Tugas Esai.docx

  • Uploaded by: Faisal Fahmi
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Esai.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,688
  • Pages: 10
TUGAS ESAI

Nama

: Faisal Fahmi Mohammad

Offering

: A / Pendidikan Sejarah 2013

Mata Kuliah : Sejarah Politik

SISTEM BIROKRASI DAN POLITIK LUAR NEGERI DI DALAM KERAJAAN SRIWIJAYA

Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan tertua di Sumatra yang ada pada zaman kerajaan Hindu-Buddha. Menurut Vlekke (2008:43) dalam Abu Rahman (2013:53) Penguasa Sriwijaya terkenal sebagai raja-raja pelaut. Mereka berhasil menaklukan pantai-pantai semenanjung Malaya. Karena itulah Sriwijaya dipandang sebagai “Kerajaan kelautan” Menurut Soejono (editor2010:65), “Sumber-sumber kesusastraan dari luar negeri khususnya India yang menyebut tentang Sumatra antara lain kitab Milindapanha yang ditulis sekitar abad I sebelum masehi dan Mahaniddesa yang ditulis antara abad III Masehi menyebut nama-nama pulau seperti Jawa, Sumatra (Suwarnnabhumi), dan Bangka (Wangka)”. Dari penjelasan ahli diatas bahwa kerajaan Sriwijaya sudah dikenal sejak abad ke I. Selain itu kerajaan Sriwijaya juga terkenal dengan pendidikan agama Buddhanya yang sangat pesat dan merupakan pengajaran agama Buddha bertaraf internasional dengan dibangunnya Nalanda sebagai sekolah bagi para biksu yang ingin mendalami agama Buddha lebih dalam lagi. Menurut Soejono (editor2010:73)”dahulu ada seorang besar dari Minangkabau pergi berperang, berhenti terlebih dahulu di Jambi, lalu terus ke Palembang dengan mendapat kemenangan, lalu membuat kota di daerah itu yang diberi nama Sriwijaya”. Sehingga kemungkinan besar kota Palembang sekarang merupaka letak pusat kerajaan Sriwijaya pada masanya. Selain telah berdirinya kerajaan Sriwijaya namun menurut. Seojono (Editor2010:95)”Prasasti Sriwijaya yang telah ditemukan pada umumnya berasal dari abad VII atau VIII, yaitu masa awal tumbuhnya Sriwijaya sebagai suatu kekuatan. Dari prasasti-prasasti tersebut timbul kesan bahwa masa itu adalah masa penaklukan. Tentara Sriwijaya bergerak ke seluruh negeri dalam suatu usaha pasifikasi”. Sehingga meskipun kerajaan Sriwijaya telah memiliki kerajaan yang luas namun dari itu membuat pihak kerajaan harus membuat sistem agar keamanan di dalam negara terjamin. Lalu menurut Seojono (Editor2010:96)”Tumbuhnya kerajaan-kerajaan di Jawa relative stabil, karena dasar agrarisnya, di samping ittu juga karena mengembangkan suatu birokrasi yang mengandung potensi sebagai pendukung perkembangan ke arah terjadinya suatu negara agraris yang juga berdagang”. Meskipun kerajaan Sriwijaya lebih condong

kea rah negara perdagangan namun tidak menutup kemungkinan bahwa kerajaan Sriwijaya dapat menjadi kerajaan agraris jika didalamnya terdapat birokrasi yang menguntungkan pihak kerajaan Sriwijaya. Namun tidak selalu birokrasi yang dijalankan oleh pihak kerajaan Sriwijaya selalu berjalan mulus, Soejono (Editor2010:95)”pada abad X mulai timbul bentrokan-bentrokan anata Sriwijaya dengan kerajaan Mataram, Jawa Timur. Utusan Sriwijaya yang datang di Kanton pada tahun 988, dalam perjalanannya pulang, tertahan di Cina Selatan. Mereka terpaksa kembali ke Cina. Pada tahun 992, mereka berusaha kembali lagi ke Sriwijaya, tetapi di Campa mereka mendengar negerinya sedang berperang melawan Jawa”. Sehingga disimpulkan bahwa birokrasi kerajaan Sriwijaya juga pernah mengalami kegagalan dilihat ketika mereka berperang melawan kerajaan-kerajaan yang sebelumnya menjadi kerajaan yang menjalin hubungan dengan kerajaan Sriwijaya dalam berbagai bidang, dan itu berarti kerajaan-kerajaan ingin mengambil kejayaan yang telah diraih oleh kerajaan Sriwijaya dengan melakukan perang melawan kerajaan Sriwijaya. Kerajaan Sriwijaya dilihat dari politik luar negerinya pun sangat berkembang, terutama dengan kerajaan Cola, India. Ini kemungkinan dimulai karena adanya perebutan kekuasaan di dalam kerajaan Sriwijaya, menurut Soekmono(1985:54)”Marawijayotunggawarman supanya tidak mau mengakui kekuasaan Dharmawangsa, dan ia mengikuti jejak Balaputradewa dengan mencari persahabatan dengan India, kini dengan raja Colamandala yang bernama Rajaraja I. Dalam tahun 1006 ia mendirikan sebuah biara di India Selatan, yaitu Nagipattana, pula dengan bantuan Rajaraja. Ia berhasil pula mengembalikan kewibawaan Sriwijaya dahulu atas Jasirah Malaka, sehingga ia disebut (raja Kataha)(=Kedah di Malaysia) dan Sriwijaya”. Sehingga bisa disimpulkan bahwa di dalam kerajaan Sriwijaya telah adanya ketidaksepahaman yang menjadikan Marawijayotunggawarman memilih mencari bantuan kepada kerajaan Cola. Sehingga dalam perkembangannya Marawijayotunggawarman menang dan mengembalikan kejayaan kerajaan Sriwijaya di daerah Malaka. menurut Seojono (Editor2010:92-93)“bahwa sekitar tahun 1005-1006 kerajaan Sriwijaya memiliki hubungan persahabatan dengan Kerajaan Cola namun pada 1017 tanpa alasan yang jelas kerajaan Cola tiba-tiba menyerang Kerajaan Sriwijaya dan pada tahun 1068 Kerajaan Sriwijaya mengalami kekalahan”. Menurut Abu Rahman (2013:61)” Tahun 1007, raja Chola mulai memperluas kekuasaannya dengan jalan penaklukan ke timur. Raja Chola mengklaim telah menaklukan 12.000 pulau. Pada tahun 1012, raja Chola Racendracola bergerak maju ke wilayah Sriwijaya di semenanjung”.Dari penjelasan ahli diatas bisa dilihat bahwa sejak abad ke XI telah terjadi hubungan luar negeri terutama antara kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Cola meskipun akhirnya terjadi perselisihan di antara kerajaan ini sehingga mengakibatkan terjadinya perang yang dimenangkan oleh kerajaan Cola, dan ditengarai sebagai usaha kerajaan Cola untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Selain dari penjelasan dari peneliti diatas yang menjelaskan bahwa kerajaan Sriwijaya sudah mengadakan hubungan diplomatic sejak abad ke XI menurut

Soejono (Editor2010:78), namun yang tertulis di prasasti kota kapur bahwa kerajaan Sriwijaya sudah memulai usaha untuk menundukkan jawa sejak abad ke V. Sehingga tidak bias dikatakan bahwa usaha untuk hubungan luar negeri khususnya di luar kerajaan Sriwijaya bukan pada abad ke XI namun sudah ada usaha sejak abad ke V ini dilakukan karena Jawa menjadi pesaing utama kerajaan Sriwijaya dalam bidang pelayaran dan perdagangan luar negeri. Asal mula dimulainnya perdagangan tersebut yang telah adanya hubungan yang intensif antara masyarakat daerah Sriwijaya dengan masyarakat Asia Tenggara daratan. Menurut G. Coedes dalam Soejono (Editor2010:78)” Pada saat prasasti Kota Kapur ini dibuat, tentara Sriwijaya baru saja berangkat untuk berperang melawan jawa. Adapun kerajaan yang diserangnya yaitukerajaan Taruma, yang sejak tahun 666-669 M tidak terdengar mengirimkan utusan lagi ke Cina. Kerajaan Taruma ini merupakan inti dari ekspansi kekuasaan Sriwijaya di Jawa yang dibuktikan oleh adanya prasasti Juru Mangambat di Jawa Tengah dan prasasti Gondosuli di daerah Kedu, Jawa Tengah”. Hal ini dilakukan Sriwijaya untuk mengatasi jika kemudian hari kerajaan Taruma semakin besar dan dapat menyerang kerajaan Sriwijaya ketika sudah besar. Selain munculah kerajaan Majapahit yang dapat merebut hegemoni kekuasaan di wilayah nusantara. Menurut Abu Rahman (2013:65)”surutnya pengaruh politik kerajaan Sriwijaya adalah perkembangan politik di Jawa. Perdagangan yang semula berada dibawah pengawasan Sriwijaya, perlahan pudar. Peluang itu diambil oleh sebuah kerajaan di Jawa Timur, yakni Majapahit. Selain mengontrollalu lintas perdaganagn di laut Jawa, hegemoni Majapahit juga mencangkupkawasan semenanjung Melayu yang semula merupakan wilayah kekuasaan Sriwijaya”. Sehingga bisa disimpulkan bahwa kerajaan Sriwijaya mengalami masa kemunduran dikarenakan mulai kuatnya kerajaan-kerajaan di daerah lain, yang otomatis melemahkan kedaulatan kerajaan Sriwijaya atas kerajaan-kerajaan tersebut. Selain itu menurut berita dari cina bahwa sejak abad ke V hingga abad ke VI sebuah Negara Kan-t’o li yang diidentifikasi sebagai kerajaan Sriwijaya mengirimkan utusan ke negeri Cina.Selain hubungan dengan Negara Cina kerajaan Sriwijaya juga melakukan hubungan diplomatic dengan kerajaan Benggala dari informasi yang didapat dari prasasti Nalanda. Sehingga dilihat dari hubungan diplomatic yang dibangun oleh kerajaan Sriwijaya bukan hanya masalah perdagangan namun juga hubungan yang dilandasiolehkesamaan agama yang dipeluk, misalnyadengankerajaan-kerajaan yang ada di India yang beragama Buddha sehinggaterjadinyakerjasamaterutamadalamhalpengembangan agama Buddha di bidangpendidikanInijugadibantudengansifathubungandiplomatikkerajaanSriwijaya yang bersifataktif. Menurut Abu Rahman (2013:51)” Antara tahun 670-1025, kerajaan ini (Sriwijaya) mendominasi perdagangan di Asia Tenggara”. Soejono (Editor2010:99)”Untuk kepentingan perdagangannya, Sriwijaya tidak keberatan untuk mengakui Cina sebagai Negara yang berhak menerima upeti. Menurut Abu Rahman (2013:59)”berdasarkanberita Cina, pada tahun 1003, raja mengirim dua utusan ke China untuk membawa upeti. Utusan itu mengatakan bahwa di negerinya didirika sebuah bangunan suci agama Buddha, bernama Chengtienwashou, untuk

memuja agar kaisar panjang umur”. Ini adalah sebagian dari usaha diplomatic untuk menjamin agar Cina tidak membuka perdagangan langsung dengan negeri lain di Asia Tenggara”. Dilihat dari penjelasan di atas bahwa jelas kerajaan Sriwijaya tidak ingin Cina melakukan transaksi perdagangan dengan Negara lain dikarenakan Cina sangat karena Cina merupakan mitra paling menguntungkan bagi Sriwijaya dengan banyaknya produk kerajaan Sriwijaya yang dibeli oleh Cina. Selain hubungan diplomatik denganCina hubungan kerajaan Sriwijaya dengan India juga memiliki pengaruh besar terhadap kerajaan Sriwijaya. Lalu selanjutnya menurut Soejono (Editor2010:95)”sebagai negara maritim yang yang berdagang, Sriwijaya telah mengembangkan suatu tradisi diplomasi yang menyebabkan kerajaan tersebut lebih metropolitan sifatnya. Untuk dapat mempertahankan perannya sebagai negara berdagang, Srwijaya lebih memerlukan kekuatan militer yang dapat melakukan gerakan ekspedisioner dari sebuah negara agraris”. Sehingga diharapkan dengan kekuatan militer yang kuat tersebut kerajaan Sriwijaya dapat mengungguli kekuatan ekspedisi kerajaan Tarumanegara. Menurut Soejono (Editor2010:100)”perdagangan dengan Cina dan India telah memberikan keuntungan besar kepada Sriwijaya. Kerajaan ini telah berhasil mengumpulkan kekayaan yang besar”. Menurut Abu Rahman (2013:56)” pada abad ke-13, sebuah sumber sejarah menyebutkan bahwa Sriwijaya merupakan tempat yang dilalui kapal asing, hasil semua negeri ditahan di sana dan disimpan untuk dijual kepada kapal yang singgah. Sehingga dilihat dari penjelasan dari ahli bisa disimpulkan bahwa kerajaan Sriwijaya sangat bergantung kepada Cina dan India. Dalam hal perdagangan hasil produksi dalam negeri. Dan pelabuhan kerajaan Sriwijaya sangat menguntungkan kerajaan Sriwjaya karena hasil produksi dalam negeri bias dijual kepada pihak asing yang otomatis membawa keuntungan yang sangat banyak bagi kerajaan Sriwijaya. Selain hubungan perdagangan dengan Negara lain, hubungan kerajaan Sriwijaya dengan kerajaan-kerajaan sekitarnya didasarkan pada keinginan kerajaan Sriwijaya menundukkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Menurut Boechari dalam Soejono (Editor2010:74)” Bahwa prasasti kedukan Bukit memperingati usaha penaklukan daerah sekitar Palembang oleh Dapunta Hyang dan pendirian ibu kota baru atau ibu kota yang kedua di tempat ini” sehingga hal ini memperkuat bahwa kerajaan Sriwijaya telah melakukan ekspansi terhadap wilayah-wilayah kekuasaan Sriwijaya. Selain ekspansi ke wilayah di sekitarnya kerajaan Sriwijya juga melakukan ekspansinya di luar wilayah yang lumayan jauh dari kerajaan Sriwijaya. Menurut G. Coedes dalam Soejono (Editor2010:74)”Prasasti kedukan Bukit memperingati ekspedisi Sriwijaya ke daerah seberang lautan, yaitu untuk menaklukan kerajaan Kamboja yang diperintah oleh raja Jayawarman” sehingga bias dilihat dari penjelasan di atas bahwa kerajaan Sriwijaya juga memiliki ambisi untuk menguasai daerah lain untuk semakin memperkuat pengaruhnya di wilayah-wilayah lainnya. Menurut Soekmono (1985:38) “Bahwa daerah Bangka dan daerah Merangin (Melayu) dalam tahun 686 itu ditaklukan oleh Criwijaya”. Dalam hal ini dari isi prasasti di dalam kerajaan Sriwajaya yang berisi kutukan untuk memberikan untuk tidak berprilaku yang merugikan kerajaan misalnya dengan pemberontakan. Selain

itu dengan menaklukan daerah Bangka dan Melayu semakin memperkuat pengaruh mereka di pulau Sumatra. Namun hal ini tidak hanya berlaku terhadap musuh yang ada di dalam wilayah kerajaan Sriwijaya, menurut Soejono (Editor2010:95)” menarik pula bahwa sebagian dan prsasti-prasasti itu mengandung ancaman kutukan yang ditujukan antara lain kepada keluarga raja sendiri. Walaupun hal tersebut kedengaran aneh, ada pendapat yang menganggap hal itu mungkin karena keluarga raja yang diancam itu memang berada di luar pengawasan langsung. Mereka adalah anak-anak raja yang diberi kekuasaan di daerah-daerah. Jika keadaan tersebut benar, itu menunjukkan suatu sikap keras dari raja yang berkuasa. Suatu sikap yang tidak menghendaki kebebasan bertindak terlalu besar pada para penguasa daerah”. Sehingga dengan hal tersebut bisa dipastikan didalam kerajaan Sriwijaya tidak akan ditemukannya pihak-pihak yang akan merusak perdamaian di dalam kerajaan dan sistem perdagangan yang telah dalam taraf yang sangat maju mengingat pelabuhanpelabuhan kerajaan Sriwijaya merupakan pelabuhan internasional yang tidak pernah sepi dari transaksi perdagangan di dalamnya. Menurut Soejono (Editor2010:106)”Setelah menundukkan kerajaan Melayu, kerajaan Sriwijaya melakukan ekspansi yang dikenal sebagai ekspedisi pamalayu di lain pihak kerajaan Mongol juga melakukan ekspansi untuk menguasai daerah Asia Timur sehingga disini kerajaan Melayu menjalin persahabatan dengan kerajaan Singhasari” dari penjelasan diatas bisa dilihat dengan adanya ekspedisi pamalayu oleh kerajaan Sriwijaya dan ekspedisi kerajaan Monggol menjadikan hubungan kerajaan Melayu dan kerajaan Singhasari bekerjasama agar dominasi kerajaan di atas tidak begitu kuat. Menurut Abu Rahman (2013:53)”Dalam membangun kekuatan dan kekuasaannya, para maharaja Sriwijaya melakukan lima langkah strategis. Pertama, memudarkan pengaruh dan kuasa kerajaan-kerajaan pelabuhan pesisir di Sumatra dan semenanjung Malaya serta Jawa. Kedua, mengontrol jalur pelayaran dan niaga maritime dari dan ke Nusantara, China, dan India (termasuk Timur Tengah). Ketiga, memantapkan hubungan niaga dan politik dengan negeri-negeri yang telah ditaklukannya (disebut vassal) untuk membangun koordinasi ke kuekuasaan yang kuat dibawah Sriwijaya. Keempat, menjalin hubungan niaga dan diplomatic dengan China. Kelima, memperkuat control atas wilayah kekuasaannya di laut, dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang kuat dan berpengalaman di laut, baik sebagai pengembara maupun bajak laut, melalui hubungan kerjasama saling menguntungkan”. Dari lima langkah strategis yang disebutkan diatas sangat menguntungkan kerajaan Sriwijaya yang mengandalkan kemampuan maritimnya yang sangat mumpuni terutama untuk menyerang target-target mereka, menurut Abu Rahman (2013:55)”kehadiran orang laut di Muara besar dan di selat yang merupakan alur pelayaran memberi kerajaan Sriwijaya suatu sarana pertahanan dan penagawasan laut yang cukup tangguh, sehingga penguasaan perairan dapat dilaksanakan dengan baik”.sehingga tidak dipungkiti bahwa kerajaan Sriwijaya dapat bertahan selama 3 abad sekaligus., ini didukung dengan angkatan laut yang kuat, tenaga, armada dan perlengkapannya yang diperoleh dari orang laut kepada kerajaan Sriwijaya.

Selain faktor-faktor di atas yang mempengaruhi kekuasaan kerajaan Sriwijaya. Namun selain itu kerajaan Sriwijaya juga memiliki hubungan selain dengan kerajaan, Misalnya dengan pihak bajak laut. Menurut Soejono (Editor2010:95)”Di duga pola pengamanan yang ditempuh adalah dengan memasukkan kepala-kepala kelompok bajak laut dalam ikatan dengan kerajaan. Mereka mendapat bagian yang ditentukan oleh raja dari hasil perdagangan. Dengan demikian mereka menjadi bagian organisasi perdagangan kerajaan. Dengan sendirinya mereka, justru akan berusaha agar kepentinagn mereka jangan dirugikan oleh kelompok-kelompok bajak laut lain yang tidak menyertai pengaturan tersebut”. Sehingga militer kerajaan Sriwijaya tidak hanya berasal dari kerajaan Sriwijaya sendiri namun juga berasal dari luar kerajaan contoh dengan adanya bajak laut yang ada di dalam sistem pengaman agar perdagangannya dapat berjalan sebagaimana mestinya tanpa adanya pihak lain yang ingin mengusik. Selain ada dari pihak militer kerajaan, bajak laut juga ada dari penduduk kerajaan Sriwijaya sendiri. Menurut Abu Rahman (2013:56)” penduduknya tinggal tersebar di luar kota. Bila menghadapi musuh, mereka berani mati, mereka tidak ada tandingannya di antara bangsa-bangsa lain. Informasi tersebut melukiskan penting peranan orang laut sebagai kekuatan pertahanan yang sangat ditakuti kapal asing”. Sehingga bisa disimpulkan bahwa ketahanan militer kerajaan Sriwijaya sangat beragam, sehingga dalam berpolitik kerajaan Sriwijaya selalu diperhitungkan. Karena kuatnya ketahanan kerajaan Sriwijaya itu sendiri. Meskipun selama tiga abad kerajaan Sriwijaya bisa dikatakan sebagai kerajaan yang sangat besar dalam perjalanan kerajaan di nusantara namun kerajaan Sriwijaya harus menerima bahwa mereka harus mengalami masa kemunduran hingga akhirnya runtuh. Menurut Abd Rahman (2013:63-65) “Kemunduran Sriwijaya dari panggung ekonomi dan politik Asia disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: Pertama, ekspansi perdagangan dan perkapalan dari China dalam abad ke-12. Pada periode ini, saudagar China diperbolehkan melakukan pelayaran ke luar China. Mereka memotong jalur yang ditawarkan oleh Sriwijaya, dengan berdagang langsung ke pelabuhan-pelabuhan di Nusantara. Kedua, ketidakmampuan para penguasa Sriwijaya dalam menyesuaikan diri dengan pasar baru yang terbuka dan kompetitif. Singkatnya, maharaja Sriwijaya tidak mampu menemukan solusi dalam menghadapi dunia maritime dan politik yang berbuah saat itu (Munoz 2009:164-165). Ketiga, perluasan pengaruh niaga bangsa Arab di pantai Afrika, juga mulai mengancam monopoli Sriwijayadi pantai Affrika yang kaya, tempat masyarakat Lamu, Mombasa, Zanzibar, dan Kilwa, terus meningkat dalam ke-10. Ibnu Al-Fakili melaporkan bahwa, dari semua pelaku pedagang kaya, yang memiliki simpanan barang-barang berharga dan banyak macamnya, taka da yang melebihi bangsa Arab (Tashih). Posisi kedua ditempati orang jawa (She-po) dan berikutnya adalah Sriwijaya (Sanfochi) (Dick-Read 2005:104). Keempat, bangkitnya vassal Sriwijaya, seperti Kedah di semenanjung Malaka, yang menggunakan peluang kemerosotan Sriwijaya dengan membuka kembali roue laut-darat-laut melintasi

Tana Denting Kra. Negeri Vassal tetap memiliki otonomi terutama pada sektor perekonomian. Kebijakan itu sangat berpengaruh terhadap kesetiaan politiknya kepada pemerintah pusat Sriwijaya. Kelima, perluasan pengaruh bangsa Tamil di India. Mereka mulai menutup jalur-jalur prdagangan laut. Pada tahun 985, raja Cola pertama, Rajaraja Agung, di India Selatan memperluas wilayah kekuasaannya hingga mencapai Sri Langka, dan bersiap membangun kekuatan angkatan lautnya. Penerusnya, yakni Rajendra, mengirim misi pertama ke China tahun 1015, kemudian diikuti oleh misi-misi lainnya, dalam rangka untuk menarik simpati Kaisar China untuk membantunya mengamankan jalur niaga dan suksesi politiknya. Keenam, antara tahun 1178 dan 1183, terjadi perubahan dalam kerajaan Sriwijaya. Kekuasaan Sriwijaya di Sumatra diambil alih oleh raja Melayu, demikian juga negeri-negeri bawahannya. Padahal sebelumnya sejak tahun 683, Melayu merupakan negeri bawahan Sriwijaya. Tetapi pada tahun 1225, Melayu sudah merdeka. Bahkan, menggantikan kedudukan Sriwijaya di Palembang. Palembang pun berganti peran menjadi negara bawahan (Muljana 2006:289)”. Dari penjelasan diatas bisa dismpulkan dari sejak berdirinya kerajaan Sriwijaya hingga kemunduran dan runtuhnya , kerajaan Sriwijaya telah mengisi zaman keemasan di Nusantara dilihat dari birokrasi dan politik luar negerinya dilihat dari hubungannya dengan kerkaisaran Cina dan hubungan dengan kerajaan Cola di India. Selain dilihat dari segi politiknya namun di pihak perdagangan juga berkembang sangat maju dilihat dari banyaknya pedagang-pedagang yang selalu mampir ke pelabuhan-pelabuhan kerajaan Sriwijaya yang tersebar di berbagai temapt di pulau Sumatra, dari perdagangan banyak juga politik yang berjalan dengan baik misalnya dengan kekaisaran Cina yang lebih menitik beratkan di perdaganag sedangkan dengan kerajaan Cola lebih menekankan pada perkembangan agama Buddha di antara kedua kerajaan. Namun dari kejayaan itu banyak hal yang mengakibatkan mundurnya kekuasaan kerajaan Sriwijaya , runtuhnya kerajaan Sriwijaya menandai babak akhir imperium maritime Melayu.

DAFTAR PUSTAKA

Rahman H. A. 2013. SEJARAH MARITIM INDONESIA.Yogyakarta: Penerbit Ombak. Soejono. 2010. SEJARAH NASIONAL INDONESIA II Zaman Kuno. Jakarta: Balai Pustaka. Soekmono. R.1985. PENGANTAR SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA 2. Yogyakarta: Kanisius.

Related Documents

Tugas
October 2019 88
Tugas
October 2019 74
Tugas
June 2020 46
Tugas
May 2020 48
Tugas
June 2020 45
Tugas
August 2019 86

More Documents from "Luci xyy"