. Evaluasi keperawatan dilakukan setelah semua kegiatan intervensi diimplementasikan dengan hasil masalah, sehingga pasien masih harus mendapatkan perawatan baik dirumah sakit maupun selama dirumah dan dianjurkan untuk menjaga kebersihan diri dan menjaga keehatan. 5.2 Saran 5.2.1 Bagi mahasiswa Dalam melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Sindrom Nefrotik terlebih dahulu mahasiswa harus memahami konsep dari Sindrom Nefrotik itu sendiri sehinga pada saat pemberian askep sesuai dan tepat dengan masalah dan kondisi pasien 5.2.2 Bagi institusi Untuk mencapai hasil yang diinginkan terutama dalam memberikan Asuhan
Keperawatan
medical,
pembimbing
diharapkan
lebih
spesifik
menjelaskan dan memberi bimbingan kepada mahasiswa/mahasiswi yang dibimbingnya. Dengan Asuhan Keperawatan medical yang telah dilakukan oleh penulis dapat kiranya menjadi bahan pertimbangan dan evaluasi dari pendidikan dalam mencetak ners yang profesional dalam bidangnya.
74
5.2.2 Bagi keluarga Diharapkan setelah diberikan tindakan asuhan keperawatan melalui pendekakatan biopsikososialspiritual dalam pemberian Asuhan Keperawatan dan penyuluhan diharapkan pasien dan keluarga mampu merawat dan mengontrol kondisi pasien sehingga mengetahui apa yang dilakukan apabila masalah kesehatan yang terjadi dapat segera diketahui dan dibawa kepelayanan kesehatan.
75
DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2007. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC. Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC. Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan: Guidelines for Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan
Keperawatan
Pedoman
Untuk
Perencanaan
dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta: EGC. Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC. Nursalam. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika Suryadi,dkk, (2001), Praktek klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Sagung Seto: Jakarta
76
77