Hg.docx

  • Uploaded by: tikadyahp
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hg.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,298
  • Pages: 20
LAPORAN KASUS HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Oleh: Kelompok H30

Fauhan Yuliana Iskandar (201810401011060) Swastika Dyah Permatasari (201810401011038)

SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG RUMAH SAKIT BHAYANGKARA KEDIRI

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

A. Definisi Hiperemesis gravidarum (HG) adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena pada umumnya menjadi buruk karena terjadi dehidrasi.1 Selain itu dapat diartikan hiperemesis gravidarum adalah muntah-muntah yang cukup berat sehingga menyebabkan penurunan berat badan, dehidrasi, asidosis akibat kelaparan, alkalosis akibat keluarnya asam hidroklorida dalam muntahan dan hipokalemia.2

B. Epidemiologi Mual dan muntah terjadi dalam 50-90% kehamilan. Gejalanya biasanya dimulai pada gestasi minggu 9-10, memuncak pada minggu 11-13, dan berakhir pada minggu 1214. Pada 1-10% kehamilan, gejala dapat berlanjut melewati 20-22 minggu. Hiperemesis berat yang harus dirawat inap terjadi dalam 0,3-2% kehamilan.3,4 Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primi gravida dan 40-60% multi gravida. Dari seluruh kehamilan yang terjadi di Amerika Serikat 0,3-2% diantaranya mengalami hiperemesis gravidarum atau kurang lebih lima dari 1000 kehamilan. Insiden dikatakan meningkat pada masyarakat barat yang tinggal di daerah perkotaan dibandingkan dengan pedesaan.4 Di masa kini, hiperemesis gravidarum jarang sekali menyebabkan kematian, tapi masih berhubungan dengan morbiditas yang signifikan.4 Morbiditas yang ditimbulkan berupa : 1. 2.

Mual dan muntah mengganggu pekerjaan hampir 50% wanita hamil yang bekerja. Hiperemesis yang berat dapat menyebabkan dehidrasi. Sekitar seperempat pasien hiperemesis gravidarum membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih dari sekali.

3.

Wanita dengan hiperemesis gravidarum dengan kenaikan berat badan dalam kehamilan yang rendah (7 kg) memiliki risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan neonatus dengan berat badan lahir rendah, kecil untuk masa kehamilan, prematur, dan nilai Apgar 5 menit kurang dari 7.4

C. Etiologi dan Patogenesis Muntah merupakan suatu mekanisme dari saluran cerna bagian atas mengeluarkan isinya bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang berlebihan pada usus. Muntah termasuk reflex integrative yang kompleks yang terdiri dari 3 komponen utama yakni detektor muntah, mekanisme integrative dan efektor yang bersifat somatik, dimana rangsangannya dihantarkan melalui saraf vagus dan aferen simpatis menuju pusat muntah. Selain itu pusat muntah juga menerima rangsangan dari pusat muntah lain yang lebih tinggi pada serebral dari chemoreseptor trigger zone (CTZ) pada area postrema dan dari apparatus vestibular via serebelum. Kalau sinyal tersebut berasal dari perifer maka sinyal tersebut tidak akan melalui trigger zone tetapi akan mencapai pusat muntah melalui nucleus traktus solitaries. Pusat muntah ini berdekatan dengan pusat pernapasan dan pusat vasomotor. Rangsang aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf kranial V, VII, X, XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diapragma, otot iga dan otot abdomen.4 Apabila rangsangan dirasakan sudah mencukupi maka akan mengakibatkan pernafasan menjadi lebih dalam, terangkatnya tulang hioid dan laring untuk mendorong sifngter krikoesofagus terbuka, tertutupnya glotis dan akhirnya terangkatnya palatum mole untuk menutup nares anterior. Akhirnya timbul kontraksi kuat dari otot abdomen yang mengakibatkan timbulnya tekanan intragastrik yang tinggi. Dengan tekanan intragastrik yang meninggi dilanjutkan dengan relaksasi dari sfingter esofagus, sehingga memungkinkan terjadinya pengeluaran isi lambung.4 Sampai saat ini patogenesis hiperemesis gravidarum masih kontroversial. Dengan adanya muntah yang terus menerus mengakibatkan berkurangnya cadangan energi. Tubuh mulai beradaptasi dengan mengambil jalur lain untuk memperoleh energi yakni melalui jalur glukoneogenesis dengan mengoksidasi asam lemak. Oksidasi lemak ini memiliki kerugian yakni meningkatkan kadar keton dalam urin akibat hasil dari oksidasi tidak sempurna dari asam lemak yakni tertimbunnya asam aseton asetik, asam hidroksi butirik dan aseton.4 Selain

kehilangan

cadangan

energi,

muntah

yang

berkepanjangan

dapat

menyebabkan kehilangan cairan yang cukup tinggi sehingga menyebabkan timbulnya dehidrasi, sehingga cairan plasma dan ekstravaskuler akan berkurang. Natrium dan khlorida darah turun, demikian juga dengan khlorida urine. Dampak lainnya yakni dapat

mengakibatkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang dan tertimbunya zat metabolik dan toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, meningkatkan frekuensi muntah yang lebih banyak, merusak hati, sehigga memperberat keadaan penderita.5 Apabila intensitas muntahnya sangat berat dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung, sehingga kadang kala dapat muncul gejala seperti muntah darah. Gejala ini dikenal dengan nama Mallory-Weiss Syndrome. Pada umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri.4 Hiperemesis gravidarum diyakini terjadi akibat adanya interaksi antara faktor endokrin, imunologi gastrointestinal, enzim metabolik, defisiensi nutrisi, anatomi dan psikologi. 5 a. Endokrin 1. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) Sampai saat ini HCG dikatakan sebagai penyebab utama dari hiperemesis gravidarum karena dikaitkan adanya peningkatan signifikan dari HCG pada ibu dengan hiperemesi gravidarun.5 mekanisme timbulnya masih belum jelas namun dikatakan akibat efek stimulasi pada sistem sekresi dari GIT dan stimulasi dari fungsi tiroid karena memiliki struktur yang mirip dengan Thyroid Stimulating Hormon (TSH).5 Penelitian lainnya mengatakan peningkatan HCG bukan merupakan satu – satunya penyebab melainkan ada isoform spesifik dari HCG yang juga mengakibatkan Hiperemesis gravidarum (HG). Ini ditandai dengan adanya HCG yang lebih asam (pH <4). Kebanyakan bentuk isoform ini merupakan akibat dari kelainan genetik ataupun hasil adaptasi terhadap lingkungan.5 2. Progesteron Aktivitas hormonal pada saat corpus luteum merupakan paling tinggi pada trimester pertama ketika HG sering terjadi. Penelitian menunjukkan pada pasien dengan HG memiliki kadar progesteron yang lebih rendah. 5 3. Estrogen Estrogen memiliki beberapa mekanisme yang dapat mengakibatkan timbulnya HG. Kadar estrogen yang tinggi dapat mengakibatkan penurunan waktu transit dari usus dan pengosongan lambung yang dapat mengakibatkan meningkatnya akumulasi cairan

akibat peningkatan hormone steroid. Perubahan pH pada GIT dapat meningkatkan risiko infeksi Helicobacter Pylori sehingga dapat mengakibatkan munculnya gejala GIT. 5 4. Thyroid Hormones Kelenjar tiroid secara fisiologis akan meningkatkan sekresinya pada saat kehamilan mengakibatkan peningkatan sementara tiroksin dalam darah yang dikenal dengan nama Gestational Transient Thyrotoxicosis (GTT). Bersamaan dengan HCG, tiroid memiliki peranan penting dalam timbulnya HG. Mekanisme masih belum jelas, namun kemungkinan karena memiliki struktur yang mirib dengan HCG.5 5. Leptin Leptin merupakan hormone yang memliki peranan dalam mengatur berat badan dan memiliki struktur yang hampir sama dengan sitokin. Hubungan antara HG dan leptin didapatkan berdasarkan fakta bahwa leptin sering ditemukan pada jaringan adipose dan fungsi utamanya adalah mengurangi rasa lapar dan meningkatkan konsumsi energi dengan cara berinteraksi dengan kortisol, tiroid dan insulin. Kadar leptin sering ditemukan pada ibu hamil salah satunya dengan HG namun mekanismenya masih belum jelas.5 6. Adrenal Cortex Suatu studi penelitian menyebutkan bahwa terdapat penurunan gejala pada ibu dengan HG ketika menggunakan terapi kortikosteroid. Kemungkinan rendahnya kadar kortisol berhubungan dengan timbulnya HG, namun mekanisme masih belum jelas.5 7. Growth hormone dan prolactin Penurunan human Growth Hormone (hGH) dan peningkatan prolaktin ditemukan pada pasien dengan HG. Kemungkinan ini diakibatkan karena kadar hGH dan prolaktin kemungkinan mempengaruhi produksi dari hormon plasenta dan endometrial pada ibu hamil. 5 8. Placental serum markers Schwangerschafts protein 1 (SP1) merupakan suatu protein spesifik dari plasenta yang beredar dalam sirkulasi maternal pada minggu awal kehamilan. Protein ini diperkirakan berhubungan dengan adanya muntah pada kehamilan.5 b. Imunologi Pada ibu hamil terjadi perubahan sistem humoral maupun mediated, kemungkinan untuk melindungi janin dari sistem imun ibu. HG dikatakan timbul akibat dari overaktivasi dari sistem imun yang berhubungan dengan sintesis hormon kehamilan.5

c. Gastro Intestinal 1. Infeksi Helicobacter Pylori Peningkatan insiden H.pylori pada pasien HG merupakan salah satu etiologi yang cukup jelas. Secara signifikan ditemukan H.pylori pada bagian antrum dan corpus dari lambung pasien dengan HG. Jumlah bakteri H.pylori juga kemungkinan berhubungan dengan derajat keparahan dari HG.5 Infeksi H.pylori pada ibu hamil kemungkinan disebabkan karena adanya perubahan keasaman lambung yang berhubungan denga perubahan sistem imun pada ibu hamil. Perubahan sistem imun baik secara humoral maupun selular meningkatkan risiko ibu terinfeksi H.pylori.5 2. Motilitas lambung dan usus Selama hamil sex steroid dapat mengakibatkan aktivitas abnormal dari lambung dan usus halus mengakibatkan lambatnya waktu transit dan menghambat waktu pengosongan lambung yang dapat mengakibatkan mual. Namun ternyata dalam penelitian hal tersebut tidak berpengaruh dalam patogenesis HG. 3. Tekanan spingter bawah esophagus Kebanyakan wanita memiliki gejala gastrointestinal reflux selama hamil. Gejala ini kemungkinan muncul akibat penurunan tekanan dari spingter bawah esophagus, yang diakibatkan karena meningkatnya estrogen dan progesteron. 5 4. Sekresi cairan di GIT HG kemungkinan muncul akibat distensi dari GIT bagian atas karena peningkatan sekresi dan akumulasi cairan dalam lumen lambung. Peningkatan sekresi cairan merupakan hal yang fisiologis pada ibu hamil, karena berhubungan dengan sekresi cairan amnion.5 d. Enzim Metabolik 1. Liver enzim Kelainan fungsi hati ditemukan pada pasien HG dengan peningkatan kadar SGOT maupun SGPT. Kelainan ini kemungkinan ditemukan pada pasien HG tipe late onset, lebih parah sampai ketonuria dan hipertiroidism, namun mekanisme secara detail belum jelas. Diperkirakan kelainan fungsi hati kemungkinan disebabkan karena efek kombinasi dari hipovolemia, malnutrisi, dan timbulnya asam laktat pada HG.5 2. Amilase Adanya peningkatan serum amylase ditemukan pada pasien dengan HG. Namun peningkatan serum amylase tidak diakibatkan karena peningkatan enzim amylase dari

pancreas, menunjukkan kalau peningkatan tersebut bukan diakibatkan gangguan dari pankreas melainkan sekresi yang berlebihan dari kelenjar ludah.5 e. Defisiensi nutrisi 1. Defisiensi vitamin Terdapat penurunan jumlah vitamin B1 pada pasien dengan HG, namun hubungan secara biokimia belum dapat dijelaskan secara detail. Selain itu juga terdapat defisiensi vitamin lain yakni thiamin dan K yang juga diperkirakan berhubungan dengan peningkatan insiden HG.5 2. Defisiensi Unsur Mikro Ada beberapa unsur mikro yang berkaitan dengan pathogenesis HG yakni zinc dan besi. Plasma zinc ditemukan meningkat sedangkan besi menurun pada pasien dengan Hg. Zinc merupakan bahan yang penting dalam katalisis enzim yang berhubungan dengan metabolism, sedangkan kadar besi yang rendah kemungkunan mengganggu fungsi biokimia, metabolic dan endokrin dari beberapa organ.5 f. Anatomi Ibu hamil berisiko mengalami HG karena adanya beberapa variasi anatomi, kemungkinan penyebabnya adalah perbedaan sistem vena pada ovarium kanan dan kiri menyebabkan tingginya kadar sex steroid pada vena porta. 5 g. Psikologi Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup. 5 Suatu studi penelitian berupaya membandingkan gejala psikologis pada wanita hamil dengan dan tanpa HG selama kehamilan. Subjek dengan gejala HG jauh lebih tinggi gejala psikologisnya dibandingkan dengan kecemasan dari para wanita hamil yang tidak menderita HG. Gejala tersebut antara lain; gejala depresi, histeria, psychasthenia, skizofrenia, somatisasi dan perilaku obsesif kompulsif. Penyebab gejala-gejala psikologis tersebut karena trauma dan stress. Dapat disimpulkan bahwa HG tidak berhubungan dengan gangguan psikologis dan sulit untuk membuktikan bahwa HG adalah murni psikologis karena banyak wanita mulai muntah mereka hamil. 5

sebelum mereka mengetahui bahwa

Gambar 1. Interaksi antara faktor – faktor pencetus HG. D. Gejala Klinis Batasan jelas antara mual yang masih dianggap fisiologis dalam kehamilan dengan hiperemesis gravidarum tidak ada, tetapi bila keadaan umum penderita terpengaruh, sebaiknya dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu1,4 : 1. Tingkat I. Muntah yang terus menerus, penderita merasa lemah, timbul intoleransi terhadap makanan dan minuman, berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar makanan, lendir dan sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah. Nadi meningkat sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik menurun. Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang, dan urin sedikit tetapi masih normal.1,4 2. Tingkat II. Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus hebat, subfebril, nadi cepat dan lebih dari 100-140 kali per menit, tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang ikterus, aseton, bilirubin dalam urin, dan berat badan cepat menurun.1,4

3.

Tingkat III. Walaupun kondisi tingkat III sangat jarang, yang mulai terjadi adalah gangguan kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau berhenti, sianosis, gangguan jantung, bilirubin dan proteinuria dalam urin, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai Encephalopathy Wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia, dan perubahan mental. Keadaan ini terjadi akibat defisiensi zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukan adanya gangguan hati.1,4

Parameter

Tingkat I

Tingkat II

Tingkat II

Kondisi umum

Lemah

Lebih lemah dan Lebih buruk apatis

Kesadaran

Compos mentis

Apatis

Somnolen

Nyeri epigastrium

+

++

++

Muntah

>10 kali

Sering

Berhenti

Tekanan darah

Menurun

Menurun

Menurun

Nadi

>100 x/mnt

Meningkat

Meningkat

Turgor kulit

Menurun

Menurun

Menurun

Mata

Cekung

Cekung, + ikterus

Cekung, + ikterus

BAK

Normal

Oligouria

Oligouria-anuria

Keton urin

-/+

> +2 Tabel 1. Gejala Hiperemesis Gravidarum

E. Diagnosis Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan adanya kehamilan muda dan muntah yang terus menerus, sehingga mempengaruhi keadaan umum. Hiperemesis gravidarum yang terus menerus dapat menyebabkan kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga pengobatan perlu segera diberikan. Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.5,6J

a. Anamnesis Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan muntah. Mual dan muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh jenis makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Selain itu dari anamnesis juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan sosial pasien, asupan nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis, penyakit hati, diabetes mellitus, dan tumor serebri). b. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya tanda-tanda dehidrasi, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan menurun. Pada vaginal toucher dapat ditemukan uterus besar sesuai besarnya kehamilan, konsistensi lunak, pada pemeriksaan inspekulo serviks berwarna biru (livide). Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan tiroid dan abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding. c. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, USG (pemeriksaan penunjang dasar), analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal.2 Pada keadaan tertentu, jika pasien dicurigai menderita hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH dan T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50-60% terjadi penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi Helicobacter pylori. Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan kenaikan hemoglobin, hematokrit, kreatinin, shift to the left, benda keton dan proteinuria, peningkatan blood urea nitrogen. Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk mendeteksi adanya kehamilan kembar ataupun mola hidatidosa. Pada keluhan hiperemesis yang berat dan berulang perlu dipikirkan untuk konsultasi psikologi.

F.

Diagnosis Banding Diagnosis hiperemesis gravidarum merupakan diagnosis pereksklusionam, sehingga perlu menyingkirkan semua diagnosis banding yang mungkin terlebih dahulu. Penyakitpenyakit yang sering menyertai wanita hamil dan mempunyai gejala muntah-muntah yang hebat harus dipikirkan, antara lain:

1. Appendisitis akut. Pada pasien hamil dengan appendiksitis akut keluhan nyeri tekan pada perut sangat menonjol sedangkan pada pasien hamil yang tanpa appendiksitis akut keluhan tersebut sedikit bahkan tidak ada. Tanda-tanda defance musculare, dan rebound tenderness juga bisa dijadikan petunjuk untuk membedakan wanita hamil dengan appendiksitis akut dan tanpa appendiksitis akut.3,7,8 2. Ketoasidosis diabetes. Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil mempunyai riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil apalagi disertai dengan penurunan kesadaran dan pernafasan Kussmaul. Perlu dilakukan pemeriksaan keton urine untuk mendapatkan badan keton pada urine, pemeriksaan gula darah, dan pemeriksaan gas darah. 3,7,8 3. Gastritis dan ulkus peptikum. Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien mempunyai riwayat makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan obat-obat analgetik non steroid (NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak terlalu dapat membedakan dengan wanita hamil yang tanpa gastritis/ulkus peptikum karena hampir semua pasien dengan hiperemesis gravidarum mempunyai keluhan nyeri epigastrium yang hebat. Pemeriksaan endoskopi perlu dihindari karena berisiko dapat menyebabkan persalinan preterm. Pasien dengan gastroenteritis selain menunjukkan gejala muntah-muntah, juga biasanya diikuti dengan diare. Pasien hiperemesis gravidarum yang murni karena hormon jarang disertai diare. 3,7,8 4. Hepatitis. Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat biasanya sudah menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai peningkatan SGOT dan SGPT yang nyata. Kadang-kadang sulit membedakan pasien hiperemesis gravidarum tingkat III (tanda-tanda kegagalan hati) yang sebelumnya tidak menderita hepatitis dengan wanita hamil yang sebelumnya memang sudah menderita hepatitis. 3,7,8 5. Tumor serebri. Pasien dengan tumor serebri biasanya selain gejala mual-muntah yang hebat juga disertai keluhan lain seperti sakit kepala berat yang terjadi hampir setiap hari,

gangguan keseimbangan, dan bisa pula disertai hemiplegi. Pemeriksaan CT scan kepala pada wanita hamil sebaiknya dihindari karena berbahaya bagi janin. 3,7,8 G. Penatalaksanaan Hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dirawat inap di rumah sakit. Indikasi pasien rawat inap di rumah sakit sebagai berikut: 1.

Semua yang dimakan dan diminum dimuntahkan, apalagi bila telah berlangsung lama.

2.

Berat badan turun lebih dari 1/10 dari berat badan normal.

3.

Dehidrasi, yang ditandai dengan turgor yang kurang dan lidah kering

4.

Adanya aseton dalam urine.4

Non Farmakologi Tata laksana awal dan utama untuk mual dan muntah tanpa komplikasi adalah istirahat dan menghindari makanan yang merangsang, seperti makanan pedas, makanan berlemak, atau suplemen besi. Perubahan pola diet yang sederhana, yaitu mengkonsumsi makanan dan minuman dalam porsi yang kecil namun sering cukup efektif untuk mengatasi mual dan muntah derajat ringan.1 Jenis makanan yang direkomendasikan adalah makanan ringan, kacang-kacangan, produk susu, kacang panjang, dan biskuit kering. Minuman elektrolit dan suplemen nutrisi peroral disarankan sebagai tambahan untuk memastikan terjaganya keseimbangan elektrolit dan pemenuhan kebutuhan kalori. Menu makanan yang banyak mengandung protein juga memiliki efek positif karena bersifat eupeptic dan efektif meredakan mual. Manajemen stres juga dapat berperan dalam menurunkan gejala mual.2 Diet pada hiperemesis gravidarum bertujuan untuk mengganti persediaan glikogen tubuh dan mengontrol asidosis secara berangsur memberikan makanan berenergi dan zat gizi

yang

cukup.

Diet

hiperemesis

gravidarum

memiliki

beberapa

syarat,

diantaranyanadalah: a. Karbohidrat tinggi b. Lemak rendah c. Protein sedang d. Makanan diberikan dalam bentuk kering; pemberian cairan disesuaikan dengan keadaan pasien, yaitu 7-10 gelas per hari

e. Makanan mudah cerna, tidak merangsang saluran pencernaan, dan diberikan sering dalam porsi kecil f. Bila makan pagi dan siang sulit diterima, pemberian dioptimalkan pada makan malam dan selingan malam. g. Makanan secara berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai gizi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan gizi pasien Ada 3 macam diet pada hiperemesis gravidarum, yaitu : a. DietbHiperemesisbI Diet hiperemesis I diberikan kepada pasien dengan hiperemesis gravidarum berat. Makanan hanya terdiri dari roti kering, singkong bakar atau rebus, ubi bakar atau rebus, dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Karena pada diet ini zat gizi yang terkandung di dalamnya kurang, maka tidak diberikan dalam waktu lama. b. DietbHiperemesisbII Diet ini diberikan bila rasa mual dan muntah sudah berkurang. Diet diberikan secara berangsur dan dimulai dengan memberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersamaan dengan makanan. Pemilihan bahan makanan yang tepat pada tahap ini dapat memenuhi kebutuhan gizi kecuali kebutuhan energi. c. DietbHiperemesisbIII Diet hiperemesis III diberikan kepada pasien hiperemesis gravidarum ringan. Diet diberikan sesuai kesanggupan pasien, dan minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan pada diet ini mencukupi kebutuhan energi dan semua zat gizi.

Farmakologi Pasien hiperemesis gravidarum harus dirawat inap dirumah sakit dan dilakukan rehidrasi dengan cairan natrium klorida atau ringer laktat, penghentian pemberian makanan per oral selama 24-48 jam, serta pemberian antiemetik jika dibutuhkan. Penambahan glukosa, multivitamin, magnesium, pyridoxine, atau tiamin perlu dipertimbangkan. Cairan dekstrosa dapat menghentikan pemecahan lemak. Untuk pasien dengan defisiensi vitamin, tiamin 100 mg diberikan sebelum pemberian cairan dekstrosa. Penatalaksanaan dilanjutkan sampai pasien dapat mentoleransi cairan per oral dan didapatkan perbaikan hasil laboratorium. Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme kompensasi yaitu vasokonstriksi dan gangguan perfusi uterus. Selama terjadi gangguan

hemodinamik, uterus termasuk organ non vital sehingga pasokan darah berkurang.2 Pada kasus hiperemesis gravidarum, jenis dehidrasi yang terjadi termasuk dalam dehidrasi karena kehilangan cairan (pure dehidration). Maka tindakan yang dilakukan adalah rehidrasi yaitu mengganti cairan tubuh yang hilang ke volume normal, osmolaritas yang efektif dan komposisi cairan yang tepat untuk keseimbangan asam basa. Pemberian cairan untuk dehidrasi harus memperhitungkan secara cermat berdasarkan: berapa jumlah cairan yang diperlukan, defisit natrium, defisit kalium dan ada tidaknya asidosis.2 Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambahkan kalium dan vitamin, terutama vitamin B kompleks dan vitamin C, dapat diberikan pula asam amino secara intravena apabila terjadi kekurangan protein.1 Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Urin perlu diperiksa setiap hari terhadap protein, aseton, klorida, dan bilirubin. Suhu tubuh dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila dalam 24 jam pasien tidak muntah dan keadaan umum membaik dapat dicoba untuk memberikan minuman, dan lambat laun makanan dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan ini, pada umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan aman bertambah baik. Daldiyono mengemukakan salah satu cara menghitung kebutuhan cairan untuk rehidrasi inisial berdasarkan sistem poin. Adapun poin-poin gejala klinis dapat dilihat pada tabel berikut ini.1 No

Gejala klinis

Score

1

Muntah

1

2

Voxs Choleric (Suara Parau)

2

3

Apatis

1

4

Somnolen, Sopor, Koma

2

5

T ≤ 90 mmHg

1

6

T ≤ 60 mmHg

2

7

N  120 x/menit

1

8

Frekuensi napas > 30x/menit

1

9

Turgor Kulit 

1

10

Facies Cholerica (Mata Cowong)

1

11

Extremitas Dingin

1

12

Washer Women’s Hand

1

13

Sianosis

2

14

Usia 50 – 60

15

Usia > 60

-1 -2 Tabel 2 Daldiyono score9

Jumlah cairan yang akan diberikan dalam 2 jam, dapat dihitung 9 : Defisit = Jumlah Poin x 10 % BB x 1 Liter 15  Koreksi 2 jam pertama Pemberian obat secara intravena dipertimbangkan jika toleransi oral pasien buruk. Obat-obatan yang digunakan antara lain adalah vitamin B6 (piridoksin), antihistamin dan agen-agen prokinetik. American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan 10 mg piridoksin ditambah 12,5 mg doxylamine per oral setiap 8 jam sebagai farmakoterapi lini pertama yang aman dan efektif. Dalam sebuah randomized trial, kombinasi piridoksin dan doxylamine terbukti menurunkan 70% mual dan muntah dalam kehamilan. Suplementasi dengan tiamin dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi berat hiperemesis, yaitu Wernicke’s encephalopathy. Komplikasi ini jarang terjadi, tetapi perlu diwaspadai jika terdapat muntah berat yang disertai dengan gejala okular, seperti perdarahan retina atau hambatan gerakan ekstraokular.

Antiemetik konvensional, seperti fenotiazin dan benzamin, telah terbukti efektif dan aman bagi

ibu.

Antiemetik seperti

proklorperazin,

prometazin,

klorpromazin

menyembuhkan mual dan muntah dengan cara menghambat postsynaptic mesolimbic dopamine receptors melalui efek antikolinergik dan penekanan reticular activating system.

Obat-obatan

tersebut

dikontraindikasikan

terhadap

pasien

dengan

hipersensitivitas terhadap golongan fenotiazin, penyakit kardiovaskuler berat, penurunan kesadaran berat, depresi sistem saraf pusat, kejang yang tidak terkendali, dan glaucoma sudut tertutup. Namun, hanya didapatkan sedikit informasi mengenai efek terapi antiemetik terhadap janin. Fenotiazin atau metoklopramid diberikan jika pengobatan dengan antihistamin gagal. Prochlorperazine juga tersedia dalam sediaan tablet bukal dengan efek samping sedasi yang lebih kecil. Dalam sebuah randomized trial, metoklopramid dan prometazin intravena memiliki efektivitas yang sama untuk mengatasi hiperemesis, tetapi metoklopramid memiliki efek samping mengantuk dan pusing yang lebih ringan. Studi kohort telah menunjukkan bahwa penggunaan metoklopramid tidak berhubungan dengan malformasi kongenital, berat badan lahir rendah, persalinan preterm, atau kematian perinatal. Namun, metoklopramid memiliki efek samping tardive dyskinesia, tergantung durasi pengobatan dan total dosis kumulatifnya. Oleh karena itu, penggunaan selama lebih dari 12 minggu harus dihindari. Antagonis reseptor 5-hydroxytryptamine (5HT3) seperti ondansetron mulai sering digunakan, tetapi informasi mengenai penggunaannya dalam kehamilan masih terbatas. Seperti metoklopramid, ondansetron memiliki efektivitas yang sama dengan prometazin, tetapi efek samping sedasi ondansetron lebih kecil. Ondansetron tidak meningkatkan risiko malformasi mayor pada penggunaannya dalam trimester pertama kehamilan. Droperidol efektif untuk mual dan muntah dalam kehamilan, tetapi sekarang jarang digunakan karena risiko pemanjangan interval QT dan torsades de pointes. Pemeriksaan elektrokardiografi sebelum, selama dan tiga jam setelah pemberian droperidol perlu dilakukan. Untuk kasus-kasus refrakter, metilprednisolon dapat menjadi obat pilihan. Metilprednisolon lebih efektif daripada promethazine untuk penatalaksanaan mual dan muntah dalam kehamilan. Efek samping metilprednisolon sebagai sebuah glukokortikoid juga patut diperhatikan. Dalam sebuah metaanalisis dari empat studi, penggunaan glukokortikoid sebelum usia gestasi 10 minggu berhubungan dengan risiko bibir

sumbing dan tergantung dosis yang diberikan. Oleh karena itu, penggunaan glukokortikoid direkomendasikan hanya pada usia gestasi lebih dari 10 minggu.2

Gambar 2 Algoritme terapi farmakologi untuk mual dan muntah dalam kehamilan 2

Gambar 3 Obat-obatan untuk tatalaksana mual dan muntah dalam kehamilan

Terapi alternatif Terapi alternatif seperti akupunktur dan jahe telah diteliti untuk penatalaksanaan mual dan muntah dalam kehamilan. Akar jahe (Zingiber officinale Roscoe) adalah salah satu pilihan nonfarmakologik dengan efek yang cukup baik. Bahan aktifnya, gingerol, dapat menghambat pertumbuhan seluruh galur H. pylori, terutama galur Cytotoxin associated gene (Cag) A+ yang sering menyebabkan infeksi. Empat randomized trials menunjukkan bahwa ekstrak jahe lebih efektif daripada plasebo dan efektivitasnya sama dengan vitamin B6. Efek samping berupa refluks gastroesofageal dilaporkan pada beberapa penelitian, tetapi tidak ditemukan efek samping signifikan terhadap keluaran kehamilan Dosisnya adalah 250 mg kapsul akar jahe bubuk per oral, empat kali sehari. Terapi akupunktur untuk meredakan gejala mual dan muntah masih menjadi kontroversi. Penggunaan acupressure pada titik akupuntur Neiguan P6 di pergelangan lengan menunjukkan hasil yang tidak konsisten dan penelitiannya masih terbatas karena kurangnya uji yang tersamar. Dalam sebuah studi yang besar didapatkan tidak terdapat efek yang menguntungkan dari penggunaan acupressure,

namun The Systematic Cochrane Review mendukung penggunaan stimulasi akupunktur P6 pada pasien tanpa profilaksis antiemetik. Stimulasi ini dapat mengurangi risiko mual. Terapi stimulasi saraf tingkat rendah pada aspek volar pergelangan tangan juga dapat menurunkan mual dan muntah serta merangsang kenaikan berat badan.2 H. Komplikasi Penyulit yang perlu diperhatikan adalah Ensephalopati Wernicke. Gejala yang timbul dikenal sebagai trias klasik yaitu paralisis otot-otot ekstrinsik bola mata (oftalmoplegia), gerakan yang tidak teratur (ataksia), dan bingung. Penyulit lainnya yang mungkin timbul adalah neuropati perifer. Pada janin dapat ditemukan kematian janin, pertumbuhan janin terhambat, preterm, berat badan lahir rendah, kelainan kongenital.2,4

DAFTAR PUSTAKA 1. Mochtar, Rustam, , Sinopsis Obsetri, Jilid I, 2001.Jakarta; EGC. 2. Hartanto H. Penyakit Saluran Cerna. Dalam: Cunningham FG. Obstetric Williams. Edisi ke-21. Jakarta: EGC. 2005. hal 1424-1425. 3. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Ilmu Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta;2002; hal. 275-280. 4. Ogunyemi DA, Hyperemesis Gravidarum. Emedicine. 2012 5. Verberg MFG, Gillott DJ dan Grudzinskas JG. 2005. Hyperemesis Gravidarum, a literature review. Human Reproduction Update.vol 11. No.5. pp. 527-539. 6. Goldberg D, Szilagyi A, Graves L: Hyperemesis gravidarum and Helicobacter pylori infection: a systematic review. Obstet Gynecol 2007, 110:695-703. 7. Sheehan P. Hyperemesis gravidarum assessment and management. Aust Fam Physician 2007,36:698-701. 8. Chaterine M, Graham RH and Robson SC. Caring for women with nausea and vomiting in pregnancy : new approaches. British Journal of Midwifery, May 2008, Vol 16, No. 5.

More Documents from "tikadyahp"

Pomr Apb.docx
June 2020 7
Hg.docx
June 2020 6
Lapsus.docx
June 2020 3