237234277 Referat Gangguan Psikotik Andhika Mila

  • Uploaded by: anita tri hastuti
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 237234277 Referat Gangguan Psikotik Andhika Mila as PDF for free.

More details

  • Words: 5,648
  • Pages: 24
MAKALAH GANGGUAN PSIKOTIK

Oleh : Dr. Ayu Mekar Sumila NIP. 19810929 201001 2 015

Disusun sebagai prasyarat pengajuan kenaikan pangkat

RSJD DR. AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Brigjend Sudiarto no 347 Semarang 2015

1

LEMBAR PENGESAHAN MAKALAH

GANGGUAN PSIKOTIK

Semarang, Desember 2015

Disahkan Oleh : Ketua Tim Angka Kredit

Drg. Henny Astuti, MM NIP 19631012 199402 2 002

Disusun Oleh :

dr. Ayu Mekar Sumila NIP 19810929 201001 2 015

2

3

BAB I PENDAHULUAN Orang yang sehat jiwanya adalah orang yang: merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya (yaitu dapat berempati dan tidak secara apriori bersikap negative terhadap orang atau kelompok lain yang berbeda), dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Saat ini gangguan psikotik masih menjadi masalah di Indonesia. Menurut penelitian WHO prevalensi gangguan jiwa dalam masyarakat berkisar satu sampai tiga permil penduduk. Misalnya Jawa Tengah dengan penduduk lebih kurang 30 juta, maka akan ada sebanyak 30.000-90.000 penderita psikotik. Bila 10% dari penderita perlu pelayanan perawatan psikiatrik ada 3.000-9.000 yang harus dirawat. Tetapi tidak semua bisa dirawat karena kapasitas pelayanan perawatan psikiatrik di Jateng masih di bawah 1.000 tempat tidur. Sisa yang tidak terawat berada dalam masyarakat dan pasien ini seharusnya perlu pengawasan yang seksama. Pasien psikotik yang mungkin tenang terkadang tak terduga akan menjadi agresif tanpa stressor psikososial yang jelas. Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda semua pasien psikotik (skizofrenia) dirawat di Rumah Sakit Jiwa seumur hidup (dibuat koloni). Hal ini sekarang menjadi stigma masyarakat, bahwa RSJ identik dengan gila. Tetapi sekarang situasi sudah berbeda, tidak semua pasien dapat dirawat di RSJ. Mereka yang fase aktif gangguan psikotiknya dirawat, sedang yang tenang dipulangkan namun masih dalam pengawasan dalam bentuk perawatan jalan. Fase aktif adalah pasien-pasien yang menunjukkan perilaku yang membahayakan diri atau membahayakan lingkungannya, dan mudah dikenali gejalanya. Pada fase tenang pasien dapat beradaptasi dengan lingkungannya, meskipun terbatas. Perjalanan psikiatrik tidak terbatas pada Rumah Sakit Jiwa yang ada, tetapi di Rumah Sakit Umum pun ada pelayanan psikiatrik yang dilakukan oleh psikiater. Yakni pelayanan integrasi dan konsultasi psikiatri di RSU, mengingat jumlah psikiater yang ada belum memadai sesuai kebutuhan. Dengan melihat hal tersebut, diharapkan dokter dapat berperan dalam pencegahan, deteksi dini, terapi maupun rehabilitasi dari gangguan psikotik ini. Penulis berusaha untuk menuliskan aspek-aspek yang dirasakan perlu untuk dipahami melalui tinjauan pustaka dalam referat ini dan diharapkan dapat bermanfaat.

BAB II 4

PEMBAHASAN II. 1

Definisi Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau atau aneh. Gangguan psikotik adalah semua kondisi yg menunjukkan adanya hendaya berat dalam kemampuan daya nilai realitas, baik dalam perilaku individu dlm suatu saat maupun perilaku individu dalam perjalanannya mengalami hendaya berat kemampuan daya nilai realitas ( perlu dipertimbangkan faktor budaya ). Bukti langsung hendaya daya nilai realitas terganggu misal adanya ; 

waham, halusinasi tanpa tilikan akan sifat patologinya;



adanya perilaku yg demikian kacau ( grossly disorganized ) misalnya bicara yg inkoheren, perilaku agitasi



tanpa tujuan, disorientasi pd delirium dst;

adanya kegagalan fungsi sosial dan personal dgn penarikan diri dari pergaulan sosial dan tidak mampu dlm tugas pekerjaan sehari-hari. Gangguan psikotik adalah gangguan mental yang ditandai dengan kerusakan

menyeluruh dalam uji realitas seperti yang ditandai dengan delusi, halusinasi, bicara inkohern yang jelas, atau perilaku yang tidak teratur atau mengacau, biasanya tanpa ada kewaspadaan pasien terhadap inkomprehensibilitas dalam tingkah lakunya. II. 2

Etiologi Gangguan Psikotik Faktor psikodinamik yang harus diperhatikan di dalam kelompok gangguan psikotik ini adalah stresor pencetus dan lingkungan interpersonal. Di dalam mengambil riwayat penyakit dan memeriksa pasien, klinisi harus memperhatikan tiap perubahan atau stres pada lingkungan interpersonal pasien. Pasien rentan terhadap kebutuhan psikosis untuk mempertahankan jarak interpersonal tertentu; seringkali, pelanggaran batas pasien oleh orang lain dapat menciptakan stres yang melanda yang menyebabkan dekompensasi. Demikian juga, tiap keberhasilan atau kehilangan mungkin merupakan stresor yang penting dalam kasus tertentu. Pemeriksaan pasien psikotik harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa gejala psikotik adalah disebabkan oleh kondisi medis umum (sebagai contohnya, suatu tumor otak) atau ingesti zat (sebagai contohnya, phencyclidine). Kondisi fisik seperti neoplasma serebral, khususnya di daerah oksipitalis dan temporalis dapat menyebabkan halusinasi. Pemutusan sensorik, seperti yang terjadi 5

pada orang buta dan tuli, juga dapat menyebabkan pengalaman halusinasi dan waham. Lesi yang mengenai lobus temporalis dan daerah otak lainnya, khususnya di hemisfer kanan dan lobus parietalis, adalah disertai dengan waham. Zat psikoaktif adalah penyebab yang umum dari sindroma psikotik. Zat yang paling sering terlibat adalah alkohol, halusinogen indol sebagai contohnya, lysergic acid diethylamid (LSD) – amfetamin, kokain. Mescalin, phencyclidine (PCP), dan ketamin. Banyak zat lain, termasuk steroid dan thyroxine, dapat disertai dengan halusinasi akibat zat.2 Beberapa obat-obatan seperti fenilpropanolamin bromocriptine dan juga dapat menyebabkan atau memperburuk gejala-gejala psikotik. II. 3

Klasifikasi 1. Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya a. Skizofrenia Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hamper 1% penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia, dimana adanya gejala-gejala khas tersebut telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal). Tabel 1. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Skizofrenia.

A.

B.

C.

D.

Gejala Karakteristik : Dua (atau lebih) poin berikut, masing – masing terjadi dalam porsi waktu yang signifikan selama periode 1 bulan (atau kurang bila berhasil diobati) : (1) Waham (2) Halusinasi (3) Bicara kacau (sering melantur atau inkoherensi) (4) Perilaku yang sangat kacau atau katatonik (5) Gejala negative, yaitu afektif mendatar, alogia, atau kehilangan minat Disfungsi social/okupasional : selama satu porsi waktu yang signifikan sejak awitan gangguan, terdapat satu atau lebih area fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, yang berada jauh di bawah tingkatan yang telah dicapai sebelum awitan (atau apabila awitan terjadi pada masa kanak – kanak atau remaja, kegagalan mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik, atau okupasional yang diharapkan ). Durasi : tanda kontiyu gangguan berlangsung selama setidaknya 6 bulan. Periode 6 bulan ini harus mencakup setidaknya 1 bulan gejala(atau kurang bila berhasil diobati) yang memenuhi criteria A (gejala fase aktif) dan dapat mencakup periode gejala prodromal atau residual ini, tanda gangguan dapat bermanifestasi sebagai gejala negative saja atau dua atau lebih gejala yang terdaftar dalam Kriteria A yang muncul dalam bentuk yang lebih lemah (cth, keyakinan aneh, pengalaman perceptual yang tidak lazim) Ekslusi gangguan mood dan skizoafektif : Gangguan skizoafektif dan gangguan mood dengan cirri psikotik telah disingkirkan baik karena (1) tidak ada episode 6

E. F.

depresif,manic, atau campuran mayor yang terjadi bersamaan denga gejala fase aktif, maupun (2) jika episode mood terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya relative singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual. Eklusi kondisi medis umum/zat : gangguan tersebut tidak disebabkan oleh fisiologis langsung suatu zat(cth obat yang disalahguakan,obat medis) atau kondisi medis umum Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasive : jika terdapat riwayat gangguan autistic atau gangguan perkembangan pervasive lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia hanya dibuat bila waham atau halusinasi yang prominen juga terdapat selama setidaknya satu bulan(atau kurang bila telah berhasil diobati) Tabel 2. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Subtipe Skizofrenia.

Tipe Paranoid Tipe Skizofrenia yang memenuhi criteria berikut A. Preokupasi terhadap satu atau lebih waham atau halusinasi auditorik yang sering B. Tidak ada hal berikut ini yang prominen: bicara kacau, perilaku kacau atau katatatonik, atau afek datar atau tidak sesuai. Tipe Hebefrenik (Disorganized) Tipe skizofrenia yang memenuhi criteria berikut A. Semua hal di bawah ini prominen (1) Bicara kacau (2) Perilaku kacau (3) Afek datar atau tidak sesuai B. Tidak memenuhi criteria tipe katatonik Tipe Katatonik Tipe skizofrenia yang gambaran klinisnya didominasi setidaknya dua hal berikut : (1) Imobilitas motorik sebagaimana dibuktikan dengan katalepsi (termasuk fleksibilitas serea) atau stupor (2) Aktivitas motorik yang berlebihan (yaitu yang tampaknya tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi stimulus eksternal) (3) Negativism ekstrim (resistensi yang tampaknya tak bermotif terhadap semua instruksi atau dipertahankannya suatu postur rigid dari usaha menggerakkan) atau mutisme (4) Keanehan gerakan volunteer sebagaimana diperlihatkan oleh pembentukkan postur (secara volunteer menempatkan diri dalam postur yang tidak sesuai atau bizar), gerakan stereotipi, menerisme prominen, atau menyeringai secara prominen (5) Ekolalia atau ekopraksia Tipe tak Terdiferensiasi Tipe skizofrenia yang gejalanya memenuhi Kriteria A, namun tidak ,memenuhi criteria tipe paranois,hebefrenik, atau katatatonik. Tipe Residual Tipe Skizofrenia yang memenuhi criteria sebagai berikut A. Tidak ada waham, halusinasi, bicara kacau yang prominen, serta perilaku sangat kacau atau katatonik B. Terdapat bukti kontinu adanya gangguan sebagaimana diindikasikan oleh adanya gejala negative atau dua atau lebih gejala yang tercantum pada Kriteria A untuk skizofrenia, yang tampak dalam bentuk yang lebih lemah (cth keyakinan yang aneh, pengalaman perceptual tak lazim)

7

b. Gangguan Skizotipal Tidak terdapat onset yang pasti dan perkembangan serta perjalanannya biasanya menyerupai gangguan kepribadian. c. Gangguan Waham Menetap Kelompok ini meliputi gangguan dengan waham-waham yang berlangsung lama (paling sedikit selama 3 bulan) sebagai satu-satunya gejala klinis yang khas atau yang paling mencolok dan tidak dapat digolongkan sebagai gangguan mental organic, skizofrenia atau gangguan efektif. d. Gangguan Psikotik Akut dan Sementara Memiliki onset yang akut (dalam masa 2 minggu), kesembuhan yang sempurna biasanya terjadi dala 2-3 bulan, sering dalam beberapa minggu atau bahkan beberapa hari, dan hanya sebagian kecil dari pasien dengan gangguan ini berkembang menjadi keadaan yang menetap dan berhendaya. e. Gangguan Waham Induksi Dua orang atau lebih mengalami waham atau system waham yang sama, dan sling mendukung dalam keyakinan waham itu. Yang menderita waham orisinil (gangguan

psikotik)

hanya

satu

orang,

waham

tersebut

terinduksi

(mempengaruhi) lainnya, dan biasanya menghilang apabila orang-oarang tersebut dipisahkan. Hampir selalu orang-orang yang terlibat mempunyai hubungan yang sangat dekat. Jika ada alas an untuk percaya bahwa duaorang yang tinggal bersama mempunyai gangguan psikotik yang terpisah, maka tidak astupun diantaranya boleh dimasukkan dalam kode diagnosis ini. f. Gangguan Skizoafektif Merupakan gangguan yang bersifa episodic dengan gejala afektif dan skizofrenik yang sama-sama menonjol dan secara bersamaan ada dalam episode yang sama. g. Gangguan Psikotik Non-Organik Lainnya Gangguan psikotik yang tidak memenuhi criteria untuk skizofrenia atau untuk gangguan afektif yang bertipe psikotik, dan gangguan-gangguan yang psikotik yang tidak memenuhi criteria gejala untuk gangguan waham menetap. 2. Gangguan Suasana Perasaan (Mood {Afektif}) a. Episode Manik Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat keparahan. 8

b. Gangguan Afektif Bipolar Gangguan ini bersifat episode berulang (sekurang-kurangnya 2 episode) dimana afek

pasien dan yingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada wktu

tertentu terdiri dari peningkatan afekdisertai penembahan energy dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energy dan aktivitas (depresi). c. Episode Depresi Gejala utama berupa afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas. Pada episode depresi, dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan sekurang-kurangnya 2 minggu untuk menegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. d. Gangguan Depresif Berulang Terbagi atas episode depresi ringan, episode depresi sedang dan episode depresi berat. Masing-masing episode tersebut rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar. e. Gangguan Suasana Perasaan Menetap Terbagi atas (i)Skilotimia, ciri esensialnya adalah ketidak-stabilan menetap dari afek(suasana perasaan), meliputi banyak periode depresi ringan dan hipomania ringan, diantaranya tidak ada yang cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi criteria gangguan afektif bipolar. (ii)Distimia, cirri esensialnya ialah afek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak pernah atau jarang sekali cukup parah untuk memenuhi criteria gangguan depresif berulang ringan atau sedang. f. Gangguan Suasana Perasaan Lainnya Kategori sisa untuk gangguan suasana perasaan menetap yang tidak cukup parah atau tidak berlangsung lama untuk memenuhi criteria skilotimia dan distimia. II. 4

Manifestasi Klinis Perilaku kacau Kewajiban umum dan dasar manusia dalam masyarakat lingkungan kehidupan serta rumah tangga adalah bekerja untuk mendapatkan nafkah, atau bekerja sesuai fungsinya, walaupun bukan untuk mendapatkan uang atau materi. Kewajiban dalam

9

rumah tangga, kehidupan sosial dalam masyarakat yaitu bersosialisasi dan penggunaan waktu senggang. Pada penderita psikotik fungsi pekerjaan sering tak bisa dijalankan dengan seksama, tak mau bekerja sesuai kewajiban dan tanggungjawab dalam keluarga, atau tak mampu bekerja sesuai dengan tingkat pendidikan. Sering terjadi tak mau, tak mampu bekerja dan malas. Dalam kehidupan sosial sering ada penarikan diri dari pergaulan sosial atau penurunan kemampuan pergaulan sosial. Misalnya setelah sakit stres berat menarik diri dari organisasi sosial kemasyarakatan, atau sering terjadi kemunduran kemampuan dalam melaksanakan fungsi sosial dan pekerjaannya. Pada penggunaan waktu senggang orang normal bisa bercengkrama dengan anggota keluarga atau masyarakat, atau membuat program kerja rekreasi dan dapat menikmatinya. Namun pada penderita gangguan jiwa berat keadaan tersebut dilewatkan dengan banyak melamun, malas, bahkan kadang-kadang perawatan diri sehari-hari dilalaikan seperti makan, minum, mandi, dan ibadah. Waham Waham adalah isi pikir (keyakinan atau pendapat) yang salah dari seseorang. Meskipun salah tetapi individu itu percaya betul, sulit dikoreksi oleh orang lain, isi pikir bertentangan dengan kenyataan, dan isi pikir terkait dengan pola perilaku individu. Seorang pasien dengan waham curiga, maka pola perilaku akan menunjukkan kecurigaan terhadap perilaku orang lain, lebih-lebih orang yang belum dikenalnya. Bisa terjadi kecurigaan kepada orang sekitarnya akan meracuni atau membunuh dia. Akibat waham curiga ini pada orang yang sebelumnya bersifat emosional agresif. Ia bisa membunuh orang karena wahamnya kalau tidak dibunuh, ia akan dibunuh. Atau ia akan diracuni dan dibuat celaka oleh orang yang dibunuhnya. Halusinasi Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa ada rangsangan. Pasien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tak ada sesuatu rangsang pada kelima indera tersebut. Halusinasi dengar adalah gejala terbanyak pada pasien psikotik (99 %). Pasien psikotik yang nalar (ego)-nya sudah runtuh, maka halusinasi tersebut dianggap real dan tak jarang ia bereaksi terhadap halusinasi dengar. Bila halusinasi berisi perintah 10

untuk membunuh ia pun akan melaksanakan pembunuhan. Ini memang banyak terjadi pada pasien psikotik yang membunuh keluarganya sendiri. Sebaliknya halusinasi yang memerintah untuk bunuh diri tak jarang pasien pun akan bunuh diri. Illusi Illusi adalah sensasi panca indera yang ditafsirkan salah. Pasien melihat tali bisa ditafsirkan sebagai seekor ular. Illusi ini sering terjadi pada panas yang tinggi dan disertai kegelisahan, dan kadang-kadang perubahan kesadaran (delirium). Illusi juga sering terjadi pada kasus-kasus epilepsi (khususnya epilepsi lobus temporalis), dan keadaan-keadaan kerusakan otak permanen. Misalnya seorang petinju di Malang terungkap di pengadilan ia menderita epilepsi. Ia membunuh anaknya sendiri yang masih tidur di kasur dengan parang, karena menganggap anaknya adalah seekor kucing yang sedang tidur. Juga kasus seorang ibu yang menyiram anak balitanya dengan air panas di Semarang beberapa waktu yang lalu, dan akhirnya si anak meninggal dunia. Ia melihat dan merasa menyiram hewan. Tilikan Yang Buruk Pasien psikotik merasa dirinya tidak sakit, meskipun sudah ada bukti adanya perubahan perilaku yang jelas tidak wajar. Pasien tak mau minum obat atau tak mau diajak berobat, atau bila ada waham dianggap mau diracuni. Keadaan merasa tidak sakit ini yang mempersulit pengobatan, apalagi keluarga juga mengiyakan karena merasa tak sakit ia tak mau mencari pengobatan. Tilikan yang buruk ini merupakan ciri khas pasien psikotik. Di sini peran keluarga penting, kalau memang menemukan gejala tersebut seperti waham, halusinasi dan illusi, segera berkonsultasi kepada tenaga kesehatan jiwa. A. Gangguan/ gejala Psikotik Akut Gambaran Utama Perilaku 

Perilaku yang diperlihatkan oleh pasien yaitu :



Mendengar suara-suara yang tidak ada sumbernya



Keyakinan atau ketakutan yang aneh/tidak masuk akal



Kebingungan atau disorientasi

11



Perubahan perilaku; menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri, kecurigaan berlebihan, mengancam diri sendiri, orang lain atau lingkungan, bicara dan tertawa serta marah-marah atau memukul tanpa alasan

Pedoman Diagnostik Untuk menegakkan diagnosis gejala pasti gangguan psikotik akut adalah sebagai berikut : 

Halusinasi (persepsi indera yang salah atau yang dibayangkan : misalnya, mendengar suara yang tak ada sumbernya atau melihat sesuatu yang tidak ada bendanya)



Waham (ide yang dipegang teguh yang nyata salah dan tidak dapat diterima oleh kelompok sosial pasien, misalnya pasien percaya bahwa mereka diracuni oleh tetangga, menerima pesan dari televisi, atau merasa diamati/diawasi oleh orang lain)



Agitasi atau perilaku aneh (bizar)



Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi)



Keadaan emosional yang labil dan ekstrim (iritabel)

B. Gangguan Psikotik kronik Gambaran Perilaku Untuk menetapkan diagnosa medik psikotik kronik data berikut merupakan perilaku utama yang secara umum ada. 

Penarikan diri secara sosial



Minat atau motivasi rendah, pengabaian diri



Gangguan berpikir (tampak dari pembicaraan yang tidak nyambung atau aneh)



Perilaku aneh seperti apatis, menarik diri, tidak memperhatikan kebersihan yang dilaporkan keluarga

Perilaku lain yang dapat menyertai adalah : 

Kesulitan berpikir dan berkonsentrasi



Melaporkan bahwa individu mendengar suara-suara



Keyakinan yang aneh dan tidak masuk akal sepert : memiliki kekuatan supranatural, merasa dikejar-kejar, merasa menjadi orang hebat/terkenal



Keluhan fisik yang tidak biasa/aneh seperti : merasa ada hewan atau objek yang tak lazim di dalam tubuhnya



Bermasalah dalam melaksanakan pekerjaan atau pelajaran 12

Untuk lebih jelasnya mengenai psikotik kronik, disini dapat dijelaskan melalui skizofrenia Dimana Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang kronik, pada orang yang mengalaminya tidak dapat menilai realitas dengan baik dan pemahaman diri buruk. Gejala klinis dari skizofrenia dapat dilihat di bawah ini: 

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas): a. “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought broadcasting”= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya; b. “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus); “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifat mistik atau mukjizat; c. Halusinasi auditorik: 

suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau



mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau



jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain) 

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas: 13

a. halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus; b. arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme; c. perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor; d. gejala-gejala “negative”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi oleh depresi atau medikasi neuroleptika; 

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal)

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial. II. 5

Epidemiologi Menurut penelitian WHO prevalensi gangguan jiwa dalam masyarakat berkisar satu sampai tiga permil penduduk. Misalnya Jawa Tengah dengan penduduk lebih kurang 30 juta, maka akan ada sebanyak 30.000-90.000 penderita psikotik. Bila 10% dari penderita perlu pelayanan perawatan psikiatrik ada 3.000-9.000 yang harus dirawat. Tetapi tidak semua bisa dirawat karena kapasitas pelayanan perawatan psikiatrik di Jateng masih di bawah 1.000 tempat tidur. Sisa yang tidak terawat berada dalam masyarakat dan pasien ini seharusnya perlu pengawasan yang seksama. Pasien psikotik yang mungkin tenang terkadang tak terduga akan menjadi agresif tanpa 14

stressor psikososial yang jelas. Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda semua pasien psikotik (skizofrenia) dirawat di Rumah Sakit Jiwa seumur hidup (dibuat koloni). Hal ini sekarang menjadi stigma masyarakat, bahwa RSJ identik dengan gila. Tetapi sekarang situasi sudah berbeda, tidak semua pasien dapat dirawat di RSJ. Mereka yang fase aktif gangguan psikotiknya dirawat, sedang yang tenang dipulangkan namun masih dalam pengawasan dalam bentuk perawatan jalan. Fase aktif adalah pasien-pasien yang menunjukkan perilaku yang membahayakan diri atau membahayakan lingkungannya, dan mudah dikenali gejalanya. Pada fase tenang pasien dapat beradaptasi dengan lingkungannya, meskipun terbatas. Perjalanan psikiatrik tidak terbatas pada Rumah Sakit Jiwa yang ada, tetapi di Rumah Sakit Umum pun ada pelayanan psikiatrik yang dilakukan oleh psikiater. Yakni pelayanan integrasi dan konsultasi psikiatri di RSU, mengingat jumlah psikiater yang ada belum memadai sesuai kebutuhan. II. 6

Patofisiologi Gambar otak pertama dari sebuah individu dengan psikosis selesai sejauh kembali

sebagai

1935

dengan

menggunakan

teknik

yang

disebut

pneumoencephalography (prosedur yang menyakitkan dan sekarang usang di mana cairan serebrospinal dikeringkan dari seluruh otak dan digantikan dengan udara untuk memungkinkan struktur otak untuk menunjukkan lebih jelas pada gambar sinar-X). Tujuan dari otak adalah untuk mengumpulkan informasi dari tubuh (nyeri, kelaparan, dll), dan dari dunia luar, menafsirkannya dengan pandangan dunia yang koheren, dan menghasilkan respon yang bermakna. Informasi dari indera masuk ke otak di daerah sensorik primer. Mereka memproses informasi dan mengirimkannya ke daerah-daerah sekunder dimana informasi itu ditafsirkan. Aktivitas spontan di daerah sensorik primer dapat menghasilkan halusinasi yang disalahartikan oleh daerah sekunder sebagai informasi dari dunia nyata. Sebagai contoh, PET scan atau fMRI dari seseorang yang mengaku sebagai mendengar suara-suara dapat menunjukkan aktivasi di korteks pendengaran primer, atau bagian otak yang terlibat dalam persepsi dan pemahaman berbicara. Tersier korteks otak mengumpulkan penafsiran dari cortexes sekunder dan menciptakan sebuah pandangan dunia yang koheren itu. Sebuah studi yang menyelidiki perubahan-perubahan struktural dalam otak orang dengan psikosis menunjukkan ada pengurangan materi abu-abu yang signifikan dalam gyrus medial temporal yang tepat, frontalis lateral yang temporal, dan inferior, dan di cingulate korteks bilateral orang sebelum dan setelah mereka menjadi psikotik. 15

Temuan seperti ini telah memicu perdebatan tentang apakah psikosis itu sendiri menyebabkan kerusakan otak dan apakah perubahan eksitotoksik berpotensi merusak otak berhubungan dengan panjang dari episode psikotik. Penelitian terbaru telah menyarankan bahwa hal ini tidak terjadi meskipun penyelidikan lebih lanjut masih berlangsung. Studi dengan kekurangan indera telah menunjukkan bahwa otak tergantung pada sinyal dari dunia luar untuk berfungsi dengan baik. Jika aktivitas spontan di otak tidak diimbangi dengan informasi dari indra, kerugian dari realitas dan psikosis mungkin terjadi sudah setelah beberapa jam. Fenomena serupa paranoid pada orang tua ketika mendengar penglihatan, miskin dan memori menyebabkan orang menjadi abnormal curiga terhadap lingkungan. Di sisi lain, kerugian dari realitas juga dapat terjadi jika aktivitas kortikal spontan meningkat sehingga tidak lagi diimbangi dengan informasi dari indra. Reseptor 5-HT2A tampaknya menjadi penting untuk ini, karena obat yang mengaktifkan mereka menghasilkan halusinasi. Namun, fitur utama dari psikosis bukan halusinasi, tetapi ketidakmampuan untuk membedakan antara rangsangan internal dan eksternal. Kerabat dekat untuk pasien psikotik mungkin mendengar suara-suara, tapi karena mereka sadar bahwa mereka tidak nyata mereka dapat mengabaikan mereka, sehingga halusinasi tidak mempengaruhi persepsi realitas mereka. Oleh karena itu mereka tidak dianggap sebagai psikotik. Psikosis telah secara tradisional dikaitkan dengan dopamin neurotransmitter. Secara khusus, hipotesis dopamin psikosis telah berpengaruh dan menyatakan bahwa hasil psikosis dari overactivity dari fungsi dopamin di otak, khususnya di jalur mesolimbic. Dua sumber utama bukti yang diberikan untuk mendukung teori ini adalah bahwa reseptor dopamin D2 memblokir obat (misalnya, antipsikotik) cenderung mengurangi intensitas gejala psikotik, dan bahwa obat yang meningkatkan aktivitas dopamin (seperti amfetamin dan kokain) dapat memicu psikosis di beberapa orang. Namun, bukti meningkat dalam waktu belakangan ini telah menunjuk kemungkinan disfungsi neurotransmitter glutamat excitory, khususnya, dengan aktivitas reseptor NMDA. Teori ini diperkuat oleh fakta bahwa antagonis reseptor NMDA disosiatif seperti ketamin, PCP dan dekstrometorfan / detrorphan (pada overdosis besar) menginduksi keadaan psikotik yang lebih mudah daripada stimulan dopinergic, bahkan pada "normal" dosis rekreasi. 16

Gejala-gejala keracunan disosiatif juga dianggap cermin gejala skizofrenia, termasuk gejala psikotik negatif, lebih erat dari psikosis amphetamine. Psikosis yang diinduksi disosiatif terjadi secara lebih handal dan diprediksi daripada psikosis amphetamine, yang biasanya hanya terjadi dalam kasus-kasus overdosis, penggunaan jangka panjang atau dengan kurang tidur, yang secara independen dapat menghasilkan psikosis. Obat antipsikotik baru yang bertindak pada reseptor glutamat dan yang sedang menjalani uji klinis. Hubungan antara dopamin dan psikosis umumnya diyakini menjadi kompleks. Sementara reseptor dopamin D2 menekan aktivitas adenilat siklase, reseptor D1 meningkat itu. Jika D2-blocking obat diberikan dopamin diblokir tumpah ke reseptor D1.

II. 7

Penatalaksanaan i.

Farmakoterapi Pada keadaan gawat darurat, seorang pasien yang teragitasi parah harus diberikan suatu obat antipsikotik secara intramuskular. Walaupun percobaan klinik yang dilakukan secara adekuat dengan sejumlah pasien belum ada, sebagian besar klinisi berpendapat bahwa obat antipsikotik adalah obat terpilih untuk gangguan delusional. Pasien gangguan delusional kemungkinan menolak medikasi karena mereka dapat secara mudah menyatukan pemberian obat ke dalam system wahamnya. Dokter tidak boleh memaksakan medikasi segera setelah perawatan di rumah sakit, malahan, harus menggunakan beberapa hari untuk mendapatkan rapport dengan pasien. Dokter harus menjelaskan efek samping potensial kepada pasien, sehingga pasien kemudian tidak menganggap bahwa dokter berbohong. Riwayat pasien tentang respon medikasi adalah pedoman yang terbaik dalam memilih suatu obat. Seringkali, dokter harus mulai dengan dosis rendah ― sebagai contoh, haloperidol (haldol) 2 mg ― dan meningkatkan dosis secara perlahan-lahan. Jika pasien gagal berespon dengan obat pada dosis yang cukup dalam percobaan selama enam minggu, antipsikotik dari kelas lain harus dicoba. Beberapa peneliti telah menyatakan bahwa pimozide (Orap) mungkin efektif dalam gangguan delusional, khususnya pada pasien dengan waham somatik. Penyebab kegagalan obat yang tersering adalah ketidakpatuhan, dan kemungkinan tersebut harus diperhitungkan.

17

Jika pasien tidak mendapatkan manfaat dari medikasi antipsikotik, obat harus dihentikan. Pada pasien yang berespon terhadap antipsikotik, beberapa data menyatakan bahwa dosis pemeliharaan adalah rendah. Walaupun pada dasarnya tidak ada data yang mengevaluasi penggunaan antidepresan, lithium (Eskalith), atau antikonvulsan ― sebagai contohnya, carbamazepine (Tegretol) dan valproate (Depakene) ― di dalam pengobatan gangguan delusional, percobaan dengan obat-obat tersebut mungkin diperlukan pada pasien yang tidak responsif terhadap obat antipsikotik. Percobaan dengan obat-obat tersebut harus dipertimbangkan jika seorang pasien memiliki ciri suatu gangguan mood atau suatu riwayat keluarga adanya gangguan mood. Dua kelas utama obat yang harus dipertimbangkan di dalam pengobatan gangguan psikotik singkat adalah obat antipsikotik antagonis reseptor dopamine dan benzodiazepine. Jika dipilih suatu antipsikotik, suatu antipsikotik potensi tinggi ― sebagai contohnya, haloperidol (Haldol) ― biasanya digunakan. Khususnya pada pasien yang berada dalam resiko tinggi untuk mengalami efek samping ekstrapiramidal (sebagai contohnya, orang muda), suatu obat antikolinergik kemungkinan harus diberikan bersama-sama dengan antipsikotik sebagai profilaksis terhadap gajala gangguan pergerakan akibat medikasi. Selain itu, benzodiazepine dapat digunakan dalam terapi singkat psikosis. Walaupun benzodiazepine memiliki sedikit kegunaan atau tanpa kegunaan dalam pengobatan jangka panjang gangguan psikotik, obat dapat efektif untuk jangka singkat dan disertai dengan efek samping yang lebih jarang daripada antipsikotik. Pada kasus yang jarang benzodiazepine disertai dengan peningkatan agitasi, dan pada kasus yang lebih jarang lagi, dengan kejang putus obat (withdrawal seizure), yang biasanya hanya terjadi pada penggunaan dosis tinggi terus menerus. Penggunaan obat lain dalam terapi gangguan psikotik singkat, walaupun dilaporkan di dalam laporan kasus, belum didukung oleh penelitian skala besar. Tetapi, medikasi hipnotik seringkali berguna selama satu sampai dua minggu pertama setelah resolusi episode psikotik. Pemakaian jangka panjang medikasi harus dihindari dalam pengobatan gangguan ini. Jika medikasi pemeliharaan diperlukan, klinisi harus mempertimbangkan ulang diagnosis. ii.

Psikoterapi

18

Secara umum tujuan psikoterapi adalah untuk memperkuat struktur kepribadian, mematangkan kepribadian, memperkuat ego, meningkatkan citra diri, memulihkan kepercayaan diri yang semuanya itu untuk mencapai kehidupan yang berarti dan bermanfaat. a.

Psikoterapi supportif Untuk memberi dukungan, semangat, dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semngat juang dalam menghadapi hidup ini tidak kendur dan menurun

b. Psikoterapi re-edukatif Untuk memberi pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu dan juga dengan pendidikan ini dimaksudkan mengubah pola pendidikan lama dengan baru sehingga penderita lebihadaptif terhadap dunia luar. c.

Psikoterapi re-konstruktif Untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi pribadi yang utuh seperti semula sebelum sakit.

d. Psikoterapi kognitif Untuk memulihkan kembali daya kognitif (daya piker dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak, mana yang halal dan haram dan sebagainya. e.

Psikoterapi psiko-dinamik Psiko-dinamik adalah suatu pendekatan konseptual yang memandang proses-proses mental sebagai gerakan dan interaksi kuantitas-kuantitas energy psikik yang berlangsung intra-individual (antar bagian-bagian struktur psikik) dan inter-individual (antar orang). Untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan upaya untuk mencari jalan keluarnya. Diharapkan penderita dapat memahami kelebihan dan kelemahan dirinya dan mampu menggunakan mekanisme pertahanan diri dengan baik.

f.

Psikoterapi perilaku Untuk memulihkan gangguan prilaku yang terganggu menjadi prilaku yang adaptif (mampu menyesuaikan diri). Kemampuan adaptasi penderita perlu dipulihkan agar penderita mampu berfungsi kembali secara wajar 19

dalam kehidupannya sehari-hari baik dirumah, disekolah dan lingkungan sosialnya. g. Psikoterapi keluarga Untuk

memulihkan

hubungan

penderita

dengan

keluarganya

diharapkan keluarga dapat memahami mengenai gangguan jiwa skizofrenia dan dapat membantu mempercepat proses penyembuhan penderita. iii.

Psikososial Diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan dan kesibukan dan banyak bergaul (silaturahmi/sosialisasi)

iv.

Psikospiritual D.B. Larson, dkk (1992) dalam penilitiannya sebagaimana termuat dalam “Religious Commitment and Health” (APA, 1992), menyatakan antara lain bahwa agama (keimanan) amat penting dalam meningkatkan seseorang dalam mengatasi penderitaan bila ia sedang sakit serta mempercepat penyembuhan selain terapi medis yang diberikan. Synderman (1996) menyatakan bahwa terapi medis tanpa agama (doa), tidak lengkap; sebaliknya agama (doa) saja tanpa terapi medis, tidak efektif.

II. 8

Prognosis a.

Prognosis kearah baik i.

Onset akut dengan factor pencetus yang jelas

ii.

Riwayat hubungan social dan pekerjaan yang baik (Premorbid)

iii.

Adanya gejala afekstif (depresi)

iv.

Subtipe paranoid

v.

Subtipe katatonik

vi.

Sudah menikah

vii.

Banyak simptom positif

viii.

Kebingungan

ix. b.

Tension, cemas hostilitas Prognosis kearah buruk

i.

Onset perlahan-lahan dengan factor pencetus tidak jelas

ii.

Riwayat hubungan social dan pekerjaan buruk (premorbid)

iii.

Menarik diri, tingkah laku yang artristik 20

iv.

Tipe hebepenik dan tipe tak tergolongkan

v.

Belum manikah

vi.

Riwayat skizofrenia dalam keluarga

vii.

Adanya gejala neurologik

viii.

Banyak simptom negatif

ix. II. 9

Tidak ada gejala afektif atau hostilitas yang jelas

Pencegahan Perkembangan kepribadian seseorang manusia itu ditentukan oleh interaksi dari 4 pilar; yaitu organobiologik, psiko-edukatif, psikososial dan psikoreligius. Hal ini sesuai dengan batasan sehat oleh WHO (1984) yaitu sehat fisik, sehat jiwa/mental, sehat social, dan sehat spiritual yang juga diadopsi oleh APA (American Psychiatric Associatiom, 1992) a) Organobiologik Menghindari kemungkina adanya factor genetic (turunan), maka perluditeliti riwayat atau silsilah keluarga. Menghindari adanya kemungkinan factor epigenetic, maka hendaknya selama kehamilan seorang ibu perlu mendapatkan perawatan yang baik agar tidak terjadi gangguan pada perkembangan otak janin. b) Psiko-edukatif Pendidikan anak hendaknya sedemikian rupa sehingga dapat dihindari terbentuknya sifat atau cirri kepribadian yang rawan atau rentan bagi terjadinya gangguan skizofrenia, misalnya yang tergolong kepribadian promorbid (kepribadian paranoid, schizoid, skizotipal dan ambang). c) Psiko-religius Setiap manusia (meskipun ia seorang atheis sekalipun) pada hakekatnya ada kebutuhan dasar kerohanian. Setiap orang membutuhkan rasa aman, tenang, tentram, terlindungi; bebas dari rasa cemas, ketakutan, depresi, stress, dan lain sebagainya. Bagi mereka yang beragama kebutuhan rohani ini dpat diperoleh lewat agama; namun bagi mereka yang sekuler dan mengingkarinya, menempuh lewat penyalahgunaan NAZA ataupun jalur lainnya. d) Psikososial

21

Dalam kehidupan sehari-hari anak tumbuh kembang di tiga tempat, yaitu di rumah (Keluarga), di sekolah (lembaga pendidikan) dan di lingkungan masyarakat sosialnya. Kondisi social di masing-masing tempat tersebut akan berinteraksi satu dengan lainnya dan mempengaruhi tumbuh kembang anak. Maka untuk mencegahnya kita harus menciptakan keluarga yang harmonis, lembaga pendidikan yang baik dan lingkungan pergaulan social yang sehat.

BAB III PENUTUP Gangguan psikotik adalah semua kondisi yg menunjukkan adanya hendaya berat dalam kemampuan daya nilai realitas, baik dalam perilaku individu dlm suatu saat maupun perilaku individu dalam perjalanannya mengalami hendaya berat kemampuan daya nilai realitas ( perlu dipertimbangkan faktor budaya ). Bukti langsung hendaya daya nilai realitas terganggu misal adanya ; 

waham, halusinasi tanpa tilikan akan sifat patologinya;



adanya perilaku yg demikian kacau ( grossly disorganized ) misalnya bicara yg inkoheren, perilaku agitasi



tanpa tujuan, disorientasi pd delirium dst;

adanya kegagalan fungsi sosial dan personal dgn penarikan diri dari pergaulan sosial dan tidak mampu dlm tugas pekerjaan sehari-hari.

22

Banyak faktor yang menyebabkan gangguan psikotik yaitu: Faktor psikodinamik yang harus diperhatikan di dalam kelompok gangguan psikotik ini adalah stresor pencetus dan lingkungan

interpersonal,

pemeriksaan

pasien

psikotik

harus

mempertimbangkan

kemungkinan bahwa gejala psikotik adalah disebabkan oleh kondisi medis umum (sebagai contohnya, suatu tumor otak) atau ingesti zat (sebagai contohnya, phencyclidine), Zat psikoaktif adalah penyebab yang umum dari sindroma psikotik. Zat yang paling sering terlibat adalah alkohol, halusinogen indol sebagai contohnya, lysergic acid diethylamid (LSD) – amfetamin, kokain. Mescalin, phencyclidine (PCP), dan ketamin. Banyak zat lain, termasuk steroid dan thyroxine, dapat disertai dengan halusinasi akibat zat. Prognosis gangguan psikotik yaitu berdasarkan: onset akut dengan factor pencetus yang jelas, riwayat hubungan social dan pekerjaan yang baik (Premorbid), adanya gejala afekstif (depresi), sudah menikah, banyak simptom positif, kebingungan, tension, cemas hostilitas

DAFTAR PUSTAKA 1. Kusumawardhani A, Husain AB, dkk. Buku Ajar Psikiatrik. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. Hal 13 2. Nurmah, Islamiyah N, dkk. Psikotik dan Skizofrenia. 12 April 2011. Diunduh dari: http://id.pdfcoke.com/doc/74666207/PSIKOTIK-lengkap 3. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi ke-2. Cetakan 2010. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010. Hal 147-16 4. Tirtakusuma A, Nugraha A, dkk. Bisikan Gaib. 29 Februari 2012. Diunduh dari: http://id.pdfcoke.com/doc/83142602/4/Menjelaskan-definisi-gangguan-psikotik 5. News Medical. Apa Penyebab Psikosis. 1 November 2012. Diunduh dari: http://www.news-medical.net/health/What-Causes-Psychosis-(Indonesian).aspx 6. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi ke-2. Cetakan 2010. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010. Hal 169-187 23

7. News Medical.

Psikosis Patofisiologi. 1 November 2012. Diunduh dari:

http://www.news-medical.net/health/Psychosis-Pathophysiology-(Indonesian).aspx 8. Kusumawardhani A, Husain AB, dkk. Buku Ajar Psikiatrik. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. Hal 38 9. Hawari HD. Pendekatan holistic pada gangguan jiwa skizofrenia. Edisi ke-2. Cetakan 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006 10. Maramis WF. Ilmu kedokteran jiwa. Cetakan 6. Jakarta: Airlangga University Press, 1994

24

Related Documents


More Documents from ""