Stroke Iskemik 1.docx

  • Uploaded by: black desert education
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Stroke Iskemik 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,891
  • Pages: 48
STROKE ISKEMIK

Dokter Pembimbing : dr. Sekarsunan Sp.S

Disusun oleh : Jessica Tiffani Novaria Sinaga 11.2016.305

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA DEPOK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA PERIODE 25 JUNI 2018 – 28 APRIL 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA (UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA) Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA

Nama : Jessica Tiffani Novaria Sinaga NIM

Tanda Tangan

: 11-2016-305 ................................. Tanda Tangan

Dr. Pembimbing / Penguji : dr. Sekarsunan , Sp.S …………………….. A. STATUS PASIEN IDENTITAS PASIEN Nama

: Tn.DW

Umur

: 68 tahun

Jenis kelamin

: Laki - Laki

Status perkawinan

: Menikah

Pendidikan

: S1

Pekerjaan

: Wirausaha

Alamat

: KP.Sengon RT.4/10 PANMAS KP ENGON R 04

No CM

: XXXXXX

Dirawat di ruang

: Catthelya A Ruang 102

Tanggal masuk

: 27 Juni 2018

Tanggal keluar

: 30 Juni 2018

B. ANAMNESIS

Diambil dari : Autoanamnesis - Alloanamnesis Tanggal: 27 Juni 2018

Jam

: 16.00 WIB

Keluhan Utama : Lemas tubuh sisi sebelah kiri sejak beberapa jam yang lalu SMRS.

Riwayat penyakit Sekarang : Seorang Laki-laki berusia 68 tahun datang ke IGD RSBY dengan keluhan tangan dan kaki kiri terasa lemas sejak beberapa jam yang lalu, keluhan timbul saat pagi hari , lemah terjadi secara tiba – tiba. Keluhan diawali ketika pasien berubah posisi dari duduk dan ketika berdiri seolah ingin terjatuh. Lemah dirasakan terus menerus. Keluhan pertama kali diketahui oleh keluarga pasien , Pasien mengatakan mulut tiba-tiba mengences tanpa disadari , keluarga melihat pasien mengalami bicara pelo . Mulut pasien menjadi mencong ke sebelah kiri dan bicara menjadi tidak jelas

Pasien mengeluhkan selalu tersedak saat minum. Pasien tidak pernah

mengalami hal ini sebelumnya , pasien tidak merasakan adanya kesemutan maupun baal pada kaki ataupun tangan. Pasien juga menyangkal adanya pingsan, penurunan kesadaran, mual, muntah, demam, pandangan kabur, sesak serta keluhan pada saat BAB dan BAK.

Riwayat penyakit keluarga Hipertensi (-), DM (-) , alergi (-), kejang (-), penyakit jantung (-), stroke (-)asma (-) Riw. Penyakit keganasan (-) Riw. Trauma (-) Riwayat penyakit dahulu Hipertensi (+) tidak terkontrol (pasien hanya 1 kali periksa tekanan darah, selama ini dengan tensi diatas 200an), DM (-) , alergi (-), kejang (-), penyakit jantung (-), stroke (-) asma (-) Riw. Penyakit keganasan (-)Riw. Trauma (-) Riwayat sosial, ekonomi, pribadi OS mengaku jarang olahraga, merokok dan mengkonsumsi alkohol. Keadaan ekonomi pasien menengah.

C. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis

Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

GCS

: E4M6V5 = 15

Tekanan darah

: 200/120 mmHg

Nadi

: 80 x / menit

Suhu

: 36.5oC

Respirasi

: 20 x/menit

Gizi

: Baik

Warna Kulit

: Sawo matang

Kuku

: Sianosis (-)

Turgor

: Baik

Kranium

: Normosefali, tanda-tanda trauma (-)

Mata

: Udem palpebra -/-, CA -/-, SI -/Pupil bulat isokor 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+

Hidung

: Cavum nasi lapang, septum deviasi (-), Sekret -/-

Telinga

: Normotia, simetris

Tenggorokan

: Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1, uvula ditengah

Mulut

: Mukosa tidak tampak hiperemis

Leher

: Kelenjar getah bening tidak teraba membesar

Toraks

: Pergerakan simetris, kanan dan kiri

Jantung

: Bunyi I dan II Irreguler, murmur (-), Gallop (-) S3

Paru-paru

: SN vesikuler, ronki -/-, Wheezing -/-

Ekstremitas

: Edem (-)

Status Neurolois Kesadaran

: Compos mentis GCS E4M6V5=15

Orientasi

: baik

Jalan Pikiran

: sesuai

Kecerdasan

: sesuai tingkat pendidikan

Kemampuan Bicara

: Tidak baik (Pelo)

A.

Saraf kepala N I. (Olfaktorius)

Kanan

Kiri

Subjektif

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Dengan bahan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tajam penglihatan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Lapangan penglihatan

Normal

Normal

Melihat warna

Normal

Normal

Fundus okuli

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

-

-

Superior

Normal

Normal

Inferior

Normal

Normal

Medial

Normal

Normal

Endoftalmus

-

-

Eksoftalmus

-

-

Diameter

3 mm

3 mm

Bentuk

Isokor

Isokor

N II. (Optikus)

N III. (Okulomotorius) Kelopak mata: Ptosis Gerakan bola mata:

Pupil:

Posisi

Ditengah

Ditengah

Reflex cahaya langsung

+

+

Reflex cahaya tak langsung

+

+

Strabismus

-

-

Nistagmus

-

-

Reflex konversi

-

-

Medial bawah

Normal

Normal

Strabismus

-

-

Diplopia

-

-

Membuka mulut

+

-

Mengunyah

+

-

Menggigit

+

-

Reflex kornea

Mengedip

Mengedip

Sensibilitas

Tidak dilakukan

Tidak diakukan

-

-

N IV. (Troklearis) Gerakan bola mata:

N V. (Trigeminus)

N VI. (Abduscens) Pergerakan mata ke lateral N VII. (Fascialis)

Mengerutkan dahi

Normal

Normal

Kerutan kulit dahi

Normal

Normal

Menutup mata

Normal

Tidak bisa

Memperlihatkan gigi

Normal

Tidak bisa

Menggembungkan pipi

Normal

Tidak bisa

Suara berisik

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Weber

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Rinne

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Uvula ditengah

Uvula ditengah

Tremor lidah

-

-

Deviasi

-

-

N VIII. (Vestibulokoklear)

N X. (Vagus)

N XII. (Hypoglossus)

3. Badan dan anggota gerak a. Badan Motorik i.

Respirasi : simetris dalam keadaan statis dan dinamik

ii.

Duduk

iii.

Bentuk columna verterbralis

iv.

Pergerakan columna vertebralis : baik

: bisa duduk dengan baik : baik

Sensibilitas

Kanan

Kiri

Taktil

:

tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Nyeri

:

tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Thermi

:

tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Diskriminasi

:

tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Kanan

Kiri

b. Anggota gerak atas Motorik Pergerakan

:

+

+

Kekuatan

:

5555

4444

Tonus

:

Normotonus

Normotonus

Atrofi

:

-

-

Kanan

Kiri

Sensibilitas Taktil

:

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Nyeri

:

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Thermi

:

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Diskriminasi

:

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Kanan

Kiri

Refleks Biceps

:

++

++

Triceps

:

++

++

Tromner-hoffman

:

-

-

c. Anggota gerak bawah Motorik

Kanan

Kiri

Pergerakan

:

+

+

Kekuatan

:

5555

4444

Tonus

:

Normotoni

Normotonus

Atrofi

:

-

Sensibilitas

-

Kanan

Kiri

Taktil

:

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Nyeri

:

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Thermi

:

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Diskriminasi

:

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Refleks

Kanan

Kiri

Patella

:

++

++

Achilles

:

++

++

Babinski

:

-

+

Chaddock

:

-

-

Schaefer

:

-

-

Oppenheim

:

-

-

Gordon

:

-

-

Klonus kaki

:

-

-

d. Koordinasi, gait, dan keseimbangan Cara berjalan

: tidak dilakukan

Tes Romberg

: tidak dilakukan

Tes tunjuk hidung

: tidak dilakukan

Tes tumit lutut

: tidak dilakukan

Perkiraan skore stroke Siriraj : (2,5 x kesadaran) + (2 x sakit kepala) + ( 2 x muntah) + (0,1 x diastole) – (3 x aterom) – 12 ( 2,5 x 0) + (2 x 0) + ( 2 x 0) + (0,1 x 120) – (3 x 0) – 12 = 0 (perlu CT scan)

Perkiraan score Gajah Mada

Penurunan kesadaran (-) Nyeri kepala (-) Refleks Babinski (+) Diagnosis : Stroke Infark

PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil Laboratorium Tanggal 27 Juni 2018 jam 17.22 WIB Hematologi Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit

Hasil 13.9 7.7 41 198

Satuan g/dl ribu/mm % ribu/mm

Nilai normal 12-16 5-10 38-47 150-450

Kimia darah GDS Creatinin

Hasil 94 0.75

Satuan mg/dl mg/dl

Nilai normal < 180 10-50

Hasil EKG Tanggal 27 Juni 2018

Hasil CT-scan NON KONTRAS Kepala Tanggal 27 Juni 2018 Telah dilakukan pemeriksaan CT SCAN KEPALA tanpa pemberian media kontras IV Brain windaw potongan axial. Hasil sebaai berikut : Tampak bercak hipodens di basal ganglia kanan. Tampak kalsifikasi fisiologi di pineal body, pleksus khprpideus kanan kiri, falk cerebr dan bangsal ganglia kanan kiri. Sella dan parasella baik. Tak tampak deviasi midlne. Ventrikel lateralis kanan kiri, III dan IV melebar. Sulci dan gyri cerebri prominent danmendatar, cisterna dan fissure Sylvii melebar. Intratentorial: Pons, Cerebellum dan CPA baik Pneumatisasi mastoidkanan kiri baik Kedua bulbus okuli dan nn.optici baik Sinus paranasal cerah.

KESAN : Lacunar infark di basal ganglia kanan. Brin atrofi senilis

Hasil Laboratorium Tanggal 29 Juni 2018 jam 09.21 WIB Hematologi

Hasil

Satuan

Nilai normal

CHOLESTROL TRIGLISERIDA HDL LDL

151 352 22 76

mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl

< 200 < 150 35 – 55 < 155

D. RESUME Subyektif Seorang laki – laki berusia 68 tahun datang dibawa keluarganya dengan keluhan penurunan kesadaran sejak beberapa jam SMRS keluhan tangan dan kaki kiri terasa lemas sejak beberapa jam yang lalu, keluhan timbul saat pagi hari , lemah terjadi secara tiba – tiba. Pasien mengatakan mulut tiba-tiba mengences tanpa disadari , keluarga melihat mulut pasien menjadi mencong ke sebelah kiri dan bicara menjadi tidak jelas Pasien mengeluhkan selalu tersedak saat minum. Terdapat riwayat hipertensi yang tidak terkontrol.

Obyektif 

Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang



Kesadaran

: compos mentis



GCS

: E4M6V5 = 15



Tekanan darah

: 200/120 mmHg



Nadi

: 80 x / menit



Suhu

: 36.5oC



Respirasi

: 20 x/menit

Status Neurologis : Kemampuan Bicara

: disartria

N.VII : Menutup mata +/- , Memperlihatkan gigi +/- , Menggembungkan pipi +/, Sistem Motorik : 5555

4444

5555

4444

++

++

++

++

++

++

++

++

Refleks Fisiologis :

Reflek Patologis

Hasil Lab 

Trigliserida

: -

-

-

+

: : 352 mg/dl

Hasil CT-Scan Kepala

:



Lacunar infark di basal ganglia kanan.



Brain atrofi senilis

Siriraj Stroke Score : 0 (perlu CT-Scan) Gajah Mada Score : Stroke Infark

E. DIAGNOSIS Diagnosa Klinis

: Hemiparesis Sinistra, Hipertensi grade 2, disartria, parese N.VII central sinistra, Babinski (+) pada kaki kiri

Diagnosa Topis

: basal ganglia kanan (hemisfer cerebri kanan) (Subkorteks)

Diagnosa Etiologi

:Vaskular

Diagnosa Patologi

: Infark

F. PENATALAKSANAAN Terapi medikamentosa -

IVFD RL 20 tpm

-

Inj. Citicolin 3 x 250 mg IV

-

Inj. Pumpiseel 2x1 amp

-

Amlodipin 10 mg sublingual

-

Candesartan 1x8 mg

Terapi non medikamentosa 

Bed rest



Fisioterapi

: gerak tangan dan kaki

G. PROGNOSIS Ad vitam

: bonam

Ad fungsionam

: bonam

Ad sanationam

: bonam

FOLLOW UP Tanggal 28 Juni 2018 jam 06.00 WIB S : Pasien masih merasakan kaki dan tangan kiri terasa lemas. Bicara pelo , selalu tersedak ketika minum O: Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : compos mentis GCS : 15 (E4M5V6) TTV : TD : 160/100 mmHg N :80 x/menit RR : 20 x/menit S

: 36.5 oC

A : Stroke iskemik + Hipertensi P : (terapi lanjut) -

IVFD RL 20 tpm

-

Inj. Citicolin 3 x 250 mg IV

-

Inj. Pumpiseel 2x1 amp

-

Amlodipin 10 mg sublingual

-

Candesartan 1x8 mg

-

CPG 1 x 75 mg

Tanggal 29 Juni 2018 jam 06.00 WIB S : Pasien masih merasakan kaki dan tangan kiri terasa lemas. Bicara pelo , selalu tersedak ketika minum Tengkuk terasa kemeng – kemeng

O: Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : compos mentis GCS : 15 (E4M5V6) TTV : TD : 180/100 mmHg N :80x/menit RR : 21 x/menit S

: 36.7 oC

A : Stroke iskemik + Hipertensi P : (terapi lanjut) -

IVFD RL 20 tpm

-

Inj. Citicolin 3 x 250 mg IV

-

Inj. Pumpiseel 2x40 cc k/p

-

Amlodipin 10 mg

-

Candesartan 1x8 mg

-

CPG 1 x 75 mg

Tanggal 30 Juni 2018 jam 06.00 WIB S : Pasien masih merasakan kaki dan tangan kiri terasa lemas. Bicara pelo , O: Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : compos mentis GCS : 15 (E4M5V6)

TTV : TD : 150/90 mmHg N :78 x/menit RR : 21 x/menit S

: 36.9 oC

A : Stroke iskemik + Hipertensi P : (terapi lanjut) -

IVFD RL 20 tpm

-

Inj. Citicolin 3 x 250 mg IV

-

Inj. Pumpiseel

-

Amlodipin 10 mg sublingual

-

Candesartan 1x8 mg

-

CPG 1 x 75 mg

-

Trulip 1 x 300 mg

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan Meningkatnya usia harapan hidup yang didorong oleh keberhasilan pembangunan nasional dan berkembangnya modernisasi serta globalisasi di Indonesia akan cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskuler (penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit arteri perifer). Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur 65 tahun). Kejadian stroke (insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk dan kecacatan;1,6% tidak berubah; 4,3% semakin memberat.2 Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia diatas 65 tahun sebesar 33,5%.3 Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian hari.1

Definisi Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi.2 Definisi stroke menurut WHO 2014, adalah terputusnya aliran darah ke otak, umumnya akibat pecahnya pembuluh darah ke otak atau karena tersumbatnya pembuluh darah ke otak sehingga pasokan nutrisi dan oksigen ke otak berkurang. Stroke menyebabkan gangguan fisik atau disabilitas.3

Sistem Peredaran Darah Otak Suplai darah serebral berasal dari arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Arteri karotis interna pada kedua sisi menghantarkan darah ke otak melalui percabangan utamanya , arteri serebri media dan arteri serebri anterior serta arteri khoroidalis anterior. (sirkulasi anterior). Kedua arteri vertebralis bergabung di garis tengah pada bataas kaudal pons untuk membentuk

arteri basilaris, yang menghantarkan darah ke batang otak dan serebelum, serta bagian hemisfer serebri melalui cabang terminalnya, arteri serebri posterior (sirkulasi posterior). Sirkulasi anterior dan posterior dihubungkan satu dengan yang lainnya melalui siirkulus arteriosus Willisi. Terdapat pula banyak hubungan anastomosis lain di antara arteri-arteri yang mendarahi otak, dan antara sirkulasi intrakranial dan ekstrakranial ; sehingga oklusi pada sebuah pembuluh darah besar tidak selalu menimbulkan stroke karena jaringan otak dibahagian distal oklusi mungkin mendapatkan perfusi yang adekuat dari pembuluh darah kolateral. Darah vena otak mengalir dari vena profunda serebri dan vena superfisialis serebri menuju sinus venosus dura mater, dan dari sini menuju ke vena jugularis interna kedua sisi.4

Gambar 1. Sistem Peredaran Darah Otak.5 Klasifikasi Stroke Proses gangguan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinik yang spesifik yaitu timbul mendadak, menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh

yang tersumbat. Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak sistem karotis dan perlu lebih teliti pada observasi sistem vertebro-basilar, meskipun prinsipnya sama. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak. Sedang pada stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.6 Dikenal bermacam-macam klasifikasi stoke, berdasarkan atas gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya.6 Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif, dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Klasifikasi modifikasi marshall, diantaranya : 1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya a. Stroke iskemik (sekitar 80% sampai 85% stroke terjadi) 

Transient Ischemic Attack (TIA).



Trombosis serebri.



Embolia serebri.

b. Stroke haemoragik (sekitar 15% sampai 20% stroke terjadi) 

Perdarahan intra serebral.



Perdarahan subarachnoid.

2. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu



Transient Ischemic Attack.



Stroke ~ in ~ evolution.



Completed stroke

3. Berdasarkan sistem pembuluh darah 

Sistem karotis.



Sistem vertebra-basilar.6

Klasifikasi Bramford (1992) Stroke mempunyai tanda klinik spesifik, tergantung daerah otak yang mengalami iskemia atau infark. Serangan pada beberapa arteri akan memberikan kombinasi gejala yang lebih banyak pula . Bramford , mengajukan klasifikasi klinis saja yang dapat dijadikan pegangan yaitu.6

Total Anterior Circulaton Infarct (TACI) Gambaran klinik : 1) Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi lesi). 2) Hemianopia (kontralateral sisi lesi). 3) Gangguan fungsi luhur : disfasia , gagguan visuo spasial, hemineglect, agnosia, apraxia. Infark tipe TACI ini penyebabnya adalah embolik kardiak atau thrombus arteri ke arteri, maka dengan segera pada penderita ini dilakukan pemeriksaan fungsi kardiak (anamnesia penyakit jantung, EKG, foto thorax) dan jika pemeriksaan ke arah emboli arteri kearteri normal (dengan bruit leher negative,dupleks karotis normal), maka dipertimbangkan untuk pemeriksaan ekhokardiografi.6

Partial Anterior Circulation Infarct (PACI) Gejala lebih terbatas pada daerah yang lebih kecil dari sirkulasi serebral pada system karotis, yaitu : 1) Deficit motoric/sensorik dan hemianopia. 2) Deficit motoric/sensorik disertai gejala fungsi luhur. 3) Gejala fungsi luhur dan hemianopia. 4) Defisit motorik/sensorik murni yang kurang ekstensif dibanding infark lakunar (hanya monoparesis-mono-sensorik). 5) Gangguan fungsi luhur saja.6 Gambaran klinis PACI terbatas secara anatomik, pada daerah tertentu dan percabangan arteri serebri media bagian kortikal, atau pada percabangan arteri serebri media pada penderita dengan kolateral kompensasi yang baik atau pada arteri serebri anterior. Pada keadaan ini kemungkinan emboli sistemik dari jantung menjadi penyebab stroke terbesar dan pemeriksaan tambahan dilakukan seperti pada TACI.6

Lacunar Infarct (LACI) Disebabkan oleh infark pada arteri kecil dalam otak (small deep infarct) yang lebih sensitif dilihat dengan MRI dari CT scan otak . Tanda-tanda klinis : tidak ada defisit visual, tidak ada gangguan fungsi luhur, tidak ada gangguan fungsi batang otak, defisit maksimum pada satu cabang arteri kecil. Gejala : Pure motor stroke (PMS), Pure sensory stroke (PSS), dan Ataksik hemiparesis (termasuk ataksia dan paresis unilateral, dysrthriahand syndrome). Jenis infark ini bukan disebabkan karena proses emboli karena biasanya

pemeriksaan jantung dan arteri besar normal, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan khusus untuk mencari emboli kardiak.6

Posterior Circulation Infarct (POCI) Terjadi oklusi pada batang otak dan atau lobus oksipitalis. Penyebabnya sangat heterogen dibanding dengan 3 tiper terdahulu. Gejala klinis: disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi ipsilateral dan gangguan motorik/sensorik kontralateral, gangguan motorik/sensorik bilateral, gangguan gerakan konjugat mata (horizontal atau vertikal), disfungsi serebral tanpa gangguan long-tract ipsilateral dan isolated hemianopia atau buta kortikal.6 Heterogenitas penyebab POCI menyebabkan pemeriksaan kasus lebih terliti dan lebih mendalam. Salah satu jenis POCI yang sering disebabkan emboli kardiak adalah gangguan batang otak yang timbul serentak dengan hemianopia homonim.6

Stroke Iskemik Lesi iskemik parenkim otak disebabkan oleh gangguan suplai darah otak yang persisten, biasanya baik oleh blokade pembuluh darah yang memberikan suplai (arterial) atau yang lebih jarang oleh hambatan aliran vena yang menyebabkan stasis darah diotak, dengan gangguan sekunder penghantaran oksigen dan nutrient.4 System saraf pusat memiliki kebutuhan energi yang sangat tinggi yang hanya dapat dipenuhi oleh suplai substrat metabolic yang terus menerus dan tidak terputus. Pada keadaan normal, energy tersebut semata-mata berasal dari metabolisme aerob glukosa otak tidak memiliki persediaan energi untuk digunakan. selama terjadi gangguan penghantaran substrat. Jika neuron tidak mendapatkan glukosa dan oksigen dalam jumlah cukup, fungsi neuron akan menurun dalam beberapa detik. Kebutuhan aliran darah minimal untuk memelihara strukturnya adalah sekitar 5-8 ml per 100 gr/menit (pada jam pertama iskemik). Sebaliknya kebutuhan aliran darah minimal untuk berlanjutnya fungsi adalah 20 ml per 100 gr/menit.4 Selain itu dapat terlihat defisit fungsional walaupun tidak ada jaringan yang mati (infark). Jika aliran darah yang terancam kembali pulih dengan cepat, seperti oleh trombolisis spontan atau secara terapeutik, jaringan otak tidak rusak dan berfungsi kembali seperti sebelumnya yaitu defisit neurologis pulih sempurna. Hal ini merupakan rangkaian kejadian transient ischemic

attack (TIA), yang secara klinis didefinisikan sebagai defisit neurologis sementara dengan durasi tidak lebih dari 24 jam. 80% dari seluruh TIA berlangsung sekitar 30 menit. TIA pada teritori arteri serebri media sering ditemukan pasien mengeluhkan parestesia dan defisit sensorik kontralateral sementara, serta kelemahan kontralateral transien.4 Defisit neurologis akibat iskemia kadang-kadang dapat berkurang meskipun telah berlangsung selama lebih dari 24 jam; pada kasus-kasus tersebut, bukan disebut dengan TIA, tetapi PRIND (prolonged reversible ischemic neurological deficit).4 Jika hipoperfusi menetap lebih lama daripada yang dapat ditoleransi oleh jaringan otak, terjadi kematian sel. Stroke iskemik tidak reversible. Kematian sel dengan kolapssawar darahotak mengakibatkan influks cairan ke dalam jaringan otak yang infark (edema serebri yang menyertai). Dengan demikian infark dapat mulai membengkak dalam beberapa jam setelah kejadian iskemik, membengkak maksimal dalam beberapa hari kemudian , dan kemudian perlahan-lahan mengecil kembali.4

Etiologi Stroke Iskemik Infark Embolik Delapan puluh persen stroke iskemik disebabkan oleh emboli. Bekuan darah atau serpihan debris yang lepas dari plak ateromatosa didinding pembuluh darah besar ekstrakranial, terbawa oleh aliran darah ke otak, dan menjadi sumbatan didalam lumen end artery fungsional. Oklusi embolik proksimal pada trunkus utama arteri serebri menyebabkan infark luas pada seluruh teritori pembuluh darah tersebut (infark territorial). Sebagian besar emboli berasal dari lesi ateromatosa bifurkasio karotidis atau dari jantung. Trombus emboli kadang-kadang larut secara spontan oleh aktivitas fibronolitik darah. Jika proses ini terjadi cepat, defisit neurologis pasien dapat berkurang, dengan pemulihan sempurna dan tidak ada gejala sisa. Namun jika trombus ini tidak larut dalam beberapa jam atau hari, terjadi kematian sel dan defisit neurologis yang biasanya ireversibel.4

Infark Hemodinamik Infark hemodinamik disebabkan oleh penurunan tekanan perfusi secara kritis pada segmen arteri distal sebagai akibat stenosis yang lebih proksimal. Biasanya terjadi pada

teritori A. Perforans Profunda Longus dalam substansia alba serebri. Ketidaklengkapan sirkulus willisi akibat hipoksia atau tidak adanya sebagian segmen arterial komponen sirkulus ini diketahui sebagai prakondisi untuk terjadinya stroke hemodinamik. Jika sirkulus Willisi intak, sebuah pembuluh darah leher yang besar dapat mencukupi suplai darah untuk seluruh otak. Infark hemodinamik berbeda dengan infark embolik pada beberapa karakteristiknya yang dapat membantu penegakan diagnosa. Hal ini sering menimbulkan defisit neurologis yang berfluktuasi, sesuai dengan fluktuasi aliran darah pada segmen arteri post-stenotik. Karena pada keadaan ini perfusi secara keseluruhan perlahan-lahan menurun, mungkin ada periode waktu yang memanjang saat jaringan otak yang berisiko mengalami kekurangan darah untuk berfungsi normal, tetapi masih menerima darah yang mencukupi untuk kebutuhan metabolisme struktualnya. Sebaliknya pada infark emboli, aliran darah regional tiba-tiba terhenti dibawah level yang diperlukan untuk struktur jaringan-setidaknya di pusat infark. Hal ini menjelaskan mengapa defisit neurologis akibat iskemik hemodinamik sering reversible untuk periode yang lebih lama dibandingkan dengan akibat stroke emboli.4 Infark Lakunar Infark lakunar disebabkan oleh perubahan mikroangiopatik arteri-arteri kecil dengan penyempitan yang progresif dan oklusi yang diakibatkannya. Faktor resiko terpenting adalah Hipertensi arterial, yang menyebabkan hyalinosis dinding vaskuler arteri kecil. Arteri Lentikulostriata Perforantes adalah arteri yang tipis dan panjang adalah arteri yang paling sering terkena; sehingga infark lakunar umumnya terjadi di kapsula interna, ganglia basalia, substansia alba hemisfer, dan pons. Lesi khas berupa Sferik atau Tubular yang tampak bulat pada CT atau MRI. Infark lakunar akut dapat dibedakan dengan infark lamanya hanya dengan MRI diffusion-weighted, atau dengan perbandingan pemeirksaan radiologis sebelumnya.4

Gejala dan Tanda Klinis Stroke Iskemik Gejala gangguan fungsi otak pada stroke sangat tergantung pada daerah otak yang terkena. Defisit neurologis yang ditimbulkan dapat bersifat fokal maupun global yaitu kelumpuhan sesisi atau kedua sisi. Kelumpuhan sesisi/kedua sisi, kelumpuhan satu ekstremitas , kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata , otot untuk proses menelan, bicara dan sebagainya.

Gangguan fungsi keseimbangan, penghiduan, penglihatan, pendengaran, somatosensorik dan juga fungsi kognitif seperti gangguan atensi, memori, bicara verbal, mengerti pembicaraan, gangguan pengenalan ruang dan sebagainya. Gangguan global seperti penurunan kesadaran.7 Pemeriksaan sederhana untuk mengenali gejala dan tanda stroke yang disusun oleh Cincinnati menggunakan singkatan FAST, mencakup F yaitu facial drop (mulut mencong atau tidak simetris), A yaitu arm weakness (kelemahan pada tangan), S yaitu speech difficulties (kesulitan bicara) serta T , yaitu time to seek medical help (waktu tiba di RS secepat mungkin). FAST memiliki sensitivitas 85% dan spesifisitas 68% untuk menegakan stroke, serta reliabilitas yang baik pada dokter dan paramedis.7 Gejala stroke infark yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak berganung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah. Gejala sumbatan arteri serebri anterior, yaitu hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol, gangguan mental (bila lesi di frontal), gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh, ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air dan bisa terjadi kejangkejang.8 Gejala sumbatan arteri serebri media, yaitu bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi hemiparesis yang lebih ringan, bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol, gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (afasia).8 Gejala penyumbatan arteri karotis interna, yaitu buta mendadak (amaurosis fugaks), ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan, dan kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (Hemiparesis kontralateral dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.8 Gejala sumbatan arteri serebri posterior, yaitu koma, hemiparesis kontralateral, ketidakmampuan membaca (aleksia), dan kelumpuhan saraf kranialis ketiga.8 Gejala sumbatan sistem vertebrobasiler, yaitu kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas, meningkatkan refleks tendon, gangguan koordinasi gerakan tubuh, gejala-gejala serebelum seperti gementar pada tangan (tremor), kepala berputar (vertigo), ketidakmampuan untuk menelan (disfagia), gangguan motoris pada lidah, mulut,rahang dan pita suara sehingga pasien sulit bicara(disartria), kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap (stupor), koma, pusing,gangguan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi), gangguan penglihatan ganda (diplopia), gerakan bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus)

penurnan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata , kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim),gangguan pendengaran, dan rasa kaku diwajah, mulut dan lidah.8

Stroke Hemoragik 1. Perdarahan Intrakranial Perdarahan spontan yaitu nontraumatik pada parenkim otak (perdarahan intraserebral) atau pada kompartemen meningeal di sekitarnya (perdarahan subaraknoid, subdural, dan epidural) berkisar antara 15-20% dari stroke klinis, menurut istilah yang lebih luas. Penyebab dari perdarahan intrakranial dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1) Perdarahan hipertensif. Penyebab tersering perdarahan intracranial adalah hipertensi arterial. Peningkatan tekanan darah patologis merusak dinding pembuluh darah arteri yang kecil meyebabkan mikroaneurisma (aneurisma Charcot) yang dapat rupture spontan. Lokasi predileksi untuk perdarahan serebral hipertensif adalah ganglia basalis, thalamus, nucleus serebri dan pons. Substansia alba serebri yang dalam sebaliknya jarang terkena.4 Manifestasi perdarahan intraserebral bergantung pada lokasinya. Perdarahan ganglia basalis dengan kerusakan kapsula interna biasanya menyebabkan hemiparesis kontralateral berat sedangkan perdarahan pons menimbulkan tanda-tanda batang otak.4 Ancaman utama perdarahan intraserebral adalah hipertensi intrakranial akibat massa

hematoma.

Rupture

intraventikularis

perdarahan

intraserebral

dapat

menyebabkan hidrosefalus, baik melalui obstruksi aliran ventricular dengan bekuan darah atau dengan gangguan resorpsi LCS dari granulasiones arakhnoideae; jika ada, hidrosefalus makin meningkatkan tekanan intrakranial lebih lanjut. 4 2) Perdarahan intraserebral nonhipertensif. Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh banyak penyebab selain hipertensi arterial. Penyebab yang paling penting adalah malformasi arteriovenosus, tumor, aneurisma, penyakit vaskuler yang meliputi vaskulitis dan angiopati amyloid dan

obstruksi aliran vena. Perdarahan intraserebral kemungkinan disebabkan oleh sesuatu selain hipertensi arterial bila tidak terdapat di salah satu lokasi predileksi untuk perdarahan hipertensi, atau bila pasien tidak menderita hipertensi arterial yang bermakna. 4

2. Perdarahan Subaraknoid (SAH) Perdarahan Subarachnoid : Penyebab tersering perdarahan subarachnoid spontan adalah rupture aneurisma sala satu arteri didasar otak. Ada beberapa jenis aneurisma.4 1) Aneurisma sakular (“berry aneurisma”) ditemukan pada titik bifurkasio arteri intracranial. Aneurisma ini terbentuk pada lesi pada dinding pembuluh darah yang sebelumnya telah ada, baik akibat kerusakan structural (biasanya kongenital), maupun cedera akibat hipertensi. Lokasi tersering aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis interna (pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau arteri komunikans posterior 30%) dan basilar tip (10%).4 2) Aneurisma fusiformis pembesaran pembuluh darah yang memanjang (berbentuk gelondong) yang disebut aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya melibatkan segmen intracranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri media dan arteri basilaris. Struktur ini biasanya disebabkan oleh aterosklerosis dan atau hipertensi dan hanya sedikit yang menjadi sumber perdarahan. Aneurisma fusiformis yang besar pada arteri basilaris dapat menekan batang otak.4 3) Aneurisma mikotik. Dilatasi aneurisma pembuluh darah intracranial kadang-kadang disebabkan oleh sepsis dengan kerusakan yang diinduksi oleh bakteri pada dinding pembuluh darah. Aneurisma mikotik kadang-kadang mengalami regresi spontan, struktur ini jarang menyebabkan perdarahan subaracnoid.4

Faktor Resiko Stroke berdampak terhadap sosioekonomi akibat disabilitas yang diakibatkannya. Oleh karena prevalensi stroke semakin meningkat di Indonesia dan merupakan penyakit penyebab kecacatan nomor satu, maka pencegahannya sangat penting dilakukan melalui deteksi dini faktor

risiko dan upaya pengendalian. Identifikasi faktor risiko stroke sangat bermanfaat untuk perencanaan intervensi pencegahan.3 Tabel 2. Faktor Risiko Stroke.2

Faktor Risiko Terkendali Adapula faktor risiko yang sebenarnya dapat disembuhkan dengan bantuan obat-obatan atau perubahan hidup. Beberapa faktor risiko tersebut, antara lain :

Hipertensi Hipertensi merupakan faktor risiko independen terhadap serangan stroke. Oleh karena itu, pnegelolaan hipertensi sangat penting untuk mencegah serangan stroke, baik pencegahan stroke primer maupun sekunder. Penderita hipertensi seharusnya memeriksa tekanan darahnya secara teratur. Tekanan darah diusahakan mencapai target dibawah 140/85 mmHg. Beberapa upaya dapat dilakukan seperti melakukan pola makan yang sehat, hidup teratur dan seimbang antara aktivitas dan istirahat, turunkan berat badan, olahraga yang teratur dan hindari stres fisik dan psikis. Selain itu juga kadang diperlukan terapi obat-obatan. Pada penderita prehipertensi (120-139/80-90 mmHg) dengan penyakit ikutan yang lain seperti penyakit jantung kongestif, infark miokard, diabates, gagal ginjal kronis perlu diberikan antihipertensi segera.6

Sebagian besar ahli tidak merekomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik akut, kecuali terdapat hipertensi berat yang menetap yaitu tekanan darah sistolik >220mmHg atau diastolik >120 mmHg.6 Pada stroke perdarahan intraserebral (PIS) dengan tekanan darah sangat tinggi (sistolik >220 mmhg , diastolik >120mmHg) harus diturunkan sedini dan secepat mungkin, untuk membatasi pembentukan edema vasogenik akibat kerusakan sawar darah otak pada daerah iskemik sekitar perdarahan.6

Diabetes DM merupakan faktor risiko stroke, dan diabetes juga merupakan prediktor perburukan keluaran stroke. Millikan (1987) menyatakan bahwa 10-30% penderita stroke sebelumnya adalah penderita Diabetes. Risiko terjadinya stroke iskemik pada penderita Diabetes kelompok usia 60-69 tahun adalah 5 kali lebih tinggi dibandingkan penderita non diabetes. Hanya 20% orang dengan DM hidup lebih 5 tahun setelah serangan stroke pertama dan separoh dari pasien tersebut meninggal selama tahun pertama.6

Faktor Risiko Tidak Terkendali Faktor risiko tidak terkendali yakni meliputi. Usia Angka kematian berdasarkan umur adalah : sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur 65 tahun).1 Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia diatas 65 tahun sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian hari.1

Jenis Kelamin Data pasien stroke di Indonesia juga menunjukan rerata usia perempuan (60.4+13.8 tahun) lebih tua dibandingkan laki-laki (57.5 +-12.7 tahun). Hal ini dipikirkan berhubungan dengan estrogen. Estrogen berperan dalam pencegahan plak aterosklerosis seluruh pembuluh darah, termasuk pembuluh darah serebral. Dengan demikian, perempuan pada usia produktif memiliki proteksi terhadap kejadian penyakit vaskular

dan aterosklerosis yang menyebabkan kejadian stroke lebih rendah dibandingkan lelaki. Namun, pada keadaan premenopause dan menopause yang terjadi pada usia lanjut, produksi estrogen menurun sehingga menurunkan efek proteksi tersebut.7

Diagnosis Stroke Anamnesis Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul sangat mendadak, sewaktu bangun tidur, mau sholat, selesai sholat, sedang bekerja dan sewaktu beristirahat. Selain itu perlu juga ditanyakan tentang faktor-faktor resiko yang menyertai stroke misalnya penyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung, serta obat-obatan yang sedang dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula riwayat keluarga dan riwayat lainnya. Pada kasus kasus yang berat, yaitu dengan penurunan kesadaran sampai koma, dilakukan pencatatan perkebangan kesadaran sejak serangan terjadi.6

Pemeriksaan Fisik Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran penderita. Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma Glasgow agar pemantauan selanjutnya lebih mudah. Perhatikan pada pernafasan penderita untuk menentukan fungsi lesi otak untuk dimonitor. Namun jika penderita sadar, tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi disertai pemeriksaan saraf-saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi baik atau adakah disfasia.6 Jika kesadaran menurun dan nilai GCS telah tentukan, lakukan pemeriksaan refleksrefleks batang otak yaitu : reaksi pupil terhadap cahaya, refleks kornea, refleks okulo sefalik, refleks okulo-vestibular (tes kalori).6

Score Siriraj Skor Siriraj adalah salah satu sistem skoring yang telah dikembangkan sekitar tahun 1984-1985 di Rumah Sakit Siriraj, Universitas Mahidol, Bangkok, Thailand, dan diterima secara luas dan digunakan di banyak rumah sakit di Thailand sejak tahun 1986. Skor Siriraj dibuat berdasarkan studi atas 174 pasien stroke supratentorial (kecuali perdarahan subaraknoid) yang

dirawat di Rumah Sakit Siriraj selama tahun 1984 hingga 1985 dengan tujuan mengembangkan suatu alat diagnostik klinis stroke yang sederhana, reliable, dan aman, serta dapat digunakan di daerah yang tidak memiliki fasilitas CT scan kepala. Masing-masing variabel kemudian dikalikan dengan konstanta 10/3, sehingga tercapai angka utuh dan terbentuk skor Siriraj yang lebih sederhana. Bentuk rumus persamaan diskriminan asli (original) dan yang sudah disederhanakan tampak dalam gambar.9

Gambar 2. Bentuk Rumus Persamaan Skor Siriraj versi asli dan versi disederhanakan.9 Nilai skor Siriraj lebih dari 1 (satu) mengindikasikan perdarahan intraserebral supratentorial, sedangkan nilai di bawah -1 (minus satu) mengindikasikan infark serebri. Nilai antara 1 dan -1 menunjukkan hasil belum stroke perdarahan sebesar 85% dan 73%. Nilai duga positif dan nilai duga negatif skor Siriraj adalah 85% dan 71% untuk stroke iskemik, serta 71% dan 85% untuk stroke perdarahan. Skor Siriraj memiliki nilai sensitivitas 93,7%, spesifisitas 76,6%, nilai duga positif 81,2%, dan nilai duga negatif 92% dengan akurasi keseluruhan sebesar 93,7% untuk diagnosis stroke iskemik; sedangkan untuk diagnosis stroke perdarahan, sensitivitasnya 83,3%, spesifi - sitas 92,5%, nilai duga positif 86,8%, nilai duga negatif 92,5%, dan akurasi keseluruhan 83,3%.9

Algoritma Gajah Mada

Gambar 3. Algoritma Gajah Mada.10 Pemeriksaan Penunjang Pencitraan otak sangat penting untuk membedakan penyebab yang menyerupai (SAH, ICH, massa) dan dapat juga mengkonfirmasikan diagnosis stroke iskemik. CT scan nonkontras adalah bentuk neuroimaging yang paling umum digunakan dalam evaluasi akut pasien dengan stroke akut. Pungsi lumbal diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau perdarahan subarachnoid ketika CT scan negatif tetapi kecurigaan klinis tetap tinggi. Pencitraan CT multimodal dengan penambahan CT angiografi dan perfusi CT ke NCCT memiliki potensi untuk mengidentifikasi oklusi pembuluh besar dan area jaringan yang dapat diselamatkan.11 MRI dengan angiografi resonansi magnetik (MRA) telah menjadi kemajuan besar dalam neuroimaging stroke. MRI tidak hanya memberikan detail struktur yang besar tetapi juga dapat menunjukkan edema serebral awal. Selain itu, MRI telah terbukti sensitif untuk mendeteksi perdarahan intrakranial akut. Namun, MRI juga memiliki kekurangan seperti sulit digunakan dalam kondisi emergensi, banyak pasien memiliki kontraindikasi pencitraan MRI (misalnya alat pacu jantung, implan), dan interpretasi scan MRI mungkin lebih sulit.11

Pemindaian dupleks karotis adalah salah satu tes yang paling berguna dalam mengevaluasi pasien dengan stroke. Pemeriksaan ini juga semakin banyak dilakukan lebih awal dalam evaluasi, tidak hanya untuk menentukan penyebab stroke tetapi juga untuk menentukan pasien baik untuk manajemen medis atau intervensi karotis jika mereka memiliki stenosis karotis.11 Pengujian laboratorium secara luas tidak secara rutin diperlukan sebelum keputusan dibuat mengenai fibrinolisis. Pengujian sering dapat terbatas pada glukosa darah, ditambah studi koagulasi jika pasien menggunakan warfarin, heparin, atau salah satu agen antitrombotik yang lebih baru (misalnya, dabigatran, rivaroxaban). Hitung darah lengkap (CBC) dan panel kimia dasar dapat menjadi studi dasar yang berguna.11 Tes laboratorium tambahan disesuaikan untuk masing-masing pasien dan mungkin termasuk yang berikut:11 

Biomarker jantung



Profil lipid puasa



Tingkat sedimentasi eritrosit



Tes kehamilan



Antinuclear antibody (ANA)



Faktor reumatoid



Tingkat homosistein



Reagen plasma cepat (RPR)

Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat1 1. Cairan1 

Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.



Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral).



Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius pada penderita panas).



Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.



Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah.



Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali pada keadaan hipoglikemia.

2. Nutrisi1 

Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.



Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi diberikan melalui pipa nasogastrik.



Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi: Karbohidrat 30-40 % dari total kalori; Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %); Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0 g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari).



Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6 minggu, pertimbangkan untuk gastrostomi.



Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.



Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang banyak mengandung vitamin K pada pasien yang mendapat warfarin.

3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi1 

Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan kontraktur) perlu dilakukan



Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman



Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.



Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru.



Pada pasien tertentu yang beresiko menderita thrombosis vena dalam, heparin subkutan 5000 IU dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid perlu diberikan (AHA/ASA, Level of evidence A).5 Resiko perdarahan sistemik dan perdarahan intraserebral perlu diperhatikan.6 Pada pasien imobilisasi yang tidak bias menerima antikoagulan, penggunaan stocking eksternal atau aspirin direkomendasikan untuk mencegah thrombosis vena dalam. (AHA/ASA, Level of evidence A and B).

4. Penatalaksanaan medik yang lain1 

Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia (kadar glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi insulin (AHA/ASA,Class I, Level of evidence C).1 Target yang harus dicapai adalah normoglikemia. Hipoglikemia berat (<50 mg/dl) harus diobati dengan dekstrosa 40% intravena atau infuse glukosa 1020%.



Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau propofol bias digunakan.



Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi.



Berikan H2 antagonis, apabila ada indikasi (perdarahan lambung).



Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lender, atau memandikan pasien karena dapat mempengaruhi TTIK.



Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.



Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermiten.

Tatalaksana Stroke Akut secara Khusus Penatalaksanaan Stroke Iskemik1 1. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut

2. Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak direkomendasikan diberikan pada kebanyakan pasien stroke iskemik 3. Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia. 4. Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik darah secara karakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak direkomendasikan (grade A). 5. Pemberian terapi trombolisis pada stroke akut 6. Pemberian antikoagulan a.

Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan mencegah timbulnya stroke ulang awal,

menghentikan perburukan deficit neurologi, atau memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut tidak direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien dengan stroke iskemik akut. b.

Antikoagulasi urgent tidak drekomendasikan pada penderita dengan stroke akut sedang

sampai berat karena meningkatnya risiko komplikasi perdarahan intracranial. c.

Inisiasi pemberian terapi antikoagulan dlam jangka waktu 24 jam bersamaan dengan

pemberian intravena rtPA tidak direkomendasikan. d.

Secara umum, pemberian heparin, LMWH atau heparinoid setelah stroke iskemik akut

tidak bermanfaat. Namun, beberapa ahli masih merekomendasikan heparin dosis penuh pada penderita stroke iskemik akut dengan risiko tinggi terjadi reembolisasi, diseksi arteri atau stenosis berat arteri karotis sebelum pembedahan. Kontraindikasi pemberian heparin juga termasuk infark besar >50%, hipertensi yang tidak dapat terkontrol, dan perubahan mikrovaskuler otak yang luas. 7. Pemberian antiplatelet1 a.

Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dlam 24 sampai 48 jam setelah awitan

stroke dianjurkan untuk seiap stroke iskemik akut. b.

Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut pada stroke,

seperti pemberian rtPA intravena. c.

Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan.

d.

Penggunaan aspirin sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam setelah pemberian obat

trombolitik tidak dierkomendasikan. e.

Pemberian klopidrogel saja, atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke iskemik akut,

tidak dianjurkan, kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik, misalnya angina pectoris tidak stabil, non-Q-wave MI, atau recent stenting, pengobatan harus diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian. f.

Pemberian antiplatelets intravena yang menghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa tidak

dianjurkan. 8. Hemodilusi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak dianjurkan dalam terpi stroke iskemik akut. 9. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi stroke iskemik akut. 10. Dalam keadaan tertentu, vasopressor terkadang digunakan untuk memperbaiki aliran darah ke otak (cerebral blood flow). Pada keadaan tersebut, pemantauan kondisi neurologis dan jantung harus dilakukan secara ketat. 11. Tindakan endarterektomi carotid pada stroke iskemik akut akut dapat mengakibatkan risiko serius dan keluaran yang tidak menyenangkan. Tindakan endovascular belum menunjukkan hasil yang bermanfaat, sehingga tidak dianjurkan. 12. Pemakaian obat-obatan neuroprotektor belum menunjukkan hasil yang efekif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun, citicolin sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut.6 Penggunaan citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2x1000 mg intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS (International Citicholin Trial in Acute Stroke, ongoing).6 Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh PERDOSSI secara multisenter, pemberian Plasmin oral 3x500 mg pada 66 pasien di 6 rumah sakit pendidikan di Indonesia menunjukkan efek positif pada penderita strke akut berupa perbaikan motoric, score MRS dan Barthel index.

13. Cerebral venous sinus thrombosis (CVST)

Diagnosa CVST tetap sulit. Faktor risiko yang mendasari baru diketahui sebesar 80%. Beberapa faktor risiko sering dijumpai bersamaan. Penelitian The International Study On Cerebral Vein And Dural Sinus Thrombosis (ISCVT) mendapatkan 10 faktor risiko terbanyak, antara lain kontrasepsi oral (54,3%), trombofilia (34,1%), masa nifas (13,8%), infeksi dapat berupa infeksi SSP, infeksi organ-organ wajah, dan infeksi lainnya (12,3%), gangguan hematologi seperti anemia, trombositemia, polisitemia (12%), obat-obatan (7,5%), keganasan (7,4%), kehamilan (6,3%), presipitasi

mekanik

termasuk

cedera kepala

(4,5%),

dan vaskulitis

(3%).

Penatalaksanaan CVST diberikan secara komprehensif, yaitu dengan terapi antitrombotik, terapi simptomatik, dan terapi penyakit dasar. Pemberian terapi UFH atau LMWH direkomendasikan untuk diberikan, walaupun terdapat infark hemoragik (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). Terapi dilanjutkan dengan antikoagulan oral diberikan selama 3-6 bulan, diikuti dengan terapi antiplatelet.

Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut.1 

Pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan 15 % (sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) > 220 mmHg atau tekanan diastolik > 120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut, akan diberi terapi trombolitik (rtPA), supaya tekanan darah diturunkan sehingga TDS < 185 mmHg dan TDD < 110 mmHg. Selanjutnya tekanan darah harus dipantau sehingga TDS < 180 mmHg dan TDD < 105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat anti hipertensi yang digunakan adalah labtalol, nitropaste, nitropusid, nikardipun, atau ditialzem intravena.1



Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS >200 mmHg atau Mean Arterial Preassure (MAP) >150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontiniu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.



Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.



Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.



Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman. Setelah kraniotomi, target MAP adalah 100mmHg.



Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada penderita stroke perdarahan intraserebral.



Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena, digunakan dalam upaya diatas.



Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial, meskipun bukan kontraindikasi mutlak.



Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang. Untuk mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg. Sedangkan TDS 160-180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan komorbiditas kardiovaskular.



Calcium

Channel

Blocker

(nimodipin)

telah

diakui

dalam

berbagai

panduan

penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien apabila vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan akhir-akhir ini menyatakan bahwa hal ini terkait dengan efek neuroprotektif dari nimodipin. 

Terapi hiperdinamik dengan ekspansi volume, dan induksi hipertensi dapat dilakukan dalam penatalksanaan vasospasme serebral pada PSA aneurismal, tetapi target rentang tekanan darah belum jelas.



Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.1

Prognosis NIHSS adalah suatu skala penilaian yang dilakukan pada pasien stroke untuk melihat kemajuan hasil perawatan fase akut (akibat impairment). Penilaian ini dilakukan dua kali, yaitu saat masuk (hari pertama perawatan) dan saat keluar dari perawatan. Perbedaan nilai saat masuk dan keluar, dapat dijadikan salah satu patokan keberhasilan perawatan.6 Nilai NIHSS adalah antara 0-42. Terdiri dari 11 komponen, bila motorik lengan serta kaki kanan dan kiri dituliskan dalam satu nomor dan dipisahkannya dengan penambahan nomor a dan b, tetapi akan menjadi 13 komponen apabila masing-masing motorik lengan dan tungkai kanan kiri diberi nomor terpisah. Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut.6 Tabel 3. Nilai NIHSS.6 Komponen 1a. Derajat kesadaran

1b. Menjawab pertanyaan

1c. Mengikuti perintah

2. Gerakan mata konjugat horizontal

3. Lapang pandang pada tes konfrontasi

Nilai 0= sadar penuh 1= somnolen 2= stupor 3= koma 0= menjawab 2 pertanyaan dengan benar 1= hanya menjawab 1 pertanyaan dengan benar/tidak dapat berbicara karena terpasang pipa endotrakea/disartria 2=tidak dapat menjawab 2 pertanyaan dengan benar/afasia/stupor 0= dapat melakukan 2 perintah dengan benar 1= hanya dapat melakukan 1 perintah dengan benar 2= tidak dapat melakukan 2 perintah dengan benar 0= normal 1= gerakan abnormal hanya pada satu mata 2= deviasi konyugat yang kuat atau paresis konyugat total pada kedua mata 0= tidak ada gangguan 1= kuadranopsia

4. Paresis wajah

5. Motorik lengan (x2)

6. Motorik kaki (x2)

7. Ataksia anggota badan

8. Sensorik

9. Bahasa terbaik

10. Disartria

11. Inatensi

Nilai NIHSS berkisar 0-42

2= hemianopsia total 3= hemianopsia bilateral/buta kortikal 0= normal 1= paresis ringan 2= paresis parsial 3= paresis total 0= tidak ada simpangan bila pasien disuruh mengangkat kedua lengannya selama 10 detik 1= lengan menyimpang ke bawah sebelum 10 detik 2= lengan terjatuh ke kasur atau badan tidak dapat diluruskan secara penuh 3= tidak dapat melawan gravitasi 4= tidak ada gerakan X= tidak dapat diperiksa 0= tidak ada simpangan bila pasien disuruh mengangkat kedua kakinya selama 5 detik 1= kaki menyimpang ke bawah sebelum 5 detik 2= kaki terjatuh ke kasur atau badan tidak dapat diluruskan secara penuh 3= tidak dapat melawan gravitasi 4= tidak ada gerakan X= tidak dapat diperiksa 0= tidak ada 1= pada satu ekstremitas 2= pada dua atau lebih ekstremitas X= tidak dapat diperiksa 0= normal 1= defisit parsial 2= defisit berat 0= tidak ada afasia 1= afasia ringan-sedang 2= afasia berat X= tidak dapat diperiksa 0= artikulasi normal 1= disartria ringan-sedang 2= disartria berat X= tidak dapat diperiksa 0= tidak ada 1= parsial 2= total

Penilaiannya adalah sebagai berikut : 

Nilai < 4



Nilai antara 4-15 : Sedang



Nilai > 15

: Stroke Ringan

: Berat

Seperti lazimnya semua skoring yang mempunyai keunggulan dan kelemahan, maka NIHSS juga mempunyai keunggulan dan kelemahan.6 Keunggulannya adalah dapat dilakukan dengan cepat, kurang lebih 15 menit, telah banyak dipergunakan dan telah divalidasi, berguna untuk kondisi stroke akut, mudah dipelajarinya, dan skor yang dipakai sederhana, tingkat reliabilitinya tinggi diantara para pengguna skor.6 Kelemahanya kurang baik untuk stroke gangguan sirkulasi posterior, oleh karena didalam skoring terdapat penilaian kemampuan berbahasa dan untuk gangguan di batang otak, nilai yang diperoleh tidak sesuai antara luasnya kerusakan patologis dengan beratnya gejala dan tanda defisit neurologis yang ditimbulkannya.6 Berdasarkan penelitian, terdapat antara nilai korelasi NIHSS masuk dengan kondisi saat keluar yaitu.6 Tabel 4. Tabel NIHSS.6 NIHSS saat (hari)

Keluaran

0-8

Pulang dengan berobat jalan

9-17

Perawatan rehabilitas

18+

Perawatan difasilitas rehabilitas, perawatan khusus dirumah, perawatn subakut atau perawatan khusus disuatu rumah rehabilitasi

BAB III PEMBAHASAN KASUS

Tn. DW Seorang Laki-laki berusia 68 tahun datang ke IGD RSBY dengan keluhan tangan dan kaki kiri terasa lemas sejak beberapa jam yang lalu, keluhan timbul saat pagi hari Secara tiba – tiba , diawali ketika pasien berubah posisi dari duduk dan ketika berdiri seolah ingin terjatuh. Pasien mengatakan mulut tiba-tiba mengences tanpa disadari , keluarga melihat mulut pasien menjadi mencong ke sebelah kiri dan bicara menjadi tidak jelas

Pasien

mengeluhkan selalu tersedak saat minum.. Terdapat riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan penurunan motoric atas dan bawah sebelah kiri, yaitu motoric atas 5555/4444 dana motoric bawah 5555/4444, dimana pasien tidak dapat melawan tahanan pemeriksaan pada sebelah kiri pasien. Hal ini menandakan terjadi kerusakan otak yang terjadi pada pasien terjadi pada hemisfer otak sebelah kanan. Pasien tidak ada keluhan muntah yang menyembur,sakit kepala, trias cushing ( nadi bradikardi, tensi tinggi , RR cheyne stokes) dan pupil edema, dimana hal tersebut merupakan tanda-tanda peningkatan TIK yang disebabkan karena infark yang luas. Dari hasil pemeriksaan Nervus Cranialisdidapatkan terdapat adanya parase N.VII central sinistra. Hal ini sesuai dengan klinis pasien yang mengeluh terjadinya sering mengences,mulut mencong ke kiri , mentup mata kiri , memperlihatkan gigi dan mengembungkan gig tidak simetris. Pada saat pemeriksaan reflek patologis ditemukan Babinski -/+, hal ini diakarenakan terkena traktus piramidalis. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan diagnosa klinik pada pasien adalah hemiparesis sisnistra, hippertensi grde 2, disatria, parase N.VII central sinistra, Babinski (+) pada kaki kiri. Diagnosa topik pada pasien ini adalah terdapat lesi pada basal ganglia kanan (hemisfer cerebri kanan) (subkorteks). Hal ini didasari dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu CT-Scan non kontras. Diagnosa etiologik adalah vascular didukung oleh faktor resiko pasien adalah seorang laki – laki, usia 68 tahun, pasien mempunyai kolestrol didasari dari hasil laboratorium dimana Trigliserid 352mg/dl dan riwayat hipertensi yang tidak terkontrol .

Diagnosa patologik adalah infark atau iskemik pada artri kecil dalam otak (small deep infarct), hal ini didasarkan dari hasil CT-Scan non kontras. Dari hasil CT-scan non kontras didapatkan adanya infark pada bangsalganglia kanan. Sesuai dengan gambaran CT-scan tersebut, pasien terkena LACI (Lacunar infark) infark pada arteri kecil dalam otak (small deep infarct) yang lebih sensitif dilihat dengan MRI dari CT scan otak . Tanda-tanda klinis : tidak ada defisit visual, tidak ada gangguan fungsi luhur, tidak ada gangguan fungsi batang otak, defisit maksimum pada satu cabang arteri kecil. Gejala : Pure motor stroke (PMS), Pure sensory stroke (PSS), dan Ataksik hemiparesis (termasuk ataksia dan paresis unilateral, dysrthria- hand syndrome). Jenis infark ini bukan disebabkan karena proses emboli karena biasanya pemeriksaan jantung dan arteri besar normal, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan khusus untuk mencari emboli kardiak. Prognosis Ad vitam adalah dubia ad bonam .Hal ini didasari dari hasil pemeriksaan Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran Compos Mentis GCS 15 dan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital menunjukkan semua dalam batas normal kecuali tekanan darah 200/120 mmHG. Prognosis Ad fungsionam adalah dubia ad bonam. Didasari karena penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi fungsi organ yaitu pasien merasa lemes pada tangan dan kaki sebelah kiri sehingga menganggu pasien beraktivitas . Prognosis Ad sanationam adalah bonam, karena pada pasien ini termasuk stroke ringan, berdasarkan NIHSS didapatkan : 1. Awal masuk 

Kesadaran



Menjawab pertanyaan : menjawab 2 pertanyaan dengan benar (0)



Mengikuti perintah



Gerakan mata konjungat : tidak terlihat



Lapang pandang

: tidak dilakukan



Paresis wajah

: normal (0)

: Sadar penuh (0)

: dapat melakukan 2 perintah dengan benar (0)

Motorik lengan : tidak ada simpangan bila pasien disuruh mengangkat kedua lengannya selama 10 detik (0) 

Motorik kaki

: tidak ada simpangan bila pasien disuruh mengangkat

kedua kakinya selama 5 detik (0) 

Ataksia anggota badan : 1 ekstremitas (1)



Sensorik

: tidak diketahui



Bahasa

: afasia ringan – sedang (1)



Disartia

: disartia ringan-sedang (1)



Inatensi

: parsial (1)

Hasil : 3 (skor < 4 adalah ringan) 2. Saat mau pulang 

Kesadaran



Menjawab pertanyaan : menjawab 2 pertanyaan dengan benar (0)



Mengikuti perintah



Gerakan mata konjungat : tidak terlihat



Lapang pandang

: tidak dilakukan



Paresis wajah

: normal (0)



Motorik lengan

: tidak ada simpangan bila pasien disuruh mengangkat

: Sadar penuh (0)

: dapat melakukan 2 perintah dengan benar (0)

kedua lengannya selama 10 detik (0) 

Motorik kaki

: tidak ada simpangan bila pasien disuruh mengangkat

kedua kakinya selama 5 detik (0) 

Ataksia anggota badan : 1 ekstremitas (1)



Sensorik

: tidak diketahui



Bahasa

: afasia ringan – sedang (1)



Disartia

: disartia ringan-sedang (1)



Inatensi

: parsial (1)

Hasil : 3 (skor < 4 adalah ringan) (0-8 pulang dengan berobat jalan ) SIRIRAJ STROKE SCORE dan Skor GAJAHMADA Pada awal datang didapatkan : 

Kesadaran

: kompos mentis (2,5 x 0)



Sakit kepala

: tidak

(2 x 0)



Muntah

: tidak

(2 x 0)



Diastole

: 120

(0,1 x 120)



Ateroma

: tidak

(3x0)



Konstanta

(-12)

Didapatkan hasil siriraj stroke skore 0. Yang artinya hasil siriraj sroke skore harus melakukan CT Scan.. Hal ini perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan penyebab stroke apakah stroke iskemik atau stroke perdarahan. Berdasarkan penilaian algoritma stroke Gajah Mada, tidak terdapat penurunan kesadaran, tidak ada nyeri kepala, namun ada refleks Babinsky (+) menandakan bahwa stroke yang dialami pasien ini adalah stroke iskemik.

Daftar Pustaka 1) Guideline Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI : Jakarta;2011. 2) Setyopranoto I .Stroke : gejala dan penatalaksanaan. Continuing medical education (CME). Mei-Juni 2014 ; 38 (4).247-250. Diunduh pada 03 Juli 2018 dari http://www.kalbemed.com/Portals/6/1_05_185Strokegejalapenatalaksanaan.pdf. 3) Ghani L, Mihardja LK, Delima. Faktor risiko dominan penderita stroke di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan.Maret 2016 ; 44(1): 49-58. Diunduh pada 04 Juli 2018 dari https://media.neliti.com/media/publications/20146-ID-faktor-risiko-dominan-penderitastroke-di-indonesia.pdf. 4) Baehr M, Frotscher M. Suplai darah dan gangguan vaskular sistem darah pusat. Dalam : Diagnosis Topik Neurologi DUUS: Anatomi, fisiologi, Tanda, Gejala. Edisi 5. Jakarta : EGC ; 2017.p.357-362, 383-389. 5) Gambar peredaran darah otak. Diunduh pada tanggal 04 Juli 2018 pukul 18.54 WIB, diunduh dari : http://irapanussa.blogspot.co.id/2012/06/circulus-arteriosis-willisi.html. 6) Misbach J, Jannis J. Diagnosis Stroke dalam Stroke : Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta : FKUI;2011.p.123-167. 7) Aninditha T, Wiratman W. Stroke Iskemik dalam Buku ajar neurologi. Buku 2. Jakarta: Departemen Neurologi FKUI/RSCM, 2017. H.458. 8) Munir B. Diagnosis dan terapi penyakit neurologi dalam Sagung Seto, 2015.p.371.

neurologi dasar. Jakarta:

9) Widiastuti P, Nuartha AA. Sistem skoring diagnostik untuk stroke : skore siriraj. Bali : Universitas Udayana Denpasar. Diunduh pada tanggal 03 Juli 2018 jam 20.18 WIB, dari http://www.kalbemed.com/Portals/6/25_233Analisissistem%20Skoring%20Diagnostik%20untuk%20Stroke-Skor%20Siriraji.pdf. 10) Gambar algoritma gajah mada. Diunduh pada tanggal 4 Juli 2018 pukul 23.22 WIB, dari https://sarafambarawa.wordpress.com/2016/11/10/stroke-infark-nesty-vavirya-kartikadewi/. 11) Edward C Jauch . Ischemic stroke. 2018. Diunduh pada tanggal 4 Juli 2018 pukul 20.20 WIB, dari https://emedicine.medscape.com/article/1916852-workup.

Related Documents


More Documents from ""