Tugas : TEORI ORGANISAI DAN MANAJEMEN PENGETAHUAN Dosen : Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS
PERANAN KEPEMIMPINAN DALAM PENINGKATAN PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT DI KANTOR PERTANAHAN KOTA PEKALONGAN
Oleh : SAEFUL ZAFAR P.0560181661.42
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kantor Pertanahan Kota Pekalongan sendiri merupakan bagian dari Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang merupakan lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang diberikan tugas untuk mengatur masalah pertanahan di Indonesia. Dimana dalam melaksanakan tugas tersebut sebagai penanggung jawab atau pimpinan adalah seorang Kepala Kantor Pertanahan yang dibantu oleh para kasubag, kasi, kaur, kasubag dan staf-stafnya Sebagai instansi yang melakukan pelayanan kepada masyarakat, sudah tentu Kantor Pertanahan Kota Pekalongan harus selalu memberikan pelayan kepada masyarakat dengan baik, sehingga komponen Kantor Pertanahan Kota Pekalongan wajib melaksanakan semua rambu-rambu yang telah ditetapkan instansi diatasnya baik itu Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Tengah ataupun langsung dari Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Instansi pemerintah apapun bentuk dan susunannya pada dasarnya merupakan sebuah organisasi, yang tentunya mempunyai arah dan tujuan sama dengan bentuk-bentuk organisasi lainnya. Yang mana arah dan tujuan dari instansi pemerintah pada masa reformasi ini terus dilakukan perbaikan dan penyempurnaan sehingga sekarang sudah sering di dengar bahwa aparat yang bekerja di instansi pemerintah sekarang bukan sekedar sebagai abdi Negara tetapi jauh lebih penting lagi adalah sebagai pelayan masyarakat. Apa yang ingin dicapai oleh suatu instansi pemerintah dalam melakukan pelayanan masyarakat tentunya tidak akan berubah yaitu sesuai dengan tujuan Negara kita yaitu untuk kemakmuran bersama. Tetapi bagaimanakah instansi pemerintah sebagai suatu organisasi tersebut mencapai apa yang diinginkan dapat berubah setiap saat. Perubahan ini salah satunya bisa berasal dari hasil usaha para pimpinan instansi yang bersangkutan yang terus menerus mencoba meningkatkan kinerja dari pegawai yang dipimpinnya. Sehingga peranan leadership atau kepemimpinan cukup mengambil porsi besar untuk mencapai tujuan tersebut.
2
1.2. Rumusan Masalah Adapun permasalah yang akan dibahas dalam tulisan ini meliputi 3 ( tiga ) hal yaitu : 1. Bagaimana peranan kepemimpinan dalam instansi pemerintah ? 2. Faktor-faktor apa saja yang berperan dalam peningkatan pelayanan kepada masyarakat 3. Bagaimana peranan kepemimpinan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat 1.3. Manfaat Penulisan Tulisan ini dibuat dengan harapan bisa menjadi sumbang saran dari penulis bagi peningkatan pelayanan masyarakat baik di lingkungan Kantor Pertanahan Kota Pekalongan pada khususnya dan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia pada umumnya
3
BAB II II. TINJAUAN TEORI 2.1. Kepemimipinan Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu: pemimpin sebagai subjek, dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya. 2.1.1. Tipe-tipe Kepemimpinan
Beberapa tipe kepemimpinan yang berkembang dalam budaya organisasi; di antaranya adalah sebagian berikut (Siagian,1997). 1. Tipe Otokratik Pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai karakteritik yang negatif. Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan menujukan sikap yang menonjolkan “keakuannya”, antara lain dalam bentuk : a. kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka b. pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya. c. Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
4
Gaya kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang otokratik antara lain : 1. menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya 2. dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya 3. bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi 4. menggunakan pendekatan punitif dalam hal terhadinya penyimpangan oleh bawahan. 2. Tipe Paternalistik Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu ciri utama masuarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggiota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan. Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat. Biasanya tokoh-toko adat, para ulama dan guru. Pemimpin ini sangat mengembangkan sikap kebersamaan. 3. Tipe Kharismatik Tipe pemimpin yang kharismatik memiliki karakteristiknya yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi. 4. Tipe Demokratik a. Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi. b. Menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang tidak bisa tidak harus dilakukan demi tercapainya tujuan. c. Melihat kecenderungan adanya pembagian peranan sesuai dengan tingkatnya.
5
d. Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menjunjung harkat dan martabat manusia e. Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti. 2.1.2. Ciri ciri pemimpin dan kepemimpinan yang ideal 1. Pengetahuan umum yang luas, semakin tinggi kedudukan seseorang dalam hirarki kepemimpinan organisasi, ia semakin dituntut untuk mampu berpikir dan bertindak secara generalis. 2. Kemampuan Bertumbuh dan Berkembang 3. Sikap yang Inkuisitif atau rasa ingin tahu, merupakan suatu sikap yang mencerminkan dua hal: pertama, tidak merasa puas dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki; kedua, kemauan dan keinginan untuk mencari dan menemukan hal-hal baru. 4. Kemampuan Analitik, efektifitas kepemimpinan seseorang tidak lagi pada kemampuannya melaksanakan kegiatan yang bersifat teknis operasional, melainkan pada kemampuannya untuk berpikir. Cara dan kemampuan berpikir yang diperlukan dalah yang integralistik, strategik dan berorientasi pada pemecahan masalah. 5. Daya Ingat yang Kuat, pemimpin harus mempunyai kemampuan inteletual yang berada di atas kemampuan rata-rata orang-orang yang dipimpinnya, salah satu bentuk kemampuan intelektual adalah daya ingat yang kuat. 6. Kapasitas Integratif, pemimpin harus menjadi seorang integrator dan memiliki pandangan holistik mengenai orgainasi. 7. Keterampilan Berkomunikasi secara Efektif, fungsi komunikasi dalam organisasi antara lain : fungsi motivasi, fungsi ekspresi emosi, fungsi penyampaian informasi dan fungsi pengawasan. 8. Keterampilan Mendidik, memiliki kemampuan menggunakan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan bawahan, mengubah sikap dan perilakunya dan meningkatkan dedikasinya kepada organisasi. 9. Rasionalitas, semakin tinggi kedudukan manajerial seseorang semakin besar pula tuntutan kepadanya untuk membuktikan kemampuannya untuk berpikir. Hasil pemikiran itu akan terasa dampaknya tidak hanya dalam organisasi, akan tetapi juga dalam hubungan organisasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan di luar organisasi tersebut.
6
10. Objektivitas, pemimpin diharapkan dan bahkan dituntut berperan sebagai bapak dan penasehat bagi para bawahannya. Salah satu kunci keberhasilan seorang
pemimpin
dalam
mengemudikan
organisasi
terletak
pada
kemampuannya bertindak secara objektif. 11. Pragmatisme, dalam kehidupan organisasional, sikap yang pragmatis biasanya terwujud dalam bentuk sebagai berikut : pertama, kemampuan menentukan tujuan dan sasaran yang berada dalam jangkauan kemampuan untuk mencapainya yang berarti menetapkan tujuan dan sasaran yang realistik tanpa melupakan idealisme. Kedua, menerima kenyataan apabila dalam perjalanan hidup tidak selalu meraih hasil yang diharapkan. 12. Kemampuan Menentukan Prioritas, biasanya yang menjadi titik tolak strategik organisasional adalah “SWOT”. 13. Kemampuan Membedakan hal yang Urgen dan yang Penting 14. Naluri yang Tepat, kekampuannya untuk memilih waktu yang tepat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. 15. Rasa Kohesi yang tinggi, :senasib sepenanggungan”, keterikan satu sama lain. 16. Rasa Relevansi yang tinggi, pemimpin tersebut mampu berpikir dan bertindak sehingga hal-hal yang dikerjakannya mempunyai relevansi tinggi dan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi. 17. Keteladanan seseorang yang dinilai pantas dijadikan sebagai panutan dan teladan dalam sikap, tindak-tanduk dan perilaku. 18. Menjadi Pendengar yang Baik 19. Adaptabilitas, kepemimpinan selalu bersifat situasional, kondisonal, temporal dan spatial. 20. Fleksibilitas, mampu melakukan perubahan dalam cara berpikir, cara bertindak, sikap dan perilaku agar sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi tertentu yang dihadapi tanpa mengorbankan prinsip-prinsip hidup yang dianut oleh seseorang. 21. Ketegasan 22. Keberanian 23. Orientasi Masa Depan 24. Sikap yang Antisipatif dan Proaktif
7
2.2. Pelayanan Kepada Masyarakat Pelayanan kepada masyarakat dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyaraakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1997). Pelayanan kepada masyarakat (public services) oleh aparat pemerintah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Adapun Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Sementara itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, dimana masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya. Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas, aparat pemerintah harus dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri (Effendi dalam Widodo, 2001).
8
Pelayanan kepada masyarakat yang profesional, artinya pelayanan kepada masyarakat yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Dengan ciri sebagai berikut : 1. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran; 2. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan; 3. Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung akan arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai : 4. Prosedur/tata cara pelayanan; 5. Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif; 6. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan; 7. Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya; 8. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan. 9. Keterbukaan,
mengandung
arti
prosedur/tata
cara
persyaratan,
satuan
kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta; 10. Efisiensi, mengandung arti : a. Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan; b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan
masyarakat
yang
bersangkutan
mempersyaratkan
adanya
kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait. 11. Ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan;
9
12. Responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani; 13. Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami tumbuh kembang. Selain itu, dalam kondisi masyarakat yang semakin kritis di atas , aparat pemerintah dituntut harus dapat mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka menolong menuju ke arah yang fleksibel kolaboratis dan dialogis dan dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistik pragmatis (Thoha dalam Widodo, 2001). Secara teoritis sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah tanpa memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayan masyarakat (public service function), fungsi pembangunan (development function) dan fungsi perlindungan (protection function). Hal yang terpenting kemudian adalah sejauh mana pemerintah dapat mengelola fungsi-fungsi tersebut agar dapat menghasilkan barang dan jasa (pelayanan) yang ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel kepada seluruh masyarakat yang membutuhkannya. Selain itu, pemerintah dituntut untuk menerapkan prinsip equity dalam menjalankan fungsi-fungsi tadi. Artinya pelayanan pemerintah tidak boleh diberikan secara diskriminatif. Pelayanan diberikan tanpa memandang status, pangkat, golongan dari masyarakat dan semua warga masyarakat mempunyai hak yang sama atas pelayanan-pelayanan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam konteks pelayanan kepada masyarakat, dikemukakan bahwa pelayanan umum adalah mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik, mempersingkat waktu pelaksanaan urusan publik dan memberikan kepuasan kepada publik (publik=umum). Dalam
versi
pemerintah,
definisi
pelayanan
kepada
masyarakat
dikemukakan dalam Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993, yaitu segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara
10
(BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Memang pada dasarnya ada 3 (tiga) ketentuan pokok dalam melihat tinggi rendahnya suatu kualitas pelayanan kepada masyarakat, yaitu sebagaimana gambar 1 berikut ini :
Gambar 1 Segitiga Keseimbangan dalam Kualitas Pelayanan (The Triangle of Balance in Service Quality) BAGIAN ANTAR PRIBADI YANG MELAKSANAKAN (Inter Personal Component)
BAGIAN PROSES & LINGKUNGAN
BAGIAN PROFESIONAL & TEKNIK
YANG MEMPENGARUHI
YANG DIPERGUNAKAN
(Process/Environment Component)
(Professional/Technical Component)
Sumber : Warsito Utomo, 1997
11
Dari gambar 1 tersebut menjelaskan bahwa dalam melihat tinggi rendahnya kualitas pelayanan kepada masyarakat perlu diperhatikan adanya keseimbangan antara : 1. Bagian antar pribadi yang melaksanakan (Inter Personal Component); 2. Bagian proses dan lingkungan yang mempengaruhi (Process and Environment Component); 3. Bagian profesional dan teknik yang dipergunakan (Professional and Technical Component). Untuk dapat menilai sejauh mana kualitas pelayanan kepada masyarakat yang diberikan oleh aparatur pemerintah, perlu ada kriteria yang menunjukkan apakah suatu pelayanan kepada masyarakat yang diberikan dapat dikatakan baik atau buruk. Zeithaml (1990) mengemukakan dalam mendukung hal tersebut, ada 10 (sepuluh) dimensi yang harus diperhatikan dalam melihat tolok ukur kualitas pelayanan kepada masyarakat, yaitu sebagai berikut : 1. Tangible, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil dan komunikasi; 2. Realiable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat; 3. Responsiveness, kemauan untuk membantu konsumen bertanggung jawab terhadap kualitas pelayanan yang diberikan; 4. Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan ketrampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan pelayanan; 5. Courtesy, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan konsumen serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi; 6. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat; 7. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus bebas dari berbagai bahaya dan resiko; 8. Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan;
12
9. Communication, kemauan pemberi pelayanan untuk mendengarkan suara, keinginan
atau
aspirasi
pelanggan,
sekaligus
kesediaan
untuk
selalu
menyampaikan informasi baru kepada masyarakat; 10. Understanding the customer, melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan. Menurut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan, dinyatakan bahwa hakekat pelayanan umum adalah : 1. Meningkatkan mutu produktivitas palaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan umum; 2. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara berdaya guna dan berhasil guna; 3. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Sedangkan dalam Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penyerderhanaan dan Percepatan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pertanahan untuk 14 jenis pelayanan pertanahan dengan persyaratan yang lebih sederhana dan dengan jangka waktu penyelesaian yang lebih singkat. 14 jenis pelayanan pertanahan diantaranya; 1. Pemeriksaan (pengecekan) sertipikat, paling lama 1 hari; 2. Peralihan hak – Jual beli, paling lama 5 hari; 3. Peralihan hak – pewarisan, paling lama 5 hari; 4. Peralihan hak – Hibah, paling lama 5 hari; 5. Peralihan hak – Tukar menukar, paling lama 5 hari; 6. Peralihan hak – Pembagian hak bersama, paling lama 5 hari; 7. Hak Tanggungan, waktu hari ketujuh; 8. Hapusnya Hak Tanggungan – roya, paling lama 7 hari; 9. Pemecahan sertipikat – perorangan, paling lama 15 hari untuk pemecahan sampai dengan 5 bidang; 10. Pemisahan sertipikat – perorangan, paling lama 15 hari untuk pemisahan sampai dengan 5 bidang;
13
11. Penggabungan sertipikat – perorangan, paling lama 15 hari untuk penggabungan sampai dengan 5 bidang; 12. Perubahan hak milik untuk rumah tinggal dengan ganti blanko, paling lama 7 hari; 13. Perubahan hak milik untuk rumah tinggal tanpa ganti blanko, paling lama 7 hari; 14. Ganti Nama, paling lama 7 hari.
14
BAB III III. PEMBAHASAN
3.1. Peranan Kepemimpinan dalam Instansi Pemerintah Sebagai salah satu instansi pemerintah, Kantor Pertanahan Kota Pekalongan adalah termasuk sebagai instansi vertikal (pusat) yang merupakan bagian dari LPND (Lembaga Pemerintah Non Departemen) Badan Pertanahan Nasional R.I. Kantor Pertanahan Kota Pekalongan dipimpin oleh Kepala Kantor Pertanahan yaitu Bapak Dr. Boedi Djatmiko HA, SH, Mhum yang merupakan pejabat struktural eselon III yang jika dilihat dari segi pendidikan dapat dikategorikan over qualified untuk jabatan setingkat kepala kantor, namun terlepas dari itu dalam melaksanakan tugasnya Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh 6 (enam) orang pejabat struktural eselon IV, dan 14 (empat belas) orang pejabat struktural eselon V. Jika melihat tugas pokok dan fungsi dari kepala kantor pertanahan maka tipe yang tipe kepemimpinan yang cocok untuk digunakan dalam memimpin suatu instansi pemerintah adalah Tipe Demokratis, dimana pola pendelegasian tugas kepada para pejabat pembantu dibawahnya sesuai dengan tingkat kewenangan masingmasing merupakan suatu keharusan sesuai dengan hierarki yang telah ditetapkan dalam standar pelaksanaan operasional organisasi pemerintah (SPOPP) Kepemimpinan seorang Kepala Kantor pada suatu instansi khususnya yang termasuk dalam instansi vertikal sangat penting karena merupakan kombinasi dari berbagai peran antara lain : 3.1.1. Peranan sebagai pemimpin Ini adalah peranan utama yang harus diemban kepala kantor sebagai top manajer di instansi kantor pertanahan kota pekalongan, karenanya segala tanggung jawab atas baik buruknya instansi yang dipimpinnya berada pada pundaknya.
15
3.1.2. Peranan sebagai manajer Hal yang terkait dalam peranan sebagai manajer adalah dengan status sebagai instansi vertikal, maka segala kebutuhan belanja bagi instansi berasal dari dana APBN yang untuk perencanaannya diserahkan kepada masingmasing instansi tentunya dengan memperhatikan ketersediaan anggaran yang ada, disinilah peranan kepala kantor sangat diperlukan dalam penyusunan anggaran agar sesuai yang dibutuhkan, jika anggaran yang diusulkan tidak tepat sasaran maka akan mengakibatkan kinerja dari instansi yang dipimpinnya menjadi kurang optimal. 3.1.3. Peranan sebagai administrator Peranan sebagai administrator hal ini tidak terlepas dari posisi kantor pertanahan kota pekalongan sebagai representasi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia di daerah. Sehingga segala kegiatan yang dijalankan di lingkungan kantor pertanahan baik mengenai pelayanan kepada masyarakat ataupun anggaran yang dipergunakan haruslah diadministrasikan dengan baik sebagai bahan laporan kepada instansi di atasnya. Disinilah fungsi dari kepala kantor sebagai administrator untuk memastikan akuntabilitas dari pelaporan yang dibuat oleh para stafnya sebelum disampaikan kepada instansi yang lebih tinggi 3.2. Faktor yang berperan dalam meningkatan pelayanan kepada masyarakat Dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun, bangsa Indonesia telah melakukan berbagai upaya reformasi untuk menjadikan sistem administrasi negara sebagai instrumen yang lebih efektif bagi perubahan sosial, keadilan sosial dan pertumbuhan ekonomi. Upaya reformasi ini meliputi antara lain penataan ulang sistem penyelenggaraan pemerintahan negara yang dijalankan oleh aparatur pemerintah baik pada tataran kelembagaan, ketatalaksanaan, maupun SDM aparatur. Hal ini tercermin dari beberapa produk perundangan yuang akan terbit dalam waktu dekat ini yaitu Undang-undang (UU) Pelayanan Publik, UU Administrasi Pemerintahan, UU Etika Penyelenggaraan Negara, dan UU Kepegawaian Negara. Kesemua perkembangan
16
positif tersebut akan bertambah baik lagi apabila Reformasi Birokrasi yang sedang dijalankan ini dapat dilakukan secara terstruktur, sistematis, holistik, bersinergi, dan berkesinambungan. Adapun beberapa hal yang dilaksanakan oleh jajaran Badan Pertanahan Nasional termasuk didalamnya adalah Kantor Pertanahan Kota Pekalongan dalam usaha meningkatkan pelayanan kepada adalah dengan melakukan hal-hal sebagai berikut, yaitu : 1. Penataan posisi. Sebagai Lembaga Pemerintahan Non Departemen yang bertanggung jawab kepada Presiden, Memposisikan diri sebagai lembaga yang diserahi wewenang mengatur masalah pertanahan nasional dengan berpedoman pada Undang-undang No.5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria Dimana dengan kondisi ini menempatkan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dalam posisi yang kuat dalam arti tidak dapat diintervensi oleh kepentingan politik, serta harus memfokuskan dirinya pada kepentingan publik dan bukan pada kepentingan politik tertentu. Sebagai konsekuensinya akan dapat memberikan pelayanan yang baik tanpa tekanan dan diskriminasi. 2. Kelembagaan Kelembagaan di Badan Pertanahan Nasional pada tahun 2006 telah dilakukan penataan ulang yang sangat vital, yaitu dengan memisahkan pelayanan data yuridis dan data fisik menjadi bagian yang terpisah, hal ini dimaksudkan untuk lebih mempercepat dalam proses pelayanan kepada masyarakat. Karena pelayanan yang diberikan tidak terpusat pada satu bagian saja. Selain itu juga khusus untuk melayani penyelesaian berbagai sengketa atau konflik pertanahan pada tingkat pelaksana di daerah sudah memiliki pejabt setingkat eselon IV atau kasi dari yang semula hanya kasubsi (eselon V)
17
3. Profesionalisme SDM Dalam penempatan dalam jabatan di lingkungan Badan Pertanahan Nasional sudah dikenal yaitu dengan melakukan profilling bagi para pejabat ataupun staf yang sudah memenuhi persyaratan untuk promosi yang dilakukan secara fair (open to public), transparan serta berbasis kompetensi Sedangkan untuk meningkatkan ketrampilan bagi para pegawai yang sudah ada diberikan pelatihan baik yang diadakan oleh intern maupun ekstern, serta dengan memberikan tugas belajar untuk tingkat D-IV di Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta, serta berkerja sama dengan perguruan tinggi dalam dan luar negeri untuk tugas belajar pada tingkat strata 2 (S2). Hal-hal tersebut dilakukan semata-mata untuk meningkatkan kemampuan intelektual para pegawai yang diharapkan akan meningkatkan pula
profesionalisme
mereka
dalam
memberikan
pelayanan
kepada
masyarakat. 4. Remunerasi yang memadai, Profesionalisme dan kompetensi harus diimbangi dengan remunerasi yang layak dan fair. Untuk itulah bagi pegawai di lingkungan Badan Pertanahan Nasional sedang diusulkan untuk memperoleh remunerasi seperti halnya pegawai di lingkungan departemen keuangan. Dimana dengan adanya remunerasi maka reward atau imbalan yang diterima oleh masing-masing pegawai akan ditentukan oleh kinerja yang ditunjukkan oleh pegawai itu sendiri, sehingga tidak ada lagi pameo dikalangan pegawai negeri sipil bahwa ” rajin atau malas pendapatan sama ” Karena dengan adanya remunerasi maka akan memacu para pegawai untuk memberikan kinerja yang lebih baik dalam melayani masyarakat karena akan mempengaruhi terhadap insentip yang akan dia terima.
18
3.3. Peranan kepemimpinan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Sebagai bagian dari instansi pusat, kantor pertanahan kota Pekalongan tentunya terikat dengan berbagai aturan yang sudah ditetapkan oleh instansi diatasnya. Untuk perihal pelayanan kepada masyarakat ada dua tugas yang diemban oleh kantor pertanahan kota Pekalongan yaitu memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat serta mengelola dana dari masyarakat yang kaitannya dengan pelayanan pertanahan yang termasuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2004. Untuk itulah semua dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Kepala Kantor harus tetap berpegang pada dua hal tersebut diatas, karena jangan sampai salah satunya menjadi dikorbankan. Adapun peranan yang diambil oleh Kepala Kantor selaku pimpinan dalam usaha meningkatkan pelayanan kepada masyarakat adalah : 3.3.1. Peranan sebagai inovator Untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam pengurusan sertipikat, kepala kantor berinisiatif untuk melakukan program sertipikasi massal swadaya, dimana dalam pelaksanaannya masyarakat cukup mendaftar di kantor kelurahan setempat dan selanjutnya petugas dari kantor pertanahan yang akan mengambil di kantor kelurahan tersebut. Hal ini cukup berhasil karena masyarakat merasa lebih mudah dalam mengurus sertipikat serta tidak perlu meluangkan waktu, tenaga dan biaya lebih untuk datang ke kantor pertanahan. Sedangkan dari segi penerimaan negara juga telah memberikan konrribusi yang cukup banyak, karena jika dibanding cara konvensional maka model ”jemput bola” biasa menyebutnya telah meningkatkan hampir 100 % jumlah pemohon sertipikat tanah yang berarti penambahan uang pemasukan melalui biaya proses yang dikenakan sesuai dengan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang menjadi wewenang kantor pertanahan kota Pekalongan. Selain itu pada tahun 2009 Kepala Kantor Pertanahan sebagai wakil dari Kantor Pertanahan bisa menjalin kerjasama dengan Pemerintah
19
Kota Pekalongan dalam program setipikasi tanah untuk masyarakat berpenghasilan rendah untuk 680 bidang dan sertipikasi tanah-tanah aset Pemerintah Kota sebanyak 300 bidang, dimana dengan dari MOU yang telah ditanda tangani antara Walikota Pekalongan dan Kepala Kantor Pertanahan, disepakati bahwa pemerintah kota pekalongan akan menanggung biaya yang diperlukan untuk proses sertipikasi di Kantor Pertanahan. 3.3.2. Peranan sebagai motivator Sedangkan fungsi motivator sangat diperlukan melihat cukup banyaknya beban kerja yang harus ditanggung sejak berbagai inovasi dilakukan, sehingga sangat mungkin jam kerja yang ada tidak mencukupi lagi sehingga diperlukan waktu lembur Disinilah peranan Kepala Kantor sangat menentukan minimal selain memberikan pengertian bagi para karyawannya tetap pentingnya penyelesaian beban kerja tepat waktu, juga ikut mendampingi karyawan pada saat lembur akan memberikan dorongan atau motivasi lebih bagi mereka, karena mereka akan merasa bahwa pimpinan merekapun mau ikut berkorban untuk menyelesaikan semua beban yang ada
20
BAB IV IV. KESIMPULAN Dari hasil pembahasan masalah diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Kepemimpinan dalam instansi pemerintah memiliki peranan antara lain sebagai : a.
Pemimpin atau leader
b.
Manajer
c.
Administrator
2. Faktor-faktor yang berperan dalam peningkatan pelayanan kepada masyarakat terdiri dari beberapa hal yaitu : a.
Penataan posisi
b.
Kelembagaan
c.
Profesionalisme SDM
d.
Remunerasi yang memadai
3. Peranan kepemimpinan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat antara lain sebagai : a.
Inovator
b.
Motivator.
21
DAFTAR PUSTAKA Rafianto.J, 1993, Organisasi, Kepemimpinan, dan Prilaku Administrasi, CV. Haji Mas Agung, Jakarta M. Ryaas Rasyid, 1997, Makna pemerintahan: Tinjauan dari segi etika dan kepemimpinan, Mutiara Sumber Widya, Jakarta. ---, 1999, Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Sekretariat Negara, Jakarta Widodo J, 2001, Good Governance: Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Insan Cendekia, Jakarta Siagian P. Sondang, 2002, Kiat Meningkatkan Produktivitas, Cetakan Pertama, PT. Rineka Cipta, Jakarta Atep Adya Barata. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Gramedia. Jakarta. Lembaga Administrasi Negara. 2003. Penyusunan Standar Pelayanan Publik. LAN. Jakarta. -----, 24 Juli 2007, Reformasi Birokrasi, www.media-indonesia.com ------, 2 Agustus 2007, Kepemimpinan Feodal Masih Terjadi di Instansi Pemerintah, Antara News, Jakarta Kepala Lembaga Administrasi Negara, 2008, Empat Aspek Penting Sosok Birokrasi Ke Depan (sambutan pembukaan Diklatpim Tk. II Angkatan XXIV), Lembaga Administrasi Negara, Jakarta Herman ALT, 2008, Teori Kepemimpinan, Pustaka Pribadi Notaris Herman ALT ---, 2008, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas Sub Bagian dan Seksi pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Uraian Tugas Urusan dan Sub Seksi pada Kantor Pertanahan Kota, Badan Pertanahan Nasional, Jakarta
22
23