TUGAS FITOKIMIA Diampu oleh : Bu Siti Rofidah, M.Farm., Apt
Ketua Kelompok : Andri Saputra Dunggio (201610410311158) Sekretaris : Dinda Muji Nurhandini (201610410311171) Anggota Kelompok : 1. Vivi okravianty (201610410311087) 2. Novia Eka Puriani (201610410311150) 3. Ananda Novia Rizky Utami JP (201610410311151) 4. Tri Novasari Setya Wijaya (201610410311166) 5. Safira Dwi Maghfiroh (201610410311176)
PROGRAM STUDI FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
A. JENIS BAHAN YANG DIEKSTRAKSI
PENGARUH CARA PENGERINGAN TERHADAP PEROLEHAN EKSTRAKTIF, KADAR SENYAWA FENOLAT DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI DAUN DEWA (Gynura pseudochina (L.) DC.) EFFECTS OF DRYING METHODS IN GAINING OF EXTRACTIVE, PHENOLIC CONTENT AND ANTIOXIDANT ACTIVITY IN Gynura pseudochina (Lour.) Harrizul Rivai1,*), Hazli Nurdin2), Hamzar Suyani2) dan Amri Bakhtiar1) 1. Fakultas Farmasi, Universitas Andalas, Padang 2. Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Andalas, Padang
Pengaruh cara pengeringan terhadap aktivitas antioksidan daun dewa
Tabel I (kolom 5) memperlihatkan pengaruh cara pengeringan terhadap aktivitas antioksidan daun dewa. Pengeringan dengan angin dan pengeringan dalam oven pada 60 Oc tidak berbeda jauh aktivitas antioksidannya dengan daun segar (lihat Gambar 4). Pengeringan dalam oven 40 oC menyebabkan penurunan aktivitas antioksidan dari IC50 = 3,141 mcg/mL pada daun segar menjadi IC50 = 3,311 mcg/mL pada daun kering oven 60 oC dan menjadi IC50 = 3,345 mcg/mL pada daun kering oven microwave. IC50 adalah konsentrasi zat yang dapat menyebabkan penghambatan radikal bebas sebesar 50%. Semakin tinggi angka IC50 semakin rendah aktivitas antioksidan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Pengeringan daun dewa menyebabkan penurunan yang nyata (P<0,05) perolehan ekstraktif, kadar senyawa fenolat dan aktivitas antioksidan dibandingkan dengan daun dewa segar. Cara-cara pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap perolehan kadar ekstraktif, kadar senyawa fenolat dan aktivitas antioksidan. Di antara cara pengeringan yang dicobakan, cara pengeringan dalam oven microwave adalah cara terbaik untuk mendapatkan kadar ekstraktif yang tertinggi. Sedangkan cara pengeringan terbaik untuk mendapatkan kadar senyawa fenolat yang tertinggi dan aktivitas antioksidan yang terbaik adalah pengeringan dengan angin pada suhu ± 25℃.
Pengaruh Pengolahan Bahan Terhadap Kadar Dan Komponen Minyak Atsiri Rimpang Zingiber cassumunar Roxb. *Komar Ruslan Wirasutisna, Sukrasno, As’ari Nawawi, Lia Marliani Kelompok Keilmuan Biologi Farmasi, Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10 Bandung 40132
Dari tabel 1 dapat disimpulkan bahwa Kadar minyak atsiri rimpang Zingiber cassumunar Roxb. tidak dipengaruhi oleh proses penggilingan bahan menggunakan blender. Proses pengeringan dengan menggunakan sinar matahari langsung dan oven lampu suhu 40°C mempengaruhi kadar dan komponen minyak atsiri rimpang Zingiber cassumunar Roxb. Penyimpanan rimpang utuh dalam besek, karung dan keranjang plastik juga mempengaruhi kadar dan komponennya. Komponen utama minyak atsiri untuk masing-masing sampel yaitu 4-terpeniol (41,52% -53,15%), β-pinen (27,63% - 40,48%), γ-terpinen (3,97% - 6,02%), α-terpinen (1,8% - 2,57%), cissabinen hidrat (0,91% - 1,98%), trans-sabinen hidrat (0,85% - 2,08%).
Analisis Senyawa Metabolit Sekunder dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.)
Berdasarkan hasil skrining fitokimia, senyawasenyawa metabolit sekunder yang terdapat pada biji buah alpukat A segar dan kering, serta biji buah alpukat B segar dan kering adalah alkaloid, triterpenoid, tanin, flavonoid, dan saponin. Hasil pengujian toksisitas ekstrak biji buah alpukat A segar dan kering serta alpukat B segar dan kering menghasilkan nilai LC50masing-masing sebesar 42,270 mg/L, 36,078 mg/L, 36,924 mg/L, dan 34,302 mg/L. Nilai ini menunjukkan bahwa biji buah alpukat bersifat toksik. Berdasarkan nilai tersebut, terlihat bahwa biji buah alpukat B kering memiliki nilai LC50 paling rendah. PENGARUH KONDISI, PERLAKUAN DAN BERAT SAMPEL TERHADAP EKSTRAKSI ANTOSIANIN DARI KELOPAK BUNGA ROSELA DENGAN PELARUT AQUADEST DAN ETANOL Rosdiana Moeksin, Stevanus Ronald HP Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Proses penelitian ini menggunakan metode ekstraksi dengan beberapa variabel yakni kondisi sampel (basah, kering dan kering oven), perlakuan sampel (langsung dan digerus), dan berat sampel (15 gr, 20 gr dan 25 gr) dari kelopak bunga rosela. Proses ekstraksi terjadi didalam sokhlet dengan memanfaatkan perbedaan kelarutan (solubilitas) dari kelopak bunga rosela terhadap pelarut aquadest dan etanol. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pelarut terbaik untuk ekstraksi antosianin dari kelopak bunga rosela adalah dengan pelarut etanol (96%), kondisi terbaik untuk ekstakrsi antosianin dari kelopak bunga rosela adalah kondisi kering oven, perlakuan terbaik dalam ekstrksi antosianin dari kelopak bunga rosela adalah perlakuan gerus untuk memperluas area permukaan kontak terhadap pelarut sehingga terjadi proses ekstraksi antosianin yang optimal, berat terbaik dalam ekstraksi antosianin dari kelopak bunga rosela adalah dengan berat 25 g. PENGARUH KONSENTRASI BAHAN PENGISI DAN CARA PENGERINGAN TERHADAP MUTU EKSTRAK KERING SAMBILOTO Bagem Br. Sembiring Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jl. Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111
Hasil analisis mutu menunjukkan bahwa serbuk sambiloto yang digunakan sebagai bahan baku ekstraksi memenuhi standar Materia Medika Indonesia (MMI) (Tabel 1), terutama
dari kadar sari air dan kadar sari alkoholnya (merupakan salah satu penentu mutu) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan standar. Mutu simplisia merupakan salah satu faktor penentu utama untuk mendapatkan ekstrak yang berkualitas. Ciri-ciri simplisia yang baik adalah warna dan aroma serbuk yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan sebelum dikeringkan.
Berdasarkan hasil pengamatan, penambahan bahan pengisi ke dalam ekstrak kental sebelum dikeringkan dapat mempersingkat waktu pengeringan. Semakin tinggi konsentrasi bahan pengisi yang ditambahkan maka mutu ekstrak kering yang dihasilkan semakin mendekati mutu bahan baku (ekstrak kental) (Tabel 2). Pada konsentrasi 50% penurunan mutu (kadar andrographolid) rata-rata 2,98% dan waktu pengeringan rata-rata 10 jam, sedangkan pada konsentrasi 10-40% penurunan mutu ekstrak ratarata 35% dan waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan ekstrak rata-rata 22 jam.
B. PELARUT YANG DIGUNAKAN PENGARUH PELARUT HEKSANA DAN ETANOL, VOLUME PELARUT, DAN WAKTU EKSTRAKSI TERHADAP HASIL EKSTRAKSI MINYAK KOPI Tamzil Aziz, Ratih Cindo K N, Asima Fresca Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Dari Tabel 4.2 hasil ekstraksi bubuk kopi, diperoleh persen rendemen yang berbeda,sesuai dengan variabelnya terutama berdasarkan perbedaan jenis pelarut dan volume pelarut. Ekstraksi dengan pelarut heksana akan memberikan rendemen sebesar 1,84 – 8,165%. Nilai persen rendemen tersebut berbeda jika dibandingkan dengan ekstraksi menggunakan pelarut etanol, yaitu sebesar 1,258 – 3,716%. Hal ini dikarenakan pelarut heksana lebih reaktif sebagai pelarut sehingga dapat mengesktrak lebih banyak minyak kopi yang terdapat pada bubuk kopi, dapat dilihat bahwa ekstraksi dengan pelarut heksana akan memberikan hasil yang optimal, terutama ekstraksi dengan volume 600 ml selama 120 menit, yakni sebesar 8,165%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar volume pelarut dan semakin lama waktu ekstraksi maka semakin besar persen rendemen yang dihasilkan.Hasil yang diperoleh mendekati data literatur yang sudah ada. Berdasarkan literatur, diketahui bahwa biji kopi mengandung 10 – 15% minyak kopi (roychoudhury, 1985). Dari Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa ekstraksi dengan pelarut heksana akan memberikan hasil yang optimal, terutama ekstraksi dengan volume 600 ml selama 120 menit, yakni sebesar 8,165%. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin besar volume pelarut dan semakin lama waktu ekstraksi maka semakin besar persen rendemen yang dihasilkan. Untuk analisa berat jenis pada Gambar 4.2, dapat dilihat bahwa nilai berat jenis dari ekstraksi menggunakan pelarut etanol lebih tinggi dibandingkan dengan berat jenis dari ekstraksi menggunakan pelarut heksana. Hal ini dikarenakan nilai berat jenis etanol itu sendiri lebih tinggi daripada berat jenis heksana, sehingga mempengaruhi nilai berat jenis minyak yang dihasilkan. Selain itu, etanol bersifat polar sehingga mungkin di dalam minyak masih ada air yang terikat. Nilai berat jenis yang didapatkan dari ekstraksi dengan pelarut etanol berkisar antara 0,96 – 0,978 gr/ml. Nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan nilai berat jenis yang didapatkan dari ekstraksi dengan pelarut heksana yaitu berkisar antara 0,918 – 0,956 gr/ml. Hal ini menunjukkan bahwa ekstraksi menggunakan pelarut heksana akan memberikan hasil yang lebih baik. Adapun nilai berat jenis yang terbesar ialah hasil ekstraksi menggunakan pelarut etanol 600ml selama 120 menit, yaitu 0,978 gr/ml, sedangkan nilai berat jenis terkecil yaitu 0,918 gr/ml ditunjukkan pada hasil ekstraksi menggunakan pelarut heksana 500ml selama 90 menit.
PENGARUH PERBANDINGAN PELARUT ETANOL-AIR TERHADAP KADAR TANIN PADA SOKLETASI DAUN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb) [EFFECT OF ETHANOL-WATER SOLVENT RATIO ON LEVELS OF TANNINS IN LEAVES GAMBIER SOCLETATION] ROZANNA SRI IRIANTY*, SILVIA RENI YENTI Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau, Pekanbaru
Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa kandungan tanin dari ekstrak gambir yang diperoleh berada diantara kurva standar asam tanat. Dan berdasarkan tabel pengukuran konsentrasi fenol pada ekstrak sampel dengan variasi perbandingan pelarut diperoleh kadar tanin ekstrak sampel dengan perbandingan campuran pelarut etanol-air (1:4) lebih tinggi yaitu 94,75 ppm dibandingkan dengan campuran pelarut etanol-air (1:1) dan (1:2). Hal ini sesuai dengan sifat kimia tanin adalah kelarutannya besar, dan akan bertambah besar apabila dilarutkan dalam air panas . Ekstrak dari tanin tidak dapat murni 100%, karena selain terdiri dari tanin ada juga zat non tanin seperti glukosa dan hidrokoloid yang memiliki berat molekul tinggi. Kadar tanin terbesar pada ekstrak daun gambir diperoleh pada penggunaan pelarut dengan perbandingan 1:4 sebesar 94,75 ppm.
PENGARUH JENIS PELARUT DAN LAMA EKSTRAKSI TERHADAP EKSTRAK KAROTENOID LABU KUNING DENGAN METODE GELOMBANG ULTRASONIK The Effect of Different Solvent and Extraction Time of Carotenoids Extract From Pumpkin with Ultrasonic Method Dyah Tri Wahyuni1*, Simon Bambang Widjanarko1 1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, Email:
[email protected]
Tabel 2. menunjukkan bahwa ekstraksi dengan menggunakan jenis pelarut n-heksan dan lama ekstraksi 25 menit menghasilkan total karotenoid dan aktivitas antioksidan IC50 tertinggi. Hal ini menunjukkan kecenderungan dimana semakin non polar pelarut dan semakin lama ekstraksi maka total karotenoid dan aktivitas antioksidan semakin meningkat ditandai dengan nilai IC50 yang menurun. Hasil ini membuktikan bahwa kepolaran n-heksan mendekati kepolaran karotenoid dari pada pelarut aseton dan etil asetat. Komponen karotenoid larut dalam pelarut non polar seperti n-heksan dan petroleum eter sedangkan kelompok xantofil larut dalam pelarut polar seperti alkohol . Nilai IC50 yang semakin kecil menunjukkan semakin tingginya aktivitas antioksidan . Ekstrak karotenoid dari n-heksan, etil asetat dan aseton termasuk mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena ekstrak yang memiliki nilai IC50 kurang dari 200 ppm tergolong mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat. Karotenoid merupakan scavenger yang efisien untuk radikal bebas sehingga dapat berfungsi sebagai antioksidan. Pengaruh waktu dalam ekstraksi adalah semakin lama ekstraksi maka semakin banyak pula karotenoid yang terekstrak sehingga aktivitas antioksidan IC50 yang dihasilkan semakin turun. Semakin lamanya waktu ekstraksi maka terjadinya kontak antara pelarut dengan bahan akan semakim lama sehingga dari keduanya akan terjadi pengendapan massa secara difusi sampai terjadi keseimbangan konsentrasi larutan di dalam dan diluar bahan ekstraksi.
PENGARUH WAKTU EKSTRAKSI DAN UKURAN PARTIKEL TERHADAP BERAT OLEORESIN JAHE YANG DIPEROLEH DALAM BERBAGAI JUMLAH PELARUT ORGANIK (METHANOL) M. Djoni Bustan, Ria Febriyani dan Halomoan Pakpahan Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Unsri
Dari hasil pengamatan dan grafik yang ada, terlihat bahwa semakin lama waktu ekstraksi, maka berat jenis oleoresin cenderung semakin besar pada berbagai jumlah pelarut organik. Hal ini disebabkan karena kandungan pelarut pada oleoresin menguap, sehingga pelarut dalam oleoresin berkurang dan menyebabkan oleoresin lebih jernih, pekat dan kental dan diperoleh berat jenis yang cenderung membesar seiring dengan bertambhanya waktu eksraksi.
C. METODE EKSTRAKSI PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI MASERASI DAN SOKLETASI TERHADAP KADAR FLAVONOID TOTAL EKSTRAK ETANOL DAUN KERSEN (Muntingia calabura) Anita Dwi Puspitasari1), Lean Syam Proyogo2)
Dari tabel diatas, hasil rendemen ekstrak daun kersen yang menunjukkan nilai rendemen lebih tinggi adalah metode sokletasi sebesar 28,92 %. Berdasarkan penelitian Mukhriani (2014), Kelebihan dari metode sokletasi adalah proses ekstraksi yang kontinyu dan sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi sehingga rendemen yang dihasilkan lebih banyak dibanding metode ekstraksi maserasi. Kadar flavonoid total ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura) menggunakan metode sokletasi lebih besar dibandingkan metode maserasi.. Kadar flavonoid total dalam ekstrak etanol daun kersen dengan metode maserasi adalah 0,1879% b/b sedangkan metode sokletasi adalah 0,2158% b/b.
PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI TERHADAP RENDEMEN EKSTRAK DAUN RAMBAI LAUT (Sonneratia caseolaris L. Engl) Heri Wijaya*, Novitasari, Siti Jubaidah
Rendemen ekstrak pada metode infundasi memiliki rendemen yang paling rendah diantara metode maserasi, refluks dan soxhletasi yaitu sebesar 17,20%. Ditinjau dari segi waktu metode ini memerlukan waktu yang lebih singkat diantara metode yang lain yaitu hanya 15 menit, namun dari segi suhu metode ini menggunakan penambahan panas dengan suhu 90°C yang dapat membantu mempercepat terjadinya proses ekstraksi. Penggunaan waktu yang singkat bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan terhadap senyawa pada sampel akibat pemanasan yang terlalu lama. Pada proses penyarian, lama ekstraksi sangat berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa, metode soxhletasi menghasilkan ratarata rendemen tertinggi yaitu 28,38%, refluks 25,57%, maserasi 21,28%, dan infundasi menghasilkan rata-rata rendemen terendah yaitu 17,20%. Metode ekstraksi berpengaruh terhadap rendemen ekstrak daun rambai laut.
PENGARUH METODE EKSTRAKSI TERHADAP KADAR FENOLAT TOTAL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAUN SALAM (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) Verawati, Dedi Nofiandi, Petmawati STIFI Perintis Padang
Berdasarkan tabel 1, metode perkolasi memberikan rendemen ekstrak yang lebih tinggi, yang berarti metode ini dapat mengekstraksi metabolit sekunder lebih maksimal. Susut pengeringan menunjukkan kadar senyawa mudah menguap di dalam ekstrak. Susut pengeringan paling tinggi diperoleh pada metode maserasi, hal ini menunjukkan bahwa jumlah senyawa yang mudah menguap masih banyak ditemukan pada metode maserasi, sedangkan pada metode perkolasi walaupun merupakan metode ekstraksi dingin, tetapi karena proses ekstraksi berlangsung lebih lama dibandingkan maserasi sehingga mengakibatkan semakin banyak senyawa volatil yang menguap selama proses ekstraksi berlangsung. Metode sokletasi merupakan ekstraksi panas yang mengakibatkan kehilangan senyawa-senyawa volatile lebih besar sehingga persentase susut pengeringan semakin kecil. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa perbedaan metode ekstraksi mempengaruhi perolehan kadar fenolat dan aktivitas antioksidan daun salam. Rendemen ekstrak dan kadar fenolat tertinggi diperoleh pada metode perkolasi sedangkan aktivitas antioksidan paling baik dihasilkan oleh ekstrak dari metode maserasi.
PENGARUH METODE EKSTRAKSI TERHADAP AKTIVITAS PENANGKAL RADIKAL BEBAS EKSTRAK METANOL KULIT BIJI PINANG YAKI (Areca vestiaria Giseke) Eka Pratiwi Mokoginta1), Max Revolta John Runtuwene1), Frenly Wehantouw1) 1)Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado, 95115
Tabel 1 menunjukkan bahwa rendemen tertinggi terdapat pada cara sokletasi. Hal tersebut disebabkan karena pemanasan dapat meningkatkan kemampuan untuk mengekstraksi senyawasenyawa yang tidak larut dalam suhu kamar, sehingga aktivitas penarikan senyawa lebih maksimal. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, metode ekstraksi berpengaruh terhadap aktivitas penangkal radikal bebas. Metode sokletasi memiliki aktivitas penangkal radikal bebas yang tinggi pada konsentrasi 50 mg/L (85,165%) dan 100 mg/L (92,310%) dibandingkan dengan metode ekstraksi maserasi serta perkolasi.
STUDI AWAL PENGARUH METODE EKSTRAKSI TERHADAP RENDEMEN DAN KADAR ASIATICOSIDE DARI CENTELLA ASIATICA (L) URB Dewi Sondari1, Tun Tedja Irawadi2, Dwi Setyaningsih2 dan Silvester Tursiloadi1 1Pusat Penelitian Kimia – LIPI
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, kadar asiaticoside tertinggi yang terdapat dalam ekstrak kasar Centella Asiatica (L) Urb, diperoleh pada ekstraksi CO2 superkritis sebesar 718,639 µg/mL, kemudian ekstraksi secara sonikasi 274,254 µg/mL, maserasi 103,843 µg/mL, dan ekstraksi secara sokletasi 62,037 µg/mL kandungan asiaticoside paling rendah. Hal tersebut membuktikan bahwa metode ekstraksi CO2 superkritis bersifat selektif dan memberikan kualitas hasil ekstrak yang tinggi karena ekstraksi ini mampu melakukan penetrasi ke dalam bahan lebih sempurna sehingga dapat meningkatkan rendemen ekstrak. Hasil analisa ekstrak kasar dari Centella Asiatica (L) Urb terhadap rendemen dan kadar asiaticoside nya menunjukkan bahwa rendemen dengan kadar asiaticoside tertinggi diperoleh pada ekstraksi secara CO2 superkritis.