STUDI PUSTAKA FORMASI SOSIAL DAN ARTIKULASI MODERNISASI PERIKANAN By : A. Adri Arief 1 Mengikuti konsepsi Karl Marx, cara produksi – atau cara “orang berproduksi” (mode of production) merupakan konsep gabungan antara “kekuatan produksi” (force of production) yang meliputi gabungan dari alat produksi (means of production) mencakup perlengkapan kerja dan obyek kerja dan keterampilan pekerja, yang secara keseluruhan disebut sebagai basis materil. Sementara “hubungan produksi” (relation of production) berupa hubungan kerja sama atau pembagian kerja antara manusia yang terlibat dalam proses produksi, yakni struktur pengorganisasian sosial produksi, seperti hubungan antara pemilik modal dan pekerja yang bukan saja dibangun atas dasar kekuatan produksi maupun struktur kelas yang tercipta dalam masyarakat, melainkan juga oleh tuntutan efisiensi produksi, bahkan ragam benturan kepentingan antara pekerja dan pemilik modal ( Worsley, 1988; Russel, 1989; Suseno, 1999). Unsur “hubungan produksi” di sini menunjuk pada hubungan institusional atau hubungan sosial dalam masyarakat, dengan demikian menunjuk pada struktur sosial. Karakteristik hubungan produksi (sosial) ini sekaligus merupakan faktor penciri yang membedakan satu dan lain tipe cara produksi dalam masyarakat. Menurut Russel (1989) bahwa sepanjang hubungan itu antara sesama manusia, maka terdapat tiga kemungkinan tipe hubungan yaitu; egaliter, kelas dan transisi sebagai tipe “antara”2. Oleh karena itu menurut Marx dalam pandangan materialisme historisnya bahwa perkembangan mode of production dapat diurut ke dalam tiga proses yaitu; kekuatan-kekuatan produktif menentukan hubungan-hubungan produksi, lalu hubungan-hubungan ini menentukan supra-struktur politik-ideologis masyarakatnya. Kekuatan produktif ini begitu mendasar sehingga perkembangannya menyediakan titik picu perubahan dalam seluruh proses sejarah masyarakat.
Tatanan Masyarakat menurut Karl Marx 1
2
Contact Person : Dr. Andi Adri Arief, S.Pi, M.Si. Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10 Tamalanrea, Makassar 90245. E-mail :
[email protected]
Tipe egaliter mencakup cara produksi komunal dan komunis, sedangkan tipe kelas mencakup cara produksi negara, budak, feodal, dan kapitalis. Sedangkan tipe transisi mencakup cara produksi petani mandiri, pemilikan sederhana (simple property), dan sosialis (Russel, 1989).
Cara produksi kehidupan material
Kekuatan produktif Hubungan produksi Yuridis-politik
Suprastruktur Kesadaran sosial tertentu Disarikan dari : Marx (1965)
Alam Perkakas Manusia Bersifat mutlak, berpola sosial dan ditentukan perkembangan kerja dan kepemilikan dalam masyarakat Kehidupan sosial dan politik masyarakat Kehidupan spiritual masyarakat, estetika, filosofi
Sementara konsep formasi sosial adalah gejala dimana dua atau lebih cara produksi hadir secara bersamaan dalam masyarakat, dan salah satu cara produksi mendominasi atau cenderung mendominasi yang lainnya (Taylor, 1979; Worsley, 1984; Budiman, 1995). Konsepsi formasi sosial ini mengandalkan suatu “artikulasi cara produksi” (articulation of modes of production), yaitu suatu proses strukturasi dalam konteks budaya tertentu dimana sekurangnya dua cara produksi yang berbeda, kapitalis dan non-kapitalis, hadir berdampingan dalam suatu pola “saling-kait” (interrelation) yang bersifat asimetris, dalam arti cara kapitalis cenderung mendominasi cara non-kapitalis. Artikulasi cara produksi tersebut “distrukturasikan” oleh keperluan reproduktif cara produksi kapitalis di satu pihak dan resistensi cara non-kapitalis atau unsur-unsurnya di lain pihak, dimana baik keperluan reproduksi maupun taraf resistensi itu berubah sepanjang waktu” (Taylor, 1979)3. Menurut Taylor : “Dalam kasus penetrasi kapitalisme formasi sosial non-kapitalis di Dunia Ketiga, sebagai akibat imperialisme, cara kapitalis menjadi dominan, artikulasi praktek suatu cara produksi dalam cara lainnya ditentukan oleh keperluan reproduksi cara kapitalis dan oleh pembatasan yang dikenakan pada artikulasi tersebut, baik itu berupa batas-batas lingkup penetrasi, sebagaimana ditetapkan cara produksi nonkapitalis, maupun berupa keberlanjutan reproduksi unsur-unsur non-kapitalis” (Taylor, 1979 : 227)
Seperti apa yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa modernisasi (penetrasi kapital) yang umumnya dikembangkan melalui berbagai bentuk inovasi teknologi dalam cara berproduksi, proses akumulasi modal yang cepat, menyebabkan terdapatnya dua atau lebih cara produksi dalam suatu masyarakat (tradisional dan modern) dimana masing-masing cara produksi tersebut mempunyai ciri yang berlainan dengan cara produksi lainnya. Tetapi, kenyataan yang sesungguhnya di masyarakat tidak hitam putih seperti itu. Karena dalam prosesnya terjadi peralihan melalui campuran dari dua atau lebih cara produksi yang saling memberi pengaruh dan mengubah sifat-sifat utama akibat dominasi salah satu cara produksi. 3
Menurut Taylor : Konsep “artikulasi” sendiri mengindikasikan bahwa pola “saling-kait” (interrelation) antar cara produksi mengandung “determinan struktural” dalam rangka keperluan reproduksi kapitalis dan non-kapitalis yang hadir berdampingan. Keperluan reproduksi ini mengalami alih-bentuk manakala cara produksi kapitalis telah mendominasi dan semakin membatasi reproduksi unsur-unsur cara produksi non-kapitalis. Secara bersamaan artikulasi cara produksi yang menstrukturasikan formasi sosial juga mengalami perubahan” (Taylor, 1979).
Konfigurasi di mana beberapa cara produksi ada bersama inilah dilihat sebagai formasi sosial. Formasi sosial yang berlaku umum dewasa ini adalah formasi sosial kapitalis, yaitu artikulasi ragam cara produksi yang dicirikan dominasi cara kapitalis. Untuk konteks pedesaan ataupun kota kecil di Indonesia, artikulasi cara produksi masyarakat Minangkabau rumusan Kahn (1974)4 dapat menjadi acuan. Kahn (1974) menunjukkan kehadiran tiga cara produksi secara bersamaan dalam masyarakat Minangkabau, yaitu : (a) produksi subsisten (subsistence production) (b) produksi komersialis (petty commodity production)5; dan (c) produksi kapitalis (capitalist production). Ketiga cara produksi tersebut menurut Kahn memiliki keterkaitan integratif tetapi dalam bentuk yang bersifat asimetris, dimana produksi kapitalis tampil sebagai cara yang dominan sedang dua cara lainnya pada posisi resisten. Selain kerangka Kahn di atas, dari kalangan Neo-Marxis juga ada yang mengembangkan konsep formasi sosial, yakni Erik Olin Wright (1982) yang merupakan ahli teori Marxisme analitik. Wright beranggapan bahwa, konsep formasi sosial tepat untuk menelah masyarakat yang berada dalam transisi dan mengarah pada kapitalisme industri. Tesis-tesisnya berusaha menelaah stratifikasi sosial, namun tidak lagi berawal dari oposisi yang radikal antara kedua kelas melainkan sebagai sebuah konfigurasi yang kompleks sebagai tempat eksistensi beragam “kelompok sosial”. Kelompok-kelompok ini tidak hanya didefinisikan lewat posisi ekonominya tetapi juga lewat kekuasaan, prestise dan sebagainya. Mereka bisa saja berupa kelompok-kelompok dengan kepentingan tertentu, menjalin semacam persekutuan atau malah telibat konflik. Konflik ini bisa menjadi motor penggerak atau malah menjadi rem terhadap perubahan sosial. Selanjutnya konteks itu dijabarkan dalam struktur kelas masyarakat kapitalis yang makin kompleks dengan pembedaan apa yang dinamakan: (1) lokasi dasar kelas (basic class location) atau kedudukan4
Artikulasi ketiga cara produksi itu adalah sebagai berikut : (a) Produsksi Subsisten : kekuatan produksi mencakup tanah sebagai alat produksi, keluarga sebagai unit produksi, anggota keluarga/kerabat dekat sebagai tenaga kerja utama (buruh upahan langka), dan padi sebagai produk utama. Hubungan produksi terbatas dalam keluarga inti, hubungan antara pekerja bersifat egaliter (eksploitasi tenaga kerja terjadi hanya dalam kasus hubungan penyakapan bagi-hasil menyumbang pada reproduksi pemilik tanah), dengan orientasi usaha subsisten. (b) Produksi Komersialis: kekuatan produksi mencakup tanah dan/atau non-tanah sebagai alat produksi, individu sebagai unit produksi, individu dan anggota keluarga sebagai tenaga kerja utama (buruh upahan langka), dan komoditi ekspor/konsumsi lokal sebagai produk utama. Hubungan produksi menunjuk pada gejala ekspoitasi surplus melalui ikatan kerabat dekat, hubungan sosial antara pekerja yang bersifat egaliter tetapi kompetitif (dimana pekerja memiliki hasil kerjanya untuk dipertukarkan sebagai komoditi), dan orientasi pada pasar (akibat kompetisi, harga produk lebih rendah dibanding biaya produksi) (c) Produksi Kapitalis: kekuatan produksi mencakup modal sebagai alat produksi, perusahaan sebagai unit produksi, buruh upahan sebagai tenaga kerja utama, dan komoditi ekspor/konsumsi domestik sebagai produk utama. Hubungan produksi mencakup struktur majikan-buruh, dimana majikan sebagai pemilik modal sedangkan buruh tidak memiliki alat produksi (kecuali menjual tenaga yang menghasilkan nilai), surplus nilai yang diserap pemilik modal, dan orientasi pada pasar (Kahn, 1974). Jika dikembalikan pada tipologi Russel (989), cara produksi subsisten dan produksi komersialis tampaknya tergolong tipe transisi yaitu cara –cara produksi petani mandiri ataupun pemilikan sederhana, sedangkan cara produksi kapitalis merupakan tipe kelas yang dicirikan struktur majikan-buruh pada hubungan produksinya. 5
Petty commodity di alihbahasakan oleh Sitorus (1999) sebagai “komersialis” karena penekanannya lebih kepada “orientasi pasar” atau dengan kata lain “komersil”, bukan pada pemenuhan subsisten (seperti pada produksi subsisten) dan bukan pula pada akumulasi modal (seperti pada produksi kapitalis)
kedudukan dalam tatanan sosial produksi, khususnya dalam pemilikan modal, dominasi dan kontrol, serta (2) lokasi kontradiksi kelas (contradictory class location) yang berarti kedudukan-kedudukan dalam proses produksi yang mempunyai beberapa elemen dari dua lokasi yang berbeda. Gambar 1. memperlihatkan perbedaan yang dilakukan oleh Wrigth. Menurut Wright (1982), ada tiga posisi dalam lokasi dasar kelas, yakni borjuis, petty borjuis dan proletar. Borjuis adalah pemilik modal dalam pola produksi kapitalis, yang menerima pendapatannya dengan mengeksploitasi pekerja dengan cara mengupah kurang dari nilai barang dan jasa yang diproduksi pekerja. Sedang petty borjuis, merupakan pengusaha kecil dan pengrajin yang tidak memiliki pekerja, tidak mengeksploitasi pekerja, dan tidak mendominasi apapun dalam hirarki kewenangan sehingga pendapatannya berasal dari usaha sendiri. Terakhir adalah kelas proletar, yang terdiri dari mereka yang tidak memiliki modal dan bekerja serta mendapatkan upah dari para kapitalis yang mempekerjakannya. Tingkat upah yang diterima pekerja ditentukan oleh pasar tenaga kerja dan berasal dari kekuatan tawar-menawar antara kapitalis dengan pekerja. Adapun dalam lokasi kontradiksi kelas, Wright (1982), mengidentifikasi tiga kelas yaitu, manajer dan supervisor, majikan kecil, dan pekerja semi otonom. Manajer dan supervisor tidak memiliki modal tetapi memiliki jabatan tertentu dalam hirarki produksi sehingga memiliki dominasi dan kontrol terhadap kaum proletar. Majikan kecil mempunyai karakteristik borjuis dan petty borjuis sekaligus. Mereka mempekerjakan sekurang-kurangnya satu pekerja sehingga sebagian pendapatan didapatkan dari eksploitasi pekerja, namun kesempatan untuk mengakumulasi kapital relatif kecil. Pekerja semi-otonom adalah pekerja profesional dalam organisasi birokratif, yang menjual tenaga kerja mereka dan mendapatkan penghasilan dari gaji. Contohnya, ahli hukum di perusahaan, ahli fisika di lembaga penelitian, dan para profesor di universitas, yang memiliki kebebasan lebih dibanding pekerja dan dapat mengambil keputusan sendiri dalam menjalankan tugas meski mereka di bawah wewenang para manajer atau atasan mereka. Apa yang ditampilkan oleh Wright lebih realistis dari pada Marx, karena Wright melihat sistem kapitalisme dengan abstraksi yang lebih rendah yang biasanya disebut formasi sosial lebih kompleks sehingga posisi kelas lain akan terlihat. Kerangka ini tepat untuk menelaah masyarakat yang berada dalam transisi dan mengarah pada kapitalisme industri. Menurut Satria (2001) untuk konteks masyarakat nelayan, maka yang dikategorikan borjuis adalah para pemodal besar dalam usaha penangkapan ikan. Usaha penangkapan skala besar telah mengalami perubahan kelembagaan kerja sehingga sudah terwujud organisasi produksi yang di dalamnya terdapat lokasi kontradiksi kelas yakni para manajer dan supervisor, serta terdapat juga lokasi dasar kelas, yakni kaum juragan dan buruh nelayan. Sementara itu masih terdapat juga kelas borjuis kecil yaitu nelayan tradisonal yang independen, yang dalam
berbagai kasus sangat mungkin menjadi kelas ploretariat, serta ada pula kelas majikan kecil berupa pengusaha tambak ataupun usaha pengeringan ikan. Hubungan antar kelas ini akan ditentukan berdasarkan kontrol terhadap investasi dan proses akumulasi, kontrol terhadap alat produksi fisik, serta kontrol terhadap tenaga kerja orang lain (Tabel 1). Dari Tabel 1, terlihat bahwa antagonisme kelas antara pekerja dan kapitalis dapat dipandang sebagai polarisasi dalam masing-masing dari ketiga proses yang mendasarinya, bahwa kapitalis mengontrol secara penuh proses akumulasi, alat-alat produksi, serta otoritas proses kerja. Sementara pekerja atau proletar sama sekali tidak memiliki kontrol terhadap ketiga proses tersebut. Tabel 1. Tingkatan Hirarkhis dalam Hubungan Pemilikan. Tingkat Kontrol
Kontrol penuh
Kontrol parsial
Kontrol minimal
Hubungan Pemilikan Ekonomi (kontrol atas apa yg diproduksi) Kontrol terhadap keseluruhan proses investasi dan akumulasi Peran serta dlm keputusan tentang sub unit produksi keseluruhan atau aspek parsial dari seluruh proses investasi Kontrol terhadap apa yg diproduksi dlm proses produksi langsung sendiri
Hubungan Penguasaan (kontrol atas bagaimana barang diproduksi) Kontrol alatKontrol atas alat produksi tenaga kerja
Pemilikan Legal
Kontrol terhadap seluruh aparat produksi
Kontrol terhadap seluruh hirarki pengawasan
Saham yg memadai untuk menjamin pengaruh pd investasi & akumulasi
Kontrol terhadap satu bagian seluruh proses produksi
Kontrol terhadap satu bagian hirarkin pengawasan
Saham yg memadai untuk menjamin bagi dari keuntungan (saham bagian penting dari pendapatan)
Kontrol terhadap satu produksi langsung sendiri, terhadap bagaimana pekerjaan sendiri dilakukan
Kontrol terhadap produsen langsung, terhadap bawahan langsung tetapi tidak bagian dari hirarki sebenarnya
Pemilikan saham yg sedikit (saham bukan bagian pendapatan)
Tidak ada kontrol sama sekali
Pengucilan penuh dari partisipasi dlm keputusan tentang apa yang diproduksi
Kontrol yang tidak berarti terhadap aspek manapun alatalat produksi
Tidak ada kemampuan memberlakukan sanksi terhadap pekerja lainnya
Tidak memiliki saham sama sekali
Sumber : Wrigth (1982).
Namun analisis kelas tidak saja mencakup hubungan kapitalis dengan pekerja, tetapi juga dengan lokasi kontradiktif kelas, seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Lokasi Kontradiktif dalam Hubungan Kelas.
Kelas
Borjuis Kapitalis tradisional Eksekutif tinggi Manajer tinggi Manajer menengah Teknokrat Mandor Majikan kecil Petty borjuis Pekerja semi otonom Proletar Sumber : Wright (1982). Keterangan : + : kontrol sepenuhnya - : tidak ada control
Proses Sosial Substantif yang Menjadi bagian Hubungan Kelas Pemilikan Penguasaan : Penguasaan : ekonomi kontrol kontrol atas kontrol atas atas produksi tenaga kerja investasi fisik orang lain sumberdaya + + parsial minimal minimal -
+ + + parsial minimal -
+ + + parsial minimal minimal
+ + Minimal -
+ + minimal -
Minimal -
parsial : kontrol lemah minimal : kontrol residual