Teknologi Pangan (fix).docx

  • Uploaded by: karina hidayah
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Teknologi Pangan (fix).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,581
  • Pages: 20
TEKNOLOGI PANGAN ENKAPSULASI DENGAN SPRAY DRYING Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata kuliah Teknologi Panga n

Dosen Pengampu: Dr.Eng. Vita Paramita, S.T., M.M., M.Eng.

Disusun Oleh: Chindy Dwi Ardhani

40040117060091

Akhmad Mufid

40040117060100

Karina Hidayah

40040117060118

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA DEPT. TEKNOLOGI INDUSTRI SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2019

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Teknologi Pangan tentang “Enkapsulasi dengan Spray Drying” Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami baik dalam pengumpulan data hingga penyusunan makalah ini, secara khusus kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar serta para penulis artikel yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Teknologi Pangan. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman kami. Oleh sebab itu kami berharap dengan adanya kritik,saran dan usulan demi perbaikan makalah yang kami buat di masa akan dating. Semoga makalah ini bermanfaat. Terima kasih

Semarang, 20 Maret 2019

Penyusun

1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR........................................................................................ DAFTAR ISI..................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1.1.Latar Belakang................................................................................ 1.2.Rumusan Masalah........................................................................... 1.3.Tujuan.............................................................................................. 1.4.Manfaat........................................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 2.1.Bakteri Asam Laktat........................................................................ 2.2.Probiotik.......................................................................................... 2.3.Enkapsulasi..................................................................................... 2.4.Metode Enkapsulasi........................................................................ 2.5.Bahan Enkapsulasi......................................................................... BAB III METODOLOGI.................................................................................. 3.1. Alat dan Bahan............................................................................... 3.1.1. Alat...................................................................................... 3.1.2. Bahan................................................................................... 3.1.3. Bakteri Asam Laktat............................................................ 3.2. Tahapan Penelitian......................................................................... 3.2.1. Persiapan dan Pengawetan Probiotik.................................. 3.2.2. Seleksi Probiotik Tahan Panas............................................ 3.2.3. Produksi Biomassa dan Suspensi Probiotik........................ 3.2.4. Enkapsulasi Probiotik dan Spray Drying............................ 3.2.5. Penyimpanan Mikrokapsul Probiotik.................................. 3.2.6. Ketahanan Probiotik Selama Spray Drying........................ BAB IV PENUTUP........................................................................................... 4.1. Kesimpulan..................................................................................... DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

2

i ii 1 1 2 2 2 3 3 4 5 6 8 10 10 10 10 10 11 11 11 12 13 13 13 15 15 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minat masyarakat terhadap makanan dan minuman kesehatan akhir-akhir inicenderung meningkat, terutama untuk produk-produk yang dapat menstimulasisistem kekebalan tubuh. Hal ini disebabkan oleh adanya pergeseran gaya hidup,perkembangan ilmu pengetahuan tentang sistem pencernaan dan metabolisme didalam tubuh, serta munculnya beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikrobayang terdapat di dalam usus. Salah satu jenis produk kesehatan yang berkembangpesat adalah probiotik dengan bermacam bentuk dan kultur bakteri asam laktat(BAL) yang digunakan. Probiotik adalah suplemen berupa mikroba hidup yang memberi keuntungankepada manusia, khususnya dalam keseimbangan mikroflora usus (Fuller 1999).Salminen et al. (1998) menjelaskan pentingnya viabilitas probiotik, yaitupreparasi mikroba hidup yang bermanfaat bagi kesehatan. Jumlah mikroba hidupharus cukup untuk memberikan efek positif bagi kesehatan dan mampuberkolonisasi sehingga dapat mencapai jumlah yang diperlukan selama waktutertentu. Viabilitas sel bakteri dalam produk probiotik harus berkisar antara 107-109cfu/g, karena viabilitas probiotik mengalami penurunan selama penyimpanan dansaat berada dalam sistem pencernaan. Hal ini disebabkan faktor lingkungan yangkurang menguntungkan untuk kelangsungan hidupnya, diantaranya keberadaanpH yang rendah dan adanya garam empedu di dalam sistem pencernaan (Gomesdan Malcata 1999) . Untuk memperbaiki ketahanan dan viabilitasnya, makaprobiotik perlu dilindungi misalnya dengan metode enkapsulasi. Enkapsulasi adalah suatu proses pembungkusan (coating) suatu bahan inti, dalam hal ini adalah bakteri probiotik sebagai bahan inti dengan menggunakan bahan enkapsulasi tertentu, yang bermanfaat untuk mempertahankan viabilitasnya dan melindungi probiotik dari kerusakan akibat kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, seperti asam lambung dan garam empedu (Wu et al. 2000). Pacifico et al. (2001) menyatakan bahwa untuk komponen

yang

bersifatpekaseperti

mikroorganisme,

meningkatkan viabilitas dan umur simpannya.

1

dapat

dienkapsulasi

untuk

Bahan yang umum digunakan untuk enkapsulasi adalah berbagai jenis polisakarida dan protein seperti pati, alginat, gum arab, gelatin, karagenan, albumin dan kasein. Penggunaan bahan untuk enkapsulasi perlu dipertimbangkan, karena masing-masing bahan mempunyai karakter yang berbeda dan belum tentu cocok dengan bahan inti yang akan dienkapsulasi (Desmond et al. 2002). 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan enkapsulasi ? 2. Apa yang dimaksud dengan Metode Enkapsulasi menggunakan Spray Drying ? 3. Bagaimana proses enkapsulasi menggunakan Spray Drying ? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan enkapsulasi. 2. Mengetahui berbagai metode enkapsulasi. 3. Mengetahu bagaimana cara enkapsulasi menggunakan Spray Drying. 1.4 Manfaat Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penulisan makalah ini adalah : 1.

Memudahkan masyarakat dalam memahami pengertian dari enkapsulasi.

2.

Memudahkan transfer pengetahuan yang diperoleh dari bangku kuliah.

3.

Membantu masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang metode enkapsulasi spray drying.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, berbentuk batang atau bulat, katalase atau oksidase negatif, bersifat anaerob aerotoleran, tahan asam, fermentatif, habitatnya harus ka ya nutrisi, dengan komposisi basa DNA kurang dari 50% mol G+C (Axelsson 1998; Adam dan Mos 1997). Berdasarkan kemampuannya dalam metabolisme glukosa dan produk akhir yang dihasilkan, bakteri asam laktat dibagi menjadi dua kelompok yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Bakteri asam laktat homofermentatif merupakan bakteri asam laktat yang memproduksi asam laktat sebagai produk utama atau satu-satunya produk hasil fermentasi glukosa, sedangkan bakteri asam laktat heterofermentatif yaitu bakteri asam laktat yang memproduksi laktat, CO2, dan etanol dari metabolisme heksosa (Jay 1997). Bakteri asam laktat homofermentatif sering digunakan dalam pengawetan pangan karena produksi asam laktat dalam jumlah besar dan mampu menghambat bakteri penyebab kerusakan makanan dan patogen lain. Bakteri asam laktat heterofermentatif lebih dimanfaatkan dalam pembentukan flavor dan komponen aroma, seperti asetaldehid dan diasetil, tetapi kedua jenis bakteri asam laktat tersebut tetap mempunyai kemampuan menghasilkan asam organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin (Gomes dan Malcata 1999).

Secara umum grup inti dari bakteri asam laktat terdiri dari 4 genus yaitu Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus dan Streptococcus yang didasarkan padaciri morfologi, tipe fermentasi, kemampuan tumbuh pada suhu yang berbeda, sifat stereospesifik (D atau L laktik), seta toleransi terhadap asam dan basa. Klasifikasi bakteri asam laktat terus berkembang, sehingga genus Lactobacillus menjadi Lactobacillus dan Carnobacterium. Genus

Streptococcus

Enterococcus.

Genus

menjadi

4

Pediococcus

yaitu

Streptococcus,

menjadi

Pediococcus,

Lactococcus,

Vagococcus,

Tetratogenococcus,

dan

Aerococcus. Sementara tidak ada perubahan pada genus Leuconostoc. Klasifikasi yang baru tersebut dihasilkan dengan mempe rtimbangkan komposisi asam lemak pada membran sel, motilitasdan urutan rRNA, serta persen guanin dan sitosin pada DNA (Salminen dan Wright 1998).

3

Peranan utama BAL adalah sebagai kultur starter produk-produk yang melibatkan proses fermentasi untuk memperoleh produk akhir dengan tingkat konsistensi yang tinggi. Selain menghasilkan produk akhir yang konsisten, bakteri asam laktat ternyata memiliki efek mengawetkan pada produk fermentasi yang diinginkan. Untuk keperluan yang terakhir ini dibutuhkan produksi massa sel yang tinggi, tahan selama proses pembekuan dan pengeringan, serta stabil selama penyimpanan. Di samping itu kultur harus mampu tumbuh pesat, tidak rentan terhadap phage, toleran terhadap garam dan stabil secara genetika (Jenie dan Rini 1995). Bakteri asam laktat juga dapat menghambat mikroba patogen yang berada pada

saluran

pencernaan

yang

sering

terinfeksi

oleh

Escherichia

coli,

Salmonella,Campylobacter, Clostridium dan rotavirus (Fuller 1999). 2.2Probiotik Probiotik adalah makanan suplemen berupa mikroba hidup yang memberi keuntungan pada manusia khususnya dalam keseimbangan mikroflora usus (Shortt 1999; Fuller 1999). Definisi probiotik digunakan pada pemberian pakan ternak yang disuplementasi dengan mikroba untuk membantu hewan ternak khususnya dalam saluran pencernaannya.

Dalam

perkembangannya,

banyak

dilakukan

penelitian

mengenai

mekanisme probiotik yang menggunakan hewan percobaan untuk diekstrapolasikan pada manusia (Pessi et al. 1998; Fuller 1999). Probiotik sangat bermanfaat bagi tubuh karena menunjukkan peranan fisiologis yang penting dalam menjaga keseimbangan mikroflora saluran pencernaan sehingga terbentuk suatu ekosistem yang unik, dimana terjadi interaksi yang kompleks yang bekerja secara sinergis dan antagonis tergantung dari galur yang terlibat, jumlah dan aktivitas metaboliknya (Matilla-Sandholm etal. 1999). Bakteri asam laktat yang bersifat sebagai probiotik pada pencernaanmanusia merupakan mikroflora normal usus, yang terdiri dari Bifidobacteria dan Lactobacillus acidophilus (Gomes dan Malcata 1999;Shortt1999). Untuk bersifat sebagai probiotik maka bakteri asam laktat harus memiliki beberapa syarat sebagai berikut (Reid 1999): (1)

Stabil terhadap asam (terutama asam lambung), sehingga mampu bertahan dan hidup selama melalui lambung dan usus.

4

(2)

Stabil terhadap garam empedu dan mampu bertahan hidup selama berada pada bagian atas usus kecil.

(3)

Memproduksi senyawa antimikroba seperti asam, hidrogen peroksida dan bakteriosin.

(4)

Mampu menempel dan mengkolonisasi sel usus manusia. Hal ini akan meningkatkan kompetisi dengan mikroba patogen dan pe nyebab karsinogen.

(5)

Tumbuh baik dan berkembang dalam saluran pencernaan.

(6)

Aman digunakan oleh manusia.

(7)

Tahan terhadap mikrobisida dan spermisida vaginal. Sifat ini diperlukan untuk probiotik yang ditujukan untuk mengobati infeksi saluran urinovaginal.

(8)

Koagregasi membentuk lingkungan mikroflora yang normal dan seimbang. Bakteri asam laktat yang berpotensi probiotik telah banyak diteliti, selain itujuga banyak digunakan dan diaplikasikan untuk produk-produk berbasis susu seperti yogurt, es krim, keju serta produk-produk fermentasi lainnya (Shin et al. 2000).

2.3 Enkapsulasi Enkapsulasi adalah suatu proses pembungkusan (coating) suatu bahan. Bahan yang dibungkus atau bahan yang ditangkap umumnya disebut sebagai bahan inti atau bahan aktif atau bahan internal.Zat-zat yang terkurung di dalam mikrokapsul dapat berwujud

padat,

cair

atau

gas

dengan

sifat

permukaan

hidrofilik

atau

hidrofobik.Struktur yang menyelimuti bahan mikrokapsul disebut dinding, kulit atau film pelindung yang berguna untuk melindungi inti dari kerusakan dan inti dapat terlepas pada saat kondisi yang memungkinkan (Young et al. 1993).

5

Mosilhey (2003) mendefinisikan enkapsulasi sebagai teknologi pengemasan zat padat, cair atau gas dalam kapsul berukuran kecil yang dapat melepaskan isinya dalam lingkungan tertentu.Mikrokapsul ini dapat berukuran dari submikron hingga beberapa milimeter dan memiliki berbagai bentuk tergantung pada bahan dan metode yang digunakan untuk membuatnya.Secara umum, mikrokapsul memiliki kemampuan untuk memodifikasi dan meningkatkan bentuk dan sifat substansi.Bahkan lebih spesifik, mikrokapsul memiliki kemampuan untuk mengawetkan substansi dan melepaskannya ketika diperlukan. Enkapsulasi dapat dilakukan pada bakteri, yang bertujuan untuk memberikankondisi yang mampu mempertahankannya dari kondisi yang tidak menguntungkan seperti panas dan bahan kimia (Frazier & Westhoff, 1998). Keuntungan dari proses enkapsulasi antara lain menurunkan reaktivitas bahan inti dengan lingkungan luar (misalnya: cahaya, oksigen, dan air), menurunkan laju evaporasi atau transfer bahan inti ke lingkungan luar, mempermudah penanganan bahan inti, mengendalikan pelepasan bahan inti untuk mencapai 2.4 Metode Enkapsulasi : Spray Drying Spray dryingmerupakan teknologi yang sangat dikenaldalam industry pangan yang memiliki laju produksi tinggi dan biaya operasional yang rendah. Metode ini umum digunakan untuk membuat tambahan pangan yang kering, stabil dan memiliki volume kecil. Selain itu spray drying digunakan juga untuk mengawetkan dan mengkonsentrasikan mikroorganisme.Namun mikroorganisme rentan terhadap panas dan kerusakan dehidrasi selama

spraydrying.Karenanya,

survival

mikroorganisme

harus

mendapat

banyak

perhatianjika spray drying dilakukan untuk membuat kultur kering mikroba (Lian et al. 2002 dan Mosilhey 2003). Proses spray drying mengubah masukan berupa cairan emulsi atau pembentuk fase dispersi menjadi produk kering. Cairan kemudian diubah menjadi bagian-bagian yang sangat kecil dengan menggunakan roda yang berputar dan menyemburkan butiran yang langsung kontak dengan aliran udara yang panas (atomisasi dengan sejumlah udara panas).Waktu kontak antara udara pengering dengan droplet di dalam ruangan pengering berlangsung

6

sangat singkat, hanyabeberapa detik saja sehingga sedikit sekali kemungkinan terjadinya degradasi karena panas (Filkova dan Mujumdar 1995). Metode spray drying adalah metode yang paling umum digunakan dalam proses mikroenkapsulasi pada industri pangan karena biayanya yang rendah dan peralatannya telah tersedia (Gouin, 2004). Mikroenkapsulasi dengan teknik ini merupakan yang paling tua untuk proses enkapsulasi dan digunakan pertama kali sekitar tahun 1930an untuk membuat perisa dengan gum akasia sebagai bahan pengkapsulnya (Shahidi & Han, 1993). Diagram skematik proses spray drying dapat dilihat pada Gambar 4

Keuntungan penggunaan metode spray drying antara lain adalah peralatan yang digunakan sederhana, biaya proses relatif rendah, pilihan yang luas dalam penggunaan bahan pengkapsul, kemampuan retensi bahan volatil yang baik, dan stabilitas flavour yang dihasilkan juga sangat baik (Reineccius, 1988). Keuntungan lainnya adalah teknologi ini sudah banyak dikuasai sehingga mudah diaplikasikan, mampu memproduksi mikrokapsul dalam jumlah banyak, bahan pengkapsul yang cocok untuk spray drying juga layak sebagai bahan makanan, dan bahan pengkapsul yang digunakan larut dalam air sehingga dapat melepaskan bahan inti tanpa adanya bahan pengkapsul yang mengendap (Thies, 1996). Dibandingkan dengan metode freeze-drying, biaya spray drying 30-50 kali lebih murah (Desobry et al., 1997).

7

Proses yang terdapat dalam spray drying ada tiga tahap : (1) persiapan bahan emulsi, (2) homogenisasi, dan (3) penyemprotan emulsi ke dalam chamber (atomisasi massa pada tempat pengeringan). Tahap pertama adalah pembentukan emulsi yang stabil dari bahan inti dalam larutan pengkapsul. Emulsi yang akan diatomisasi dipreparasi dulu dengan cara mendispersikan bahan inti, yang biasanya hidrofobik, dalam larutan bahan pengkapsul yang immisibel. Dispersi ini harus dihomogenisasi dengan atau tanpa pengemulsi. Pada awal proses spray drying, droplet emulsi berdiameter 1-100 μm (Dziezak, 1988). Lian et al. (2002) menyatakan bahwa pada semua perlakuan bahan enkapsulasi, spray drying menghasilkan pengurangan Bifidobacteria dengan reduksi populasi sekitar 1,02,0 log/g berat kering. Tanpa melihat strain dan bahan enkapsulasi, mikrokapsul yang dihasilkan mengandung Bifidobacteria dengan jumlah populasi sekitar 109-1010 cfu/g berat kering. Mosilhey (2003) juga melaporkan bahwa spray drying dengan berbagai bahan enkapsulasi menyebabkan penurunan sel L. acidophilus sekitar 1,0-2,0 log/g berat kering. Mikrokapsul yang dihasilkan setelah spray drying mengandung L.acidophilus dengan populasi sekitar 108-109 cfu/g berat kering, memenuhi jumlah untuk digunakan sebagai probiotik. Begitu pula yang dilakukan Harmayani et al. (2001) dengan metode spray drying untuk pengawetan kultur Lactobacillus sp diperoleh viabilitas sel dari 10 11 cfu/ml menjadi 108 cfu/g. 2.5 Bahan Enkapsulasi

Penggunaan bahan enkapsulasi (coating) perlu diperhatikan, karena bahan-bahan tertentu belum tentu cocok dengan bahan jenis lainnya. Menurut Swaisgood (1991) penggunaan bahan enkapsulasi biasanya berupa hidrokoloid yaitu polimer rantai panjang dengan berat molekul yang tinggi, dapat larut atau terdispersi didalam air, be rfungsi sebagai pengental dan memberikan efek membentuk gel. Menurut Young et al. (1993) untuk bahanbahan yang menggunakan metode spray drying maka bahan enkapsulasi tersebut harus memperlihatkan kemampuankelarutan yang tinggi dan memiliki kemampuan mengemulsi, dapat membentuk lapisan film, kemampuan mengering dan menghasilkan konsentrat larutan dengan viskositas yang rendah. Swaisgood (1991) menyimpulkan bahwa penggunaan bahan

8

enkapsulasi yang banyak digunakan umumnya adalah pati modifikasi, gum arabik, karagenan, alginat, walaupun bahan-bahan lain juga dapat digunakan. Metode enkapsulasi dapat meningkatkan viabilitas bakteri probiotik dibandingkan dengan sel bebas tanpa enkapsulasi. Enkapsulasi dengan alginat dapat digunakan dan aman untuk melindungi bakteri probiotik saat berada dalam saluran pencernaan (Chandramouli et al. 2003). Penelitian telah menunjukkan bahwa kalsium alginat melindungi kultur lebih baik yang ditunjukkan dengan peningkatan survival bakteri, di bawah kondisi pengujian yang berbedabeda dibanding ketika bakteri diuji tanpa dienkapsulasi (Sultana et al. 2000). Gum arab merupakan hidrokoloid yang dihasilkan dengan eksudasi alamidari pohon akasia dan merupakan bahan enkapsulasi efektif karena memiliki kelarutan air yang tinggi, viskositas yang rendah dan larutan terkonsentrasi relatif terhadap hidrokoloid lainnya dan memiliki kemampuan untuk berperan sebagai emulsifier minyak dalam air. Gum arab terdiri dari susunan banyak cabang dari gula sederhana galaktosa, arabinosa, ramnosa dan asam glukoronat dan juga mengandung sedikit komponen protein (2%) yang terikat secara kovalen dalam susunan molekulnya (Mosilhey 2003) .

Gum arab merupakan hidrokoloid yang sangat mudah larut dalam air panas maupun air dingin, membentuk larutan dengan viskos itas rendah, akan tetapi tidak larut pada alkohol dan pelarut organik lainnya. Gum arab digunakan secara luaspada industri makanan dan farmasi. Karakteristik utamanya adalah bersifat pembentuk tekstur, pembentuk film, pengikat dan pengemulsi. Gum arab dapat mempertahankan flavor dari makanan yang dikeringkan dengan metode spraydrying karena gum ini dapat membentuk lapisan yang dapat melindungi darioksidasi, absorbsi dan evaporasi (Thevenet 1995). Karena sifat viskositasnya yang rendah dan tidak adanya rasa dan warna, maka gum arab dapat ditambahkan dalam jumlah tertentu tanpa mengganggu sifat organoleptik produk pangan dimana gum arab ditambahkan.

9

BAB III METODOLOGI 2.4

Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan adalah BUCHI mini spray dryer, ScanningElectron Microscope (SEM ), sentrifus suhu rendah (refrigerated), refrigerator, otoklaf, waterbath, laminar air flow, inkubator, neraca digital, pH-meter, magnetik stirer, vortex, mikropipet, alat gelas, ose dan bunsen. 3.1.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan untuk enkapsulasi adalah susu skim (Oxoid), dan gum arab (Oxoid). Medium yang digunakan untuk pembuatan stok kultur adalah medium Glucose Yeast Peptone (GYP) yang berisi antara lain glukosa 10 g, ekstrak khamir 10 g, bacto pepton 5 g, ekstrak daging sapi 2 g, Na asetat H 2O 1,4 g, larutan garam 5 ml, tween 80 10 ml, dan H2O 1000 ml. Uji ketahanan terhadap asam menggunakan media GYP, NaCl 0,85% steril dan HCl. Uji ketahanan terhadap garam empedu menggunakan media GYP, NaCl 0,85% steril dan oxgall (Oxoid). Bahan lain yang digunakan adalah Phosphat Buffer Saline (PBS) dan alkohol. 3.1.3 Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan sebanyak sepuluh isolat yang berpotensi probiotik , yaitu L. plantarum mar8, L. plantarum dmnd, L. plantarum s4, L. plantarum sgn4, L. plantarum p8, L. plantarum lac3, L. plantarum d4, L.plantarum pdgn3, L. plantarum pdbn6 yang diperoleh dari Laborator iumMikrobiologi Puslit Biologi LIPI Bogor dan L. plantarum sa28k dari Laboratorium Mikrobiologi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Semua isolat tersebut telah berpotensi sebagai probiotik berdasarkan sifat-sifat antimikroba serta ketahanan terhadap asam dan garam empedu.

10

2.5

Tahapan Penelitian 3.2.1 Persiapan dan Pengawetan Probiotik Pemurnian dan peremaja an dilakukan untuk memperoleh kultur murni dari probiotik, menggunakan metode Harmayani et al. 2001 dengan modifikasi pada media yang digunakan. Semua probiotik dimurnikan lebih dahulu dengan metode goresan kuadran yang diulangi beberapa kali sampai diperoleh koloni terpisah dengan menggunakan media GYP. P robiotik yang telah dimurnikan, disegarkandan diperbanyak. Kultur stok dalam agar GYP disimpan pada suhu rendah (suhu 4-5 oC). 3.2.2 Seleksi Probiotik Tahan Panas Pengujian ketahanan panas merupakan kriteria seleksi untuk memperoleh probiotik yang paling tahan terhadap panas, menggunakan metode tabung (Murhadi 1994) dengan sedikit perubahan yaitu media yang digunakan GYP dansuhu yang digunakan 100 oC. Dari sepuluh probiotik yang ada, akan dipilih dua probiotik terbaik yang akan dienkapsulasi. Perbanyakan

probiotik

pada

medium

cair

GYP

dilakukan

dengan

menginokulasikan probiotik ke dalam 10 ml media GYP cair steril lalu diinkubasi pada 37 oC selama 24 jam, dan dihitung jumlah awal bakteri sebelum perlakuan pemanasan. Pengujian dilakukan dengan cara tabung reaksi yang berisi 4,5 ml media GYP cair dipanaskan dalam penangas air sampai bagian dalam media mencapai suhu 100 oC. Pengukuran suhu dilakukan dengan mencelupkan termometer langsung ke tabung kontrol. Sebanyak 0,5 ml suspensi probiotik uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian dikocok dengan alat vortex 2-3 detik dan segera dimasukkan ke dalam penangas air selama 1 menit. Setelah pemanasan dilakukan pemupukan pada 37 oC selama 24 jam dan dihitung jumlah koloni untuk masing-masing probiotik . Ketahanan panas probiotik dihitung dengan rumus :

Log jumlah sel setelah pemanasan/ml

11

x 100%

Ketahanan (%) = Log jumlah sel sebelum pemanasan/ml 3.2.3 Produksi Biomasa dan Suspensi Probiotik

Dua probiotik dengan ketahanan panas tertinggi yang telah ditumbuhkan pada agar miring GYP, ditumbuhkan kembali pada media GYP cair selama 24 jam pada suhu 37 oC, yang selanjutnya digunakan sebagai kultur antara. Sebanyak 10 ml kultur antara ditumbuhkan pada GYP cair 1000 ml (1:100) yang digunakan untuk produksi biomasa. Selanjutnya biomasa dipanen dengan cara sentrifugasi (5000xg) selama 10 menit pada 4 o

C, dan dicuci dua kali dengan buffer fosfat (Harmayani et al. 2001). Dua probiotik dengan ketahanan panas tertinggi, ditumbuhkan kembali pada

media 10% susu skim cair steril selama 24 jam pada suhu 37 oC, yang selanjutnya digunakan sebagai kultur antara. Sebanyak 2,5 ml kultur antara dimasukkan ke dalam 250 ml larutan susu skim 10% steril (b/v), kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 o

C (Yulianto 2004) .

12

Gambar 1 Diagram alir enkapsulasi probiotik dengan metode spray drying 3.2.4 Enkapsulasi Probiotik dan Spray Drying Kultur probiotik yang digunakan sebelum dienkapsulasi adalah dalam bentuk biomasa dan suspensi. Biomasa yang diperoleh diresuspensikan ke dalam akuades steril dan dienkapsulasi dengan susu skim, gum arab serta campuran susu skim dan gum arab. Perbandingan biomasa dan bahan enkapsulasi yang digunakan adalah sebesar 3:7 (b/b) (Lian et al. 2002).Probiotik dalam bentuk suspensi yang telah ditumbuhkan dalam susu skim10%

(b/v)langsung

dikeringkan

dryer,kemudian

dienkapsulasi

dengan

selanjutnyasuspensi

gum

dengan

spray

arab

dengan

perbandingan 1:1 (b/b) (Yulianto 2004). Kombinasi perlakuan enkapsulasi adalah sebagai berikut : biomasa - susu skim, biomasa - gum arab, biomasa - susu skim - gum arab, suspensi - susu skim dan

13

suspensi - susu skim - gum arab. Campuran dihomogenisasi, kemudian dikeringkan dengan BUCHI mini spray dryer pada suhu inlet 100 oC dan suhuoutlet 50 oC. 3.2.5 Penyimpanan Mikrokapsul Probiotik Probiotik yang sudah dienkapsulasi (mikrokapsul) dimasukkan ke dalam botol steril dan disimpan pada suhu rendah (4 oC) dan suhu kamar selama satu bulan untuk pengujian viabilitas probiotik. 3.2.6 Ketahanan Probiotik Selama Spray Drying Uji ketahanan probiotik selama spray drying dilakukan untuk mengetahui pengaruh proses spray drying dan bahan enkapsulasi terhadap jumlah probiotik yang masih tetap bertahan hidup. Ketahanan probiotik ditentukan dengan membandingkan jumlah sel sesudah pengeringan semprot dan jumlah sel sebelum pengeringan semprot. Untuk penghitungan kuantitatif jumlah probiotik dilakukan dengan metode plate count (Lian et al. 2002)., yaitu probiotik yang dienkapsulasi dengan metode spray drying diencerkan dengan beberapa seri pengenceran. Sebanyak 0,1 g contoh diambil dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 9,9 ml larutan pengencer steril (pengencer 10-2), kemudian dikocok pada alat vortex. Deretan pengenceran dipersiapkan sampai 10 -8, kemudian sebanyak 1 ml contoh dipipet ke dalam cawan petri steril dan ditambahkan sebanyak 10 ml media GYP Agar steril, lalu diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37 oC.

Log jumlah sel sesudah pengeringan/g dry basis Ketahanan (%) = x 100% Log jumlah sel sebelum pengeringan/g dry basis

14

15

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Enkapsulasi adalah suatu proses pembungkusan (coating) suatu bahan. Bahan yang dibungkus atau bahan yang ditangkap umumnya disebut sebagai bahan inti atau bahan aktif atau bahan internal.Enkapsulasi sebagai teknologi pengemasan zat padat, cair atau gas dalam kapsul berukuran kecil yang dapat melepaskan isinya dalam lingkungan tertentu. 2. Spray dryingmerupakan teknologi yang sangat dikenaldalam industri pangan yang memiliki laju produksi tinggi dan biaya operasional yang rendah. Metode ini umum digunakan untuk membuat tambahan pangan yang kering, stabil dan memiliki volume kecil.

Selain

itu

spray

drying

digunakan

juga

untuk

mengawetkan

dan

mengkonsentrasikan mikroorganisme. 3. Prosedur Kerja :  Persiapan dan Pengawetan Probiotik  Seleksi Probiotik Tahan Panas  Produksi Biomasa dan Suspensi Probiotik  Enkapsulasi Probiotik dan Spray Drying  Penyimpanan Mikrokapsul Probiotik  Pengujian : Ketahanan Probiotik Selama Spray Drying dan Penghitungan Viabilitas Sel

DAFTAR PUSTAKA

16

Rizqiati H,2006.Ketahanan dan Viabilitas Lactobacillus Plantarum yang Dienkapsulasi dengan Susu Skim dan Gum Arab Setelah Pengeringan dan Penyimpanan.http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/9429. Bogor : Pusat Antar Universitas IPB

17

Related Documents


More Documents from "Rano Rjb"