Uas Metodologi Penelitian Hukum.docx

  • Uploaded by: Mar'atush Sholihah
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Uas Metodologi Penelitian Hukum.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,661
  • Pages: 15
Tugas Metodologi Penelitian Hukum Dosen Pengampu : Dr. Ahmad Bunyan Wahib M.Ag., M.A. Kelompok : 14 Muhammad Yusuf Ibnu Soleh Muhammad Nisful Ma’wa Mar’atush Sholihah Pandangan Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Tentang Status Nikah Siri A. Latar Belakang Penelitian ini akan membahas mengenai pandangan Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Tentang Status Nikah Siri yang ada di Indonesia. Pada dasarnya nikah siri telah memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan dalam ajaran Hukum Islam, namun hal ini jika dikaitkan dengan kondisi masyarakat yang ada maka terdapat suatu pertentangan terhadap tujuan dari pernikahan tersebut yakni melindungi hak dan kewajiban baik suami, istri maupun anak. Dalam fenomenanya, walaupun syarat dan rukun agama sudah terpenuhi , nikah siri memberikan suatu dampak positif dan negatif yang dirasakan bagi para pelakunya, terutama lebih berdampak negatif kepada istri dan anak dalam jangka waktu kedepan, serta ketidak jelasan pada status pernikahan yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan.1 Hal ini yang mendasari untuk dijadikan penelitian mengenai status nikah siri dalam pandangan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga. Dalam kajian akademisi, fenomena nikah siri sering menimbulkan pertanyaan mengenai keabsahan status nikah siri yang terjadi setelah adanya pembaharuan Hukum Perkawinan di Indonesia, hal ini menimbulkan perbedaan pendapat. Sebagian menyatakan tidak sahnya suatu perkawinan Zulfan, “Fenomena Nikah Siri di Indonesia dari Aspek Sosiologi Hukum dan Kaitannya dengan Legislasi Pencatatan Perkawinan:, Jurnal Fitrah, Vol. 8 No.2, 2014, hlm . 290. 1

tersebut kalau belum tercatatkan didalam pencatatan Negara, sedangkan sebagaian pendapat lain menyatakan bahwa nikah siri dianggap sah, dikarenakan tujuan suatu perkawinan adalah untuk memenuhi dan menyempurnakan perintah agama. Mengenai penjelasan dalam berbagai literatur fiqih, tidak ditemukan secara jelas definisi dari nikah siri, namun dapat dipahami secara jelas bahwa maksud dari nikah siri adalah perkawinan yang dirahasiakan setelah dilakukannya

akad,

dengan

demikian

secara

eksistensi

dasar

dari

permasalahan tersebut adalah saksi harus merahasiakan perkawinan yang terjadi setelah akad dilakukan. Imam Malik melarang perbuatan tersebut, sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’I mentoleransi perbuatan tersebut, dikarenakan keabsahan perkawinan tidak dihubungkan dengan disembunyikan maupun disebarluaskan suatu perkawinan tersebut, tetapi dikaitkan dengan adanya kehadiran saksi yang datang pada saat perkawina tersebut, yakni untuk memberitahu telah terjadinya suatu perkawinan yang sudah dilakukan.2 Sedangkan dalam hukum Perkawinan di Indonesia yang pada dasarnya dalam pasal 2 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, dijelaskan bahwa suatu perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Dengan demikian bagi masyarakat yang memeluk agama Islam, maka berlakulah suatu aturan yang selanjutnya dijelaskan pada pasal 2 ayat (2) yakni, tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.3 Kemudian diatur juga dalam UU Nomor 22 tahun 1946 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk pasal 1 ayat (1) yakni Nikah yang dilakukan menurut agama Islam, selanjutnya disebut nikah, diawasi oleh Pegawai Pencatat Nikah yang diangkat oleh Menteri Agama atau pegawai yang ditunjuk olehnya. Talak dan rujuk yang dilakukan menurut agama Islam Aidil Alfin Busyro, “Nikah Siri Dalam Tinjauan Hukum Teoritis Dan Sosiologis Hukum Islam Di Indonesia”, Jurnal Al-Manahij, Vol. XI No. 1, 2017, hlm. 64. 3 UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 ayat (1-2). 2

selanjutnya disebut talak dan rujuk, diberitahukan kepada Pegawai Pencatat Nikah”.4 Pasal ini memberitahukan legalisasi bahwa supaya nikah, talak, dan rujuk menurut agama Islam supaya dicatat pada Pegawai Pencatat Nikah (PPN) Dikantor Pencatat Nikah Kecamatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan agar mendapat kepastian hukum. Dengan demikian tujuan dari pencatatan nikah yang diberlakukan oleh pemerintah yakni, untuk mengurangi adanya suatu unsur ketidakadilan dan ketidakjelasan pada status istri dan anak di mata hukum yang berlaku bagi keperdataan keduanya dalam hal yang menyangkut tentang hak-hak keperdataan nya. Oleh karena itu, nikah siri dapat

menimbulkan akibat

hukum mengenai keabsahan status pernikahan yang terjadi dan berdampak pada keperdataan si ibu dan anak. Sehingga

keberadaan

nikah

siri

ditengah-tengah

masyarakat

menimbulkan banyak pro dan kontra. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa nikah siri menjadi suatu jalan alternatif dalam melakukan suatu perkawinan supaya di anggap berkedudukan yang lebih dihargai. Khususnya dalam keadaan sosial sebagai isteri atau wanita mendapat hak dan tindakan hukum dalam berbagai lapangan muamalat, yang tadinya ketika masih gadis tindakannya masih terbatas, harus dengan persetujuan orang tuanya Dari pandangan masyarakat umum tersebut diatas maka masih sering terjjadi suatu pernikahan siri. Dalam hal ini sering dijumpai didesa-desa ada juga sebagian masyarakat kota, baik berpendidikan tinggi maupun yang rendah.5 Mereka menganggap bahwa nikah yang dlakukan sesuai agama syarat-syaratnya sudah terpenuhi maka sudah sah. Sebagian masyarakat lain berpendapat, bahwa nikah siri akan menimbulkan suatu permasalahan yang berkaitan dengan administrasi

4

UU No. 22 tahun 1946 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk pasal 1 ayat (1). Enik Isnaini, “Perkawinan Siri dalam Perspektif Hukum Islam, Hukum Positif dan Hak Asasi Manusia”, Jurnal Independen, Vol.1 No.2, hlm. 58. 5

kedepannya bagi si anak yang terlahir dari pernikahan siri yang dilakukan oleh kedua orang tuanya.6 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saiful Anwar (2011) dengan judul “Praktek Nikah Siri di Desa Cipadu Kecamatan Larangan Kota Tangerang Tahun 1998-2010 Ditinjau Dari Hukum Islam”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktek nikah siri dan faktor yang mempengaruhinya. Hasil analisisnya bahwa praktek pernikahan siri yang terjadi di Desa Cipadu disebabkan oleh biaya murah dan prosedur yang mudah.7 Kemudian dorongan ingin berpoligami karena kalau kawin secara sah akan sulit dalam mengurus berbagai macam ketentuan.8 Terakhir disebabkan oleh budaya yang menganggap bahwa itu merupakan hal yang lumrah.9 Sejalan dengan riset terdahulu mengenai nikah siri, salah seorang mahasiswa berpendapat bahwa memang administrasi nikah yang belum terjangkau juga ketidakpahaman masyarakat mengenai dampak nikah siri yang masih menjadi kendala mengapa nikah siri masih marak terjadi. Masyarakat perlu diberikan perhatian lebih dalam hal pernikahan siri dan dampak yang akan ditimbulkan, yang akan merugikan si ibu dan anaknya.10 Mengenai status nikah siri, mereka paham bahwa suatu pernikahan sah secara agama jika dilakukan sesuai rukun dan syarat tanpa dicatatkan, akan tetapi

Hj. Fitriyani, “Akibat Hukum Perkawinan Siri Terhadap Perempuan Dan Anak Di Indonesia”, Jurnal STAIN Watampone, hlm. 12. 7 Saiful Anwar, Skripsi S1, “Praktek Nikah Siri di Desa Cipadu Kecamatan Larangan Kota Tangerang Tahun 1998-2010 Ditinjau Dari Hukum Islam”, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2011), hlm. 68. 8 Ibid., hlm. 70. 9 Ibid., hlm. 73. 10 Wawancara dengan Diastiana Rena Dina Asanti, mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, jurusan PAI, semester III, tanggal 6 November 2018. 6

alangkah lebih baiknya jika menjadi masyarakat yang taat dan melakukan pernikahan sesuai prosedur yang telah negara tetapkan.11 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, penulis memberikan keterangan sekaligus memperjelas, bahwa kajian penelitian ini pokok permasalahan yang penulis ajaukan adalah: 1. Bagaimana pandangan mahasiswa UIN Sunan kalijaga Yogyakarta mengenai status nikah siri? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pandangan mahasiswa UIN Sunan kalijaga Yogyakarta mengenai status nikah siri. Adapun kegunaan penelitian ini adalah: 1. Dapat menjadi sumbangsih bagi kelengkapan data dan pengkajianpengkajian dan menambah khazanah kepustakaan mengenai pemikiran didalam pembahasan terhadap nikah siri. 2. Kajian ini diharapkan memberiakn manfaat bagi siapa saja yang tertarik terhadap kajian sosial, sehingga tercapai kehidupan yang baik. 3. Memberikan pemikiran terhadap kalangan umum maupun kalangan khusus yang berada di lingkungan UIN Sunan Kalijaga mengenai teori yang berkaitan dengan nikah siri. D. Telaah Pustaka Agar peneliti mengetahui apakah objek penelitian yang akan dilakukan sudah pernah diteliti atau belum, maka peneliti melakukan telaah atas penelitian terdahulu, khususnya pada penelitian yang relevan dengan tema yang telah dipilih. Sejauh penelusuran yang dilakukan penulis terkait tema, penelitian yang memfokuskan diri pada kajian mengenai Pandangan Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga tentang Status Nikah Siri belum ada. Namun 11 Wawancara dengan Torik Abdul Aziz Wibowo, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta fakultas Syariah dan Hukum, jurusan Ilmu Hukum, semester III, tanggal 6 November 2018.

terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan tema yang telah dipilih, yaitu tentang tinjauan hukum dan pandangan dari beberapa kalangan mengenai nikah siri. Kajian tentang nikah siri ini akan menitik beratkan pada status hukum dan pandangan dari beberapa kalangan. Dalam Jurnal Al-Manahij, Vol. XI No. 1 oleh Aidil Alfin Busyro (Nikah Siri dalam Tinjauan Hukum Teoritis dan Sosiologis Hukum Islam Indonesia, 2017) membahas tentang pernikahan siri dalam tinjauan diyani dan qada’i. Dalam pandangan diyani apabila terpenuhi syarat perkawinan dan tidak terhalang apapun maka pernikahan itu dianggap sah. Namun, dalam pandangan qodo’i pernikahan tersebut selain terpenuhi syarat dan tidak ada yang menghalangi pernikahan dan harus pula diadministrasikan oleh negara yang dalam hal ini negara ikut andil dalam mengatur keabsahan suatu pernikahan yang terjadi.12 Terlampir dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan terdapat dalam pasal 1 ayat (1), yaitu: “perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu” pada ayat (2) “tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Dari pasal diatas memang tidak tercantumkan secara tekstual sebagai suatu pernyataan yang menyatakan bahwa perkawinan tidak sah apabila tidak dicatatkan, akan tetapi sah menurut masing-masing agama dan kepercayaan. Namun kembali lagi pada asas dan tujuan hukum ditegakkan yaitu untuk melindungi hak masyarakat, memberi kepastian hukum, menciptakan ketertiban dan memenuhi rasa keadilan. Dalam hal ini dijelaskan dalam Jurnal Independent, Vol. 2 No. 1 oleh Enik Isnaini (Perkawinan Siri dalam Perspektif Hukum Islam, Hukum Positif dan Hak Asasi Manusia). Aturan pencatatan nikah hendaknya dipatuhi segala kalangan agar mendapatkan kepastian hukum seperti mendapatkan akta nikah sebagai bukti adanya peristiwa pernikahan.13 Terkait dengan fenomena nikah siri dan legislasi pencatatan nikah yang bisa dilihat dalam Jurnal Fitrah, Vol. 08 No. 2 oleh Zulfan (Fenomena 12 13

Aidil Alfin Busyro, Nikah Siri Dalam Tinjauan... hlm. 63. Enik Isnaini, Perkawinan Siri dalam Perspektif ... hlm. 59.

Nikah Siri di Indonesia dari Aspek Sosiologi Hukum dan Kaitannya dengan Legislasi Pencatatan Perkawinan, 2014). Masyarakat berpendapat bahwa suatu pernikahan yang dicatatkan itu bukan sebuah keharusan, akan tetapi hanya sekedar permasalahan administrasi saja, tidak mengurangi keabsahan perkawinan itu sendiri. Disamping berbagai pendapat masyarakat yang demikian itu ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. Ada yang dikarenakan para pasangan nikah siri tersebut telah hamil diluar nikah, kurangnya pemahaman masyarakat mengenai pentingnya pencatatn nikah, sulitnya aturan berpoligami apalagi bagi pegawai negeri sipil, juga karena faktor sosial, aktor agama dan faktor biaya, alias tidak mampu membayar administrasi pencatatan.14 Sejalan dengan penjelasaan diatas yang telah disampaikan, dalam Jurnal Al-Ahwal, Vol. 3 No. 1 Ahmad Badrut Tamam (Nikah Siri Solusi Pernikahan Anak dibawah Umur di Desa Petung, Panceng, Gresik, 2010) menjelaskan lebih kepada pengelompokan mengenai faktor internal dan ekseternal. Faktor internal terdiri dari : 1. Faktor kemauan anak dan restu orang tua. 2. Faktor rendahnya tingkat kesadaran terhadap pentingnya lembaga perkawinan. 3. Faktor tujuan untuk mengantisipasi terjadinya kehamilan diluar nikah (perzinahan). Sedangkan faktor ekstrernal terdiri dari : 1. Faktor lingkungan (Sosial). 2. Faktor Pergaulan. Dilihat dari beberapa faktor diatas, masyarakat dalam menanggapi pernikahan siri sebagai solusi untuk megantisipasi terjadinya hamil diluar nikah yang bisa mencemarkan nama baik keluarga dan mereka menegaskan

14

Zulfan, “Fenomena Nikah Siri di Indonesia..., hlm. 297.

bahwa nikah siri tersebut hanyalah untuk sementara waktu saja sebelum pernikahan tersebut dicatatkan.15 Dalam pandangan fiminisme, dalam Jurnal Ahkam, Vol. 5 No. 2 oleh Ni’matun Naharin dan Nur Fadhilah (Perkawinan dibawah Tangan (Nikah Siri) dalam Perspektif Feminis, 2017) mengemukakan akibat yang dialami oleh perempuan yang disebabkan oleh Praktek Nikah Siri yakni bahwa pada dasarnya nikah siri menimbulkan akibat yang dialami oleh perempuan dan anak-anak berupa suatu diskriminasi dan ketertindasan pada kedua nya yang tidak bisa melakukan suatu tindakan berupa penuntutan dalam hal hak nya.16 Saifudin Zuhri berpendapat dalam Jurnal Asy-Syirah, Vol. 48. No. 2 (Sanksi Pidana bagi Pelaku Nikah Siri dalam Perspektif Hukum Islam, 2014) terkait Pasal 143 RUU-HM-PA-B Perkawinan bahwa ”setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak dihadapan Pejabat Pencatat Nikah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.6.000.000,00 (enam juta rupiah) atau hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan”.17 Ini bukan solusi terbaik dalam membina setiap keluarga muslim di Indonesia. Jika suami dikenakan hukuman penjara, maka tidak ada yang memberikan nafkah untuk isteri-isteri dan anak-anak mereka. Maka untuk menentukan denda bagi pelaku nikah siri perlu kriteria yang jelas. Dalam hal ini perlu ditelaah ulang terkait dengan RUU yang mengatur tentang sanksi nikah siri diatas, yang mana nanti hasil dari telaah ulang itu dapat melahirkan peraturan yang bisa memperbaiki aturan yang sudah ada, sehingga dapat diterima dan tidak menimbulkan masalah baru ketika dilaksanakannya peraturan baru atau ketika tidak ditemukan titik terang maka peraturan tersebut dihapuskan saja.

15

Ahmad Badrut Tamam, Nikah Siri Solusi Pernikahan... hlm. 56-59. Ni’matun Naharin, Nur Fadhilah, “Perkawinan dibawah Tangan (Nikah Siri) dalam Perspektif Feminis”, Jurnal Ahkam, Vol.5 No.2, 2017, hlm. 379. 17 Saifudin Zuhri, “Sanksi Pidana bagi Pelaku Nikah Siri dalam Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Asy-Syirah, Vol. 48. No. 2 2014, hlm. 365. 16

E. Kerangka Teoritik Agar kajian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka harus didasarkan pada satu atau beberapa teori pendukungnya. Dalam hal ini penulis akan menggunakan teori yang mempunyai hubungan dengan objek kajian. Menikah merupakan kebutuhan dasar manusia yang bertujuan untuk melanjutkan generasi dan memperoleh ketenteraman hidup di dunia. Setidaknya terdapat suatu anjuran yang jelas mengenai hal tersebut, yakni baik didalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Selain itu, adanya suatu pernikahan tersebut bertujuan sebagai landasan seseorang untuk memelihara salah satu dari lima Daruriyat (hal yang teramat penting) dalam kajian maqasid syari’ah, yaitu memelihara keturunan.18 Serta selain hal tersebut, pernikahan juga bertujuan untuk memberikan ketentraman lahir maupun batin kepada kedua pasangan tersebut yang sebagaimana dianjurkan didalam nash terkait. Adanya metode status pernikahan melalui proses pencatatan yang diwakili oleh Negara, merupakan suatu konsekuensi peraturan yang diberikan oleh Negara didalam melaksanakan suatu pernikahan yang terjadi dan dianggap sah baik secara agama maupun hukum yang berlaku, yang mana senantiasa berbenturan dengan realita sosial yang terus berubah. Sejalan dengan itu salah satu bentuk realita yang terjadi pada masyarakat di indonesia yaitu didalam status nikah siri yang sering terjadi pasca terjadinya suatu pernikahan siri. Tujuan diadakannya pencatatan pernikahan adalah untuk mewujudkan keluarga yang mawaddah wa rahmah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT ( QS. Ar-rum ayat 21): ْ ‫ض َو‬ ٍ َ‫ف ا َ ْل ِسنَتِ ُك ْم َوا َ ْل َوانِ ُك ْم~ ِا َّن فِ ْي ذَلِكَ َلَي‬ َ‫ت ِل ْلعَ ِل ِميْن‬ ِ ‫س َم َو‬ َّ ‫َو ِم ْن آيَتِ ِه َج ْل ُق ال‬ ُ َ‫اختِال‬ ِ ‫ت َواأل َ ْر‬ Artinya :

18

Aidil Alfin Busyro, Nikah Siri Dalam Tinjauan... hlm. 62.

“Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.19

Pada dasarnya, penjelasan mengenai anjuran melakukan pencatatan pernikahan pada saat terjadi nya suatu pernikahan, tidak memiliki ketentuan didalam suatu hukum islam mengenai keabsahan status pernikahan tersebut, dengan demikian terdapat permsalahan yang terjadi mengenai ketentuan status didalam suatu pernikahan haruslah dicatatkan. Akan tetapi, didalam ruang lingkup peradilan islam, seorang Khalifah didalam Negara berhak menjatuhkan sanksi mukhalafat terhadp seseorang yang melakukan tindakan mukhalafat, dikarenakan Negara memiliki ketentuan atas hak-hak didalam maerancangkan aturan-aturan didalam mengatur rakyat yang tidak terdapat didalam syari’at. Dengan demikian apabila didalam ketentuan pencatatan pernikahan yang dikeluarkan oleh Negara berkaitan dengan ketentuan mukhalafat, maka seseorang yang tidak melakukan hal tersebut, akan mendapatkan suatu sanksi baik berupa denda maupun kurungan penjara.20 Berkaitan dengan itu dalam menganalisis terhadap problematika status nikah siri yang dilakukan, maka penyusun menggunakan pendekatan secara diyani dan qadha’i dengan menggunakan teori Maqasid Syari’ah yaitu demi mewujudkan kemaslahatan secara duniawi dan ukhrawi. Di dalam mewujukan kemaslahatan tersebut, berdasarkan pemikiran para ahli fiqih, terdapat unsur-unsur didalam menentukan suatu kemaslahatan bagi umat yang terdapat didalm ketentuan Maqasid Syari’ah. Maqasid Syari’ah berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum Islam. Tujuan tersebut, dapat ditelusuri didalam 19 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Syamil Qur’an, 2009), ArRum : Ayat 30. 20 M.Thahir Maloko, “Nikah Sirri Perspektif Hukum Islam”, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Sipakalebbi’, Volume 1 Nomor 2 Desember 2014), hlm. 224.

ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah Rasullah sebagai alasan logis bagin rumusan suatu hukum yang berorientasi kepada kemaslahatan umat manusia. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Abu Ishaq Al-Syatibi bahwa tujuan pokok disyariatkan hukum Islam adalah untuk kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Lebih lanjut, Abu Ishaq Al-Syatibi melaporkan hasil penelitian para ulama terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah bahwa hukum-hukum disyariatkan Allah untuk mewujudkan kemaslahatan umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat.21 Tindak lanjut dari kelima unsur tersebut, bahwa menurut imam Al Haromain al-Juaini dalam beberapa kitap yang ditulisnya bahwa beliau mengklasifikasikan pemilahan untuk mempermudah proses penetapan hukum yang dibedakan menjadi tiga peringkat, yaitu: daruriyyat, hajiyyat, dan tahsiniyyat.22 Menurut Abu Ishaq Al-Syatibi dalam menjelaskan tiga tingkatan tersebut, yakni : 1. Daruriyyat Adalah segala hal yang menjadi sendi eksistensi kehidupan manusia yang harus ada demi kemaslahatan manusia. Kemaslahatan daruriyyat meliputi lima hal, yaitu : 1) Memelihara Agama 2) Memelihara Jiwa 3) Memelihara Keturunan 4) Memelihara Harta; 5) Memelihara Akal. Kelima hal tersebut menjadi tujuan utama dari semua Agama.23 2. Hajiyyat 21 Abu Ishaq Al-Syatibi, Al-Muwafaqat fi Ushul Al-Syariat, (Beirut -Lebanon : Darul Ma’rifah, 1997), Jilid. 1-2, hlm. 324. 22 Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 107. 23 Abu Ishaq Al-Syatibi, Al-Muwafaqat fi Ushul..., hlm. 8-10.

Adalah segala kebutuhan manusia dalam memperoleh kelapangan hidup dan menghindarkan diri dari kesulitan (Musyaqqat). Jika kedua kebutuhan manusia ini tidak terpenuhi, maka manusia pasti akan mengalami kesulitan dalam hidupnya meskipun kemaslahatan umumnya tidak menjadi rusak.24 3. Tahsiniyat Adalah segala yang pantas dan layak mengikut akal dan adat kebiasaan serta menjauhi segala yang tercela mengikut akal sehat. Tegasnya tahsiniyat adalah segala hal yang bernilai dan bermuatan etis yang baik. 25 F. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan alat untuk menyelesaikan masalah ilmu maupun praktis. Tanpa adanya penelitian, pengetahuan tidak akan bertambah maju. Padahal pengetahuan adalah dasar semua tindakan dan usaha. Jadi penelitin sebagai dasar untuk meningkatkan pengetahuan harus diadakan agar meningkat pula usaha-usaha manusia. Untuk mendukung terlaksanya penelitian ini digunakan beberapa metode yang secara rinci dipaparkan dibawah ini: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian lapangan, yaitu penelitian yang sumber bahan dan datanya diperoleh melalui penelitian lapangan.

Adapun penelitian ini diperoleh dari hasil

wawancara langsung mahasiswa UIN Sunan Kalijaga. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang diambil adalah deskriptif-analitis. Penelitian seperti ini memiliki tujuan mendeskripsikan pandangan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga tentang nikah siri sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. 3. Pendekatan Masalah 24 25

Ibid., hlm. 10-11. Ibid., hlm. 11.

Pendekatan masalah normatif dan yuridis. Pendekatan normatif yaitu pendekatan yang berdasarkan norma atau aturan dalam bentuk nash atau produk manusia yang menjadi landasan hukum. Sedangkan pendekatan yuridis ialah pendekatan yang menggunakan Undang-Undang sebagai dasarnya. 4. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang berkaitan dengan nikah siri, penulis menggunakan beberapa teknik untuk mengumpulkan data, antara lain: a. Wawancara Wawancara merupakan cara pengumpulan data dengan sistem tanya jawab secara langsung dengan para mahasiswa yang ada di UIN Sunan Kalijaga. Jenis awancara yang dilakukan adalah wawancara

berstruktur,

yaitu

wawancara

yang

dilakukan

berdasarkan daftar pertanyaan yang telah dirumuskan sebelumnya dengan maksud dapat mengontrol dan mengatur wawancara b. Tinjauan Pustaka. Tinjauan pustaka di sini bermaksud mengambil data dari berbagai karya ilmiah atau referensi lain yang bisa dijadikan sebagai sumber rujukan dalam penulisan ini. 5. Sumber Data a. Data Primer Sumber data primer dalam penelitian ini adalah mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, tempat objek penelitian berada. Sehubungan dengan hal ini, peneliti menggali data dengan menentukan responden atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti lewat wawancara. Yang dapat memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang ada hubungannya dengan nikah siri yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. b. Data Sekunder Sumber data sekunder didapatkan dari pembacaan literaturliteratur yang terkait dengan nikah siri, serta dari berbagai sumber literatur lainnya yang sekiranya mendukung.

6. Sistematika Pembahasan Untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi skripsi ini, penyusun memberikan sistematika pembahasan, sebagai berikut : Bab Pertama merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, analisis data, sistematika pembahasan. Bab Kedua membahas tentang bagaimana status nikah siri dilihat dari Hukum Islam dan dalam perundang-undangan. Bab Ketiga membahas tentang pandangan Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga mengenai status nikah siri. Bab Keempat membahas mengenai faktor yang melatarbelakangi terjadinya nikah siri. Bab Kelima merupakan bab penutup, yang berisi kesimpulan menyeluruh dari hasil penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya G. Penutup Menikah merupakan kebutuhan dasar manusia yang bertujuan untuk melanjutkan generasi dan memperoleh ketenteraman hidup di dunia. Setidaknya terdapat suatu anjuran yang jelas mengenai hal tersebut, yakni baik didalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Ketentuan tentang wajibnya pencatatan pernikahan secara jelas sudah ditetapkan dalam peraturan perundangan-undangan. Namun realitannya di tengah-tengah masyarakat, masih banyak ditemukan praktek nikah sirri oleh masyarakat. Hal ini disebabkan masyarakat memiliki pandangan bahwa pernikahan dianggap sah apabila syarat dan rukun pernikahan tersebut telah terpenuhi tanpa dicatatkan. Dengan demikian status pernikahan tersebut dianggap sah secara agama, dikarenakan subtansi didalam syarat dan rukun tersebut telah terpenuhi. Namun dalam hukum negara pernikahan tersebut tidak lah dianggap sah dikarenakan tidak terpenuhinya pencatatan didalam suatu pernikahan, yang mengakibatkan Negara tidak mengakui status pernikhan tersebut dengan tidak dikeluarkannya akta pernikahan yang memberikan kekuatan hukum terhadap status pernikhan tersebut.

H. Daftar Pustaka Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Syamil Qur’an, 2009. Ishaq Al-Syatibi, Abu, 1997. Al-Muwafaqat fi Ushul Al-Syariat, (Beirut : Darul Ma’rifah, Jilid. 1-2. Alfin Busyro, Aidil, “Nikah Siri Dalam Tinjauan Hukum Teoritis Dan Sosiologis Hukum Islam Di Indonesia”, Jurnal Al-Manahij, Vol. XI No. 1, 2017. Anwar, Saiful, 2011. Skripsi S1, “Praktek Nikah Siri di Desa Cipadu Kecamatan Larangan Kota Tangerang Tahun 1998-2010 Ditinjau Dari Hukum Islam”, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. Fitriyani, “Akibat Hukum Perkawinan Siri Terhadap Perempuan Dan Anak Di Indonesia”, Jurnal STAIN Watampone. Isnaini, Enik, “Perkawinan Siri dalam Perspektif Hukum Islam, Hukum Positif dan Hak Asasi Manusia”, Jurnal Independen, Vol.1 No.2. Maloko, M. Thahir, “Nikah Siri Perspektif Hukum Islam”, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Sipakalebbi’, Vol. 1, No. 2 Desember 2014. Naharin, Ni’matun Nur Fadhilah, “Perkawinan dibawah Tangan (Nikah Siri) dalam Perspektif Feminis”, Jurnal Ahkam, Vol.5 No.2, 2017. UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 ayat (1-2). UU No. 22 tahun 1946 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk pasal 1 ayat (1). Zuhri, Saifudin, “Sanksi Pidana bagi Pelaku Nikah Siri dalam Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Asy-Syirah, Vol. 48. No. 2 2014. Zulfan. “Fenomena Nikah Siri di Indonesia dari Aspek Sosiologi Hukum dan Kaitannya dengan Legislasi Pencatatan Perkawinan:, Jurnal Fitrah, Vol. 8 No.2, 2014.

Related Documents


More Documents from "Aulia Feri Iskandar Putri"