Tugas Pendidikan Agama.docx

  • Uploaded by: lydia
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Pendidikan Agama.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,715
  • Pages: 8
Ringkasan Buku “Belajar Mudah Ushuluddin” Nama NIM Prodi

: Lydia Putri Salsabilla : 118106006 : Psikologi

Bab I MESTIKAH BERAGAMA? Seseorang yang berpendapat bahwa ia tidak perlu untuk menyelidiki soal agama. Untuk menunjukan kerapuhan hujjah (argumentasi) perlu menyelidiki soal-soal agama dengan dua acara. 1. Hikmah (kearifan) mengajarkan bahwa semua orang musti berterimakasih atas manfaat-manfaat yang telah diperoleh. 2. Hikmah juga mengajarkan tentang perlunya melakukan usaha-usaha pencegahan terhadap segenap bahaya atau kerugian yang mungkin timbul.

Kerugian Terbesar

Tanpa sadar kita telah diberi keberkahan berupa manfaat dari segenap keutamaan hidup didunia – sistem pencernaan, perkakas keringat, hati dan organorgan dan tubuh kita yang lain, demikian pula, semesta alam, sinar matahari, tetanaman, tambang-tambangan dan sumber-sumber daya yang tersembunyi jauh dari jantung bumi – yang melampaui had (batas). Kesemuanya itu adalah manfaat besar yang telah diberikan kepada manusia yang bisa didayagunakan. Pertanyaannya adalah: tidakkah semestinya kita melakukan penyelidikan sedemikian sampai, sehingga dengan demikian bisa kita penuhi kewajibankewajiban kita, kita sampaikan kepada-Nya rasa syukur kita? Menyelenggarakan usaha-usaha untuk menemukan agama sejati juga merupakan ajaran hikmah. Seseorang yang belum menemukan jalan yang benar dan terombang-ambing tanpa arah, meski tidak mengistirahatkan kakinya sampai ia temukan jalan kebenaran dan agama sejati itu – terpuasi dengan bukti-bukti dan

pembuktian-pembuktian nan terang. Bila telah dijangkau sumber kehidupan yang bersifat spiritual (ruhaniah) dan agama sejati itu, hatinya pun penuh dengan kedamaian dan kebahagiaan, maka ia sendiri mesti menyampaikan rasa syukur kepada Sang Pencipta.

Pencegahan Bahaya Kerugian Yang Mungkin Timbul.

jika kita sedang dalam keadaan berbahaya maka nalar kita sebagai manusia memaksa untuk menyelidiki kemungkinan adanya bahaya yang mungkin akan timbul lalu memeriksa apakah bahaya tersebut masih ada berada didekat kita. Memang boleh jadi sebagian bahaya itu ternyata sama sekali tak terjadi, orang lain mungkin malah sama sekali tak menggubrisnya. Namun, jika harga yang harus dibayar adalah jiwa seseorang, dan suatu kehidupan akan menjadi musnah karenanya, bisakah hal itu diabaikan begitu saja. Kemustian Berterimakasih

Rasul-rasul tuhan menyeru umat manusia kepada agama dan pada penganutan kaidah-kaidah tertentu, dan menakuti-nakuti orang dengan hukuman atas perbuatan-perbuatan buruk mereka sembari meyakinkan bahwa manusia akan diadili di hadapan Haki Yang Maha Benar dan Bijaksana. Manusia dibayangbayangi oleh kesulitan dan resiko yang mungkin timbul di Hari Kebangkitan dan pedihnya hukuman di sana, membuat mereke ngeri akannya. Tambahan pula, para rasul ini menyeru manusia kepada suatu kehidupan yang sehat dan beradab. Merekapu berkata bahwa, setelah kematian, suatu hamparan dunia baru yang luas dan rahmat yang tak habis-habisnya menanti seseorang yang telah menyelenggarakan kewajiban-kewajibannya sembari menyampaikan berita gembira akan adanya kehidupan lain disana yang dilimpahi kedamaian pikiran dan kebebasan dari ketegangan, hasad (dengki), kesedihan, ketakutan dan penyakit. Adakah nalar membolehkan kita mengabaikan pesan penting ini? Tidakkah semestinya kita timbang ancaman-ancaman yang dilemparkan oleh para rasul itu, bahwa dosa dan kekafiran membawa bersamanya hukuman?

Bab II PENGALAMAN DIBALIK PENGINDERAAN Kapan saja kita melihat sesuatu bangunan yang indah dengan kesemarakan dan rancangan yang agung dengan mudah kita bisa pahami bahwa arsiteknya, mandor dan tukang batunya masing-masing adalah seorang ahli dibidangnya, dan kita menemukan, dengan mengamati bangunan yang serasi seperti itu, pengetahuan dan ilmu tentang sang pembangunnya. Tetapi, meski demikian, kita toh percaya pada sains dan ilmunya, Kenapa? Karena keteraturan itu jugalah, yang kita cerap pada benda-benda itu, yang memaksa kita untuk mengenali ilmu para pembangunnya. Dan dari sini kita sampai pada kesimpulan bahwa, dalam segala hal, sesuatu kemaujudan yang ingin kita percayai tak semestinya kasatmata (bisa dilihat) atau berwujud. Betapa banyaknya kenyataan yang bisa kita cerap oleh indera-indera kita namun kemaujudannya terasakan bagi kita lewat upaya memperhatikan akibat-akibat yang mereka hasilkan. Karena setiap manusia arif paham, tanpa perlu terlalu banyak mencurahkan perhatian, bahwa mustahilah ada akibat tanpa sebab, tak ada sesuatu keteraturan tanpa adanya perancang yang bijaksana dan berilmu.

Atas dasar ini, kita bisa membagi segala sesuatu di dunia ini kedalam dua kategori: 1. Apa-apa yang nyata bagi satu atau lebih indera kita: kita mengamati bendabenda yang kasat mata dengan mata, kita mendengar suara-suara denga telingam kita mebaui bebauan yang harum dan busuk dengan hidung, mengecap rasa manis dan pahit dengan lidah, dan meraba yang kasar dan halus dengan kulit di tubuh kita. 2. Apa-apa yang tak bisa dicerap oleh satu pun di antara indera-indera kita itu, namun

kemaujudannya

bisa

kita

simpulkan

lewat

akibat

yang

dihasilkannya. Kenyataannya ini tidaklah bersifat tunggal jenis, beberapa di antaranya bersifat material sementara yang lainnya non material (yakni tanpa had-had maupun sifat-sifat material).

Fakta-fakta ilmiah yang telah mapan (diakui kebenarannya) tersebut diatas menunjukan secara gambling bahwa diatas wujud-wujud yang kita cerap dengan organ-organ indera kita, ada benda-benda dan gejala lain yang tidak bisa secara langsung kita cerap, tetapi kita ketahui hanya karena akibat-akibat yang dihasilkannya. Jadi, kita bisa menarik kesimpulan bahwa tak patutlah kita menolak sesuatu yang tidak kita lihat hanya karena ia tak kasat mata, Karena kasatmata berbeda dari tidak maujud, dan cara menemukan sesuatu tidak hanya terbatas pada mata atau indera-indera lainnya. Akal budi bisa menemukan benda-benda atau gejala-gejala itu, sebagaimana kita lihat dalam hal kemaujudan fakta-fakta ilmiah tersebut diatas yang bisa diketahui lewat akibat-akibat yang dihasilkannya, dan yang tidak disangkal atau diragukan oleh orang-orang yang ahli. Kita tak ingin mengatakan bahwa Tuhan mirip dengan fakta-fakta itu, karena Tuhan adalah haqq (kebenaran) yang lebih tinggi dari kesemuanya itu, yang tak ada sesuatu pun yang setara atau sebanding dengannya; tetapi kita ingin mengatakan bahwa, sebagaimana kita menemukan kemaujudan-kemaujudan benda-benda dan gejala-gejala itu melalui akibat yang ditimbulkannya, maka kitapun bisa menemukan kemaujudan Tuhan lewat tanda-tanda (ayat-ayat)-Nya.

Jadi orang-orang yang telah melakukan pengamatan hanya dengan mata fisiknya saja, dan menyangkal kemaujudan Tuhan karena mereka tak bisa melihatNya dengan mata-mata mereka, sungguh telah buta mata kearifan (hikmah) dan perenungan (tafakkur)nya; karena kita tahu, berdasar ajaran kearifan, bahwa melalui pengaturan yang cermat atas penciptaan -- yang merupakan salah satu tanda Tuhan – kemaujudan-Nya bisa ditemukan. Masalah yang lebih penting dan mengena adalah bahwa pengkajian atas hasilhasil kekuasaan sang Rabb (Pengatur) – yakni dunia dan segenap makhluk yang hidup didalamnya – sebagai tambahan bagi hal lain yang membimbing kita kearah kemaujudan-Nya, juga menunjukan bahwa, karena segenap dan setiap gejala adalah

salah satu tanda-tanda-Nya, dan tanda-Nya, maka Ia Sendiri adalah suatu hakikat lain yang taka da sesuatu makhluk dunia pun yang setara atau sebanding dengannya. Oleh sebab itu, kita mendapati dua hal dari pengkajian atas tanda-tanda Tuhan: 1. Kemaujudan Sang Pencipta jagatraya, yang didalamnya segala sesuatu adalah tanda-tanda-Nya. 2. Bahwa karena tanda-tanda-Nya tidak ber-had dan tidak terbatas pada tempat atau masa tertentu saja, maka ia adalah sesuatu Zat yang tak ber-had dan memiliki segenap kesempurnaan, meski kita tak dapat mencerap Hakikat-Nya.

BAB III RANCANGAN ALAM SEMESTA DAN PERANCANGNYA Rancangan Alam Semesta

Di alam ini, dari atom terkecil hingga benda angkasa paling akbar, dalam segala yang terlihat, kita seolah diingatkan akan pengaturannya yang seksama sedemikian, sehingga ilmuwan terbesar pun dipaksa takjub. Demikian teraturnya alam ini sehingga mungkinlah untuk menerangkan, dengan hukum-hukum yang tak berubah, arah yang ditempuh oleh setiap gejala sebelum saat terjadinya. Karena alasan inilah (yakni, bahwa pola-pola dan hokum-hukum yang mengatur alam ini bersifat tak berubah dan tetap), para ilmuwan berusaha menemukan hokum-hukum ini. Karena, jika halnya tidak demikian (yakni, bahwa pola-pola dan hukum-hukum tersebut bersifat berubah-ubah dan tak pasti), bukankah segala usaha orang di bidang ini sia-sia belaka?

Perancang Alam Semesta

Hujjah yang sama menunjukkan suatu pembuktian umum dan kepastian kebenaran, bahwa rancangan dan keteraturan itu mesti berasal dari suatu sumber keajaiban-keajaiban yang terancang dan teratur – karena sebagaimana segala sesuatu memiliki efek khusus (missal, air dingin tak mungkin menyebabkan luka bakar), tak tepatlah untuk menganggap bahwa rancangan dan perhitungan sebagai berasal dari kebetulan belaka. Oleh sebab itu, selanjutnya bisa dikatakan bahwa rancangan dan keteraturan yang terdapat pada otak, syaraf, sistem pencernaan, hati, mata, telinga dan ribuan contoh lain merupakan bukti-bukti lengkap dan hidup bahwa dunia ciptaan ini memiliki perancang dan pencipta yang bijak dan kuasa, dan bahwa apa saja yang menarik perhatian di antara rahasia-rahasia pengaturan penciptanya.

Menyikapi Rahasia-Rahasia Alam

Kemajuan ilmu yang menakjubkan menyingkap misteri dan kesalahankesalahan konsep dalam fisiologi dan ilmu-ilmu eskperimental. Misalnya sebelum ini beberapa orga tubuh pernah dianggap tidak ada gunanya. Tapi, ilmu modern, setelah melakukan banyak analisis dan riset, telah membeberkan manfaat-manfaat khas masing-masingnya. Di masa mendatang, saat perkakas riset telah lebih lanjut dikembangkan, berbagai fungsi yang lebih penting pasti akan ditemukan. Jika kita tidak menemukan guna atau faedah sesuatu benda/hal, tidak seharusnya kita lantas menyimpulkan bahwa benda/hal itu memang benar-benar tak berfaedah. Seharusnya kita menunggu sampah rahasia-rahasia dan fungsifungsinya terungkap bagi kita lewat bantuan ilmu-pengetahuan. Karena, meski manusia telah meraih sedemikian banyak kemajuan, ia sesungguhnya masih, berada berada pada tahap-tahap pertama, dan belum juga berhasil membaca satu baris dari “ Buku Agung Alam Semesta” Tak syak lagi, bahwa pengkajian satu saja bagian penciptaan, atau bahkan secuil daripadanya, sudah cukup untuk membawa seseorang untuk mengenal Sang Perancang dan Pembangunan jagat ini.

RINGKASAN ARTIKEL AGAMA DAN PERUBAHAN SOSIAL Alam semesta dalam sejarah perjalanan manusia dipahami dalam dua perspektif, yaitu alam yang rasional dan alam yang misteri. Alam yang rasional atau alam logos merupakan alam yang memiliki hukum-hukum tersendiri yang terstruktur, ada hukum yang berlaku sehingga manusia di manapun dan kapanpun dapat mempelajarinya. Di sisi lain, ada alam yang dipenuhi oleh perspektif mitos yang penuh misteri. Alam sebagai mitos hadir sebagai alam yang tak dipahami oleh manusia. Manusia hanyalah sebagian kecil dari alam yang misteri tersebut.

Alam tidak lagi menyimpan misteri karena semuanya mulai dapat di mengerti oleh akal pikiran manusia. Akibatnya, alam pun tampil di hadapan manusia menjadi objek penelitian dan realitas yang kapanpun siap untuk dieksploitasi. Manusia dengan rasionalitasnya berusaha mengembangkan ilmu pengetahuan. Berbagai penemuan baru lahir akibat dari tersingkapnya hukum alam. Contohnya seperti hujan yang sebelumnya dianggap turun dari dewa-dewa, kini dipahami sebagai hukum alam yang biasa saja, bahkan manusia pun dapat membuat hujan buatan sebagai bandingannya. Pandangan profan mewarnai pandangan yang rasional tersebut. Dengan adanya kedua tafsir tersebut, alam pada akhirnya dapat dipahami secara mitos maupun logos. Manusia lah yang menjadiikan alam itu punya arti dan makna, bukan sebaliknya. Alam yang profan menjadi sumber dari berkembangnya ilmu pengetahuan. Dalam rasionalisme, orang tidak percaya begitu saja terhadap sesuatu. Seseorang itu percaya dengan dasar-dasar tertentu, Kepercayaan (belief) itu haruslah masuk akal, yaitu bertalian secara logis (coherent), tidak mengandung kontradiksi sertat cocok atau sesuai (compatible) dengan pengetahuan manusia. Mitos dalam pandangan ini tidak sesuai dengan pengetahuan manusia. Islam sendiri sebagai agama yang diturunkan terakhir memiliki pandangan tersendiri terkait dengan mitos dan logos, atau yang sakral dan yang profan. Sebagai wujud yang benar, maka alam raya juga mempunyai wujud yang nyata.

Related Documents


More Documents from ""

Metode_ekstraksi
October 2019 60
Integritas Narkoba.docx
November 2019 47
Sk Kader Posyandu.docx
November 2019 34
Isi Makalah Ppdgj-iii.docx
December 2019 26