Mencipta Sastra

  • Uploaded by: H Masoed Abidin bin Zainal Abidin Jabbar
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mencipta Sastra as PDF for free.

More details

  • Words: 1,731
  • Pages: 29
MENCIPTA SASTRA beberapa bahan dari pengalaman & pembacaan Inti Pembicaraan Hamid Jabbar dalam DIKLAT SASTRA & PENERBITAN SANGGAR SASTRA REMAJA INDONESIA (SSRI) Majalah Sastra Horison/Kakilangit - 2004

mencipta Manusia mencipta, meniru sifat Tuhan yang Maha Pencipta Tuhan Mencipta Alam Semesta dan seluruh isinya, manusia pencipta sastra menciptakan dunia rekaan yang bernama sastra

the poet is a small God Why do you sing the rose, O, poets? Make it flower in the poem. Only for you Live all things under the Sun. The poet is a small God. Vicente Huidobro, penyair Chili, 1893-1948

‘penciptaan’, arus berkelanjutan Allah, Maha pencipta, berikut segala-keMaha-anNya  setitik nur-Ilahi (“Aku lebih dekat dari uratlehermu”)  proses penciptaan Adam  Adam  manusia (ciptaan Allah, sekaligus penikmat ciptaan Allah, juga khalifah Allah di muka bumi) 

‘penciptaan’, arus berkelanjutan (2) alam pengalaman-perasaan-pemikiran manusia  sastrawan (manusia pencipta karya sastra atau istilah small-God-nya Vicente Huidobro  hati, kalbu, qalb, camin taruih (cermin-terus = tempat bercermin terus menerus/berkelanjutan)  proses penciptaan karyasastra  karyasastra (puisi & prosa, esei & kritik) 

‘penciptaan’, arus berkelanjutan (3) pembaca (manusia penikmat karyasastra)  hati, kalbu, qalb, camin taruih (cermin-terus = tempat bercermin terus menerus/berkelanjutan)  proses pembacaan karyasastra  hati, kalbu, qalb, camin taruih (cermin-terus = tempat bercermin terus menerus/berkelanjutan)  setitik nur-Ilahi (“Aku lebih dekat dari uratlehermu”)  Allah, Maha pencipta, berikut segala-keMaha-anNya

“penciptaan”: arus-berkelanjutan

16

1

2

mencipta & “mencipta” 15 sadar ruang sadar waktu sadar arah sadar peran sadar tujuan

3

14

4 5

13

tembus-ruang-waktu 12 arus-ruang-mewaktu & arus-waktu-meruang 11 semacam ‘thawaf berkelanjutan’

6

7 10

9

8

seni sastra = kata :

seni (berkata-)kata huruf/abjad, bunyi/suara, makna, suasana, peristiwa, simbol/lambang,kias

Kata

Alang tabang bamangkuto Rajo bajalan badaulaik Katik endah pulang bakudo Alang sariknyo bakato-kato Dalam kato bakulimaik Dalam kulimaik bakulipik pulo (Elang terbang bermahkota Raja berjalan berdaulat Khatib indah pulang berkuda Alangkah sulitnya berkata-kata Dalam kata berkalimat Dalam kalimat berkulipit pula)

manusia tahan kias, binatang tahan palu dalam kata berkalimat, dalam kalimat berkulipik pula  maknanya, setiap kata mengandung makna: (1) tersurat; (2) tersirat; dan (3) tersuruk. makna tersurat  makanan kaum awam makna tersirat  makanan kaum cerdikpandai makna tersuruk  makanan kaum arifbijaksana karyasastra yang baik, yang seni permainannya utuhpadu, indah dan bermakna, adalah karyasastra yang di dalam dirinya sekaligus mensupply pemenuhan (mengandung) citarasa & kerinduan akan makanan bagi kaum awam, dan kaum cerdikpandai, maupun kaum arifbijaksana sastra selayaknya tetap ada dan dibaca, karena manusia ada dan perlu membaca dan dibaca  manusia tahan kias, binatang tahan palu. bila kata tak dapat lagi mewakili manusia bicara dengan sesama manusia  itu tandanya kehancuran kemanusiaan, dan hiduplah Tuanku Binatang dengan Bahasa Palu

revolusi teknologi: dipicu

permutasi simbol => permutasi angka revolusi teknologi meliputi 4 revolusi: revolusi kuantum revolusi komputer, revolusi bioteknologi, revolusi ruang-waktu revolusi kuantum bermula dari ditemukannya quantum theory, mengembangkan teknologi komputer (=revolusi komputer) revolusi komputer ditandai dengan ditemukannya chip computer, dipicu prinsip permutasi simbol (dalam hal ini tepatnya permutasi angka), pemanfaatan terhadap hanya dua buah angka dari sepuluh buah angka tradisional yang dikenal manusia (0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9), yaitu binary system, yakni angka 0 (sebagai simbol tidak) dan angka 1 (sebagai simbol ya) revolusi kuantum + revolusi komputer = melahirkan revolusi bioteknologi & revolusi-ruang-waktu  dunia kita kini

sastra: juga permutasi simbol  permutasi huruf/abjad huruf-huruf (‘a, b, c…dst…z’) “bergotongroyong” (permutasi huruf) membangun “kerajaan kata” huruf-huruf (‘a, b, c…dst…z’) masingmasingnya berbunyi, dan dalam proses “bergotong-royong” (permutasi huruf) itu mereka membangun ‘simponi bunyi’ kata-kata, di samping ‘bersimponi bunyi’, sekaligus ‘bersilang&bersahutan dalam belantara makna’, juga ‘berkias-bayangkan suasana’, pun ber(b/c)erita ihwal hidup manusia dan peristiwa

bergulat dengan kata bergulat dengan hidup pekerjaan rumah yang bersifat abadi bagi sastrawan (khususnya penyair) adalah bergulat dengan kata. misal, dalam kosakata bahasa Indonesia, perhatikan mengapa kata “berita” dan “cerita” hanya “terbedakan” oleh huruf ‘b’ dan ‘c’? atau kata ‘bunyi’ dan ‘sunyi’ hanya “terbedakan” oleh huruf ‘b’ dan ‘s’. (dalam bahasa Inggris ‘words’ dan ‘sword’, misalnya) atau kata ‘laba’ jika ditukar-letak menjadi ‘bala’. (dst –bawahwabah, kabar-bakar, kamar-makar, bola-loba). atau ada katakata yang kalau dibolak-balik bagaimana pun akan tetap itu juga (contoh: malam, makam, soros). cari, selidiki, renungkan, dan manfaatkan.

bergulat dengan kata tentu saja dimaknai sebagai bergulat dengan hidup.

petikan sajak astagfirullah hamid jabbar ….namun bukan sekedar salah cetak kiranya bila tiba-tiba laba jadi bala. astagfirullah bila bala jadi bola jadi loba jadi besar jadi sebar jadi kabar jadi bakar. astagfirullah. memang ragam jadi garam, tapi astagfirullah betapa perihnya teramat parah tersebab hati tertukar tahi. maka jika padat menjadi dapat tentulah alhamdulillah, tapi apa hendak dikata bila sokong ternyata kosong, bila larat tak dapat diralat, jika mahar jadi hamar, bila ramah dinyatakan marah, atau lebah menjadi belah, rekat jadi kerat, raba jadi bara, bawah jadi wabah, sahut jadi hasut, gosok jadi sogok, hingga semua hajat dan hajat semua tertukar tempat menjadi jahat maha jahat, semuanya lagi gila, dan ini semua bukan salah ketik atau salah ketuk, hingga biar gratis pun ternyata sungguh tragis muaranya, maka tak putusputus astagfirullah kuketuk-ketuk ke segala remuk dalam diri nisbi ini, duhai diriku tangis segala tangis! astagfirullah, jakarta, 27 juli – 15 agustus 1996

sastra: “seni permainan alam perasaan-pemikiran-pengalaman manusia kata, sebagai simponi bunyi, memainkan rasa (alam perasaan) manusia kata, sebagai belantara makna, memainkan fikir (alam pemikiran) manusia kata, sebagai totalitas yang dialami manusia dalam hidupnya, memainkan pengalaman (alam pengalaman) manusia seni sastra sebagai seni (berkata-)kata adalah ibarat “seni permainan alam perasaan-pemikiran-pengalaman manusia”

sastra: “seni permainan” yang “bukan sekedar permainan” seorang pengrajin mencipta mata-kail. sungguh pun pada zahirnya mata-kail nan dibentuk, namun pada hakikat-batinnya justru lautan luas nan akan dihadang seorang sastrawan mencipta karyasastra. sungguh pun pada zahirnya beberapa bait puisi, atau sebuah ceritapendek, atau sebuah novel nan dibentuk, namun pada hakikat-batinnya justru lautan kehidupan luas nan sedang dihadang ‘karya sastra’ sebagai ‘mata-kail’ yang akan dipancingnya adalah ‘manusia’ sebagai ‘ikannya’. ‘manusia’ sebagai ‘ikan’ akan memakan ‘mata-kail’ yg bernama karyasastra itu dengan seluruh kediriannya. karyasastra yang utuhpadu (indah dan bermakna)-lah yang akan selalu berkesan bagi para pembaca. pembaca bermula disapa dengan simponi-bunyi (pendengaran telinga yang mengusik rasa) dan perlahan menyorongkan isyarat-isyarat dari belantara makna (yang mengusik fikir/pemikiran), dan sekaligus menyentuh alam pengalaman si penikmat karya sastra. sastra: “seni permainan yang “bukan sekedar permainan”

contoh (puisi): ‘permainan utuhpadu’ (indah dan bermakna) Berrakit-rakit ke hulu Berenang-renang ke tepian Bersakit-sakit dahulu Bersenang-senang kemudian Berburu ke padang datar Dapat rusa belang kaki Berguru kepalang ajar Bak bunga kembang tak jadi Bukit Bunian panjang tujuh Dilipat lalu panjang lima Bukan tanaman enggan tumbuh Bumi nan enggan menerima

sastra: imajinasi, tembus ruang-waktu imajinasi, bukan sekedar fantasi imajinasi, daya bayang yang tembus ruang-waktu latih imajinasi anda, sebebas-seliar apapun, terserah sesuka-hati anda sebebas-seliar apapun imajinasi anda, ternyata anda tidak-bebas dari keterbatasan-imajinasi anda

(b/c)erita: manusia & peristiwa dalam ruang-waktu bahan (b/c)erita dalam sastra: lahir, langkah, pertemuan, rezeki, maut (hidup&maut) puisi-prosais (puisi naratif) & prosa-puitis (prosa-liris) prosa  serba-kemungkinan berbagai-manakalau (permainan faktor “if tak berhingga” pada tokoh & peristiwa) tokoh: manusia; binatang; benda; gagasan; tak-bertokoh atau tokoh-tak-terumuskan peristiwa: biasa; aneh-langka; luar-biasa; kacau-takterumuskan waktu-linear; waktu-ulang-alik; waktu-melingkar; waktutak-terumuskan ruang-datar (bidang); ruang-datar-berbeda; ruangmeruang (spatial); ruang-tak-terumuskan

(b/c)erita: manusia & peristiwa dalam ruang-waktu (2) cara ber(b/c)erita: konvensional; tak-konvensional; campuran langsung; tak-langsung; campuran celoteh: berkelanjutan; berlalulalang; campuran (pengarang) tak tampak; tampak nian; hilang-timbul-hilang terstruktur; tak-terstruktur; paduan terstruktur & tak-terstruktur; strukturantistruktur

(b/c)erita: manusia & peristiwa dalam ruang-waktu (3) nada (berb/c)erita: serius sejak dari awal sampai akhir; serius main-main & main-main serius berjalin gonta-ganti

irama (berb/c)erita: perlahan, lamban, berkepanjangan (percepatan terukur) perlahan, menaik, meninggi, sampai ke puncak pun berhenti

(b/c)erita: manusia & peristiwa dalam ruang-waktu (4) cara memulai (b/c)erita intro tokoh/peristiwa/konflik langsung peristiwa/konflik dimulai dari tengah dan atau malah di akhir konflik cara menyudahi (b/c)erita langsung & jelas (tunggal-tafsir, biasanya menggurui) tak-langsung & menggantung (multi-tafsir, biasanya lebih merangsang pemikiran pembaca lebih lanjut)

(b/c)erita: manusia & peristiwa dalam ruang-waktu (5) (b/c)erita tentang manusia & peristiwa dalam ruang-waktu (lahir, langkah, pertemuan, rezeki, maut): mengandung makna tersurat (makna lahiriah); makna tersirat (makna batiniah); dan makna tersuruk (makna misteri ‘rahasia Allah’, di sebalik yang batiniah) sekali lagi: (b/c)erita pada akhirnya bukan sekedar (b/c)erita untuk hanya dinikmati, tetapi juga (langsung tak-langsung mengundang) untuk direnung-fikirkan berulang  cermin diri

(b/c)erita: manusia & peristiwa dalam ruang-waktu (6)   Mengubah-suai carapandang, sudutpandang pun semangatpandang Mengubah nada-irama-semangat cerita Mengubah awalcerita Mengubah konflikcerita Mengubah akhircerita Mengubah seluruhcerita   MENGUBAH NASIB MANUSIA/BANGSA

menuliskan hasilpandang dari carapandang tembuspandang Memandang yang taktampak di sebalik yang tampak Memandang yang taktampak di sebalik yang taktampak yang disebalik yang sekedar tampak Menampak segala yang dipandang maupun yang takdipandang Menuliskan hasilpandang apa yang telah dipandang secara tembuspandang

‘TALI’ tak jadi sekedar ‘TALI’ Tali segala tali, bertali-temali: Tali goni, tali karung, tali plastik, tali benang, tali darah, tali budi, tali utang, tali bayar, tali batin, tali silaturahmi, tali gantungan diri

Manusia, nasib, tali, cerita: membangun atawa membaca diri/manusia

daya-cerap-pikiran imajinal & nan kurik kundi, nan merah naga sufi Ibn al-Arabi membagi ‘daya-cerap-pikiran’ (imajinal) itu ke dalam empat katagori: (1) ketuhanan (ilahiah); (2) spiritual (ruhaniah); (3) ego-sentris (nafsani); dan (4) syaitaniah ilham dan imajinasi, dan atau apapun namanya, sebebas-seliar apapun dapat dilakukan di dalam proses penciptaan karyasastra. namun, sebelum karyasastra disiar-sampaikan kepada pembaca/ pendengarnya, sastrawan selalu melakukan kaji-ulang dan ulangkaji berkali-kali, baik mempertimbangkan hal-hal tehnis maupun halhal filosofisnya, termasuk mempertanyakan-ulang apakah dalam proses penciptaan itu yang ikut dan paling aktif bekerja adalah egosentris diri dan atau sifat-sifat syaitaniah? pada akhirnya kearifan nenek-moyang kita patut dirujuk: Nan kurik kundi, nan merah saga Nan baik budi, nan indah basa

yang ditulis dengan hati (cinta) akan sampai ke hati (cinta) jua karyasastra sebagai ‘seni permainan yang bukan sekedar permainan’ selayaknya ditulis para sastrawan dengan keriangan hati yang penuh rasa ketakjuban kepada keajaiban kehidupan (maupun keajaiban kematian) – ya, betapa pun dukalaranya sebagaimana manusia tetap ada dan tak terelakkan… percayalah, yang ditulis dengan hati (cinta) akan sampai ke hati (cinta) jua. proses penciptaan karyasastra (menulis) sesungguhnya sama saja maknanya dengan proses ‘membaca’: ‘membaca diri’, ‘membaca alam’, ‘membaca keadaan’, ‘membaca masa (lampau-kinimendatang)’ – juga perjuangan, harapan dan doa.

‘kredo kepenyairan Taufiq Ismail’ renungkanlah ‘kredo kepenyairan Taufiq Ismail’ ini

Dengan puisi aku bernyanyi Sampai senja umurku nanti Dengan puisi aku bercinta Berbatas cakrawala Dengan puisi aku mengenang Keabadian Yang Akan Datang Dengan puisi aku menangis Jarum waktu bila kejam mengiris Dengan puisi aku mengutuk Nafas zaman yang busuk Dengan puisi aku berdoa Perkenankanlah kiranya

bahan latihan: BUNGA tulislah karyasastra (puisi atau cerpen atau esei dengan judul/bahan/tema..atau apapun namanya, semacam ‘cantolan’ judul/bahan/tema) BUNGA tulis, dengan kesadaran maksimal, bahwa tulisan ini sesuai dengan obsesi-utama anda yang kira-kira juga menjadi perhatian masyarakat calon pembaca karya anda

Related Documents

Mencipta Sastra
October 2019 22
Sastra
July 2020 21
Sastra
December 2019 43
Sastra Indonesia
December 2019 50
Sastra Indo.docx
December 2019 21

More Documents from ""