BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Keluarga adalah unit terkecil dalam kehidupan masyarakat. Keluarga merupakan sekumpulan dua orang atau lebih yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan,adopsi, hubungan darah, hidup dalam satu rumah tangga, memiliki kedekatanemosional, dan berinteraksi satu sama lain yang lain yang saling ketergantunganuntuk menciptakan atau mempertahankan budaya, meningkatkan perkembanganfisik, mental, emosional, dan sosial setiap anggota dalam rangka mencapai tujuan bersama. Keluarga memiliki keterkaitan yang erat dengan kesehatan setiapanggotanya (Jhonson dan Leny, 2010). Kesehatan merupakan kunci utama dalam melakukan berbagai kegiatan. Kesehatan yang terganggu, akan menghambat setiap orang dalam beraktivitas. Pemerintah berlomba-lomba mencanangkan berbagai program guna meningkatkan taraf kesehatan masyarakat. Program tersebut dapat berhasil berkat kerjasama lintas sektor. Salah satunya adalah sektor kesehatan. Dalam ranah kesehatan, peran dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain tentu menjadi kunci utama. Perawat dituntut terampil dalam memberikan asuhan keperawatan pada keluarga sehingga program dapat berjalan dengan baik (Setiadi, 2008). Asuhan keperawatan keluarga merupakan serangkaian proses yang diawali dari pengkajian, analisa data, penentuan diagnosa, penentuan diagnosa prioritas, perencanaan keperawatan serta implementasi dan evaluasi. Asuhan keperawatan keluarga bersifat komprehensif, mencakup seluruh anggota keluarga. Membantu dalam menyelesaikan permasalah keluarga dimulai dari permasalahan fisik hinggamasalah dalam tahap perkembangan keluarga (Fadila, 2012). Status sehat atau sakit dalam keluarga saling mempengaruhi satu sama lain. Suatu penyakit dalam keluarga mempengaruhi seluruh keluarga dan sebaliknya mempengaruhi jalanya suatu penyakit dan status kesehatan anggota keluarga. Keluarga cenderung dalam pembuatan keputusan dan proses terapeutik pada setiap tahap sehat dan sakit pada para anggota keluarga. Keluarga merupakan para anggota sebuah keluarga baiasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah tangga mereka.
1
Pada keluarga dewasa merupakan tahap dimana semua anak akan pergi atau keluar meninggalkan rumah atau orang tuanya. Didalam kehidupan keluarga dewasa dimana orang tuanya akan merasa banyak kehilangan karena perginya anak-anak dari rumah. Pada keluarga ini juga terdapat berbagai masalah yang dialami oleh keluarga itu sendiri. Dan perawat sangat berperan penting dalam memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan kesehatan kepada keluarga. Dari data yang sudah kami sajikan tentang keluarga pada dewasa pertengahan, maka disini kelompok tertarik untuk membahas lebih spesifik tentang konsep dan asuhan keperawatan keluarga pada dewasa pertengahan , agar dapat memenuhi kebutuhan akan informasi yang mengenai kesejahteraan hidup dan khususnya kesehatan, yang nantinya akan kami bahas secara rinci dan mendalam pada bab selanjutnya 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dapat membuat rumusan masalah Askep Tahap Perkembangan Keluarga dengan Perkembangan usia Dewasa/usia pertengahan, yaitu : 1.
Apa pengertian Keluarga ?
2.
Apa saja tugas tahap perkembangan keluarga usia pertengahan/dewasa ?
3. Bagaimana asuhan keperawatan tahap perkembangan keluarga pada usia dewasa/pertengahan
1.3 Tujuan Penulisan 1. Tujuan umum Untuk memahami aplikasi konsep dasar asuhan keperawatan keluarga dewasa pertengahan. 2. Tujuan khusus a. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep dasar keluarga. b. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep keluarga dewasa. c. Mahasiswa dapat menerapkan asuhan keperawatan keluarga dewasa.
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP KEPERAWATAN KELUARGA 2.1.1 Pengertian Menurut Marilyn M. Freidman (1998, citEfendi dan Makhfudli, 2009 p.24) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterkaitan aturan dan emosional dimana individu mempunyai peran masing–masing yang merupakan bagian dari keluarga. Duval dan Logan (1986, cit Efendi dan makhfudli, 2009 p.24) menyatakan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga. Salvicion G. Bailon dan Aracelis Maglaya (1978, Efendi dan makhfudli, 2009 p.24) menjelaskan bahwa keluarga adalah dua atau leb ih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi.... Reisner (1980, Efendi dan Makhfudli, 2009 p.24) keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih yang masing–masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik, kakak, kakek dan nenek. Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu samalain (Mubarak dkk,2011, hal 67).
2.1.2 Tipe Keluarga Menurut Mubarak (2011hal 70-71) keluarga dibagi beberapa tipe yaitu : a.
Secara Tradisional Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi 2yaitu : 1) Keluarga Inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang hanya terdiri ayah,ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya. 2) Keluarga Besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi)
3
b.
Secara Modern Berkembangnya
peran
individu
dan
meningkatnya
rasa individualism
maka
pengelompokkan tipe keluarga selain diatas adalah: 1) Tradisional Nuclear Keluarga inti (ayah, ibu dan anak) tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksisanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerjadi luar rumah. 2) Reconstituted Nuclear Pembentukanbaru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak- anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru, satu/keduanya dapat bekerjadi luar rumah. 3) Niddle Age/Aging Couple Suami sebagai pencari uang, istri dirumah/kedua-duanya bekerja dirumah,anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah/perkawinan/ meniti karier. 4) Dyadic Nuclear Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang keduanya atau salah satu bekerja di luar rumah 5) Single Parent Satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian pasangannya dan anakanaknya dapat tinggal di rumah atau di luar rumah 6) Dual Carrier Yaitu suami istri atau keduanya orang karier dan tanpa anak. 7) Commuter Married Suami istri atau keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu. Keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu. 8) Single Adult Wanita atau pria dewasa yangtinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan untuk kawin. 9) Three Generation Yaitu tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah. 10) Institusional Yaitu anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti.
4
11) Comunal Yaitu satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang monogami 12) Group Marriage Yaitu satu perumahan terdiri dari orangtua dan keturunannya di dalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah kawin dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari anak-anak. 13) Unmaried Parent and Child Yaitu ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya diadopsi. 14) Cohibing Couple Yaitu dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin. 15) Gayand Lesbian Family Yaitu keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama.
2.1.3 Struktur keluarga Struktur keluarga terdiri dari: pola dan proses komunikasi,strukrur peran, struktur kekuatan dan struktur nilai dan norma. Dan Friedman, (dikutip dari mubarak dkk, 2011, hal 69-70) menggambarkan sebagai berikut : a. Struktur komunikasi Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila: jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai dan ada hirarki kekuatan. b. Struktur peran Yang dimaksud struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi sosial yang diberikan. Jadi, pada struktur peran bisa bersifat formal atau informal. c. Struktur kekuatan Yaitu kemampuan dari individu untuk mengontrol atau mempengaruhi atau merubah perilaku orang lain: legitimate power (hak), referentpower (ditiru), expertpower (keahlian), rewardpower (hadiah), coercive power (paksa) dan affective power. d. Struktur nilai dan norma Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga dalam budaya tertentu, sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu berarti disini adalah lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar keluarga.
5
Berikut struktur keluarga menurut Efendi & Makhfuldi (2009) a.
Ciri–ciri Struktur Keluarga 1) Terorganisasi Keluarga adalah sebuah cerminan organisasi, dimana setiap anggota keluarga memiliki peran dan fungsinya masing-masing sehingga tujuan keluarga dapat tercapai. 2) Keterbatasan Dalam mencapai tujuan, setiap anggota keluarga memiliki peran dan tanggung jawabnya masing-masing. Sehingga dalam berinteraksi setiap anggotanya tidak bisa semena-mena, tetapi mempunyai keterbatasan yang dilandasi oleh tanggung jawab tiap anggota. 3) Perbedaan dan kekhususan Adanya peran yang beragam dalam keluarga menunjukkan bahwa masing-masing anggota keluarga mempunyai peran dan fungsi yang berbeda dan khas seperti peran ayah sebagai pencari nafkah dan ibu merawat anak.
b.
Struktur Keluarga 1) Dominasi jalur hubungan darah a)
Partlineal Partlineal adalah keluarga yang berhubungan melalui jalur garis keturunan ayah.
b)
Martiilneal Martlineal adalah keluarga yang dihubungkan melalui jalur garis keturunan ibu.
2) Dominasi keberadaan tempat tinggal a)
Partilokal Partilokal adalah keberadaan tempat tinggal satu keluarga yang tinggal dengan keluarga sedarah dari pihak suami.
b) Martilokal Martilokal adalah keberadaan tempat tinggal satu keluarga yang tinggal dengan keluarga sedarah dari pihak istri. 3) Dominasi pengambilan keputusan a)
Patriakal Patriakal adalah dominasi pengambilan keputusan berada pada pihak suami.
6
b) Matriakal Matriakal adalah dominasi pengambilan keputusan berada pada pihak istri.
2.1.4 Peran dan Fungsi Keluarga a.
Peran formal keluarga (Nasrul Effendy, 1998 cit Efendi dan makhfudli, 2009 p.184) 1) Peran sebagai ayah Ayah sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman. Selain itu, ayah juga berperan sebagai kepala keluarga anggota kelompok sosial, masyarakat dan lingkungan. 2) Peran sebagai ibu Ibu sebagai istri dan ibu dari anak–anaknya berperan untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik bagi anak–anaknya, pelindungbdan salah satu anggota kelompok sosial, serta sebagai anggota masyarakat dan lingkungan disamping dapat berperan pula sebagai pencari nafkah tambahan keluarga. 3) Peran sebagai anak Anak, melaksanakan peran psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
b.
Fungsi keluarga (Marilyn M. Friedman 1998 cit Efendi dan Makhfuldi p.184) 1) Fungsi afektif (affective funcition) Fungsi ini berhubungan erat dengan kekuatan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi ini tampak pada kebahagiaan
dan
kegembiraan
seluruh
anggota
keluarga
dengan
mempertahankan hal yang positif, dapat dipelajari serta mengembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga. Komponen fungsi afektif diantaranya: a) Saling mengasih; cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling mendukung antar anggota keluarga dan mendapatkan kasih sayang. b) Saling menghargai. c) Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga dimulai sejak pasangan sepakat memulai hidup baru. 2) Fungsi sosialisasi Tercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada anak dengan lingkungan sekitar. Keluarga memperkenalkan anak dengan disiplin, mengenal 7
budaya dan norma melalui hubungan interaksi dalam keluarga sehingga mampu berperan dalam masyarakat. 3) Fungsi reproduksi Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya manusia, selain itu memenuhi kebutuhan biologis pada pasangan untuk membentuk keluarga. 4) Fungsi ekonomi Fungsi ini keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarganya seperti makanan, pakaian bahkan tempat tinggal. 5) Fungsi perawatan kesehatan Keluarga juga berperan dalam melaksanakan praktik asuhan kesehatan, yaitu: untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan atau merawat anggota keluarga yang sakit. b. Tugas-tugas keluarga Dalam sebuah keluarga ada beberapa tugas dasar didalamnya terdapat delapan tugas pokok sebagai berikut: 1) Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya. 2) Memelihara sumber-sumber daya yang adadalamkeluarga. 3) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masingmasing. 4) Sosialisasi antar anggotakeluarga. 5) Pengaturan jumlah anggota keluarga. 6) Pemeliharaan ketertibananggota keluarga. 7) Penetapan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas. 8) Membangkitkan dorongan dan semangat anggotakeluarga. (Nasrul effendy, 1998)
2.1.5 Tugas keluarga di bidang kesehatan Tugas kesehatan keluarga menurut Friedman (Mubarak & Santoso, 2006) adalah sebagai berikut: a) Mengenal masalah kesehatan keluarga Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahanperubahan yang dialami anggota keluarga. Apabila menyadari adanya perubahan keluarga
perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang
terjadi, dan seberapa besar perubahannya. 8
b) Membuat keputusan tindakan yang tepat Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. c) Merawat anggota yang sakit Bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakitnya, sifat
dan
perkembangan perawatan yang diperlukan, sumber-sumber yang ada dalam keluarga yang sakit. d) Mempertahankan suasana rumah yang sehat Kondisi rumah haruslah dapat menjadikan lambang ketenangan, keindahan dan ketentraman, dan yang lebih penting adalah dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga. e) Menggunakan fasilitas yang ada dimasyarakat Keluarga atau anggota keluarga harus dapat memanfaatkan sumber fasilitas kesehatan yang ada disekitar, apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan penyakit.
2.1.6 Keluarga sebagai unit pelayanan Keluarga dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan mempengaruhi pula keluarga-keluarga yang lain disekitar atau masyarakat. a.
Alasan keluarga sebagai unit pelayanan 1) Keluarga merupakan bagian dari masyarakat yang dapat dijadikan gambaran dari manusia. 2) Perilaku keluarga dapat menimbulkan masalah kesehatan, tetapi dapat pula mencegah masalah-masalah kesehatan dan menjadi sumber daya pemecah masalah kesehatan. 3) Masalah kesehatan di dalam keluarga akan saling mempengaruhi terhadap individu dalam keluarga. 4) Keluarga merupakan lingkungan yang serasi untuk mengembangkan potensi tiap individu dalam keluarga. 5) Keluarga merupakan pengambil keputusan dalam mengatasi masalah.
9
6) Keluarga merupakan saluran yang efektif dalam menyalurkan dan mengembangkan kesehatan kepada masyarakat (Ruth B. Freedman dalam(Mubarak & Santoso, 2006). b.
Siklus penyakit dan kemiskinan dalam keluarga Keluarga dengan sosial ekonomi yang rendah pada umumnya berkaitan erat dengan barbagai masalah kesehatan yang mereka hadapi karena ketidakmampuan, ketidaktahuan dan ketidakmauannya dalam mengatasi berbagai masalah yang meraka hadapi.Keluarga miskin adalah keluarga yang dibentuk secara syah, yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hidup material yang layak khususnya dibidang kesehatan, pendidkan, sandang dan pangan. Di Negara Indonesia pada tahun 2000 Badan Kesejahteraan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menetapkan sembilan indikator keluarga miskin yaitu: 1) Tidak bisa makan dua kali sehari atau lebih. 2) Tidak bisa menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk paling kurang satu minggu sekali. 3) Tidak bisa memiliki pakaian yang berbeda untuk setiap aktivitas. 4) Tidak bisa memperoleh pakaian baru minimal satu stel setahun sekali. 5) Bagian terluas lantai rumah dari tanah. 6) Luas lantai rumah kurang dari 8 m2 untuk setiap penghuni rumah. 7) Tidak ada anggota keluarga yang berusia 15 tahun mempunyai pengahasilan tetap. 8) Bila anak sakit/PUS ingin ber-KB tidak bisa ke fasilitas kesehatan. 9) Anak berumur 7-15 tahun tidak bersekolah (Mubarak & Santoso, 2006).
2.1.7 Peran Perawat Keluarga Perawatan kesehatan keluarga adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan pada keluarga sebagai unti pelayanan untuk mewujudkan keluarga sehat. Fungsi perawat membantu keluarga untuk menyelesaikan masalah kesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga melakukan fungsi dan tugas perawatan kesehatan keluarga (Suprajitno, 2004). Peran perawat dalam melakukan perawatan kesehatan keluarga adalah sebagai berikut (Suprajitno, 2004) : a.
Pendidik 10
Perawat perlu melakukan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar :
b.
1)
Keluarga dapat melakukan program asuhan kesehatan secara mandiri.
2)
Bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan keluarga
Koordinator Koordinasi diperlukan pada perawatan agar pelayanan komperhensif dapat dicapai. Koordianasi juga diperlukan untuk mengatur program kegiatan atau terapi dari berbagai disiplin ilmu agar tidak terjadi tumpang tindih dan pengulangan.
c.
Pelaksanaan Perawat dapat memberikan perawatan langsung kepada klien dan keluarga dengan menggunakan metode keperawatan.
d.
Pengawas kesehatan Sebagai pengawas kesehatan harus melaksanakan hime visit yang teratur untuk mengidentifikasi dan melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga.
e.
Konsultan Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan. Agar keluarga mau meminta nasehat kepada perawat, hubungan perawat dan klien harus terbina dengan baik , kemampuan perawat dalam menyampaikan informasi yang disampaikan secara terbuka dapat dipercaya.
f.
Kolaborasi Bekerja sama dengan pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan anggota tim kesehatan lain untuk mencapai kesehatan keluarga yang optimal.
g.
Fasilisator Membantu keluarga dalam menghadapi kendala seperti masalah sosial ekonomi, sehingga perawat harus mengetahui sistem pelayanan kesehatan seperti rujukan dan penggunaan dana sehat.
h.
Penemu kasus Menemukan dan mengidentifikasi masalah secara dini di masyrakat sehingga menghindari dari ledakan kasus atau wabah.
i.
Modifikasi lingkungan Mampu memodifikasi lingkungan baik lingkungan rumah maupun masyarakat agar tercipta lingkungan sehat.
11
2.1.8 Tingkat Pencegahan Mengembangkan sebuah kerangka kerja, yang disebut
sebagai tingkat
pencegahan, yang digunakan untuk menjelaskan tujuan dari keperawatan keluarga. Tingkat pencegahan tersebut mencakup seluruh spektrum kesehatan dan penyakit, juga tujuan – tujuan yang sesuai untuk masing – masing tingkat. Leavell dkk. (1965, dalam Friedman, 1998). Ketiga tingkatan tersebut adalah adalah : 1.
Pencegahan primer
yang meliputi peningkatan kesehatan dan tindakan
preventif khusus yang dirancang untuk menjaga orang bebas dari penyakit dan cedera. 2.
Pencegahan sekunder yang terdiri dari atas deteksi dini, diagnosa, dan pengobatan.
3.
Pencegahan tertier, yang mencakup tahap penyembuhan dan rehabilitasi, dirancang untuk meminimalkan ketidakmampuan klien dan memaksimalkan tingkat fungsinya.
Ketiga tingkat pencegahan itu, merupakan tujuan dari keperawatan keluarga. Tujuan – tujuan tersebut terdiri atas peningkatan, pemeliharaan, pemulihan terhadap kesehatan (Hanson, 1987 dalam
Friedman, 1998). Peningkatan kesehatan merupakan pokok
terpenting dari keperawatan keluarga. Akan tetapi, sudah tentu, pendeteksian secara dini, diagnosa dan pengobatan merupakan tujuan penting pula. Pencegahan tertier atau rehabilitasi dan pemulihan kesehatan secara khusus menjadi tujuan yang penting bagi keperawatan keluarga saat ini, mengingat perkembangan keperawatan kesehatan dirumah dan pravelensi penyakit – penyakit kronis, serta ketidakberdayaan dikalangan lanjut usia yang populasinya semakin meningkat dan cepat (Friedman, 1998).
2.1.9 Keluarga sejahtera a. Definisi Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk atas dasar perkawinan yang syah mampu memnuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak. Tahapan dari keluarga sejahtera menurut (mubarak dkk, 2011, hal 80-82) adalah sebagai berikut: 1) Keluarga prasejahtera. Yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal,yaitu kebutuhan pengajaran agama, pangan, sandang, papan, dan kesehatan, atau keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator keluarga sejahtera tahap I. 2) Keluarga sejahtera tahap I 12
Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memnuhi kebutuhan dasarnya minimal tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologinya, yaitu kebutuhan pendidikan, keluarga berencana (KB), interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan trasnportasi. 3) Keluarga sejahtera tahap II Adalah keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal serta telah dapat memenuhi kebutuhan social psikologinya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya, seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi. 4) Keluarga sejahtera tahap III Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan keluarganya, tetapi belum dapat memberikan sumbangan (kontribusi) yang maksimal terhadap masyarakat secara teratur (dalam waktu tertentu) dalam bentuk: material dan keuangan untuk sosial kemasyarakatan, dan juga berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. 5) Keluarga sejahtera tahap III Plus. Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, social psikologis dan pengembangannya telah terpenuhi serta memiliki keperdulian social yang tinggi pada masyarakat. (mubarak dkk, 2011, hal 80-82).
2.1.10 Progam indonesia sehat dengan pendekatan keluarga. Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari Agenda ke-5 Nawa Cita, yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia. Program ini didukung oleh program sektoral lainnya yaitu Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Kerja, dan Program Indonesia Sejahtera. Program Indonesia Sehat selanjutnya menjadi program utama Pembangunan Kesehatan yang kemudian direncanakan pencapaiannya melalui Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor HK.02.02/Menkes/ 52/2015. Sasaran dari Program Indonesia Sehat adalah meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Sasaran ini sesuai dengan sasaran pokok RPJMN 2015-2019, yaitu: 1. meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak. 2. meningkatnya pengendalian penyakit. 13
3. meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan. 4. meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN kesehatan. 5. terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin. 6. meningkatnya responsivitas sistem kesehatan. Upaya pencapaian prioritas pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 dalam Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan mendayagunakan segenap potensi yang ada, bai dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun masyarakat. Pembangunan kesehatan dimulai dari unit terkecil dari masyarakat, yaitu keluarga. Pembangunan keluarga, sebagaimana
dimaksud
dalam
Undang-Undang
Nomor
52
Tahun
2009
tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menetapkan kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan
dan
kesejahteraan keluarga, untuk mendukung keluarga agar dapat melaksanakan fungsinya secara optimal. Sebagai penjabaran dari amanat Undang-Undang tersebut, Kementerian Kesehatan menetapkan strategi operasional pembangunan kesehatan melalui Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga.
a. Konsep pendekatan keluarga Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjany dengan mendatangi keluarga. Puskesmas tidak hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam gedung, melainkan juga keluar gedung dengan mengunjungi keluarga di wilayah kerjanya. Keluarga sebagai fokus dalam pendekatan pelaksanaan program Indonesia Sehat karena menurut Friedman (1998), terdapat Lima fungsi keluarga, yaitu: 1. Fungsi afektif (The Affective Function) fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga. 2. Fungsi sosialisasi
14
yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna untuk membina sosialisasi pada anak, membentuk normanorma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga. 3. Fungsi reproduksi (The Reproduction Function) fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga. 4. Fungsi ekonomi (The Economic Function) yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care Function) adalah untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan. Sedangkan tugastugas keluarga dalam pemeliharaan kesehatan adalah: a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarganya, b. Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat, c. Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, d. Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarganya, e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas kesehatan. Pendekatan
keluarga
yang
dimaksud
dalam
pedoman
umum
ini
merupakan
pengembangan dari kunjungan rumah oleh Puskesmas dan perluasan dari upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas), yang meliputi kegiatan berikut: 1. Kunjungan keluarga untuk pendataan/pengumpulan data Profil Kesehatan Keluarga dan peremajaan (updating) pangkalan datanya. 2. Kunjungan keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya promotif dan preventif. 3. Kunjungan keluarga untuk menidaklanjuti pelayanan kesehatan dalam gedung. 4. Pemanfaatan
data
dan
informasi
dari
Profil
Kesehatan
Keluarga
pengorganisasian/pemberdayaan masyarakat dan manajemen Puskesmas.
15
untuk
Kunjungan rumah (keluarga) dilakukan secara terjadwal dan rutin, dengan memanfaatkan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga (family folder). Dengan demikian, pelaksanaan upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) harus diintengrasikan ke dalam kegiatan pendekatan keluarga. Dalam menjangkau keluarga, Puskesmas tidak hanya mengandalkan upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) yang ada sebagaimana selama ini dilaksanakan, melainkan juga langsung berkunjung ke keluarga. Perlu diperhatikan, bahwa pendekatan keluarga melalui kunjungan rumah ini tidak berarti mematikan UKBMUKBM yang ada, tetapi justru untuk memperkuat UKBM-UKBM yang selama ini dirasakan masih kurang efektif. Dengan mengunjungi keluarga di rumahnya, Puskesmas akan dapat mengenali masalahmasalah kesehatan (dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat-PHBS) yang dihadapi keluarga secara lebih menyeluruh (holistik). Individu anggota keluarga yang perlu mendapatkan pelayanan kesehatan kemudian dapat dimotivasi untuk memanfaatkan UKBM yang ada dan/atau pelayanan Puskesmas. Keluarga juga dapat dimotivasi untuk memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan dan berbagai faktor risiko lain yang selama ini merugikan kesehatannya, dengan pendampingan dari kader-kader kesehatan UKBM dan/atau petugas profesional Puskesmas (gambar 3). Untuk itu, diperlukan pengaturan agar setiap keluarga di wilayah Puskesmas memiliki Tim Pembina Keluarga. Pendekatan
keluarga
adalah
pendekatan
pelayanan
oleh
Puskesmas
yang
mengintegrasikan upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM) secara berkesinambungan, dengan target keluarga, didasarkan pada data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga. Tujuan dari pendekatan keluarga adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan komprehensif, meliputi pelayanan promotif dan preventif serta pelayanan kuratif dan rehabilitatif dasar. 2. Mendukung pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) Kabupaten/Kota dan SPM Provinsi, melalui peningkatan akses dan skrining kesehatan. 3. Mendukung pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk men-jadi peserta JKN. 4. Mendukung tercapainya tujuan Program Indonesia Sehat dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019.
b. Keluarga sebagai fokus pemberdayaan Keluarga adalah suatu lembaga yang merupakan satuan (unit) terkecil dari masyarakat, terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Keluarga yang seperti ini disebut rumah tangga 16
atau keluarga inti (keluarga batih). Sedangkan keluarga yang anggotanya mencakup juga kakek dan atau nenek atau individu lain yang memiliki hubungan darah, bahkan juga tidak memiliki hubungan darah (misalnya pembantu rumah tangga), disebut keluarga luas (extended family). Oleh karena merupakan unit terkecil dari masyarakat, maka derajat kesehatan rumah tangga atau keluarga menentukan derajat kesehatan masyarakatnya. Sementara itu, derajat kesehatan keluarga sangat ditentukan oleh PHBS dari keluarga tersebut. Dengan demikian, inti dari pengembangan desa dan kelurahan adalah memberdayakan keluarga-keluarga agar mampu mempraktikkan PHBS. PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Di bidang pencegahan dan penanggulanganvpenyakit serta penyehatan lingkungan harus dipraktikkan perilaku mencuci tangan dengan sabun, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di dalam ruangan, dan lain-lain. Di bidang kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana harus dipraktikkan perilaku meminta pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan, menimbang balita dan memantau perkembangannya secara berkala, memberikan imunisasi dasar lengkap kepada bayi, menjadi aseptor keluarga berencana, dan lain-lain. Di bidang gizi dan farmasi harus dipraktikkan perilaku makan dengan gizi seimbang, minum Tablet Tambah Darah (TTD) selama hamil, memberi bayi Air Susu Ibu saja (ASI eksklusif), dan lain-lain. Sedangkan di bidang pemeliharaan kesehatan harus dipraktikkan perilaku ikut serta dalam jaminan pemeliharaan kesehatan, aktif mengurus dan atau memanfaatkan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM), memanfaatkan Puskesmas dan sarana kesehatan lain, dan lain-lain. PHBS harus dipraktikkan di semua bidang kesehatan masyarakat karena pada hakikatnya setiap masalah kesehatan merupakan hasil perilaku, yaitu interaksi manusia (host) dengan bibit penyakit atau pengganggu lainnya (agent) dan lingkungan (environment). Pemberdayaan masyarakat adalah bagian dari fungsi upaya kesehatan masyarakat (UKM) dari Puskesmas. Karena keluarga merupakan lembaga terkecil dari masyarakat, maka pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari pemberdayaan keluarga. Pemberdayaan masyarakat yang selama ini dilaksanakan di bidang kesehatan dipandu dengan Keputusan Menteri
Kesehatan
Nomor
1529/Menkes/SK/X/ 17
2010
tentang
Pedoman
Umum
Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Dalam pedoman ini disebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat desa/kelurahan merupakan kelanjutan dari pemberdayaan keluarga melalui pengembangan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tatanan rumah tangga. Tujuan dari pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif itu tidak lain adalah terciptanya Desa Sehat dan Kelurahan Sehat. Kegiatan Puskesmas dalam melaksanakan upaya kesehatan perorangan (UKP) tingkat pertama memang dapat menghasilkan individu sehat, yang diukur dengan Indikator Individu Sehat (IIS). Tetapi dengan cara ini saja, Kecamatan Sehat akan sulit dicapai. Melalui pemberdayaan masyarakat desa dan kelurahan di wilayah kerjanya, Puskesmas akan lebih cepat mencapai Kecamatan Sehat. Dengan mengembangkan dan membina desa dan kelurahan, Puskesmas melaksanakan pemberdayaan keluarga dan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan keluarga akan menghasilkan keluarga-keluarga sehat yang diukur dengan Indeks Keluarga Sehat (IKS). Sedangkan pemberdayaan masyarakat desa dan kelurahan akan menghasilkan peran serta masyarakat berupa UKBM seperti Posyandu, Posbindu, Polindes, Pos UKK, dan lain-lain. Sementara itu, kegiatan Puskesmas dalam pelaksanaan pembangunan wilayah berwawasan kesehatan akan menghasilkan tatanan-tatanan sehat, seperti sekolah sehat, pasar sehat, kantor sehat, masjid dan mushola sehat, dan lain-lain yang diukur dengan Indikator Tatanan Sehat (ITS), dan masyarakat sehat yang diukur dengan Indikator Masyarakat Sehat (IMS). Kesemua upaya Puskesmas tersebut akhirnya akan bermuara pada terciptanya Kecamatan Sehat. Pentingnya pendekatan keluarga juga diamanatkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019. Dalam Renstra disebutkan bahwa salah satu acuan bagi arah kebijakan Kementerian Kesehatan adalah penerapan pendekatan pelayanan kesehatan yang terintegrasi dan berkesinambungan (continuum of care). Hal ini berarti bahwa pelayanan kesehatan harus dilakukan terhadap seluruh tahapan siklus hidup manusia (life cycle), sejak masih dalam kandungan, sampai lahir menjadi bayi, tumbuh menjadi anak balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa muda (usia produktif), dan akhirnya menjadi dewasa tua atau usia lanjut. Untuk dapat melaksanakan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan terhadap seluruh tahapan siklus hidup manusia, maka fokus pelayanan kesehatan harus pada keluarga. Dalam pemberian pelayanan kesehatan, individuindividu harus dilihat dan diperlakukan sebagai bagian dari keluarganya. Melalui pendekatan keluarga, yaitu mengunjungi setiap keluarga di wilayah kerja, diharapkan Puskesmas dapat menangani masalah-masalah kesehatan dengan pendekatan siklus hidup (life cycle). Dengan demikian, upaya mewujudkan Keluarga Sehat menjadi titik 18
awal terwujudnya masyarakat sehat. Hal ini berarti pula bahwa keberhasilan upaya membina PHBS di keluarga merupakan kunci bagi keberhasilan upaya menciptakan kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu, Indikator Keluarga Sehat sebaiknya dapat sekaligus digunakan sebagai Indikator PHBS.
c. Pelaksanaan pendekatan keluarga Yang dimaksud satu keluarga adalah satu kesatuan keluarga inti (ayah, ibu, dan anak) sebagaimana dinyatakan dalam Kartu Keluarga. Jika dalam satu rumah tangga terdapat kakek dan atau nenek atau individu lain, maka rumah tangga tersebut dianggap terdiri lebih dari satu keluarga. Untuk menyatakan bahwa suatu keluarga sehat atau tidak digunakan sejumlah penanda atau indikator. Dalam rangka pelaksanaaan Program Indonesia Sehat telah disepakati adanya 12 indikator utama untuk penanda status kesehatan sebuah keluarga. Kedua belas indikator utama tersebut adalah sebagai berikut. 1. Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB) 2. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan 3. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap 4. Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif 5. Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan 6. Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar 7. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur 8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan 9. Anggota keluarga tidak ada yang merokok 10. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 11. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih 12. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat Berdasarkan indikator tersebut, dilakukan penghitungan Indeks Keluarga Sehat (IKS) dari setiap keluarga. Sedangkan keadaan masing-masing indikator, mencerminkan kondisi PHBS dari keluarga yang bersangkutan. Dalam pelaksanaan pendekatan keluarga ini tiga hal berikut harus diadakan atau dikembangkan, yaitu: 1. Instrumen yang digunakan di tingkat keluarga. 2. Forum komunikasi yang dikembangkan untuk kontak dengan keluarga. 3. Keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra Puskesmas.
19
Instrumen yang diperlukan di tingkat keluarga adalah sebagai berikut. 1. Profil Kesehatan Keluarga (selanjutnya disebut Prokesga), berupa family folder, yang merupakan sarana untuk merekam (menyimpan) data keluarga dan data individu anggota keluarga. Data keluarga meliputi komponen rumah sehat (akses/ketersediaan air bersih dan akses/penggunaan jamban sehat). Data individu anggota keluarg mencantumkan karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, dan lain-lain) serta kondisi
individu
yang bersangkutan:
mengidap penyakit
(hipertensi,
tuberkulosis, dan gangguan jiwa) serta perilakunya (merokok, ikut KB, memantau pertumbuhan dan perkembangan balita, pemberian ASI eksklusif, dan lain-lain). 2. Paket Informasi Keluarga (selanjutnya disebut Pinkesga), berupa flyer, leaflet, buku saku, atau bentuk lainnya, yang diberikan kepada keluarga sesuai masalah kesehatan yang dihadapinya. Misalnya: Flyer tentang Kehamilan dan Persalinan untuk keluarga yang ibunya sedang hamil, Flyer tentang Pertumbuhan Balita untuk keluarga yang mempunyai balita, Flyer tentang Hipertensi untuk mereka yang menderita hipertensi, dan lain-lain. Forum komunikasi yang digunakan untuk kontak dengan keluarga dapat berupa forumforum berikut. 1. Kunjungan rumah ke keluarga-keluarga di wilayah kerja Puskesmas. 2. Diskusi kelompok terarah (DKT) atau biasa dikenal dengan focus group discussion (FGD) melalui Dasa Wisma dari PKK. 3. Kesempatan konseling di UKBMUKBM (Posyandu, Posbindu, Pos UKK, dan lainlain). 4. Forum-forum yang sudah ada di masyarakat seperti majelis taklim, rembug desa, selapanan, dan lain-lain. Sedangkan keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra dapat diupayakan dengan menggunakan tenagatenaga berikut. 1. Kader-kader kesehatan, seperti kader Posyandu, kader Posbindu, kader Poskestren, kader PKK, dan lain-lain. 2. Pengurus organisasi kemasyarakatan setempat, seperti pengurus PKK, pengurus Karang Taruna, pengelola pengajian, dan lain-lain.
20
d. Pendekatan keluarga sebagai kunci keberhasilan Banyak bukti yang menunjukkan bahwa pendekatan keluarga mutlak harus dilakukan untuk melengkapi dan memperkuat pemberdayaan masyarakat. Data Riskesdas menunjukkan hal itu. Sebagai contoh berikut ini disajikan bukti tentang pentingnya pendekatan keluarga dalam penanggulangan stunting dan pengendalian penyakit tidak menular. 1. Pendekatan Keluarga dalam penanggulangan stunting, Riskesdas tahun 2013 menemukan bahwa proporsi bayi yang lahir stunting (panjang badan <48 cm) adalah sebesar 20,2%, sementara pada kelompok balita terdapat 37,2% yang menderita stunting. Ini menunjukkan bahwa dalam perjalanan dari saat lahir ke balita, terjadi pertumbuhan yang melambat, sehingga proporsi stunting justru bertambah. Untuk menanggulangi stunting, harus dilakukan deteksi dan intervensi sedini mungkin. Yaitu
dengan
melakukan
pemantauan
pertumbuhan
secara
ketat,
melalui
penimbangan bayi/balita di Posyandu setiap bulan. Akan tetapi, ternyata data Riskesdas menunjukkan bahwa proporsi balita yang tidak pernah ditimbang selama 6 bulan terakhir cenderung meningkat, yaitu dari 25,5% pada tahun 2007 menjadi 34,3% pada tahun 2013. Jadi jika kita hanya mengandalkan Posyandu, maka masih ada sepertiga jumlah bayi/balita yang tidak terpantau. Oleh karena itu, mereka yang tidak datang ke Posyandu harus dikunjungi ke rumahnya. Jelas bahwa pendekatan keluarga mutlak harus dilakukan, bila kita ingin deteksi dini stunting terlaksana dengan baik. 2. Salah satu penyakit tidak menular yang cukup penting dalam Pendekatan Keluarga adalah hipertensi (tekanan darah tinggi). Prevalensi hipertensi pada orang dewasa menurut Riskesdas tahun 2013 adalah 25,8% atau sama dengan 42,1 juta jiwa. Dari sejumlah itu baru 36,8% yang telah kontak dengan petugas kesehatan, sementara sisanya sekitar 2/3 tidak tahu kalau dirinya menderita hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa bila tidak menggunakan pendekatan keluarga, 2/3 bagian atau sekitar 28 juta penderita hipertensi tidak akan tertangani. Sekali lagi, hal ini menunjukkan bahwa pendekatan keluarga mutlak harus dilakukan bila kita ingin pengendalian penyakit hipertensi berhasil.
21
2.2 Perkembangan Keluarga Dewasa 2.2.1 Pengertian Perkembangan Keluarga Dewasa Masa ini sering disebut adult, masa dewasa, masa dimana usia sudah berkisar ke angka di atas 21 tahun. Masa dewasa merupakan periode yang penuh tantangan, penghargaan dan krisis. Selain itu masa dimana mempersiapkan masa depan, penentu karier dan masa usia memasuki dunia pekerjaan dan masa dunia perkarieran, masa mempersiapkan punya keturunan dan masa usia matang, masa penentuan kehidupan, dan prestasi kerja di masyarakat, masa merasa kuat dalam hal fisik, masa energik, masa kebal, masa jaya dan masa merasakan hasil perjuangan
2.2.2 Fase dalam Keluarga Dewasa Masa dewasa ditandai kemampuan produktif dan kemandirian. Menurut Prof. Dr. A.E Sinolungan (1997), masa dewasa dapat di bagi dalam beberapa fase yaitu: 1.
Fase dewasa awal Fase dewasa awal (20/21-24 tahun), seorang mulai bekarya dan mulai melepaskan ketergantungan kepada orang lain. Tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal yaitu: a.
mereka mendapat pengawasan dari orang tua
b.
mereka mulai mengembangkan persahabatan yang akrab dan hubungan yang intim di luar
2.
c.
mereka membentuk seperangkat nilai pribadi
d.
mereka mengembangkan rasa identitas pribadi
e.
mereka mempersiapkan untuk kehidupan kerja
Fase Dewasa tengah Fase dewasa tengah (25-40 tahun) ditandai sikap mantap memilih teman hidup dan membangun keluarga. Dewasa tengah menggunakan energy sesuai kemampuannya untuk menyesuaikan konsep diri dan citra tubuh terhadap realita fisiologis dan perubahan pada penampilan fisik. Harga diri yang tinggi, citra tubuh yang bagus dan sikap posiif terhadap perubahn fisiologis muncul jika orang dewasa mengikuti latihan fisik diet yang seimbang, tidur yang adekuat dan melakukan hygiene yang baik. a. Teori-teori tentang masa dewasa tengah 1) Teori Erikson 22
Menurut teori perkembangan Erikson, tugas perkembangan yang utama pada usia baya adalah mencapai generatifitas (Erikson, 1982). Generatifitas adalah keinginan untuk merawat dan membimbing orang lain. Dewasa tengah dapat mencapai generatifitas dengan anak-anaknya melalui bimbingan dalam interaksi sosial dengan generasi berikutnya. Jika dewasa tengah gagal mencapai generatifitas akan terjadi stagnasi. Hal ini ditunjukkan dengan perhatian yang berlebihan pada dirinya atau perilaku merusak anak-anaknya dan masyarakat. 2) Teori Havighurst Teori perkembangan
Havighurst telah diringkas dalam
tujuh
perkembangan untuk orang dewasa tengah (Havighurst, 1972). Tugas perkembangan tersebut meliputi: a) Pencapaian tanggung jawab social orang dewasa b) Menetapkan dan mempertahankan standar kehidupan c) Membantu anak-anak remaja tanggung jawab dan bahagia d) Mengembangkan aktivitas luang e) Berhubungan dengan pasangannya sebagai individu f) Menerima
dan
menyesuaikan
perubahan
fisiologis
pada
usia
pertengahan g) Menyesuaikan diri dengan orang tua yang telah lansia. b. Tahap-tahap perkembangan 1) Perkembangan fisiologis Perubahan ini umumnya terjadi antara usia 40-65 tahun. Perubahan yang paling terlihat adalah rambut beruban, kulit mulai mengerut dan pinggang membesar. Kebotakan biasanya terjadi selama masa usia pertengahan, tetapi juga dapat terjadi pada pria dewasa awal. Penurunan ketajaman penglihatan dan pendengaran sering terlihat pada periode ini. 2) Perkembangan kognitif Perubahan kognitif pada masa dewasa tengah jarang terjadi kecuali karena sakit atau trauma. Dewasa tengah dapat mempelajari keterampilan dan informasi baru. Beberapa dewasa tengah mengikuti program pendidikan dan kejuruan untuk mempersiapkan diri memasuki pasar kerja atau perubahan pekerjaan. 23
3) Perkembangan psikosial Perubahan psikososial pada masa dewasa tengah dapat meliputi kejadian yang diharapkan, perpindahan anak dari rumah, atau peristiwa perpisahan dalam pernikahan atau kematian teman. Perubahan ini mungkin mengakibatkan stress yang dapat mempengaruhi seluruh tingkat kesehatan dewasa.
3. Fase dewasa akhir Fase dewasa akhir (41-50/55tahun) ditandai karya produktif, suksessukses berprestasi dan puncak dalam karier. Sebagai patokan, pada masa ini dapat dicapai kalau status pekerjaan dan sosial seseorang sudah mantap. Masalah-masalah yang mungkin timbul yaitu: a. Menurunnya keadaan jasmaniah b. Perubahan susunan keluarga c. Terbatasnya kemungkinan perubahan-perubahan baru dalam bidang pekerjaan atau perbaikan kesehatan yang lalu d. Penurunan fungsi tubuh Selain itu, masa dewasa akhir adalah masa pensiun bagi bagi pegawai menghadapi sepi dan masa masamemasuki pensiun. Biasanya ada PPS ( Post Power Sindrom) misalnya biasa seseorang menjabat kemudian tidak, rasanya ada perasaan down sindrom. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengawasan tugas perkembangan ini, individu mengalami PPS. Misalnya penghalangnya adalah: 1. Tingkat perkembangan yang mundur 2. Tidak ada kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan 3. Tidak ada motivasi 4. Kesehatan yang buruk 5. Cacat tubuh 6. Tingkat kecerdasan yang rendah 7. Tingkat adaptasi yang jelek 8. Selain itu, masa dewasa akhir Masa pensiun bagi bagi pegawai menghadapi sepi dan masa masamemasuki pensiun. Biasanya ada PPS ( Post Power Sindrom) misalnya 24
biasa seseorang menjabat kemudian tidak, rasanya ada perasaan down sindrom, adanya penyakit kronis. Tingkat ketidakmampuan dan persepsi klien pada penyakit dan ketidakmampuan menentukan sampai mana perubahan gaya hidup akan terjadi. 9. Tingkat kesejahteraan Perawat mengkaji status kesehatan pada klien dewasa tengah. Pengkajian tersebut member arah untuk merencanakan asuhan keperawatan dan berguna dalam mengevaluasi keefektifan intervensi keperawatan. 10. Membentuk kebiasaan sehat yang positif Kebiasaan adalah sikap atau perilaku seseorang yang biasa dilakukan. Pola perilaku ini didorong oleh seringnya pengulangan sehingga menjadi cara perilaku individu yang biasa.
2.2.3 Tahap Perkembangan Keluarga dengan Dewasa Menurut Erikson, tugas perkembangan yang utama pada usia baya adalah mencapai generatifitas (Erikson, 1982). Generatifitas adalah keinginan untuk merawat dan membimbing orang lain. Dewasa tengah dapat mencapai generatifitas dengan anak-anaknya melalui bimbingan dalam interaksi sosial dengan generasi berikutnya. Jika dewasa tengah gagal mencapai generatifitas akan terjadi stagnasi. Hal ini ditunjukkan dengan perhatian yang berlebihan pada dirinya atau perilaku merusak anak-anaknya dan masyarakat. Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu; dan apabila berhasil mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan perkembangan selanjutnya juga akan mengalami kesulitan Masa Usia Dewasa 1. Menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik dan fisiologis 2. Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai individu 3. Membantu anak-anak remaja belajar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan berbahagia 4. Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir pekerjaan 5. Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang yang dewasa 6. Mencapai tanggung jawab sosial dan warga Negara secara penuh. 7. Menyesuaikan diri dengan orang tua yang telah lansia. 25
26
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
3.1 Pengkajian Pengkajian adalah suatu tahapan dimana seorang perawat mengambil informasi secara terus menerus terhadap anggota keluarga yang dibinanya. Sumber informasi dan tahapan pengkajian dapat menggunakan metode: a.
Wawancara keluarga
b.
Observasi fasislitas rumah
c.
Pemeriksaan fisik dari anggta keluarga dari ujung rambut ke ujung kaki.
d.
Data sekunder, contoh: hasil laboratorium, hasil X-ray, pap smear dan sebagainya.
Hal hal yang perlu dikaji dalam keluarga meliputi : a.
Data umum
Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi : 1) Nama kepala keluarga 2) Alamat dan telepon 3) Pekerjaan kepala keluarga 4) Pendidikan kepala keluarga 5) Komposisi keluarga Genogram Simbol-simbol yang biasa digunakan:
Laki-laki
Menikah
Perempuan
Identifikasi klien
Pisah
Cerai
meninggal
Cerai
Tipe keluarga Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala atau masalah-masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut. Tipe bangsa Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait dengan kesehatan. 27
Agama Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan. Status sosial ekonomi keluarga Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepela keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu status sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang dimiliki oleh keluarga. Aktivitas rekreasi keluarga Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan saja keluarga pergi bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu namun denganmenonton TV dan mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi.
b.
Riwayat dan tahap perkembangan keluarga 1) Tahap perkembangan keluarga saat ini Tahap perkembangan keluarga ditenrukan dengan anak tertua dari keluarga inti. Contoh : keluarga bapak A mempunyai 2 orang anak, anak pertama berumur 7 tahun dan anak ke dua berumur 4 tahun, maka keluarga bapak A beradapada tahapan perkembangan keluarga dengan usia anak sekolah. 2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi Menjelaskan mengenai tugas perkembngan yang belum terpenuhi oleh keluarga serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi. 3) Riwayat keluarga inti Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, yang meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga, perhatian terhadap pencegahan penyakit (status imunisasi), sumber pelayanan kesehatanyang biasa digunakan keluarga serta pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan kesehatan. 4) Riwayat keluarga sebelumnya Dijelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari pihak suami istri.
28
c.
Pengkajian lingkungan 1) Karakteristik rumah Karakteristik rumah diidentiikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela pemanfaatan ruangan, peletakan perabotan rumah tangga, jenis septik tank, jarak septik tank dengan sumber air, air minum yang digunakan serta denah rumah. 2) Karakteristik tetangga dan komunitas RW Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas setempat, yang meliputi kebiasaan, lingkunagan fisik, aturan/kesepakatan penduduk setempat, budaya setempat yang mempengaruhi kesehatan. 3) Mobilitas geografis keluarga Mobilitas geigrafis keluarga ditentukan dengan kebiasaan keluarga berpindah tempat. 4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat Mennjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana keluarga interkasinya dengan masyarakat. 5) Sistem pendukung keluarga Yang termasuk pada sistem pendukung keluarga adalh jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang kesehatan. Fasilitas mencakup fasilitas fisik, fasilitas psikologis atau dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial atau dukungan dari masyarakat setempat.
d.
Struktur keluarga 1) Pola komunikasi keluarga Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota keluarga.
Apakah mayoritas pesan anggota keluarga sesuai isi dan instruksi ?
Apakah anggota keluarga mengutarakan kebutuhan-kebutuhan dan perasaanperasaan mereka dengan jelas ?
Apakah anggota keluarga memperoleh dan memeriksakan respons dengan baik terhadap pesan ?
Apakah anggota keluarga medengar dan mengikuti pesan ?
Bahasa apa yang digunakan dalam keluarga ?
29
Apakah keluarga berkomunikasi secara langsung atau tidak langsung ?
Bagaimana pesan-pesan emosional (afektif) dismapaikan dalam keluarga ? (langsung atau tidak langsung)
Jenis-jenis emosi apa yang di sampaikan dalam keluarga ?
Apakah emosi-emosi yang disampaikan bersifat negatif, positif atau keduanya ?
Pola-pola umum apa yang digunakan menyampaikan pesan-pesan penting ? (langsung atau tidak langsung)
Jenis-jenis disfunggsional komunikasi apa yang nampak dalam pola-pola komunikasi keluarga ?
Adakah hal-hal atau masalah dalam keluarga yang tertutup untuk didiskusikan ?
2) Struktur kekuatan keluarga Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan memepengaruhi otang lain untuk mengubah perilaku. 3) Struktur peran Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik secara formal maupun informal.
Struktur peran formal: posisi peran formal apa pada setiap anggota keluarga, gambarkan bagaimana setiap anggota keluarga melakukan peran-peran formal mereka. Adakah konflik peran dalam keluarga
Struktur peran informal: adakah peran-peran informal dalam keluarga, siapa yang memainkan peran-peran tersebut, berapa kali peran-peran tersebut sering dilakukan atau bagaimana peran tersebut dilaksanakan secra konsisten? Tujuan peran-peran informal yang dijalankan keluarga apa?
4) Nilai atau norma keluarga Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang berhubungna dengan kesehatan.
e.
Fungsi keluarga
1) Fungsi efektif Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran dari anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukunga keluarga terhadap anggota keluarga lainnya, 30
bagaimana kehangtan tercipta pada anggota keluarga, dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling menghargai. 2) Fungsi sosialisasi Hal yang perlu dikaji bagaimana interaksi atau hubungandalam keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya dan perilaku. 3) Fungsi perawatan kesehatan Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanaa, pakaian, perlindungan serta merawat anggota keluargayang sakit. Sejauh mana pengetahuan keluarga mengenai sehat sakit. Kesanggupa keluarga didalam melaksanakan perawata kesehatan dapat dilihat dari kemampuankeluaraga melaksanakan 5 tugas kesehatan keluarga, yaitu keluaraga mampu mengenal maslah kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan, melkaukan perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit, menciptakan lingkungan yang dpat meningkatkan kesehatan, danmkeluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapa dilingkungan setempat. Hal-hal yang dikaji sejauhmana keluarga melakukan pemenuha tuegas perawtan keluarga adalah: a) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal maslah kesehata, yang perlu dikaji adalah sejuahmana keluarga mengetahui mengenai fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan yang mempengaruhinya serta persepsi keluarga terhadap masalah. b) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan kesehata yang tepat, hal yang perlu dikaji adalah:
Sejauhmana kemampuan keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah
Apakah masalah kesehatan dirasakan oleh keluarga
Apakah keluarga merasa meyerah terhadap masalah yang dialami
Apakah keluarga merasa takut akan akibat dari tindakan pentakit
Apakah kelurga mempunyai sikap negatif terhadap masalah kesehatan
Apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang ada
Apakah keluarga kurang percaya terhadap tenaga kesehatan
Apakah keluarga mendapat informasi yang salah terhadap tindakan dalam megatasi masalah.
31
c) Untuk mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, yang perlu dikaji adalah :
Sejauhmana keluarga mengetahui keadaan penyakit (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosa, dan cara perawatannya)
Sejauhmana keluarga mengetahui tentang sikap dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.
Sejauhmana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk perawatan.
Sejauhmana keluarga mengetahui sumber-sumber yang ada dalam keluarga
(anggota
keluarga
yang
bertanggung
jawab,
sumber
keuangan/financial, fasilitas fisik,, psikososial)
Bagaimana sikap keluarga terhadap yang sakit.
d) Untuk mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang sehat, hal yang pelu dikaji adalah :
Sejauhmana keluarga mengetahui sumber-sumber keluarga yang dimiliki
Sejauhmana
keluarga
melihat
keuntungan/manfaat
pemeliharaan
lingkungan
Sejauhmana keluarga mengetahui pentingnya hygene sanitasi
Sejauhmana keluarga mengetahui upaya pencegahan penyakit
Sejauhmana sikap/pandangan keluarga terhadap hygene sanitasi
Sejauhmana kekompakan antar anggot keluarga
e) Untuk
mengetahui
sejauhmana
kemampuan
keluarga
menggunakan
fasilitas/pelayanan kesehatan di masyarakat , hal yang perlu dikaji adalah :
Sejauhmana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan
Sejauhmana keluarga memahami keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari fasilitas kesehatan
Sejauhmana tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas dan fasilitas kesehatan
Apakah fasilitas kesehataan yang ada terjangkau oleh keluarga.
4) Fungsi reproduksi Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah : a) Berapa jumlah anak b) Bagaimana keluarga merencanakan jumlah anggota keluarga 32
c) Metode apa yang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan jumlah anggota keluarga 5) Fungs ekonomi Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah: a)
Sehauhmana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan
b) Sejauhmana keluarga memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga a.
Fungsi pendidikan Menjelaskan upaya yang dilakukan keluarga dalam pendidikan selain upaya yang diperoleh dari sekolah atau masyarakat sekitar.
b.
Fungsi religius Menjelaskan tentang kegiatan keagamaan yang dipelajari dan dijalankan oleh keluarga yang berhubungan dengan kesehatan.
c.
Fungsi rekreasi Menjelaskan kemampuan keluarga dan kegiatan keluarga untuk melakukan rekreasi secara bersama baik di luar dan di dalam rumah, juga tentang kuantitas yang dilakukan.
f.
Stress dan koping keluarga 1) Stessor jangka pendek dan panjang a)
Stressor jangka pendek yaitu stressor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu kuran lebih 2 bulan
b) Stressor jangka panjang yaitu stressor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan 2) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/stressor Hal
yang perlu dikaji adalah sejauhmana keluarga berespon
terhadap
situasi/stressor. 3) Strategi koping yang digunakan Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan. 4) Strategi adaptasi disfungsional Dijelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan.
33
g.
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang digunakan pada pemeriksaan fisik berbeda dengan pemeriksaan fisik di klinik.
h.
Harapan keluarga Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga terhadap petugas kesehatan yang ada.
3.2 Perumusan Diagnosis Keperawatan Keluarga Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai individu, keluarga atau masyarakat yang diperoleh melalui suatu proses pengumpulan data dan analisis cermat dan sistematis, memberikan dasar untuk menetapkan tindakan-tindakan dimana perawat bertanggng adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual atau potensial. Diagnosis keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang didapatkan pada pengkajian. Diagnosa keperawatan keluarga dianalisis dari hasil pengkajian terhadap adanya masalah dalam tahap perkembangan keluarga, lingkungan keluarga, struktur keluarga, fungsifungsi keluarga dan koping keluarga dan berdasarkan kemampuan dan sumber daya keluarga. a.
Perumusan diagnosa keperawatan Perumusan diagnosis keperawatan keluarga dapat diarahkan pada sasaran idividu atau keluarga. Komponen diagnosis keperawatan meliputi masalah (problem), penyebab (etiologi) dan atau tanda (sign).
Tipologi dari diagnosis keperawatan: 1.
Aktual (terjadi defisit/gangguan kesehatan) Dari hasil pengkajian didapatkan data mengenai tanda dn gejala dari gangguan kesehatan.
Contoh:
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan pada balita (Anak N), keluarga bapak Y “berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan gangguan mobilisasi”.
Keterbatasan pergerakan pada lanjut usia (Ibu Y) keluarga Bapak A berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan keterbatasan gerak (rematik).
34
Perubahan peran dalam keluarga (Bapak A) berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah peran sebagai suami.
2.
Risiko (ancaman kesehatan) Sudah ada data yang namun belum terjadi gangguan, misalnya : lingkungan rumah yang kurang bersih, pola makan yang tidak adekuat, stimulasi tumbuh kembang yang tidak adekuat.
Contoh:
Risiko terjadi konflik pada bapak I berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah komunikasi
Risiko gangguan perkembangan pada balita (Anak N) keluarga bapak Y berhubungan dengan dengan ketidakmampuan keluarga melakukan stimulasi terhadap balita
Risiko gangguan pergerakan pada lansia (Ibu Y) keluarga Bapak A berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan keterbatasan gerak
3.
Potensial (keadaan sejahtera/”wellness”) Suatu keadaan dimana keluarga dalam keadaan sejahtera sehingga kesehatan keluarga dapat ditingkatkan.
Contoh:
Potensial terjadi peningkatan kesejahteraan pada ibu hamil (Ibu M) keluarga Bapak K.
Potensial peningkatan status kesehatan pada bayi keluarga Bapak X.
Potensial peningkatan status kesehatan pada pasangan baru menikah keluarga Bapak I.
Daignosa yang sering muncul dalam asuhan keperawatan kelurga menurut NANDA: a.
Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah lingkungan 1) Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah Adalah suatu kondisi dimana keluarga mengalami atau berisiko mengalami kesulitan mempertahankan kebersihan dan menjaga lingkungan rumah. 2) Risiko cedera Suatu kondisi dimana keluarga mempunyai resiko yang merugikan yang disebabkan kurangnya kesadaran terhadap bahaya lingkungan atau usia maturasi. 3) Resiko infeksi
35
Kondisi dimana keluarga beresiko menularkan agen-agen patogen ke anggota yang lain. b.
Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah struktur komunikasi 1) Komunikasi keluarga disfungsional Keadaan dimana keluarga mengalami atau beresiko terhadap penurunan untuk mengirim atau menerima pesan.
c.
Diagnosa keperawatan keluarga pada maslah struktur peran 1) Berduka dan diantisipasi 2) Berduka disfungsional 3) Isolasi sosial 4) Perubahan dalam proses keluarga (dampak adanya orang yang sakit terhadap keluarga) 5) Proses keluarga terhenti 6) Resiko terhadap kerusakan kedekatan orang tua/bayi/anak 7) Resiko ketegangan peran pemberi perawatan 8) Penampilan peran tidak efektif
d.
Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah fungsi sosial 1) Perubahan perkembangan 2) Kurang pengetahuan 3) Isolassi sosial 4) Kerusakan interaksi sosial 5) Resiko kekerasan terhadap orang lain 6) Resiko kekerasan terhadap diri 7) Konflik peran orang tua
e.
Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah fungsi perawatan kesehatan 1) Manajemen regimenterapeutik keluarg tidak efektif 2) Kerusakan pemeliharaan rumah 3) Perilaku mencari kesehatan 4) Pemeliharaan kesehatan tidak efektif
f.
Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah koping 1) Koping keluarga melemah 2) Kesiapan dalam peningkatan koping keluarga 3) Koping keluarga cacat 36
4) Resiko berduka disfungsional.
3.3 Perencanaan Keperawatan Keluarga Apabila masalah kesehatan ataupun masalah keperawatan telah teridentifikasi, maka langkah selanjutnya adalah menyusun rencana keperawatan sesuai dengan urutan prioritas masalahnya. Rencana keperawatan keluarga adalah merupakan kumpulan tindakan yang direncanakan oleh perawat untuk dilsksankan dalam menyelesaikan atau mengatasi masalah keshatan/ maslah keperawatan yang telah diidentifikasi. Rencana keperawatan yang berkualitas akan menjamin keberhasilan dalam mencapai tujuan serta penyeleaian masalah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengenbangkan keperawatan kluarga : 1) Rencana keperawatan harus didasarkan atas analisa yang menyeluruh tentang masalahatau situasi keluarga. 2) Rencana yang baik harus realistik, artinya dapat dilaksanakandan dapat menghasilkan apa yang diharapkan. 3) Rencana keperawatan harus sesuai dengan tujuan dan falsafah instansi kesehatan. Misalnya bila instansi kesehatan pada daerah tersebut tidak memungkinkan pemberian pelayanan cuma-Cuma maka perawat harus mempertimbangkan hal tersebut dalam menyususn perencanaan 4) Rencana keperawatan dibuat bersama dengan keluarga. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa perawat perawat bekerja bersama keluarga bukan untuk keluarga. 5) Sebaiknya rencana keperawatan dibuat secara tertulis hal ini selain berguna untuk perawat juga berguna untuk anggota tim kesehatan lainnya, khususnya dalam mengingat perencanaan yang telah disusun untuk keluarga tersebut. Disamping itu juga dapat membantu dalam mengevaluasi perkembangan masalah keluarga.
Langkah-langkah dalam menembangkan rencana keperawatan keluarga: 1.
Menentukan sasaran atau goal Sasaran adalah tujuan umum yang merupakan tujuan akhir yang akan dicapai melalui segala upaya. Jika keluarga mengerti dan menerima sasaran yang telah ditentukan diharapkan mereka dapat berpartisipasi secara aktif dalam mencapai sasaran tersebut. Contoh: setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mampu merawat anggota kelaurga yang menderita hipertensi
2.
Menentukan tujuan atau objektif
37
Objektif merupakan pernyataan yang lebih spesifik atau lebih terperinci tentang hasil yang diharapkan dari tindakan perawatan yang akan dilakukan. Ciri tujuan atau objektif yang baik adalah : spesifik, dapat di ukur, dapat dicapai, realistik dan ada batasan waktu. Contoh: seteleh dilakukan tindakan keperawatan diharapkan anggota keluarga yang sakit hipertensi mengerti tentang cara pencegahan dan pengobatan hipertensi dan tekanan darah : 120/80 mmHg. 3.
Menentukan pendekatan dan tindakan keperawatan yang akan dilakukan Dalam menilih tindakan keperawatan sangat tergantung kepeda sifat masalahdan sumber-sumber yang tersedia untuk memecahkan masalah. Dalam perawatan kesehatan keluarga tindakan keperawatan yang dilakukan ditujukan untuk mengurangi atau mnghilangkan sebab-sebab yang mengakibatkan timbulnya ketidaksanggupan keluarga dalam melaksanakan tugas-tugas kesehatan. Perawat dapat melekukan tindakan keperawatan dalam rangka menstimulasi kesadaran dan penerimaanterhadap masalah atau kebutuhan kesehatan keluarga dengan jalan : a.
Memperluas informasi atau pengetahuan keluarga
b.
Membantu keluarga untuk melihat dampak atau akibat dari situasi yang ada
c.
Menghubungkan antara kebutuhan kesehatan dengan sasaran yang telah ditentukan
d.
Menunjang sikap atau emosi yang sehat dalam menghadapi masalah.
Perawat dalam menolong keluarga agar dapat menentukan keputusan yang tepat dalam rangka menyelesaikan masalahnya, dapat melakukan tindakan antara lain : a.
Mendiskusikan tentang konsekuensi yang akan timbul jika tidak melakukan tindakan
b.
Memperkenalkan kepada keluarga tentang alternatif kemungkinan yang dapat diambil serta sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan alternatif tersebut
c.
Mendiskusikan dengan keluarga tentang manfaat dari masing-masing alternatif atau tindakan.
Untuk meningkatkan kepercayaan diri keluarga dalam memberikan keperawatan terhadap anggota keluarga yang sakit, perawat dapat melakukan tindakan antara lain : a.
Mendemonstrasikan tindakan yang dipperlukan
b.
Memanfaatkan fasilitas atau sarana yang ada dirumah keluarga
38
c.
Menghindarkan hal-hal yang mengganggu keberhasilan keluarga dalam merujuk pasien pasien atau mencari pertolongan kepada tim kesehatan yang ada.
Perawat dapat meningkatkan kemampuan keluarga dalam rangka menciptakan lingkungan yang menunjang kesehatan keluarga antara lain dengan cara : a.
Membantu mencari cara untuk menghindarkan adanya ancaman kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga
b.
Membantu keluarga dalam rangka memperbaiki fasilitas fisik yang sudah ada
c.
Menghindarkan ancaman psikologis dalam keluarga antara lain dengan cara memperbaiki pola komunikasi keluarga, memperjelas masing-masing anggota dan lain-lain.
d.
Mengembangkan kesanggupan keluarga dalam rangka penemuan kebutuhan psikososial.
Agar dapat membantu keluarga dalam rangka memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada, maka perawat harus mempunyai pengetahuan yang luas dan tepat tentang sumber daya yang ada dimasyarakat dan cara memanfaatkannya. Sumber-sumber yang terdapat dimasyarakat antara lain : instansi-instansi kesehatan, program-program peningkatan kesehatan, organisasi-organisasi masyarakat. 4.
Menentukan kriteria dan standart kriteria Kriteria merupakan tanda atau indikator yang digunakan untuk mengukur pencapaian tujuan, sedangkan standart menunjukan tingkat perfomance yang diinginkan untuk membandingkan bahwa perilaku yang menjadi tujuan tindakan keperawatan telah tercapai. Pernyataan tujuan yang tepat akan menentukan kejelasan kriteria dan standart evaluasi. Sebagai contoh : a.
Tujuan Sesudah perawat kesehatan masyarakat melakukan kunjungan rumah, keluarga akan memanfaatkan puskesmas atau poliklinik sebagai tempat mencari pengobatan.
b.
Kriteria Kunjungan ke puskesmas atau poliklinik.
c.
Standart Ibu memeriksakan kehamilannya ke puskesmas atau poliklinik, keluarga membawa berobat anaknya yang sakit ke puskesmas.
39
3.4 Implementasi Tahapan pelaksanaan keperawatan keluarga Pelaksanaan merupakan salah satu tahap dari proses keperawatan keluarga dimana perawat mendapatkan kesempatan untuk membangkitkan minat keluarga untuk mengadakan perbaikan kearah perilaku hidup sehat. Adanya kesulitan, kebingungan, ketidakmampuan yang dihadapi keluarga, hal tersebut harus menjadikan suatu perhatian, sehingga perawat diharapkan dapat memberikan kekuatan dan membantu mengembangkan potensi-potensi yang ada sehingga keluarga dapat mempunyai kepercayaan diri dan mandiri dalam menyelesaikan masalah. Dalam kondisi ini untuk membangkitkan minat keluarga dalam berperilaku hidup sehat, maka perawat harus memahami teknik-teknik motivasi. Tindakan keperawatan keluarga mencakup hal-hal dibawah ini : a.
Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan kebutuhan kesehatan dengan cara : memberikan informasi, mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan dan mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah.
b.
Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara cara perawatan yang tepat dengan cara : mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan, mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga dan mendiskusikan tentang konsekuensi tiap tindakan.
c.
Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit dengan cara : mendemonstrasikan cara perawatan, menggunakan alat dan fasilitas yang ada dirumah dan mengawai keluarga melakukan perawatan.
d.
Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat lingkungan menjadi sehat dengan cara : menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga dan melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin.
e.
Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada, dengan cara : mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada dilingkungan keluarga dan membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
Faktor penyulit dari keluarga yang dapat menghambat minat keluarga untuk bekerjasama melakukan tindakan kesehatan : a.
Keluarga kurang memperoleh informasi yang jelas atau mendapatkan informasi tetapi keliru
b.
Keluarga mendapatkan informasi tidak lengkap, sehingga mereka melihat masalah hanya sebagian.
40
c.
Keliru tidak dapat mengkaitkan antara informasi yang diterima dengan situasi yang dihadapi
d.
Keluarga tidak mau menghadapi situasi.
e.
Anggota keluarga tidak mau melawan tekanan dari keluarga atau sosial
f.
Keluarga ingin mempertahankan suatu pola tingkah laku
g.
Keluarga gagal mengkaitkan tindakan dengan sasaran atau tujuan upaya keperawatan.
h.
Kurang percaya dengan tindakan yang diusulkan perawat.
Kesulitan dalam tahap pelaksanaan dapat pula diakibatkan oleh faktor-faktor yang berasal dari petugas, antara lain : 1.
Petugas cenderung menggunakan satu pola pendekatan atau petugas kaku dan kurang fleksibel
2.
Petugas kurang memberikan penghargaan atau perhatian terhadap faktor-faktor sosial budaya
3.
Petugas kurang mampu dalam mengambil tindakan atau mengguanakan bermacammacam teknik dalam mengatasi masalah yang rumit.
3.5 Tahap Evaluasi Sesuai rencana tindakan yang telah diberikan, dilakukan penilaian untuk melihat kebersihannya. Bila tidak/belum berhasil perlu di susun rencana baru yang sesuai. Semua tindakan keperawatan mungkin tidak dapat di lakukan dalam satu kali kunjungan kekeluarga. Untuk itu dapat dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan keluarga. Langkah-langkah dalam mengevaluasi pelayanan keperawatan yang diberikan baik kepada individu maupun keluarga adalah : 1) Tentukan garis besar masalah kesehatan yang dihadapi dan bagaimana keluarga mengatasi masalah tersebut 2) Tentukan bagaimana rumusan tujuan perawatan yang akan dicapai 3) Tentukan kriteria dan standart untuk evaluasi. Kriteria dapat berhubungan dengan sumber-sumber proses atau hasil, tergantung kepada dimensi evaluasi yang diinginkan 4) Tentukan metodeatau teknik evaluasi yang sesuai serat sumber-sumber data yang diperlukan 41
5) Bandingkan keadaan yang nyata (sesudah perawatan) dengan kriteria dan standart untuk evaluasi 6) Identifikasi penyebab atau alasan penampilan yang tidak optimal atau pelaksanaan yang kurang memuaskan 7) Perbaiki tujuan berikutnya. Bila tujuan tidak tercapai perlu ditentukan alasan : mungkin tujuan tidak realistik, mungkin tindakan tidak tepat, atau mungkin ada faktor lingkungan yang tidak dapat diatasi. Macam-macam evaluasi : evaluasi kuantitatif dan evalusi kualitatif. 1) Evaluasi kuantitatif Evaluasi kuantitatif dilaksanakan dalam kuantitas atau jumlah pelayanan atau kegiatan yang telah dikerjakan. Contoh : jumlah keluarga yang dibina, jumlah imunisasi yang telah diberikan. Evaluasi kuantitatif sering dipakai dalam kesehatan karena lebih mudah dikerjakann bila dibandingkan dengan evaluasi kualitatif. Pada evaluasi kuantitatif jumlah kegiatan dianggap dapat memberikan hasil yang memuaskan. 2) Evaluasi kualitatif Evaluasi kualitatif merupakan evaluasi mutu yang dapat difokuskan pada salah satu dari tiga dimensi yang saling terkait yaitu : a.
Struktur atau sumber Evaluasi struktur atau sumber terkait dengan tenaga manusia, bahan-bahan yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan. Dalam upaya keperawatan hal ini menyangkut antara lain :
b.
-
Kecakapan atau kualifikasi perawat
-
Minat atau dorongan
-
Waktu atau tenaga yang dipakai
-
Macam dan banyaknya peralatan yang dipakai
-
Dana yang tersedia
Proses Evaluasi proses berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untk mencapai tujuan. Misalnya mutu penyuluhan kesehatan yang diberikan kepada keluarga lansia dengan masalah nutrisi.
c.
Hasil Evaluasi ini difokuskan kepada bertambahnya kesanggupan keluarga dalam melaksanakan tugas-tugas kesehatan. 42
Tahapan evaluasi dapat dilakukan pula secara formatif dan sumatif. Wvaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir.
43
BAB 4 TINJAUAN KASUS
4.1 Kasus Sebuah keluarga dengan kepala keluarga berinisial Tn. A usia 59 tahun. Memiliki seorang istri berinisial Ny. E berusia 55 tahun. Anak pertama bernama Nn. T, berjenis kelamin perempuan, berusia 30 tahun dan belum menikah dan berprofesi sebagai buruh pabrik. Anak kedua bernama Sdr. S, berjenis kelamin laki-laki, berusia 25 tahun, sekarang sudah bekerja di luar kota sebagai pegawai swasta dan sudah tidak tinggal dengan orang tuanya. Tn. A bekerja sebagai tukang kebun dan Ny. E sebagai ibu rumah tangga. Sebagai tukang kebun, Tn. A mendapat gaji Rp. 2.000.000 per bulan. Tahun depan Tn. A akan pensiun. Tn. A merasa sedikit bingung dengan apa kegiatan yang akan ia lakukan setelah pensiun dan memikirkan bahwa penghasilan juga akan berkurang. Tn. A memiliki penyakit hipertensi sejak 5 tahun lalu. Tn. A sering merasa pusing dan terasa berat pada tengkuk saat Tn. A merasa terlalu lelah. Akan tetapi Tn. A tidak segera berobat ke puskesmas, Tn. A hanya beristirahat dan dikerokin karena beranggapan bahwa sakit tersebut akan hilang dengan sendirinya. Rumah terlihat berantakan, tidak ada pertukaran udara karena kurangnya ventilasi rumah.
4.2 Asuhan Keperawatan 4.2.1 Pengkajian 1.
Data umum a.
Nama kepala keluarga
: Tn. A
b.
TTL
: Palembang, 3 September 1957
c.
Usia
: 59 Tahun
d.
Alamat
: kedung Sroko No.6
e.
Pekerjaan KK
: tukang kebun
f.
Pendidikan KK
: SMP
g.
Komposisi keluarga
: Ayah, ibu dan dua orang anak
44
No.
Nama
JK
TTL
Hubungan
Pekerjaan
Pendidikan
1.
Ny. E
P
Palembang,
Istri
IRT
SMP
Anak
swasta
SMA
Anak
Pegawai
SMA
12
Agustus
1961 (usia 55 tahun) 2.
Nn. T
L
Inderalaya, 25 Juni 1986 (30 tahun)
3.
Sdr. S
P
Inderalaya, 10 1991
April
swasta
(25
tahun)
Genogram
h.
Tipe keluarga Tipe keluarga adalah keluarga inti dengan orang tua dan dua anak kandung.
i.
Latar belakang budaya Keluarga ini adalah keluarga dengan latar belakang budaya Jawa baik Tn. A maupun Ny. E. Keluarga ini memegang adat budaya Jawa dan jawa dalam praktik kehidupan sehari-hari.
45
j.
Agama Keluarga memeluk agama islam dan aktif dalam kegiatan keagamaan di lingkungan sekitar. Ny. E sering mengikuti pengajian ibu-ibu setiap satu minggu sekali. Menurut Ny. E, keluarganya melaksanakan shalat dan puasa.
k.
Status sosial ekonomi keluarga Tn. A merupakan pencari nafkah di keluarga, ia bekerja sebagai tukang kebun. Status ekonomi tergolong sederhana dengan penghasilan Rp. 2.000.000 per bulan. Menurut Ny. E, penghasilan Tn. A sudah mencukupi kebutuhan seharihari. Keluarga Tn. A tidak memiliki tabungan yang dikhususkan untuk kesehatan.
l.
Aktivitas rekreasi atau waktu luang Pada hari libur, biasanya keluarga Tn. A berkumpul di rumah untuk membersihkan kebun kecil dibelakang rumah mereka dan menonton televisi bersama. Waktu luang juga biasa digunakan Ny. E untuk berbincang dengan tetangga.
2.
Riwayat dan tahap perkembangan keluarga a.
Tahap perkembangan keluarga saat ini Keluarga Tn. A dalam tahap keluarga dengan usia dewasa
b.
Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi Menurut Ny. E, suaminya saat ini sedang menjalang masa pensiun. Tn. A bingung dengan kegiatan apa yang akan ia lakukan setelah pensiun. Karena selama ini sebagai tukang kebun adalah satu-satunya kegiatan Tn. A. Saat ditanya bagaimana perasaan Tn. A menjelang masa pensiun dan memikirkan anaknya belum menikah, Tn. A menjawab bahwa ia bingung dan merasa sedih. Tn. A menjelaskan bahwa pensiun adalah kejadian di mana seseorang harus berhenti dari pekerjaannya, karena usia yang sudah lanjut dan harus diberhentikan ataupun atas permintaan sendiri. TN. A berkata bahwa pensiun bukanlah suatu masalah, akan tetapi masa setelah pensiun yang merupakan suatu masalah, disamping tidak memiliki kegiatan, penghasilan pun akan berkurang selain itu juga memikirkan anaknnya belum menikah diusia yang cukup. Tn. A dan Ny. E mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui tahap perkembangan keluarga usia pertengahan
46
c.
Riwayat keluarga inti Kedua orang tua saat ini hidup di lingkungan yang sama. Mereka berpacaran terlebih dahulu sebelum menikah. Saat menikah, keduanya berada pada usia yang sudah matang yaitu Tn. A 31 tahun dan Ny. E berusia 27 tahun. Keluarga dikaruniai anak setelah 1 tahun menikah
d.
Tugas keluarga Ketika dilakukan pengkajian mengenai tugas keluarga dalam bidang kesehatan, keluarga mengatakan apabila kesehatan itu penting dan mengetahui adanya masalah kesehatan pada Tn. A yang di diagnosis hipertensi sejak 5 tahun lalu saat berobat ke puskesmas. Ketika dikaji, Tn. A mengeluhkan pusing dan berat pada tengkuk. Pengetahuan keluarga mengenaik hipertensi, Ny. E dapat menjelaskan dengan sederhana bahwa hipertensi adalah tekanan darah tinggi. Tn. A dan Ny. E tidak mengetahui penyebab dari hipertensi, selain itu Tn. A dan Ny. E masih bingung untuk mengetahui dan membedakan antara penyebab, tanda dan gejala hipertensi. Menurut Ny. E, keluhan Tn. A tidak terlalu mengkhawatirkan karena Tn. A tidak terlihat sakit, dan tetap dapat menjalankan aktivitas seperti biasa, biasanya hanya dikerokin dan dipijit oleh Ny. E apabila Tn. A mengeluhkan hal tersebut. Ketika ditanya mengenai pengobatan herbal dengan memanfaatkan sumber daya sekitarpun Ny. E mengatakan tidak pernah. Keluarga juga mengatakan apabila memikirkan kondisi rumah dan lingkungan, memikirkan anak perempuannya yang tidak kunjung menikah dan tahun depan sudah pensiun secara terus menerus, Tn. A mengaku nyut-nyutan kepalanya. Tn. A tidak mau berobat ke puskesmas karena merasa bahwa keluhan tersebut akan hilang dengan sendirinya. Keluarga sudah memiliki asuransi kesehatan, akan tetapi jarang sekali menggunakannya.
3.
Data lingkungan a.
Karakteristik rumah Rumah yang ditempati oleh keluarga merupakan rumah sendiri, ukuran 9x6 meter. Menurut Ny. E, keluarganya belum mampu merenovasi rumah karena keterbatasan biaya. Rumah terlihat berantakan. Jarak antara rumah Ny. E dengan yang lainnya sangat dekat, hanya kurang dari satu meter. Kondisi ventilasi kurang karena sehingga cahaya yang masuk sedikit dan pertukaran 47
udara sangat kurang. Tn. A sering merasa pengap dan sesak dengan kondisi rumah. Tetapi ia tidak mengatakan dengan istrinya. Istrinya mengatakan bahwa ia tidak bisa melakukan apa-apa karena ventilasi rumah sudah seperti itu saat mereka pertama kali tinggal. Untuk mengubahnya tentu membutuhkan biaya. Ny. E mengatakan bahwa rumah yang bersih adalah rumah yang di sapu setiap hari. Ny. E mengatakan rumahnya sudah cukup bersih. Menurut Ny. E ini tidak menjadi masalah karena semua rumah di sini juga mengalami hal yang sama. b.
Karakteristik tetangga dan lingkungan RW Lingkungan di mana keluarga Tn. A tinggal merupakan tempat hunian yang padat. Jarak antara satu rumah dengan rumah yang lainnya hanya kurang dari 1 meter. Terdapat banyak rumah petak atau rumah kontrakan disekitar rumah Ny. E. Antar tetangga sangat rukun, mereka terkadang menghabiskan waktu untuk mengobrol di teras salah satu rumah. Jarak masjid hanya sekitar 50 meter dari rumah Ny. E. Menurut Ny. E, sebelumnya terdapat klinik dokter akan tetapi sekarang sudah tidak ada. Sehingga apabila ada anggota keluarga yang sakit, mereka pergi ke puskesmas yang berjarak 500 meter. Kegiatan posyandu biasa diadakan di rumah RT. Untuk fasilitas umum, lingkungan rumah Ny. E sangat strategis karena dekat dengan Puskesmas pacar keling yang berjarak kurang lebih 1 KM.
c.
Mobilitas geografis keluarga Sejak menikah, mereka sudah tinggal di lingkungan yang saat ini mereka tempati dan tidak pernah pindah rumah.
d.
Hubungan keluarga dengan masyarakat Hubungan keluarga dengan masyarakat sangat baik, Ny. E selalu mengikuti pengajian tiap minggu.
e.
Sistem pendukung sosial keluarga Dukungan dari keluarga besar sangat membantu keluarga Tn. A dan Ny. E. Apabila ada anggota keluarga yang sakit, maka orang tua dari Ny. E akan membantu pekerjaan rumah.
48
4.
Struktur lingkungan a.
Pola komunikasi Komunikasi antara Tn. A dan Ny. E tidak mengalami kesulitan, apabila terdapat
hal
yang
penting
dibicarakan
biasanya
mereka
langsung
membicarakannya. Menurut Ny. E, mereka sama-sama orang Jawa jadi jika berbicara tanpa basa basi. Tn. A dan Ny. E dekat dengan anak-anak mereka. b.
Struktur kekuatan keluarga Di keluarga Tn. A, kekuasaan dibagi menurut peran masing-masing. Untuk masalah-masalah yang berhubungan dengan kepentingan rumah tangga, Tn. A menyerahkan sepenuhnya pada Ny. E namun apabila tidak bisa diatasi, Ny. E selalu meminta bantuan dan pertimbangan Tn. A. Tn. A selalu membeikan tanggung jawab keuangan kepada Ny. E. Apabila terdapat keputusan penting dan mendesak, Tn. A lah yang bertanggungjwab mengambil keputusan dan semua keluarga akan mematuhi.
c.
Struktur peran (formal dan informal) Tn. A: Ayah dan suami, ia merupakan pencari nafkah satu-satunya dan merupakan pemimpin keluarga. Perannya di keluarga dilakukan sebaikbaiknya, menurut Tn. A ia selalu berusaha menjadi suami dan ayah yang baik.ia selalu berusaha memenuhi keinginan istri dan anaknya. Tn. A tidak pernah mengambil keputusan sepihak, ia selalu melibatkan Ny. E untuk memberikan masukan. Tn. A selalu memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dengan keluarga. Ny. E: Ibu dan istri, merupakan ibu rumah tangga. Ia selalu berusaha memberikan yang terbaik dan mengasuh anak-anaknya dengan sebaikbaiknya. Ia pun merasa sangat dihargai oleh suaminya sehingga tidak mau mengecawakan Tn. A. Nn. T: Merupakan anak pertama. Menurut Ny. E, Nn. T merupakan tumpuan harapan keluarga. yang setiap bulan sering mengirimkan uang untuk kedua orang tuanya..
d.
Nilai atau norma dalam keluarga Nilai yang mereka anut adalah nilai-nilai jawa karena mereka berasal dari suku yang sama. Mereka menjalani kehidupan sehari-hari seperti biasa. Norma yang dianut adalah norma agama. Apabila menurut agama tidak baik, maka mereka tidak akan melakukan hal tersebut. 49
5.
Fungsi keluarga a.
Fungsi afektif Tn. A dan Ny. E selalu berusaha saling memperlihatkan kasih sayang baik antara mereka berdua untuk anak-anaknya. Tidak ada perbendaan antara anak pertama dan kedua. Mereka selalu berusaha menerapkan komunikasi terbuka dalam segala hal sehingga jarang jarang terjadi perselisihan antara Tn. A dan Ny. E.
b.
Fungsi sosialisasi Dalam hal pengasuhan anak, Tn. A menyerahkan sepenuhnya pada Ny. E namun apabila ada masalah yang mendesak biasanya mereka membicarakan bersama. Menurut keluarga, anak adalah amanah yang harus dijaga sebaikbaiknya. Keluarga mencoba menerapkan kedisiplinan kepada semua anak mereka, sosialisasi keluarga dengan lingkungan sekitar berjalan dengan baik. Begitu juga dengan anak-anak mereka.
c.
Fungsi perawatan keluarga Dalam keluarga, Ny. E yang berperan melakukan perawatan pada anak-anak mereka saat masih kecil dan Tn. A. Ny. E mengatakan bahwa ia selalu berusaha menyiapkan sarapan untuk mereka keluarga, dengan membeli bahan di pasar. Untuk semua anaknya, saat masa kehamilan ibu menjaga kehamilan dengan kemampuan dan biaya seadanya, dan setelah lahir Ny. E membawa anak-anaknya ke posyandu untuk imunisasi. Apabila ada anggota keluarga yang sakit, jika tidak terlalu mengganggu maka tidak diberi obat. Apabila sudah merasa tidak enak badan, salah satu keluarga membelikan obat di warung.
6.
Koping keluarga a.
Stressor jangka pendek dan panjang serta kesehatan keluarga Keluarga, terutama Tn. A mengaku kepikiran karena anaknya belum kunjung menikah, tahun depan pensiun, dan belum renovasi rumah.
b.
Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi stessor Keluarga memiliki sumber daya untuk berespon terhadap stressor yaitu: 1)
Sistem dukungan sosial keluarga kuat. Keluarga besar selalu memberikan bantuan kepada keluarga Tn. A
2)
Tempat tinggal yang memadai dengan sarana kesehatan yang tersedia
3)
Pola komunikasi yang baik dalam keluarga 50
c.
Strategi koping yang digunakan Strategi koping yang digunakan adalah berdasarkan pengalaman masa lalu dan berpusat pada Ny. E untuk menangani masalah kesehatan pada keluarga. Keluarga juga menggunakan sistem dukungan sosialnya yaitu dari keluarga besar dalam membantu mereka saat membutuhkan pertolongan.
d.
Strategi adaptasi disfungsional Keluarga terutama Ny. E secara sadar telah melakukan adaptasi disfungsional yaitu apabila tidak memiliki biaya untuk membeli sayuran, Ny. E masih dapat memtik sayur di kebun belakang rumah mereka.
7.
Pemeriksaan fisik Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan, pada keluarga secara umum kondisi kesehatan secara fisik, Ny. E tidak memiliki gangguan. Sedangkan Tn. A merasa pusing dan berat pada tengkuk. An. S dan An. T belum terkaji karena mereka tidak ada dirumah saat dilakukan pengkajian. Dibawah ini akan dijabarkan hasil pemeriksaan fisik Tn. A.
No.
Prosedur
1.
Pemeriksaan umum a.
Hasil Pemeriksaan
Penampi Saat ini Tn. A Ny E berusia 55 Nn. T berusia 30 Sdr. S berusia lan
berusia 59 tahun. tahun.
umum
Tubuh
Tn.
proporsional
Ny
A memiliki
E tahun.
Tn.
TB memiliki
S 25 tahun. Nn T TB memiliki
TB
155 cm dan BB 168 cm dan BB 160 cm dan BB
dengan TB 168 60
kg
cara 70
kg
cara 55
kg
cara
cm dan BB 62 kg, berpakaian rapi, berpakaian rapi, berpakaian rapi, cara
berpakaian tubuh
dan tubuh
dan tubuh
dan
rapi, tubuh dan pakaian terlihat pakaian terlihat pakaian terlihat pakaian
terlihat bersih.
bersih.
51
bersih.
bersih.
b.
Status
Status emosi Tn. Status
mental
A normal, tingkat Ny. E normal, S kecerdasan rata,
emosi Status emosi Tn. Status
rata- tingkat
emosi
normal, Nn. T normal,
tingkat
tingkat
orientasi kecerdasan rata- kecerdasan rata- kecerdasan rata-
baik, cara bicara rata,
orientasi rata,
orientasi rata,
orientasi
normal dan dapat baik, cara bicara baik, cara bicara baik, cara bicara dimengerti.
2.
normal
dan normal
dan normal
dan
dapat
dapat
dapat
dimengerti.
dimengerti.
dimengerti.
Pemeriksaan kulit, kuku dan rambut Kulit
Kulit
terlihat Kulit
terlihat Kulit
bersih, pigmentasi bersih, kulit
kulit merata,
elastis, permukaan
kulit
bersih,
turgor merata,
turgor merata,
turgor
elastis, kulit
elastis, kulit
elastis,
kulit permukaan kulit permukaan kulit permukaan kulit kering, tidak
kering, tidak
kering, tidak
kering,
tekstrur
kulit tekstrur
kulit tekstrur
kulit tekstrur
kulit
lembut,
tidak lembut,
tidak lembut,
tidak lembut,
tidak
terdapat
lesi, terdapat
lesi, terdapat
lesi, terdapat
lesi,
sensitivitas baik.
sensitivitas baik
Rambut dan Rambut dan kulit Rambut kulit kepala
bersih,
terlihat
merata, pigmentasi kulit pigmentasi kulit pigmentasi kulit
turgor
tidak
terlihat Kulit
kepala
terlihat kulit
sensitivitas baik
dan Rambut
sensitivitas baik Rambut
kepala berwarna hitam, berwarna hitam,
bersih,
warna terlihat
bersih, tidak
rambut
hitam, warna
rambut ketombe, jumlah ketombe, jumlah
tebal,
tekstur hitam,
tebal, dan
ada tidak
distribusi dan
ada
distribusi
halus, jumlah dan tekstur
halus, normal,
tidak normal,
tidak
distribusi normal, jumlah
dan terdapat
lesi terdapat
lesi
tidak terdapat lesi distribusi pada kulit kepala.
normal, terdapat pada kepala. 52
pada tidak kepala. lesi kulit
kulit pada kepala.
kulit
Kuku
Kuku bersih, rata Kuku
bersih, Kuku
bersih, Kuku
bersih,
dan tidak terdapat rata dan tidak rata dan tidak rata dan tidak kelainan.
3.
terdapat
terdapat
terdapat
kelainan.
kelainan.
kelainan.
Pemeriksaan kepala dan leher Kepala
Kepala
terlihat Simetris, rambut Simetris, rambut Simetris, rambut
simetris,
bentuk berwarna hitam, berwarna hitam, berwarna hitam,
oval,
tidak
lesi
ada tidak
ada tidak
dan ketombe,
ada tidak
tidak ketombe,
tenderness. Tn. A ada lesi
ada
tidak ketombe,
ada lesi
tidak
ada lesi
mengatakan kepala
terasa
pusing. Muka
Wajah
terlihat Wajah
simetris,
terlihat Wajah
sawo kulit
sawo kulit
matang, distribusi matang,
sawo kulit
matang,
sawo
matang,
warna
merata distribusi warna distribusi warna distribusi warna
sesuai
dengan merata
sesuai merata
sesuai merata
sesuai
warna kulit tubuh. dengan
warna dengan
warna dengan
warna
kulit tubuh.
kulit tubuh.
kulit tubuh.
Teling tidak ada Simetris,
Simetris,
Simetris,
kelainan,
keadaan
keadaan
ada les, bengkak bersih,Fungsi
bersih,Fungsi
bersih,Fungsi
maupun
pendengaran
pendengaran
baik
baik
Konjungtiva
Konjungtiva
tidak keadaan
nyeri pendengaran
tekan. Mata
terlihat
warna simetris, warna simetris, warna simetris, warna
kulit
Telinga
terlihat Wajah
Mata
baik simetris, Konjungtiva
konjungtiva
tidak
berwarna
merah anemis,
muda,
sklera ada
berwarna putih.
terlihat tidak tidak anemis, katarak, ada
terlihat tidak tidak anemis, katarak, ada
terlihat tidak katarak,
penglihatan jelas penglihatan jelas penglihatan jelas
53
Hidung dan Hidung sinus
terlihat Simetris,keadaa
simetris, tidak ada n lesi
Mulut
merah
kelainan ada
yang ditemukan
kelainan
yang ditemukan
bibir Warna
bibir Warna
bibir
muda, merah
muda, merah
muda, merah
muda,
mulut mukosa
mulut mukosa
mulut
tidak mukosa
terdapat
gigi
bersih,Tidak
bibir Warna
lembab,
gigi,
Simetris,keadaa
bersih,Tidak n
kelainan ada
yang ditemukan
dan Warna
tenggorokan
bersih,Tidak n
maupun ada
cairan.
Simetris,keadaa
caries lembab,keadaan
tidak
ada bersih,tidak
berlubang terdapat
lembab,keadaan
lembab,keadaan
bersih,tidak
bersih,tidak
caries terdapat
caries terdapat
caries
dan tidak ada bau gigi, tidak ada gigi, tidak ada gigi, tidak ada mulut. Leher
kelainan
Leher
kelainan
terlihat Leher
kelainan
tidak leher
tidak leher
tidak
simetris, tidak ada 54ampak adanya 54ampak adanya 54ampak adanya gangguang fungsi peningkatan dan
kelainan tekanan
anatomis. tetapi
4.
peningkatan
vena tekanan
Akan jugularis
peningkatan
vena tekanan
dan jugularis
vena
dan jugularis
dan
Tn.
A arteri
carotis, arteri
carotis, arteri
carotis,
mengatakan
tidak
teraba tidak
teraba tidak
teraba
terasa berat pada adanya
adanya
adanya
tengkuk.
pembesaran
pembesaran
pembesaran kelenjar
tiroid kelenjar
tiroid kelenjar
tiroid
(struma)
(struma)
(struma)
Pernapasana
Pernapasana
Pernapasana
Pemeriksaan dada Pernapasan
Pernapasana
normal, 18 kali normal, 20 kali normal, 24 kali normal, 24 kali per menit, Tn. A per menit, Ny. per menit, Tn. per menit, Nn. tidak mengalami Etidak
Stidak
Ttidak
gangguan
mengalami
mengalami
mengalami
pernapasan.
gangguan
gangguan
gangguan
pernapasan.
pernapasan.
Terdengar
suara pernapasan.
bronchial
pada Terdengar suara Terdengar suara Terdengar suara
trakea,
bronchial
54
pada bronchial
pada bronchial
pada
bronkhovesikuler pada
trakea,
bronkus, bronkhovesikule
vesikuler
trakea,
trakea,
bronkhovesikule
bronkhovesikule
pada r pada bronkus, r pada bronkus, r pada bronkus,
paru-paru. Tidak vesikuler terdengar
pada vesikuler
pada vesikuler
pada
suara paru-paru. Tidak paru-paru. Tidak paru-paru. Tidak
atau bunyi napas terdengar suara terdengar suara terdengar suara tambahan.
atau bunyi napas atau bunyi napas atau bunyi napas tambahan.
tambahan.
tambahan.
Kardiovasku
Bunyi
jantung Pergerakan dada Pergerakan dada Pergerakan dada
ler
normal, terdengar terlihat simetris, terlihat simetris, terlihat simetris, suara S1 dan S2. suara jantung S1 suara jantung S1 suara jantung S1 Tidak
terdengar dan
suara
murmur. tunggal,tidak
TD
S2 dan
140/90 terdapat
mmHg, nadi 88 palpitasi, kali per menit.
S2
tunggal,tidak
tunggal,tidak
terdapat
terdapat
suara palpitasi,
suara palpitasi,
suara
mur-mur
(-), mur-mur
(-), mur-mur
(-),
ronchi
(-), ronchi
(-), ronchi
(-),
wheezing (-) 5.
S2 dan
wheezing (-)
wheezing (-)
Pemeriksaan abdomen Bising
usus Bising
usus Bising
usus
terdengar
jelas terdengar
jelas terdengar
jelas
Bising usus terdengar jelas pada pada
kuadran pada
kuadran kanan atas, frekuensi 10 kanan kali per menit, turgor elastis.
kuadran pada
atas, kanan
kuadran
atas, kanan
atas,
frekuensi 8 kali frekuensi 8 kali frekuensi 12 kali per menit, turgor per menit, turgor per menit, turgor
6.
elastis.
elastis.
elastis.
Ekstremitas
Ekstremitas
Ekstremitas
Pemeriksaan ekstremitas
Ekstremitas tidak ada kelainan, tidak
ada
gangguan
maupun kelainan anatomis.
fungsi
tidak
ada tidak
kelainan, ada
kelainan
55
tidak kelainan,
gangguan ada
fungsi
ada tidak tidak kelainan,
gangguan ada
maupun fungsi kelainan
ada tidak
gangguan
maupun fungsi kelainan
maupun
anatomis. 7.
anatomis.
anatomis.
Tanda- tanda Vital TD
TD: 150/90 mmHg N :88 x/menit RR : 20 x/menit S :36 oC
8.
:120/80 TD
:
120/80 TD
mmHg
mmHg
mmHg
N : 94 x/menit
N : 96 x/menit
N : 68 x/menit
RR :22 x/menit
RR : 20 x/menit
RR : 22 x/menit
S : 36,5 oC
S : 36,1 oC
S :36,1 oC
Harapan keluarga Keluarga sangat mengharapkan bantuan dari perawat untuk membantu mengatasi masalah Tn. A dan ingin sekali Tn. A tidak memiliki keluhan lagi.
4.2.2 Analisa Data
NO 1.
Analisa Data DO
Masalah Keperawatan DS
ETIO
PROB
Tn. A dan keluarga Keluarga
Konflik
Ketidakefektifan
tidak / kurang perhatian mengatakan
pengambilan
manajemen
terhadap
masalah bahwa
sudah keputusan,
kesehatan yang dialami( mengetahui
sumber
sudah tahu apabila sakit, apabila salah satu yang ada tidak
memutuskan anggota
berobat,
masalah mengalami
lingkungan yang dinilai masalah kurang sehat)
kesehatan, tetapi selaku
akan
Tn.
A
kepala
keluarga pemberi keputusan ( yang memiliki masalah) mau
:110/80
tidak dibawa
56
kesehatan daya
berobat/periksa meskipun memiliki asuransi kesehatan, padahal
Tn.
A
memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun
silam,
keluarga
juga
mengeluhkan atas keadaan
rumah
(terutama
pada
ventilasinya) akan tetapi
keluarga
mengalami keterbatasan biaya. 2.
Ketika
dilakukan Keluarga
Kurang sumber Defisiensi
pengkajian
mengenai mengatakan
pengetahuan
masalah, keluarga tidak bahwa
pengetahuan
keluarga
/ kurang bisa menjawab kurang dan belum pertanyaan
yang bisa membedakan
disajikan oleh perawat
antara
tanda
gelaja
hipertensi
dan
belum
mengetahui
hal
apa yang harus dilakukan
untuk
mencegah hipertensi kambuh dan penanganannya 3.
Sikap
Tn.
A
yang Tn. A mengatakan
57
Ketidakmampuan
terlalu
khawatir bahwa kerap kali
koping keluarga
terhadap anaknya yang memikirkan anak berlebih karena tidak perempuannya kunjung menikah, Tn. A yang
sudah
30
cenderung mengabaikan tahun akan tetapi kesehatannya,
sedikit tak
depresi
karena menikah, bingung
perubahann dimasa
kunjung
peran dengan
yang
masa
akan pensiun yang akan
datang
dihadapinya nanti, serta
bingung
untuk
solusi,
sehingga menyebabkan Tn. A sering pusing nyut-nyutan.
4.2.3 Diagnosa Keperawatan 1.
Ketidakefektifan manajemen kesehatan berhubungan dengan Konflik pengambilan keputusan, sumber daya yang ada
2.
Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan
3.
Ketidakmampuan koping keluarga
4.2.4 Prioritas Masalah Diagnosa 1: Ketidakefektifan manajemen kesehatan berhubungan dengan Konflik pengambilan keputusan, sumber daya yang ada 58
No.
Kriteria
Perhitungan
1.
Sifat masalah: 3/3 x 1 = 1 aktual
2.
Kemungkinan
Bobot 1
2/2 x 2 = 2
untuk diubah:
2
mudah 3.
Potensial untuk 2/3 x 1 = 2/3 dicegah: cukup
4.
Menonjolnya
1
1/1 x 1 = 1
masalah: masalah
ada
tetapi
tidak
perlu
segera
1
ditangani
Total
4 2/3
Diagnosa 2: Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan
No.
Kriteria
Perhitungan
1.
Sifat masalah; 2/3 x 1 = 2/3 risiko
2.
Kemungkinan
Bobot 1
2/2 x 2 = 2
untuk diubah:
2
mudah 3.
Potensial untuk 2/3 x 1 = 2/3 dicegah: cukup
59
1
4.
Menonjolnya
0/2 x 1 = 0
masalah:
1
masalah tidak dirasakan
3 1/3
Total
3. Diagnosa 3: Ketidakmampuan koping keluarga
No.
Kriteria
Perhitungan
1.
Sifat masalah: 2/3 x 1 = 2/3 risiko
2.
Kemungkinan
Bobot
1
1/2 x 2 = 1
untuk diubah:
2
sebagian 3.
Potensial untuk 3/3 x 1 = 1
60
1
dicegah: tinggi 4.
Menonjolnya
1/2 x 1 = ½
masalah:
1
masalah tidak dirasakan
3
Total
1/6
Intervensi a. Ketidakefektifan manajemen kesehatan berhubungan dengan Konflik pengambilan keputusan, sumber daya yang ada Kriteria hasil: 1) Pasien dan keluarga mampu menghadapi masalah secara konsisten 2) Pasien mampu melibatkan anggota keluarga dalam pengambilan keputusan Intervensi: 1) Sediakan informasi faktual yang tepat dan sesuai kebutuhan
61
2) Jangan mendukung pembuatan keputusan pada saat pasien berada dalam kondisi stres 3) Bantu pasien untuk mengidentifikasi masalah atau situasi yang menyebabkan distress 4) Jawab semua pertanyaan dari keluarga atau bantu untuk mendapatkan jawaban 5) Orientasikan keluarga terkait dengan tatanan pelayanan kesehatan seperti rumah sakit atau klinik. b. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan sumber pengetahuan Kriteria hasil: 1) Pasien dan keluarga mampu menyatakan pemahaman tentang penyakit, diet, dan program pengobatan. 2) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan oleh perawat/tim kesehatan. Intervensi: 1) Jelaskan definisi/pengertian, patofisiologi masalah hipertensi, dengan cara yang tepat. 2) Gambarkan tanda dan gejala yang muncul dari masalah hipertensi, dengan cara yang tepat. 3) Identifikasi kemungkinan penyebab masalah hipertensi, dengan cara yang tepat. 4) Jelaskan mengenai diet hipertensi yaitu diet rendah garam. 5) Jelaskan cara nonfarmakologis untuk menurunkan tekanan darah seperti pembuatan minuman seledri, dan jus mentimun. 6) Jelaskan mengenai kepatuhan dalam pengobatan hipertensi. c. Ketidakefektifan koping berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan. Kriteria hasil: 1) Mengidentifikasi pola koping yang efektif. 2) Mengungkapkan secara verbal koping yang efektif. 3) Mengatakan penurunan stress. 4) Klien mengatakan telah menerima tentang keadaannya. Intervensi: 1) Fasilitasi pasien untuk membuat keputusan. 62
2) Berikan informasikan pasien alternatif atau solusi lain penanganan. 3) Bantu pasien mengidentifikasi keuntungan, kerugian dari keadaan. 4) Berikan informasi yang aktual yang terkait dengan diagnosis, terapi, dan prognosis. 5) Anjurkan keluarga untuk menghindari pengambilan keputusan pada saat pasien dakam keadaan stress berat.
63
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Friedman (1998) mendefinisikan keluarga sebagai suatu sistem sosial. Keluarga merupakan sebuah kelompok yang terdiri dari individu-individu yang memiliki hubungan erat satu salam alin, saling tergantung yang diorganisir dalam satu unit tunggal dalam rangka mengcapai tujuan tertentu. Terdapat 8 tahap perkembangan keluarga yaitu tahap keluarga pemula, tahap keluarga sedang mengasuh anak, tahap keluarga dengan anak usia pra sekolah, tahap keluarga dengan anak usia sekolah, tahap keluarga dengan anak remaja, tahap keluarga dengan anak dewasa, tahap keluarga usia pertengahan, dan tahap keluarga lanjut usia. Asuhan keperawatan keluarga terdiri dari pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, prioritas masalah, rencana asuhan keperawatan keluarga, catatan perkembangan dan evaluasi.
5.2 Saran 1.
Mahasiswa agar menambah pengetahuan sengan membaca berbagai referensi sehingga menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan keluarga.
2.
Seluruh perawat agar meningkatkan pengetahuan tanteng asuhan keperawatan keluarga, agar dapat diaplikasikan di lingkungan sekitar serta dikembangkan di tatanan pelayanan kesehatan.
64
DAFTAR PUSTAKA Carpenito,
L
J.1997.Nursing
Diagnosis:
Aplication
to
Clinical
Practice.
Philadelphia:Lippincott Hurlock,
E
B.1980.Psikologi
Perkembangan:
Suatu
Pendekatan
Sepanjang
Kehidupan.Jakarta:Erlangga Marilyn M. Friedman1998.Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik.Jakart:EGC Mubarak, Wahid Iqbal.2006.Ilmu Keparawatan Komunitas 2 Teori da Aplikasi dalam Praktik: Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan Komunitas, Gerontik dan Keluarga.Jakarta:Sagung Seto Jhonson, R dan Leni, R. 2010. Keperawatan Keluarga. Jogjakarta: Nuha Medika Padila. 2012. buku ajar: Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika Setiadi. 2008. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Jogjakarta: Graha Ilmu
65