SURAT LAUT KEPADA MATAHARI Azizah Pradnya Paramitha
Pemuda itu termangu memandangi surat yang berada digenggamannya. Otaknya berpikir keras, berusaha menerka seseorang yang telah mengirimkan secarik surat misterius itu kepadanya. Amplop surat itu berwarna biru muda. Kertasnyapun demikian. Bau harum menguak di udara. Mengabarkan atmosfer rindu yang melayang dari rangkaian huruf-huruf diatas kertas biru itu. Kegelisahan kembali menyergap si pemuda. Ditariknya napas dalam-dalam. Dibaca sekali lagi. Untuk Matahari di gerbang sekolah Maafkan aku jika aku telah membuat hidupmu akhir-akhir ini menjadi galau dengan kehadiranku yang penuh misteri. Karena sekarang belum waktunya aku muncul dihadapanmu. Suatu hari nanti kamu akan dapat mengenali aku. Namaku Birulaut. Kau tahu? Aku mencintai laut. Lautan yang luas itu hakikatnya suci dan memberi inspirasi yang tiada habisnya. Lautan yang ombaknya berdebur memecah karang itu mampu menyimpan rahasia sedalam palung laut Marina. Aku juga menyukai warna biru. Karena biru bagiku melambangkan kesabaran dan kebijaksanaan. Mendongaklah keatas! Maka kau akan mendapati birunya langit.Tataplah samudera! Maka kau akan memandang hamparan air asin yang membiru. Bumi kitapun biru. Itulah mengapa aku mencintai biru dan laut. Tapi aku akan senang jika kamu memanggilku Biru. ............... Tak selamanya laut hanya berkawan sauh dan camar. Kadangkala laut merindukan hangat sinar matahari yang menguapkan airnya sehingga kristal-kristal garam menampakkan kilau sebening mutiara. Setiap hari laut mendambakan matahari untuk menghangatkan airnya yang bergejolak, berdebur dan membentul gulungan ombak yang pada akhirnya terpecah dibibir pantai dan hanya meninggalkan buih-buih putih lalu meresap di pasir yang berbisik.
Si pemuda segera menyeka keringat yang meleleh di dahinya. Ditariknya sapu tangan dari saku kemeja seragam sekolah. Ditengok kanan, ditengok kiri. Berharap tak seorangpun memergokinya sedang membaca sebuah surat. Dadanya berdebar kencang. Matanya kembali menatap surat yang masih saja digenggamnya. Sebenarnya laut berkawan dengan matahari sejak jaman azali. Dimana bumi yang masih baru mulai memiliki lautan. Lautan yang purba. Lautan yang perawan. Belum tersentuh oleh manusia. Lautan yang masih dini itu mengenal matahari sejak awal kelahirannya.Lautan memasukkan matahari sebagian dari kehidupannya. Bagi laut, matahari adalah sebaik-baik kawan. Manusia seringkali mengabadikan kebersamaan matahari dan laut dalam bingkai kamera. Menikmati betapa lautan yang biru teduh melengkapi kelokan matahari yang berwarna keemasan jingga di waktu fajar dan senja. Teeet! Teeet bunyi bel masuk pertanda waktu istirahat telah usai, mengejutkan si pemuda. Anak-anak berhamburan, berebut masuk kelas tepat pada waktunya. Begitu juga dengan si pemuda. Dengan gugup, bergegas dia memasukkan surat tersebut di agenda sekolahnya. Peluh membasahi seragam abu-abunya Tepat saat dia meletakkan pantatnya di bangku, pak guru matematika membuka pintu kelas. Saat pelajaran berlangsung, si pemuda tidak memperhatikan pak guru yang sibuk menerangkan tentang aljabar. Pikirannya mengembara ke surat wangi bersampul biru itu. Sebagai seorang yang populer di sekolah, pemuda tersebut memiliki banyak penggemar. Dari penggemar-penggemarnya itulah dia memperoleh hadiah. Tapi baru sekarang ini dia memperoleh sepucuk surat yang manis. Mungkin si pemuda mengenal si pengirim sirat itu. Tapi ia tidak tahu siapa dia. Si pemuda berperawakan bagus. Garis-garis ketampanan yang jelas hinggap diwajahnya. Disertai kecakapanya dalam bergaul, jadilah ia seorang yang menyenangkan. Banyak pula gadis-gadis yang berusaha mendapatkan hatinya. Namun si pemuda tetap acuh kepada mereka. Tegak tidak berpaling kepada arah lain. Karena seorang gadis yang istimewa sudah mengisi ruang terdalam dari dirinya. Lamunannya seketika buyar saat penghapus papan tulis mendarat dengan mulus di pipinya. Si pemuda tergeragap, bersaha menguasai keadaan. Di muka kelas, muka pak guru merah padam. Merasa diremehkan oleh muridnya. Si pemuda segera berlari dari ruang kelas yang kacau diiringi derai tawa teman-temannya. Pak guru hanya menggeleng-geleng kepala dan tersenyum kecut. Lantas segara melanjutkan materi yang sempat tertunda. Si pemuda menuju ke toilet pria. Membasuh mukanya dengan air yang mengalir di wastafel. Sesaat kesadaran penuh sudah melingkupinya. Dia teringat tentang surat biru yang menghuni saku kemeja sekolahnya.
Tapi sayangnya, matahari tak menghiraukan betapa laut sangat mengagumi dan mendambakannya. Keberadaan matahari bagi laut sangat berarti. Tapi entah apakah keberadaan laut bagi matahari memiliki arti. Matahari menganggap dirinyalah yang merajai tata surya yang demikian agung dengan menembakkan sinar keemasan yang demikian angkuh kepada setiap planet. Laut sangat sedih mengetahui bahwa matahari tidak menghiraukannya sama sekali. Tapi laut tetaplah laut yang memiliki kelapangan dada seluas punggungnya yang menyelimuti permukaan bumi hingga bumi menjadi biru karenanya. Dan laut tetap mengagumi matahari Si pemuda merenung. Menarik napas lagi dan tetap melahap isi surat Sebenarnya kamu sudah lama mengenal aku sebagaimana laut mengenal matahari Sampai disini bacaanya terputus. Keterkejutan yang teramat sangat menjalari seluruh urat syarafnya. Aku sudah mengenalnya? Tanya si pemuda kepada dirinya sendiri. Ingatan si pemuda melayang kemasa lalu yang telah lewat. Meniti setiap peristiwa penting. Mengingat wajah-wajah kawan kecilnya yang pernah mengisi masa kanak-kanaknya. Berusah meraba sesuatu yang buram tanpa cahaya. Si pemuda juga mengingat-ingat perihal tingkah lakunya. Aneh, padahal dia merasa tidak berbuat sesuatu yang menyalahi aturan. Dia juga berusaha menjadi orang yang menyenangkan. Tidak ada orang yang tidak suka kepadaku. Batin si pemuda. Sebenarnya, kamu sudah lama mengenal aku sebagaimana laut mengenal matahari. Aku berharap kamu tidak seperti matahari yang melupakan kawan kecilnya. Yang menjadi angkuh dengan segala kehebatannya. Tapi aku tetap ingin kamu menjadi matahari. Matahari rendah hati yang membiaskan sinar hangatnya, menembus partikelpartikel atmosfer bumi dan kembali menyapa laut dngan ramah. Si pemuda terduduk lemas. Menyadari bahwa dirinya bukan sebaik apa yang dipikirkan orang lain. Tanpa disadari dia hanya mau berkawan dengan orang-orang yang sama hebatnya. Tanpa disadari dia berusaha melepaskan teman lamanya yang bersamanya si pemuda belajar mengerti tentang makna kehidupan sejati. Tanpa disadari surat ini merupakan suatu tamparan keras baginya. Jangan bertanya siapa aku sebenarnya. Dengan sepotong nama birulaut, aku yakin kamu dapat menemukan aku jika kamu benarbenar matahari yang rendah hati. Karena sifat yang rendah hati akan membuka matahati dan menemukan kebenaran yang selama ini masih ditutupi kabut. Dan harus kamu tahu, aku memujamu layaknya lautan memuja matahari.
Untuk langit, bumi, samudera Birulaut
Mata si pemuda basah. Tik tik. Menitik di surat bersampul biru itu. Mengaburkan susunan kalimat yang berbicara melali goresan tinta. Keangkuhan yang sempat dimilikinya tiba-tiba menjadi kerdil setelah dibacanya surat yang menurunkan egonya. Tapi si pemuda juga merasa terharu karena pengirinm surat tersebut menutup tikamannya dengan halus. Si pemuda berterima kasih kepada seseorang yang telah mengirimkan surat itu padanya. Berterima kasih karena kekhilafannya sudah diingatkan. Berterima kasih karena sudah berusaha membuka matahati yang masih buta. Berterima kasih karena telah menyadarkan bahwa rasa sombong bisa dimiliki setiap manusia tanpa disadari. Tapi si pemuda tidak tahu bahwa pengirim surat itu memiliki perasaan yang dalam bahkan ketika mereka masih kanak-kanak yang belum mengerti apa arti perasaan yang merambat di hati setiap insan. ............... Di sudut sekolah, sesosok gadis sedang mengamati si pemuda yang tengah membaca surat bersampul biru muda di bangku taman sekolah. Tiba-tiba saja perasaan si gadis melambung tinggi saat diketahuinya surat tersebut sudah sampai di tangan yang dituju. Diayunkannya langkah menjauh saat si gadis merasa si pemuda sedang memperhatikannya. Padahal itu tidak mungkin karena si gadis tersembunyi di balik rumpun pohon palem. ............... Si pemuda refleks mendongak saat rumpun palem itu bergoyang padahal tak ada angin sama sekali. Dan dia tersenyum kecil. ”ah mungkin itu hanya kucing” ujar si pemuda. Surat itu dilipat rapi dan dimasukkan ke saku kemeja sekolahnya. Dan harus kamu tahu, aku memujamu layaknya lautan memuja matahari
Ngawi 00.38 21 juni 2009