BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini masyarakat Indonesia telah memasuki masa transisi dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Pada saat yang bersamaan telah terjadi pula pergeseran nilai-nilai budaya yang selama ini menjadi landasan moral struktur dalam sistem sosial yang diakibatkan derasnya arus transformasi radikal berupa modernisasi dan globalisasi, terutama dalam komunikasi, transportasi dan informasi. Di sulawesi selatan sendiri, arus modernisasi dan globalisasi paling besar dapat dirasakan di ibukota provinsi, kota Makassar. Perkembangan kota Makassar dari tahun ke tahun semakin memperlihatkan perubahan terhadap pola hidup masyarakat. Hal ini tentu saja berpengaruh pada sektor kepemilikan kendaraan di Makassar yang makin meningkat dimana setiap pemilik kendaraan menginginkan kemudahan untuk menjalankan aktifitasnya.
Meningkatnya
penggunaan
kendaraan
serta
aktifitas
masyarakat dari satu tempat ke tempat lain maka meningkat pula kebutuhan masyarakat akan lahan atau ruang parkir. Karena kendaraan tidak
selamanya
bergerak,
ada
saatnya
kendaraan
itu
berhenti,
menjadikan tempat parkir sebagai unsur terpenting dalam transportasi. Di kota Makassar sedikitnya terdapat ratusan titik parkir yang tersebar di setiap kecamatan dan dikelola ribuan juru parkir resmi maupun juru parkir liar. Bersamaan dengan meningkatnya penggunaan kendaraan Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 1
tidak jarang tempat parkir merupakan penyebab utama terjadinya kemacetan dalam kota. Secara umum, masyarakat yang beraktifitas di kota kurang memahami tempat-tempat yang merupakan daerah larangan parkir. Sehingga mereka memarkir kendaraannya sesuka hati. Yang lebih parah lagi karena para petugas parkir di daerah tersebut justru mengarahkan
serta
melegalkan
para
pengguna
kendaraan
untuk
menempati daerah larangan parkir. Kondisi parkir on street saat ini memang masih sangat merana, antara lain karena belum memadainya sarana pendukung seperti rambu parkir, garis marka parkir, papan tarif retribusi parkir dan belum optimalnya sistem pungutan parkir dan pengawasan lemah, sumber daya manusia yang belum optimal dan banyak preman, pengawasan belum mendukung. Dampak dari kondisi tersebut membuat pelayanan kepada konsumen pemilik kendaraan rendah dan citra Unit Pelaksana Perparkiran terpuruk. (Pembagio, 2010) Selain itu secara ekonomi sebenarnya perparkiran kita juga berpotensi luar biasa namun terpuruk sebagai akibat salah urus. Tidak semua tempat parkir dikendalikan secara resmi sehingga sering muncul juru parkir tidak resmi yang mengumpulkan seluruh pendapatannya ke dalam kantong sendiri walaupun tidak jarang kita temui ada juga juru parkir resmi yang kadang memasukkan sebagian pendapatannya ke kantongnya sendiri. Untuk tempat parkir yang luas terkadang pengaturan parkir dilakukan oleh beberapa orang yang dikelola oleh seorang jagoan atau preman di daerah yang bersangkutan. Tidak jarang terjadi perselisihan antar juru parkir memperebutkan kawasan atau daerah yang Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 2
dikuasai. Pengawasan merupakan hal yang penting dalam pengumpulan pendapatan dari juru parkir resmi, untuk mendapatkan kisaran target yang hendak dicapai perlu dihitung dari data perputaran parkir dalam satu hari, sehingga perkiraan pendapatan dalam satu hari adalah jumlah ruang parkir dikali perputaran parkir dikali tarif parkir. Untuk mengatasi masalah parkir yang
sangat
kompleks
dibutuhkan suatu wadah yang mengatur yaitu Perusahaan Daerah Parkir. Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya adalah perusahaan daerah yang didirikan oleh pemerintah kota makassar sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah untuk mengelola perparkiran di wilayah kota makassar. Tujuan utama dari pendirian Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya adalah untuk meningkatkan efisiensi efektifitas dalam pemberian pelayanan perparkiran kepada masyarakat serta untuk lebih meningkatkan pendapatan asli daerah dari sektor retribusi parkir. (www.pdparkirmakassarraya.com) Saat jumlah kendaraan terus bertambah, pengelolaan parkir di kota Makassar perlu ditata dengan aturan tegas. Sehingga tidak dikuasai kemacetan seperti Jakarta dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat. Sudah puluhan tahun, pengelolaan parkir belum serius dipraktekkan di bawah kendali Badan Pengelola Perparkiran (BPP) Kota Makassar. Hal ini dibuktikan arus lalu lintas yang macet akibat parkir kendaraan di badan jalan, retribusi parkir yang seharusnya untuk PAD malah bocor ke sanasini. Perolehan PAD terlalu kecil dibandingkan jumlah kendaraan, penggerakan dari satu tempat ke tempat lain karena aktivitas. Tak dapat dipungkiri lahan parkir pun jadi rebutan di tengah kesibukan masyarakat, Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 3
tak peduli harus dikuasai dengan cara apa yang penting mendapatkan lahan parkir. (www.hariansumutpos.com) Profesi Juru Parkir (jukir) sebenarnya membantu pengendara dalam memarkir kendaraannya. Namun profesi ini seringkali mengundang ejekan dan dipandang rendah, tapi tetap saja profesi ini tetap menjadi lahan rebutan, sehingga terjadi pembagian lahan kekuasaan dikalangan juru parkir sendiri. Akibat kondisi kehidupan yang sangat keras, kurangnya lapangan pekerjaan dan didukung dengan kondisi pendidikan masyarakat yang tergolong rendah, maka banyak orang yang memilih berprofesi sebagai juru parkir. Banyak juru parkir yang berfikir bagaimana bertahan guna memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Tekad untuk dapat bertahan hidup mengharuskan mereka terjun menjadi juru parkir. Seperti yang kita lihat pekerjaan sebagai juru parkir tidaklah mudah banyak keluh kesah yang mereka alami. Di antara pemilik kendaraan, ada yang peduli dengan nasib juru parkir dan ada pula yang tidak peduli sama sekali dengan nasib juru parkir, tidak mau membayar parkir. Bagi juru parkir panas matahari maupun hujan tidak menjadi rintangan dan harus dilalui juru parkir agar setoran parkir yang sudah ditetapkan dapat terpenuhi. Juru parkir dapat diidentifikasi karena memiliki ciri khas tersendiri memakai pakaian rompi berwarna orange bertuliskan “juru parkir” dibelakangnya, membawa pluit dan karcis. Mereka melakukan aktifitasnya setiap hari untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, serta menyisihkan untuk di setorkan pada pihak pengelola setiap harinya. Banyak juru parkir yang beranggapan lebih baik jadi juru parkir dari pada harus menjadi pengemis, Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 4
menipu atau mencuri. Tetapi pada kenyataannya banyak juga juru parkir yang melakukan penipuan. Jika ada kendaraan yang parkir para juru parkir yang nakal tidak memberikan karcis tetapi tetap meminta uang biaya parkir untuk dimasukkan di kantongnya sendiri. Sebagai warga miskin banyak juru parkir berharap agar pengelola parkir mengurangi beban setoran yang ditargetkan agar sisa penghasilannya dapat dipergunakan untuk keperluan hidup sehari-hari. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial dan selalu hidup berkelompok dengan hal itu menyatakan bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri dan dan memenuhi seluruh kebutuhan pribadinya dan juga untuk mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan diperlukan orang lain untuk membantu dan melanjutkan kelangsungan hidupnya dan diperlukan orang lain untuk mengatasi keterbatasannya. Naluri dan keinginan manusia untuk hidup selalu berhubungan dengan orang lain menjadikan manusia itu berbeda dalam berfikir dan bertindak.
Dengan
adanya
naluri
ini,
manusia
mengembangkan
pengetahuannya untuk mengatasi kehidupannya dan memberi makna kepada kehidupannya, sehingga timbul apa yang kita kenal sebagai kebudayaan yaitu sistem terintegrasi dari perilaku manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya. dan dengan demikian manusia disebut dengan manusia berbudaya dimana manusia adalah elemen penting pembentuk kebudayaan itu sendiri Manusia dalam hidupnya dituntut untuk terus berusaha karena keadaan berubah-ubah dan tantangan hidup selalu bertambah sesuai
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 5
dengan
perkembangan
zaman.
Tiap
individu
manusia
berusaha
memperoleh kesejahteraan untuk dirinya maupun untuk keluarganya. Bertolak dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai masalah JURU PARKIR DI KOTA MAKASSAR (Suatu Studi Antropologi Perkotaan).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penulis membatasi permasalahan sebagai berikut: a. Bagaimana Kategori juru parkir/tukang parkir? b. Bagaimana sistem pengetahuan juru parkir berkaitan dengan kegiatan parkir? c. Bagaimana praktik juru parkir dalam mengatur kendaraan di tempat parkir?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui kategori juru parkir/tukang parkir. b. Untuk mengetahui sistem pengetahuan juru parkir berkaitan dengan kegiatan perparkiran. c. Untuk mengetahui praktik juru parkir dalam pengaturan kendaraan di tempat parkir.
2. Kegunaan Penelitian a. Diharapkan penelitian ini mampu memberikan sumbangsih yang berarti terhadap ilmu pengetahuan yaitu menambah koleksi etnografi mengenai juru parkir. b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya maupun sebagai bahan perbandingan. c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pihak-pihak yang terkait, guna memberikan perhatian yang lebih terhadap juru parkir. d. Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan studinya.
D. Kerangka Konseptual Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 6
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas dan sebagainya sedangkan pengetahuan adalah segala sesuatu yang di ketahui; kepandaian atau segala sesuatu yang di ketahui berkaitan dengan hal mata pelajaran. Jadi sistem pengetahuan adalah seperangkat unsur yang di ketahui atau suatu kepandaian yang dimiliki dari pengalaman maupun melalui belajar. (Fatimah, 2009) Setiap orang pasti mempunyai sistem pengetahuan masingmasing begitu juga dengan juru parkir yang ada di kota makassar, dimana sistem pengetahuan ini di dapatkan dari belajar atau dari pengalaman
mereka
masing-masing.
Sistem
pengetahuan
ini
digunakan untuk menghadapi tantangan kehidupan yang kompleks. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Seseorang Pengetahuan seseorang terhadap satu atau beberapa hal berbeda dengan orang lain. hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, baik dari intern manusia itu sendiri, ataupun dari ekstern manusia itu sendiri. Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pendidikan, media, keterpaparan informasi, dan pengalaman. (Sanjaya, 2010). Pada dasarnya pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat berwujud barang-barang baik lewat indera maupun lewat akal, dapat pula objek yang dipahami oleh manusia berbentuk ideal, atau yang bersangkutan dengan masalah Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 7
kejiwaan. engetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai matafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense, tanpa memiliki metode, dan mekanisme tertentu. Pengetahuan berakar pada adat
dan
tradisi
yang
menjadi
kebiasaan
dan
pengulangan-
pengulangan. Dalam hal ini landasan pengetahuan kurang kuat cenderung kabur dan samar-samar. Pengetahuan tidak teruji karena kesimpulan ditarik berdasarkan asumsi yang tidak teruji lebih dahulu. encarian pengetahuan lebih cendrung trial and error dan berdasarkan pengalaman belaka (Supriyanto, 2003). Kehidupan manusia sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada manusia sangatlah luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam, dan manusia dengan Sang Pencipta. Setiap hubungan tersebut harus berjalan seimbang. Selain itu manusia juga diciptakan dengan sesempurna penciptaan. Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu
oganisme
hidup
(living
organism).
Terbentuknya
pribadi
seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 8
dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seoang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh kaena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari lingkungan. Oleh karena itu lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap manusia itu sendiri. (Alyz, 2011). Manusia melakukan berbagai macam kegiatan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dengan daya dan tenaga serta dengan seluruh kemampuannya. Seperti yang diungkapkan oleh Koentjaraningrat bahwa ada paling sedikit tujuh macam dorongan naluri manusia, salah satu diantaranya yaitu dorongan untuk mempertahankan hidup. Dorongan ini memang merupakan suatu kekuatan biologi yang juga ada pada semua mahluk di dunia ini dan yang menyebabkan bahwa semua jenis mahluk mampu mempertahankan hidupnya di muka bumi ini. (Koentjaraningrat, 2002 : 109) Oleh karena itu, manusia berusaha mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya disebabkan oleh adanya dorongan untuk mempertahankan hidupnya, apalagi kebutuhan hidup manusia semakin meningkat seiring dengan perubahan dan perkembangan.
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 9
Demikian juga para juru parkir melakukan aktivitasnya sebagai juru parkir untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Gross peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan para individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari normanorma sosial dan oleh karena itu dapat dikatakan bahwa perananperanan itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat, maksudnya: kita diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaan kita, di dalam keluarga dan di dalam peranan-peranan lainnya. Mausia sebagai makhluk yang paling sempurna bila dibanding dengan makhluk lainnya, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk mengelola bumi. Oleh karena itu untuk menjadi manusia yang berbudaya, harus memiliki ilmu pengetahuan, tekhnologi, budaya dan industrialisasi serta akhlak yang tinggi (tata nilai budaya) .
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian
ini
merupakan
penelitian
kualitatif
bersifat
deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistic dan dengan deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. (Maleong, 2006) Seperti halnya yang akan dilakukan oleh penulis yaitu mendeskripsikan
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 10
atau membuat suatu penggambaran mengenai Juru Parkir di Kota Makassar ( Suatu Studi Antropologi Perkotaan).
2. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilangsungkan selama tiga bulan bertempat di kota Makassar. Adapun lokasi tersebut sengaja dipilih mengingat kota Makassar merupakan kota metropolitan. Perkembangan kota Makassar semakin memperlihatkan perubahan terhadap pola hidup masyarakat. Hal ini tentu saja berpengaruh pada sektor kepemilikan kendaraan yang makin meningkat dimana setiap pemilik kendaraan menginginkan
kemudahan
untuk
menjalankan
aktifitasnya.
Meningkatnya penggunaan kendaraan serta aktifitas masyarakat dari satu tempat ke tempat lain maka meningkat pula kebutuhan masyarakat akan lahan atau ruang parkir.
3. Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan skunder. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain:
a. Kajian Pustaka Kajian pustaka dilakukan untuk mencari dan mengumpulkan data dari referensi seperti buku-buku artikel, majalah, hasil penelitian dan lain-lain yang dinilai sesuai dengan fokus penelitian.
b. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan yaitu suatu usaha pengumpulan data yang dilakukan dengan terlibat langsung dalam penelitian yang dilakukan di lokasi penelitian, dalam pengumpulan data ini ditempuh dengan cara: Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 11
1. Observasi Partisipasi (pengamatan langsung) Pengamatan langsung yaitu teknik pengumpulan data dengan pengamatan langsung terhadap objek yang akan diteliti guna memperoleh gambaran lengkap mengenai objek penelitian
2. Interview (wawancara) Suatu
teknik
pengumpulan
data
dengan
melakukan
wawancara langsung kepada informan dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dibuat penulis. Wawancara dilakukan secara bebas tapi tidak terlepas pada fokus masalah mengenai kategori juru parkir, pengetahuan juru parkir dan teknik yang digunakan juru parkir dalam bertugas. Adapun kesulitan yang ditemukan oleh peneliti saat wawancara, saat wawancara selalu terpotong karena peneliti wawancara pada saat juru parkir melakukan tugasnya. Setiap ada orang yang hendak menggunakan lahan parkir atau keluar meninggalkan lahan parkir juru parkir selalu berdiri membantuh mengarahkannya.
3. Teknik Penentuan Informan Penentuan informan dilakukan secara sengaja (purposive), dengan berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Berdasarkan pada judul dan fokus masalah. Maka pada penelitian ini, kriteria yang dimaksud adalah instansi yang menangani perparkiran dan para juru parkir atau dengan kata lain jukir, baik jukir resmi maupun jukir liar.
4. Jenis dan Analisis Data Adapun jenis data yang diperoleh terbagi atas dua jenis 1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung objek yang diteliti (informan). 2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari lembaga atau instansi tertentu misalnya kantor yang menangani perparkiran. Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 12
Adapun proses analisis data dimulai dengan menelaah semua data yang tersedia dari berbagai sumber, baik dari wawancara maupun melalui observasi lapangan, dengan memilih-milih data antara data yang menunjang dan data yang tidak menunjang. Setelah itu, mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya. Selanjutnya adalah menyusun satuan-satuan. Satuan-satuan
ini
kemudian
dikategorisasikan
pada
langkah
berikutnya. Kategori-kategori itu dilakukan sambil membuat koding. Tahap akhir dari analisis data ini ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data melalui triangulasi, dimana yang dilakukan dalam proses ini adalah mencocokkan antara data dari informan yang satu dengan informan yang lain. (Maleong,2006 : 190).
F. Komposisi Bab Keseluruhan data penulisan ini terdiri dari 5 bab yang saling berkaitan serta tak dapat dipisahkan. Komposisi bab tersebut adalah:
1. Bab I Pendahuluan Berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka konseptual, metode penelitian, dan komposisi bab.
2. Bab II Tinjauan Pustaka Berisikan konsep-konsep yang berkaitan dengan judul serta hasil penelitian sebelumnya yang menunjang pembahasan tentang juru parkir.
3. Bab III Gambaran Umum Lokasi Penelitian Menerangkan secara umum kondisi-kondisi geografis dan sosial lokasi penelitan.
4. Bab IV Hasil Dan Pembahasan Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 13
Terdiri dari sub-sub yang memuat penjelasan mengenai fokus penelitian.
5. Bab V Penutup Terdiri dari kesimpulan dan saran penulis mengenai hasil dari penelitian yang telah diuraikan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Defenisi Kebudayaan Istilah budaya berasal dari kata Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti akal atau budi. Dengan demikian, budaya atau kebudayaan adalah hal-hal yang berkaitan dengan akal atau budi. Jadi yang dimaksud dengan unsur-unsur Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 14
budaya adalah bagian-bagian terkecil yang membentuk suatu hasil dari pikiran atau akal budi. Maka dengan demikian unsur-unsur budaya adalah segala aspek sampai ke bagian yang terkecil yang membentuk sesuatu dari hasil pikiran manusia atau berupa akal budi. Istilah budaya dan kebudayaan ada sebagian yang mengartikan sama saja. Namun, sebagian yang lainnya membedakan kedua istilah tersebut. Kata budaya merupakan pengembangan dari budi-day yang berarti daya dari budi. Jadi, budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa, dan rasa. Sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa itu. Kebudayaan yang terdapat pada semua jenis masyarakat, baik masyarakat kota maupun pedesaan, baik masyarakat modern maupun masyarakat tradisional, sehingga dengan demikian kebudayaan mengandung unsur-unsur budaya universal. Mengenai definisi kebudayaan telah banyak sarjana-sarjana ilmu sosial yang mencoba menerangkan dari sudut pandangnya masing-masing. Kroeber dan Kluckhohn menyatakan bahwa sekitar 179 definisi tentang kebudayaan. Oleh karena itu pemilihan definisi kebudayaan yang tepat sangat sulit. Sehubungan dengan hal itu maka akan dicoba memaparkan beberapa definisi kebudayaan. Berbicara tentang wujud kebudayaan, secara umum ada tiga bentuk wujud kebudayaan. Wujud kebudayaan ini tidak terikat atau mengacu apakah sebuah bangsa tersebut berbudaya tinggi atau masih
tradisional.
Ketiga
wujud
kebudayaan
itu
antara
lain
kebudayaan sebagai suatu kompleks ide, wujud kebudayaan sebagai
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 15
kompleks aktivitas dan wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang pertama yaitu kebudayan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan lainnya. Wujud ini merupakan wujud ideal dari kebudayaan. Tempatnya ada di dalam kepala atau pikiran, atau bisa juga tertuang dalam tulisan-tulisan. Istilah lain yang lebih tepat untuk menggambarkan wujud ideal kebudayaan ini adalah adat atau adat istiadat. Nilai-nilai yang terkandung dari wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, norma dan peraturan ini akan menunjukkan seberapa tinggi kebudayaan yang telah berhasil dicapainya. Dari wujud kebudayaan ini pula kemudian kita mengenal ada bangsa yang berbudaya tinggi dan lain sebagainya. Wujud kebudayaan yang kedua adalah kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas dan tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud kebudayaan ini sering disebut juga sistem sosial atau social system, yakni tindakan berpola manusia itu sendiri. Sebagai rangkaian aktivitas manusia, sistem sosial atau wujud kebudayaan ini bersifat konkret atau nyata, terjadi setiap saat di sekitar kita, dapat diobservasi, dan dapat didokumentasikan. Sistem sosial suatu bangsa tertentu bisa dipelajari sejak bangsa itu mengenal kebudayaan sampai ketika pengaruh-pengaruh dari luar datang dan saling mempengaruhi atau terjadinya akulturasi budaya. Sebuah bangsa memiliki sistem sosial tersendiri yang tak bisa disamakan dengan bangsa lain. Sistem sosial suatu bangsa merupakan pintu Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 16
masuk bangsa lain ketika akan mempelajari keberadaan bangsa tersebut. Sedangkan wujud ketiga adalah kebudayan sebagai bendabenda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan ini sering disebut juga dengan kebudayaan fisik. Oleh karena sifatnya benda fisik, wujud ini sangat konkret, dapat diraba, dilihat, dan difoto. Misalnya, komputer, bangunan, dan pakaian. Diantara wujud kebudayaan itu yang paling terus
berkembang
seiring
dengan
berputarnya
waktu
adalah
kebudayaan sebagai benda hasil karya manusia. Hasil karya manusia ini terus tumbuh dan berkembang seiring dengan tumbuh dan berkembangnya manusia itu sendiri. Ada dua kata kunci ketika kita akan menelusuri apa sebenarnya unsur-unsur budaya itu. Kata kunci yang pertama adalah pengertian tentang unsur. Unsur bisa diartikan sebagai bagian terkecil dari suatu benda atau bagian-bagian yang membentuk sesuatu. Dan kata kunci kedua adalah budaya. Budaya bisa diartikan sebagai pikiran atau akal budi. Sepintas di awal tulisan telah disinggung tentang unsur-unsur budaya. Secara lebih lengkapnya, unsur-unsur budaya dengan merujuk kepada pendapat Kluckhohn, menyangkut tujuh aspek yang ketujuh aspek ini secara alami dimiliki oleh setiap kebudayaan terkecuali ketika ada hal-hal atau sebuah rekayasa budaya yang sengaja ingin menghilangkan salah satu atau beberapa unsur budaya untuk tujuan tertentu.
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 17
Unsur-unsur budaya atau kebudayaan universal menurut Kluckhohn meliputi tujuh unsur pokok yang dimiliki setiap kebudayaan, antara lain : 1. Bahasa 2. Sistem pengetahuan 3. Organisasi sosial 4. Sistem peralatan hidup dan teknologi 5. Sistem mata pencaharian hidup 6. Sistem religi 7. Kesenian Setiap unsur budaya tersebut menjelma dalam tiga wujud kebudayaan, yaitu wujud gagasan, wujud sistem sosial, dan wujud kebudayaan fisik. Wujud kebudayaan berupa wujud gagasan salah satunya adalah sistem religi misalnya. Dalam unsur budaya ini, terwujud sebagai sistem keyakinan, gagasan tentang Tuhan, gagasan tentang surga dan neraka. Dan lain sebagainya yang kesemua merujuk kepada aspek-aspek religi lainnya. Kemudian, ada juga wujud yang berupa upacara-upacara keagamaan atau pemujaan. Pada dasarnya sebenarnya upacara keagamaan merupakan bagian dari
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 18
sistem religi suatu masyarakat tertentu atau menjadi bagian dari wujud budaya gagasan. Wujud ketiga dari unsur religi ini adalah adanya wujud kebudayaan fisik seperti bangunan-bangunan tempat ibadah. Dalam setiap aspek bangunan tempat ibadah ini secara langsung maupun tidak langsung merupakan bentuk pengejewantahan dari sistem religi itu sendiri. Dengan demikian masing-masing bangunan tempat ibadah dari sistem religi yang berbeda, dengan sendirinya akan berbeda pula.
2. Sistem Pengetahuan Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris. Pengetahuan juga dapat diartikan sebagai informasi atau maklumat
yang
diketahui
atau
disadari
oleh
seseorang.
Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna. Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 19
Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut. Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori tidak menekankan pada pengalamanPengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah pengalaman seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang yang menyebabkan Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 20
seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi masalah sakitnya dan bertindak untuk mempertahankan kesehatannya atau bahkan meningkatkan status kesehatannya. Rasa sakit akan menyebabkan seseorang bertindak pasif dan atau aktif dengan tahapantahapannya. Sistem
pengetahuan
tersebut
dikelompokkan
menjadi:
pengetahuan tentang alam, pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya, pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia, pengetahuan tentang ruang dan waktu. Masing-masing kelompok tersebut juga masing-masing memiliki ruang lingkup sendiri yang lebih luas lagi karena pengetahuan tersebut meliputi banyak dimensi yang nantinya ketika manusia menemukan metode-menode yang sistematis dan terstruktur dalam mengkaji pengetahuan itu, akan berkembang menjadi ilmu pengetahuan. 3. Konsep Antropologi Perkotaan Antropologi Perkotaan berasal dari dua istilah atau dua konsep, yaitu antropologi dan perkotaan. Makna dari istilah atau konsep antropologi perkotaan adalah pendekatan-pendekatan antropologi mengenai masalah-masalah perkotaan. Yang dimaksud dengan pendekatan-pendekatan antropologi adalah pendekatan-pendekatan yang baku yang menjadi ciri-ciri dari metodologi yang ada dalam antropologi, dan yang dimaksudkan dengan pengertian masalahJuru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 21
masalah perkotaan adalah masalah-masalah yang muncul dan berkembang dalam kehidupan kota dan yang menjadi ciri-ciri dari hakekat kota itu sendiri yang berbeda dari ciri-ciri kehidupan desa. Kota dengan demikian diperlakukan sebagai konteks atau variabel yang menjelaskan keberadaan permasalahan yang ada di dalam kehidupan perkotaan, dan kota adalah juga sebagai permasalahan perkotaan itu sendiri. Permasalahan perkotaan
yang
menjadi
sasaran
kajian
antropologi perkotaan berpangkal pada kebudayaan perkotaan dan pranata-pranata sosial yang hidup dan berkembang di kota. Dari kajian utama mengenai kebudayaan dan pranata-pranata sosial tersebut, kehidupan sehari-hari, pola-pola kelakuan, kehidupan komuniti, ekonomi, hubungan antar sukubangsa atau antar etnik, kemunculan dan mantapnya golongan-golongan sosial, hierarki dan stratifikasi
sosial,
kemiskinan,
kekumuhan,
permasalahan
permukiman, rumah, hunian serta berbagai masalah lain itu dilihat keberadaannya, hakekatnya, dan kecenderungan-kecenderungannya sebagai mengacu pada kondisi-kondisi kota yang merupakan lingkungan hidup perkotaan. Kajian antropologi perkotaan bukanlah kajian yang hanya memperlakukan
kota
sebagai
latar,
atau
lokasi
dilakukannya
penelitian, atau sebuah situs tempat kajian masalah yang diteliti yang terwujud sebagai kajian sosial-mikro itu dilakukan, atau kajian tempat hidupnya komuniti miskin.
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 22
Masyarakat kota adalah masyarakat yang anggota-anggotanya terdiri dari manusia yang bermacam-macam lapisan atau tingkatan, pendidikan, kebudayaan dan lain-lain. Mayoritas penduduknya hidup berjenis-jenis usaha yang bersifat non-agraris. Masyarakt perkotaan memiliki sifat-sifat yang tampak menonjol yaitu: Sikap kehidupan masyarakt kota individuisme/egoisme
yaitu
masing-masing
cenderung anggota
pada
masyarakat
berusaha sendiri-sendiri tanpa terikat oleh anggota masyarakt lainnya, hal mana menggambarkan corak hubungan yang terbatas, dimana setiap individu mempunyai otonomi jiwa atau kemerdekaan untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Tingkah lakunya bergerak maju mempunyai sifat kreatif, radikal dan dinamis. Dari segi budaya masyarakat kota umumnya mempunyai tingkatan
budaya
yang
lebih
tinggi,
karena
kreativitas
dan
dinamikanya kehidupan kota lebih cepat menerima yang baru atau membuang sesuatu yang lama, lebih cepat mengadakan reaksi, lebih cepat menerima mode-mode dan kebiasaan-kebiasaan baru. Kedok peradaban
yang
diperolehnya
ini
dapat
memberikan
sesuatu
perasaan harga diri yang lebih tinggi, jauh berbeda dengan seni budaya dalam masyarakat desa yang bersifat statis. Derajat kehidupan masyarakt kota beragam dengan corak sendiri-sendiri Perwatakannya cenderung pada sifat materialistis. Akibat dari sikap hidup yang egoism dan pandangan hidup yang radikal dan dinamis menyebabkan masyarakat kota lemah dalam segi religi, yang mana menimbulkan efek-efek negative yang berbentuk tindakan Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 23
amoral, indisipliner, kurang memperhatikan tanggungjawab sosial. (Hendria, 2010)
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya dibentuk melalui Peraturan Daerah Ujung Pandang No. 5 Tahun 1999 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya Kotamadya Daerah Tingkat II Ujung Pandang. Sebelum pembentukan Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya, perparkiran di kota Makassar dikelola oleh Badan Pengawas Perparkiran (BPP) dibawah struktur organisasi unit-unit Pelaksanaan Tetap Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya. Pemikiran pemerintah kota Makassar untuk membentuk Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya didasari atas prinsip-prinsip efesiensi dan efektifitas pencapaian tujuan pelayanan dari sektor perparkiran kepada masyarakat kota Makassar. Disamping itu, kegiatan perparkiran di kota Makassar merupakan salah satu objek yang mempunyai prospek untuk dapat menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Makassar dengan dibetuknya perusahaan daerah yang
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 24
khusus menangani perparkiran, selain itu diharapkan dapat menunjang pelaksanaan otonomi daerah juga diharapkan dapat meningkatkan pemberian jasa pelayanan perparkiran kepada masyarakat serta meningkatkan pendapatan asli daerah. Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya efektif melaksanakan tugasnya pada tanggal 1 september 2000, yaitu setelah dilaksanakan pengangkatan tiga orang direksi. Pada awal pelaksanaan tugas Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya, dilakukan suatu kebijakan pengorganisasian unit kerja yang berada dibawah struktur organisasi Perusahaan Daerah Parkir, seperti mendata dan memberikan legalitas kepada 98 juru parkir. Jumlah juru parkir tersebut terus berkembang sehingga berjumlah 125 orang dalam waktu empat bulan pada awal operasinya, yaitu pada bulan September hingga Desember tahun 2000. Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya dapat menghimpun pendapatan dari hasil retribusi parkir sebesar Rp. 200 juta. Angka pendapatan tersebut cukup signifikan jika dibandingkan dengan pendapatan yang dapat dihimpun oleh pengelola parkir sebelumnya yang hanya dapat menghimpun pendapatan dari bulan Januari sampai Agustus tahun 2000 sebesar Rp. 45 juta. Dengan di tetapkannya Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2009 Tentang Pajak Parkir, maka objek-objek parkir khusus seperti Mall Ratu Indah
dan
Tanjung Akkarena
yang
sebelumnya
dikelola
oleh
Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya sekarang sudah menjadi objek parkir dan pemungutan pajaknya dikelola langsung oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar. Dengan demikian, Perusahaan Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 25
Daerah Parkir Makassar Raya sekarang hanya mengelola parkir di tepi jalan umum kota Makassar. (Suryani, 2011;32)
B. Penampilan Kota Makassar sebagai ibu kota propinsi Sulawesi Selatan merupakan pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia (KTI), telah dikembangkan dengan berbagai macam kebijakan yang mengimplementasikan ideologiideologi elit kekuasaan (birokrasi, politik, dan pemilik modal). Makassar bersama dengan Bandung, Jakarta, dan Medan dinyatakan sebagai kota besar
melalui
Undang-Undang
Nomor
171
Tahun
1906
tentang
Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar. Kota Makassar mengalami perkembangan yang mencolok di awal tahun 1980. Penampilan Kota Makassar lebih menunjukkan suatu kesan kedaerahan daripada suatu kemoderenan. Kota yang sering disebut sebagai kota budaya dan perjuangan ini juga telah dianugerahi piala Adipura atas keberasilannya mengatasi masalah kebersihan. Di jantung Kota Makassar dibangun Monumen Mandala Sakti yang letaknya bersebelahan dengan Gedung Manunggal ABRI Rakyat untuk memperingati keberhasilan pasukan Indonesia mendarat di Irian Barat. Pembangunan ruas jalan tol dari pelabuhan Sukarno Hatta hingga ke arah luar kota telah mendorong percepatan pembangunan sarana transportasi yang
berada
di
Kawasan
Industri
Makassar
(KIMA),
walaupun
pembangunannya mengalami konflik dengan pemilik lahan yang dilewati. Sekitar sembilan kilometer arah timur kota Makassar, sebuah perguruan tinggi terbesar di wilayah Timur Indonesia di bangun untuk menampung animo masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, terutama yang berada di Kawasan Timur Indonesia. Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 26
Pembangunan kampus Universitas Hasanuddin yang berlokasi di Tamalanrea dimulai sejak tahun 1978 hingga tahun 1990-an. Pelebaran ruas jalan poros yang ada di kota Makassar untuk menampung dan memperlancar arus transportasi angkutan kota disertai dengan program merkurisasi (pemasangan lampu merkuri) di beberapa bagian jalan protokol di Kota Makassar, menandai makin berkembangnya kota ini. Rumah Sakit Umum Wahidin Sudirohusodo sebagai rumah sakit pusat pendidikan bagi tenaga-tenaga paramedis dan dokter maupun dokter spesialis, juga telah berdiri megah kota Makassar. Pembangunan pelabuhan kontainer Sukarno Hatta yang mengakibatkan hilangnya bangunan bersejarah peninggalan zaman Belanda (Gedung Pelni dan Gedung
Bank
Indonesia)
yang
tidak
diperhitungkan
sebelumnya,
merupakan bentuk kekeliruan pola perencanaan pembangunan kota Makassar. Pembangunan Taman Budaya Somba Opu yang menampilkan perkampungan mini dan budaya Sulawesi Selatan yang kini tidak terawat lagi, dan pembangunan kawasan pemukiman yang bersifat eksklusif untuk golongan-golongan tertentu, seperti Panakukang Mas, Tanjung Bunga, dan Perumahan Telkomas. Kesemuanya memberi kesan tentang kota yang baik dipandang. Eksklusivisme perumahan seperti itu telah memberikan kesan bahwa gejala privatisasi telah terjadi di kota Makassar. Walaupun kemegahan kota Makassar tidak dapat disejajarkan dengan kota metropolitan Jakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia, kedua kota tersebut tampaknya mempunyai toleransi untuk menjadi arena
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 27
penampungan modal, yaitu sebuah konstruksi kota yang dibayangkan dan diperkirakan sebagai simbol idiologi “kota besar”. Pengkonstruksian kesan-kesan materialistis
dan
elastis
berlangsung terus di Makassar, maka jurang antara golongan kaya dan miskin menjadi semakin lebar. Hal tersebut membawa dampak terhadap perubahan dalam pola-pola eksploitasi, komoditas, kepentingan, persepsi, hubungan, partisipasi, perlawanan pasif dan aktivitas hidup sehari-hari lainnya. Sekarang penampilan kota Makassar tampaknya lebih untuk melayani golongan kaya daripada kaum miskin. Aktivitas di pusat kota, supermarket, pusat-pusat perdagangan, plaza, restoran dan hotel-hotel didominasi oleh orang-orang kaya, sedangkan orang miskin hanya dapat membayangkan keadaan tersebut dari pinggiran (periphery).
C. Kondisi Penduduk Kondisi Penduduk kota Makassar tahun 2009 tercatat sebanyak 1.235.239 jiwa yang terdiri dari 618.233 laki-laki dan 617.006 perempuan. Sementara itu jumlah penduduk kota Makassar tahun 2008 tercatat sebanyak 1.223.540 jiwa. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat ditunjukkan dengan rasio jenis kelamin. Rasio jenis kelamin penduduk kota Makassar yaitu sekitar 100,20 persen, yang berarti tiap 100 penduduk perempuan 100 penduduk laki-laki. Penyebaran penduduk kota Makassar dirinci menurut kecammatan Tamalate yaitu sebanyak 150.014 jiwa atau sekitar 12,14 persen dari total penduduk, disusul kecamatan Rappocini sebanyak 140.822 jiwa (11,40%), kecamatan Panakukang sebanyak 132.479 jiwa (10,72%), dan yang terendah adalah kecamatan Ujung Pandang sebanyak28.206 jiwa (2,28%). Ditinjau dari Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 28
kepadatan penduduk kecamatan Makassar yaitu 32.399 jiwa per km persegi, disusul kecamatan Mariso 29.574 jiwa per km persegi, kecamatan Bontoala 28.976 jiwa per km persegi. Sedangkan kecamatan Biringkanaya
merupakan
kecamatan
dengan
kepadatan
penduduk
terendah yaitu sekitar 2.630 jiwa per km persegi. Kemudian kecamatan Tamalanrea 2.758 jiwa per km persegi, Manggala 4.041 jiwa per km persegi, kecamatan Ujung Tanah 8.034 jiwa per km persegi, kecamatan Panakukkang 7.770 jiwa per km persegi.
D. Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam melihat pola hidup masyarakat. Kondisi pendidikan para juru parkir di kota Makassar sangat rendah. Bahkan ada juru parkir yang menempuh pendidikannya hanya di sekolah rakyat (SR) dan sekarang masih tetap menjadi seorang jukir walaupun sudah tua. Pendidikan tertinggi juru parkir adalah SMU. Jika ada juru parkir yang pendidikan terakhirnya SMU mereka sangat bersyukur karena menurutnya dulu sangat susah untuk menuntut ilmu karena selain memiliki sarana pendidikan yang terbatas mereka juga harus membantu orang tua mereka mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari atau karena tidak adanya biaya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Kondisi pendidikan yang rendahlah yang mengakibatkan sebagian orang memilih menjadi seorang juru parkir. Di kota Makassar ada juru parkir yang hanya tamat SD bahkan ada yang putus sekolah, seperti juga halnya dengan yang SMP dan SMU, ada yang tamat dan ada yang
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 29
putus sekolah. Bahkan sampai sekarang ada anak yang putus sekolah karena biaya dan memilih menjadi seorang juru parkir di jalan. Populasi penduduk kota Makassar mayoritas berpendidikan SLTP, SLTA dan untuk pendidikan Tingkat Diploma dan Sarjana tidak dalam skala mayoritas meskipun banyak yang melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi.
E. Sarana Transportasi Pete-pete, bus, taksi, becak, ojek, becak Motor, monorail (Segera - 2014). Makassar terkenal dengan angkutan tradisional becak. Jumlahnya sendiri mencapai 1.500 unit. Pemerintah setempat memberlakukan becak untuk pariwisata dan khusus beroperasi di sekitar kawasan wisata saja. Tarifnya tergantung kesepakatan dengan pendayung.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kategori Juru Parkir (Jukir) Dari hasil penelitian penulis mendapatkan data bahwa juru parkir (jukir) terbagi atas dua kategori yaitu:
a.1. Juru Parkir Resmi Juru parkir resmi adalah juru parkir yang namanya terdaftar di ceklis kordinator dari Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya dan di kolektor Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 30
wilayahnya masing-masing, memenuhi syarat yang sudah ada dan mengikuti pelatihan, pada saat bertugas dilengkapi identitas resmi dari Perusahaan Daerah Parkir berupa Id.card, rompi dan karcis parkir.
a.1.1. Sistem Organisasi Juru Parkir Juru parkir resmi memiliki sebuah organisasi dimana juru parkir resmi berada dibawah kendali Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya, Pihak-pihak yang berhubungan langsung dilapangan atau lokasi perparkiran bekerja sama dengan seorang kolektor. Kolektor adalah orang yang memiliki tugas untuk menangih ke juru parkir yang dianggap resmi. Setiap wilayah berbeda kolektornya. Kolektor hanya mengambil setoran ke juru parkir lalu menandai catatannya jika juru parkir sudah menyetor. Hasil yang di dapat oleh kolektor akan di setor ke Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya.
a.1.2. Sistem Perekrutan Juru Parkir a.1.2.1 Syarat-syarat Menjadi Juru Parkir Sebelum resmi menjadi juru parkir mereka harus memenuhi syarat-syarat yang telah di buat oleh pihak Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para calon juru parkir sebagai berikut: a. Bersedia mematuhi segala ketentuan yang tertuang dalam PERDA No. 17 tahun 2006. b. Sehat Jasmani dan Rohani dan Standar Umur 17 tahun sampai masih mampu melakukan tugas-tugasnya dengan baik c. Bersedia memberikan karcis parkir kepada pengguna jasa parkir setiap melakukan pemungutan dan memberikan pelayanan dengan baik serta tidak bersifat arogansi kepada pengguna jasa parkir. d. Bersedia melaksanakan tugas perparkiran tidak akan memarkir kendaraan diatas trotoar atau melampaui garis marka parkir. Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 31
e. Bersedia tidak akan melakukan kegiatan lain selain perparkiran pada tempat parkir kecuali mendapat izin dari Direksi Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya. f. Bersedia tidak akan meninggalkan lokasi parkir dan tidak menyerahkan rompi dan Id. Card ke orang lain tanpa persetujuan dari pihak Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya. g. Bersedia mematuhi target setoran setiap hari yang telah di tetapkan oleh Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya.
a.1.2.2. Pelatihan Menurut Gomes, 1997 ; 197 (dalam Viklund ; 2010), pelatihan adalah setiap usaha memperbaiki prestasi kerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya. Idealnya, pelatihan harus dirancang untuk mewujudkan tujuan-tujuan organisasi yang pada waktu bersamaan juga mewujudkan tujuantujuan para pekerja secara perorangan. Pelatihan sering dianggap sebagai aktivitas yang paling umum dan para pimpinan mendukung adanya pelatihan karena melalui pelatihan, para pekerja akan menjadi lebih trampil dan karenanya akan lebih produktif sekalipun manfaat-manfaat tersebut harus diperhitungkan dengan waktu yang tersita
ketika
pekerja
sedang
dilatih.
Sedangkan
menurut
Schermerhorn (1999 : 323), pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang memberikan kesempatan untuk mendapatkan dan meningkatkan keterampilan yang berkaitan dengan pekerjaan. Seperti halnya yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah Parkir Makassar
Raya
yang
bekerja
sama
Polrestabes
Makassar
menggelar pelatihan untuk para calon juru parkir se-Kota Makassar. Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 32
Pelatihan yang digelar di aula polrestabes bertujuan membekali juru parkir untuk memperkecil tingkat kesembrawutan perparkiran. Pelatihan dihadiri ratusan juru parkir yang tersebar di sejumlah titik parkir kota Makassar. Mereka diberi pelatihan untuk menggali pengetahuan akan peraturan lalu lintas. Masih banyak juru parkir yang kurang peduli kenyamanan konsumen parkir dan belum memahami peraturan, khususnya pengetahuan tentang marka lalu lintas. Akibatnya, perparkiran menjadi sembrawutan dan berdampak buruk bagi pengguna jalan. Seperti penuturan informan Mursalin (30 Tahun) selaku kepala seksi pelataran umum: “Kalau mau jadi juru parkir resmi atau tercacat namanya di kantor Perusahaan Daerah Parkir maka para calon juru parkir harus memenuhi syarat-syarat yang telah dibuat oleh pihak kami. Para calon juru parkir resmi harus juga mengikuti pelatihan. Pelatihan yang didapat sebelum menjadi juru parkir yaitu pelatihan dan pembelajaran yang berkaitan dengan pengetahuan dasar tentang pengaturan lalulintas dijalan, termasuk memahami rambu-rambu lalulintas dalam setiap kali melaksanakan tugas sebagai juru parkir” (wawancara pada tanggal 8 Mei 2011) Dari penuturan informan tersebut dapat di peroleh informasi bahwa jika ingin menjadi juru parkir yang resmi, para calon juru parkir harus terlebih dahulu memenuhi syarat-syarat yang telah di buat oleh Perusahaan Daerah Parkir. Selain syarat-syarat yang telah ada para calon juru parkir juga harus mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Perusahaan Daerah Parkir yang bekerja sama dengan satuan polisi lalu lintas (satlantas) polwil kota Makassar. Dimana pelatihan Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 33
dilakukan secara bertahap, dan pelatihan dilakukan dua kali seminggu di kantor polwil kota Makassar. Pelatihan yang diberikan kepada calon juru parkir yakni pelatihan tentang bagaimana mengatur kendaraan dengan baik di lokasi parkir agar tidak terjadi kemacetan dan para calon juru parkir dikenalkan rambu-rambu lalu lintas agar mereka bisa paham dan tidak melakukan kesalahan dalam bertugas.
a.1.2.3. Penentuan Lokasi Para calon juru parkir yang sudah memenuhi syarat-syarat yang ada dan mengikuti pelatihan maka mereka akan dianggap telah resmi menjadi juru parkir dan sudah siap untuk bertugas di wilayah yang sudah ditentukan. Para juru parkir tidak sembarang menempati area parkir atau tempat parkir, tempat bertugas untuk para juru parkir sudah di tentukan oleh Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya. Di kota Makassar wilayah parkir dibagi atas 13 wilayah, dalam satu wilayah akan dibagi lagi untuk beberapa titik parkir. Seperti yang diungkapkan oleh informan Baso Daeng Beta (35 Tahun) ; “Saya dek tidak tau apa-apa tentang pembagian tempat untuk tugas, sudah ditentukan memangmi tempat dikasihkanki kalo sudah mengikuti latihan dari kantor dia informasikanmi tempatta masing-masing. Disinimi tempatku tugas sebagai tukang parkir” (wawancara pada tanggal 7 Agustus 2011 ) Dari kutipan diatas dapat diperoleh informasi bahwa setiap kali sudah mengikuti pelatihan dan memenuhi syarat-syarat yang telah ada maka mereka akan mendapatkan lokasi untuk bertugas. Lokasi yang diberikan sudah ditentukan oleh pihak Perusahaan Daerah Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 34
Parkir Makassar Raya bukan para juru parkir yang menentukannya. Mereka hanya mengikuti latihan memenuhi syarat yang ada, setelah resmi mejadi juru parkir mereka akan diberi tahukan dimana lokasi mereka untuk bertugas.
a.1.2.4. Jaminan Sosial Tidak hanya di perusahaan atau kantor dinas lain yang karyawan atau pegawainya mendapatkan jaminan sosial, kantor Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya para juru parkirnya juga mendapat jaminan sosial, jaminan yang di dapat berupa jaminan sosial dari Jamsostek. Hal ini diungkapkan oleh informan Mursalin (30 Tahun); “Semua juru parkir yang sudah resmi yang ada namanya di kantor Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya akan mendapatkan jaminan sosial dari jamsostek. Jika ada juru parkir yang meninggal maka dari pihak kami akan memberikan uang santunan kepada keluarga yang ditinggalkan” (wawancara pada tanggal 8 Mei 2011) Dari kutipan di atas dapat diperolah informasi bahwa setiap juru parkir yang sudah dinyatakan resmi oleh kantor Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya akan mendapatkan jaminan sosial berupa jaminan jamsostek. Tidak hanya itu jika ada
juru parkir yang
meninggal maka keluarganya akan mendapatkan uang santunan dari Perusahaan Daerah Parkir. Selain itu pada setiap hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha para juru parkir biasa mendapatkan hadiah lebaran dari Perusahaan Daerah Parkir.
a.2. Juru Parkir Tidak Resmi (Jukir Liar) Juru parkir tidak resmi (jukir liar) adalah juru parkir yang tidak terdaftar di ceklis kordinator, tidak pernah mengikuti pelatihan hanya bermodalkan Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 35
pengalaman dalam bertugas dan atributnya tidak dari Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya.
a.2.1. Sistem Organisasi Juru Parkir Tidak Resmi Juru parkir meskipun tidak resmi tidak terdaftar di Perusahaan Daerah Parkir tetapi mereka juga memiliki sebuah organisasi. Dalam organisasi juru parkir tidak resmi dipimpin oleh seorang preman atau bos. Preman atau bos adalah orang yang memiliki kekuasaan di wilayah tertentu yang juru parkir gunakan untuk mencari nafkah. Preman hanya menunggu setoran dari para juru parkir setiap hari. Setiap wilayah berbeda-beda preman atau bosnya. Dalam satu wilayah bisa terdapat beberapa anggota tergantung luas wilayah yang dimiliki oleh preman. Anggota adalah orang-orang yang bekerja sebagai juru parkir dan hasil yang didapatkan akan dibagi ke preman atau bos mereka. Menurutnya mereka menjadi juru parkir liar karena tidak terlalu banyak aturannya walaupun terkadang mereka harus sembunyi pada saat ada patroli dari Perusahaan Daerah Parkir.
a.2.2. Sistem Perekrutan Juru Parkir Liar Dalam mencari pekerjaan terkadang seseorang mengandalkan sistem kekerabatan. Kebanyakan orang selain mencari pekerjaan sendiri mereka terkadang meminta tolong kepada kerabatnya dalam mencari pekerjaan. Sekarang sudah semakin susah untuk mendapatkan pekerjaan, karena susahnya mendapatkan pekerjaan maka segala cara di lakukan baik resmi maupun tidak resmi tetap dijalani karena sudah tuntutan hidup, apa lagi hidup dan menetap di kota. Seperti penuturan informan Banggu (56 Tahun): “Dulu bagusji pekerjaanku karena jaga sekolaka, hampir maka 5 tahun jaga sekolah Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 36
tapi tidak tau apa salahku dipecatka. Karena tua maka baru susah cari kerja minta tolongka sama temanku supaya dicarikanka pekerjaan yang gampang. Temanku tawarkanka jadi tukang parkir, dari pada tidak kerjaka mendingan jadi tukang parkirka biarmi tukang parkir liar. Sudah 1 tahun maka lebih disini jadi tukang parkir” (wawancara pada tanggal 25 Agustus 2011 ) Senada dengan penuturan informan yang bernama M. Zakir (47 Tahun) : “Saya menjadi tukang parkir karena rendah sekolahku coba tinggi sekolahku carika pekerjaan yang lebih baik daripada ini tapi karena sekolahku hanya SR kodong jadi cari kerja susah, untung ada tetanggaku mau pulang kampung sudah lamami kerja jadi tukang parkir saya minta supaya saya saja yang gantikan kerjanya jadi tukang parkir. Karena akrab meka sudah kayak sodara meka dia mau saya gantikan jadi tukang parkir ditempatnya” (wawancara pada tanggal 10 Agustus 2011) Dari kutipan diatas dapat diperoleh informasi bahwa umur menjadi tolak ukur dalam mencari pekerjaan. Dengan umurnya yang sudah tua membuat dirinya tidak bisa lagi menjalani pekerjaan yang berat sehingga mencari pekerjaan yang tidak terlalu banyak aturannya dan mudah dijalaninya. Pendidikan juga membuat mereka sulit mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari pekerjaan yang ditekuninya sekarang sebagai juru parkir. Teman atau kerabat dijadikan tempat untuk meminta tolong dalam mencari pekerjaan apa lagi pekerjaan yang diharapkan adalah pekerjaan yang tidak terlalu menguras tenaga. Menurutnya menjadi juru parkir mudah apa lagi juru parkir liar. Tidak banyak syarat
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 37
dan aturannya tidak seperti juru parkir resmi banyak aturan-aturan, syaratsyaratnya dan harus mengikuti pelatihan. Kekuasaan memegang peran penting dalam pembentukan strata sosial seseorang. Semakin tinggi jabatan seseorang dalam organisasi, pengaruhnya akan semakin besar dan secara otomatis kekuasaannya semakin meluas. Para ahli
memberikan pandangannya tentang
kekuasaan. Menurut Weber dalam (Ahira, 2010), kekuasaan adalah kemungkinan yang membuat seseorang di dalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan menyingkirkan segala halangan yang melintas di hadapannya. Sedangkan menurut Russel dalam (Ahira, 2010) kekuasaan adalah konsep dasar ilmu sosial. Kekuasaan penting dalam kehidupan organisasi dan bahwa kekuasaan dalam organisasi terikat dengan status seseorang. Seperti yang diungkapkan informan yang bernama Dg. Ngalle (48 Tahun) “saya disini jadi tukang parkir sudah lama tapi hasil yang saya dapat harus saya kasih bosku. Pertama kerjaka tidak adaji dibilang bos tapi tiba-tiba ada orang datang mengaku tempatku katanya kerja wilayah kekuasaanya, jadi kalo mauka tetap jadi tukang parkir didaerahnya haruska kasih uang tiap hari. Jarang tukang parkir yang liar tidak ada bosnya karena banyak juga preman mengaku-ngaku daerah kekuasaannya yang kita tempati kerja” (Wawancara pada tanggal 15 Agustus 2011) Dari
kutipan
diatas
dapat
diperoleh
informasi
bahwa
faktor
kekuasaan menjadi hal penting dalam bekerja. Jika bekerja di wilayah kekuasaan orang lain baik tanpa izin maupun sudah mendapatkan izin maka hasil yang didapat harus dibagi dengan pemilik wilayah yang ditempati kerja. Untuk mencari pekerjaan sangat sulit
jadi untuk
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 38
melepaskan pekerjaan atau pindah ke wilayah lain itu tidak mudah, akan tetap sama harus menyetor ke orang yang berkuasa di wilayah itu. Jadi lebih baik tetap bertahan dan menjalani pekerjaan sebagai juru parkir. Kebanyakan juru parkir liar bekerja sama dengan orang yang memiliki kekuasaan di wilayah mereka bekerja. Dimana para juru parkir liar tiap hari harus setor uang ke orang yang memiliki kekuasaan di wilayah itu, orang itu dapat juga disebut bos. Menurut Hurlock : 1996 (dalam Purwanto: 2002) mengartikan minat sebagai sumber motivasi yang akan mengarahkan seseorang pada apa yang akan mereka lakukan bila diberi kebebasan untuk memilihnya. Bila mereka melihat sesuatu itu mempunyai arti bagi dirinya, maka mereka akan tertarik terhadap sesuatu itu yang pada akhirnya nanti akan menimbulkan kepuasan bagi dirinya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa minat dalam diri individu sangat penting artinya bagi kesuksesan yang akan dicapai. Individu yang mempunyai minat terhadap suatu objek atau aktivitas berarti ia telah menetapkan tujuan yang berguna bagi dirinya sehingga ia akan cenderung untuk menyukainya. Dari sana kemudian, segala tingkah laku menjadi terarah dengan baik dan tujuan pun akan tercapai (Handoyo, 2001). Seperti penuturan informan yang bernama Dg. Rasik (32 tahun) : “saya itu cari kerja sesuaiji dengan kondisiku. Mau jadi tukang parkir karena susah sekarang cari kerja diperkantoran dan yang banyak gajinya. Harus tinggi sekolahta kalo mau bagus kerjata, sekolahku saya cuma sampai SD itupun tidak tammatka karena tidak ada biaya. Tapi bukan hanya ini kerjaku saya juga bawa becak, kalo pagi sampai jam 2 bawa becakka kalo jam 4 jadi tukang parkirka sampai tutup Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 39
disini biasa jam 12 baru tutup jadi jam 12 juga saya pulang. Tapi walaupun jadi tukang parkirka bisa jeka juga kasih sekolah semua anakku” (wawancara pada tanggal 29 Juli 2011) Berbeda halnya dengan informan Murniati (32 Tahun): “saya menjadi jukir kurang lebih 7 tahun. Saya mau menjadi jukir karena dulu ada omku di kabag pengelolaan jadi saya coba-coba, setelah saya coba jalani ternyata jadi jukir itu bagus apalagi sekarang tidak kayak dulumi jukir dipandang sebelah mata. Alhamdulillah dengan bekerja sebagai jukir saya bisa kasih sekolah anakku. 3 anakku sekolah semua yang tua sementara kuliah. Selain jukir saya juga menjual baju didekat tempat parkir” (wawancara pada tanggal 4 Juli 2011) Dari
pemaparan-pemaparan
kedua
informan
dapat
diperoleh
informasi bahwa untuk mendapatkan pekerjaan yang layak atau jabatan yang tinggi dan mempunyai gaji yang besar harus memiliki sekolah yang tinggi. Keterbatasan biaya hidup membuat mereka tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal itu juga yang membuat mereka memilih menjadi juru parkir. Kehidupan yang dijalani dan dirasakannya dahulu menjadi motivasi untuk bekerja keras walaupun sebagai juru parkir agar mereka bisa menyekolahkan anaknya kejenjang yang lebih tinggi. Selain menjadi juru parkir mereka juga ternyata ada yang memiliki pekerjaan sampingan. Mereka membagi waktu dalam bekerja, kalau pagi bekerja sebagai tukang becak sore sampai malam lepas tugas ada juga yang menjual baju sambil jaga di pintu masuk area perparkiran. Dari hasil kerja keras mereka dapat memenuhi kebutuhan
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 40
hidup mereka bahkan menyekolahkan anaknya sampai kejenjang yang lebih tinggi. Sebelum melaksanakan tugas ada yang dinamakan perjanjian kerja dimana perjanjian kerja sebagai dasar hubungan kerja. Pasal 50 UndangUndang Ketenagakerjaan menegaskan bahwa, hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja atau buruh. Undang-Undang Ketenagakerjaan memberikan pengertian perjanjian kerja sebagai perjanjian antara pekerja atau buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. (Agusmidah : 2007).
B. Sistem Pengetahuan Juru Parkir Berkaitan Dengan Kegiatan Parkir Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan
penginderaan
terhadap
suatu
objek
tertentu.
Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003). b.1. Pengetahuan juru parkir tentang tempat parkir Menurut juru parkir lokasi parkir adalah tempat untuk memarkir kendaraan. Lokasi yang bagus menurut mereka adalah lokasi tempat yang ramai pengunjungnya karena bisa mendapatkan pemasukan yang banyak tiap harinya. Seperti yang kita ketahui semua orang mengetahui Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 41
apa itu tempat parkir baik parkir untuk motor maupun parkir untuk mobil. Sebagai manusia yang bekerja sebagai tukang parkir pasti mereka tahu betul. b.3. Pengetahuan juru parkir tentang keamanan saat parkir Pengetahuan juru parkir tentang keamanan, menurut juru parkir semua akan berjalan dengan baik jika ada kerja sama antara juru parkir dengan pengguna jasa parkir. Barang berharga pemilik kendaraan terkadang hilang karena pemilik teledor menyimpan barang berharga mereka di kendaraan mereka walaupun sudah ada tertulis peringatan di karcis yang diberikan saat parkir. b.4. Pengetahuan juru parkir tentang musim Musim yang baik yang mendatangkan penghasilan yang banyak menurut juru parkir pada saat mendekati hari raya lebaran, natal dan tahun baru. Menurutnya banyak orang yang datang berbelanja dan menggunakan kendaraan pribadi. Apalagi di pusat pertokoan akan sangat ramai dikunjungi karena banyak orang yang ingin membeli baju baru. Pada dasarnya, semua juru parkir mengetahui bahwa musim yang baik untuk mendapatkan penghasilan yang banyak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. b.5. Pengetahuan juru parkir tentang klasifikasi atau kategori kendaraan juru parkir memiliki pengetahuan tentang kategori kendaraan yang parkir. Pengetahuan ini didapatkan dari bentuk pengalaman mereka yang mereka dapatkan dari aktifitas mereka sebagai juru parkir setiap harinya. Kategori kendaraan yang parkir setiap harinya hanya ada dua yaitu kendaraan roda empat (mobil) kendaraan roda dua (motor).
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 42
Kendaraan yang parkir beragam dari kendaraan yang tua sampai kendaraan yang baru. b.6. Pengetahuan juru parkir tentang perlengkapan untuk bertugas Sebelum menjalakan aktivitas sebagai juru parkir, para juru parkir harus terlebih dahulu menyiapkan perlengkapan untuk digunakan saat bertugas. Seperti penuturan informan yang bernama Samsudding (36 Tahun) : “sebelum resmi jadi juru parkir kita harus ikuti latihan dulu di kantor polwiltabes. Dulu saya tidak tau apaapa tentang rambu-rambu lalu lintas tapi pas sudahka ikut latihan, banyakmi saya tau. Kalo mauki bertugas haruski ingat pake rompi, bawa sempritan, kartu pengenal dan bawa karcis. Karena kalo lupaki bawa rompi apa lagi kartu pengenal na kiraki orang jukir liar” (wawancara pada tanggal 24 Juli 2011 ) Berbeda halnya dengan informan M. Zakir (47 Tahun); “Saya tidak pernahka ikut latihan karena langsung jeka kerja jadi tukang parkir, tetanggaku saya gantikan karena mau pulang kampung. Saya bisa jadi tukang parkir karena biasa jeka lihat tukang parkir kerja apa lagi tetanggaku tukang parkir. Kalo mauka pergi kerja rompi, sempritan dan karcis saja saya bawa” (wawancara dilakukan pada tanggal 10 Agustus 2011). Dari penuturan informan diatas dapat diperoleh informasi bahwa mengikuti pelatihan yang diadakan sangat berguna apa lagi untuk para Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 43
calon juru parkir resmi. Jika sudah mengikuti pelatihan maka pengetahuan akan bertambah apa lagi pengetahuan tentang rambu-rambu lalulintas, perlengkapan yang dibawa atau yang digunakan saat bertugas, dan bagaimana menjadi juru parkir yang baik dalam menjalankan tugas. Bagi para juru parkir harus selalu membawa perlengkapannya saat bertugas karena sangat berguna. Perlengkapannya berupa tanda pengenal (Id Card), sempritan, rompi, dan karcis. Jika juru parkir tidak membawa perlengkapan maka bisa saja disangka juru parkir liar, apa lagi jika Id Card yang tidak dibawa. Berbeda dengan juru parkir tidak resmi, juru parkir tidak resmi tidak perlu mengikuti pelatihan karena mereka hanya mengandalkan pengalaman mereka saat bertugas. Mereka juga tidak terlalu membutuhkan perlengkapan untuk bertugas walaupun terkadang sering melihat walaupun juru parkir liar mereka juga mengenakan rompi, sempritan dan memiliki karcis tapi tidak memiliki Id card
C. Praktik Pengaturan Kendaraan di Tempat Parkir c.1. Prinsip Juru Parkir Dalam bekerja kita harus mempunya prinsip kerja yang baik. Karena kalau tidak punya prinsip susah menjalani suatu pekerjaan. Seperti penuturan informan Dg. Rasik (32 Tahun): “Prinsipku saya siapa duluan dia cepat. Jadi kalo ada orang mau parkir sapa duluan datang dia saya kasih duluan. Kalo sudahmi saya bantu yang lain lagi saya urus. Karna banyak juga itu yang bos-bos dia kasih duluan atau kenalannya. Padahal baguski kalo adilki karena yang masuk pake kendaraan mau semua parkir jadi harus antri supaya tidak marah-marahki.
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 44
Dia kira mungkin kalo bos-bos dilayani duluan banyak dia bayar uang parkir” (Wawancara pada tanggal 29 Juli 2011) Dari penuturan informan dapat diperoleh informasi bahwa prinsip kerja yang baik menurutnya dalam bertugas adalah siapa yang cepat dia yang dapat artinya mengutamakan yang duluan baru yang lainnya, karena menurutnya berbuat adil itu baik selain menguntungkan diri sendiri para pengguna lahan parkir juga merasa puas. Bukan hanya satu atau dua kendaraan yang mau parkir tapi banyak orang yang mempunyai kepentingan pribadi dan jika menggunakan kendaraan otomatis memerlukan tempat untuk parkir yang mereka anggap aman. Tidak selamanya yang bos harus diutamakan, ada saatnya dan ada tempatnya dimana bos atau yang mempunyai kelas sosial yang tinggi di utamakan. Kalau tidak berlaku adil bisa saja yang lain marah-marah. Tapi banyak juga juru parkir yang lebih mengutamakan melayani orang yang
mereka
anggap
mempunyai
uang
banyak,
mereka
menganggap orang kaya akan memberi uang lebih.
c.2. Teknik Juru Parkir Pada saat bertugas selain menggunakan prinsip dalam bekerja maka harus juga menggunakan teknik pelaksanaan yang baik agar pengguna jasa perparkiran merasa puas dan kendaraan yang parkir teratur dengan baik. Seperti penuturan informan yang bernama M. Sukri (29 Tahun): “Kalo ada orang mau parkir motornya saya bantu, baru sadel motornya saya tutupi karton supaya tidak panas. Kalo mobil saya bantu Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 45
arahkan saja masuk ke tempat yang masih kosong. Kalo tidak pintarki atur kendaraan biasa sedikitji dia muat masuk tapi kalo pintarpintar jeki aturki baru kita arahkan banyakji dia muat kendaraan banyak juga didapat uang. Biasa kalo motor saya larang pemiliknya kunci leher jadi gapang diatur. Kalo masalah karcis biasa saya kasih biasa juga tidak, tapi biasanya ada orang kalo sudahmi dia parkir kendaraannya mintami karcis. Biasa malaska kasih karcis karena kalo dikasih biasa ada yang langsung buangji” (wawancara pada tanggal 13 Juli 2011) Berbeda halnya dengan penuturan informan yang bernama Dg. Gassing (40 Tahun) Juru Parkir Liar; “lama maka disini jadi tukang parkir. Banyak orang suka parkir kendaraannya disini karena kalo didalam rumah sakit parkir biar sebentar Rp. 3000 juga dibayar jadi dia pilih parkir diluar. Disini rata-rata yang parkir motor karena jalanan sempit kalo mobil pastimi macet. Kalo ada orang mau parkir langsung saja masuk parkir kendaraannya, saya awasi saja kalo maumi keluar baru saya datang dekati saya minta uang parkir, tapi kadang juga saya bantu dulu kasih keluar motornya apa lagi kalo orang tua, kalo keluarmi baru saya minta uang parkir. Saya rataji disini lama atau sebentar bayar Rp. 2000” (wawancara pada tanggal 12 Desember 2011) Dari kutipan tersebut dapat diperoleh informasi bahwa teknik yang digunakan setiap kali bertugas yang baik adalah yang membuat pengguna tempat parkir merasa puas. Menurutnya kalau pintar dalam mengatur kendaraan yang masuk baik motor maupun mobil maka bisa dapat hasil yang memuaskan karena makin banyak kendaraan maka makin banyak pula penghasilan yang didapatkan tiap harinya. Selain mengarahkan pemilik kendaraan yang datang untuk menggunakan Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 46
jasa parkir
mereka juga menggunakan teknik lain seperti jika ada
motor yang parkir maka sadelnya akan ditutupi karton jika musim kemarau agar sadel motor tidak panas ketika diduduki, jika pemilik kendaraan sudah mau keluar maka dengan cepat juru parkir membuka karton sekaligus meminta uang parkir. Berbeda dengan juru parkir liar dia hanya mengawasi orang-orang yang datang parkir jika pemilik kendaraan sudah mau pergi maka juru parkir tersebut baru mendekati pemilik kendaraan dan meminta uang parkir dan tarif parkir yang diminta berbeda-beda.
c.2.1 Pengelolaan Karcis Pengelolan karcis yang dilakukan para juru parkir sangat sederhana. Karcis yang di peroleh dari kantor Perusahaan Daerah Parkir ada dua macam karcis untuk kendaraan roda dua (motor) dan karcis untuk kendaraan roda empat (mobil). Juru parkir tidak terlalu berpatokan sama karcis apalagi sekarang setoran juru parkir sudah tidak berdasarkan berapa karcis yang keluar. Sekarang setoran sudah ditentukan langsung oleh pihak terkait Perusahaan Daerah Parkir sesuai dengan kondisi lahan parkir yang kita tempati. Untuk kendaraan roda dua dikenakan biaya Rp. 1000 sekali parkir sedangkan kendaraan roda empat Rp. 2000 sekali parkir. Jika karcis habis maka juru parkir akan minta pada kolektornya masing-masing, kolektor akan mengambil karcis di kantor Perusahaan Daerah Parkir.
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 47
Jenis Pungutan dan Tarif Jasa Parkir Serta Retribusi di Tepi Jalan Umum dan Retribusi Tempat Khusus Parkir Tahun 2010 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenis Pungutan
Tarif Roda Dua
Roda Empat
Jasa Pelataran Parkir Insidentil Tepi Jalan Umum Dan Pelataran Khusus
Rp.
1,000
Rp.
2,000
Jasa Pelataran Parkir Insidentil Bahari Anjungan Pantai Losari
Rp.
1,000
Rp.
2,000
Rp.
1,000 -
Rp.
2,000
Rp.
2,000
Jasa Pelataran Parkir Langganan Bulanan Jasa Parkir Pelataran Umum Khusus Angkutan Komersil J asa Pelataran Parkir Tepi Jalan Umum Wilayah Pasar
Rp.
1,000
Rp.
2,000
Rp.
1,000
Rp.
2,000
Rp.
1,000
Rp.
2,000
Rp.
1,500
Jasa Pelataran Parkir Khusus Alaska Jasa Pelataran Parkir Wilayah Panakukkang Mas Asindo
8.
Jasa Pelataran Parkir Tepi Jalan Dan Pelataran Umum 9. Jasa Pelataran Parkir Insidentil Khusus Rumah Sakit 10. Jasa Pelataran Parkir Insidentil Pelabuhan Soekarno
Rp.
1,000
Rp.
1,000
Rp.
2,000
Rp.
1,000
Rp.
2,000
Sumber: Perusahaan Daerah Parkir Kota Makassar Raya, 2010
c.3. Pengawasan Juru Parkir Selain prinsip dan teknik harus juga ada pengawasan. Pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut (Yosa : 2010). Sedangkan menurut Siagian, 1990:107 (dalam Sambasalim) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan adalah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan untuk menjamin agar supaya semua Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 48
pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Seperti penuturan informan yang bernama Samsudding (36 Tahun): “Dalam bertugas kita harus ramah atau menghargai orang yang parkir supaya mereka juga bisa hargaiki. Karena banyak orang yang parkir kalo mau keluar di minta uangnya marahmarah tapi adaji juga yang baik kalo maumi keluar dia kasihki uang tanpa diminta. Kita juga harus jaga baik-baik kendaraan yang parkir supaya tidak ada barang hilang atau kendaraan yang rusak karena kalo ada hilang atau rusak yang punya pasti marah-marah sama kita karena kita yang jagai kendaraannya” (wawancara pada tanggal 24 Juli 2011) Dari kutipan tersebut dapat diperoleh informasi bahwa dalam bertugas para jukir harus memperlakukan dengan baik para pengguna jasa parkir agar para pengguna jasa parkir bisa juga menghargai para juru parkir. Selain berkelakuan baik kepada para pengguna jasa parkir para juru parkir juga harus memperhatikan kendaraan yang diparkir dengan baik agar tidak terjadi kehilangan yang menyebabkan para pengguna jasa parkir tidak puas atau marah-marah. Terjadinya kehilangan biasanya karena kelalaian pemilik kendaraan pada saat parkir. Para pengguna jasa parkir jika datang kadang langsung saja masuk parkir kendaraannya dan kadang mereka lupa mengambil barang berharga mereka. Harusnya jika pada saat parkir semua barang yang dianggap berharga dibawa serta. Seperti penuturan informan Baso Dg. Beta (35 Tahun) : “Kalo ada orang kehilangan barang seperti helm atau barang berharga lainnya saat parkir menjadi tanggung jawab pemiliknya, bukan jukir atau Perusahaan Daerah Parkir yang tanggung jawab. Seperti yang ada di karcis kehilangan Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 49
dan kerusakan barang atau kendaraan tidak menjadi tanggung jawab Perusahaann Daerah Parkir Makassar Raya. Tapi biar sudah ada aturannya banyak orang jika hilang barangbarangnya tetap marah dan kadang sampai minta ganti rugi” (wawancara pada tanggal 7 Agustus 2011) Dari hasil penuturan informan dapat diperoleh informasi bahwa pada saat memarkir kendaraan di area perparkiran para pemilik kendaraan harus berhati-hati atau tidak menyimpan barang berharga di kendaraan pada saat parkir karena jika terjadi kehilangan atau kerusakan pada saat parkir tidak menjadi tanggung jawab juru parkir atau Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya. Apa lagi sudah ada tertera di karcis parkir, kehilangan dan kerusakan barang atau kendaraan tidak menjadi tanggung jawab Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya. Tapi aturan yang sudah di buat tidak dipedulikan kalau kehilangan barang tetap juru parkir yang disalahkan karena pemilik kendaraan beranggapan juru parkir yang memantau kendaraan yang keluar masuk. Kehilangan barang berharga kadang terjadi akibat kelalaian para pengguna jasa parkir, mereka tidak memeriksa
kembali
barang-barang
mereka
setelah
memarkir
kendaraannya.
c.4. Sistem Bagi Hasil Sistem bagi hasilnya antara jukir dengan kolektor dan antara kolektor dengan pihak yang terkait yaitu Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya sudah ditentukan. Mereka telah menyepakati bahwa setelah terkumpul uang hasil dari karcis maka juru parkir akan menyetor kepada kolektor sesuai dengan jumlah yang telah disepakati, dimana kolektor akan menyetor ke kantor Perusahaan Daerah Parkir. Hasil yang di setor di Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 50
Perusahaan Daerah Parkir tidak dibagi ke kolektor karena kolektor sudah dapat gaji tetap tiap bulan. Dapat dilihat dari penuturan informan Saleh (50 Tahun): “Disini ada dibilang kolektor nak, kolektor itu yang datang sama kita tiap hari minta uang baru dia setor di kantor pd.parkir. Kolektor biasa datang sore-sore ambil uang. Uang yang saya kasih kolektor sudah ditentukan sama kolektor sendiri jadi kalo datangmi kolektor langsungmi saya kasih uang Rp. 15.000 karena sudah ditentukanmi” (wawancara pada tanggal 6 Juli 2011) Berbeda halnya dengan informan Hendro (29 Tahun) seorang jukir liar; “Kalo ada uang saya dapat saya setor sama bosku tidak tetapki setoranku, kalo banyak saya dapat banyak-banyak tong saya kasih’i bosku. Bosku tidak tiap hari datang tapi setoran dihitung tiap hari jadi kalo tidak datangi ini hari besok didobolki sedeng setoran ke bos” (wawancara pada tanggal 20 Agustus 2011) Dari penuturan kedua informan dapat diperoleh informasi bahwa setiap juru parkir resmi sudah ditetapkan jumlah setorannya tiap hari jadi sebelum yang menangih datang sudah mereka siapkan. Uang setoran tidak diambil langsung oleh pihak Perusahaan Daerah Parkir tapi sudah ada di bilang kolektor yang bertugas untuk menagih setoran tiap harinya ke juru parkir. Setiap wilayah memiliki satu orang kolektor yang bertugas menagih uang setoran lalu disetor kepada Perusahaan Daerah Parkir. Sedangkan bagi Juru parkir liar setorannya tidak menetap, setoran sesuai dengan banyaknya orang yang parkir atau penghasilnnya yang didapatkan perharinya. Kalau banyak pemasukan banyak juga yang
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 51
disetor di bosnya. Uang langsung disetor ke bos tiap hari, tapi jika bos tidak datang maka setoran mereka akan di dobel. Dulu dalam kegiatan perparkiran setoran harus sesuai dengan karcis, dalam artian sesuai dengan jumlah karcis yang terpakai berbeda dengan sekarang target setoran sudah ditentukan sesuai dengan area parkir. Seperti yang di ungkapkan informan Murniati (32 Tahun); “Sekarang tidak sepertimi dulu dek, kalo dulu uang yang di setor tiap hari sesuai dengan karcis yang kita robek tapi sekarang di tentukan memangmi jadi sebelum datang kolektor menagih disediakan memang uang. Banyakbanyak saya setor karena ditempatku kerja tempat ramai disini banyak orang datang apa lagi kalo malam minggu . Jumlah pemasukan yang didapat setelah disetor akan dibagi lagi sesuai dengan jumlah jukir yang ada disini karena bukan hanya saya sendiri jukir disini” (wawancara pada tanggal 4 Juli 2011 ) Berbeda dengan penuturan informan Saleh (50 tahun); “Saya itu nak berapa na bilang kolektor begitu tongmi saya setor kasian. Apa lagi tidak kayak dulumi sesuai karcis yang di robekkangi orang yang mau parkir. Sekarang sudah ditentukanmi berapa yang harus kita setor kalo datangi kolektorka menagih. Banyaknya setoran sesuai dengan tempatta tugas kalo ramai dan luaski tempatta banyak di targetkanki tapi tempatku saya tidak luasji karena tempat cuci fotoji” (wawancara pada tanggal 6 Juli 2011 ) Dari kutipan tersebut dapat diperoleh informasi bahwa setoran yang dilakukan para juru parkir resmi sudah tidak seperti dulu lagi, dimana dulu setoran sesuai dengan karcis yang dirobek atau terpakai tapi sekarang jumlah setoran yang harus disetor sesuai dengan yang ditetapkan oleh Perusahaan Daerah Parkir berdasarkan luasnya area dan keramaian yang ada di tempat para juru parkir bertugas. Perubahan itu terjadi karena Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 52
banyak juru parkir yang melakukan kecurangan, uang yang disetor tidak sesuai dengan jumlah orang yang menggunakan jasa perparkiran. Banyak orang yang menggunakan jasa parkir pada saat masuk tidak mendapat karcis tapi pada saat ingin keluar para jukir meminta uang parkir.
BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan Juru parkir terbagi atas dua kategori, juru parkir resmi dan juru parkir tidak resmi (jukir liar). Juru parkir resmi adalah juru parkir yang terdaftar namanya di ceklis kordinator PD. Parkir Makassar Raya atau kolektor wilayahnya masing-masing dan saat bertugas dilengkapi identitas pada saat bertugas seperti rompi, karcis, sempritan dan id card. Sedangkan juru parkir tidak resmi (jukir liar) adalah juru parkir yang tidak terdaftar namanya dan tidak memiliki id card. Dia melakukan aktivitasnya sebagai juru parkir hanya mermodalkan pengalaman tanpa pelatihan dan atributnya tidak resmi. Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 53
Para juru parkir memiliki pengetahuan baik dari pengalaman maupun pelatihan yang telah diikuti sebelum resmi menjadi juru parkir, berbeda dengan juru parkir liar tidak mengikuti pelatihan hanya bermodalkan pengalaman saja dalam bertugas. Pengetahuan yang dimiliki juru parkir berupa pengetahuan tentang atribut saat bertugas, rambu-rambu lalu lintas atau larangan parkir, pengelolaan karcis dan sistem bagi hasil. Dalam praktik pengaturan kendaraan para juru parkir menggunakan prinsip , teknik dan pengawasan dalam bekerja. Bagi juru parkir resmi memiliki prinsip dalam bekerja sangat penting agar kita bisa menjalankan tugas dengan baik. Prinsip yang digunakan siapa cepat dia duluan artinya mendahulukan melayani orang yang duluan
datang
untuk
menggunakan
jasa
parkir.
Bukan
mendahulukan orang yang mempunyai kelas sosial yang tinggi atau mendahulukan kerabat. Selain prinsip juru parkir mempunyai teknik dalam bertugas agar pengguna jasa parkir merasa puas. Jika ada orang yang datang ingin menggunakan jasa parkir maka juru parkir dengan
cepat
menghampirinya
dan
membantunya
memarkir
kendaraan agar kendaraan teratur. Kendaraan roda dua sadelnya akan ditutupi dengan karton. Selain prinsip dan teknik juru parkir juga melakukan pengawasan agar kendaraan yang diparkir aman dan tidak terjadi kehilangan barang.
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 54
DAFTAR PUSTAKA Adhari, Yodi. 2010. Pandangan Hidup dan Ideologi. Dalam http://one.indoskripsi.com.. Agusmidah, 2007. Politik Hukum dalam Hukum Ketenagakerjaan Berdasarkan
Peraturan
Perundang-undangan
Ketenagakerjaan, Disertasi, PPs USU. Medan
Agus
Pembagio,
2010.
Menyongsong
atau
Menolak
Parkir
Berlangganan. Dalam http://forum.detik.com/showthread Ahira, Anne, 2010. Konsep Kekuasaan Menurut Para Ahli. Jakarta Alyz,
2011.
Manusia
Sebagai
Makhluk
Budaya.
Dalam
(http://alyz86.wordpress.com/2011/04/10/manusia-sebagaimakhluk-budaya/)
Berry, David, 2003. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 55
Gunawan, 2010. Dalam http: //depsos.go.id/Balatbang/Puslitbang/ 2005/gunawan. Hamidi, 2004, Metode Penelitian Kualitatif, UMM Press, Malang Hendria,
2010.
Masyarakat
Perkotaan.
Dalam
(http://www.hendria.com/2010/03/masyarakat-perkotaan_18.html)
Koentjaraningrat, 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. PT. Rineka Cipta. Jakarta Maleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya. Bandung Mallombassi, A, 2010. Tata Kelola Parkir Kota Makassar. Dalam (http://polhukam.kompasiana.com/2010/01/12) Poylema, Ferdinand R, 2005. Pemulung dan Pedagang Barang Bekas di Makassar. Eramedia. Makassar. Sambasalim. Konsep Pengawasan Menurut Para Ahli. Dalam ( http://sambasalim.com/manajemen/konsep-pengawasan) Sanjaya,
Adi,
2010.
Sistem
Pengetahuan.
Dalam
(http://adisanjaya24.blogspot.com/2010/06/sistem-pengetahuansebagai-salah-satu.html).
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 56
Soekanto, Soejono. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Suparlan, Parsudi. 1996.
Antropologi Perkotaan. Universitas
Indonesia. Jakarta Tata, Hendra Tenri, 2004. Karakteristik Pengunjung dan Parkir Pada Mall di Kota Makassar. Program Pascasarjana, Unhas, Makassar. Twikromo. Y Argo, 1999. Pemulung Jalanan Yogyakarta: Kontruksi Marginalisasi dan Perjuangan Hidup dalam Bayang-bayang Budaya Dominan. Presindo. Yogyakarta. Yosa, 2010. Pengertian Pengawasan. Jakarta (www.hariansumutpos.com) http://www.pdfcoke.com/doc/104989220/29/I-Gerak-Kebudayaan
Juru Parkir Di Kota Makassar (Suatu Studi Antropologi Perkotaan) 57