ZA KA T F IT RA H DE NG AN U AN G http://subhan-nurdin.blogspot.com Pada Ramadhan kali ini (1998), saya patut bersyukur mendapat seorang ikhwatu iman, Bapak Djoko Widodo, yang telah bershadaqah dengan ilmunya berupa makalah bertajuk “TUNAIKAN ZAKAT FITRAH, TAPI BENARKAN DENGAN UANG ?” Susunan kalimatnya mencerminkan keikhlasan beliau dalam beramar bil ma’ruf dan nahy ‘anil munkar. Setelah saya bersilaturrahim dengan beliau via telpon mendiskusikan makalahnya, saya terdorong membuat risalah ringkas ini yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengguruinya ataupun berdebat kusir. (Karena beliau lebih sapuh daripada saya). Namun sebagaimana permintaan beliau untuk saling berdiskusi dengan argumen yang shahih sebagai upaya pengaplikasian QS. 4:59 yaitu mengembalikan segala permasalahan yang tanazu’ kepada alQur’an dan hadits shahih. Membaca dan menganalisa makalah beliau, ada beberapa hal yang perlu disoroti, yaitu sekitar masalah zakat fitrah dengan uang. Beliau berpendapat, “…Zakat Fitrah yang masih berupa uang, tidak bisa disebut sah sebelum dibagikan berupa makanan pokok.” (hlm.3). Secara garis besar argumentasi beliau sbb. 1. Zakat fitrah adalah ibadah ta’abbudi yang teknis dan caranya telah ditentukan oleh Rasulullah SAW sendiri, istilah beliau “merupakan hukum.” “…Jadi zakat fitrah itu sendiri merupakan ibadah yang tak dapat dan tidak boleh direka-reka oleh siapapun.” (hlm.1) 2. Kata “tho’am” dalam al-Qur’an dan hadits artinya (bahan) makanan, tidak dengan arti kata lain. “… Makanan apa saja yang dikeluarkan oleh Rasulullah ? Yaitu dengan (bahan) makanan pokok berupa gandum, kurma, kismis dan kacang-kacangan/biji-bijian (sair). 3. Tidak ada hadits shahih yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW dan para shahabatnya pernah mengeluarkan zakat fitrahnya dengan uang dinar atau dirham sebagai penggantinya. (hlm.2) 4. Zakat fitrah dengan uang adalah qiyas yang tidak tepat dan menyalahi hukum. “…Jadi menganalogkan/mengkiaskan makanan dengan uang jelas tidak sama ! Dengan demikian ini menyalahi hukum !” (hlm.2) Demikian antara lain rangkuman pendapatnya. Pada tulisan ini, saya hanya akan menyampaikan beberapa pandangan yang bersifat ijtihadi sehingga ada dua kemungkinan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Apabila hakim memutuskan suatu perkara dan berijtihad padanya, kemudian benar ijtihadnya, maka ia mendapat dua pahala, tetapi apabila memutuskan dan berijtihad kemudian salah dalam ijtihadnya, maka ia mendapat satu pahala.” (HSR. Al-Bukhari & Ahmad) Maka, ketika ijtihad saya benar, tiada lain kecuali kebenaran itu dari Allah semata, dan jika tidak tepat, maka itu adalah kekhilafan saya dan saya beristighfar kepada Allah. Sistematika penulisan disusun pertopik yang merujuk pada tema sekitar zakat fitrah dan secara langsung maupun tidak, adalah tanggapan atas polemik di atas. 1. Tanggapan atas Makalah Sebelum mengupas permasalahan zakat fitrah, ada yang perlu ditanggapi dari makalah beliau yang saya pandang cukup prinsipil, antara lain : - Makalah tersebut sama sekali tidak mencantumkan teks al-Qur’an dan hadits maupun peristilahan syara’ yang menjadi rujukan dalil (dalam teks Arab) padahal itu sangat penting ketika kita akan beristinbath (ataupun berijtihad), karena dalam bahasa arab, berbeda titik saja akan bermakna lain. - Terdapatnya ungkapan yang kontroversial pada satu masalah yang sama. Misalnya,
a. “Zakat fitrah merupakan ibadah” yang menurut kaidah LAA QIYASA FIL ‘IBADAH “Tidak ada analogi/qiyas dalam ibadah.” Tetapi pada kalimat lain ditulis “…Maka agar tepatnya hendaklah (bahan) makanan yang tersebut di atas kita analogkan kepada bahan makanan pokok yang fungsinya juga sama.” b. “Dalam Qur’an dan Hadits disebut dengan ma’na yang jelas sekali, hanya dengan tho-am. Artinya (bahan) makanan, tidak dengan arti kata yang lain… ada juga yang jagung, ketela singkong, sagu ambon…kentang ataupun roti.” Namun pada kalimat lain, jenis makanan lain tidak boleh untuk zakat fitrah dengan ungkapan “…Maka bisa-bisa zakat fitrah akan berubah arah sehingga “boleh” saja misalnya dibayarkan berupa oncom, tempe tahu, kangkung, minyak tanah…” - Tidak konsistennya pendapat beliau. Misalnya, apakah beliau berpendapat harus dengan bahan makanan atau makanan ?!, karena roti yang beliau pandang boleh berzakat fitrah dengannya adalah makanan, bukan bahan makanan. Mengapa oncom, tempe tahu, kangkung tidak boleh ?! Apakah harus sesuai dengan teks hadits yaitu tamar (kurma kering) dan sya’ir (gandum) saja ? Mengapa beras dibolehkan sedangkan uang tidak ? padahal keduanya tidak tercantum dalam teks hadits ! Maka, kalau beliau meminta teks hadits shohih mengenai kebolehan membayar zakat fitrah dengan dinar, dirham atau uang, saya balik meminta teks hadits shohih yang mencantumkan Ar-Ruz (beras) sebagai barang zakat fitrah atau 2,5 kg sebagai ukurannya, karena teks hadits memakai Sha’an (satu sha’).
PE NDA PAT TIDA K SA H Z AKA T FIT RAH DEN GAN UAN G 01 . S YAIKH MUH AMM AD IBNU SHA LIH AL- UTS AIMI N RA HIM AHUL LAH Pe rta nyaa n Sy aikh Mu ham mad Ib nu Shali h Al-Ut saim in Rahi mah ulla h ditanya : Bolehkah mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang ..? Ja wab an Mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang adalah hal yang diperselisihkan. Menurut pendapat saya, zakat fitrah itu tidak sah kecuali dengan bahan makanan, karena Ibnu Umar Raddhiallahu 'anhu pernah berkata : "Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah dengan satu sha' kurma atau satu sha gandum" Abu Said Al-Khudri juga berkata : "Artinya : Kami dahulu mengeluarkan zakat fitrah pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan satu sha' makanan dan makanan kami ketika itu adalah kurma. gandum. kismis (anggur kering) dan keju". Dari dua hadits ini maka jelaslah bahwa zakat fitrah itu tidak sah kecuali dari makanan. Mengeluarkannya dalam bentuk makanan telah dijelaskan, diterangkan dan dikenal oleh ahlul bait dan di sini terdapat pengangkatan kedudukan gandum. Sedangkan mengeluarkannya dalam bentuk uang akan me mbu atn ya menj adi sa mar dan ter kad ang manu sia cond ong kepa da ha wa na fsun ya jik a ia me nge luar kan nya dal am bent uk uan g se hin gga nil ainy a berkur ang . Mengikuti syari'ah adalah kebaikan dan keberkahan. Kadang ada orang yang mengatakan memberikan makanan
tidak bermanfaat bagi orang fakir. padahal kalau orang fakir itu fakir yang sebenarnya maka makanan itu akan bermanfaat baginya. 02 . S YAIKH SHA LIH BIN F AU ZAN BIN AB DIL LAH HAFI ZHAH ULL AH Pe rta nyaa n Sy aikh Shal ih bin Fauz an bi n Abd illa h Hafi zha hull ah ditanya : Apakah hukum menyerahkan uang senilai zakat fitrah untuk dibelikan makanan dan diberikan kepada faqir miskin di negeri lain .? Ja wab an Alhamdulillah wahdahu Ashalaatu was salama 'ala Rasulillah Nabiyina Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam wa 'ala alihi washahbihi wa ba'du. Allah berfirman : "Artinya : Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah" [Al-Hasyr : 7] Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya : Barangsiapa yang mengada-adakan perkara dalam urusan agama kami ini apa yang tidak ada dasar syari'atnya maka perbuatan tersebut tertolak" [Dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim] Sesunguhnya ada sebagian orang pada zaman ini yang berusaha untuk merubah ibadah-ibadah dari ketentuan-ketentuan syar'i dan contohnya banyak. Misalnya zakat fitrah, Ra sulu llah Shal lall ahu 'alai hi wa sa llam tel ah mem erin tah kan sup aya zak at itu dikel uar kan den gan ma kan an di ne geri si pem bay ar zakat pa da akhi r bu lan Ram adh an dan dib erik an kep ada ora ngor ang miski n neg eri itu . Dan sungguh telah ditemukan, ada orang yang berfatwa tentang bolehnya mengeluarkan uang sebagai ganti dari makanan, ada yang berfatwa tentang bolehnya menyerahkan uang untuk dibelikan makanan di negara lain yang jauh dari negeri orang yang berpuasa itu dan dibagikan disana. Ini ad ala h mer uba h ibad ah da ri ket ent uan syar 'i. Zakat fitrah itu punya (ketentuan) waktu pengeluarannya yaitu pada mala m Idul Fitri at au dua hari se belu mny a menurut para ulama dan juga zakat fitrah itu punya (kententuan) tempat pembagiannya yaitu di negeri yang memenuhi satu bulan, tempat tinggalnya muslim tersebut dan zakat juga punya orang-orang yang berhak menerimanya yaitu orang-orang miskin di negeri si pembayar zakat dan zakat itu punya (ketentuan) jenis yaitu makanan. Maka kita harus terikat dengan ketentuan-ketentuan syar'i ini, jika tidak maka zakat itu menjadi ibadah yang tidak sah dan tidak bisa membebaskan diri dari kewajiban. Imam yang empat telah sepakat atas wajibnya membagikan zakat fitrah di negeri orang yang berpuasa selama ada orang yang berhak menerimanya disana dan mengenai hal itu telah dikeluarkan ketetapan oleh Ha'aitu Kibaril Ulama (Lembaga Ulama Besar) di Saudi Arabia. Maka wajiblah mengikutinya dan tidak usah memperdulikan orang-orang yang mengajak untuk menyelisihinya, karena seorang muslim harus memiliki semangat kuat untuk memenuhi kewajibannya agar tanggungannya terbebas, dan berhati-hati dalam agamanya. Seperti inilah dalam semua ibadah hendaklah dilaksanakan sesuai ketentuan, baik jenis, waktu ataupun pembagiannya, jang anl ah me rub ah sat u jen is iba dah yang tela h dite tap kan ol eh All ah kep ada jen is lain. Pe rta nyaa n Sy aikh Shal ih bin Fauz an bi n Abd illa h Hafi zha hull ah ditanya : Akhir-akhir ini banyak terjadi perdebatan diantara beberapa ulama negara lain seputar zakat fitrah yang disyari'atkan, serta kemungkinan dikeluarkannya uang senilai zakat fitrah. Bagaimana pendapat Syaikh .? Ja wab an
Yang diperintahkan dalam zakat fitrah adalah menunaikannya dengan cara yang telah diperintahkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu dengan mengeluarkan sa tu sh a' makan an pokok pend udu k ne geri ters ebut dan diberikan kepada orang-orang faqir pada waktunya. Adapun mengeluarkan uang senilai zakat fitrah, maka hal itu tida k sah karen a me nyeli sihi perin tah Rasul ulla h Sh allal lah u 'alai hi wa sa llam dan meny elisi hi ap a yan g pern ah di laku kan oleh para saha bat, mere ka ti dak perna h men gel uark an ua ng pada hal me rek a lebi h tah u ten tan g sesu atu yang bole h da n sesu atu yan g ti dak bol eh. Ulama yang mengatakannya bolehnya mengeluarkan uang, mereka katakan hal itu berdasarkan ijtihad, Tetapi apabila ijtih ad men yelis ihi nas h maka ijtihad itu tidak dianggap. Pernah ada yang mengatakan kepada Imam Ahmad Rahimahullah : "Ada yang men gata kan bah wa Um ar bin Abd ul Aziz men gam bil uan g dalam zak at fitra h". Mak a Imam Ah mad be rko ment ar : "M erek a menin gga lkan ha dits Ras ulul lah Sh allal lah u 'alai hi wa sa llam sa mbil me nga taka n "kata si Ful an". Pa dah al I bnu Uma r be rkat a : "Ar tiny a : Ras ulul lah Sha llall ahu 'alai hi wa sa llam me waji bkan za kat fitr ah deng an sat u sh a' kur ma atau sat u sha' ga ndh um" 03 . S YAIKH ABD ULA H BI N ABDU L RAHM AN BIN JIBR IN HAFI ZHAH ULL AH Pe rta nyaa n Sy aikh Ab dull ah bin Ab dul Rah man bin Jibr in Hafiz hah ulla h ditanya : "Bolehkah menyerahkan uang dalam zakat fitrah, karena terkadang uang tersebut lebih bermanfaat bagi orang-orang yang miskin?" Ja wab an Diriwayatkan dari Abu Hanifah bahwasanya boleh mengeluarkan uang. Dan ya ng ben ar adal ah tidak bo leh , ya ng dike luar kan har us maka nan . Uang pad a zama n Na bi Shal lall ahu 'al aihi wa sa llam su dah ada , namu n belum ad a ya ng meri way atka n bahw a be liau me nyur uh par a sa hab at unt uk men gerl uark an uan g 04 . S YAIKH ABD UL AZIZI BI N ABDUL LAH BIN BA Z RA HIM AHUL LAH Pe rta nyaa n Sy aikh Ab dul Azi n bi n Abdu llah bi n Ba z Rahim ahu llah ditanya : Hukum mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang karena orang yang memperbolehkan hal tersebut. Ja wab an Tidaklah asing bagi seorang muslim manapun bahwa rukun Islam yang paling penting adalah persaksian (Syahadat) bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah utusan Allah. Konsekwensi syahadat La Ilaha Ilallah adalah tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah saja, sedangkan konsekwensi syahadat Muhammad Rasulullah adalah tidak menyembah Allah kecuali dengan cara-cara yang telah disyari'atkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Zakat fitrah adalah ibadah menurut ijma kaum muslimin, dan se mua ibad ah pa da da sar nya tau qifi (m engi kuti dalil atau pe tun juk) . Maka tidak boleh lagi seorang hamba untuk beribadah kepada Allah dengan satu ibadahpun kecuali dengan cara yang diambil dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Rasul yang telah Allah firmankan tentangnya. "Artinya : Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) " [An-Najm : 3-4] Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Barangsiapa membuat cara yang baru dalam perkara agama ini apa yang tidak termasuk agama ini maka hal itu tertolak". Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mensyari'atkan zakat fitrah dengan hadits yang shahih : Sat u sh a' mak ana n atau ang gur keri ng atau kej u. Im am Buk hari dan Im am Musli m telah me riwa yatk an dari Ab dull ah bin Umar Ra dhia llah u 'an hu , dia berkata : "Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fitrah dengan satu sha' kurma, atau gandum atas setiap orang muslimin yang merdeka ataupun budak baik laki mupun perempuan kecil ataupun besar" Dan Rasulullah Shallallahu 'alihi wa sallam memerintahkan supaya zakat itu dilaksanakan sebelum orang keluar untuk melakasanakan shalat Idul Fitri. Im am Bu kha ri dan Musli m juga meri way atka n dari Abu Sai d al-Kh udri Ra dhia llah u 'anh u , dia berkata. "Artinya : Kami memberikan zakat fitrah itu pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan satu sha makanan, atau satu sha' kurma atau gandum atau anggur kering" dalam satu riwayat "satu sha' keju" Inilah sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam zakat fitrah. Dan sudah diketahui bersama bahwa pensyari'atan dan pengeluaran zakat ini ditetapkan, di tengah kaum muslimin terutama penduduk Ma din ah su dah ada Dinar dan Dirham, dua mata uang yang utam a kal a itu na mun Ra sulu llah Sh alla llah u 'al aihi wa sall am tida k me nye but kan ked uan ya dala m zakat fit rah . Kalau seandainya salah satu dari keduanya boleh dipakai dalam zakat fitrah tentu hal itu sudah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena tidak boleh menunda-nunda keterangan pada saat dibutuhkan. Dan kalaulah hal itu pernah dikerjakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentu telah dikerjakan oleh para sahabat Radhiallahu 'anhum. Kami belum pernah mengetahui ada seorang sahabat Nabi-pun yang menyerahkan uang dalam zakat fitrah padahal mereka adalah orang-orang yang paling paham terhadap sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka orang-orang yang paling keras keinginannya dalam melaksanakan sunnah tersebut. Dan jika mereka pernah melakukannya, tentu hal itu sudah di nukil periwayatannya sebagaimana perkataan serta perbuatan mereka lainnya yang berkaitan dengan perkara-perkara syar'i juga telah dinukil periwayatannya. Allah berfirman. "Artinya : Sungguh terdapat contoh yang baik buat kalian pada diri Rasulullah" [Al-Ahzab : 21] Dan firman-Nya. "Artinya : Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungaisungai di dalamnya ; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar" [AtTaubah : 100] Dari penjelasan kami ini akan menjadi jelas bagi pencari kebenaran, bahwa menyerahkan uang dalam zakat fitrah tidak boleh dan tidak sah bagi si pengeluar zakat karena hal tersebut menyelisihi dalil-dalil syar'i yang telah disebutkan. Saya memohon kepada Allah agar Dia memberikan taufiq kepada kami dan semua kaum muslimin untuk faham terhadap agama dan istiqamah berada di atasnya serta menjauhi semua yang menyelisihi syariatNya, sesungguhnya Allah Maha Dermawan dan Mulia.
Washallahu ' Ala Nabiyina Muhammadin wa'ala alihi wa shahbihi. [Demikian beberapa nukilan fatwa Ulama yang kami ketengahkan dengan terjemahan bebas. fatwa-fatwa ini kami nukilkan dari Fatawa Ramadhan halaman 918 - 927]
Catatan : Satu Sha' sama dengan kira-kira 2.5 kg Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun V/1422H/2001M halaman. Bonus Fatwa Ramadhan
PE NJE LAS AN - Hadi ts yang dij adik an dasa r d alam Bar ang Za kat Fitr ah dan Ukur ann ya adal ah : صلّى اللّ هُ َعَليْ هِ َو َسلّمَ َزكَا َة الْفِ ْطرِ صَاعًا مِ ْن َتمْ ٍر أَوْ صَاعًا مِ نْ َشعِيٍ َعلَى الْ َعبْدِ وَالْحُرّ وَالذّكَرِ وَالْأُْنثَى عَ ْن ابْ نِ ُعمَرَ َرضِ يَ اللّ هُ َعنْهُمَا قَا َل َفرَضَ َرسُولُ اللّ هِ َ صلَاةَِ .روَاهُ التّسْعَةُ ج النّاسِ ِإلَى ال ّ سلِمِيَ َوأَمَرَ بِهَا أَ ْن تُ َؤدّى َقبْلَ خُرُو ِ وَالصّغِيِ وَالْ َكبِيِ مِ ْن الْمُ ْ
Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata : "Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha' kurma atau satu sha' gandum. Kewajiban itu dikenakan kepada hamba sahaya, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari orang-orang Islam. Dan beliau memerintahkannya supaya ditunaikan sebelum orang-orang keluar menuju (tempat) shalat. H. R. Semb ilan Im am Hadit s ط أَوْ صَاعًا مِ نْ عَ نْ أَبِي َسعِي ٍد الْخُدْ ِريّ َرضِ َي اللّ هُ َعنْ ُه َيقُولُ ُكنّا نُخْرِ جُ زَكَا َة الْفِ ْطرِ صَاعًا مِ نْ طَعَا ٍم أَوْ صَاعًا مِ نْ شَ ِع ٍي أَوْ صَاعًا مِ نْ تَمْ ٍر أَوْ صَاعًا مِ ْن َأقِ ٍ َزِبيْبٍَ .روَاهُ التّسْعَةُ إِلّ َأبَا دَاوُدَ
)Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, ia berkata :”Kami mengeluarkan zakat fitrah satu sho’ dari makanan (pokok atau satu sho’ dari gandum, satu sho’ korma, satu sho’ keju atau satu sho’ kismis . H.R. Semb ilan Imam Ha dits kec uali Ab u Daud Ad apu n Syara h Hadit s in i sb b:
عمَرَ َرضِ يَ عنْ ابْنِ ُ عمَرَ ْبنِ نَافِ عٍ عَنْ أَبِيهِ َ جعْفَرٍ عَنْ ُ حدّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ َ ج ْهضَمٍ َ ح ّمدُ بْنُ َ حدّثَنَا ُم َ سكَنِ َ ح ّمدِ بْنِ ال ّ حدّثَنَا َيحْيَى ْبنُ ُم َ َ علَى ا ْلعَ ْبدِ وَا ْلحُرّ وَال ّذكَرِ شعِيرٍ َ الُّ عَ ْنهُمَا قَالَ فَرَضَن رَسنُولُ الِّ صَنلّى الُّ عَلَيْهِن وَسَنّلمَ َزكَاةَ ا ْلفِطْرِ صنَاعًا مِنْن َتمْرٍ أَوْ صنَاعًا مِنْن َ لةِ صغِيرِ وَا ْلكَبِيرِ مِنْ ا ْل ُمسِْلمِينَ وََأمَرَ ِبهَا أَنْ تُ َؤدّى قَبْلَ خُرُوجِ النّاسِ إِلَى الصّ َ وَالُْنْثَى وَال ّ قوله ( :حدثننا محمند بنن جهضنم ) بالجينم والضاد المعجمنة وزن جعفنر ,وعمنر بنن نافنع هنو مولى ابنن عمنر ثقنة لينس له فني البخاري سوى هذا الحديث وآخر في النهي عن القزع .قوله ( :زكاة الفطر ) زاد مسلم من رواية مالك عن نافع " من رمضان " واستدل به على أن وقت وجوبها غروب الشمس ليلة الفطر لنه وقت الفطر من رمضان ,وقيل وقت وجوبها طلوع الفجر من يوم العيد لن الليل ليس محل للصوم ,وإنما يتبين الفطر الحقيقي بالكل بعد طلوع الفجر ,والول قول الثوري وأحمد وإسحاق والشافعي في الجديد وإحدى الروايتين عن مالك ,والثاني قول أبي حنيفة والليث والشافعي في القديم والرواية الثانية عن مالك , ويقوينه قوله فني حدينث الباب " وأمنر بهنا أن تؤدى قبل خروج الناس إلى الصنلة " قال المازري :قينل إن الخلف ينبني على أن قوله " الفطر من رمضان " الفطر المعتاد في سائر الشهر فيكون الوجوب بالغروب ,أو الفطر الطارئ بعد فيكون بطلوع الفجر .وقال ابنن دقينق العيند السنتدلل بذلك لهذا الحكنم ضعينف لن الضافنة إلى الفطنر ل تدل على وقنت الوجوب بنل تقتضني إضافنة هذه الزكاة إلى الفطر من رمضان ,وأما وقت الوجوب فيطلب من أمر آخر ,وسيأتي شيء من ذلك في " باب الصدقة قبل العيد " .قوله ( :صناعا منن تمنر أو صناعا منن شعينر ) انتصنب " صناعا " على التميينز أو أننه مفعول ثان ,ولم تختلف الطرق عنن ابن عمر في القتصار على هذين الشيئين إل ما أخرجه أبو داود والنسائي وغيرهما من طريق عبد العزيز بن أبي داود عن نافع فزاد فيه السلت والزبيب ,فأما السلت فهو بضم المهملة وسكون اللم بعدها مثناة :نوع من الشعير ,وأما الزبيب فسيأتي ذكره
في حديث أبي سعيد ,وأما حديث ابن عمر فقد حكم مسلم في كتاب التمييز على عبد العزيز فيه بالوهم ,وسنذكر البحث في ذلك في الكلم على حديث أبي سعيد .قوله ( :على العبد والحر ) ظاهره إخراج العبد عن نفسه ولم يقل به إل داود فقال :يجب على السيد أن يمكن العبد من الكتساب لها كما يجب عليه أن يمكنه من الصلة ,وخالفه أصحابه والناس واحتجوا بحديث أبي هريرة مرفوعنا " لينس فني العبند صندقة إل صندقة الفطنر " أخرجنه مسنلم ,وفني رواينة له " لينس على المسنلم فني عبده ول فرسنه صندقة الفطنر فني الرقينق " وقند تقدم منن عنند البخاري قريبنا بغينر السنتثناء ,ومقتضاه أنهنا على السنيد ,وهنل تجنب علينه ابتداء أو تجنب على العبد ثم يتحملها السيد ؟ وجهان للشافعية ,وإلى الثاني نحا البخاري كما سيأتي في الترجمة التي تلي هذه .قوله ( :والذكر والنثنى ) ظاهره وجوبهنا على المرأة سنواء كان لهنا زوج أم ل وبنه قال الثوري وأبنو حنيفنة وابنن المنذر ,وقال مالك والشافعني والليث وأحمد وإسحاق تجب على زوجها إلحاقا بالنفقة ,وفيه نظر لنهم قالوا إن أعسر وكانت الزوجة أمة وجبت فطرتها على السنيد بخلف النفقنة فافترقنا ,واتفقوا على أن المسنلم ل يخرج عنن زوجتنه الكافرة منع أن نفقتهنا تلزمنه ,وإنمنا احتنج الشافعني بمنا رواه من طريق محمد بن علي الباقر مرسل نحو حديث ابن عمر وزاد فيه " ممن تمونون " وأخرجه البيهقي من هذا الوجه فزاد فني إسنناده ذكنر علي وهنو منقطنع أيضنا .وأخرجنه منن حدينث ابنن عمنر وإسنناده ضعينف أيضنا .قوله ( :والصنغير والكنبير ) ظاهره وجوبهنا على الصنغير ,لكنن المخاطنب عننه ولينه فوجوبهنا على هذا فني مال الصنغير وإل فعلى منن تلزمنه نفقتنه وهذا قول الجمهور ,وقال محمند بنن الحسنن :هني على الب مطلقنا فإن لم يكنن له أب فل شينء علينه ,وعنن سنعيد بنن المسنيب والحسنن البصري ل تجب إل على من صام ,واستدل لهما بحديث ابن عباس مرفوعا " صدقة الفطر طهرة للصائم من اللغو والرفث " أخرجه أبو داود .وأجيب بأن ذكر التطهير خرج على الغالب كما أنها تجب على من لم يذنب كمتحقق الصلح أو من أسلم قبل غروب الشمنس بلحظنة ,ونقنل ابنن المنذر الجماع على أنهنا ل تجنب على الجنينن قال :وكان أحمند يسنتحبه ول يوجبنه ,ونقنل بعنض الحنابلة رواينة عننه باليجاب ,وبنه قال ابنن حزم لكنن قيده بمائة وعشرينن يومنا منن يوم حمنل أمنه بنه ,وتعقنب بأن الحمنل غينر محقنق وبأننه ل يسنمى صنغيرا لغنة ول عرفنا ,واسنتدل بقوله فني حدينث ابنن عباس " طهرة للصنائم " على أنهنا تجنب على الفقينر كمنا تجنب على الغنني ,وقند ورد ذلك صنريحا فني حدينث أبني هريرة عنند أحمند وفني حدينث ثعلبنة بنن أبني صنعير عنند الدارقطني ,وعن الحنفية ل تجب إل على من ملك نصابا ,ومقتضاه أنها ل تجب على الفقير على قاعدتهم في الفرق بين الغني والفقير واستدل لهم بحديث أبي هريرة المتقدم " ل صدقة إل عن ظهر غنى " واشترط الشافعي ومن تبعه أن يكون ذلك فاضل عن قوت يومه ومن تلزمه نفقته .وقال ابن بزيزة :لم يدل دليل على اعتبار النصاب فيها لنها زكاة بدنية ل مالية .قوله ( :من المسلمين ) فيه رد على من زعم أن مالكا تفرد بها ,وسيأتي بسط ذلك في البواب التي بعده .قوله ( :وأمر بها إلخ ) استدل بها على كراهة تأخيرها عن ذلك ,وحمله ابن حزم على التحريم ,وسيأتي البحث في ذلك بعد أبواب . قوله ( :حدثنا الليث عن نافع ) لم أره إل بالعنعنة ,وسماع الليث من نافع صحيح ,ولكن أخرجه الطحاوي والدارقطني والحاكم وغيرهم من طريق يحيى بن بكير عن الليث عن كثير بن فرقد عن نافع وزاد فيه " من المسلمين " كما تقدم ,فإن كان محفوظا احتمنل أن يكون اللينث سنمعه منن نافنع بدون هذه الزيادة ومنن كثينر بنن فرقند عننه بهنا ,وقند وقنع عنند السنماعيلي منن طرينق أبني الوليند عنن اللينث عنن نافنع فني أول هذا الحدينث " أن ابنن عمنر كان يقول :ل تجنب فني مال صندقة حتنى يحول الحول علينه ,أن رسنول ال صنلى ال علينه وسنلم أمنر بصندقة الفطنر " الحدينث .قوله ( :أمنر ) اسنتدل بنه على الوجوب .وفينه نظنر لننه يتعلق بالمقدار ل بأصنل الخراج .قوله ( :قال عبند ال فجعنل الناس عدله ) بكسنر المهملة أي نطيره ,وقند تقدم القول على هذه المادة في " باب الصدقة من كسب طيب " .قوله ( :مدين من حنطة ) أي نصف صاع ,وأشار ابن عمر بقوله " الناس " إلى معاوية ومن تبعه ,وقد وقع ذلك صريحا في حديث أيوب عن نافع أخرجه الحميدي في مسنده عن سفيان بن عيينة حدثنا أيوب ولفظه " صدقة الفطر صاع من شعير أو صاع من تمر ,قال ابن عمر :فلما كان معاوية عدل الناس نصف صاع بر بصاع من شعير " وهكذا أخرجنه ابنن خزيمنة فني صنحيحه منن وجنه آخنر عنن سنفيان ,وهنو المعتمند وهنو موافنق لقول أبني سنعيد التني بعده وهنو أصنرح مننه ,أمنا منا وقنع عنند أبني داود منن طرينق عبند العزينز بنن أبني رواد عنن نافنع قال فينه " فلمنا كان عمنر كثرت الحنطنة , فجعنل عمنر نصنف صناع حنطنة مكان صناع منن تلك الشياء " فقند حكنم مسنلم فني كتاب التميينز على عبند العزينز فينه بالوهنم وأوضنح الرد علينه .وقال ابنن عبند البر :قول ابنن عييننة عندي أولى .وزعنم الطحاوي أن الذي عدل عنن ذلك عمنر ثنم عثمان وغيرهما فأخرج عن يسار بن نمير أن عمر قال له " إني أحلف ل أعطي قوما ثم يبدو لي فأفعل ,فإذا رأيتني فعلت ذلك فأطعم عني عشرة مساكين لكل مسكين نصف صاع من حنطة أو صاعا من تمر أو صاعا من شعير " ومن طريق أبي الشعث قال : خطبنا عثمان فقال " أدوا زكاة الفطر مدين من حنطة " وسيأتي بقية الكلم على ذلك في الباب الذي بعده . عيَا ضُ بْ نُ عَ ْبدِ الِّ بْنِ أَبِي سَرْحٍ حدّثَنِي ِ حدّثَنَا سُفْيَانُ عَ نْ زَ ْيدِ بْ نِ أَسَْلمَ قَالَ َ حكِي مٍ ا ْل َعدَنِيّ َ سمِعَ يَزِيدَ بْنَ أَبِي َ حدّثَنَا عَ ْبدُ الِّ ْبنُ مُنِيرٍ َ َ طعَامٍ َأوْ صَاعًا مِ نْ َتمْرٍ َأ ْو خدْ ِريّ َرضِ يَ الُّ عَنْهُ قَالَ كُنّا ُنعْطِيهَا فِي َزمَا نِ النّ ِبيّ صَلّى الُّ عَلَيْهِ وَسَّلمَ صَاعًا مِ نْ َ عنْ أَبِي سَعِيدٍ ا ْل ُ َ سمْرَاءُ قَالَ أُرَى ُمدّا مِنْ َهذَا َي ْعدِلُ ُمدّيْنِ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ َأوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ فََلمّا جَاءَ ُمعَاوِ َيةُ َوجَا َءتْ ال ّ قوله ( :حدثننا سنفيان ) هنو الثوري .قوله ( :عنن أبني سنعيد ) تقدم فني رواينة مالك بلفنظ " أننه سنمع أبنا سنعيد " .قوله ( :كننا نعطيهنا ) أي زكاة الفطنر .قوله ( :فني زمان الننبي صنلى ال علينه وسنلم ) هذا حكمنه الرفنع لضافتنه إلى زمننه صنلى ال علينه وسنلم ففينه إشعار باطلعنه صنلى ال علينه وسنلم على ذلك وتقريره له ول سنيما فني هذه الصنورة التني كاننت توضنع عنده وتجمنع
بأمره وهو المر بقبضها وتفرقتها .قوله ( :صاعا من طعام أو صاعا من تمر ) هذا يقتضي المغايرة بين الطعام وبين ما ذكر بعده ,وقد حكى الخطابي أن المراد بالطعام هنا الحنطة وأنه اسم خاص به قال :ويدل على ذلك ذكر الشعير وغيره من القوات والحنطة أعلها فلول أنه أرادها بذلك لكان ذكرها عند التفصيل كغيرها من القوات ول سيما حيث عطفت عليها بحرف " أو " الفاصلة ,وقال هو وغيره :وقد كانت لفظة " الطعام " تستعمل في الحنطة عند الطلق حتى إذا قيل اذهب إلى سوق الطعام فهم منه سوق القمح ,وإذا غلب العرف نزل اللفظ عليه ,لن ما غلب استعمال اللفظ فيه كان خطوره عند الطلق أقرب انتهى .وقد رد ذلك ابن المنذر وقال :ظن بعض أصحابنا أن قوله في حديث أبي سعيد " صاعا من طعام " حجة لمن قال صاعا من حنطة ,وهذا غلط منه ,وذلك أن أبا سعيد أجمل الطعام ثم فسره ,ثم أورد طريق حفص بن ميسرة المذكورة في الباب الذي يلي هذا وهني ظاهرة فيمنا قال ولفظنه " كننا نخرج صناعا منن طعام ,وكان طعامننا الشعينر والزبينب والقنط والتمنر " وأخرج الطحاوي نحوه من طريق أخرى عن عياض وقال فيه " ول يخرج غيره " قال وفي قوله " فلما جاء معاوية وجاءت السمراء " دليل على أنها لم تكن قوتا لهم قبل هذا ,فدل على أنها لم تكن كثيرة ول قوتا فكيف يتوهم أنهم أخرجوا ما لم يكن موجودا ؟ انتهى كلمه . وأخرج ابن خزيمة والحاكم في صحيحيهما من طريق ابن إسحاق عن عبد ال بن عبد ال بن عثمان بن حكيم عن عياض بن عبد ال قال :قال أبو سعيد وذكروا عنده صدقة رمضان فقال " ل أخرج إل ما كنت أخرج في عهد رسول ال صلى ال عليه وسلم :صناع تمنر أو صناع حنطنة أو صناع شعينر أو صناع أقنط ,فقال له رجنل منن القوم :أو مدينن منن قمنح ,فقال :ل تلك قيمنة معاوينة مطوينة ل أقبلهنا ول أعمنل بهنا " قال ابنن خزيمنة ذكنر الحنطنة فني خنبر أبني سنعيد غينر محفوظ ول أدري ممنن الوهنم , وقوله " فقال رجنل إلخ " دال على أن ذكنر الحنطنة فني أول القصنة خطنأ إذ لو كان أبنو سنعيد أخنبر أنهنم كانوا يخرجون منهنا فني عهد رسول ال & صلى ال عليه وسلم & صاعا لما كان الرجل يقول له :أو مدين من قمح ,وقد أشار أبو داود إلى رواية ابن إسحاق هذه وقال :إن ذكر الحنطة فيه غير محفوظ ,وذكر أن معاوية بن هشام روى في هذا الحديث عن سفيان " نصف صاع من بر " وهو وهم وإن ابن عيينة حدث به عن ابن عجلن عن عياض فزاد فيه " أو صاعا من دقيق " وأنهم أنكروا عليه فتركه ,قال أبو داود :وذكر الدقيق وهم من ابن عيينة .وأخرج ابن خزيمة أيضا من طريق فضيل ابن غزوان عن نافع عن ابن عمر قال " لم تكنن الصندقة على عهند رسنول ال صنلى ال علينه وسنلم إل التمنر والزبينب والشعينر ولم تكنن الحنطنة " ولمسنلم منن وجنه آخر عن عياض عن أبي سعيد " كنا نخرج من ثلثة أصناف :صاعا من تمر ,أو صاعا من أقط ,أو صاعا من شعير " وكأنه سنكت عنن الزبينب فني هذه الرواينة لقلتنه بالنسنبة إلى الثلثنة المذكورة .وهذه الطرق كلهنا تدل على أن المراد بالطعام فني حدينث أبي سعيد غير الحنطة ,فيحتمل أن تكون الذرة فإنه المعروف عند أهل الحجاز الن وهي قوت غالب لهم .وقد روى الجوزقي من طريق ابن عجلن عن عياض في حديث أبي سعيد " صاعا من تمر ,صاعا من سلت أو ذرة " وقال الكرماني :يحتمل أن يكون قوله " صاعا من شعير إلخ " بعد قوله " صاعا من طعام " من باب عطف الخاص على العام ,لكن محل العطف أن يكون الخاص أشرف ,ولينس المنر هننا كذلك .وقال ابنن المنذر أيضنا :ل نعلم فني القمنح خنبرا ثابتنا عنن الننبي صنلى ال علينه وسنلم يعتمند علينه ,ولم يكنن البر بالمديننة ذلك الوقنت إل الشينء اليسنير مننه ,فلمنا كثنر فني زمنن الصنحابة رأوا أن نصنف صناع مننه يقوم مقام صناع منن شعينر ,وهنم الئمنة ,فغينر جائز أن يعدل عنن قولهنم إل إلى قول مثلهنم .ثنم أسنند عنن عثمان وعلي وأبني هريرة وجابر وابن عباس وابن الزبير وأمه أسماء بنت أبي بكر بأسانيد صحيحة أنهم رأوا أن في زكاة الفطر نصف صاع من قمح انتهى .وهذا مصير منه إلى اختيار ما ذهب إليه الحنفية ,لكن حديث أبي سعيد دال على أنه لم يوافق على ذلك ,وكذلك ابن عمر ,فل إجماع في المسألة خلفا للطحاوي .وكأن الشياء التي ثبت ذكرها في حديث أبي سعيد لما كانت متساوية في مقدار ما يخرج منهنا منع منا يخالفهنا فني القيمنة دل على أن المراد إخراج هذا المقدار منن أي جننس كان ,فل فرق بينن الحنطنة وغيرهنا . هذه حجة الشافعي ومن تبعه ,وأما من جعله نصف صاع منها بدل صاع من شعير فقد فعل ذلك بالجتهاد بناء منه على أن قيم منا عدا الحنطنة متسناوية ,وكاننت الحنطنة إذ ذاك غالينة الثمنن ,لكنن يلزم على قولهنم أن تعتنبر القيمنة فني كنل زمان فيختلف الحال ول ينضبنط ,وربمنا لزم فني بعنض الحيان إخراج آصنع منن حنطنة ,ويدل على أنهنم لحظوا ذلك منا روى جعفنر الفريابني فني " كتاب صدقة الفطر " أن ابن عباس لما كان أمير البصرة أمرهم بإخراج زكاة الفطر وبين لهم أنها صاع من تمر ,إلى أن قال : أو نصف صاع من بر .قال :فلما جاء علي ورأى رخص أسعارهم قال :اجعلوها صاعا من كل ,فدل على أنه كان ينظر إلى القيمة في ذلك ,ونظر أبو سعيد إلى الكيل كما سيأتي .ومن عجيب تأويله قوله :أن أبا سعيد ما كان يعرف القمح في الفطرة , وإن الخنبر الذي جاء فينه أننه كان يخرج صناعا أننه كان يخرج النصنف الثانني تطوعنا ,وأن قوله فني حدينث ابنن عمنر " فجعنل الناس عدله مدين من حنطة " أن المراد بالناس الصحابة ,فيكون إجماعا .وكذا قوله في حديث سعيد عند أبي داود " فأخذ الناس بذلك " وأما قول الطحاوي :إن أبا سعيد كان يخرج النصف الخر تطوعا فل يخفى تكلفه .وال أعلم .قوله ( :فلما جاء معاوية ) زاد مسنلم فني روايتنه " فلم نزل نخرجنه حتنى قدم معاوينة حاجنا أو معتمرا فكلم الناس على المننبر " وزاد ابنن خزيمنة " وهنو يومئذ خليفنة " .قوله ( :وجاءت السنمراء ) أي القمنح الشامني .قوله ( :يعدل مدينن ) فني رواينة مسنلم " أرى مدينن منن سنمراء الشام تعدل صاعا من تمر " وزاد " قال أبو سعيد :أما أنا ل أزال أخرجه أبدا ما عشت " وله من طريق ابن عجلن عن عياض " فأنكر ذلك أبو سعيد وقال :ل أخرج إل ما كنت أخرج في عهد رسول ال صلى ال عليه وسلم " ولبي داود من هذا الوجه " ل أخرج أبدا إل صاعا " وللدارقطني وابن خزيمة والحاكم " فقال له رجل مدين من قمح ,فقال :ل ,تلك قيمة معاوية ل أقبلها ول أعمل بها " وقد تقدم ذكر هذه الرواية وما فيها .ولبن خزيمة " وكان ذلك أول ما ذكر الناس المدين " وهذا يدل على وهن منا تقدم عنن عمنر وعثمان إل أن يحمنل على أننه كان لم يطلع على ذلك منن قصنتهما ,قال النووي :تمسنك بقول معاوينة منن قال بالمدين من الحنطة ,وفيه نظر ,لنه فعل صحابي قد خالفه فيه أبو سعيد وغيره من الصحابة ممن هو أطول صحبة منه وأعلم بحال النبي صلى ال عليه وسلم ,وقد صرح معاوية بأنه رأي رآه ل أنه سمعه من النبي صلى ال عليه وسلم .وفي حديث أبي سنعيد منا كان علينه منن شدة التباع والتمسنك بالثار وترك للعدول إلى الجتهاد منع وجود الننص ,وفني صننيع معاوينة وموافقنة
. لكنه مع وجود النص فاسد العتبار. الناس له دللة على جواز الجتهاد وهو محمود
Se tel ah memb aca Sy arah ke dua had its ters ebu t te rny ata pem aha man par a shah aba t pu n terja di perb eda an dala m b eber apa poi n: 1. Je nis Th o’a m (m aka nan/ bah an mak ana n)
2. Uk uran Za kat Fitr ah 1 sh a’ & ½ Sha’ mau pun Mud Me nur ut pema ham an sy , me nan gga pi kedu a hadit s di at as :
-
Ra sulu llah
SA W me mbe rika n keb eba san
baran g zak at
fit rah
it u den gan
me mpe rtim ban gka n ko ndi si masya rak at pada sa at itu yang may orit as adal ah pe tan i at au pers edi aan mak ana n pokok se tiap kel uar ga itu adal ah gan drum da n ku rma kerin g, seh ing ga sy ari’a t zak at fitr ah it u den gan gand rum yang suda h te rsed ia dan mem uda hka n masya rak at melak san aka n za kat fitr ah ters ebu t. Ke beb asa n m emili h jenis bar ang zak at fitra h itu meng gun aka n ka lima t pi liha n AU (a tau pun) .
-
Me nga pa tida k d eng an emas & dirh am yg saat itu jug a su dah ad a ? Jaw aba nny a; sy ari’a t zakat fitr ah itu mer upak an kew ajib an setia p jiwa, sed ang kan tid ak setia p or ang me miliki em as atau dir ham , maka tep atla h sy ari’ at zaka t fit rah itu de nga n se sua tu ya ng mu dah
dida patk an pa da sa at it u dan
setia p ora ng ma mpu
me laks ana kan nya . -
Ha dits di ata s me rup aka n pri nsi p-pri nsip za kat fitr ah yang mel ipu ti:
1. Ba ran g Zak at Fitr ah ad ala h ses uatu yang sang at di but uhka n ole h seti ap or ang da n setia p or ang ma mpu mel aks ana kan nya. 2. Uk uran 1 sha’ merup aka n sta ndar minim al da lam peme nuh an ke but uha n pok ok se tiap
ha riny a at au istil ah lain nya “L ivi ng Cost ”, maka
uku ran sta nda r it u
me nja di acua n d alam jen is bara ng zaka t fi trah .
-
Pe nen tua n han ya pa da makan an pokok & gan dum saja, serta mema nda ng ti dak sa h deng an selai nny a, meny ala hi illat
dari Sy ari’a t Za kat fitr ah itu sen diri,
ka ren a TA’YI NU AL- MUKH OYY AR (me net apka n sesu atu yan g ol eh Rasu lull ah SA W di beri keb eba san me milih ) it u te rma suk pen yimp ang an Syar i’at .
-
Ijt iha d para ulam a yang me mbol ehk an zaka t fi trah de nga n uang sam a sekali ti dak bert ent ang an den gan illa t hadit s te rseb ut dan sej alan de nga n Hi kma tu Tasyri dari Za kat Fitr ah.
PE NDA PAT BO LEH ZAK AT FITRA H D ENGA N U ANG Keterangan dari kitab Ghoyatu al- Talhishi al- Murad 112 أفتى البلقيني بجواز إخراج الفلوس الجدد المسماة بالمناقر في زكاة النقد والتجارة قال إن الذي اعتقده وبه اعمل وإن كان مخالفا بالمذهب الشافعي والفلوس انفع للمستحقين وليس فيها غش كما في الفضة المغشوشة ويتضرر للمستحق إذا وردت عليه ول يجد .بدل أه ويسع المقلد تقليده لنه من أهل التخريج والترجيح لسيما إذا راجت الفلوس وكثرة رغبة الناس فيها
Imam al-Bulqiny telah berfatwa tentang bolehnya mengeluarkan mata uang yang baru yang dinamakan dengan al-Munaqir dalam hal zakat mata uang dan perdagangan. Pengarang kitab berkata: "Sesungguhnya sesuatu yang Aku (pengarang) telah menyakininya, Aku mengerjakanya meskipun hal itu bertentangan dengan Madzhab al-Syafi'i , Dan uang lebih bermanfaat bagi orang yang berhak menerima zakat sedangkan didalamnya tidak ada unsur penipuan sebagaimana yang terjadi didalam permalsuan (percampuran) perak yang bisa merugikan bagi pemiliknya ketika hal itu sampai padanya sedangkan orang tersebut tidak mendapatkan penggatinya (selesai perkataan pengarang). Dan pengikut mempunyai toleransi terhadap yang diikuti karena Dia termasuk golongan ahli al-Tahrij dan al-Tarjih, Apalagi ketika uang itu yang diharapkan dan manusia (masyarakat) lebih suka dengan hal tersebut. Yusuf Al-Qardlowy dalam Kitabnya “Fiqhuz Zakat” cenderung membolehkan :
إنا فرض زكاة الفطر من- أن الرسول –صلى ال عليه وسلم:والذي يلوح ل فكان إعطاء الطعام، لندرة النقود عند العرب ف ذلك الي: الول:الطعمة لسببي أن قيمة النقود تتلف وتتغي قوتا الشرائية من عصر إل: والثان،أيسر على الناس كما أن الطعام كان، بلف الصاع من الطعام فإنه يشبع حاجة بشرية مددة،عصر . وال أعلم بالصواب، وأنفع للخذ،ف ذلك العهد أيسر على العطي (P end apa t) yang jela s bagik u; Sesu ngg uhn ya Rasu lull ah SA W mewa jibk an zaka t fi trah it u ha nya
de nga n makan an dise bab kan
du a al asa n: Pert ama:
pe red aran
ua ng di kalan gan ba ngs a Ar ab pad a saat itu,
Ka ren a la ngk anya
se dan gkan
me mbe rika n
ma kan an lebi h m uda h dil aku kan ole h or ang ba nya k. Kedu a; nilai tuk ar uan g it u be rub ahub ah dan flu ktu atif setia p saa t, ber bed a den gan ukur an sa tu sh a’ maka nan yang dap at me men uhi keb utu han po kok seti ap oran g, seb agai man a halny a maka nan pad a saat itu
le bih mud ah unt uk diber ikan da n bi sa lang sun g di man faa tka n. Wallah u A’l am Bish)Sh aww ab. (hlm :94 9 Se tel ah me nge muk akan pen dap at yan g pro dan ko ntr a zaka t den gan uan g, Al- Qard lawy me nyi mpul kan pe nda pat yan g le bih kua t ia lah pan dan gan Ha nafi yah yan g memb ole hkan za kat den gan ua ng kare na lebi h se jala n deng an Kha bar (ha dits) da n at sar sert a anali sa ilm iya h. Leng kap nya sbb :
موازنة وترجيح أعتقد أننا بعد التأمل ف أدلة الفريقي يتبي لنا رجحان ما ذهب إليه النفية ف هذا القام ،تسندهم ف ذلك الخبار والثار ،كما يسندهم النظر والعتبار. والقيقة أن تغليب جانب العبادة ف الزكاة ،وقياسها على الصلة ف التقيد با ورد من نصفيما يؤخذ -ل يتفق هو وطبيعة الزكاة الت رجح فيها من خالفوا النفية أنفسهم الانب الخر:أنا حق مال وعبادة متميزة ،فأوجبوها ف مال الصب والجنون ،حيث تسقط عنه الصلة ،وكان أول بم أن يذكروا هنا ما قالوه هناك، وردوا به على النفية الذين أسقطوا الزكاة من غي الكلفي ،قياسًا على الصلة. والواقع أن رأي النفية أليق بعصرنا وأهون على الناس ،وأيسر ف الساب وخاصة إذا كانت هناك إدارة أو مؤسسة تتول جع الزكاة وتفريقها ،فإن أخذ العي يؤدي إل زيادة نفقات الباية بسبب ما يتاجه نقل الشياء العينية من مواطنها إل إدارة التحصيل ،وحراستها ،والحافظة عليها من التلف ،وتيئة طعامها وشرابا وحظائرها إذا كانت من النعام من مؤنة وكلف كثية .ما يناف مبدأ "القتصاد" ف الباية. وقد روى هذا الرأي عن عمر بن عبد العزيز ،والسن البصري ،وإليه ذهب سفيان الثوري ،وروي عن أحد مثل قولم ف غي زكاة الفطر (الغن .)3/65 :قال النووي :وهو الظاهر من مذهب البخاري ف صحيحه (الجموع.)5/429 :
وقال ابن رشد :وافق البخاري ف هذه السألة النفية ،مع كثرة مالفته لم ،لكن قاده إل ذلك الدليل (فتح الباري.)3/200 : وذلك أن البخاري عقد بابًا لخذ العروض ف الزكاة (وهو أخذ بالقيمة) مستدلً بأثر معاذ الذي رواه عنه طاوس ،حيث طلب أن يأخذ منهم الثياب ف الصدقة مكان الذرة والشعي ،فإن ذلك أهون عليهم وخي لصحاب النب -صلى ال عليه وسلم -بالدينة (ذكر البخاري أثر طاوس معلقًا بصيغة الزم ،وهذا دليل على صحته عنده ،وقد كان طاوس -وهو إمام اليمن وفقيهها ف عصر التابعي -عالًا بأخبار معاذ باليمن وإيراد البخاري لثره ف معرض الحتجاج به يقتضي قوته عنده (الفتح.)3/200 : كما استدل بأحاديث أخرى منها ما جاء ف كتاب أب بكر ف صدقة الاشية إذ جاء فيه( :ومن بلغت صدقته بنت ماض (وليست عنده) وعنده بنت لبون فإنا تُقبل منه ،ويعطيه الصدّق عشرين درهًا أو شاتي) وأخذ سن بدل سن ،ومع إعطاء قيمة الفرق دراهم أو شياهًا يدل على أن أخذ العي ليس مطلوبًا بالذات ،ولكن للتيسي على أرباب الموال. أما ابن حزم فرد الستدلل بديث طاوس زاعمًا أنه ل تقوم به حجّة لوجوه ذكرها. أولا :أنه مرسل ،لن طاوسًا ل يدرك معاذًا ،ول ولد إل بعد موت معاذ. الثان :أنه لو صح لا كانت فيه حجّة؛ لنه ليس عن رسول ال -صلى ال عليه وسلم -ول حجة إل فيما جاء عنه عليه السلم. الثالث :أنه ليس فيه أنه قال ذلك ف الزكاة ،وقد يكن -لو صح -أن يكون قاله لهل الزية ،وكان يأخذ منهم الذرة والشعي والعرض مكان الزية.
الرابع :أن الدليل على بطلن هذا الب ما فيه من قول معاذ" :خي لهل الدينة" وحاشا ل أن يقول معاذ هذا ،فيجعل ما ل يوجبه ال -تعال -خيًا ما أوجبه (الحلي -6/312 :طبع المام). والق أن هذه الوجوه ضعيفة: فطاوس -وإن ل يلق معاذًا -عال بأمره خبي بسيته ،كما قال الشافعي ،وقد كان طاوس إمام اليمن ف عصر التابعي ،فهو على دراية بأحوال معاذ وأخباره ،والعهد قريب. وعمل معاذ ف اليمن وأخذه القيمة دليل على أنه ل يد ف ذلك معارضة لسُنة النب صلى ال عليه وسلم -وهو الذي جعل اجتهاده ف الرتبة الثالثة بعد القرآنوالسنة ،وعدم إنكار أحد من الصحابة عليه يدل على موافقتهم الضمنية على هذا الكم. أما احتمال أن يكون هذا الب ف الزية فهو ضعيف ،بل باطل كما قال العلمة أحد شاكر ف تعليقه علي الحلي ،فإنه ف رواية يي بن آدم" :مكان الصدقة". وأما الوجه الرابع فهو تعسف وتامل من ابن حزم ،فإن معن" :خي لكم" ف الب: "أنفع لكم" لاجتهم إل الثياب أكثر من الذرة والشعي ،وهذا أمر واقع ل نزاع فيه. أما قوله" :ل يوجبه ال" ....إل فهذا هو موضوع الناع ،فل يوز الحتجاج بنفس الدعوى ،وأخذ القيمة حينئذ يكون ما أوجبه ال تعال ف شرعه. وذهب ابن تيمية مذهبًا وسطًا بي الفريقي التنازعي ،قال فيه" :الظهر ف هذا :أن إخراج القيمة لغي حاجة ،ول مصلحة راجحة ،منوع منه ،ولذا قدر النب -صلى ال عليه وسلم -البان بشاتي أو عشرين درهًا ،ول يعدل إل القيمة ،ولنه مت جوز إخراج القيمة مطلقًا ،فقد يعدل الالك إل أنواع رديئة ،وقد يقع ف التقوي
ضرر ،ولن الزكاة مبناها على الواساة ،وهذا معتب ف قدر الال وجنسه ،وأما إخراج القيمة للحاجة أو للمصلحة ،أو العدل ،فل بأس به :مثل أن يبيع ثر بستانه أو زرعه بدراهم ،فهنا إخراج عُشر الدراهم يزئه ،ول يُكلف أن يشتري ثرًا أو حنطة ،إذ كان قد ساوى الفقراء بنفسه ،وقد نص أحد على جواز ذلك. ومثل أن يب عليه شاة ف خس من البل ،وليس عنده من يبيعه شاة ،فإخراج القيمة هنا كاف ،ول يُكلف السفر إل مدينة أخرى ليشتري شاة. ومثل أن يكون الستحقون للزكاة طلبوا منه إعطاء القيمة لكونا أنفع ،فيعطيهم إياها أو يرى الساعي أنا أنفع للفقراء ،كما نُقل عن معاذ بن جبل أنه كان يقول لهل اليمن" :ائتون بميس أو لبيس ،أيسر عليكم وخي لن ف الدينة من الهاجرين والنصار" ،وهذا قد قيل :إنه قاله ف الزكاة ،وقيل ف الزية" اهـ(-مموع فتاوى ابن تيمية -83-25/82 :طبع السعودية). وهذا قريب ما اخترناه ،والاجة والصلحة ف عصرنا تقتضي جواز أخذ القيمة ما ل يكن ف ذلك ضرر بالفقراء أو أرباب الال. )(Fi qhu z Za kat , hl m : 805 -80 8
RI SAL AH PEMB AND ING ? BO LEH KAN ZAK AT FITRA H D ENGA N U ANG Ol eh H.M. Nas ir , Lc, MA Perintah puasa Ramadhan diwajibkan pada tahun ke-II Hijriah, pada tahun yang sama diwajibkan pula membayar zakat fitrah, bagi kaum muslimin, baik laki-laki atau perempuan, tua ataupun muda, hamba ataupun merdeka, yang berpuasa ataupun tidak puasa. Kewajiban berpuasa hanya dibebankan kepada orang-orang tertentu sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan di dalam Fikih Islam yaitu Islam,
mukallaf, sanggup, sehat dan muqim (tidak musafir). Sedangkan kewajiban membayar zakat fitrah, berlaku kepada semua kaum muslimin meskipun tidak berpuasa. Barangkali inilah yang membedakan istilah "Zakat Fitrah: dengan "Zakat Fitri". "Zakat Fitrah" berarti "Zakat Diri", maka berlaku kepada semua individu muslim, dan "Zakat Fitri" berarti zakat yang diwajibkan karena telah melaksanakan ibadah puasa, dengan kata lain setelah berbuka puasa dari satu bulan penuh diwajibkan mengeluarkan sebagian makanan pokok, sebagai penutup kekurangan-kekurangan pelaksanaan ibadah puasanya dari hal yang sia-sia atau yang dapat mengurangi pahala puasanya. Dan berdasarkan pengertian ini, sebagian ulama seperti Imam Waki' Ibnu al Jarrah menyamakan hikmah Zakat Fitrah sama dengan hikmah Sujud Sahwi dalam shalat, karena terlupa, atau shalat sunat rawatib untuk menutupi kekurangan shalat wajib yang telah dilaksanakan.Zakat Fitrah tidak sama dengan Zakat Harta, Zakat Perniagaan, Zakat Pertanian, Zakat Ternak, yang memiliki nishab (kadar tertentu) dan haul (cukup setahun), Zakat Fitrah tidak memiliki nishab dan haul, kalaupun dikatakan nishab ialah, memiliki makanan pokok yang lebih untuk kebutuhan satu hari satu malam hari raya Aidil Fitri, bila kriteria ini dipenuhi maka wajib mengeluarkan Zakat Fitrah. Diriwayatkan dari jama'ah dari Abdullah bin Umar ra. bahwa Rasul Saw. mewajibkan Zakat Fitrah di bulan Ramadhan satu sha' (segantang) dari kurma, atau satu Sha' dari gandum, atas setiap orang yang merdeka atau hamba laki-laki atau perempuan dari kaum muslimin. Dan pada riwayat Bukhari ada tambahan, atas anak kecil atau orang tua, dan pada riwayat Abu Hurairah ada tambahan atas orang kaya dan orang fakir. Hadits di atas sebagai dasar hukum, bahwa Zakat Fitrah yang wajib dikeluarkan adalah berupa makanan pokok, seperti kurma, gandum, beras, jagung dan lain-lain, sesuai dengan makanan pokok yang dikonsumsi di negeri tertentu, dan yang dimaksud dengan makanan pokok adalah makanan yang dikonsumsi untuk kelangsungan hidup manusia di negeri itu baik pada musim senang ataupun pada musim sulit (Fiqh Zakat, al-Qardhawi 2: 945). Dan negeri kita ini rata-rata makanan pokoknya adalah beras, dan disesuaikan pula dengan jenis beras dan mutu yang dikonsumsi dengan Zakat Fitrah yang dikeluarkan, sehingga tidak ada perbedaan antara beras yang dikonsumsi dengan beras yang dizakati. Membayar Zakat Fitrah berupa makanan pokok, disepakati keabsahan dan kesahihannya oleh Jumhur Fuqoha (mayoritas ulama Fikih) baik dari kalangan Malikiah, Syafiiah, dan Hanabilah karena berdasarkan hadits di atas. Tidak dibolehkan menyalahi Sunnah yang telah ditentukan oleh Rasul Saw., lagi pula Rasul Saw. telah menetapkan hak Mustahak (orang yang berhak menerima zakat) dalam bentuk makanan pokok. Dan menggesernya dari makanan pokok ke dalam bentuk uang, seyogianya mendapat persetujuan dari pada Mustahik (orang-orang yang berhak) dan itu sulit dilakukan, karena di Muzakki (orang yang
mengeluarkan zakat) tidak akan menanyakan persetujuan asnaf yang delapan sebelum menunaikan zakat fitrahnya, dan sipenerima zakat itupun belum ditentukan pribadi-pribadinya. Masih menurut Jumhur (mayoritas) ulama, bahwa Zakat Fitrah adalah Ta'abudiah dan Ta'abudiah sifatnya Tauqifiah tidak boleh menggantinya dengan yang lain. Menurut mazhab Hanafi, Umar bin Abdul Aziz, Hasan al Basri, Abu Ishak, Atho' dan lain-lain, mereka membolehkan berzakat fitrah dengan uang. Berdasarkan hadits nabi Saw: Aqhnuhum fi hazal yaum: cukupkan mereka (fakir miskin) pada hari ini, (hari raya Idul Fitri). Mencukupkan kebutuhan fakir miskin pada hari raya tidak mesti dengan makanan pokok, bisa juga dengan uang bahkan dengan uang lebih baik, karena dapat digunakannya untuk makan dan lain-lain. Lagi pula para sahabat nabi Saw. ada yang membayar Zakat Fitrah senilai setengah sha' (gantang) dari qamh (gandum yang belum digiling), karena senilai dengan satu sha' (gantang) kurma dan syair (gandum yang sudah dihaluskan). Ini berarti pernah dilakukan oleh para sahabat berzakat fitrah senilai dengan satu sha', meskipun alat penilai pada masa itu bukan dengan mata uang. Lalu persoalannya apakah mata uang belum ada pada masa Rasul Saw., sehingga beliau mencontohkan langsung berzakat dengan uang. Diakui, bahwa uang sudah ada beredar pada masa Rasul Saw dalam bentuk Dinar (emas) Dirham (perak) meskipun itu bukan mata uang Arab, tapi adalah mata uang Romawi dan Parsi. Oleh karena jarangnya beredar mata uang tersebut di kalangan arab dan sulit ditemukan maka Rasul Saw. tidak menggunakan mata uang sebagai Zakat Fitrah di khawatirkan akan menyulitkan kaum muslimin (lihat Fikih Zakat Yusuf Qardawi 2 : 949). Masih menurut Almarhum Prof. Dr. Yuruf Qardawi, bahwa Raul Saw. tidak mencontohkan berzakat dengan uang karena nilai mata uang berobah-obah sesuai dengan perobahan masa. Lain halnya berzakat dengan takaran satu sha' (gantang) makanan pokok tidak akan berubah untuk selama-lamanya. Perbedaan pendapat antara jumhur dan Hanafiah tidak sebatas antara makanan pokok dan nilainya saja, tapi mereka juga berbeda pendapat tentang ukuran satu sha' (gantang) yang dipergunakan pada masa Rasul Saw. bila ditakar dengan takaran Internasional yaitu kilogram. Menurut pendapat jumhur ulama (Malikiah, Syafi'iyah, Hanabilan) 1 sha' (gantang) = 2751 gram atau 2,75 Kg. Berdasarkan riwayat Abi Said Al Khudry, dan hadits riwayat Daar Quthni dari Malik bin Anas. Sedangkan menurut mazhab Hanafi, 1 sha' sama dengan 3800 gram atau 3,8 kg. Berdasarkan penafsiran hadits Tsa'labah bin Shair al-Uzry, dan demikian pula sha' (gantang) yang dimiliki oleh Umar ra. (lihat Fiqh Islam wa'adilatuhu, wahbah Az-Zuhaily 2 : 909). Perbedaan pendapat antara jumhur dan Hanafiah baik dari jenis yang dizakati atau nilainya, ataupun ukurannya, tidak dapat dihindari karena sulitnya mencari ukuran sha' yang dipakai oleh Rasul Saw. dan makanan pokok pada masa Rasul Saw. dan berzakat dengan beras,
belum juga dikatakan mengikuti Rasul Saw, dengan sepenuhnya karena Rasul berzakat dengan kurma, gandum, susu kering, tentu akan menimbulkan kesulitan bagi kaum muslimin di negeri ini untuk mengikutinya. Oleh sebab itu berzakat fitrah dengan makanan pokok masih dalam penafsiran kontekstual terhadap hadits di atas. Kedua pendapat di atas tidak ada larangan untuk mengamalkannya, sama ada berzakat fitrah dengan 2,75 kg beras atau dengan 3,8 kg beras, atau berzakat fitrah dengan uang senilai 3,8 kg beras, yang menjadi permasalahan adalah berzakat fitrah dengan uang senilai 2,75 kg beras yang terakhir ini tidak dibenarkan karena persoalan ini dipandang batal oleh kedua mazhab di atas, mazhab jumhur (mayoritas) ulama memandang tidak sah zakat fitrahnya karena memang tidak dibolehkan berzakat dengan uang. Sedangkan menurut mazhab Hanafi dipandang tidak sah juga karena tidak cukup nilai yang dizakati di dalam istilah Fiqih persoalan ini disebut Talfiq. (Mencampurkan pendapat imam madzhab-pen.) Semoga ibadah kita diterima Allah Swt. Amin. Wallahua'lam. Pe nuli s a dala h Pimpi nan Po ndo k Pe san tren Tahfi z Al-Qu r'a n Al Mu khli sin Bat u B ara
Catatan Pen: - Dalam melaksanakan Syari’at Islam kita tidak dibenarkan taqlid (fanatic buta) kepada siapapun termasuk para imam madzhab. Namun kita boleh mengikuti pendapat siapapun asalkan mengetahui dasar atau dalil yang dijadikan sandaran hukumnya kepada Al-Qur’an dan Hadits Shahih termasuk pendapat imam madzhab tersebut yang semuanya mengharamkan taqlid kepada dirinya. Maka hemat sy talfiq dlm masalah hukum zakat fitrah ini tidak terlarang asalkan masing-masing istinbath itu ber nash.
ZAKAT FITRAH http://gun2-ab.blogspot.com/2008/09/zakat.html Pe nge rtia n Z akat َشرَائِ ط َ ِع بَ ْذلَهَا ِللْفُ َقرَاءِ َونَحْ ِوهِ ْم ب ُ ْ وَفِي الشَرْ عِ حِ صّةٌ مِ َن الْمَالِ َونَحْوِ هِ يُوْجِ بُ الشّر. ِاَلزّكَاةُ لُغَةً هِ َي اْلبَرَكَةُ وَالنّمَاءُ وَالطّهَا َرةُ وَال صّلَحُ وَ صَفْ َوةُ الشّيْء 396 العجم الوسيط.ٍخَاصّة
Zakat secara bahasa artinya adalah barokah, tumbuh, suci, damai dan bersihnya sesuatu. Sedangkan zakat secara syara’ adalah hitungan tertentu dari harta dan sejenisnya di mana syara’ mewajibkan untuk mengeluarkannya kepada orang-orang fakir dan yang lainnya dengan syarat-syarat khusus. Al-M u’ja m Al- Wasi th 396
Secara umum zakat terbagi dua, yaitu (1) zakat harta ( mal) seperti perdagangan, peternakan, perhiasan, pertanian, harta karun dan barang tambang. (2) Zakat Fitrah, yaitu zakat yang berkaitan dengan jiwa (nafs). Zakat Fitrah / zakat badan adalah zakat yang wajib dikeluarkan satu kali dalam setahun oleh setiap muslim mukallaf untuk dirimnya sendiri dan untuk setiap jiwa yang menjadi tanggungannya. (Anwaruddin dan Ahmad, Faisal, 2006 : 9)
Da lil Wajib nya Zak at Fitra h
Berdasarkan dua hadits di atas, dapat dipahami bahwa zakat fitrah diwajibkan kepada segenap kaum muslimin tanpa kecuali, termasuk bayi yang masih dalam kandungan (masuk kategori shogir). Berkenaan dengan ukuran zakat fitrah, dalam hadits di atas disebutkan sebesar 1 sha', yaitu senilai dengan 3,5 liter atau 2,5 kg beras atau yang senilai dengan itu berupa uang tunai.
Fu ngsi da n W aktu Pen yal uran Zak at Fitra h َعَ ْن ابْ نِ َعبّا سٍ َرضِ يَ الُ َعنْ ُهمَا قَالَ فَرَ ضَ رَ سُولُ اللّ هِ صَلّى اللّ هُ َعَليْ هِ وَ َسلّمَ زَكَا َة الْفِ ْطرِ ُطهْ َر ًة لِل صّائِمِ مِ ْن اللّغْوِ وَال ّرفَ ثِ وَطُ ْعمَ ًة ِللْمَ سَاكِيِ َم ْن أَدّاهَا قَبْل رَوَا ُه أَبُوْ دَا ُودَ وَابْنُ مَاجَه.ِصلَا ِة فَهِ َي صَ َدقَةٌ مِنْ الصّ َدقَات ّ صلَا ِة فَهِيَ زَكَاةٌ مَ ْقبُولَةٌ وَ َم ْن أَدّاهَا بَعْدَ ال ّ ال
Dari Ibnu Abbas r.a. Ia berkata :"Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang shaum dari kesia-siaan (lagho) dan perbuatan/perkataan kotor (rofats) dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Siapa yang menunaikannya sebelum shalat ('Id), maka itu adalah zakat yang diterima.
Dan siapa yang menunaikannya sesudah shalat ('Id), maka itu adalah shodaqoh (biasa) dari macammacam shodaqoh. H. R. Abu Dau d d an Ibnu Maj ah
Hadits ini menjelaskan beberapa hukum, yaitu : 1. Zakat fitrah hukumnya wajib.
2. Fungsi zakat fitrah ada dua, yaitu sebagai pembersih orang shaum dari lagho (sia-sia) dan rofats (kotor), serta sebagai makanan bagi orang-orang miskin (mustahik zakat).
3. Sahnya zakat fitrah apabila disalurkan kepada mustahiq sebelum shalat 'Id.
Mengenai batasan waktu yang dikategorikan sebelum shalat 'Id (qobla sholat), ada beberapa pendapat, di antaranya : 1. Boleh disalurkan di awal-awal Ramadhan. 2. Boleh disalurkan sehari atau dua hari sebelum hari raya.
3. Boleh disalurkan ketika matahari mulai terbenam, yaitu dengan berakhirnya Ramadhan dan mulai memasuki 1 Syawwal. 4. Dikeluarkan sesudah sholat Shubuh sebelum sholat Idul Fitri.
Untuk menentukan pendapat mana yang rojih, kita perhatikan hadits berikut : سبْعَةُ إِلّ ابْنَ مَاجَه ّ َروَاهُ ال.ِصلَاة ّ ج النّاسِ ِإلَى ال ِ صلّى اللّهُ َعَليْهِ َو َسلّ َم أَمَرَ بِإِخْرَاجِ زَكَا ِة الْفِ ْط ِر أَ ْن تُ َؤدّى َقبْلَ خُرُو َ عَنْ َعْبدِ اللّ ِه بْنِ عُ َم َر أَنّ َرسُولَ اللّ ِه
Dari Abdullah bin Umar, sesungguhnya Rasulullah saw. memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah supaya dibagikan sebelum orang-orang keluar menuju shalat ('Id). H. R. Tuj uh Im am Ha dits kecu ali Ibn u Ma jah
Dalam riwayat At-Tirmidzi diungkapkan sebagai berikut :
رواه الترمذي. ِصلَا ِة يَ ْو َم الْفِطْر ّ صلّى اللّهُ َعَليْهِ َو َسلّمَ كَا َن يَأْمُرُ بِإِخْرَاجِ الزّكَا ِة َقبْلَ الْ ُغدُ ّو لِل َ عَنْ ابْنِ عُ َم َر أَنّ َرسُولَ اللّ ِه
Dari Ibnu Umar, sesungguhnya Rasulullah saw. memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah sebelum pagi untuk shalat ('Id) pada hari raya Fitri. H. R. At-T ir mid zi
Hadits di atas secara tegas menyatakan bahwa waktu dibagikannya zakat dari 'amil ke mustahiq adalah seb elum orang-orang keluar menuju (tempat) shalat ('Id). Tentunya waktu yang dimaksud adalah waktu yang terdekat (bi aqrobiz zaman) yaitu sesudah shubuh. Dalam al-Muwaththa dijelaskan sebagai berikut : )27 8 : 1 صلّى (الوطأ َ ُحبّو َن أَ ْن يُخْرِجُوا زَكَا َة الْفِطْرِ إِذَا َطلَ َع الْفَجْرُ مِ ْن َيوْ ِم الْفِ ْط ِر َقبْلَ أَنْ يَغْدُوا ِإلَى الْم ِ َست ْ َعَنْ مَالِك أَنّهُ َرأَى أَهْ َل الْ ِعلْ ِم ي
Dari Malik, sesungguhnya ia memandang ahli ilmu menganjurkan untuk mengeluarkan zakat fitrah ketika fajar terbit (shubuh) dari hari fitri (1 Syawwal) sebelum orang-orang bergegas menuju tempat shalat ('Id) . AlMuw atht ha 1 : 278
Sedangkan penyerahan zakat fitrah dari muzakki ke 'amil zakat bisa saja dilakukan beberapa hari sebelum hari raya, sebagaimana yang dilakukan sahabat Ibnu Umar yang menyerahkan zakatnya kepada
jam'i (penghimpun) zakat, sebagaimana hadits berikut ini : )278 : 1 (الوطأ.ٍث بِزَكَاةِ الْ ِفطْ ِر ِإلَى الّذِي تُجْمَعُ ِعنْ َد ُه َقبْلَ الْفِطْ ِر ِبيَ ْو َميْ ِن أَ ْو َثلَاثَة ُ عَ ْن نَافِ ٍع أَنّ َعبْ َد اللّهِ بْنَ ُعمَرَ كَا َن َيبْ َع
Dari Nafi, sesungguhnya Abdullah bin Umar mengirimkan zakat fitrah kepada jami' (pengumpul/'amil) zakat fitrah sebelum Idul Fitri dua hari atau tiga hari (sebelumnya). Al-M uwat hth a 1 : 278
Must ahi q Za kat
ضةً ِم َن اللّ هِ وَاللّ هُ َعلِي مٌ حَكِي ٌم َ سبِي ِل فَرِي ّ ت ِللْفُ َقرَاءِ وَالْمَ سَاكِيِ وَالْعَا ِملِيَ َعَليْهَا وَالْ ُم َؤلّفَ ِة ُقلُوبُهُ مْ َوفِي ال ّرقَا بِ وَالْغَارِمِيَ َوفِي َسبِي ِل اللّ هِ َوِابْ ِن ال ُ إِنّمَا ال صّ َدقَا 60 )(التوبة
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Q. S. At- Taub ah 60
Berdasarkan ayat di atas, yang berhak menerima zakat itu ada 8 golongan, yaitu : 1. Fakir : yaitu orang yang tidak memiliki penghasilan tetap dan hidup serba kekurangan. 2. Miskin : yaitu orang yang mempunayi penghasilan tetapi tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.
3. 'Amilin : yaitu orang-orang yang mengurus zakat, meliputi penghimpunan dan penyaluran zakat. 4. Mu'allaf : yaitu oarng-orang yang dijinakkan hatinya, meliputi : 1. Orang yang diharapkan hatinya terbujuk dan condong kepada Islam. 2. Orang kafir yang dikhawatirkan kejahatannya, mudah-mudahan dengan diberi zakat, bisa terhalang kejahatannya. 3. Orang Islam yang hidup di perbatasan dengan wilayah kafir.
5. Riqab : yaitu hamba sahaya agar bisa memerdekakan dirinya. 6. Ghorim : yaitu orang yang terlilit utang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak sanggup membayarnya.
7. Sabilillah : yaitu kemaslahatan umum orang-orang Islam, termasuk di dalamnya mengkafani mayat, membangun jembatan & benteng dan memakmurkan masjid.
8. Ibnu Sabil : yaitu orang yang kehabisan bekal di perjalaan, walaupun di kampung halamannya termasuk orang kaya. Al-Hi day ah : 27 6-2 77 Untuk pembagian zakat kepada delapan ashnaf tersebut tidak ada ketentuan qoth'i berapa bagian atau persentase untuk masing-masing ashnaf, tetapi diserahkan kepada kebijakan penguasa/imam berdasarkan prioritas dan realita di lapangan. Khusus untuk zakat fitrah dari kedelapan ashnaf itu paling tidak disalurkan kepada fakir, miskin (fakir-miskin biasanya disatu kategorikan), 'Amil dan sabilillah. Sedangkan ashnaf Riqob (hamba sahaya sudah tidak ada, ghorim, mu'allaf dan ibnu sabil sifatnya insidentil
dan bisa diambil dari pos zakat mal. Hal ini dikarenakan zakat fitrah terikat dengan waktu yang amat terbatas.
ZAKAT FITRAH http://subhan-nurdin.blogspot.com “Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang orang faqir, miskin, pengurus zakat, orang muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah/ 9:60)
*** Zakat merupakan salah satu ibadah maliah yang diwajibkan kepada setiap muslim yang telah memenuhi syarat seorang muzakki. Ditinjau dari segi bahasa saja makna zakat sudah meliputi fungsi dan hikmahnya, yaitu sebagai pembersih dan pensuci harta serta jiwa seorang muslim. Ada juga yang mendefinisikan zakat secara bahasa az-ziyadah (kelebihan), maksudnya, pada harta seorang muslim itu terdapat hak orang lain yaitu harta lebih yang secara sadar atau tidak, bercampur dengan miliknya. Maka dia harus mengeluarkan sebagian hartanya untuk menjaga kebersihannya, karena setiap harta yang kita makan atau gunakan akan menjadi darah daging yang mempengaruhi jiwanya, sebagaimana dalam sebuah Hadits yang menjelaskan pengaruh harta yang dapat menghalangi dikabulkannya do’a walau dilakukan dengan khusyu’ dan tadlarru’. Kalau kita kaji lebih lanjut, zakat mempunyai fungsi dan hikmah yang besar, di antaranya; 1. Tazkiyatun Nufus (pembersih jiwa) 2. Tadhhiah (pengorbanan yang didasari keikhlasan) 3. Al-‘adlu wa ar-Rahmah (menanamkan azas keadilan dan kasih sayang) 4. az-Zuhd (melatih sikap zuhud -tidak tergoda oleh syahwat duniawi) Masih banyak lagi makna dan hakikat zakat dalam kehidupan seorang muslim. Salah satu jenis zakat yang berhubungan dengan bulan Ramadlan ialah zakat fitrah yang diwajibkan kepada setiap muslim bahkan bayi yang masih dalam kandungan sekalipun. Memperhatikan pelaksanaan zakat fitrah yang biasa dilaksanakan di daerah kita, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah maupun Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh DKM atau lembaga swasta, penting rasanya kita
mengkaji kembali beberapa aspek yang menjadi ukuran sah/tidaknya zakat fitrah yang kita keluarkan. Di antara masalah yang prinsipil sehubungan dengan zakat fitrah ini adalah; (1) Muzakki (Orang yang dikenai kewajiban zakat fitrah) Muzakki zakat fitrah adalah mereka yang muslim dan mampu mengeluarkan satu sha’ dari kelebihan hartanya setelah memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya selama sehari itu. Demikian menurut madzhab Maliki, Syafi’i dan Ahmad. Adapun orang yang tertanggung (anak kecil, isteri, pembantu dan sebagainya) menjadi kewajiban pemimpin keluarga atau atasan dengan terlebih dahulu menyatakan zakat fitrah sudah menjadi tanggungannya. (2) Barang zakat dan ukurannya Barang zakat fitrah adalah dengan makanan pokok seperti beras, jagung, gandum, keju atau makanan sejenis lainnya. Adapun ukurannya yaitu satu sha’.1 Para ulama berbeda pendapat tentang berzakat dengan uang seharga makanan pokok tadi. Ulama yang membolehkan di antaranya; Imam Ats-Tsaury, Abu Hanifah, Ibnu Abi Syaibah, Abu Ishaq dan ulama lainnya. Alasannya ialah sabda Rasulullah SAW; “(Apapun bentuknya) cukupkan orang miskin pada hari raya ini jangan sampai meminta-minta.” Diperkuat juga oleh perbuatan shahabat yang membolehkan mengeluarkan setengah sha’ gandum. Adapun ulama yang memandang tidak boleh di antaranya Ibnu Hazm dan ulama lainnya. Alasannya, karena dianggap bertentangan dengan hadits Ibnu Umar dan Abu Sa’id Al-Khudry. Jika kita kembali pada fungsi zakat fitrah itu sendiri yaitu sebagai pemenuh kebutuhan orang miskin, baik dalam bentuk makanan maupun uang yang senilai dengannya, maka berzakat dengan bentuk apapun hukumnya sah. (3) Waktu Menyerahkan Zakat Fitrah Zakat fitrah termasuk ibadah mu’aqqat (ditentukan waktunya) sebagaimana sabda Rasulullah SAW; “Barang siapa yang menyerahkan sebelum shalat ‘Ied maka itulah zakat yang diterima, dan yang menyerahkan setelah shalat, itu termasuk shadaqah biasa.”2 Jadi, waktu yang paling utama ialah setelah terbit fajar (ba’da shubuh) sampai sebelum melaksanakan shalat ied.3 (4) Mustahiq Zakat Golongan penerima zakat sebagaimana tercantum dalam QS. 9:60 yaitu ada delapan asnaf. Berikut ini karakteristiknya masing-masing: (a) Faqir, ialah orang yang sama sekali tidak mampu, melebihi orang miskin. 4 1 2 3 4
lk. 3 ½ kati atau 3 ¼ liter atau 2, 5 kg HR. Abu Dawud, Hadits Mauquf Ibnu Abbas lihat, “Nailul Authar” IV:206, “Fathul Bari” III:291, “Al-Muwatha” I:268, “Al-Muhalla” VI:142 QS. 2:273
(b) Miskin, yaitu orang yang punya sedikit harta namun tidak mencukupi. 5 (c) ‘Amilin, ialah orang yang mengurus titipan zakat. (d) Muallaf adalah mereka yang hatinya baru cenderung pada Islam atau orang kafir yang mulai mempelajari Islam seperti Shafwan Bin Umayyah, atau orang kafir yang dikhawatirkan akan mengganggu kaum muslimin seperti Sufyan Bin Harb, Uyainah Bin Hasan dan Aqra’ Bin Habbas.6 (e) Riqab, yaitu hamba sahaya yang mengharapkan kemerdekaannya. (f) Gharimin, yaitu orang yang terlilit hutang dan tidak mampu membayarnya. (g) Sabilillah, untuk kemaslahatan kaum muslimin dan kemajuan Islam. Menurut Al-Maraghi, termasuk segala macam kebaikan seperti mengurus jenazah, membangun jembatan, renovasi masjid dan sejenisnya.7 (h) Ibnu Sabil, yaitu orang yang kehabisan bekal dalam perjalanannya walaupun di tempat asalnya termasuk orang berada. Mustahiq zakat fitrah yang harus diutamakan ialah faqir miskin, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW; “Zakat fitrah itu sebagai pembersih jiwa yang shaum dan konsumsi bagi orang miskin.”8 (4) Teknis Pelaksanaan Zakat Fitrah Dalam menyerahkan zakat fitrah tesebut lebih baik jika di-serahkan langsung oleh muzakki kepada mustahiq menjelang shalat ‘ied. Atau dititipkan kepada Badan Amil Zakat (BAZ) yang terpercaya dan dijamin akan ditangani sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW Sikap ihtiyaty (hati-hati) dalam menghitung jumlah zakat yang mesti dikeluarkan penting diperhatikan, Allah SWT mengingatkan; “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih.”9
IDUL FITRI Pelaksanaan idul fitri selalu meriah dan khidmat dilaksanakan dengan berbagai acara menarik. Ada beberapa Sunnah Rasulullah SAW yang harus diperhatikan agar kemeriahan tadi bisa bernilai ibadah. di antaranya; (1) Disunnahkan mandi sebelum berangkat shalat ied dan berpakaian yang paling baik dengan memakai wewangian.10 (2) Pada Idul Fitri disunnahkan makan dahulu walaupun beberapa suap “ketupat lebaran.” 11
5
QS. 18:79 Al-Manar X:576 7 Al-Maraghi X:145 8 Fiqh Sunnah I:415 9 QS. 9:34 10 HR. Al-Hakim 11 HR. Ahmad & Al-Bukhari 6
(3) Mengajak seluruh anggota keluarga menuju lapangan tempat shalat & khutbah ied dilaksanakan termasuk anak-anak dan wanita haidl -namun bagi wanita haidl tidak boleh shalat-12 Kemudian pulang dengan mengambil jalan yang berbeda dengan jalan yang ketika berangkat, untuk mensyi’arkan Islam. 13 (4) Takbir yang dilantunkan ketika menuju lapangan sampai dilaksanakan shalat ‘ied, dan sunat dilantunkan dengan bersuara.14 (5) Melaksanakan shalat ied dan mendengarkan khutbah ‘ied sampai selesai.15 (6) Memeriahkan hari raya ini dengan acara dan hiburan yang tidak melanggar ketentuan syara’, atau diisi dengan silaturahim dan saling berkunjung.16 (7) Disunnahkan ketika bertemu dengan sesama muslim pada hari raya ini mengucapkan do’a, sebagaimana dalam Hadits dari Jubair Bin Nufair, ia berkata; “Adalah para shahabat Rasulullah SAW jika mereka bertemu pada hari Idul Fitri mereka saling mengucapkan “TAQABBALALLOHU MINNA WA MINKUM.” (Semoga Allah menerima segala amal ibadah kita).17 Demikianlah Sunnah Rasulullah SAW dalam mengisi acara Idul Fitri yang berkesan meriah namun khidmat dengan jiwa yang suci bersih setelah kita melaksanakan shaum dan zakat fitrah serta ibadah lainnya. ***
12 13 14 15 16 17
Muttafaq ‘Alaih HR. Ahmad, Muslim & At-Tirmidzi HR. Al-Bukhari HR. Jama’ah HR. An-Nasai, Ibnu Hibban dll. Hadits Hasan