Tugas Keloid Bp.docx

  • Uploaded by: Reni Agustin
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Keloid Bp.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,152
  • Pages: 12
KELOID

Disusun oleh : CAKRA WIJAYA ELIZABETH RUTINI LISA AYU PRATIWI

Pembimbing dr. Bobby Swadharma P, Sp.BP-RE

KEPALA BAGIAN SMF ILMU PENYAKIT BEDAH RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2019

Definisi Keloid adalah jaringan parut yang tumbuh melebihi area luka/cedera pada kulit yang menyembuh. Keloidosis : keloid multiple atau pertumbuhan berulang keloid meski tidak pada tempat yang sama.[1]

Etiologi Dapat timbul pada luka/cedera pada kulit, pada pembedahan, luka traumatik, daerah vaksinasi, terbakar, cacar, jerawat, atau goresan kecil sekalipun. Terdapat peran growth factor pada pembentukan keloid, yaitu peningkatan kadar TGF-β.[1]

Proses Penyembuhan Luka Normal.

Pada proses penyembuhan luka normal terbagi dalam empat fase. Fase homestatis, Fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodeling. a. Fase haemostatis Fase haemostasis bersifat segera dan berlangsungcepat, berlangsung dalam detik sampai ke menit. Luka akan menyebabkan pelepasan prostaglandin dari sel endotel yang menyebabkan vasokontriksi. Kolagen yang terekpose pada pembuluh darah yang terluka akan menyebabkan pelepasan dari kemotraktan untuk memulai kaskade koagulasi. Yang menyebabkan terbentuknya matriks fibrin dan platelet. [2][3]

b. Fase inflamasi Fase ini dimulai saat terjadi luka dan berlangsung selama 2 hingga 3 hari. Pada fase ini keeping darah melepaskan growth factor seperti platelet- derived growth factor (PDGF) dan transforming growth factor β (TGF-β). Neutrofil mencapai area luka dan memenuhi rongga perlukaan. Neutrofil akan memfagosit jaringan mati dan mencegah infeksi. Selanjutnya monosit akan memasuki area luka. Makrofag memfagosit debris dan bakteri serta berperan

pada produksi growth factor yang dibutuhkan untuk pembuatan matriks ekstraseluler oleh fibroblast dan pembuluh darah baru untuk penyembuhan luka. Oleh

karena itu, ketidakhadiran

monosit atau makrofag akan

menghambat fase penyembuhan luka. [3]

c. Fase proliferative Fase ini dimulai pada hari ke-4 hingga minggu ke-3 setelah luka. Makrofag terus memproduksi growth factor seperti PDGF dan TNF-β1 yang membuat fibroblast dapat terus berproliferasi dan migrasi membentuk jaringan matriks ekstraseluler. Selain itu, juga menstimulasi sel endotel untuk membentuk pembuluh darah baru. Kolagen tipe III juga mulai terbentuk yang nantinya akan digantikan oleh kolagen tipe I pada fase remodelling. Yang penting pada fase ini adalah saat mulai terjadi pengisian rongga luka dengan kolagen maka fibroblast harus sudah berkurang dan proses angiogenesis juga harus mulai melambat agar didapatkan scar normal. [2]

d. Fase remodelling Fase terpanjang dalam fase penyembuhan luka, berlangsung mulai minggu ke3 hingga 1 tahun. Fase ini ditandai dengan kontraksi luka dan remodeling kolagen. Kolagen tipe I mulai menggantikan kolagen tipe III. Kekuatan luka terus meningkat sejalan dengan reorganisasi kolagen. Pada jaringan normal terjadinya dari 80% kolagen tipe 1. [2][3]

Patogenesis Keloid Fase inflamasi yang memanjang diduga merupakan salah satu penyebab timbulnya scar hipertrofik atau keloid. Meningkatnya jumlah sel-sel imun pada keloid meningkatkan aktivitas fibroblas dan terus terjadi pembentukan matriks ekstraseluler.

Hal ini juga yang diduga menyebabkan scar timbul melebihi margin atau batas luka pada keloid. Teori lain menyatakan bahwa TGF-β memainkan peranan sangat penting dalam terjadinya kelainan jaringan fibrotik ini. TGF-β1 dan TGF-β2 merupakan stimulan penting sintesis kolagen dan proteoglikan serta mempengaruhi matriks ekstraseluler yang tidak hanya meningkatkan sintesis kolagen tetapi juga menghambat pemecahannya. Sedangkan TGF-β3 yang ditemukan lebih dominan pada fase akhir penyembuhan luka memiliki fungsi sebaliknya. Decorin merupakan proteoglikan yang memiliki kemampuan mengikat dan menetralisir TGF-β serta menurunkan protein matriks ekstraseluler. Kadar decorin yang rendah dapat memicu terjadinya kelainan fibrotik.[4][2]

Epidemiologi Keloid hanya ditemukan pada manusia dan terjadi pada 5-15% luka. Keloid cenderung terjadi pada kedua jenis kelamin secara sama, meskipun insiden yang lebih tinggi terjadi pada wanita yang datang dengan keloid. Frekuensi kejadian keloid pada orang dengan kulit berpigmen tinggi adalah 15 kali lebih tinggi dibandingkan pada orang dengan kulit berpigmen lebih sedikit.

[6]

Usia rata-rata saat onset adalah 10-30

tahun. Faktor risiko keloid diduga berkaitan dengan beberapa hal. Riwayat keloid pada keluarga akan meningkatkan insidens keloid. Beberapa penelitian mendukung hubungan antara kencenderungan genetik dan kecenderungan individu untuk membentuk bekas luka keloid. Asosiasi genetik untuk pengembangan bekas luka abnormal telah ditemukan untuk HLA-B14, HLA-B21, HLA-BW16, HLA-BW35, HLA-DR5, HLA-DQW3, dan golongan darah A. [7,8]

Histologi Keloid memiliki lapisan epidermis yang normal, vaskularisasi yang cukup, dengan densitas mesenkim yang tinggi, yang dimanifestasikan dengan penebalan lapisan dermis dan infiltrasi sel inflamatori yang tinggi jika dibandingkan dengan jaringan bekas normal yang normal. Lapisan retikular dermis sebagian besar terdiri dari kolegen dan fibroblas, dan kerusakan pada lapisan ini diduga berkontribusi terhadap pembentukan keloid. Ikatan kolagen pada lapisan dermis kulit normal tampak longgar dan tidak beraturan, ikatan kolagen lebih tebal dan lebih banyak ditemukan pada keloid, yang menghasilkan struktur seperti nodul di daerah dermis bagian dalam. Karakteristik yang membedakan pada gambaran histologi dari koloid adalah adanya serat kolagen yang besar, luas, dan tersusun rapat yang terdiri dari banyak fibril. Selain kolagen, proteoglikan adalah komponen matriks ekstraselular utama (ECM) yang disimpan dalam jumlah berlebihan pada bekas luka keloid.[11]

Faktor Resiko a. Riwayat keloid pada keluarga .Gen yang diduga memiliki peran terjadinya keloid adalah HLA-B14, HLA-B21, HLA-BW16, HLA- BW35, HLA-DR5, dan HLA-DQW3. b. albino, dan ras kulit hitam memiliki risiko hingga 15 kali lebih besar. c.

Usia : angka kejadian keloid lebih tinggi pada saat masa pubertas.[5]

Predileksi: Pada kasus keloid area yang paling sering terkena adalah daerah dada, deltoid, lobules telinga. Iritasi karena garukan atau gesekan baju, bisa memperluas keloidnya. Paparan matahari selama tahun pertama pembentukan keloid menyebabkan warnanya lebih gelap pada daerah sekitarnya di kulit.[1]

Tanda dan gejala: a. lesi kulit: warna seperti otot (kemerahan ataumerah muda) b. berbentuk nodular c. benjolan lebih besar dari luka awal d. dapat gatal dan nyeri.

Pemeriksaan Fisik Ketika seorang pasien datang dengan suatu bekas luka abnormal, diperlukan pembedaan antara keloid dengan bekas luka hipertropik.[9] Keloid awalnya bermanifestasi sebagai lesi eritematosa tanpa folikel rambut dan jaringan kelenjar normal lainnya. Konsistensi dapat berkisar dari lunak dan pekat hingga kenyal dan keras. Sebagian besar keloid cenderung tumbuh lambat selama berbulan-bulan hingga satu tahun, melampaui area awal cedera tetapi jarang ke jaringan subkutan. Sebagian besar keloid akhirnya berhenti tumbuh dan tetap stabil atau bahkan sedikit menyatu. Diagnosis berdasarkan penampakan pada kulit atau bekas luka. Biopsi kulit diperlukan untuk menyingkirkan kelainan pertumbuhan kulit lainnya (tumor).[1]

Perbedaan antara hipertropik skar dengen koloid. [10] Insidens

Area Predileksi

Onset

Scar Hipertrofik Scar Keloid 40-70% terjadi pasca operasi dan 6-16% terjadi pada ras Afrika >90% pasca luka bakar Tidak ada perbedaaan antara laki-laki dan perempuan, insiden tertinggi pada usia 20 hingga 30 tahun Bahu, leher, sekitar sternum, lutut, Dada depan, pundak, telinga, pergelangan kaki lengan atas dan pipi Area paling jarang terkena: kelopak mata, korenea, telapak tangan, genitalia, dan telapak kaki 4-8 minggu setelah luka, Beberapa tahun setelah pertumbuhan cepat terjadi hingga terjadinya luka atau spontan 6 bulan, kemudian mengalami tanpa didahului luka di area dada regresi tengah. Cenderung menetap, jarang regresi spontan.

Jarang berulang setelah eksisi Seiring berulang setelah eksisi scar awal scar awal Jarang meluas melebihi area luka Luas melebihi area luka

Gambaran Klinis Gambaran Terorganisir. histopatologis Kolagen tipe III yang paralel epidermis, terdapat nodul mengandung miofibroblas dan banyak mengandung asam mukopolisakarida. Ekspresi ATP rendah

Tidak terorganisir, luas, tebal. Kolagen tipe I dan III tanpa nodul atau miofibroblas. Vaskularisasi sangat buruk. Ekspresi ATP tinggi

Penatalaksanaan Hal yang paling penting untuk dipertimbangkan dalam pengelolaan pembentukan bekas luka keloif adalah pencegahan. Sebelum pembedahan, diskusikan secara menyeluruh riwayat pembentukan keloid atau riwayat riwayat keloid pada keluarga pasien. Lokasi, ukuran, kedalaman luka, usia pasien dan keberhasilan terapi sebelumnya merupakan pertimbangan klinis untuk menentukan terapi.

Terapi Tekan Efektivitasnya masih kontroversial. Mekanisme kerja yang diharapkan adalah dengan pemberian tekanan, maka sistesis kolagen menurun karena terbatasnya suplai darah dan oksihen, serta nutrisi ke jaringan scar dan apoptosis diharapkan meningkat. Tekanan kontinu (15-40 mmhg) diberikan minimal 23 jam dan/atau 1 hari selama 6 bulan atau selama scar masih aktif. Terapi ini terbatas karena sering menyebabkan maserasi, eksema, ataupun bau tidak sedap karena penggunaan bahan kain. Terapi tekan biasanya berhasil lebih baik pada anak-anak.[10]

Silicone Gel Sheeting

Silicone gel sheeting bekerja dengan cara meningkatkan temperatur parut 1-2 derajat dari suhu tubuh, keadaan iniakan meningkatkan aktivitas kolagenase.Penggunaan dianjurkan ≥12 jam dan/ atau 1 hari dimulai sejak 2 minggu pasca-penyembuhan luka. Penggunaan siliconesheet ini lebih disukai pada area yang sering bergerak.[10,12]

Injeksi Kortikosteroid Kortikosteroid bekerja mensupresi proses inflamasi luka. Selain itu, kortikosteroid mampu

mengurangi

sintesis

kolagendan

glikosaminoglikan,

menghambat

pertumbuhan fibroblas, dan meningkatkan degradasi kolagen dan fibroblas. Injeksi intralesi menggunakan triamcinolon acetonide (TAC) 10-40 mg/mL diulang setiap 34 minggu dapat dilakukan hingga 6 bulan memberikan hasil yang cukup baik, pada kasus tertentu terkadang dibutuhkan tambahan sesi. Pada terapi tunggal, hasil maksimal hingga rata sepenuhnya didapatkan pada scar yang masih baru. Untuk scar lama, hasil yang dicapaihanya lesi menjadi lebih kecil dan membantu mengurangi gejala. Efek samping yang sering muncul adalah atrofi kulit, telangiektasis, dan rasa nyeri di area penyuntikan.[10,13]

Cryotherapy Dapat digunakan sebagai terapi tunggal ataupun kombinasi dengan terapi injeksi kortikosteroid untuk hasil lebih maksimal. Untuk kombinasi terapi, disarankan cryotheraphy terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan injeksi triamcinolon acetonide.

Cryotherapy menyebabkan kerusakan vaskular, sehingga terjadi

anoksiadan nekrosis jaringan.[10,13]

Radioterapi Superficial x-rays, electron-beam therapy,danbrachytherapydosis rendah atau tinggi memberikan hasil yang cukup baik. Radioterapi menghambat neovaskular dan proliferasi fibroblas, sehingga produksi kolagen menurun. Terapi sebaiknya dimulai

sejak 24-48 jam pasca-tindakan eksisi dengan dosis total 40 Gy untuk mencegah efek samping seperti hipo atau hiperpigmentasi,eritema, telangiektasis, dan atrofi.[10]

Laser Terapi 585-nm pulse dye laser (PDL) memberikan hasil yang cukup baik. Tanpa overlap, dengan fluence 6,0-7,5 J/cm2 (7 mm spot) atau 4,5-5,5 J/cm2(10 mm spot) sangat dianjurkan untuk terapi scar hipertrofi aupun keloid. Untuk hasil maksimal,sebaiknya terapi diulang hingga 2-6 kali. Dengan panas yang merusak kolagen, terapi 585 nm PDL dipercaya dapat membentuk kolagenesis baru. Hati-hati dengan efek samping hipo- atau hiperpigmentasi serta blister. Sering terjadi purpura pasca-terapi

yang

bertahan

hingga

7-10

hari.Terapi 1064-

nm Neodym: YAG Laser juga memberikan hasil yang cukup baik.

Mekanisme

kerjanya serupa dengan PDL,tetapi Nd:YAG mampu menembus jaringan lebih dalam, sehingga sangat baik untuk terapi keloid yang tebal. Ditemukan perbaikan pigmentasi, vaskularisasi, dan ukuran scar setelah 5-10 terapi dengan interval 1-2 minggu menggunakan fluence rendah.[10]

Injeksi Interferon (IFN) Merupakan terapi yang cukup potensial karena IFN mampu mengurangi sintesis kolagen tipe I dan III. Secara spesifik INF-α2b memiliki efek antagonis terhadap TGF-βdan histamin. INF-α2b disuntikkan intralesi(1,5x106 IU, 2 kali sehari selama 4 hari) mampu mereduksi ukuran scar hingga 50% di hari ke-9. Efek samping yang sering muncul adalah flulike symptoms dan nyeri di area penyuntikan.[10]

5-Fluorouracil (5-FU) Zat kemoterapi kanker ini bekerja dengan cara meningkatkan apoptosis fibroblas. Injeksi 5-FU intralesi (50 mg/mL) setiap minggu selama 12 minggu berhasil mengurangi ukuran scar hingga 50% pada rata-rata pasien tanpa kegagalan dan rekuren dalam 24 bulan kemudian. Efek samping yang mungkin muncul adalah nyeri,

ulserasi, dan sensasi terbakar. Pernah dilakukan terapi kombinasi TAC 1040 mg/mL dengan 5-FU 50 mg/mL.

Terapi Medis Lainnya Flurandrenolide tape (Cordran) digunakan pada keloid yang terbentuk dan akan menyebabkan keloid melunak dan merata sepanjang waktu. Ini diaplikasikan pada keloid selama 12-20 jam sehari. Flurandrenolide tape juga bagus untuk menghilangkan pruritus. Penggunaan jangka panjang akan menyebabkan atrofi kulit.

Bleomycin (1 mg / mL) dapat digunakan dan berhasil untuk mengobati keloid kecil.

Tacrolimus adalah pengobatan terbaru untuk keloid yang diberikan dua kali sehari. Ini didasarkan pada data yang dapat menonaktifkan onkogen gil-1.

Methotrexate telah terbukti cukup berhasil dalam mencegah kekambuhan ketika dikombinasikan dengan eksisi. Dosis 15-20 mg diberikan dalam dosis tunggal setiap 4 hari, dimulai seminggu sebelum operasi dan berlanjut selama 3 bulan.

Pentoxifylline (Trental) 400 mg 3 kali sehari telah berdampak pada penurunan kekambuhan. Mekanisme ini tidak sepenuhnya diketahui.

Colchicine menghambat sintesis kolagen, gangguan mikrotubular, dan stimulasi kolagenase, dan dengan demikian digunakan dalam pengobatan keloid.

DAFTAR PUSTAKA

[1]

Sudjatmiko G. PETUNJUK PRAKTIS ILMU BEDAH PLASTIK REKONSTRUKSI. Bali: mahameru offset printin; 2007.

[2]

Chenyu H, Murphy GF, Akaishi S, Ogawa R. Keloids and Hypertrophic Scars: Update and Future Directions. Plast Reconstr Surg Glob Open 2013;1:1–7. doi:10.1097/GOX.0b013e31829c4597.

[3]

Thorne CH, Gurtner GC, Chung K, Gosain A. Grabb and Smith’S Plastic surgery. 7th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; n.d.

[4]

Dolores W, Alexandar T, Petra P. Hypertrophic Scars and Keloids F A Review of Their 2009:171–81. doi:10.1111/j.1524-4725.2008.34406.x.

[5]

Sinto L. Scar Hipertro k dan Keloid : Pato siologi dan Penatalaksanaan 2018;45:29–32.

[6]

Alhady SM, Sivanantharajah K. Keloids in various races. A review of 17 cases. Plast Roconstr Surg. 1969; 44(6):564-6

[7]

Lu WS, Zheng XD, Yao XH, Zhang LF. Clinical and epidemiological analysis of keloids in Chinese patients. Arch Dermatol Res. 2015 Mar. 307 (2):109-14.

[8]

Park TH, Park JH, Tirgan MH, Halim AS, Chang CH. Clinical implications of single- versus multiple-site keloid disorder: a retrospective study in an Asian population. Ann Plast Surg. 2015 Feb. 74 (2):248-51.

[9]

Atiyeh BS, Costagliola M, Hayek SN. Keloid or hypertrophic scar: the controversy: review of the literature. Ann Plast Surg. 2005 Jun. 54(6):676-80.

[10] Gauglitz GG, Korting HC, Pavicic T, Ruzicka T, Jeschke MG. Hypertrophic scarring and keloids: Pathomechanisms and current and emerging treatment

strategies. MolMed 2011;17(12):11325. Available from: http://dupuytrens.org/DupPDFs/2011_Gauglitz.pdf [11] Lee JY, Yang CC, Chao SC, et al. Histopathological differential diagnosis of keloid and hypertrophic scar. Am J Dermatopathol. 2004 Oct. 26(5):379-84. [12] Perdanakusuma DS, Noer MS. Penanganan parut hipertrofi dan keloid. Surabaya Airlangga University Press; 2006 [13] Gauglitz GG. Management of keloid and hypertrophic scars: Current and emerging options [Internet]. 2013. Available from:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ articles/PMC3639020/

Related Documents

Tugas Keloid Bp.docx
November 2019 8
Tugas
October 2019 88
Tugas
October 2019 74
Tugas
June 2020 46
Tugas
May 2020 48
Tugas
June 2020 45

More Documents from ""