Zakat Dalam Pandangan Islam.docx

  • Uploaded by: ahzar rasyid
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Zakat Dalam Pandangan Islam.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,788
  • Pages: 30
ZAKAT DALAM PANDANGAN ISLAM

DISUSUN OLEH :

MUHAMMAD AHZAR RASYID ABURAERA

C1D1 18 110

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2018

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “( zakat dalam pandangan islam )”. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan informasi tentang zakat yang dalam pandangan islam. Makalah ini disusun berdasarkan artikel dan buku yang telah dibaca, namun dalam penyusunannya, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari taraf kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna menyempurnakan segala kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Satu harapan penulis semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

kendari, 20 Desember 2018

Penyusun

i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR …………...………………………………………………. i DAFTAR ISI ……..…………………...…………………………………………. ii BAB I PENDAHULUAN…………...……………….…………………………….…….. 1 1.1 Latar Belakang.…………………..………………………………….……….. 1 1.2 Rumusan Masalah ……………………………...…………………….……… 3 1.3 Tujuan Penulisan …………………..………………………………..……….. 3 1.4 Manfaat Penulisan ………………………..……………………………..…… 3 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 pengertian zakat ....................………………………………………………... 4 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Hukum dasar zakat .......................................................................................... 7 3.2 Golongan Yang Berhak Dan Tidak Berhak Menerima Zakat ......................... 8 3.3 Pembagian Zakat ............................................................................................ 15 3.4 Tujuan Dan Hikmah Dari Zakat ..................................................................... 21 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan...……………………………………………………………….. 26 4.2 Saran ………………………………………….………………………….…. 26 DAFTAR PUSTAKA…...……………………………………………………….....

ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zakat merupakan rukun Islam yang keempat dan merupakan salah satu unsur pokok bagi tegaknya syari’at agama Islam. Menurut Mutia dan Anzu (2009) zakat diyakini mampu mengatasi masalah sosial yang terjadi di masyarakat, di antaranya mengentaskan kemiskinan dan mengurangi kesenjangan pendapatan masyarakat. Zakat itu mempunyai dua fungsi, Pertama adalah untuk membersihkan harta benda dan jiwa manusia supaya senantiasa dalam keadaan fitrah. Kedua, zakat itu juga berfungsi sebagai dana masyarakat yang dimanfaatkan untuk kepentingan sosial guna mengurangi kemiskinan. Secara etimologis, zakat memiliki arti kata berkembang (an-namaa), mensucikan (atthaharatu) dan berkah (al- barakatu). Sedangkan secara terminologis, zakat mempunyai arti mengeluarkan sebagian harta dengan persyaratan tertentu untuk diberikan kepada kelompok tertentu (Mustahik) dengan persyaratan tertentu pula. (Hafidhuddin, 2002). Islam melarang menumpukan harta, menahannya dari peredaran dan pengembangan. Sesuai dengan Firman Allah SWT: Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah pada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. (Q.S At-Taubah: 34) Pelaksanaan zakat erat hubungannya dengan suatu ekonomi karena dapat mendorong kehidupan ekonomi hingga orang-orang dapat menunaikan zakat. Dalam sistem perekonomian Islam uang itu tidak akan 1

mempunyai kebaikan dan laba yang halal bila ia dibiarkan saja tanpa dioperasikan, tetapi ia harus terpotong oleh zakat manakala masih mencapai satu nisab dan 2 khaulnya sedangkan Islam mengharamkan riba. Karena itulah ekonomi Islam yang berlandaskan pada pengarahan zakat akan memberi dorongan terhadap terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang pesat. Pada umumnya harta yang wajib dizakatkan adalah mempunyai sifat berkembang atau sudah menjadi harta simpanan, dan zakat dikeluarkan dari hasil pertumbuhannya, bukan dari modalnya. Dengan demikian harta itu akan tetap sehat, masyarakatpun sehat dan ekonomi nasionalpun sehat, berkat harta itu berkembang dengan pesat dan seproduktif mungkin. Qadir (2001) menjelaskan bahwa pengelolaan distribusi zakat yang diterapkan di Indonesia terdapat dua macam, yaitu distribusi secara konsumtif dan produktif. Zakat pruduktif ini lebih kepada tata cara pengelolaan zakat, dari yang sebelumya hanya digunakan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif dan pemenuhan kebutuhan sesaat saja, lalu diubah penyaluran dana zakat yang telah dihimpun itu kapada hal-hal yang bersifat produktif dalam rangka pemberdayaan umat. Dengan kata lain dana zakat tidak lagi diberikan kepada mustahik lalu habis dikonsumsi. Zakat produktif diberikan kepada masyarakat miskin yaitu masyarakat yang memiliki pekerjaan namun penghasilannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Zakat yang bersifat konsumtif adalah harta zakat secara langsung diperuntukkan bagi mereka yang tidak mampu dan sangat membutuhkan,

2

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah : 1.2.1 Apa dasar hukum dasar zakat ? 1.2.2 Dari golongan apakah Yang Berhak Dan Tidak Berhak Menerima Zakat. 1.2.3 Bagaimana pembagian Zakat ? 1.2.4 Apakah tujuan Dan Hikmah Dari Zakat tersebut. 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah : 1.3.1 Untuk mengetahui apa hukum dasar zakat 1.3.2 Agar kita dapat melihat dari Golongan” apa saja Yang Berhak Dan Tidak Berhak Menerima Zakat 1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana pembagian Zakat 1.3.4 Meliat tujuan Dan Hikmah Dari Zakat pembangunan bangsa 1.4 Manfaat penulisan Manfaat dari penulisan makalah ini adalah : 1.4.1

Agar hukum-hukum dari dasar zakat terrealisasi.

1.4.2

Agar kita dapat membedakan golongan Yang Berhak Dan Tidak Berhak Menerima Zakat.

1.4.3

Pembaca akan mengetahui cara Pembagian Zakat.

1.4.4

Supaya kita sadar dalam melaksanakan zakat.

3

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Zakat Menurut bahasa zakat artinya tumbuh dan berkembang, atau menyucikan karena zakat akan mengembangkan pahala pelakunya dan membersihkannya dari dosa. Menurut syariat, zakat ialah hak wajib dari harta tertentu pada waktu tertentu.1 Sedangkan zakat menurut istilah, definisi zakat dalam kajian fikih, sebagaimana ditulis oleh beberapa fuqoha’ (ahli fikih), tercatat beberapa redaksi yang memiliki maksud yang relatif sama. Di antara definisi yang dikemukakan oleh para fuqoha’ adalah: Menurut Asy-Syaukani, zakat adalah pemberian sebagian harta yang telah mencapai nishab kepada orang fakir dan sebagainya dan tidak mempunyai sifat yang dap 17 kaya atau menghilangkan rasa iri hati orangorang miskin dan memupuknya dengan berbagai kebajikan.3 Menurut Elsi Kartika Sari, Zakat adalah nama suatu ibadah wajib yang dilaksanakan dengan memberikan sejumlah kadar tertentu dari harta milik sendiri kepada orang yang berhak menerimanya menurut yang ditentukan syariat Islam.4 Menurut Ahmad Rofiq, zakat adalah ibadah dan kewajiban sosial bagi para aghniya’ (hartawan) setelah kekayaannya memenuhi batas minimal (nishab) dan rentang waktu setahun (haul). Tujuannya untuk mewujudkan pemerataan keadilan dalam ekonomi. Menurut Umar bin al-khathab, zakat disyariatkan untuk merubah mereka yang semula mustahik (penerima) zakat menjadi muzakki (pemberi / pembayar zakat).5 Menurut Didin Hafidhudin, zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya

4

untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.6 Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa zakat merupakan harta umat untuk umat, dari orang yang wajib 3 Asnaini, Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam, Zakat dalam Perekonomian Moderni, membayarnya

kepada

orang

yang

berhak

menerimanya.

Zakat

dapat

membersihkan jiwa para muzakki dari sifat-sifat kikir, tamak serta membersihkan diri dari dosa dan sekaligus menghilangkan rasa iri dan dengki si miskin kepada si kaya. Dengan zakat dapat membentuk masyarakat makmur dan menumbuhkan penghidupan yang serba berkecukupan. Zakat ditinjau dari segi bahasa (lughatan) mempunyai beberapa arti, yaitu keberkahan (al-barakatu), pertumbuhan dan perkembangan (al-nama’) kesucian (al-t}aha>ratu) dan keberesan (al-s}alahu). Sedangkan arti zakat secara istilah (shar’i>yah) ialah bahwa zakat itu merupakan bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan

kepada

pemiliknya

untuk

diserahkan

kepada

yang

berhak

menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.1 Sahhatih yang dikutip oleh Ismail mengungkapkan definisi zakat menurut empat madzhab sebagai berikut: a.

Definisi Zakat Menurut Madhhab Hanafi Menurut fuqaha madzhab Hanafi zakat mal adalah pemberian karena Allah, agar dimiliki oleh orang

fakir yang beragama Islam, selain Bani Hasyim dan bekas budaknya, dengan ketentuan bahwa manfaat harta itu harus terputus, yakni tidak mengalir lagi pada pemiliknya yang asli dengan cara apapun. b.

Definisi Zakat Menurut Madhhab Maliki Zakat dalam pendapat para fuqaha Maliki, bahwa zakat mal ialah mengeluarkan bagian tertentu dari

5

harta tertentu pula, yang telah mencapai nisab diberikan kepada yang berhak menerimanya, yakni bila barang itu merupakan milik penuh dari pemberi dan telah berulang tahun, untuk selain barang tambang dan hasil pertanian. c.

Definisi Zakat Menurut Madhhab Syafi’i Para fuqaha Syafi’i mengatakan zakat mal ialah harta tertentu yang dikeluarkan dari harta tertentu dengan

cara tertentu pula. Menurut mereka zakat mal itu ada dua macam. Pertama berkaitan dengan nilai, yaitu zakat dagangan dan, kedua berkaitan dengan barang itu sendiri. Zakat jenis ini ada tiga macam, yaitu binatang, barang berharga, dan tanaman. Kemudian di antara binatang yang wajib di zakati, hanyalah binatang ternak saja, karena binatang ternak banyak dikonsumsi sebagai makanan atau yang lainnya, selain populasinya cukup banyak. Barang berharga hanyalah emas dan perak saja karena keduanya merupakan harga atau standar nilai barang-barang yang lain. Adapun tanaman ialah bahan makanan sehari-hari (qut), karena dengan qut inilah tubuh kita menjadi kuat dan kebutuhan kita terhadap makanan terpenuhi. Jadi bergantung pada qut inilah sebenarnya kebutuhan orang fakir. Itulah semua yang bisa kita sebut ‚pemuasan ekonomi bagi kebutuhan-kebutuhan pokok pada taraf income rendah. d.

Definisi Zakat Menurut Madhhab Hambali Menurut para fuqaha Hambali zakat ialah hak yang wajib dikeluarkan dari suatu harta. Kemudian

sebelum wajib dikeluarkan dari suatu harta. Kemudian sebelum mempelajari dan membahas ciri-ciri zakat mal sebagai suatu hak tertentu dalam harta, kami nyatakan di sini bahwa pada prinsipnya memungut dan membagikan zakat mal merupakan tugas pemerintah dalam suatu negara. Dengan kata lain, menurut bahasa hukum zakat termasuk kekayaan rakyat yang diatur oleh pemerintah.

6

BAB III PEMBAHASAN 3.1

Hukum dasar zakat Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur

pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib fardhu atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Alquran dan Sunah. Zakat juga merupakan sebuah kegiatan sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat manusia di mana pun. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : َّ ‫صي ِام‬ َّ ‫صَلةِ و ِإق ِام‬ ‫اْلسإَل ُم بُنِي‬ ِ ‫الزكاةِ و ِإيت‬ َّ ‫اء ال‬ ِ ‫و إالحجِ رمضان و‬ ِ ‫ّللا يُو َّحد أ إن على خ إمسة على إ‬ “Islam dibangun di atas lima dasar; Mentauhidkan Allah (bersyahadat Laailaahaillallah dan Muhammad Rasulullah), mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan berangkat Haji.” (HR. Muslim) Kaum muslimin semuanya ijma’ tentang kewajiban zakat, barang siapa yang mengingkari kewajiban zakat, padahal ia mengetahui tentang wajibnya maka dia kafir. Dan barang siapa yang enggan membayar zakat, namun tetap mengakui kewajibannya maka dia telah berdosa besar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‫ص ِفح إ‬ ‫ب ِم إن ما‬ ِ ‫ي ل فِضَّة ول ذهب ص‬ ُ ُ‫فأُحإ ِمي نار ِم إن صفائِ ُح له‬ ِ ‫اح‬ ‫ت اإل ِقيام ِة ي إو ُم كان ِإذا ِإلَّ ح َّقها ِم إنها يُؤ ِد إ‬ ‫ت بر د إ‬ ‫ارهُ كان ي إوم فِي لهُ أ ُ ِعيإد إ‬ ‫ار فِ إي عليإها‬ ُ ‫خ إم ِسيإن ِم إقد‬ ِ ‫ت ُكلَّما وظ إه ُرهُ وج ِب إينُهُ ج إنبُهُ ِبها فيُ إكوى جهنَّم ن‬ ‫اإل ِعبا ِد بيإن يُ إقضى حتَّى سنة أ إلف‬

7

“Tidak ada pemilik emas maupun perak yang enggan membayar zakatnya kecuali pada hari kiamat akan dibuatkan untuknya lempengan-lempengan dari api, lalu dipanaskan di neraka Jahanam kemudian disetrika dahi, lambung dan punggungnya dengannya. Setiap kali menjadi dingin, maka diulangi lagi dalam sehari yang lamanya 50.000 tahun sampai diputuskan masalah di kalangan manusia.” (HR. Muslim) Bagi orang yang enggan itu wajib diambil zakatnya secara paksa oleh pemerintah Islam ditambah dengan separuh hartanya diambil juga sebagai hukuman buatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‫ت ِم إن ع إزمة ما ِل ِه ش إ‬ ‫اخذُ إوها فإِنَّا منعها وم إن‬ ِ ‫ر ِبنا عزما‬ ِ ‫طر و‬ “Dan barang siapa yang enggan berzakat, maka kami akan mengambilnya beserta separuh hartanya, sebagai perintah keras di antara perintah-perintah Tuhan kami.” (Hasan, HR. Abu Dawud, Nasa’i dan Ahmad) Jika sekelompok orang enggan membayar zakat, padahal mereka meyakini wajibnya, dan mereka memiliki kekuatan, maka diperangi oleh pemerintah hingga mereka mau membayar zakat sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar Ash Shaddiq, ia pernah berkata, “Demi Allah, jika mereka tetap enggan membayar zakat unta yang mereka bayar dahulu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentu aku akan memerangi mereka.” (HR. Bukhari) 3.2

Golongan Yang Berhak Dan Tidak Berhak Menerima Zakat Dalam ajaran Islam terdapat 8 golongan yang berhak menerima zakat

tersebut. Tentunya dengan beberapa syarat dan kadar yang harus sesuai dengan syariat yang telah berlaku. Berikut 8 golongan (penerima zakat) tersebut menurut ajaran Islam, diantaranya:

8

a. Kaum Fakir Kebanyakan orang beranggapan bahwa orang fakir dan orang miskin adalah golongan yang sama, padahal tidaklah demikian. Fakir tidaklah sama dengan miskin. Fakir ialah orang yang tidak memiliki penghasilan sedikit pun. Kalau pun dia memiliki penghasilan, penghasilan tersebut tidak mencapai atau tidak menutupi separuh kebutuhan hidupnya. Dalam ukuran orang Indonesia, golongan fakir bisa disematkan kepada para tunawisma, yaitu orang yang bahkan tidak memiliki tempat tinggal atau bisa juga disematkan kepada orang-orang yang bahkan untuk memenuhi kebutuhan makan seharu-hari pun mengalami kesulitan, seperti halnya hanya mampu makan sekali dalam sehari. Kalau pun mampu makan sehari sebanyak dua atau tiga kali sehari, itupun tidak setiap hari bisa dilakukannya, kemungkinan hanya 2 – 3 hari dalam seminggu. Itulah kriteria orang fakir yang berhak menerima zakat, baik zakat fitrah maupun zakat mal (harta) yang wajib dikeluarkan oleh umat Islam yang mampu dan memenuhi syarat (artinya terbebas dari 8 golongan yang wajib menerima zakat). b. Kaum Miskin Begitu pula dengan miskin, miskin tidaklah sama dengan fakir. Menurut sebagian ulama, kondisi orang miskin masih lebih baik dibandingkan orang fakir meskipun sebenarnya penghasilan yang mereka dapat juga tidak mampu mencukupi atau menutupi kebutuhannya. Namun

setidaknya

mereka

mampu untuk

mencukupi

kebutuhan

makanannya sehari-hari. Dan setidaknya mereka memiliki kemampuan untuk

9

mencukupi separuh dari kebutuhan hidupnya. Begitulah kriteria orang yang dikatakan miskin yang berhak menerima zakat, baik zakat fitrah maupun zakat mal (harta). Meskipun sebenarnya para ulama sedikit mengalami perbedaan pendapat mengenai status fakir dan miskin ini. Di mana ada sebagian ulama yang menyebutkan bahwa kondisi fakir lebih parah dari miskin dengan alasan karena kata fakir disebutkan terlebih dahulu daripada kata miskin dalam sebuah ayat. Sedangkan sebagian yang lain menyebutkan bahwa kondisi miskin lebih parah dari fakir. Adapun ayat yang dimaksud ialah QS. At-Taubah: 60, yang artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk [1] orang-orang fakir, [2] orangorang miskin, [3] amil zakat, [4] para mu’allaf yang dibujuk hatinya, [5] untuk (memerdekakan) budak, [6] orang-orang yang terlilit hutang, [7] untuk jalan Allah, dan [8] untuk mereka yang sedang dalam perjalanan”. (QS. At-Taubah: 60) c. Amil Zakat Amil zakat ialah orang yang bertugas menangani dan mengurusi zakat. Berkat jasanya dalam bekerja mengurusi zakat tersebutlah dia berhak pula menerima zakat tersebut. Namun yang benar-benar disebut sebagai amil zakat di sini ialah orang yang memang berprofesi utamanya sebagai pengurus zakat. Jikalau ada pekerjaan lainnya, namun pekerjaan tersebut hanya berupa sampingan yang tidak mengesampingkan profesi utamanya sebagai pengurus zakat. Syarat lain dari seorang amil zakat yang berhak menerima zakat ialah amil yang benar-benar secara resmi diangkat oleh Negara, organisasi, lembaga maupun

10

yayasan resmi yang mengurusi tentang perzakatan. Artinya pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan resmi bukan serabutan atau sampingan dan mendapat pengawasan yang resmi dari badan terkait. d. Mu’allaf Mu’allaf ialah sebutan bagi orang yang baru masuk Islam. Sebagaimana disebut dalam salah satu firman Allah dalam Al Qur’an surat At Taubah: 60, yang artinya adalah “orang-orang yang hati mereka dilunakkan agar masuk Islam atau agar keimanan mereka meningkat, atau untuk menghindari kejahatan mereka.” Adapun dari penjelasan di atas, mu’allaf dapat terbagi menjadi tiga golongan yang berhak menerima zakat, diantaranya: Pertama: orang-orang kafir yang hati mereka sudah cenderung kepada Islam. Dalam artian mereka diharapkan agar bisa masuk Islam karena dengan masuknya mereka diyakini akan membuat Islam menjadi lebih kuat. Kedua: orang-orang kafir yang diharapkan supaya menghentikan kejahatan yang dilakukannya kepada kaum muslim (Islam) dengan cara memeluk Islam sebagai agamanya. Ketiga: orang-orang Islam yang lemah imannya karena baru saja masuk dan mengenal Islam agar supaya mereka tidak keluar lagi memeluk agama selain Islam, dalam artian kembali memeluk agama yang sebelumnya. Itulah ketiga golongan kaum mu’allaf yang berhak untuk menerima zakat e. Fi ar-Riqab Fi ar-Riqab adalah budak belian. Artinya kita memerdekakannya dari tuannya, yaitu dengan cara membelinya, lalu kemudian membebaskannya untuk

11

menjadi orang yang merdeka. Bukan berarti kita memberikan uang ataupun beras kepada mereka. Adapun untuk lebih jelasnya, Fi ar-Riqab terbagi menjadi tiga golongan, yaitu: Pertama: Al-Mukatib, yaitu budak yang ingin bebas dari tuannya dengan cara membayar sejumlah uang kepada tuannya secara berangsur-angsur. Jadi zakat yang dimaksudkan untuknya adalah dengan cara membantu membayarkan sejumlah uang yang akan membebaskannya dari tuannya dan menariknya keluar dari dunia perbudakan. Caranya bisa memberikan langsung uang tersebut kepada tuannya atau memberikannya kepada budak tersebut untuk kemudian diserahkan kepada tuannya. Kedua: membebaskan budak secara langsung dengan uang zakat tersebut, walaupun dia bukanlah al-mukatib. Artinya tidak membayarkan sejumlah uang demi memperjuangkan kebebasannya. Ketiga: seorang muslim yang menjadi tawanan perang orang kafir, maka boleh membayar uang tebusan memakai uang zakat agar dia bisa terbebas. Pada kasus pertama, misalkan uang yang diberikan kepada budak tidak dipergunakan untuk membayar kebebasannya melainkan digunakan untuk keperluan lain, maka uang zakat tersebut berhak untuk diambil kembali. Namun rasanya untuk zaman seperti sekarang ini perbudakan sudah dihapuskan dalam peradaban dunia manusia. f. Al-Gharimun Al-Gharimun adalah orang yang terlilit hutang sehingga dia tidak mampu untuk membayarnya. Adapun golongan al-gharimun yang berhak menerima zakat terbagi menjadi dua, yaitu:

12

Pertama: orang yang dililit hutang karena bermaksud mendamaikan dua pihak yang sedang berselisih. Maka orang seperti ini memiliki hak untuk menerima zakat walaupun sebenarnya dia orang kaya sekalipun. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang disampaikan kepada Qabishah bin Muhariq al-Hilali, yang berbunyi: “Wahai Qabishah meminta-minta itu tidak boleh, kecuali bagi tiga orang, (diantaranya) adalah seseorang yang menanggung beban orang lain, maka dibolehkan dia meminta-minta sehingga menutupi hutangnya. Kemudian dia berhenti dari meminta-minta”. (HR. Muslim) Kedua: orang yang dililit hutang untuk keperluan diri sendiri, seperti memenuhi nafkah keluarga, berobat, membeli sesuatu, dan lain-lain. Sedangkan orang kaya yang terlilit hutang karena usaha bisnisnya, maka dia bukanlah jenis orang terlilit hutang yang berhak menerima zakat. Adapun syarat dan ketentuan lain dari seorang al-gharimun yang berhak menerima zakat, diantaranya: Yang berhutang merupakan orang muslim. Bukan termasuk ahlul bait, yaitu keluarga Nabi Muhammad SAW. Bukan orang yang sengaja berhutang hanya karena ingin mendapatkan zakat. Bukan orang yang masih mempunyai harta simpanan (tabungan atau barangbarang berharga lainnya) yang sebenarnya bisa digunakan untuk melunasi hutangnya. Hutang tersebut membuat dia dihukum atau dipenjara. Hutang tersebut harus dilunasi saat itu juga. Dalam artian bukanlah hutang yang masih bisa ditunda masa pelunasannya dalam tempo beberapa tahun lagi, kecuali jika

13

memang hutang tersebut harus dilunasi pada tahun itu juga, maka dia berhak menerima zakat. g. Fi Sabilillah Adapun yang dimaksud dengan fi sabilillah adalah orang yang berperang di jalan Allah untuk menegakkan agama dan kalimat Allah di dunia. Sehingga orang yang dimaksud fi sabilillah di sini, meliputi para mujahidin yang berperang melawan orang-orang kafir, pembelian alat-alat perang, dan keperluan lainnya yang digunakan untuk berjihad di jalan Allah. Mereka pun berhak menerima zakat sekalipun sebenarnya mereka adalah orang kaya. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang keluar dari rumahnya untuk menuntut ilmu, maka dia berada di jalan Allah hingga pulang”. (HR. Tirmidzi. Adapun hadits ini diakui sebagai hadits hasan, yaitu hadits yang baik) Sebagian para ulama juga berpendapat bahwa orang-orang yang waktunya tersita untuk belajar ilmu agama sehingga tidak sempat untuk bekerja, maka mereka termasuk dalam golongan fi sabilillah karena ilmunya akan bermanfaat bagi agama dan umat muslim lainnya. Contohnya adalah para santri yang menutut ilmu di berbagai pesantren islam yang ada di Indonesia ini. h. Ibnu Sabil Ibnu sabil ialah seorang musafir yang kehabisan bekal di tengah perjalanannya sebelum mencapai tujuan yang ditujunya. Sedemikian sehingga dia tidak mampu untuk melanjutkan perjalanan tersebut atau bahkan untuk kembali ke kampung halamannya sekalipun. Apabila demikian, dia berhak untuk menerima zakat meskipun sebenarnya dia adalah orang yang kaya di kampung halamannya.

14

Zakat yang diberikan tentunya ialah secukupnya saja hingga dia mampu sampai ke tujuannya atau kembali ke kampung halamannya. Adapun mereka-mereka yang tidak berhak atau tidak boleh mendapatkan zakat adalah

a. b. c. d.

Orang kafir (hanya berhak diberi sedekah) Orang atheis Keluarga Bani Hasyim dan Bani Muttalib Ayah, anak, kakek, nenek, ibu, cucu, dan isteri yang menjadi tanggungan orang yang berzakat.

3.3 Pembagian Zakat 3.3.1 Zakat Jiwa (Nafsh / Fitrah) Yang dikeluarkan dalam zakat fitrah adalah makanan pokok (yang mengenyangkan) menurut tiap-tiap tempat (negeri) sebanyak 3,1 liter atau 2,5 kg. Atau bisa diganti dengan uang senilai 3,1 liter atau 2,5 kg makanan pokok yang harus dibayarkan. Makanan pokok di daerah tempat berzakat fitrah itu seperti beras, jagung, tepung sagu, dan sebagainya. “Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitri 1(satu) sha’ dari kurma/gandum atau budak, orang merdeka laki-laki dan perempuan, anak kecil dan orang tua dari seluruh kaum muslimin. Dan beliau perintahkan supaya dikeluarkan sebelum manusia keluar untuk shalat ‘ied.” (HR.Bukhari) 3.3.2 Zakat Maal (Harta) Zakat Maal (harta) adalah zakat yang dikenakan atas harta (maal) yang dimiliki oleh individu atau lembaga dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan secara hukum (syara). Maal berasal dari bahasa Arab yang secara harfiah berarti harta. Adapun macam-macamnya yaitu : A. Zakat Binatang Ternak Segala ternak yang dipelihara untuk diperkembang biakkan dan telah sampai nisab diwajibkan membayar zakatnya.. Alasan diwajibkannya menunaikan

15

zakat hewan ternak seperti unta, sapi dan kambing ialah karena hewan ini banyak sekali manfaatnya. a. Unta Kewajiban zakat unta dijelaskan Nabi dalam haditsnya dari Anas ra. Menurut riwayat Al-Bukhari yang menyampaikan sabda Nabi yang artinya, ”Setiap 24 ekor unta atau kurang, maka zakatnya seekor kambing betina. Untuk setiap 5 ekor unta, jika jumlahnya 25 sampai 35 ekor, maka zakatnya satu ekor anak unta betina berumur 1-2 tahun atau satu ekor anak unta jantan berumur 3-4 tahun;jika jumlahnya 36 ekor sampai 45 ekor, zakatnya 46 sampai 60 ekor unta, zakatnya adalah seekor unta betina berumur 3-4 tahun”. (HR Bukhari) Nisab Unta

Zakat Jenis

Umur

5-9

1 ekor kambing

2 tahun

10-14

2 ekor kambing

2 tahun

15-19

3 ekor kambing

2 tahun

20-24

4 ekor kambing

2 tahun

25-35

1 ekor unta (bintu makhadh)

1 tahun

36-45

1 ekor unta (bintu labun)

2 tahun

46-60

1 ekor unta (hiqqah)

3 tahun

61-75

1 ekor unta (jadza’ah)

4 tahun

76-90

2 ekor unta (bintu labun)

2 tahun

91-120

2 ekor unta (hiqqah)

3 tahun

121-129

3 ekor unta (bintu labun)

2 tahun

130-

Setiap 40 ekor, 1 ekor bintu labun, Setiap 50

seterusnya

ekor, 1 ekor hiqqah

16

b. Sapi Kewajiban zakat sapi dijelaskan Nabi dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Mu’adz ra. “Rasulullah Saw mengutusku ke Yaman, lalu beliau memerintahkan aku untuk mengambil zakat berupa seekor tabi’a dari setiap 30 ekor sapi dan musinnah dari setiap 40 ekor sapi.” (HR Malik, Abu Dawud) Nisab

Zakat

Sapi Jenis

Umur

30-39

1 ekor sapi (tabi’a / tabi’ah)

1 tahun

40-59

1 ekor sapi (musinnah)

2 tahun

60-69

2 ekor sapi (tabi’a)

1 tahun

70-79

2 ekor sapi (tabi’a dan musinnah)

1 dan 2 tahun

80-89

2 ekor sapi (musinnah)

2 tahun

90-99

3 ekor sapi (1 tabi’ah dan 2 musinnah)

1 dan 2 tahun

100-109

3 ekor sapi (2 tabi’a dan 1 musinnah)

1 dan 2 tahun

110-119

3 ekor sapi (1 tabi’a dan 2 musinnah)

1 dan 2 tahun

120-129

7 ekor sapi (4 tabi’a dan 3 musinnah)

1 dan 2 tahun

130-139

4 ekor sapi, 3 ekor tabi’ah, 1 ekor musinnah

1 dan 2 tahun

140-149

4 ekor sapi, 2 ekor tabi’ah, 2 ekor musinnah

1 dan 2 tahun

150-159

5 ekor tabi’ah dan demikian seterusnya

1 dan 2 tahun

17

c. Kambing Nisab

Zakat Jenis

Umur

40-120

1 ekor domba atau kambing

1 atau 2 tahun

121-200

1 ekor kambing

2 tahun

201-300

2 ekor kambing

2 tahun

301-400

3 ekor kambing

2 tahun

Mulai 400 ekor kambing dihitung tiap-tiap 100 ekor kambing zakatnya 1 ekor kambing atau domba umurnya seperti tersebut di atas. B. Zakat Emas dan Perak Islam telah mensyariatkan wajibnya zakat pada emas dan perak dan sesuatu yang mengganitkan keduanya, yakni uang. Menurut Abu Zahrah harus dizakati dan dinilai dengan uang. Harta yang dalam keadaan yang digadaikan zakatnya dipungut atas pemilik harta, karena barang-barang yang digadaikan tetap menjadi milik yang menggadaikan. Zakat emas dan perak yaitu jika waktunya telah cukup setahun dan telah sampai ukuran emas yang dimilikinya sebanyak 20 misqal yakni 20 dinar setara dengan 85 atau 96 gram. Sedangkan perak adalah 200 dirham atau 672 gram keatas, dan masing-masing zakatnya 2,5%. Sabda Rasulullah yang artinya “Apabila engkau mempunyai perak 200 dirham dan telah cukup satu tahun maka zakatnya 5 dirham, dan tidak wajib atasmu zakat emas hingga engkau mempunyai 20 dinar. Apabila engkau mempunyai 20 dinar dan telah cukup satu tahun, maka wajib zakat adanya setengah dinar.” C. Zakat Hasil Bumi (Biji-bijian dan Buah-buahan) Adapun zakat makanan telah diterangkan dalam Al-Qur’an yang menyuruh kaum Muslimin untuk mengeluarkan zakat terhadap segala hasil yang dikeluarkan dari bumi seperti biji-bijian dan buah-buahan. Keduanya wajib dizakati apabila memenuhi kriteria berikut:

18

1.

Menjadi makanan pokok manusia

2.

Memungkinkan untuk disimpan dan tidak mudah rusak / membusuk

3.

Dapat ditanam oleh manusia. Harta Yang Dizakati Pendapat ulama tentang harta yang wajib di zakati :

1.

Abu Hanifah, mewajibkan zakat pada segala hasil tanaman/buah-buahan baik berupa kurma ataupun buah-buahan lainnya.

2.

Abu Yusuf dan Muhammad Ibnu Al-Hasan, zakat hanya wajib pada buahbuahan yang dapat tahan satu tahun.

3.

Asy Syafi’i, zakat hanya wajib pada buah-buahan kurma dan anggur. Abu Hanifah memegang umumnya hadis, ”Pada tanaman-tanaman yang dialiri dengan air hujan dan mata air atau

yang mengisap dengan akarnya, zakatnya sepersepuluh dan yang dialiri dengan kincir zakatnya seperduapuluh.” Sedangkan Asy-Syafi’i, Muhammad bin Hasan dan Abu Yusuf berhujjah dengan hadis, ” Tidak ada zakat dalam sayur-mayur.” Abu Hanifah tidak mewajibkan zakat terhadap rumput, tetapi apabila rumput itu sengaja ditanam dan menghasilkan wajib pula dibayar zakatnya. Apabila sayur-mayur itu diperdagangkan, maka wajib zakat dari perdagangan sayur tersebut. Dalam hal ini sesungguhnya dapat dilihat dari segi lain yaitu dari segi subjek hukumnya apakah sebagai produser atau sebagai pedagang atau sebagai produser dan pedagang. D. Harta Temuan / Terpendam (Rikaz) Secara etimologi, rikaz adalah sesuatu yang ditetapkan. Rikaz adalah emas dan perak yang ditanam di dalam tanah. Menurut sebagian ulama, rikaz, yaitu harta karun yang diketemukan setelah terpendam dimasa lampau. Dan semua benda-benda tambang yang baru diketemukan baik di darat atau di laut. Apabila menemukan barang di jalan atau masjid maka hal itu tidak bisa dikatakan rikaz, melainkan luqathah.

19

E. Hasil Tambang (Ma’din) Ma’din adalah tempat Allah SWT menciptakan emas, perak, besi dan tembaga. Zakat Ma’din adalah zakat yang dibayarkan dari barang tambang apabila seorang muslim mengeluarkannya dari tanah yang tak bertuan, atau dari tempat yang memang miliknya. Dasar hukumnya berasal dari Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 35. “Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS At-Taubah 35) Serta hadits yang diriwayatkan dari Bilal bin Al-Harits ra. “Sesungguhnya

Rasulullah

SAW

mengambil

zakat

ma’din

Qabaliyah.” (HR Hakim) F. Harta Perniagaan / Perdagangan Yang dimaksud harta perdagangan adalah harta yang dijual atau dibeli guna memperoleh keuntungan. Harta ini tidak hanya tertentu pada harta kekayaan, tetapi semua harta benda yang diperdagangkan. Para ulama bersepakat tentang wajibnya zakat pada harta perdanganan ini. Yang menjadi dasar hukum zakat bagi barang dagangan adalah sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an. “Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya Maha Terpuji.” (Al Baqarah 267) Begitu pula berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Baihaqi. “ Setelah itu sesungguhnya nabi saw menyururh kami mengeluarkan zakat dari barang-barang yang kami sediakan untuk perniagaan”

20

3.4

Tujuan Dan Hikmah Dari Zakat

Tujuan Pendistribusian Zakat a. zakat menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dantangan para pendosa dan pencuri. Nabi saw. bersabda: Peliharalah harta-harta kalian dengan zakat. obatilah orang-orang sakit kalian dengan

sedekah. Dan persiapkanlah doa

untuk menghadapi malapetaka (HR. Abu Dawud). b. zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orang-orang yang sangat memerlukan bantuan. Zakat bisa membantu orang-orang yang lemah dan memberikan kekuatan serta kemampuan untuk melaksanakan kewajiban – kewajiban kepada Allah seperti ibadah, dan memperkokoh iman serta sebagai sarana untuk menuaikan kewajiban- kewajiban yang lain. c. zakat bertujuan menyucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil. Ia juga melatih seorang muslim untuk bersifat pemberi dan dermawan. Mereka dilatih untuk tidak menahan diri dari pengeluaran zakat, melainkan mereka dilatih untuk ikut andil dalam menunaikan kewajiban sosial, yakni kewajiban untuk mengangkat (kemakmuran) negara dengan cara memberikan harta

kepada

fakir miskin, ketika dibutuhkan atau dengan mempersiapkan tentara membendung musuh, atau menolong fakir miskin dengan kadar yang cukup. d. sebagai pensucian jiwa dan sifat kikir, Ahmad al-Jurjawy menjelaskan dengan panjang lebar. Ia mengatakan bahwa jiwa seseorang cenderung kepada ketamakan atau punya sifat ingin memonopoli (menguasai) sesuatu secara sendirian. Seorang anak kecil menginginkan ibunya atau wanita penyusunya tidak menyusui anak yang lain. Apabila ia menyususi anak lain maka anak susuannya ia

21

akan merasa sakit hati dan berusaha dengan sekuat tenaganya untuk menjauhkan yang lain dari ibu asuhnya walaupun dengan tangisnya sebagai tanda akan sakit hatinya. Hal yang serupa terjadi pada golongan hewan, seekor anak sapi akan menanduk anak sapi yang apabila ia ikut menyusui induknya. Pada umumnya manusia mencintai harta benda melebihi dari dirinya sendiri, sebagaimana firman Allah: Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya disisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan (QS. Al-Kahfi: 46). Al-Quran juga menjelaskan bahwa harta sebagai sebab tindakan durhaka yang melampui batas: sesungguhnya manusia benar-benar melampui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup (QS. Al-‘Alaq: 6-7).53 Seseorang yang berusaha mengumpulkan harta dan menimbunnya sebanyak-banyaknya dengan planing dan program yang akurat hendaknya alquran dijadikan sebagai “azas penyimpanan” harta sebagai pedoman, sehingga usaha yang ditempuh tidak menimbulkan kerugian pihak lain atau mematikan usaha-usaha orang lain terutama usaha-usaha yang dikelola golongan orang kecil, serta terhindar dari tindakan yang mengarah kepada homo homini lupus. Oleh karena itulah zakat diwajibkan untuk melatih dirinya berbuat kemuliaan sedikit demi sedikit sehingga kemuliaan itu menjadi sifat kepribadiannya. Karena penunaian zakat mensucikan pelakunya dari dosa-dosa, sebagaimana dijumpai dalam al-Quran (tuthahhiruhum wa tuzakkihim) yang artinya mensucikan dan membersihkan maka dapat juga dikatakan bahwa penyucian itu memiliki dimensi ganda.

22

Yang pertama adalah sarana pembersihan jiwa dari sifat keserakahan bagi penunainya, karena ia dituntut untuk berkorban demi kepentingan orang lain. Yang kedua zakat berfungsi sebagai penebar kasih sayang pada kaum yang tak beruntung serta penghalang tumbuhnya benih kebencian terhadap kaum kaya dari si miskin. Dengan demikian zakat dapat menciptakan ketenangan dan ketentraman bukan hanya kepada penerimanya, tetapi juga kepada pemberinya. Alwi Shihab memprediksikan apabila hukum zakat bisa terlaksana dengan baik di Indonesia. dengan indahnya beliau bertutur: “Kalau saja umat Islam Indonesia dapat menghayati prinsip dasar keadilan dalam Islam Dengan melaksanakan kewajiban zakat, niscaya upaya kita untuk mengentaskan kemiskinan di tanah air bukan hal yang sangat sulit tercapai. Jika ada suatu badan yang tidak diragukan integeritas kerjanya dalam pengumpulan, penyaluran, dan pengelolaan zakat secara efesien, maka jumlah 27,2 juta jiwa yng hidup di bawah garis kemiskinan dapat diangkat derajat hidupnya dalam waktu yang tidak lama. Kemiskinan yang masih merupakan kepedulian bangsa merupakan tantangan hebat khususnya bagi umat Islam Indonesia yang berdasarkan statistik terakhir menunjukkan angka 87 % dari penduduk Indonesia. Sukses tidaknya usaha kita sebagai umat, banyak terpulang pada komitmen kita pada ajaran Islam. semoga kita tergolong dalam kelompok yang mendengar ajaran yang baik dan membuktikannya dalam realita kehidupan”. Adapun hikmah zakat yaitu Dalam setiap ajaran yang diperintahkan pada manusia mengandung suatu hikmah yang sangat berguna bagi orang yang melakukannya. Demikianpun

23

dengan zakat, Hasbi ash Shiddiqy membagi hikmah zakat atas 4 sisi, yaitu hikmah bagi pihak pemberi zakat, pihak penerima zakat (mustahiq), gabungan antara keduanya dan hikmah yang khusus dari Allah.[1] Sementara Wahbi Sulaiman Goza menambahkan dari segi ekistensi harta benda itu sendiri, serta hikmah bagi pemberi zakat dan pihak masyarakat pada umumnya.[2] a. Hikmah zakat bagi Muzakki Jika seseorang melaksanakan kewajiban zakat, maka ia berarti telah melakukan tindakan

preventif

bagi

terjadinya

kerawanan

sosial

yang

umumnya

dilatarbelakangi oleh kemiskinan dan ketidakadilan seperti terjadinya pencurian, perampokan, maupun kekerasan yang diakibatkan oleh kekayaan. b. Hikmah zakat bagi Mustahiq Zakat sesungguhnya bukanlah sekedar memenuhi kebutuhan para mustahiq akan tetapi memberi kecukupan dan kesejahteraan kepada mereka dengan cara memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin. c. Hikmah zakat keduanya Zakat sebagai suatu kewajiban dan kebutuhan bagi seorang muslim yang beriman. Menghilangkan rasa kikir bagi pemilik harta serta membersihkan sikap dengki dan iri hati bagi orang-orang yang kurang. Keberhasilan zakat dalam mengurangi perbedaan kelas dan berhasilnya dalam mewujudkan pendekatan dari kelas-kelas dalam masyarakat, otomatis akan menciptakan suasana aman dan tentram yang melindungi seluruh masa. Dengan demikian akan menyebabkan tersebarnya keamanan masyarakat dan berkurangnya tindakan kriminalitas.

24

d. Hikmah kekhususan dari Allah Dari segi kepentingan harta benda yang dizakati, akan memberikan suatu jaminan untuk membentengi harta kekayaan tersebut dari kebinasaan dan memberikan keberkatan serta kesucian dari kotoran dan subhat. Hal ini dirasa adanya balasan kebaikan dari Allah, dengan mengabulkan do’a dari para penerima zakat yang telah memberikan bantuan.[3] e. Hikmah zakat dari eksistensi harta Menjaga dan memelihara harta dari para pendosa, pencuri, sehingga kehidupan di lingkungan masyarakat menjadi tentram tanpa ada rasa ketakutan dan kekhawatiran menjaga harta mereka.

25

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Zakat menurut bahasa artinya bersih, bertambah (ziyadah), dan terpuji. Zakat menurut istilah agama islam artinyasejumlah / kadar harta tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat. Diantara tujuan zakat dalam Islam adalah (1) mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup serta penderitaan, (2) membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para gharimin, ibnu sabil dan mustahiq lainnya, (3) membersihkan sifat dengki dan iri dari hati orang-orang miskin, (4) membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya, (5) sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial. Zakat dibagi menjadi 2, yaitu zakat fitrah dan zakat maal. Zakat fitrah merupakan zakat yang dikeluarkan umat Islam pada sebagian bulan Ramadhan dan sebagian bulan Syawal untuk mensucikan jiwa. Sedangkan zakat maal adalah zakat harta yang dimiliki seseorang karena sudah mencapai nisabnya. Yang dibayarkan zakat fitrah yaitu berupa makanan pokok sebesar 3,1 liter atau 2,5 kg atau bisa juga dibayarkan dengan uang senilai makanan pokok yang harus dibayarkan. Sedangkan yang dibayarkan zakat maal berupa binatang ternak, emas dan perak, biji-bijian dan buah-buahan, rikaz, harta perniagaan, hasil pertanian, dan hasil tambang. 4.2 Saran a. Sebaiknya kita menunaikan ibadah zakat untuk menyempurnakan rukun Islam

kita. b. Kita harus membayar zakat agar kita dapat menolong orang yang lemah dan

menderita. c. Kita harus membayar zakat di waktu dan orang yang tepat

26

DAFTAR PUSTAKA Jabali, Fu’ad dan Jamhari, (ed), Social

Islam in Indonesia Islamic Studies and

Transformation, (Jakarta:Indonesia-Canada Islamic Higher Education

Project, 2000). Hasbi ash-Shidieqy, Kuliah Ibadah Ditinjau Dari segi Hukum dan Hikmah,cet. Ke-1, (Jakarta: bulan Bintang, 1963), hlm. 232. Wahbi Sulaiman Goza, Az-Zakah wa Ahkamuhu, (Beirut: Muassasah arRisalah,1978), hlm.15-20. Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Terj. Kitab Ilmu Ushul Fiqh, Semarang : Dina Utama Semarang, Cet. I. Bashir, muhammad , zakat bagi umat muslim dan segala kewajibannya yang ada: posted pada 19 desember 2018. https://www.tongkronganislami.net/hikmah-zakat/ Zainal Abidin, Muhammad, Problematika Pendidikan di Indonesia dan Solusi Pemecahannya.:Posted.pada.19.desember.2018.dari.http://meetabied.wordpress.co m/2010/02/20/problematika-pendidikan-di-Indonesia-dan solusi-pemecahannya/, diakses pada tanggal 20 November 2011. Abraham, fungsi zakat dan tujuan zakat dalam pandangan agama islam : posted 11 september 2012 https://abraham4544.wordpress.com/umum/problematikapendidikan-di-indonesia/

27

Related Documents


More Documents from "Aep Saepul Muslim"

Bab I.pptx
December 2019 8
Celinedion_fallingintoyou
December 2019 48
Komonikasi Pidato
April 2020 31