37902_cbd Asma Dr Nurul.docx

  • Uploaded by: Rahma Maharsi
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 37902_cbd Asma Dr Nurul.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,436
  • Pages: 21
Case Based Discussion ASMA BRONKIAL

Oleh : Muhammad Al Gifari 30101407244 Muhammad Fiqi Ferdian 30101407248 Nursyahila Rizal 30101407279 Rahma Maharsi 30101407294

PEMBIMBING : dr. Nurul Aisyah, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RST BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2019

1

IDENTITAS PASIEN

Tanggal Masuk RS

: 26 Februari 2019 (pukul 22.25)

No. RM

: 1228xx

Diagnosis Masuk

: Astma Bronkial

Tanggal Pemeriksaan

: 27 Februari 2019

1. IDENTITAS Nama

: Ny. E

Usia

: 61 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Taman Jonggrang Semarang

Suku

: Jawa

Agama

: Islam

Status

: Menikah

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Swasta

2. SUBYEKTIF 2.1.Keluhan Utama Dada terasa sesak 2.2.Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan batuk berdahak berwarna putih sejak 2 minggu SMRS. Tiap kali batuk pasien merasakan sesak napas dan nyeri

2

dada kanan yang tidak menjalar, sehingga pasien sulit tidur. Pasien juga mengeluhkan demam yang muncul pada hari pertama dan kedua, kemudian muncul kembali pada hari ke empat. Pasien tidak mengeluhkan pilek. Pasien merasa mual (+), muntah 2x. Makan dan minum pasien dalam batas normal. BAB dan BAK pasien dalam batas normal. Pasien memiliki riwayat asma yang dapat terpicu oleh debu dan bau menyengat seperti minyak wangi dan pembasmi nyamuk semprot. Riwayat serangan asma pasien tergolong ringan yaitu masih dapat berjalan dan berbicara seperti biasa saat muncul serangan asma. Riwayat obat yang dikonsumsi : Aminofilin 1x1 (malam), Seretide inhaler jika muncul serangan asma, irbesartan. 2.3.Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat asma (+) Riwayat hipertensi (+) Riwayat DM (+) Riwayat hiperkolesterol (+) Riwayat hiperurisemia (+) Riwayat dispepsia (+) 2.4.Riwayat Penyakit Keluarga Ibu pasien memiliki riwayat Hipertensi dan DM 2.5.Riwayat Sosial& Ekonomi Pasien menggunakan BPJS 2.6.Riwayat Alergi Riwayat alergi debu dan obat antalgin.

3

3. Pemeriksaan Fisik 1. Status Present 

Tingkat Kesadaran

: Komposmentis



GCS

: E4M6V5



Tekanan darah

: 100/70 mmHg



HR

: 94 x/menit



RR

: 24 x/menit



Suhu

: 36,8 oC

2. Status Internus 

Kepala : mesocephal



Mata : Konjungtiva Anemis : (-/-) Sklera Ikterik : (-/-) Pupil : (Ø3mm/3mm), Refleks Cahaya : (+/+)



Thorax o Inspeksi : simetris kanan kiri o Palpasi

: pergerakan paru simetris, stem fremitus kanan=kiri

o Perkusi

: sonor kedua lapang paru

o Auskultasi: suara dasar vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (+/+) 

Abdomen o Inspeksi : datar o Auskultasi: bising usus (+) normal



o Perkusi

: timpani (+)

o Palpasi

: supel, nyeri tekan (-)

Extremitas

4

Superior

Inferior

-/-

-/-

Akral dingin -/-

-/-

Oedem

3. Status Neurologis a. Pemeriksaan Motorik  Inspeksi : tidak ada kelainan di ekstremitas superior et inferior, dextra et sinistra.  Palpasi : otot kenyal, tidak ada nyeri

Badan dan Anggota Gerak 1. BADAN MOTORIK  Respirasi

: DBN

 Duduk

: DBN

SENSIBILITAS  Taktil

: DBN

 Nyeri

: DBN

 Thermi

: Tidak dilakukan

 Diskriminasi 2 titik : DBN  Posisi

: DBN

REFLEK  Reflek kulit perut : Tidak dilakukan  Reflek kremaster

: Tidak dilakukan

5

2. ANGGOTA GERAK MOTORIK Motorik

Superior

Inferior

Pergerakan

B/T

B/T

Kekuatan

5/5

5/5

Klonus

-

-

Trofi

Eutrofi

Eutrofi

SENSIBILITAS Superior

Inferior

Taktil

DBN

DBN

Nyeri

DBN

DBN

Thermi

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Diskriminasi 2 titik

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Posisi

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

REFLEK FISIOLOGIS Dx

Sx

Biceps

+

+

Triceps

+

+

Patella

+

+

Achilles

+

+

REFLEKS PATOLOGIS

6

Hoffman

-

-

Trommer

-

-

Babinski

-

-

Chaddock

-

-

Oppenheim

-

-

b. Gerakan-gerakan Abnormal

c.

 Tremor

:-

 Athetosis

:-

 Korea

:-

 Hemibalismus

:-

Alat Vegetatif  Miksi

: DBN

 Defekasi

: DBN

d. Pemeriksaan N. Cranialis N.I ( OLFAKTORIUS)

: dbn

N II ( OPTIKUS)  tajam penglihatan

: tidak dilakukan

 lapang penglihatan

: dbn

 melihat warna

: dbn

 funduskopi

: Tidak dilakukan

7

N III ( OKULOMOTORIUS ), N IV (TROKLEARIS ), N VI (ABDUCENS ) Dx

Sx

DBN

DBN

EKSOFTALMUS

-

-

PUPIL

bulat,ø 3mm

bulat,ø 3mm

STRABISMUS

-

-

DIPLOPIA

-

-

Dx

Sx

PERGERAKAN BOLA MATA

N V ( TRIGEMINUS )

MEMBUKA MULUT DBN

DBN

REFLEK KORNEA

DBN

DBN

REFLEK

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

MASSETER

N VII (FACIALIS)

MENGERUTKAN

Dx

Sx

DBN

DBN

DBN

DBN

DAHI MENUTUP MATA

8

LIPATAN

DBN

DBN

DBN

DBN

MERINGIS

DBN

DBN

BERSIUL

Pasien bisa bersiul

NASOLABIAL MENGGEMBUNGKAN PIPI

PENGECAPAN

2/3 Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

ANTERIOR LIDAH

N VIII (VESTIBULOCOCHLEARIS) Dx

Sx

SUARA BERBISIK

DBN

DBN

TES WEBER

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

TES RINNE

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

TES SCHWABACH

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

N IX (GLOSSOPHARINGEUS) Pengecapan 1/3 posterior lidah : DBN Sensibilitas faring

: Tidak dilakukan

N X ( VAGUS ) Berbicara

: DBN

Menelan

: DBN

Nadi

: DBN

9

N XI (ACCESORIUS ) Mengangkat bahu

: DBN

Memalingkan kepala

: DBN

N XII ( HYPLOGOSSUS )

4.

Tremor lidah

:-

Artikulasi

: Disartia -

Deviasi

:-

Atrofi

: Tidak tampak

Pemeriksaan Penunjang 4.1.Darah Lengkap ( 26/2/2019)

5.



Hb

: 12,8 g%



Lekosit

: 17,1 /ul (H)



Ht

: 36,4 %



Trombosit

: 230.000/ul



Eritrosit

: 4. 000. 000/ul



MCV

: 90 fL



MCH

: 32 pg



MCHC

: 35 g/dl

Diagnosis Banding -

Astma Bronkial

10

EKG

Irama

: sinus

Regularitas

: regular

Frekuensi

:78x/menit

Gelombang P : p = lebar: 2 kotakkecil = 0, 08 detik, tinggi: 2 kotakkecil = 0, 08 pada Lead II, p inverted di V2 Interval PR

: 0,16s (N)

Gelombang QRS Interval

:0.08S (N), VES

Axis Frontal : Lead I = (+), Lead aVF = (+) NAD ZonaTransisi : Q patologis

:-

ST segment

: ST elevasi di V4, V5, V6

11

Gelombang T : Kesimpulan

I.

: Normo Sinus dengan AMI lateral

Abnormalitas Data 1. Sesak 2. Riwayat asma 3. Riwayat hipertensi 4. Riwayat alergi debu

PEMERIKSAAN FISIK 5. TD: 100/70

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Darah lengkap : leukositosis 2. EKG

II.

: Normosinus dengan AMI lateral

Daftar Masalah 1. Asma bronkial

III.

Pembahasan Asma bronkial  Initial Plan of Diagnosis: spirometri  Initial Plan of Therapy:

12



O2 2 lpm



Inf RL + 1 amp Aminofilin 20 tpm



Inj dexametason 3x1 amp



Cetirizin 2x1 tab



OBH syr 3x1 cth

 Initial Plan of Monitoring: Pantau KU, TTV, keluhan pasien, darah lengkap ulang  Initial Plan of Education: Menghindari factor pencetus, istirahat cukup, minum obat teratur.

13

TINJAUAN PUSTAKA Definisi asma menurut Global Initiative for Asthma (GINA), asma adalah gangguan inflamasi kronik pada saluran napas dengan berbagai sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil dan limfosit T. Pada individu yang rentan inflamasi, mengakibatkan gejala episode mengi yang berulang, sesak napas, dada terasa tertekan, dan batuk khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas dan bervariasi dengan sifat sebagian reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hipereaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan.

Patofisiologi Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas yang akan mempermudah terjadinya obstruksi jalan napas. Kerusakan epitel saluran napas, gangguan saraf otonom, dan adanya perubahan pada otot polos bronkus juga diduga berperan pada proses hipereaktivitas saluran napas. Peningkatan reaktivitas saluran nafas terjadi karena adanya inflamasi kronik yang khas dan melibatkan dinding saluran nafas, sehingga aliran udara menjadi sangat terbatas tetapi dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan. Hipereaktivitas tersebut terjadi sebagai

respon

terhadap

berbagai

macam

rangsang.

Dikenal dua jalur untuk bisa mencapai keadaan tersebut. Jalur imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom. Pada jalur yang didominasi oleh IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cells), kemudian hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel

14

Th ( T penolong ) terutama Th2 . Sel T penolong inilah yang akan memberikan intruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin (PG), leukotrien (LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksin (TX), dan lain-lain. Sel-sel ini bekerja dengan mempengaruhi organ sasaran yang dapat menginduksi kontraksi otot polos saluran pernapasan sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskular, edema saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, hipersekresi mukus, keluarnya plasma protein melalui mikrovaskuler bronkus

dan fibrosis

sub epitel sehingga menimbulkan

hipereaktivitas saluran napas. Faktor lainnya yang dapat menginduksi pelepasan mediator

adalah

obat-obatan,

latihan,

udara

dingin,

dan

stress.

Selain merangsang sel inflamasi, terdapat keterlibatan sistem saraf otonom pada jalur non-alergik dengan hasil akhir berupa inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas. Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Reflek bronkus terjadi karena adanya peregangan nervus vagus, sedangkan pelepasan mediator inflamasi oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Keterlibatan sel mast tidak ditemukan pada beberapa keadaan seperti pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Reflek saraf memegang peranan pada reaksi asma yang tidak melibatkan sel mast. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid

15

sensorik senyawa P, neurokinin A dan calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokontriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.

16

17

18

MERENCANAKAN DAN MEMBERIKAN PENGOBATAN JANGKA PANJANG Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan. Dalam menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka panjang untuk mencapai atau mempertahankan keadaan asma yang terkontrol, terdapat tiga faktor yang perlu dipertimbangkan: 1. Medikasi (obat-obatan) 2. Tahapan pengobatan 3. Penanganan asma mandiri (pelangi asma) Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan nafas, terdiri atas pengontrol dan pelega. A. Pengontrol Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol adalah: a. Glukokortikosteroid inhalasi Kortikosteroin inhalasi bertujuan untuk menekan proses inflamasi dan komponen yang berperan dalam remodeling pada bronkus yang menyebabkan asma. Pada tingkat vascular, glukokortikosteroid inhalasi bertujuan menghambat terjadinya hipoperfusi, mikrovaskular, hiperpermeabilitas, pembentukan mukasa udem, dan pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis). Glukokortikosteroid inhalasi adalah medikasi jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Berbagai penelitian menunjukkan penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan nafas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualitas hidup. Efek samping adalah efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia dan batuk karena airitasi saluran nafas atas. b. Glukokortikosteroid sistemik Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Kemungkinan digunakan sebagai pengontrol pada keadaan asma persisten berat, tetapi penggunaannya terbatas mengingat risiko efek sistemik. Untuk jangka panjang, lebih efektif menggunakan steroid inhalasi daripada steroid oral selang sehari. Jika steroid oral terpaksa harus diberikan, maka dibutuhkan selama jangka waktu tertentu. Efek samping jangka panjang adalah osteoporosis, hipertensi, diabetes, supresi aksis adrenal pituitari hipotalamus, katarak, glaukoma, obesitas, penipisan kulit, striae, dan kelemahan otot. c. Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium) Mekanisme yang pasti belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui merupakan antiinflamasi nonsteroid, menghambat pelepasan mediator dari sel mast melalui reaksi yang diperantarai IgE yang bergantung pada dosis dan seleksi serta supresi pada sel inflamasi tertentu (makrofag, eosinofil, monosit), selain juga kemungkinan menghambat saluran kalsium pada sel target. Pemberiannya secara inhalasi, digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Efek samping umumnya minimal seperti batuk atau rasa tidak enak obat saat melakukan inhalasi. d. Metilsantin Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Sebagai pelega, teofilin/aminofilin oral diberikan bersama/kombinasi dengan agonis β2 kerja singkat, sebagai alternatif bronkodilator jika dibutuhkan. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, dimana pemberian jangka panjang efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Preparat lepas lambat mempunyai aksi/waktu kerja yang lama sehingga digunakan untuk mengontrol gejala asma malam dikombinasi dengan antiinflamasi yang lazim. Efek samping berpotensi

19

terjadi pada dosis tinggi (≥10 mg/kgBB/hari atau lebih) dengan gejala gastrointestinal seperti nausea, muntah adalah efek samping yang paling dulu dan sering terjadi. Efek kardiopulmoner seperti takikardi, aritmia dan kadangkala merangsang pusat nafas. Intoksikasi teofilin dapat menyebabkan kejang bahkan kematian. e. Agonis β2 kerja lama Termasuk agonis β2 kerja lama inhalasi adalah salmoterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Agonis β2 memiliki efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Pada pemberian jangka lama mempunyai efek antiinflamasi, walau kecil dan mempunyai efek protektif terhadap rangsang bronkokonstriktor. Pemberian inhalasi agonis β2 kerja lama menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik dibandingkan preparat oral. Karena pengobatan jangka panjang dengan agonis β2 kerja lama tidak mengubah inflamasi yang sudah ada, maka sebaiknya selalu dikombinasi dengan glukokortikosteroid inhalasi, dimana penambahan agonis β2 kerja lama inhalasi akan memperbaiki gejala, menurunkan asma malam, memperbaiki faal paru, menurunkan kebutuhan agonis β2 kerja singkat (pelega) dan menurunkan frekuensi serangan asma. Agonis β2 kerja lama inhalasi dapat memberikan efek samping sistemik (rangsangan kardiovaskuler, tremor otot rangka dan hipokalemia) yang lebih sedikit atau jarang daripada pemberian oral. f. Leukotriene modifiers Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerjanya menghambat 5-lipoksigenase sehingga memblok sintesis semua leukotrien (contohnya zileuton) atau memblok reseptor-reseptor leukotrien sisteinil pada sel target (contohnya montelukas, pranlukas, zafirlukas). Mekanisme kerja tersebut menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. B. Pelega a. Agonis β2 kerja singkat Mempunyai waktu mulai kerja singkat (onset) yang cepat. Formoterol mempunyai onset cepat dan durasi yang lama. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping minimal/tidak ada. Mekanisme kerja sebagaimana agonis β2 yaitu relaksasi otot polos saluran nafas, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Efek sampingnya rangsangan kardiovaskular, tremor otot rangka dan hipokalemia. Pemberian secara inhalasi jauh lebih sedikit menimbulkan efek samping. b. Metilsantin Termasuk dalam bronkodilator walaupun efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan agonis β2 kerja singkat. Teofilin kerja singkat tidak menambah efek bronkodilatasi agonis β2 kerja singkat dosis adekuat, tetapi mempunyai manfaat untuk respiratory drive, memperkuat fungsi otot pernafasan dan mempertahankan respon terhadap agonis β2 kerja singkat diantara pemberian satu dengan berikutnya. c. Antikolinergik Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek pelepasan asetilkolin dari saraf kolinergik dari jalan nafas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik,

20

selain itu juga menghambat refleks bronkokonstriksi yang disebabkan iritan.. Efek samping berupa rasa kering di mulut dan rasa pahit. d. Adrenalin Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat, bila tidak tersedia agonis β2, atau tidak respon dengan agonis β2 kerja singkat. C. Tahapan penanganan asma Pengobatan jangka panjang berdasarkan derajat berat asma, agar dapat tercapai tujuan pengobatan dengan menggunakan medikasi seminimal mungkin. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyarankan stepdown therapy.

21

Related Documents

Asma'
June 2020 38
Asma
November 2019 62
Asma
November 2019 54
Asma
June 2020 40
Asma
November 2019 54

More Documents from ""