ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. N DENGAN FISTULA ENTEROCUTANEUS DI RUANG PERAWATAN KEMUNING 4 RSUP HASAN SADIKIN BANDUNG
Diajukan Untuk Menyelesaikan Tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah Program Studi Profesi Ners
Disusun Oleh: 1. Fajar Agustian 2. Friska Diyanti 3. Lenny Julita Simanullang 4. Nike Saputri 5. Nurdhia Ul Milah 6. Utami Amalia Ahmad
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JAWA BARAT BANDUNG 2019
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga pada akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas laporan tepat pada waktunya. Tugas ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan mata ajar Keperawatan Medikal Bedah program Profesi Ners di Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan PPNI Jabar. Dalam proses penyusunan laporan ini, banyak pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam memberikan bimbingan dan dorongan, untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat. Kami menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala ide, saran, dan kritik yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan untuk referensi mendatang. Ketidaksempurnaan kami tidak menjadi alasan dan halangan untuk terus berkembang. Akhir kata kami berharap semoga tugas laporan ini berguna dan bermanfaat bagi kami khususnya bagi pembaca pada umumnya. Dan semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik untuk kita semua, amin.
Bandung,
i
Maret 2019
DAFTAR ISI
Table of Contents KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB I ..................................................................................................................... iii PENDAHULUAN ................................................................................................. iii A. LATAR BELAKANG ................................................................................ iii B. RUMUSSAN MASALAH ........................................................................... v C. TUJUAN PENULISAN .............................................................................. vi BAB II ..................................................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 2 A. PENGERTIAN ............................................................................................. 2 B. ETIOLOGI ................................................................................................... 3
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Pasca pembedahan sering kali menyebabkan suatu komplikasi yang tidak terduga, hal ini dibuktikan dengan beberapa kasus yang ditemukan pada klien post pembedahan salah satunya yakni Fistula Enterokutan. Hampir 70%-90% Fistula Enterokutan terjadi setelah tindakan pembedahan ( Surgical Midadventure ) dan Inflamatory Bowel Disease ( 5% -50%),radiasi ( 5%10%),keganasan ( 2%-15% ), nekrosis sekum, Adhesiolisisis,appendisitis, dan peritonitis. (Diah,2011). Enterocutaneous fistula (ECFs) dapat terjadi sebagai komplikasi dari semua jenis operasi pada saluran pencernaan. Lebih dari 75% dari semua ECF timbul sebagai komplikasi pasca operasi, sementara sekitar 15-25% dari mereka hasil dari trauma abdomen atau terjadi secara spontan dalam kaitannya dengan kanker, iradiasi, penyakit usus inflamasi, atau kondisi iskemik atau infeksi. Di
Indonesia
data
yang
dilaporkan
oleh
rumah
sakit
Cipto
Mangunkusumo, Jakarta tahun 2009 hanya menyebutkan 5-10 kasus kolitis ulserativa pertahun pada laparatomi berbagai panjang usus sebelah distal fleksura menebal dam oedem (Manan,2010) . Di Yogyakarta data yang dilaporkan RSUP Dr. Sardjito di Ruang Cendana 2 IRNA I hanya menyebutkan 1 kasus fistula enterokutan dari 230 kasus yang terjadi di Cendana 2 selama periode 1 Januari 2011 sampai dengan 31 Juli 2011. Komplikasi pada Fistula Enterokutan perforasi mempunyai tingkat mortilitas yang tinggi, hal ini sering disebabkan adanya perforasi ulangan pada segmen usus yang sebelumnya tidak mengalami perforasi. Angka kematian pada fistel usus halus di atas 20%. Fistel yang yeyunum lebih tinggi
iii
angka kematiannya daripada fistel di daerah ileum( Sjamsuhidajat dan Jong, 2009 ). Pada klien ditemukan tingkat mortalitas pada klien dengan komplikasi perforasi sebesar 75 %.Seribu penderita yang telah mengalami laparatomi hanya satu dalam seribu, membuktikan penutupan luka yang baik. Hal yang perlu terkait dengan penyembuhan luka post laparatomi yakni dengan malnutrisi, pemberian vit C dan hypoalbumin. Penggunaan HBO (Hyper Barix
Oxygen)
sebagai
terapi
tambahan
pada
penyakit
Fistula
Enterokutanmasih jarang dilaporkan akan tetapi beberapa penulis mempunyai anggapan bahwa ini dapat digunakan sebagai terapi tambahan untuk meredakan fase akut penyakit Fistula Enterokutan. Penggunaan terapi oksigen hyperbarik
dan
antibiotik
yang
sesuai
dapat
membatasi
penyebarannya.(Dudley; 2012). Pada pembedahan darurat kadang terpaksa dilakukan pembuangan sebagian besar usus halus akibat adanya gangguan peredaran darah dengan nekrosis luas.. Masalah yang sering terjadi pada fistula enterokutan yakni menutupnya fistel secara spontan, ataupun sindrom kelok buntu yang disebabkan penyempitan usus pasca bedah. Bila pada saat operasi terdapat keraguan terhadap masih baiknya suatu segmen usus, hendaknya dilakukan reseksi sependek mungkin ( Sjamsuhidajat dan Jong, 2009 ). Di dalam mengelola klien Fistula Enterokutan perawat tidak bekerja secara independent namun perawat bekerja secara interdependent (bersama tim kesehatan lain) maupun secara dependent, dimana perawat mendapatkan peran yang sangat penting dalam proses penyembuhan klien sekaligus mencegah komplikasi, sehingga derajat kesehatan yang optimal dapat tercapai. Untuk itu perawat menggunakan sistim asuhan keperawatan secara komprehensif dengan menerapkan metode proses keperawatan didalam menyelesaikan masalah kesehatan klien.Peran perawat disini sebagai edukator yakni meningkatkan klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan mengenai fistula enterokutan, peran perawat koordinator peran ini dilaksanakan untuk mengarahkan klien, dan mengorganisasikan pelayanan
iv
tim kesehatan,sedangkan peran perawat sebagai kolaborator adalah perawat disini bekerja bersama tim kesehatan lain., juga peran perawat sebagai konsultan yakni sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan, perawat juga sebagai pembaharu dengan mengadakan perencanaan perubahan yang sistematis dan metode yang terarah untuk menangani asuhan keperawatan pada klien dengan fistula enterokutan, perawat juga berperan sebagai advokat klien yang dilakukan perawat untuk membantu keluarga mengintrepretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan kesehatan.Sedang perawat dalam promotif yakni dengan melakukan pendidikan kesehatan, dengan seminar mengenai penyakit supaya klien tau bagaimana mencegah dan merawat penyakitnya, upaya preventif yakni mencegah terjadinya komplikasi lanjut pada klien, dengan cara memberikan perawatan yang steril dan terjaga kebersihannya,perawat dalam upayakuratif yakni memberikan pengobatan, melakukan perawatan pada fistula enterokutan, dan juga dalam upaya rehabilitatif yakni perawat berperan meningkatkan derajat kesehatan dilakukan dengan tuntas hingga perawatan home care. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik memberikan Asuhan Keperawatan pada klien Tn “N” dengan Fistula Enterokutan Post Laparatomy Explorasi di Ruang Kemuning 4 RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. B. RUMUSSAN MASALAH 1.
Apakah yang dimaksud dengan Fistula Enterocutaneus?
2.
Apakah etiologi terjadinya Fistula Enterocutaneus?
3.
Apakah patofisiologi terjadinya Fistula Enterocutaneus?
4.
Bagaimanakah tanda dan gejala Fistula Enterocutaneus?
5.
Apa saja klasifikasi dari Fistula Enterocutaneus?
6.
Bagaimana diagnosa dari Fistula Enterocutaneus?
7.
Bagaimanakah penanganan Fistula Enterocutaneus?
v
C. TUJUAN PENULISAN 1.
Untuk mengetahui pengertian Fistula Enterocutaneus
2.
Untuk mengetahui etiologi terjadinya Fistula Enterocutaneus
3.
Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya Fistula Enterocutaneus
4.
Untuk mengetahui bagaimana tanda dan gejala Fistula Enterocutaneus
5.
Untuk mengetahui klasifikasi Fistula Enterocutaneus
6.
Untuk mengetahui diagnosa dari Fistula Enterocutaneus
7.
Untuk mengetahui penanganan pada Fistula Enterocutaneus
vi
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN Fistula Enterokutaneus atau Enterocutaneus Fistula (ECF) adalah adanya hubungan abnormal yang terjadi antara dua pemukaan berepitel yaitu antara saluran cerna dengan kulit, baik antara usus halus dengan kulit maupun usus besar dengan kulit. Hubungan antara kedua permukaan tersebut sebagian besar berupa jaringan granulasi. Fistula enterokutaneus merupakan komplikasi yang biasanya terlihat setelah operasi di usus kecil atau besar.
3
Tingkat kematian pada fistula ini adalah mulai dari 5-20%, karena sepsis, kelainan nutrisi, dan ketidakseimbangan elektrolit. ECF adalah kondisi umum di sebagian bangsal bedah umum. Selama beberapa dekade terakhir, perbaikan dalam pengelolaan ECF telah mengakibatkan penurunan bertahap dalam angka kematian. Morbiditas pasien dengan ECF terkait dengan prosedur pembedahan atau penyakit primernya menjadi meningkat sehingga mempengaruhi kualitas hidup pasien, memperpanjang tinggal di rumah sakit, dan meningkatkan biaya keseluruhan untuk pengobatan. Dengan memahami patofisiologi serta faktor risikonya dapat membantu untuk mengurangi terjadinya fistula ini. Selain itu, pedoman pengobatan mapan untuk lesi ini, bersama dengan beberapa pilihan pengobatan baru, akan membantu dokter untuk mencapai hasil yang lebih baik pada pasien dengan fistula enterokutaneus.
B. ETIOLOGI Berdasarkan atas penyebabnya, maka fistel dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: 1.
Congenital ; jenis fistel ini terbentuk sejak lahir, contohnya fistel duodenocolic.
2.
Spontan : jenis fistel ini biasanya terbentuk sebagai hasil perjalanan kronis suatu penyakit. Penyakit yang bisa menimbulkan fistel yakni Chrown disease, TB , divertikel, abses, perforasi local, radiasi dan enteritis.
4
3.
Aquaired/ didapat : fistel ini terbentuk karena kesalahan dalam tindakan pembedahan misalnya dalam operasi anastomosis, drainase abses.
Fistula enterokutaneous dapat disebabkan oleh pasca operasi, trauma, atau spontan. Kebanyakan fistula terjadi oleh karena infeksi pada rongga perut, kanker ataupun lisis dari anastomosis saluran cerna dan radiasi. Pada sebagian kasus dapat terjadi spontan enterokutaneus fistel pada kasus appendiktomi patofisiologi dapat terjadi oleh karena adanya mikroperforasi yang menyebabkan adanya koleksi abses yang selanjutnya menjadi fistel. Berdasarkan proses terjadinya 2 jenis : a. Spontan Penyebab: • Inflamatory Bowel Disease ( 5% -50%) • Radiasi (5% - 10%) • Keganasan ( 2% -15%) • Divertikulitis • Apendisitis b. Komplikasi pasca operasi ( 70 – 95 % ) •
Operasi keganasan saliran cerna, inflammatory bowel disease dan adhesiolisis
•
Faktor predisposisi : leakage anastomosis, abses, obstruksi pada distal
•
Pasca apendektomi sering terjadi akibat penyakit yang mendasarinya Tb, IBD(inflamatory bowel diseases). Sebab lain: erosi sekum atau nekrosis sekum Faktor anatomi yang mengakibatkan kecil kemungkinan menutup spontan antara lain: •
Abses yang besar
5
•
Defek dinding usus > 1 cm
•
Intestinal discontinuity
•
Obstruksi distal
•
Penyakit usus di sebelahnya
•
Panjang trak < 2 cm
•
Trak yang pendek bukan kendala untuk menutup bila epitel usus tidak tumbuh ke permukaan
•
Bila epitel tumbuh ke permukaan, seperti enterostomy (tidak akan menutup spontan)
C. ANATOMI FISIOLOGI
ANATOMI USUS Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Usus bagian tengah
dan
bawah
rongga
ini
mengisi
abdomen. Ujung proksimalnya
bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin ke bawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm. Struktur usus halus terdiri dari bagian-bagian berikut ini : a. Duodenum: bentuknya melengkung seperti kuku kuda. Pada lengkungan
ini
terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum
merupakan tempat bermuaranya saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus pankreatikus), tempat ini dinamakan papilla vateri. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar brunner untuk memproduksi getah intestinum. Panjang duodenum sekitar 25cm, mulai dari pilorus sampai jejunum. b. Jejunum: Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak di sebelah
kiri
atas intestinum
minor.
Dengan
perantaraan
lipatan
peritoneum yang berbentuk kipas (mesentrium) memungkinkan keluar masuknya arteri dan vena mesentrika superior,pembuluh limfe, dan saraf ke ruang antara lapisan peritoneum. Penampang jejunum lebih lebar, dindingnya lebih tebal, dan banyak mengandung pembuluh darah.
6
c.
Ileum:
panjangnya
ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, ±4-5
m.
Ileum merupakan usus halus yang terletak di
sebelah kanan bawah berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang orifisium ileosekalis yang diperkuat sfingter dan katup valvula ceicalis (valvula bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon agartidak masuk lagi ke dalam ileum.
Gambar 2. Usus Kecil Struktur Usus Besar Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalisani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil.23 Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar adalah selaput lendir, lapisan otot yang memanjang, dan jaringan ikat. Ukurannya lebih besar daripada usus halus, mukosanya lebih halus daripada usus halus dan tidak memiliki vili. Serabut otot longitudinal dalam muskulus eksterna membentuk tiga pita, taenia coli yang menarik kolon menjadi kantong-kantong besar yang disebut dengan haustra. Dibagian bawah terdapat katup ileosekal yaitu katup antara usus halus dan usus besar. Katup ini tertutup dan akan terbuka untuk merespon gelombang peristaltik sehingga memungkinkan kimus mengalir 15 ml masuk dan total aliran sebanyak 500 ml/hari. Bagian-bagian usus besar terdiri dari :
7
a. Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup
ileosekal apendiks. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan
apendiks yang melekat pada ujung sekum. Apendiks vermiform, suatu tabung buntu yang sempit yang berisi jaringan limfosit, menonjol dari ujung sekum. b. Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki tiga divisi, yaitu: Kolon ascenden : merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati di sebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika. Kolon transversum: merentang menyilang abdomen di bawah hati dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke bawah fleksura splenik. Kolon desenden : merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum. c. Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12-13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus. D. PATOFISIOLOGI Salah satu penyebab terbentuknya fistel enterokutaneus adalah chrown disease. Pada penyakit Chrown, terjadi inflamasi kronis dan subakut yang meluas ke seluruh lapisan dinding usus dari mukosa usus, ini disebut juga transmural. Pembentukan fistula,fisura dan abases terjadi terjadi sesuai luasnya inflamasi ke dalam peritoneum. Jika proses inflamasi terus berlanjut maka saluran abnormal yang terbentuk bisa mencapai kutan (kulit) abdomen sehingga terbentuklah fistel enterokutaneus. Lesi (ulkus) tidak pada kontak terus-menerus satu sama lain dan dipisahkan oleh jaringan normal. Pada kasus lanjut, mukosa usus mengalami penebalan dan menjadi fibrotic dan akhirnya lumen usus menyempit.
8
Pathway
9
E. KLASIFIKASI Fistula enterokutan diklasifikasikan berdasarkan output yang dihasilkan dalam satuan mililiter setiap 24 jam. a. Low b. Output sebanyak 200ml dalam 24 jam, pada umumnya berasal dari usus kecil c. Moderate d. Output >200 – 500 ml dalam 24 jam e. High f. Output >500 ml dalam 24 jam, pada umunya berasal dari usus besar
F. MANIFESTASI KLINIS Penyempitan lumen usus mempengaruhi kemampuan usus untuk mentranspor produk dari pencernaan usus atas melalui lumen terkonstriksi dan akhirnya mengakibatkan nyeri abdomen berupa kram. Karena peristaltic usus dirangsang oleh makanan, maka nyeri biasanya timbul setelah makan. Untuk menghindari nyeri ini, maka sebagian pasien cenderung untuk membatasi masukan makanan, mengurangi jumlah dan jenis makanan sehingga kebutuhan nutrisi normal tidak terpenuhi. Akibatnya penurunan berat badan, malnutrisi, dan anemia sekunder. Selain itu, pembentukan ulkus di lapisan membrane usus dan ditempat terjadinya inflamasi, akan menghasilkan rabas pengiritasi konstan yang dialirkan ke kolon dari usus yang tipis, bengkak, yang menyebabkan diare kronis. Kekurangan nutrisi juga bisa terjadi karena gangguan pada absorbs. Akibanya adalah individu menjadi kurus karena masukan makanan tidak adekuat dan cairan hilang secara terusmenerus. Pada beberapa pasien, usus yang terinflamasi dapat mengalami demam dan leukositosis. Pada pasien post operasi, fistula enterokutan dapat diidentifikasi dengan drainase isi usus. Pasien dengan fistula enterokutan terdiagnosis pada hari ke
10
lima atau keenam pasca operasi, dengan gejala demam, illeus yang menetap, dan abses luka operasi. Apabila dilakukan drainase abses, demam akan menghilang. Dalam waktu 24 jam, fistula akan tampak jelas dan tampak isi usus yang keluar dari luka operasi.
G. PEMERIKSAAN Pemeriksaan penunjang pada kasus Fistula yaitu sebagai berikut: a. Test methylen blue Test ini digunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan fistula enterokutaneous dan kebocoran segmen usus. Tehnik ini kurang mampu untuk mengetahui fungsi anatomi dan jarang digunakan pada praktek. b. USG USG dapat digunakan untuk mengetahui ada-tidaknya abses dan penimbunan cairan pada saluran fistula c. Fistulogram Tehnik
ini
menggunakan
water
soluble
kontras.Kontras
disuntikkan melalui pembukaan eksternal, kemudian melakukan foto xray. Dengan menggunakan tehnik pemeriksaan ini, dapat diketahui berbagai hal yaitu : Sumber fistula, jalur fistula, ada-tidaknya kontinuitas usus, ada-tidaknya obstruksi di bagian distal, keadaan usus yang berdekatan dengan fistula (striktur, inflamasi) dan ada-tidaknya abses yang berhubungan dengan fistula. d. Barium enema Pemeriksaan ini menggunakan kontras, untuk mengevaluasi lambung, usus halus, dan kolon. Tujuannya untuk mengetahui penyebab timbulnya fistula seperti penyakit divertikula, penyakit Crohn's, dan neoplasma e. CT scan
11
H. PENATA LAKSANAAN 1. Non operative management: Jika fistula merupakan akibat dari karsinoma, tuberculosis, penyakit Crohn atau colitis, maka penyakit primer harus diterapi dengan tepat agar lesi ini sembuh. Kebanyakan ahli bedah menolak melakukan operasi anorectum pada pasien dengan penyakit peradangan usus, karena kekambuhan lokal dan kegagalan penyembuhan luka. Hal lain yang dapat dilakukan adalah mengurangi jumlah output fistula, dengan cara: a. Pemasangan nasogatric tube (NGT) b. Pemberian antagonis H2 atau proton pump inhibitor (PPI) c. Drainase abses d. Koreksi keseimbangan cairan, elektrolit, dan nutrisi e. Pemberian antibiotik spektrum luas f. Penggunaan somastostatin atau octreotide untuk menghambat sekresi gaster, pankreas, sistem bilier, dan usus 2. Terapi bedah : Fistulektomi (eksisi saluran fistula) adalah prosedur yang dianjurkan. Usus bawah dievakuasi secara seksama dengan enema yang diprogramkan. Selama pembedahan saluran sinus diidentifikasi dengan memasang alat ke dalamnya atau dengan menginjeksi saluran dengan larutan biru metilen. Fistula didiseksi ke luar atau dibiarkan terbuka, dan insisi lubang rektalnya mengarah keluar. Luka diberi tampon dengan kassa. Komplikasi : a. Sepsis b. Gangguan cairan dan elektrolit c. Nekrosis pada kulit d. Malnutrisi
12
Tabel fase pengobatan pada fistula enterocutanus Phase
Time Course
1. Recognition
and 24–48 hours
stabilization
Primary goals Correct fluid and electrolyte imbalances Drainage of intra-abdominal abscesses Control of sepsis Control of fistula drainage Ensure adequate skin care Aggressive nutritional support
2. Investigation
after 7–10 days
Determine anatomy and fistula characteristics
3. Decision
up to 4–6 weeks
Determine
likelihood
of
spontaneous closure Plan course of therapy 4. Definitive therapy
after 4–6 weeks or if Closure of fistula closure is unlikely Reestablish
gastrointestinal
continuity Secure closure of abdomen 5. Healing
5–10 days after closure Ensure adequate nutritional onward
support Transition to oral intake
Penatalaksanaan fistula enterokutaneous dapat dibagi menjadi 5 tahapan, yaitu stabilization, investigation, decision making, definitive therapy, dan healing. 1. Stabilization Tahap ini dibagi menjadi 5 yaitu: identification, resuscitation, control of sepsis, nutritional support, control of fistula drainage a. Identification
13
Pada tahap ini, yang dilakukan adalah mengidentifikasi pasien dengan fistula
enterokutaneous.
Pada
minggu
pertama
postoperasi,
pasien
menunjukkan tanda-tanda demam dan prolonged ileus serta terbentuk erythema pada luka. Luka akan terbuka dan terdapat drainase cairan purulen yang terdiri dari cairan usus. Pasien dapat mengalami malnutrisi yang disebabkan karena sedikit atau tidak diberikan nutrisi dalam waktu lama. Pasien dapat menjadi dehidrasi, anemis, dan kadar albumin yang rendah. b. Resuscitation Tujuan utama pada tahap ini yaitu pemulihan volume sirkulasi.Pada tahap ini, pemberian kristaloid dibutuhkan untuk memperbaiki volume sirkulasi. Transfusi sel darah merah dapat meningkatkan kapasitas pengangkutan oksigen dan pemberian infuse albumin dapat mengembalikan tekanan onkotik plasma. c. Control of sepsis Pada tahap ini, melakukan pencegahan terhadap timbulnya sepsis dengan pemberian obat antibiotik. d. Nutritional support Pemberian nutrisi pada pasien dengan fistula enterokutaneous merupakan komponen kunci penatalaksanaan pada fase stabilization.Fistula enterokutaneous dapat menimbulkan malnutrisi pada pasien karena intake nutrisi kurang, hiperkatabolisme akibat sepsis dan banyaknya komponen usus kaya
protein
yang
keluar
melalui
fistula.
Pasien
dengan
fistula
enterokutaneous membutuhkan kalori total sebanyak 25-32kcal/kg perhari dengan rasio kalori-nitrogen 150:1 sampai 200:1, protein minimal 1,5g/kg perhari. Jalur pemberian nutrisi ini dilakukan melalui parenteral.Selain itu, perlu diberikan elektrolit dan vitamin seperti vitamin C, vitamin B12, zinc, asam folat. e. Control of fistula drainage Terdapat berbagai tehnik yang digunakan untuk managemen drainase fistula yaitu simple gauze dressing, skin barriers, pauches, dan suction catheter.Selain itu, untuk mencegah terjadinya maserasi pada kulit akibat
14
cairan
fistula,
dapat
diberikan
karaya
powder,
stomahesive
atau
glyserin.Beberapa penulis melaporkan keberhasilan menggunakan Vacuum Assisted
Closure
(VAC)
system
untuk
penatalaksanaan
fistula
enterokutaneous.Obat-obatan (Somatostatin, Octreotide dan H2 Antagonis) dapat juga diberikan untuk menghambat sekresi asam lambung, sekresi kelenjar pankreas, usus, dan traktus biliaris. 2. Investigation Pada tahap ini, dilakukan investigasi terhadap sumber dan jalur fistula. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu: a. Test methylen blue b. USG c. Fistulogram d. Barium enema e. CT scan 3. Decision Fistula enterokutaneous dapat menutup secara spontan dalam 4-6 minggu pada pasien dengan pemberian nutrisi adekuat dan terbebas dari sepsis.Penutupan spontan dapat terjadi pada sekitar 30% kasus.Fistula yang terdapat pada lambung, ileum, dan ligamentum of Treiz memiliki kemampuan yang rendah untuk menutup secara spontan.Hal ini berlaku juga pada fistula dengan keadaan terdapat abses besar, traktus fistula yang pendek, striktur usus, diskontinuitas usus, dan obstruksi distal. Pada kasus-kasus tersebut, apabila fistula tidak menutup (output tidak berkurang) setelah 4 minggu, maka dapat direncanakan untuk melakukan operasi reseksi. Pada rencana melakukan tidakan operasi, ahli bedah harus mempertimbangkan untuk menjaga keseimbangan
nutrisi
dengan
memberikan
nutrisi
secara
adekuat,
kemungkinan terjadinya penutupan spontan dan tehnik-tehnik operasi yang akan digunakan. 4. Definitive therapy Keputusan untuk melakukan operasi pada pasien dengan fistula enterokutaneous yang tidak dapat menutup secara spontan adalah tindakan
15
yang tepat.Sebelumnya, pasien harus dalam kondisi nutrisi yang optimal dan terbebas dari sepsis. Pada saat operasi, abdomen dibuka menggunakan insisi baru.Insisi secara
transversal
pada
abdomen
di
daerah
yang
terbebas
dari
perlekatan.Tujuan tindakan operasi selanjutnya adalah membebaskan usus sampai rektumdariligamentum Treiz.Kemudian melakukan eksplorasi pada usus untuk menemukan seluruh abses dan sumber obstruksi untuk mencegah kegagalan dalam melakukan anastomosis. Pada saat isolasi segmen usus yang mengandung fistula, reseksi pada segmen tersebut merupakan tindakan yang tepat.Pada kasus-kasus yang berat, dapat digunakan tehnik exteriorization, bypass, Roux-en-Y drainase, dan serosal patches.Namun tindakan- tindakan tersebut tidak menjamin hasil yang optimal.Berbagai
kreasi
seperti
two-layer,
interrupted,
end-to-end
anastomosis menggunakan segmen usus yang sehat dapat meningkatkan kemungikan anastomosis yang aman.
5. Healing Penutupan fistula secara spontan ataupun operasi, pemberian nutrisi harus terus dilakukan untuk menjamin pemeliharaan kontinuitas usus dan penutupan dinding abdomen. Tahap penyembuhan (terutama pada kasus postoperasi) ini membutuhkan keseimbangan nitrogen, pemberian kalori dan protein yang adekuat untuk meningkatkan proses penyembuhan dan penutupan luka.
BAB III LAPORAN KASUS A. KASUS TIC
B. PENGKAJIAN 1.
Identitas Klien Nama
: Tn. N
Umur
: 24/04/1958
Agama
: Islam
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pendidikan
: S2
Suku/Bangsa
: Jawa/Indonesia
Golongan Darah
:B
Alamat
: Kp. Pangarengan, Rt 14/Rw 12, Jatinegara, Cakung, DKI Jakarta
Tanggal Masuk RS
: 28/2/2019
Tanggal Pengkajian
: 09/2/2019
No. Medrek
: 0001748150
Diagnosa Medis
: Fistula Enterocutaneus
14
2.
Identitas Penanggung Jawab Nama
: Ny. D
Umur
: 27 tahun
Pendidikan
: S2
Pekerjaan
: Mahasiswa
Alamat
: Kp. Pangarengan, Rt 14/Rw 12, Jatinegara, Cakung, DKI Jakarta
Hubungan Dengan Pasien/Klien: Anak
3.
Riwayat Kesehatan a.
Keluhan Utama: Nyeri post luka laparatomi explorasi
b.
Riwayat Kesehatan Sekarang Pasien mengatakan nyeri didaerah perut karena post laparotomy eksplorasi nyeri dirasakan semakin berat ketika pasien bergerak. Nyeri seperti di tusuk-tusuk dengan skala nyeri 8 dan nyeri terus menerus, nyeri berkurang ketika diberi analgetik.
c.
Riwayat Kesehatan Dahulu Ny. D mengatakan Ayahnya tahun 2018 pernah operasi usus buntu di RSUD Sumedang
d.
Riwayat Kesehatan Keluarga Ny D mengatakan dari keluarga Ayah dan Ibu tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang sama namun dari pihak Ibu yaitu nenek memiliki riwayat DM dan HT
4. Riwayat Psikososial - Spiritual a. Support System Pasien mengatakan semua tindakan yang dilakukan oleh pihak RS selalu di dukung oleh keluarganya. Pasien mengatakan selama sakit dirinya selalu di jenguk oleh keluarga dan rekan kerja.
b. Komunikasi Pasien mengatakan biasa di rumah dan dengan tetangga berbicara menggunakan bahasa Indonesia, namun bila dengan anak-anak dan keluarga selalu berbahasa campur IndonesiaJawa. c. Sistem nilai dan kepercyaan Ny. D ayahnya mengatakan sering mengikuti kegiatan ceramah di lingkunga rumahnya. dan selalu ingat sholat dan baca alquran walaupun sedang sakit. d. Konsep Diri: 1) Ideal Diri: saya sudah puas dengan apa yang saya capai saat ini, saya berharap jika saya sembuh akan membawa cucu-cucu dan anak-anak saya jalan-jalan. 2) Gambaran Diri: saya sangat senang jika saya shat kembali, tidak terbaring di kasur terus 3) Peran Diri: Saya adalah selain menjadi kepala rumah tangga saya juga ayah bagi anak-anak saya, dan kakek bagi cucu saya. 4) Identitas Diri: pasien seorang laki-laki, kepala rumah tangga, ayah bagi anak-anak, dan kakek bagi cucu, 5) Harga Diri: Pasien mengatakan selama ini anak-anak selalu menemani dan mengurus saya. 5. Lingkungan a. Rumah Pasien mengatakan biasa yang membersihkan rumah pembantu b. Pekerjaan Pasien bekerja menjadi seorang pensiunan kepala sekolah, di salah satu SMK di Jakarta
6. Pola Kebiasaan Sehari-hari Sebelum dan saat sakit No
Pola Aktifitas
Sebelum MRS
Saat Sakit
Nutrisi a. Makan
Pasien per
mengatakan Paien mengatakan makan 3x/hari
(oral/enteral/tpn)
nafsu makan
⁻ Frekuensi makan
menurun,
⁻ Diet
makan
⁻ Makanan tambahan
melalui
⁻ Makanan
selang NGT
pantangan/alergi
600cc/hari.
⁻ Perubahan BB dalam
Pasien
3 bulan terakhir
cair.
diet Pasien
mengalami penurunan
1
BB sebanyak 5
kg
semenjak sakit.
b. Minum
pasien
Selama
(oral/enteral/tpn)
mengatakan
dirumah
⁻ Frekuensi
minum
sakit pasien
⁻ Jenis
gelas/hari
⁻ Jumlah/Volume
per
7-8
minum dibatasi hanya ml/hari
200
Pola Eliminasi a. BAB 2
BAB
normal
⁻ Warna
1x/hari,
⁻ Frekuensi
konsitensi
⁻ Konsistensi
lembek,
BAB :cair warna kuning (terpasang colostomy bag)
kuning coklat b. BAK
BAK
normal
⁻ Warna
4-5x/hari,
⁻ Frekuensi
kuning jernih
BAK : 1000cc/hari, warna kuning pekat(kateter urine)
⁻ Jumlah/Volume
Insensible water lose
3
IWL=15x50/24
IWL=15x45/24
=31.25
=28.12
Kebutuhan
cairan Kebutuhan
cairan
dalam
24jam dalam
24jam
=31.25x24= 750cc
=28.12x24=675cc
Pola Istirahat Tidur a. Waktu tidur siang b. Waktu tidur malam c. Kebiasaan sebelum tidur 4
Pasien mengatakan
Pasien mengtakan
tidur siang 1-2
lebih sring tidur
jam/hari
karna tidak ada
Malam 6-7jam/hari
kegiatan yang bisa
Sebelum tidur pasien
dilakukan.
nonton tv bersama
30menit sampai 1
kelurganya
jam/hari. Malam 6-7jam/hari
Pola Aktifitas dan Latihan 5
a. Kegiatan pekerjaan
dalam
Pasien mengatakan Psien mengatakan
selama sakit hanya
tidak bekerja lagi,
bisa berbaring dan
b. Waktu/lamanya bekerja dalam 1 hari c. Kegiatan
pasien seorang
tidak melakukan
pension, pasien lebih
kegitan.
banyak dirumah
Pasien mengatakan
bermain dengan cucu-
selama sakit ADL
cucunya.
nya selalu dibantu
Pasien mengatakan
oleh keluarga.pasien
mandi 2x/hari, sikat
mandi 1x/hari.
waktu
luang(rekreasi) d. Olahraga e. Aktivitas sehari-hari ⁻ Mandi ⁻ Berpakaian
gigi, ganti pakaian dll
⁻ Berdandan
dilakukan secara mandiri.
Pola
7
kebiasaan
dalam Pasien
mengatakan Pasien mengatakan
mempengaruhi kesehatan
tidak
merokok, tidak
merokok,
a. Merokok
minum
minuman minum
minuman
b. Minuman keras
keras, dan tidak ada keras, dan tidak ada
c. Ketergantungan
obat- ketergantngan obat
obatan
7. Pemeriksaan Fisik: a. Pemeriksaan Umum Kesadaran : composmentis GCS : E :4 V:5 M :6 TD : 130/80 mmHg Nadi : 90x/menit Pernafasan : 21x/menit Suhu : 37,0oC TB/BB: 165/45, IMT: 16,5 -Sebelum masuk rs: 50 kg -Saat dirawat di rs: 45 kg b. Sistem penglihatan
ketergantngan obat
Inspeksi: Bentuk mata simetris, pupil isokor, sklera anikterik, konjungtiva ananemis, lapang pandang baik, pergerakan bola mata simetris, tidak terdapat petosis, tidak terdapat juling mata. Palpasi: tidak ada edema dan tidak ada nyeri tekan pada kelopk mata. c. Sistem pendengaran Inspeksi: Bentuk telinga simetris kanan dan kiri, tidak terdapat serum maupun peradangan, pendengaran baik simetris kanan dan kiri, tidak menggunakan alat bantu dengar. Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada telinga dan tidak ada benjolan d. Sistem wicara Pasien tidak memiliki kesulitan saat berbicara.
e.
Sistem pernafasan Inspeksi hidung: bentuk hidung simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak ada secret dihidung, tidak ada defiasi septum. Inspeksi dada: bentuk dada simetris, pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, pola napas teratur, RR: 21x/menit, tidak terpasang oksigen. Palpasi hidung: tidak ada pergeseran tulang hidung, tidak ada benjolan dihidung. Palpasi dada: gerakan inspirasi dan ekspirasi sama antara thorak kiri dan thorak kanan saat dada mengembang tidak ada benjolan dan bengkak, getaran vocal fremitus sama . Perkusi dada: saat dilakukan perkusi ics 1 kiri dan kanan dibawah klavikula resonan, ics 2 kiri dalnes, ics 2 kanan resonan, ics 3 kanan resonan dan kiri dalnes, ics 4 kanan resonan dan kiri dalnes.
Auskultasi: trakea: tidak ada suara nafas tambahan, suara nafas terkontrol. Bronkus: tidak ada suara tambahan, suara nafas bronkovesikuler seluruh lapang paru vesikuler .
f. Sistem Kardiovaskuler Inspeksi : warna kulit sawo mateng, kulit bagian muka bersih, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, bagian leher tidak ada distensi vena jugularis, terpasang cvp. Palpasi : irama nadi teratur (regular), kekuatan nadi kuat dan jelas, akral tubuh hangat, nadi: 90x/menit. Perkusi : ICS 1 kanan dan ics kiri resonan, ics 2 kanan resonan dan ics 2 kiri dalnes , ics 3 kanan resonan dan ics 3 kiri dalnes, ics 4 kanan resonan dan ics 4 kiri dalnes. Auskultasi : bunyi jantung terdengar reguler,ics 2 kanan sternum katub aorta terdengar suara lup/s1, ics 2 kiri sternum katub pulmonal terdengar suara lup/s1, ics 4 kiri sternum, katubtrikuspidalis terdapat suara dup/s2, ics 4 kiri ktub bikuspidalis mid clavicula terdengar suara dup/s2.
g.
Sistem Neurologi Glascow coma scale: E:4 M:6 V:5 tidak ada tanda tanda tik, tidak terdapat nyeri kepala hebat pada pasien, kesadaran composmentis. N. Olfaktorius : pasien dapat mencium minyak kayu putih. N. Optikus : ukuran puil isokor, pupil mengecil saat diberi rangsangan cahaya, lapang pandang baik, pasien dapat membaca nametag perawat.
N. Okulomotorius: pasien dapat menggerakan mata kebawah tidak terdapat juling. N. Troklearais: mata pasien mengedip saat disentuh bagian kelopak matanya N. Trigeminus; reflek kornea baik saat diberi rangsangan, mata mengedip, reflek mengunyah baik. N.Abdusen: pasien dapat menggerakan mata kebawah, kekanan kesamping. N. Fasialis : pergerakan wajah simetris, saat senyum, bisa mengangkat alis. N. vestibulokoklearis : pasien dapat mendengar dengan baik saat diajak bicara. N. Glosofaringeal : pasien dapat menelan dengan baik. N. Vagus : getaran uvula simetris. N. Aksesorius : pasien dapat melawan tahanan yang diberikan perawat N. Hipoglosus : pasien dapat mengeluarkan lidah dan mampu menggerakan dengan baik. - pemeriksaan reflek patologis 1. reflek openhim: normal, pada saat dilakukan susur tulang kering kaki tidak terasa nyeri baik kanan dan kiri 2. reflek chaddock: normal, saat diberi goresan dari pinggir bawah kearah kelingking keatas ada reflek kanan kiri 3. reflek Babinski: saat digores ditelapak kaki , normal ada reflek . - pemeriksaan reflek fisiologis: 1. reflek bisep: normal, saat diketuk dibalik siku 2. reflek trisep: normal, saat diketuk dibagian siku atas 3. reflek brachioradial: normal, disusur dari ibu jari jempol, lima jari dibawah 4. reflek patella: normal, diketuk dilutut terdapat pergerakan.
- rangsangan meningen 1. kaki kuduk: tidak terkaji 2. kering sign: tidak terkaji 3. lasegue sign: tidak terkaji 4. brudzinski: tidak terkaji 5. bridzinski 2: tidak terkaji 6. kekuatan otot:
3
3
3
3
h. Sistem Pencernaan Inpeksi: bentuk bibir simetris, mukosa bibir kering, terpasang NGT alat bantu makan, bentuk abdomen rata terdapat colostomy dikuadran 2, terdapat luka post laparotomy di abdomen sepanjang ± 12cm Auskultasi: bising usus terdengar 6x /menit Palpasi: tidak terkaji Perkusi: tidak terkaji
i. Sistem Imunologi: Palpasi: tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
j. Sistem Endokrin Nafas tidak berbau keton, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
k. Sistem urogenital Inspeksi:pasien terpasang kateter, urine berwarna kuning pekat.
Palpasi: tidak ada distensi kandung kemih, tidak ada nyeri tekan dikandung kemih.
l. Sistem integument Inspeksi: kulit terlihat kotor, kulit kering, terdapat luka post laparotomy sepanjang ± 12cm Palpasi: turgor kulit3 detik
m. Sistem Muskuloskeletal Inspeksi: ekstermitas atas pada lengan kanan terpasang infusdengan cairan infus Nacl 0,9%, rentang gerak sedikit terbatas, jumlah jari tangan lengkap. Ektermitas bawah, jumlah kaki lengkap, tidak ada pembengkakan, tidak menggunakan alat bantu. Palpasi: tidak ada nyeri tekan
Kekuatan otot : 3
3
3
3
3
Pemeriksaan Penunjang a. Hasil Laboratorium Tanggal 06/03/2019 Jenis Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Hemoglobin
10.7
g/dl
14-17.4
Hematokrit
30.8
%
41.5-50.4
HEMATOLOGI
14
Parameter
Eritrosit
3.63
Juta/uL
4.4-6.0
Leukosit
13.00
103/uL
4.50-11.0
458
Ribu/uL
Trombosit
150-450
Indeks Eritrosit MCV
84.8
fL
80-96
MCH
29.5
Pg
27.5-33.2
MCHC
34.7
%
33.4-35.5
Basofil
0
%
0-1
Eosinofil
0
%
0-4
Neutrofil Batang
0
%
3-5
Neutrofil segmen
88
%
45-73
Limfosit
5
%
18-44
Monosit
7
%
3-8
Hitung Jenis Leukosit
KIMIA Glukosa sewaktu
128
Mg/dL
<140
SGOT (AST)
14
U/L
15-37
SGPT (ALT)
10
U/L
16-63
Albumin
2.05
g/dL
3.4-5.0
Ureum
47.6
Mg/dL
15.0-39
Kreatinin
1.04
Mg/dL
0.80- 1.30
Natrium
130
mEg/dL
135-145
Kalium
3.4
mEg/dL
3.5-5.1
Kalsium ion
4.66
mEg/dL
4.5-5.6
Tanggal 07/03/2019 Jenis Pemeriksaan HEMATOLOGI Parameter
Hasil 8
Satuan
Nilai Normal
Hemoglobin
10.8
g/dl
14-17.4
Hematokrit
32.2
%
41.5-50.4
Leukosit
9.24
Juta/uL
4.4-6.0
Eritrosit
3.72
103/uL
4.50-11.0
Trombosit
466
Ribu/uL
150-450
Indeks Eritrosit MCV
86.6
fL
80-96
MCH
29.0
Pg
27.5-33.2
MCHC
33.5
%
33.4-35.5
Albumin
2.09
g/dL
3.4-5.0
Natrium (Na)
136
mEq/L
135-145
Kalsium (K)
3.2
mEq/L
3.5-5.1
b. Theraphy Jenis Terapi
Ranitidin
Rute
Dosis
Indikasi
obat yang diindikasikan untuk sakit maag. Pada penderita sakit maag, terjadi peningkatan asam lambung dan luka pada lambung. Hal tersebut yang sering kali menyebabkan rasa nyeri ulu hati, rasa terbakan di dada, perut terasa
penuh,
mual,
banyak
bersendawa
ataupun buang gas.
Ketoprofen
obat untuk meredakan nyeri akibat berbagai kondisi. Obat ini sering digunakan untuk mengurangi nyeri, bengkak, dan kaku sendi akibat radang sendi, artritis, rematik, dan asam urat. Ketoprofen merupakan
golongan
nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID).
Paracetamol
untuk mengurangi rasa nyeri ringan sampai
sedang, seperti sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot, dan nyeri setelah pencabutan gigi serta menurunkan demam.
Human
⁻
Albumin 20
Diindikasikan dalam perawatan darurat hipovolemia dengan atau tanpa syok. Serum ini paling efektif pada pasien yang terhidrasi dengan baik. Bila hipovolemia sudah berlangsung lama dan terdapat hipoalbuminemia yang disertai dengan hidrasi
atau
sebaiknya
edema
gunakan
yang
adekuat,
larutan
Human
Untuk
pasien
albumin 20% - 25%. ⁻
Hipoalbuminemia
:
hipoalbuminemia yang sakit kritis dan / atau mengalami pendarahan secara aktif, bisa diberikan infus Human albumin 20%. Bila
defisit
albumin
terjadi
karena
kehilangan protein yang berlebihan, efek pemberian Human albumin 20% akan bersifat sementara kecuali gangguan yang mendasarinya diselesaikan terlebih dahulu. ⁻
Digunakan
untuk
menjaga
fungsi
kardiovaskular setelah pengeluaran cairan asites
dalam
volume
besar
setelah
paracentesis karena asites sirosis. ⁻
Digunakan
bersamaan
dengan
diuretik
untuk
menangani
volume
cairan
yang
Sindrom (ARDS).
Distres
obat
kelebihan
terkait
dengan
Pernapasan
Dewasa
⁻
Dapat digunakan untuk mengobati edema pada pasien nefrosis akut yang sulit disembuhkan
dengan
terapi
cyclophosphamide dan kortikosteroid.
C. ANALISA DATA NO 1.
DATA
ETIOLOGI
Ds: pasien mengatakan
Tindakan
nyeri
luka
post
laparotomy skala
pembedahan
dengan
nyeri
8
terus
menerus dan menyebar
Terputusnya kontunitas jaringan
Do: - pasien tampak meringis kesakitan -Terdapat
luka
Merangsang BPH post
laparotomy sepanjang ±
Saraf afferent
12cm Medulla spinalis
Thalamus
Korteks serebri
Saraf serebri
MASALAH Nyeri Akut
Nyeri akut
2.
Ds: -
Tindakan
Do: - terdapat luka post
Resti Tinggi Infeksi
pembedahan
laparotomy sepanjang ± 12cm
Terputusnya
Terdapat
luka
pus/
kontunitas jaringan
nanah dari luka dan keluar darah
Port the entry of
T: 37,0̊C
microorganisme
Resiko tinggi infeksi
3.
DS: pasien mengatakan Tindakan lemas
pembedahan
DO: K/U lemah -terdapat
luka
post Terputusnya
laparatomi sepanjang ± kotinuitas jaringan 12 cm -post op H-7
kelemahan
-terpasang colostomy di abdomen kuadran 2 -adl keluga
tampak
Penurunan tonus
dibantu otot
Hambatan Mobilitas fisik
-kekuatan otot 3
3
3
3
-Hb 10.8 mg/dL
Terjadinya paralisis motoric
Penurunan rentang gerak
Tirah baring
Aktivitas menurun
Hambatan mobilitas fisik
4.
DS: pasien mengatakan Nafsu makan
Ketidakseimbanagn
nafsu makan berkurang
nutrisi
menurun
DO: makan tidak habis
kurang
dari
kebutuhan tubuh
300cc
Asupan makanan
Hb: 10.8 mg/Dl
berkurang
IMT: 16.5 Kg/m PenurunanBB sebanyak BB menurun 5kg Ketidakseimbanagn nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1.
Nyeri akut berhubungan dengan terputunya kontinuitas jaringan
2.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive ditandai dengan terdapatnya luka post laparotomy
3.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak
4.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makan berkurang
E. INTERVENSI NO 1
DIAGNOSA Nyeri
NOC
akut Setelah
berhubungan
asuhan
NIC dilakukan Manajaemen nyeri
keperawatan 1.lakukan pengkajian nyeri
dengan terputunya selama 3x8 jam nyeri komprehensif kontinuitas
berkurang
dengan 2.ajarkan
penggunaan
jaringan
kriteria hasil:
teknik non farmakologi
Tingkat Nyeri:
untuk
mengurangi
rasa
1.nyeri yang dilaporkan nyeri berkurang dari skala 8 3.berikan indivisu penurun menjadi skala 4
nyeri yang optimal dengan peresepan analgetik 4. evaluasi keefektifan dari pengontrol
nyeri
yang
dipakai
2.
Resiko
tinggi Setelah
dilakukan 1.anjurkan
infeksi
asuhan
berhubungan
selama 3x8jam resiko tangan dengan tepat
keperawatan mengenal
pasien teknik
cuci
dengan
prosedur tinggi infeksi berkurang 2.cucitangan sebelum dan
invasive
ditandai dengan kriteria hasil:
sesudah perawatan pasien
dengan terdapatnya Kontrol resiko: proses 3.ajarkan luka laparotomy
post piker
pasien
dan
keluarga mengenai tanda
1.mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi dan dan gejala infeksi dari kapan
harus
tidak pernah (1) menjadi melaporkannya
pada
kadang menunjukkan (3) penyedia
perawatan
Keparahan infeksi
kesehatan
1.kemerahan
4.berikan terapi antibiotic
dipertahankan
pada yang sesuai
skala ringan
Bagian
perawatan
2.cairan atau luka yang luka;1.angkat balutan dan berbau
busuk
di plester pelekat
pertahankan tidak ada 3.drainase
2.bersihkan luka dengan
purulent normal
dipertahankan tidak ada
3.berikan
bakutan
yang
sesuai jenis luka 4.periksa.
luka
setiap
perubahan balutan 3.
Hambatan
Setelah dlakukan asuhan 1.kaji RPS pasien
mobilitas
fisik keperawatan
berhubungan
3x8 2.kaji kekuatan otot
jamhambatan mobilitas 3.kaji kebutuhan alat
dengan penurunan fisik rentang gerak
teratasi
dengan bantu mobilisasi
kriteria hasil:
4.latih RPS akti/pasif
1.lakukan RPS penuh
5.berikan
2.menggunakan
alat
bantu
alat mobilisasi
bantu 4.
Ketidakseimbangan Setelah
dilakukan 1. timbang BB pasien dan
nutrisi kurang dari asuhan keperawatan 3x8 hitung IMT kebutuhan
tubuh jam kebutuhan nutrisi 2.
berhubungan dengan
pemenuhan
terpenuhi dengan kriteria kebutuhan nutrisi pasien
asupan hasil:
makan berkurang
kaji
3.
berikan
informasi
1,IMT normal kisaran tentang kebutuhan nutrisi (18.5-24.9 kg/m) 2.Hb normal
dalam
4.
kolaborasi
rentang memberikan melalu selang NGT
untuk makan
F. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI No 1.
Tanggal 09 2019
Implementasi
Evaluasi
Maret Manajaemen nyeri 1.Melakukan
Paraf
S: pasien mengatakan
pengkajian
nyeri
luka
post
nyeri komprehensif
laparotomy
2.Mengajarkan penggunaan
skala nyeri 8 terus
teknik
menerus dan menyebar
non
farmakologi
dengan
untuk mengurangi rasa nyeri
O: - pasien tampak
3.memberikan
meringis kesakitan
indivisu
penurun nyeri yang optimal -Terdapat dengan peresepan analgetik 4.mengevaluasi
laparotomy
post
sepanjang
keefektifan ± 12cm
dari pengontrol nyeri yang A: dipakai
luka
Masalah
belum
teratasi P:intervensi dilanjutkan
2.
09 2019
Maret 1.menganjurkan
pasien S: -
mengenal teknik cuci tangan O: - terdapat luka post dengan tepat
laparotomy
sepanjang
2.mencucitangan dan
sebelum ± 12cm
sesudah
perawatan Terdapat
pasien
luka
pus/
nanah dari luka dan
3.mengajarkan pasien dan keluar darah keluarga mengenai tanda dan T: 37,0̊C gejala infeksi dan kapan A:
Masalah
belum
harus melaporkannya pada teratasi penyedia
perawatan P:intervensi dilanjutkan
kesehatan 4.memberikan
terapi
antibiotic yang sesuai Bagian perawatan luka; 1.mengangkat balutan dan plester pelekat 2.membersihkan luka dengan normal 3.memberikan bakutan yang sesuai jenis luka 4.memeriksa.
luka
setiap
perubahan balutan 3.
09 2019
Maret 1. mengkaji RPS pasien
S:: pasien mengatakan
2.mengkaji kekuatan otot
lemas
3.mengkaji kebutuhan alat
O: K/U lemah
bantu mobilisasi
-terdapat
4.melatih RPS akti/pasif
laparatomi sepanjang ±
5.memberikan mobilisasi
alat
luka
post
bantu 12 cm -post op H-7 -terpasang
colostomy
di abdomen kuadran 2 -adl
tampak
keluga
dibantu
-kekuatan otot 3
3
3
3
-Hb 10.8 mg/dL A:
masalah
belum
teratasi P: interensi dilanjutkan
4.
09 2019
Maret 1. meniimbang BB pasien S: pasien mengatakan dan hitung IMT 2.
mengkaji
nafsu makan berkurang pemenuhan O: makan tidak habis
kebutuhan nutrisi pasien
300cc
3.
Hb: 10.8 mg/Dl
memberikan
informasi
tentang kebutuhan nutrisi 4.Berkolaborasi
IMT: 16.5 Kg/m
untuk PenurunanBB sebanyak
memberikan makan melalu 5kg selang NGT
A:
Masalah
beelum
teratasi P:Intervensi dilanjutkan
10 2019
Maret 1. Manajaemen 1 nyeri . 1.Melakukan
S: pasien mengatakan
pengkajian
masih nyeri luka post
1 nyeri komprehensif
laparotomy
2.Mengajarkan penggunaan
skala nyeri 6
teknik
O: - pasien tampak
non
farmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri 3.memberikan
meringis
indivisu -Terdapat
penurun nyeri yang optimal laparotomy dengan peresepan analgetik 4.mengevaluasi
dengan
luka
post
sepanjang
± 12cm
keefektifan A:
Masalah
belum
dari pengontrol nyeri yang teratasi dipakai
2.
10 2019
P:intervensi dilanjutkan
Maret 1.menganjurkan
pasien S: -
mengenal teknik cuci tangan O: - terdapat luka post dengan tepat
laparotomy
2.mencucitangan dan
sesudah
sepanjang
sebelum ± 12cm perawatan Luka tertutup perbanT:
pasien
37,9C
3.mengajarkan pasien dan A:
Masalah
belum
keluarga mengenai tanda dan teratasi gejala infeksi dan kapan P:intervensi dilanjutkan harus melaporkannya pada penyedia
perawatan
kesehatan 4.memberikan
terapi
antibiotic yang sesuai Bagian perawatan luka; 1.mengangkat balutan dan plester pelekat 2.membersihkan luka dengan normal 3.memberikan bakutan yang sesuai jenis luka 4.memeriksa.
luka
setiap
perubahan balutan 3.
10 2019
Maret 1. mengkaji RPS pasien
S:: pasien mengatakan
2.mengkaji kekuatan otot
lemas
3.mengkaji kebutuhan alat
O: K/U lemah
bantu mobilisasi
-terdapat
4.melatih RPS akti/pasif
laparatomi sepanjang ±
luka
post
5.memberikan
alat
bantu 12 cm
mobilisasi
-post op H-8 -terpasang
colostomy
di abdomen kuadran 2 -adl
tampak
dibantu
keluga -kekuatan otot 3
3
3
3
-Hb 10.8 mg/dL A:
masalah
belum
teratasi P: interensi dilanjutkan
4.
10 2019
Maret 1. meniimbang BB pasien S: pasien mengatakan dan hitung IMT 2.
mengkaji
nafsu
memberikan
masih
pemenuhan berkurang
kebutuhan nutrisi pasien 3.
makan
O: makan masih tidak
informasi habis 400cc
tentang kebutuhan nutrisi
Hb: 10.8 mg/Dl
4.Berkolaborasi
IMT: 16.5 Kg/m
untuk
memberikan makan melalu Penurunan BB selang NGT
A:
Masalah
beelum
teratasi P:Intervensi dilanjutkan
G. CATATAN PERKEMBANGAN TGL
DX
CATATAN PERKEMBANGAN
PARAF
DAFTAR PUSTAKA Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC), 5th edition. United States: Mosby. Sabiston, Buku Ajar Ilmu Bedah, bagian I, cetakan ke-dua, EGC, Jakarta,1995. Henry MM, Thompson JN , 2005, Principles of Surgery, 2nd edition, Elsevier Saunders, page 431-445. Herdman, T.H. 2009. Nursing Diagnoses: Definition and Calssification 20092012. Philadelpia: Wiley-Blackwell. Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M.L., Swanson, E. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC), 4th edition. United States: Mosby. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2,Ja karta, EGC, Hal: 683-684. Reksoprodjo S, Pusponegoro AD, Kartono D, Hutagalaung EU, Sumardi R,Lutfia C, Ramli M, Rachmat KB, Dachlan M, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia,1995, Jakarta: Binarupa Aksara Hal: 364-365. Schwartz, Shires, Spencer, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6, EGC,Jakarta, Hal : 554.