-LAPORAN KASUS
ABORTUS INKOMPLIT
Oleh : Riswanda Imawan (201810401011022) Swastika D Permatasari (201810401011038)
SMF ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI RS BHAYANGKARA KEDIRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2019
1
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Penyebab utama kematian maternal adalah disebabkan oleh 3 hal, yaitu pendarahan dalam kehamilan, pre-eklamspsia atau eklampsia, dan infeksi. Pendarahan selama kehamilan dapat dianggap sebagai keadaan akut yang dapat membahayakan ibu dan anak, dan sampai dapat menimbulkan kematian. Sebanyak 20% wanita hamil pernah mengalami pendarahan pada awal kehamilan dan sebagian mengalami abortus.1 Abortus merupakan berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar tanpa mempersoalkan penyebabnya. Anak baru hidup di dunia luar kalau beratnya telah mencapai lebih dari 500 gram atau umur kehamilan lebih dari 20 minggu. Abotus dibagi kedalam abortus spontan, yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya, kurang lebih 20% dari semua abortus, sedangkan abortus buatan (provocatus), yaitu abortus yang terjadi disengaja, digugurkan, dan 80% dari semua abortus adalah abortus provocatus.1,2 Sebagian besar studi mengatakan kasus abortus spontan antara 15-20 % dari semua kehamilan. Jika dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Kejadian abortus habitualis sekitar 3-5%. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah satu kali abortus spontan, pasangan punya risiko 15 % untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya meningkat 25 %. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah sekita 30-45 %. 1,2
2
Kejadian abortus di Indonesia setiap tahun terjadi 2 juta kasus. Ini artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup. Menurut sensus penduduk tahun 2000, terdapat 53.783.717 perempuan usia 15 – 49 tahun, dan dari jumlah tersebut terdapat 23 kasus abortus per 100 kelahiran hidup.1 Penyebab abortus sendiri multifaktorial dan masih diperdebatkan, umumnya terdapat lebih dari satu penyebab. Penyebabnya seperti Faktor genetik, kelainan kongenital uterus, autoimun, infeksi, defek luteal.2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1
Definisi Abortus adalah kehamilan yang berhenti prosesnya pada umur kehamilan
di bawah 20 minggu, atau berat fetus yang lahir 500 gram atau kurang. Sedangkan Llewollyn & Jones (2002) mendefinisikan abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas, dimana masa gestasi belum mencapai 22 minggu dan beratnya kurang dari 500 gram.3 WHO merekomendasikan viabilitas apabila masa gestasi telah mencapai 22 minggu atau lebih dan berat janin 500 gram atau lebih.1 2.2
Klasifikasi Klasifikasi menurut terjadinya abortus adalah sebagai berikut :1,2
1.
Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis
maupun mekanis. 2.
Abortus buatan, Abortus provocatus (disengaja, digugurkan), yaitu:
a.
Abortus buatan menurut kaidah ilmu (Abortus provocatus artificialis atau
abortus therapeuticus). Indikasi abortus untuk kepentingan ibu, misalnya : penyakit jantung, hipertensi esential, dan karsinoma serviks. Keputusan ini ditentukan oleh tim ahli yang terdiri dari dokter ahli kebidanan, penyakit dalam dan psikiatri, atau psikolog. b.
Abortus buatan kriminal (Abortus provocatus criminalis) adalah
pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh hukum. Klasifikasi Menurut gambaran klinis abortus dapat dibedakan kepada : 1. Abortus imminens yaitu abortus tingkat permulaan (threatened abortion) dimana terjadi perdarahan pervaginam, Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada 20 minggu mengeluarkan darah sedikit pada vagina.
4
Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi. ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.5
2.
Abortus insipiens (inevitable abortion) yaitu abortus yang sedang mengancam dimana serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri. Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan kontraindikasi.5
5
Abortus inkomplit (incomplete abortion) yaitu jika hanya sebagian hasil konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta. Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens. 5
3. Abortus komplit (complete abortion) artinya seluruh hasil konsepsi telah keluar (desidua atau fetus), sehingga rongga rahim kosong. Perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau endometritis pasca abortus harus dipikirkan5
6
4.Missed abortion adalah abortus dimana fetus atau embrio telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih.5
5.Abortus habitualis (recurrent abortion) adalah keadaan terjadinya abortus tiga kali berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini adalah kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana sekiranya terjadi pembuahan, hasilnya adalah patologis. Selain itu, disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum dan kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesterone sesudah korpus luteum atrofis juga merupakan etiologi dari abortus habitualis.5 6. Abortus infeksius (infectious abortion) adalah abortus yang disertai infeksi genital.5 7. Abortus septik (septic abortion) adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman ataupun toksinnya kedalam peredaran darah atau peritonium.5
7
Etiologi1,2,3,4
2.3.
Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya disebabkan oleh faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 – 12minggu), abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor maternal. a.
Faktor ovofetal : Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan
bahwa pada 70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi malformasi pada tubuh janin. Pada 40% kasus, diketahui bahwa latar belakang kejadian abortus adalah kelainan chromosomal. Pada 20% kasus, terbukti adanya kegagalan trofoblast untuk melakukan implantasi dengan adekuat. b.
Faktor maternal : Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik
maternal (systemic lupus erythematosis) dan infeksi sistemik maternal tertentu lainnya. 8% peristiwa abortus berkaitan dengan abnormalitas uterus ( kelainan uterus kongenital, mioma uteri submukosa, inkompetensia servik). Terdapat dugaan bahwa masalah psikologis memiliki peranan pula dengan kejadian abortus meskipun sulit untuk dibuktikan atau dilakukan penilaian lanjutan. Penyebab abortus dapat dibagi menjadi 3 faktor yaitu: 1. Faktor janin Faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik, dan ini terjadi pada 50%-60% kasus keguguran. 2. Faktor ibu: a. Kelainan endokrin (hormonal) misalnya kekurangan tiroid, kencing manis.
8
b.
Faktor kekebalan (imunologi), misalnya pada penyakit lupus, Anti
phospholipid syndrome. c.
Infeksi, diduga akibat beberapa virus seperti cacar air, campak jerman,
toksoplasma , herpes, klamidia. d.
Kelemahan otot leher rahim
e.
Kelainan bentuk rahim.
3. Faktor Ayah: kelainan kromosom dan infeksi sperma diduga dapat menyebabkan abortus.
4.
Patofisiologi Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atauseluruh bagian
embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua.Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebutmenyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali adanya prosesabortus.7,8 Pada kehamilan kurang dari 8 minggu :Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua danvilli chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian darihasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servikalis.Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.6,7,8 Pada kehamilan 8-14 minggu :Mekanisme di atas juga terjadi dan diawali dengan pecahnya selaput ketubantelebih dahulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namunplasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Jenis ini sering menimbulkanperdarahan pervaginam banyak.8 Pada kehmilan minggu ke 14-22 :Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasentabeberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalamuterus sehingga menimbulkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan
9
pervaginam banyak. Perdarahan pervaginam umumnya lebih sedikit namun rasa sakit lebih menonjol. 7,8
2.4
Gambaran Klinis
1.
Amenore
2.
Perdarahan pervaginam
3.
Rasa mulas atau kram perut di daerah simfisis, sering disertai nyeri
pinggang akibat kontraksi uterus 4.
Pemeriksaan ginekologi
a.
Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam ada atau tidak ada jaringan
konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vulva b.
Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah
tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium c.
Vagina toucher (VT): portio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau
tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum douglas, tidak menonjol dan tidak nyeri5-6
Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Abortus Spontan10 Jenis Abortus
Demam
Nyeri/kram abdomen
Perdarahan
Jaringan ekspulsi
Imminens
Tidak ada
Sedang
Sedikit
Insipien
Tidak
Sedang-hebat
Sedang-
Tidak ada ekspulsi jaringan konsepsi Tidak
Jaringan pada vagina Tidak ada
Ostium uteri
Besar uterus
Tertutup
Sesuai usia kehamilan
Tidak
Terbuka,
Sesuai
10
ada
banyak
Inkomplit
Tidak ada
Sedang-hebat
Sedangbanyak
Komplit
Tidak ada
Tanpa/sedikit
Sedikit
Missed
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sepsis
Ada
Ada
Ringan-DIC
Habitualis
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
2.5
Diagnosis
a.
Anamnesis
ada ekspulsi jaringan konsepsi Ekspulsi sebagian jaringan konsepsi Ekspulsi seluruh jaringan konsepsi
ada
ketuban menonjol
usia kehamilan
Mungkin masih ada
Terbuka
Sesuai usia kehamilan
Mungkin ada
Terbuka/ Tertutup
Lebih kecil dari usia kehamilan
Jaringan telah mati tapi tidak ada ekspulsi jaringan konsepsi Masih
Tidak ada
Tertutup
Lebih kecil dari usia kehamilan
Jaringan lekorea bau
Tertutup, Terbuka bau
Kecil dibanding usia kehamilan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak
-
Tiga gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di perut bagian bawah terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke punggung,bokong dan perineum, perdarahan pervaginam dan demam yang tidak tinggi.11 Gejala ini terutamanya khas pada abortus dengan hasil konsepsi yang masih tertingal di dalam rahim. Selain itu, ditanyakan adanya amenore pada masa reproduksi kurang 20 minggu dari HPHT.10 Perdarahan pervaginam dapat tanpa atau disertai jaringan hasil konsepsi. Bentuk jaringan yang keluar juga ditanya apakah berupa jaringan yang lengkap seperti janin atau tidak atau seperti anggur. Rasa sakit atau keram bawah perut biasanya di daerah atas simpisis.10 Riwayat penyakit sekarang seperti IDDM yang tidak terkontrol, tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol, trauma, merokok, mengambil alkohol dan riwayat
11
infeksi traktus genitalis harus diperhatikan.10 Riwayat kepergian ke tempat endemik malaria dan pengambilan narkoba malalui jarum suntik dan seks bebas dapat menambah curiga abortus akibat infeksi.11 b.
Pemeriksaan Fisik
Bercak darah diperhatikan banyak, sedang atau sedikit.4 Palpasi abdomen dapat memberikan idea keberadaan hasil konsepsi dalam abdomen dengan pemeriksaan bimanual. Yang dinilai adalah uterus membesar sesuai usia gestasi, dan konsistensinya.4 Pada pemeriksaan pelvis, dengan menggunakan spekulum keadaan serviks dapat dinilai samaada terbuka atau tertutup , ditemukan atau tidak sisa hasil konsepsi di dalam uterus yang dapat menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagina.4
Pemeriksaan fisik pada kehamilan muda dapat dilihat dari table di bawah ini:4 Perdarahan
Serviks
Uterus
Gejala dan
Diagnosis
tanda Sesuai
Kram
perut
Abortus
sedikit
dengan usia
bawah, uterus
immines
hingga
gestasi
lunak
Bercak
Tertutup
12
Tertutup/terbuka
sedang
Lebih kecil
Sedikit/tanpa
Abortus
dari usia
nyeri
komplit
gestasi
bawah, riwayat
perut
ekspulsi hasil konsepsi Terbuka
Sesuai
Kram
atau
Abortus
hingga
dengan usia
nyeri
perut
insipien
massif
kehamilan
bawah, belum
Sedang
terjadi ekspulsi hasil konsepsi Kram
atau
Abortus
nyeri
perut
incomplit
bawah, ekspulsi sebahagian hasil konsepsi Terbuka
Lunak dan
Mual/muntah,
lebih besar
kram
dari usia gestasi
perut
Abortus mola
bawah, sindroma mirip PEB, tidak ada janin,
keluar
jaringan seperti anggur
C. Pemeriksaan penunjang ini diperlukan dalam keadaan abortus
imminens, abortus habitualis dan missed abortion:5-6 1. Tes kehamilan : positif jika janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus 2.Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
13
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion 4. Pemeriksaan lain sesuai dengan keadaan dan diagnosis pasien. 2.6
Diagnosis Banding BO
KET
A Abortus
Mola Hidatidosa
Planotest Perdarahan
+ Ada
+/-
Ada
+
+
Ada
Ada seperti
Pervaginam Nyeri
buah anggur Ada
Abdomen
Ada
Ada
Ada
biasanya di sebelah kiri atau kanan
Tanda hamil
Ada
Ada
Sesuai
Tidak
Ada
Ada
muda TFU
Lebih besar
sesuai VT
Menutup
Menutup/membuka Nyeri goyang disertai sisa hasil
porsio
jaringan bila inkomplit USG
Tampak
Tampak
Tampak sisa
Tampak
kantong
kantong
kantong
bayangan
kehamilan
kehamilan
kehamilan tidak
seperti
14
tapi janin
dan
kosong
bagian-
utuh lagi
snowflake pattern
bagian janin di luar cavum uteri
2.7
Penatalaksanaan Abortus dapat dilakukan secara medis maupun bedah. Sebelum suatu
abortus elektif dilaksanakan, apabila dijumpai vaginosis bakterialis, wanita yang bersangkutan perlu diterapi dengan metronidazole untuk mengurangi angka infeksi paska operasi.
Teknik bedah untuk aborsi a.
Dilatasi dan kuretase Abortus bedah mula-mula dilakukan dengan mendilatasi serviks dan
kemudian mengosongkan uterus dengan mengorek isi uterus (kuretase tajam) secara mekanis, melakukan aspirasi vakum, atau keduanya. Untuk usia gestasi di atas 16 minggu, dilakukan dilatasi dan evakuasi (D&E). Tindakan ini berupa dilatasi serviks lebar diikuti oleh destruksi dan evakuasi mekanis bagian-bagian janin. Setelah janin seluruhnya dikeluarkan, digunakan kuret vakum berlubang besar untuk mengeluarkan palsenta dan jaringan yang tersisa. Dilatasi dan ekstraksi (D&X) serupa dengan D&E kecuali bahwa pada D&X bagian janin
15
pertama
kali
diekstraksi
melalui
serviks yang telah
membuka
untuk
mempermudah tindakan.
b.
Dilator higroskopik
Trauma akibat dilatasi mekanik dapat dikurangi dengan suatu alat yang dapat digunakan secara perlahan membuka serviks. Alat ini menarik air dari jaringan serviks dan juga digunakan untuk pematangan serviks prainduksi. Batang laminaria sering digunakan untuk membuka serviks. Induksi abortus secara medis a.
Oksitosin
Pemberian oksitosin dosis tinggi dalam sedikit cairan intravena dapat menginduksi abortus pada kehamilan trimester kedua. Salah satu regimen yang efektif adalah 10 mL (10 IU/mL) ke dalam 1000 mL larutan RL. Larutan ini mengandung 100 mU oksitosin per mL Iinfus IV dimulai dengan kecepatan 0,5 mL/mnt. Apabila pada kecepatan infus ini belum terjadi kontraksi yang efektif, konsentrasi oksitosin dalam cairan ditingkatkan. Sebaiknya larutan yang telah diinfuskan dibuang sebagian dan disisakan 500 mL yang mengandung 100 mU oksitosin per mL. Ke dalam 500 mL ini ditambahkan 5 ampul oksitosin. Larutan
16
yang terbentuk sekarang mengandung oksitosin 200 mU/mL, dan kecepatan infus dikurangi menjadi 1 mL/mnt. Kecepatan infus kembali ditingkatkan secara bertahap sampai mencapai 2 mL/mnt dan kecepatan ini dibiarkan selama 4 atau 5 jam, atau sampai janin dikeluarkan. Diagnosis Abortus imminens
Gejala klinis
Penatalaksanaan
Amenore
Tes kehamilan (+)
baring
Perdarahan
USG
Tokolitik:
pervaginam,
cramping
pain
Istirahat~tirah
isoxuprine tiap 8 jam VT:
ostium
uteri
menutup
Preparat
progesterone 2-3x1 tab setiap 8-12 jam
Antiprostaglandin
500 mg setiap 8 jam Abortus insipiens
Perdarahan
Kuret
atau drip
pervaginam, nyeri (his)
oksitosin
kehamilan > 12 minggu
VT:
menipis
ostium dan
uteri terbuka
bila
dilanjutkan
ketuban menonjol, buah
kehamilan utuh
maleat 1 tab setiap 8
Methylergometrin
jam selama 5 hari
Amoxicillin
500
mg setiap 6 jam selama
17
5 hari Abortus inkomplet
Perdarahan
Memperbaiki
pervaginam, nyeri, dan
keadaan umum
kadang-kadang
disertai
syok
Kosongkan
uterus
VT:
terbuka
ostium
uteri
didapat
sisa
kehamilan/plasenta
isi
(menghentikan
perdarahan)
Jika kehamilan >
12
minggu:
methylergometrin maleat 1 tab setiap 8 jam selama 5 hari
Cegah
amoxicillin
infeksi 500
mg
setiap 8 jam selama 5 hari Missed abortion
dan MRS:
Pendarahan
Mengeluarkan jaringan
keluhan kehamilan yang
Pemx
fisik:
menetap
mengecil
tidak
TFU nekrotik bahkan sesuai
dengan umur kehamilan
Pemx faal
hemostasis
Kehamilan < 12
minggu langsung kuretase
Kehamilan > 12
18
minggu: misoprostol 1 tab/intravaginal/tiap 6 jam/1 hari dilanjutkan dengan drip oksitosin dan kuretase
Disarankan
untuk monitoring fibrinogen serum Abortus infeksi
Perdarahan
Perbaiki keadaan
pervaginam, nyeri
umum: infus, transfuse
Sering disertai syok
VT:
xylomidon 2 cc i.m
ostium
uteri
Antipiretik:
terbuka, nyeri adneksa
dan fluor yang berbau
tinggi:
Antibiotic
dosis
ampicillin
1
gram i.v tiap 8 jam/hati selama 3-5 hari
Kuret setelah 3-6
jam
2.8
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul dari abortus adalah: 11 a.
Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan
tertinggal, diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera pasca tindakan, dapat pula timbul lama setelah tindakan.
19
b.
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien biasanya datang dengan syok hemoragik. c.
Syok akibat refleks vasovagal atau nerogenik. Komplikasi ini dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila setelah seluruh pemeriksaan dilakukan tanpa membawa hasil. Harus diingat kemungkinan adanya emboli cairan amnion, sehingga pemeriksaan histologik harus dilakukan dengan teliti. d.
Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam
uterus. Hal ini terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan juga gelembung udara masuk ke dalam uterus, sedangkan pada saat yang sama sistem vena di endometrium dalam keadaan terbuka. Udara dalam jumlah kecil biasanya tidak menyebabkan kematian, sedangkan dalam jumlah 70-100 ml dilaporkan sudah dapat memastikan dengan segera. e.
Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang
dilakukan tanpa anestesi pada ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan panik. Hal ini dapat terjadi akibat alat yang digunakan atau suntikan secara mendadak dengan cairan yang terlalu panas atau terlalu dingin. f.
Keracunan obat/ zat abortivum, termasuk karena anestesia. Antiseptik
lokal seperti KmnO4 pekat, AgNO3, K-Klorat, Jodium dan Sublimat dapat mengakibatkan cedera yang hebat atau kematian. Demikian pula obat-obatan
20
seperti kina atau logam berat. Pemeriksaan adanya Met-Hb, pemeriksaan histologik dan toksikolgik sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis. g.
Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan
tetapi memerlukan waktu. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas padsa desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium. Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.
2.9
Prognosis
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan sebelumnya:6 1.
Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abotus yang
rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %. 2.
Pada
wanita
keguguran
dengan
etiologi
yang
tidak
diketahui,
kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar 40-80 %.
21
3.
Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung
janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2 atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.
DAFTAR PUSTAKA
22
1. Sarwono prawiroharhdjo.Perdarahan pada kehamilan muda dalam Ilmu Kandungan, edisi 2008 2. Saifuddin A. Perdarahan pada kehamilan muda dalam Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,2006 Hal M9-M17. 3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, GilstrapIII LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Williams Obstetrics. 21 ed. (diterjemahkan oleh Andry Hartanto, Y Joko Suyono, Brahm U. Pendit). Jakarta: EGC; 2005. 4. Pranata S, Sadewo FS. Kejadian Keguguran, Kehamilan Tidak Direncanakan dan Pengguguran Di Indonesia [Artikel Serial Online]. Surabaya: Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Date Review: February 11, 2012 [cited May 30, 2015]. Available from: http://bpk.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/view/2992/2225. 5. Azhari. Seminar: Kelahiran tidak diinginkan (aborsi) dalam kesehatan reproduksi remaja. Palembang: Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI/ RSMH.
June,
25
2002
[cited
May
30,
2015].
Available
from:
http://digilib.unsri.ac.id/download/MASALAH%20ABORTUS%20DAN%20 KESEHATAN.pdf 6. Mochtar R. Sinopsis Obstetri Jilid 2. Jakarta: EGC; 2010. 7. Manuaba
IBG, Chandranita IA, Fajar IBG. Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta: EGC; 2007.
23
8. Manuaba IBG. Penuntun Kepanitraan Klinik Obstetri dan Ginekologi Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004. 9. Achadiat CM. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC; 2004. 10. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF, editor. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004. 11. Kepmenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kepmenkes RI; 2013. 12. Gaufberg
F,
Abortion
Treatened,
Available
at
http://emedicine.medscape.com/article/795359-overview
24