Yohana Theresia_d24160120_tugas 7.pdf

  • Uploaded by: Reinhard Berman Limbong
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Yohana Theresia_d24160120_tugas 7.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 1,502
  • Pages: 8
Laporan Praktikum ke-7 Teknik Laboratorium Nutrisi dan Teknologi Pakan

Hari/tanggal : Senin / 4 Maret 2019 Tempat Praktikum : Laboratorium Terpadu Nama Asisten : Dwitami Anzhany /D24150036

ANALISIS AMONIA (NH3) Yohana Theresia D24160120 Kelompok 1 / Siang

DEPARTEMAN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2019

PENDAHULUAN

Latar Belakang Cairan rumen adalah limbah yang diperoleh dari rumah potong hewan yang dapat mencemari lingkungan apabila tidak ditangani dengan baik. Bagian cair isi rumen kaya akan vitamin B kompleks, protein dan mengandung enzimenzim hasil sintesa mikroba rumen (Jakfar dan Iwan 2010). Cairan rumen mengandung enzim alfa amylase, galaktosidase, hemiselulosa dan selulosa. Rumen merupakan tabung besar tempat menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Kerja ekstensif bakteri dan mikroba terhadap zat-zat makanan menghasilkan produk akhir Kerja ekstensif bakteri dan mikroba terhadap zat-zat makanan menghasilkan produk akhir yang dapat diasimilasi. Kondisi didalam rumen adalah anaerobik dengan suhu 38-42°C. Tekanan osmosis pada rumen mirip dengan tekanan aliran darah, pH dipertahankan oleh adanya aborbsi asam lemak dan amonia. Saliva yang masuk dalam rumen berfungsi untuk buffer dan membantu mempertahankan pH tetap 6,8. Saliva mempunyai tipe cair hasil dari fermentasi mikroba rumen. Saliva mengandung elektrolit-elektrolit tertentu seperti Na, K, Ca, Mg, P dan urea untuk mempertinggi fermentasi mikroba. Amonia adalah sumber nitrogen bagi mikroba dalam rumen untuk memperbanyak dirinya, oleh karena itu pengukuran konsentrasi amonia secara in vitro dapat digunakan untuk mengestimasi degradabilitas protein dan sintesis protein mikrobia (Jenny et al. 2012). Amonia dibebaskan didalam rumen selama proses fermentasi dalam bentuk ion NH4 maupun dalam bentuk tak terion sebagai NH3. Amonia yang dibebaskan dalam rumen sebagian dimanfaatkan oleh mikroba untuk mensintesis protein mikroba. Bahkan amonia yang dibebaskan dari urea atau garam-garam ammonium lain dapat digunakan untuk sintesa protein mikroba. Hidrolisa protein menjadi asam amino diikuti oleh proses deaminasi untuk membebaskan amonia. Kecepatan deaminasi biasanya lebih cepat daripada proteolisis. Amonia yang terbentuk dalam rumen sebagian akan disalurkan ke hati melalui pembuluh darah. Jika amonia yang terbentuk berlebihan dalam rumen dan tidak dimanfaatkan oleh mikroorgansime rumen maka kelebihan tersebut akan diserap masuk pembuluh darah yang dapat menyebabkan keracunan. Apabila amonia dibebaskan dengan cepat, maka amonia diabsorpsi melalui dinding rumen dan sangat sedikit nyang dipakai oleh bakteri. Apabila pH melebihi 7,3 maka proses penyerapan amonia dipercepat. Sebab pembentukan amonia yang tak terion yang lebih mudah melewati dinding rumen. Didalam kondisi normal, jika urea diberikan sejumlah energi yang cukup, maka pH biasanya tetap sekitar 6,5 yang mengurangi kecepatan absorpsi amonia. Amonia yang tidak terionisasi atau NH3 merupakan racun bagi organisme sehingga harus dikurangi kandungannya ( Fauzzie et al. 2013).

Tujuan Praktikum ini bertujuan mengetahui konsentrasi dan faktor yang mempengaruhi kandungan amonia (NH3) di dalam rumen.

MATERI DAN METODE

Materi Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan conway, mikropipet, tip, buret, statif, beaker glass, magnetic stirrer, magnet, pinset, dan tissue. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah supernatan, larutan formaldehyde, larutan HgCl2, larutan H2SO4, dan vaselin. Metode Alat dan bahan dipersiapkan. Cawan conway dibersihkan menggunakan tissue. Pada bagian bibir cawan dan tutupnya diolesi menggunakan vaselin. Supernatan hasil proses fermentasi diambil sebanyak 1 ml menggunakan mikropipet dan diletakkan pada salah satu ujung alur cawan conway. Larutan Na2CO3 diambil sebanyak 1 ml menggunakan mikropipet dan diletakkan pada salah satu ujung cawan conway yang bersebelahan dengan supernatan agar tidak bercampur. Larutan asam borat diambil sebanyak 1 ml menggunakan mikropipet dan diletakkan pada bagian tengah cawan conway. Cawan conway yang telah diolesi vaselin ditutup dengan rapat hingga udara tidak ada yang masuk. Kemudian larutan Na2CO3 dan supernatan dicampur merata dengan cara digoyang-goyangkan dan dimiringkan. Cawan conway dibiarkan selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah 24 jam, cawan conway dibuka dan dilakukan titrasi menggunakan larutan H2SO4 sebagai titran. Larutan H2SO4 diteteskan sedikit demi sedikit sampai perubahan warna terjadi dari biru menjadi merah. Volume H2SO4 dibaca pada buret dan dihitung kadar NH3 kemudian dicatat hasilnya. Langkah yang sama dilakukan pada perlakuan formaldehyde dan HgCl2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Amonia adalah sumber nitrogen bagi mikroba dalam rumen untuk memperbanyak dirinya. Berikut adalah kandungan NH3 pada berbagai perlakuan. Tabel 1 Kandungan NH3 pada berbagai perlakuan

Perlakuan H2SO4 Formaldehyde HgCl2

Kadar NH3 (mM) 25.025 21.45 21,725

Pembahasan Amonia adalah hasil akhir degradasi protein oleh mikroba rumen. Amonia merupakan sumber N utama bagi mikroba untuk sintesis protein mikroba rumen. Sumbangan N sangat penting bagi ternak rumninansia mengingat bahwa prekursor protein mikroba adalah amonia dan senyawa sumber karbon, semakin tinggi kadar NH3 di dalam rumen maka semakin banyak protein mikroba yang terbentuk sebagai sumber protein tubuh. Pada kondisi normal, kelebihan amonia akan diabsorbsi oleh dinding rumen, masuk ke pembuluh darah dan dibawa ke hati untuk diubah menjadi urea dan dibuang melalui urin. Namun dalam kondisi kadar amonia tinggi, kadar amonia yang dibawa ke hati juga menjadi tinggi, mengakibatkan kadar amonia dalam pembuluh darah perifer menjadi naik sehingga terjadi keracunan ( Widyobroto et al. 2007). Konsentrasi amonia yang tinggi di dalam rumen menunjukkan proses degradasi protein pakan lebih cepat daripada proses pembentukan protein mikroba sehingga terjadi akumulasi NH3 (McDonald et al. 2002). Konsentrasi amonia di dalam rumen dipengaruhi oleh kandungan protein dalam pakan, pH rumen, kelarutan protein bahan pakan, serta waktu setelah pemberian pakan. Sapi yang menerima pakan jerami dengan kandungan protein rendah (5,12%) memiliki konsentrasi amonia sangat rendah yaitu 22,9% . Mikroba rumen dapat bekerja dengan optimal untuk merombak asam amino menjadi amonia pada kondisi pH 6-7. Sekitar 82% mikroba rumen merombak asam–asam amino menjadi amonia yang selanjutnya digunakan untuk menyusun protein tubuhnya. Suasana pH rumen yang asam (pH rendah) dapat menyebabkan menurunnya aktivitas mikroba dalam rumen (Mahesti 2009). Konsentrasi NH3 dalam cairan rumen yang dapat menunjang pertumbuhan mikroba rumen secara optimal berkisar antara 3,27-7,14 mM dengan puncak sintesis mikroba pada konsentrasi 3,27 dan akan berpengaruh buruk terhadap penampilan produksi dan efisiensi penggunaan N pada konsentrasi lebih dari 7,14 mM. Produksi amonia di dalam rumen dipengaruhi oleh kelarutan bahan pakan, jumlah protein ransum, sumber nitrogen ransum, pH rumen dan waktu setelah pemberian pakan (produksi maksimum dicapai pada 2-4 jam setelah pemberian pakan). Asam borat merupakan jenis asam lemah. Dalam penentuan kandungan amonia dalam rumen, digunakan asam borat sebagai indikator asam. Hal ini karena penentuan kandungan amonia dilakukan dengan titrasi menggunakan asam kuat (H2SO4). Pada saat titrasi asam borat akan berubah warna menjadi merah yang berarti proses penetralan larutan saat dicampur dengan asam kuat. Na2CO3 ditambahkan sebagai larutan standarisasi dari supernatan yang akan digunakan. Larutan Na2CO3 bertindak sebagai larutan baku karena kepekaannya telah diketahui dalam molaritas (Khopkar 2003).

H2SO4 diperlukan untuk mengubah warna biru menjadi merah pada asam borat. H2SO4 adalah asam kuat yang bertindak sebagai pengubah warna pada indikator bersifat asam. Indikator asam akan berubah warna pada lingkungan yang bersifat asam. Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan perlakuan H2SO4 memiliki kandungan NH3 lebih banyak dengan nilai 25.025. Hal ini diikuti dengan perlakuan formaldehyde dan HgCl2. H2SO4 dan formaldehyde mimilik fungsi untuk mematikan mikroba dalam rumen (Abdurachman et al 2001). Kandungan NH3 dalam rumen dipengaruhi akibat aktivitas mikroba, sehingga penambahan formaldehyde dan H2SO4 menyebabkan kandungan NH3 dalam rumen semakin sedikit. Adanya fluktuasi N-NH3 cairan rumen dipengaruhi oleh kandungan N dan NPN yang dikandung dalam pakan yang dikonsumsi, tingkat hidrolisis, dan kelarutan dari protein (Arora 1989). Tersedianya energi bagi mikroba rumen, baik energi yang cepat larut dan tersedia setelah proses degradasi serat dan pH rumen yang sesuai untuk aktivitas mikroba proteolitik, juga berpengaruh terhadap konsentrasi NH3 (Usman 2013).

SIMPULAN

Praktikum ini memberikan pengetahuan mengenai cara menghitung kandungan amonia yang ada di dalam rumen. Amonia merupakan salah satu hasil fermentasi yang kandungannya harus diketahui. Amonia dipangaruhi oleh lingkungan, pemberian pakan, dan kandungan N serta NPN.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, Askar S. 2001. Teknik penyimpanan cairan rumen untuk analisis amonia. Temu Teknis Fungsional Non Peneliti Balai Penelitian Ternak. 126129. Fauzzia M R, Rahmawati I, Widiasa I. 2013. Penyisihan amoniak dan kekeruhan pada sistem resirkulasi budidaya kepiting dengan teknologi membrane biofilter. Jurnal Teknik Kimia Industri. 2(2): 156-161. Jakfar M, Irwan. 2010. Analisis ekonomi penggemukan kambing kacang berbasis sumber daya lokal. Journal SAINS Riset. 1(17). Jenny I, Surono, Christiyanto M. 2012. Produksi amonia, undegraded protein dan protein total secara in vitro bungkil biji kapuk yang diproteksi dengan tanin alami. Animal Agricultural Journal. 1(1): 277 – 284. Khopkar S M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta (ID): UI Pr. Mahesti G. 2009. Pemanfaatan Protein pada Domba Lokal Jantan Dengan Bobot Badan dan Aras Pemberian Pakan yang Berbeda. Semarang (ID): Program Studi Magister Ilmu Ternak Program Pasca sarjana Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. McDonald, Morgan C A . 2002. Animal Nutrition.5th Edition. New York (US): Longman Scientific and Technical Inc.

Suhartanto B, Utomo R, Kustantinah, Budisatria IGS, Yusiati LM. 2014. Pengaruh penambahan formaldhide pada pembuuatan undergraded protein dan tingkat seplementasi pada pellet pakan lengkap terhadap aktivitas mikroba rumen secara invitro. Buletin Peternakan. 38(3) : 141-149 Usman Y. 2013. Pemberian pakan serat sisa tanaman pertanian (jerami kacang tanah, jerami jagung, pucuk tebu) terhadap evolusi ph, n-nh3 dan vfa di dalam rumen sapi. J.agripet .Vol.13 (2) : 53-58. Widyobroto B P , Budhi S P, Agus A. 2007. Pengaruh aras undegraded protein dan energy terhadap kinetik fermentasi rumen dan sintesis protein mikroba pada sapi. Journal Indonesian Tropic Animal Agriculture. 32 (3): 194-200

LAMPIRAN

Related Documents


More Documents from "Aan"

Laporan Teklab 1.docx
May 2020 17
Brachiaria.pdf
December 2019 9
Kemkes-01.pdf
October 2019 32
Aaaa.docx
October 2019 17