ASUHAN KEPERAWATAN strok
Di Susun Oleh KELOMPOK : III 1. Ni Komang Sari 2. Ni Kadek Ariyanti 3. Sri Indriningsih 4. Nurfatima 5. Dyah Yuni Anisa 6. Ester Pakiding 7. Hermansyah 8. Jeary Yakob
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU TAHUN 2018 /2019
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas anugrahnya sehingga kami dapat menyelesaikan “Tugas Askep Strok’’ Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan askep ini selain untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi penulis, penulis telah berkuasa untuk dapat menyusun makalah ini dengan baik, namun penulis pun menyadari bahwa kami memiliki keterbatasan dalam menyusun askep ini . Oleh karena itu jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi tekhnik penulisan, maupun dari isi maka kami mohon maaf dan kritik serta saran dari Dosen pengajar bahkan semua pembaca sangat diharapkan oleh kami untuk sdapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kita bersama. Harap ini dapat bermanfaat bagi kita sekalian .
Palu, 13 maret 2019
Penulis
ii
DAFTAR ISI Halaman judul ................................................................................................. i Daftar isi ........................................................................................................... ii Kata Pengantar ................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar belakan ........................................................................................ 1 B.Tujuan ................................................................................................... 2 C. Rumusan masalah ................................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3 A. Defenisi HIV AIDS .............................................................................. 3 B. Etiologi HIV AIDS .............................................................................. 4 C. Manifestasi klinis HIV AIDS ............................................................... 7 D. Klasifikasi HIV AIDS .......................................................................... 8 E. Patofisiologi HIV AIDS ...................................................................... 10 F. Komplikasi HIV AIDS ......................................................................... 12 G. Pemeriksaan penunjang HIV AIDS ................................................... 13 H. Penatalaksanaan HIV AIDS ................................................................. 14 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS ......................................... 16 A. pengkajian ............................................................................................ 16 B. Diagnosa .............................................................................................. 20 C. Intervensi .............................................................................................. 20 D. Implementasi ........................................................................................ 26 E. Evaluasi ................................................................................................ 26 BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 27 A. Kesimpulan ......................................................................................... 27 B. Saran .................................................................................................... 27 Daftar pustaka .................................................................................................. 28
iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO (World Health Organization), stroke didefinisikan suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yangsesuai dengan daerah otak yang terganggu. Kejadian serangan penyakit ini bervariasi antar tempat, waktu dan keadaan penduduk. (Chris W. Green dan Hertin Setyowati 2004) Chandra B. mengatakan stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal daerah otak yang terganggu. Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus dan dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau usia . Spesialis Saraf Rumah Sakit Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke semakin penting dan mendesak karena kini jumlah penderita Stroke di Indonesia terbanyak dan menduduki urutan pertama di Asia dan keempat di dunia, setelah India, Cina, dan Amerika. Berdasarkan data terbaru dan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas 2013), stroke merupakan penyebab kematian utama di Indonesia. Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mil dan yang berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi, sebanyak 57,9 persen penyakit stroke telah terdiagnosis oleh nakes. Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda 1
klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat . B. Tujuan 1. Untuk mengetahui tentang defenisi HIV AIDS 2. Untuk mengetahui tentang etiologi HIV AIDS 3. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis HIV AIDS 4. Untuk mengetahui tentang klasifikasi HIV AIDS 5. Untuk mengetahui tentang patofisiologi HIV AIDS 6. Untuk mengetahui tentang komplikasi HIV AIDS 7. Untuk mengetahui tentang pemeriksaan penunjang HIV AIDS 8. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan HIV AIDS 9. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan HIV AIDS C. Rumusan Masalah 1. Bagaimana tentang defenisi HIV AIDS 2. Bagaimana tentang etiologi HIV AIDS 3. Bagaimana tentang manifestasi klinis HIV AIDS 4. Bagaimana tentang klasifikasi HIV AIDS 5. Bagaimana tentang patofisiologi HIV AIDS 6. Bagaimana tentang komplikasi HIV AIDS 7. Bagaimana tentang pemeriksaan penunjang HIV AIDS 8. Bagaimana tentang penatalaksanaan HIV AIDS 9. Bagaimana tentang asuhan keperawatan HIV AIDS
2
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Stroke Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak secara akut dan dapat menimbulkan kematian (World Health Organization
[WHO],
2014).
Stroke
adalah
suatu
keadaan
yang
mengakibatkan seseorang mengalami kelumpuhan atau kematian karena terjadinya gangguan perdarahan di otak yang menyebabkan kematian jaringan otak (Batticaca, 2009). Stroke terjadi akibat pembuluh darah yang membawa darah dan oksigen ke otak mengalami penyumbatan dan ruptur, kekurangan oksigen menyebabkan fungsi control gerakan tubuh yang dikendalikan oleh otak tidak berfungsi (American Heart Association [AHA], 2015) Stroke di bagi menjadi 2 berdasarkan penyebabnya, yaitu : 1) Stroke hemoragik Merupakan stroke yang disebabkan oleh perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhniod karena pecahnya pembuluh darah otak pada area tertentu sehingga darah memenuhi jaringan otak (AHA, 2015). Perdarahan yang terjadi dapat menimbulkan gejala neurologik dengan cepat karena tekanan pada saraf di dalam tengkorang yang ditandai dengan penurunan kesadaran, nadi cepat, pernapasan cepat, pupil mengecil, kaku kuduk, dan hemiplegia (Sylvia, 2005 ; Yeyen, 2013). 2) Stroke Iskemik / nonhemoragik Merupakan stroke yang disebabkan oleh suatu gangguan peredaran darah otak berupa obstruksi atau sumbatan yang menyebabkan hipoksia pada otak dan tidak terjadi perdarahan (AHA, 2015). Sumbatan tersebut dapat disebabkan oleh trombus (bekuan) yang terbentuk di dalam pembuluh otak atau pembuluh organ selain otak (Sylvia, 2005). Stroke ini ditandai dengan kelemahan atau hemiparesis, nyeri kepala, mual muntah, pendangan kabur, dan disfagia (Wanhari, 2008 dalam Yeyen, 2013).
3
B. Etiologi Sroke biasanya disebabkan oleh: a. Trombosis Serebral Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebri. Tanda dan gejala neurologis sering kali memburuk dalam 48 jam setelah terjadinya thrombosis. Beberapa keadaaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak: Aterosklerosis
adalah
mengerasnya
pembuluh
darah
serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis aterosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut; lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis, merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus) dan dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan. Hiperkoagulasi
pada Polisitema.
Darah
bertambah
kental,
peningkatan viskositas/hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebri. Arteritis (radang pada arteri) maupun Vaskulitis : arteritis temporalis, poliarteritis nodosa. Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau traumatik). Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit). b. Emboli serebri Merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Emboli tersebut
4
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menimbulkan emboli, yaitu:
Katup-katup jantung yang rusak akibat penyakit jantung reumatik, infark miokardium, fibrilasi, dan keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah membentuk gumpalan
kecil
dan
sewaktu-waktu
kosong
sama
sekali
mengeluarkan embolus-embolus kecil. Endokarditis oleh bakteri dan nonbakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endokardium. Sumber di jantung fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium, penyakit jantung reumatik, penyakit katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik.
Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri : bifurkasio karotis komunis, arteri vertrebralis distal.
Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma.
c. Hemoragik. Perdarahan intracranial dan intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab otak yang paling umum terjadi: - Aneurisma berry, biasanya defek congenital - Aneurisma fusiformis dari arterosklerosis - Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis - Malformasi asteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena - Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalam dan degenerasi pembuluh darah. d. Hipoksia umum Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
5
- Hipertensi yang parah - Henti jantung paru - Curah jantung turun akibat aritmia. e. Hipoksia lokal Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah: - Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid - Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.(Muttaqin, 2011) C. Tanda dan gejala Adapun tanda dan gejala dilihat dari jenis stroke, yaitu: a.
Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa: o Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodormal yang terjadi pada saat istirahat atau bangun pagi. o Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran o Terjadi trauma pada usia > 50 tahun o Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya.
b.
Gejala klinis pada stroke akut berupa: o Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak. o Ganguan sensibilitas pada suatu anggota badan (gangguan hemisensorik) o Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor/koma) o Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara) o Disartria (bicara pelo atau cade) o Afaksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran) o Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).
a. Stroke Hemoragik Pada stroke non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah tmbulnya defisit neurologis secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dengan kesadaran biasanya tidak menurun, kecuali bila embolus cukup besar. Biasanya terjadi pada usia > 50 tahun.
6
Menurut WHO, dalam International Statistical Classificationof Disease and Related Health Problem 10th Revision, Stroke hemoragik di bagi atas:
Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Subaraknoid (PSA)
a) Stroke akibat perdarahan intra serebral (PIS) mempunyai gejala prodromal yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringkali siang hari, saat aktivitas, atau emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah sering terjadi ketika pada permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplegi biasa terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% anatar ½ sampai 2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari). b) Pada pasien dengan stroke akibat perdarahan subaraknoid (PSA) didapatkan gejala prodromal yang berupa nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala/tanda rangsanga menigeal. Edema pupil dapat terjadi apabila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna. b. Gejala Stroke Non Hemoragik : Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah : 1.
Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna. Buta mendadak (amaurosis fugaks). Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
2.
Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
7
Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
3.
Gangguan mental.
Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
Bisa terjadi kejang-kejang.
Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
4.
Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
Meningkatnya refleks tendon.
Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar (vertigo).
Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit bicara (disatria).
Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi)
Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).
Gangguan pendengaran.
Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
8
5.
Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
Koma
Hemiparesis kontra lateral.
Ketidakmampuan membaca (aleksia).
Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
Gejala akibat gangguan fungsi luhur
Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.
Alexia
adalah
hilangnya
kemampuan
membaca
karena
kerusakan otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.
Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak.
Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh 9
menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan
melaksanakan
bermacam
perintah
yang
berhubungan dengan ruang.
Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
Amnesia, adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.
Dementia, adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan.
(Arief mansyur, 2000) D. Patofisiologi Menurut Sylvia A. Price (2005) dan Smeltzer C. Suzanne (2001), stroke infark disebabkan oleh trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak) dan embolisme serebral (bekuan darah atau material lain). Stroke infark yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan disuatu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk didalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas atau mungkin terbentuk dalam suatu organ seperti jantung dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Sumbatan di arteri karotis interna sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Apabila stenosis mencapai suatu tingkat kritis tertentu, maka meningkatnya turbulensi disekitar penyumbatan akan menyebabkan penurunan tajam kecepatan aliran darah ke otak akibatnya perfusi otak akan menurun dan terjadi nekrosis jaringan otak.
10
Faktor risiko utama pada stroke antara lain hipertensi, penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, TIA (Transient Ischemic attack), kadar lemak dalam darah yang tinggi, dan lain-lain. Adapun manifestasi klinis pada klien dengan stroke yaitu kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak, perubahan status mental (delirium, stupor, atau koma), afasia (bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami ucapan), disartia (bicara pelo atau cadel), gangguan penglihatan diplopia, mual, muntah dan nyeri kepala. E. Faktor-Faktor Resiko Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well documented) (Goldstein,2006). 1. Non modifiable risk factors : a. Usia Insidensi stroke sebanding dengan meningkatnya usia di atas umur 55 th, insidensinya meningkat 2 kali lipat. Hal ini berkaitan dengan adanya proses penuaan (degenerasi) yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia pembuluh darahnya lebih kaku karena adanya plak (atheroscelorsis). b. Jenis kelamin Insidensi pada pria 19% lebih tinggi daripada wanita. Hal ini mungkin terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Dan, rokok ternyata dapat nerusak lapisan dari pembuluh darah tubuh. c. Berat badan lahir rendah Risiko stroke meningkat dua kali pada orang dgn berat badan yg rendah (< 2500 g) ketika lahir d. Ras/etnis Dari beberapa penelitian dikemukakan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan ras kulit hitam. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya
11
hidup. Pada tahun 2004 di Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1% dan yang berkulit hitam sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar 41,3% dan yang berkulit hitam sebesar 58,7%. e. Genetik / Hereditas Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat stroke pada keluarga, memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya. Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko stroke. 2. Modifiable risk factors Well-documented and modifiable risk factors Hipertensi Hipertensi adalah faktor resiko yang paling penting untuk stroke, terutama Stroke sumbatan. Tidak ada bukti bahwa wanita lebih tahan terhadap hipertensi daripada laki-laki. Insiden stroke sebagian besar diakibatkan oleh hipertensi, sehingga kejadian stroke dalam populasi dapat dihilangkan jika hipertensi diterapi secara efektif. Peningkatan tekanan darah yang ringan atau sedang (borderline) sering dikaitkan dengan kelainan kardiovaskuler, sedangkan pada peningkatan tekanan darah yang tinggi, stroke lebih sering terjadi. Hipertensi menyebabkan aterosklerosis darah serebral sehingga pembuluh darah mengalami penebalan dan degenerasi yang kemudian pecah dan menimbulkan perdarahan. Stroke yang terjadi paling banyak oleh karena hipertensi adalah hemoragik. Paparan asap rokok
12
Merokok merupakan faktor resiko tinggi terjadinya serangan jantung dan kematian mendadak, baik akibat stroke sumbatan maupun perdarahan. Pada meta analisis dari 32 studi terpisah, termasuk studi-studi lainnya, perokok memegang peranan terjadi insiden stroke, untuk kedua jenis kelamin dan semua golongan usia dan berhubungan dengan peningkatan resiko 50% secara keseluruhan, bila dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko terjadinya stroke, dan infark otak pada khususnya, meningkat seiring dengan peningkatan jumlah rokok yang dikonsumsi, baik pada laki-laki ataupun wanita. Diabetes Diabetes meningkatkan kemungkinan aterosklerosis pada arteri koronaria, femoralis dan serebral, sehingga meningkatkan pula kemungkinan stroke sampai dua kali lipat bila dibandingkan dengan pasien tanpa diabetes.
Dari arterosklerosis dapat
menyebabkan emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah sehingga mengakibatkan iskemia. Iskemia menyebabkan perfusi otak menurun dan akhirnya terjadi stroke. Pada DM, akan mengalami penyakit vaskuler sehingga juga terjadi penurunan
makrovaskulerisasi.
Makrovaskulerisasi
menyebabkan peningkatan suplai darah ke otak. Dengan adanya peningkatan suplai tersebut, maka TIK meningkat, sehingga terjadi edema otak dan menyebabkan iskemia. Pada DM juga terjadi
penurunan
penggunaan
insulin
dan
peningkatan
glukogenesis, sehingga terjadi hiperosmolar sehingga aliran darah lambat, maka perfusi otak menurun sehingga stroke bisa terjadi. Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu Kelainan jantung merupakan kelainan atau disfungsi organ yang
mempredisposisikan
timbulnya
stroke.
Meskipun
hipertensi merupakan faktor resiko untuk semua jenis stroke,
13
namun pada tekanan darah berapapun, gangguan fungsi jantung akan meningkatkan resiko stroke secara signifikan. Peranan gangguan jantung terhadap kejadian stroke meningkat seiring pertambahan usia .Selain itu, total serum kolesterol , LDL maupun trigliserida yang tinggi akan meningkatkan resiko stroke iskemik ( terutama bila disertai dengan hipertensi ), karena terjadinya aterosklerosis pada arteri karotis. Dislipidemia Dislipidemia adalah kelainan yang ditandai oleh kelainan baik peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kolesterol LDL yang tinggi (normal : < 100 mg/dl), kolesterol HDL (normal : 35-59 mg/dl) yang rendah, dan rasio kolesterol LDL dan HDL yang tinggi dihubungkan dengan peningkatan risiko terkena stroke. Hal ini akan diperkuat bila ada faktor risiko stroke yang lain (misalnya:hipertensi, merokok, obesitas). Berbagai
penelitian
epidemiologi
secara
konsisten
menghubungkan peningkatan risiko stroke pada penyandang dislipidemia. Peningkatan 1 mmol/ L (38,7 mg/dL) kadar kolesterol darah total akan meningkatkan risiko stroke sebesar 25%. Di lain sisi peningkatan 1 mmol/ L kadar kolesterol HDL (kolesterol baik) akan menurunkan risiko stroke sebesar Stenosis arteri karotis Stenosis arteri karotis adalah penyempitan atau penyempitan permukaan dalam (lumen) dari arteri karotis, biasanya disebabkan oleh aterosklerosis. Sickle cell disease Bentuk eritrosit yang seperti bulan sabit dapat menyumbat suplay darah ke otak Obesitas Pasien obesitas/ kegemukan memiliki tekanan darah, kadar glukosa darah dan serum lipid yang lebih tinggi, bila
14
dibandingkan dengan pasien tidak gemuk. Hal ini meningkatkan resiko terjadinya stroke, terutama pada kelompok usia 35-64 tahun pada pria dan usia 65-94 tahun pada wanita. Namun, pada kelompok yang lain pun, obesitas mempengaruhi keadaan kesehatan, melalui peningkatan tekanan darah, gangguan toleransi glukosa dan lain-lain. Pola obesitas juga memegang peranan penting, dimana obesitas sentral dan penimbunan lemak pada daerah abdominal, sangat berkaitan dengan kelainan aterosklerosis. Meskipun riwayat stroke dalam keluarga penting pada peningkatan resiko stroke, namun pembuktian dengan studi epidemiologi masih kurang. F. Klasifikasi Stroke Klasifikasi stroke debedakan menurut ptologi dari serangan stroke meliputi: 1. Stroke Hemoragik Merupakan
perdarahan
serebri
dan
mungkin
perdarahan
subaraknoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiaannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istorahat. Kesadaran klien umumnya menurun. Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan otak dibagi menjadi dua, yaitu a. Perdarahan intraserebri (PSI) Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningktan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai didaerah putamen, talamus, pons dan serebellum
15
b. Perdarahan subaraknoid (PSA) Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal adari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar perenkim otak.
Pecahnya
arteri
dan
keluarnya
ke
ruang
subaraknoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak , meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya). Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subaraknoid mengakibatkan
terjadinya
peningkatan
TIK
yang
mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri sehingga nyeri kepala hebat. Sering juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesdaran. Perdarahan subaraknoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5 sampai dengan ke-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke-2 sampai dengan ke-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinal dengan pembuluh arteri di ruang subaraknoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global maupun fokal. 2. Stroke non hemoragik Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namum terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik Klasifikasi stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
16
1. TIA. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam 2. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari 3. Stroke komlet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilah komplet dapat diawali oleh serangan TIA berulang. ( Arif muttqin, 2008) G. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan diagnostic yang diperlukan dalam membantu menegakkan diagnosis klien stroke meliputi: 1. Angiografi Serebri Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. 2. Lumbal Pungsi Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau perdarahan pada intracranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang massif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama. 3. CT Scan Pemeriksaan
diagnostik
obyektif
didapatkan
dari
Computerized
Tomography scanning (CT-scan). Menurut penelitian Marks, CT-scan digunakan untuk mengetahui adanya lesi infark di otak dan merupakan baku emas untuk diagnosis stroke iskemik karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Pemeriksaan ini mempunyai keterbatasan, yaitu tidak dapat memberikan gambaran yang jelas pada onset kurang dari 6 jam, tidak semua rumah sakit memiliki, mahal, ketergantungan pada
17
operator dan ahli radiologi, memiliki efek radiasi dan tidak untuk pemeriksaan rutin skirining stroke iskemik.( Widjaja, Andreas., dkk. 2010) yaitu Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. 4. Magenetic Imaging Resonance (MRI). menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi infark akibat dar hemoragik. 5. USG Doppler Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis) 6. EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls liistrik dalam jaringan otak. 7. Pemeriksaan Darah Rutin 8. Pemeriksaan Kimia Darah Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali 9. Pemeriksaan Darah Lengkap. Untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri 10. Pemeriksaan Elektrokardiogram berkaitan dengan fungsi dari Jantung untuk pemeriksaan penunjang yang berhubungan dengan penyebab stroke H. Penatalaksanaan Stroke Penatalaksanaan stroke hemoragik 1. Terapi stroke hemoragik pada seranga akut a. Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan b. Masukkan klien ke unti perwatan saraf untuk dirwat di bagian bedah saraf
18
c. Neurologis
Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya
Kontrol adnaya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak
d. Terapi perdarahan dan perwatan pembuluh darah
Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil ‘Aminocaproid acid 100-150 ml% dalam cairan isotonik 2 kali selama 3-5 hari, kemudian satu kali selama 1-3 hari.
Antagonis untuk pencegahan permanen: Gordox dosis pertama 300.000 IU kemudian 100.000 IU 4xperhari IV; Contrical dosis pertama 30.000 ATU, kemudian 10.00 ATU x 2 perharu selama 5-10 hari
Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari
Kalsium
mengandung
obat:
Rutinium,
Vicasolum,
Ascorbicum
Profilaksis Vasospasme Calcium-channel antagonist (Nimotop 50 ml (10 mg per hari IV diberikan 2 mg perjam selama 10-14 hari) Awasi peningkatan tekanan darah sistolik klien 5-20 mg, koreksi gangguan irama jantung, terapi penyakit jantung komorbid. Profilaksis hipostatik pneumonia, emboli arteri pulmonal, luka tekan, cairan purulen pada luka korne, kontraksi otot dini. Lakukan perawatan respirasi, jantung, penatalaksanaan pencegahan komplikasi Terapi infus, pemantauan AGD, tromboembolisme arteri pulmonal, keseimbangan asam basa, osmolaritas darah dan urine, pemeriksaan biokimia darah Berikan dexason 8+4+4+4 mg IV (pada kasus tanpa DM, perdarahan internal, hipertensi maligna) atau osmotik
19
diuretik (dua hari sekali Rheugloman (Manitol) 15 % 200 ml IV diikuti oleh 20 mg Lasix minimal 10-15 hari kemudian e. Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak f. Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya. F. Komplikasi Setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokkan berdasarkan 1. Dalam hal imobilisasi : infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi dan tromboflebitis 2. Dalam hal paralisis : nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi deformitas, dan terjatuh 3. Dalam hal kerusakan otak: epilepsi dan sakit kepala 4. Hidrosepalus (Fransisca B. Batticaca,2008). Menurut Brunner 7 Suddart,2002 serangan stroke tidak berakhir dengan akibat pada otak saja, gangguan emosional dan fisik akibat berbaring lama tanpa dapat bergerak adalah hal yang tidak dapat dihindari. Ada beberapa komplikasi dari penyakit stroke, yaitu: 1.
Hipoksia serebral
2.
Penurunan aliran darah serebral
3.
Embolisme serebral.
20
BAB III ASUHAN KEPERAWATRAN Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien stroke meliputi : A. Pengkajian a.
Identitas pasien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
b.
Keluhan utama Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
c.
Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang tidak disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d.
Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e.
Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes mellitus.
f.
Riwayat psikososial Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan 21
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga g. Pemeriksaan fisik 1. Kesadaran Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen, apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS 13-15 2. Tanda-tanda Vital a. Tekanan darah Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80 b.
Nadi Biasanya nadi normal
c. Pernafasan Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada bersihan jalan napas d. Suhu Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke hemoragik 3. Rambut Biasanya tidak ditemukan masalah 4. Wajah Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis, mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi,
22
saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah. 5.
Mata Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan
6. Hidung Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung 7. Mulut dan gigi Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat
23
dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara 8. Telinga Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas 9.
Leher Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku biasanya (+) dan bludzensky 1 (+)
10. Thorak a. Paru-paru Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor) Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler) b. Jantung Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat Palpasi : biasanya ictus cordis teraba Perkusi : biasanya batas jantung normal Auskultasi: biasanya suara vesikuler 11. Abdomen Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar Perkusi : biasanya terdapat suara tympani Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores biasanya pasien tidak merasakan apa-apa. 12. Ekstremitas
24
a. Atas Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)). b.
Bawah Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+)).
h.
Pola kebiasaan sehari-hari 1. Pola kebiasaan Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan penggunaan minumana beralkhohol 2. Pola makan Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat badan. 3. Pola tidur dan istirahat
25
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya kejang otot/ nyeri otot 4. Pola aktivitas dan latihan Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan, kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan 5. Pola eliminasi Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus 6. Pola hubungan dan peran Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara 7. Pola persepsi dan konsep diri 8. Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif (Batticaca, 2008) B. Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan: a. Interupsi aliran darah b. Gangguan oklusif, hemoragi c. Vasospasme serebral d. Edema serebral 2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan: a. Kerusakan neuromuskuler b. Kelemahan, parestesia c. Paralisis spastis d. Kerusakan perseptual/ kognitif 3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan a. Kerusakan sirkulasi serebral b. Kerusakan neuromuskuler c. Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial d. Kelemahan/ kelelahan 4. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:
26
a. Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit) b. Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas) 5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan: a. Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot b. Kerusakan perseptual/ kognitif c. Nyeri/ ketidaknyamanan d. Depresi C. Intervensi 1.
Diagnosa keperawatan pertama: perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema serebral. a.
Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah
b.
Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
c.
Intervensi; 1) Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran. 2) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah. Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan. 3) Pertahankan keadaan tirah baring. Rasional:
aktivitas/
stimulasi
yang
kontinu
dapat
meningkatkan Tekanan Intra Kranial (TIK). 4) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi anatomis (netral). Rasional:
menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan
drainase dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
27
5) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin) Rasional:
meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral
dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan. 2. Diagnosa keperawatan kedua: kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan. a. Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum b. Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan kekuatan
dan
fungsi
bagian
tubuh
yang
terkena,
mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas. c. Intervensi : 1) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat memberikan informasi bagi pemulihan 2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring) Rasional: menurunkan
resiko
terjadinya
trauma/
iskemia jaringan. 3) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. 4) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit. Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu. 5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien. Rasional
program khusus dapat dikembangkan untuk
menemukan kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan. 3. Diagnosa
keperawatan
ketiga:
kerusakan
berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
28
komunikasi
verbal
a. Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya. b. Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi kesalah pahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga c. Intervensi; 1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari derajat gangguan serebral 2) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana Rasional:
melakukan
penilaian
terhadap
adanya
kerusakan sensorik 3) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut Rasional:
Melakukan
penilaian
terhadap
adanya
kerusakan motorik 4) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat) Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan yang dimaksud 5) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara. Rasional:
untuk
mengidentifikasi
kekurangan/
kebutuhan terapi. 4. Diagnosa
keperawatan
keempat:
perubahan
sensori
persepsi
berhubungan dengan stress psikologis. a. Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi. b. Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi perseptual, mengakui perubahan dalam kemampuan. c. Intervensi; 1) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul, rasa persendian.
29
Rasional: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan. 2) Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh Rasional: adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap pendengaran, penglihatan, atau sensasi yang lain) 3) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu benda untuk menyentuh dan meraba. Rasional: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi. 4) Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu. Rasional:
penggunaan
stimulasi
penglihatan
dan
sentuhan membantu dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit. 5) Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek. Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah pemahaman.. D. Implementasi Implementasi dalam kasus ini sesuai dengan intervensi yang direncanakan. Hasil yang diharapkan dalam implementasi akan terjawab di evaluasi. E. Evaluasi Evaluasi dalam kasus sesuai dengan harapan pada saat melakukan intervensi.
30
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran
31
DAFTAR PUSTAKA
Aliah, A; Limoa, R.A; Wuysang, G. (2000). Gambaran Umum Tentang GPDO dalam Harsono:Kapita Selekta Neurologi. UGM Press, Yogyakarta. Baehr M, Frotscher M. Duus’ : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised edition. New York : Thieme. 2005. Batticaca, Framsisca B. 2008. Asuhan keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : salemba medika Brunner, I ; Suddarth, Drs. (2002) Buku Ajaran Keperawatan Medical Bedah Volume 2. Jakarta: EGC. Corwin, J, E. (2001.) Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC Dochtermann, J. M. C dkk. (2008). Nursing Interventions Classification (NIC). United States of America: Mosby Elsevier. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology,3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007. Herdman, Heather T.2009. diagnose Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC Hidayat.A.A (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta: Salemba Medika Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline Stroke 2007. Jakarta. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Moorhead, Sue dkk.2008.NOC.Edisi 4.USA : Mosby Muttaqin, Arif.2008. Buku Ajar Auhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan/ Jakarta: Salemba medika
32